0% found this document useful (0 votes)
62 views10 pages

Jurnal Skripsi 2020

This document summarizes research on the quality of biobriquettes made from a mixture of coconut shells, corn cobs, rice husks, and sago flour as an adhesive. The research tested different compositions of the materials and found that a composition of 60% coconut shells, 35% corn cobs, and 5% rice husks produced biobriquettes with the best compressive strength of 9.82 kg/cm2. The mixture with the best moisture content was 60% coconut shells, 30% corn cobs, and 10% rice husks at 4.59%. Overall, the biobriquettes produced from this mixture of agricultural waste and sago flour as an adhesive were found to have

Uploaded by

sanai mane
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
0% found this document useful (0 votes)
62 views10 pages

Jurnal Skripsi 2020

This document summarizes research on the quality of biobriquettes made from a mixture of coconut shells, corn cobs, rice husks, and sago flour as an adhesive. The research tested different compositions of the materials and found that a composition of 60% coconut shells, 35% corn cobs, and 5% rice husks produced biobriquettes with the best compressive strength of 9.82 kg/cm2. The mixture with the best moisture content was 60% coconut shells, 30% corn cobs, and 10% rice husks at 4.59%. Overall, the biobriquettes produced from this mixture of agricultural waste and sago flour as an adhesive were found to have

Uploaded by

sanai mane
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
You are on page 1/ 10

UJI KUALITAS BIOBRIKET CAMPURAN TEMPURUNG KELAPA,

TONGKOL JAGUNG DAN SEKAM PADI DENGAN TEPUNG SAGU


SEBAGAI PEREKAT

Ahmad Marzuki Muhlis, Sahara dan Nurul


Jurusan Fisika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar
Email: [email protected]

Abstact: Research has been carried out with the title of biobriquette quality mixture of coconut
shell, corn cobs and rice husk with sago flour as adhesive. The purpose of this study was to
determine the quality of biobriquettes with a mixture of coconut shells, corn cobs and rice husks
with sago flour as an adhesive. In this study the raw material used was coconut shell with the
process of drying at temperatures of 350 0C, corn cobs with a temperature of 1500C and rice husks
with a temperature of 1200C with the composition used was 60%: 20%: 20%, 60% : 25%: 15%,
60%: 30%: 10% and 60%: 35%: 5% then sieving particle size for all 40 mesh samples, mixing
using 3 grams of sago flour as biobriquette adhesive, then biobriquette printing and drying is done.
Furthermore testing of compressive strength, moisture content, ash content, calorific value and
combustion time with the results of compressive strength testing using thetool. TA.XTPlus Texture
Analyzer the best characteristics obtained in the composition 60%: 35%: 5% with a value of 9.82
kg /cm2, and the best characteristic moisture content testing was obtained in the composition of
60%: 30%: 10% with a value of 4.59%. The quality produced from the biobriquette mixture of
coconut shell, corn cobs and rice husk with sago flour as adhesive can be categorized as good. This
is seen from the testing of water content, ash content and calorific value that meets the Indonesian
national standard and the burning time of 152.18 minutes, except for compressive strength testing
that does not meet the existing standards.

KeyWords : biobriquette, coconut shell, corn cobs, rice husk, sago flour and composition
variations

PENDAHULUAN
Energi merupakan permasalahan utama dunia saat ini. Tiap tahunnya kebutuhan akan
energi semakin meningkat seiring dengan semakin meningkatnya aktivitas manusia yang
menggunakan bahan bakar terutama bahan bakar minyak yang diperoleh dari fosil tumbuhan
maupun hewan. Menipisnya bahan bakar fosil akan berdampak pada perokonomian. Menurut Ika
Yudita Permatasari dan Budi Utami (2015) dikutip dari Hambali dkk (2007) Indonesia yang
semula adalah net-exporter BBM telah menjadi net-importer BBM sejak tahun 2000. Padahal
cadangan minyak bumi Indonesia hanya sekitar 9 miliar barel dan produksi Indonesia hanya
sekitar 500 juta barel per tahun. Ini artinya jika terus dikonsumsi dan tidak ditemukan cadangan
untuk meningkatkan recovery minyak bumi, diperkirakan cadangan minyak bumi Indonesia akan
habis dalam waktu dua puluh tiga tahun mendatang.
Menurut kutipan Kristanto (2013) dalam Ika Yudita Permatasri dan Budi Utami (2015),
menyatakan bahwa biomassa merupakan salah satu sumber energi yang paling umum dan mudah
diakses yang dapat diolah menjadi bioenergi. Biomassa memiliki jumlah yang melimpah karena
dihasilkan dari aktivitas manusia ataupun proses alam dan juga memiliki potensi sumber daya
energi yang besar. Potensi energi biomassa 50.000 MW akan tetapi hanya 320 MW atau 0.64%
yang sudah dimanfaatkan. Hal ini menunjukkan bahwa energi biomassa belum dimanfaatkan
secara optimal, biasanya hanya dibuang begitu saja dan dibiarkan menumpuk sebagai limbah.
Landasan penelitian ini didasar oleh dua hal yakni persediaan dan produksi bahan bakar
dunia yang semakin berkurang, yang dapat berdampak pada penggunaan energi beberapa tahun
kedepan menjadi krisis, oleh sebab itu diperlukannya bahan bakar altrnatif yaitu briket yang
memanfaatkan limbah pertanian dan hal yang kedua adalah ingin dihasilkan kualitas briket yang
lebih baik dari pada sebelumnya. Briket tempurung kelapa yang memiliki nilai kalor yang
memenuhi standar, namun terjadi reduksi kualitas jika ditinjau dari kadar airnya. Begitupun
dengan briket dari tongkol jagung dan sekam padi, di beberapa tinjauan belum memenuhi standar
yang diinginkan.
Berdasarkan latar belakang di atas penelitian bermaksud mengkombinasikan arang
tempurung kelapa, tongkol jagung dan sekam padi dengan harapan kualitas yang semuanya
memenuhi standarisasi kualitas briket serta lamanya pembakaran briket yang lebih lama.
Memiliki tujuan untuk mengetahui kualitas biobriket campuran tempurung kelapa, tongkol jagung
dan sekam padi dengan tepung sagu sebagai perekat.

KAJIAN PUSTAKA
Kelapa (Cocos nucifera L.) termasuk ke dalam famili Palmae, ordoAracules, salah
satu anggota terpenting dari kelas Monocotyledone, Genus Cocos adalah monotypic yang hanya
mempunyai satu-satunya species yaitu Cocos nucifera L. (Prasetyoko, 2001). Kelapa merupakan
tanaman tropika yang dapat tumbuh dengan baik pada kondisi suhu rata-rata diantara 24-29
°C, suhu minimum tidak kurang dari 20°C, dengan curah hujan yang merata sepanjang tahun
antara 1700-2000 mm dan tidak kurang dari 1200 mm (A. Rusdianto,2011).
Tumbuhan ini dimanfaatkan hampir semua bagiannya sehingga dianggap sebagai
tumbuhan serbaguna. Pohon kelapa atau sering disebut pohon nyiur biasanya tumbuh pada
daerah atau kawasan tepi pantai. Buah kelapa terdiri dari kulit luar, sabut, tempurung, kulit
daging (testa), daging buah, air kelapa dan lembaga. Buah kelapa yang sudah tua memiliki
bobot sabut (35%), tempurung (12%), endosperm (28%) dan air (25%) .(Setya midjaja, D.,
1995).
Tempurung kelapa adalah salah satu bahan karbon aktif yang kualitasnya cukup
baik dijadikan arang aktif. Secara fisologis, bagian tempurung merupakan bagian yang paling
keras dibandingkan dengan bagian kelapa lainnya. Struktur yang keras disebabkan oleh
silikat (SiO2) yang cukup tinggi kadarnya pada tempurung kelapa tersebut.
Tongkol jagung merupakan salah satu limbah pertanian yang sangat potensial
dimanfaatkan untuk dijadikan arang aktif, karena limbah tersebut sangat banyak dan terbuang
percuma. Dalam bahan ini juga mengandung kadar unsur karbon 43,42% dan hidrogen 6,32%
dengan nilai kalornya berkisar antara 14,7-18,9 MJ/kg. Selama ini masyarakat cenderung
memanfaatkan limbah tongkol jagung hanya sebagai bahan pakan ternak atau terbuang percuma.
Untuk menghindari hal ini perlu adanya pemanfaatan limbah tongkol jagung tersebut, salah
satunya yaitu sebagai bahan baku arang aktif (Mutmainnah, 2012).
Sekam padi sering diartikan sebagai bahan buangan atau limbah penggilingan padi,
keberadaannya cenderung meningkat yang mengalami proses penghancuran secara alami dan
lambat, sehingga dapat mengganggu lingkungan juga kesehatan manusia. Sekam memiliki
kerapatan jenis bulk density 125 kg/m3, dengan nilai kalori 1 kg sekam padi sebesar 3300
kilokalori dan ditinjau dari komposisi kimiawi, sekam mengandung karbon (zat arang) 1,33 %,
hydrogen 1,54 %, oksigen 33,365 dan silika (SiO2) 16,98 %, artinya sekam dapat dimanfatkan
sebagai bahan baku industri kimia dan sebagai sumber energi panas untuk keperluan manusia.
Dengan kadar selusosa sekam yang cukup tinggi dapat memberikan pembakaran yang merata dan
stabil (Ir. Dorlan Sipahutar MP, t.th).
Perekat adalah suatu zat atau bahan yang memiliki kemampuan untuk mengikat dua
benda melalui ikatan permukaan. Analisa berbagi tepung pati-patian dapat dilihat pada tabel 2.3.
Tabel 1. Daftar analisa dan bahan perekat
Lemak Serat Protein Serat Karbon
Jenis tepung Air(%)
(%) kasar (%) (%) kasar (%) (%)
Tepung
10,52 4,89 1,27 8,48 1,04 738
Jagung
Tepung Beras 7,58 0,68 4,53 9,89 0,82 76,9
Tepung
10,7 0,86 2 11,5 0,64 74,2
Terigu
Tepung
9,86 0,36 1,5 2,21 0,69 85,2
Tapioka
Tepung Sagu 14,1 0,67 1,03 1,12 0,73 82,7

(sumber: Kusuma, 2015)

Menurut adan (1998) jumlah perekat yang digunakan dalam pembuatan briket adalah
sebanyak 10 % dari berat arang yang akan digunakan dalam pembuatan beriket. Perekat organik
menghasilkan abu yang relatif sedikit setelah pembakaran briket dan umumnya merupakan bahan
perekat yang efektif, misalnya sagu. Penggunaan perekat sagu memiliki beberapa keuntungan
yaitu harga murah, mudah pemakaiannya dan dapat menghasilkan kekuatan rekat kering yang
tinggi. Sagu (Metroxylon sp) merupakan tanaman yang sangat produktif sebagai penghasil pati.
Secara kimia pati sagu mengandung 28% amilosa dan 27% amilopektin sehingga dapat digunakan
sebagai perekat (Brades dan Tobing, 2008).
Briket merupakan konversi dari sumber energi padat berupa batubara yang dibentuk dan
dicampur dengan bahan baku lain sehingga memiliki nilai kalor yang lebih rendah daripada
nilai kalor batubara itu sendiri. Batubara dan campuran lain yang digunakan untuk membuat
briket akan melalui proses pembakaran tidak sempurna sehingga tidak sampai menjadi abu atau
biasa disebutdengan proses pengarangan (karbonisasi). Selanjutnya arang tersebut
dicampurdengan perekat, dipadatkan dan dikeringkan kemudian disebut sebagai briket.
Kualitas briket yang baik adalah yang memiliki kandungan karbon yang besar dan
kandungan sedikit abu. Sehingga mudah terbakar, menghasilkan energi panas yang tinggi dan
tahan lama. Sementara briket kualitas rendah adalah yang berbau menyengat saat dibakar, sulit
dinyalakan dan tidak tahan lama. Jumlah kalori yang baik dalam briket adalah 5000 kalori
dan kandungan abunya hanyasekitar 8%. (Sofyan Yusuf, 2013).

Gambar 1. Briket bentuk kubus (sumber: Didik, 2014)

Biobriket adalah bahan bakar yang potensial dan dapat diandalkan untuk rumah
tangga maupun industri. Biobriket mampu menyuplai energi dalam jangka panjang. Biobriket
didefinisikan sebagai bahan bakar yang berwujud padat dan berasal dari sisa-sisa bahan
organik yang mengalami proses pemampatan dengan daya tekan tertentu. Biobriket dapat
menggantikan penggunaan kayu bakar yang mulai meningkat konsumsinya dan berpotensi
merusak ekologi hutan. Biobriket dapat dibuat dari campuran bermacam-macam sisa bahan
organik antara lain sekam padi, tempurung biji jarak, serbuk gergaji, sabut kelapa, tempurung
kelapa (sudah diarangkan), jerami, bottom ash, bungkil jarak pagar, eceng gondok, kulit kacang,
kulit kayu dan lain-lain. Dalam pembuatan biobriket memerlukan bahan pengikat. Bahan
pengikat organik yang bisa digunakan antara lain kanji, aspal, mollases, parafin dan lain-lain
(Nurdin, 2018).
Penggunaan biobriket diyakini dapat bersaing dengan briket batu bara tentunya
dengan berbagai persyaratan. Penggunaan batubara memang secara adhoc mampu mengatasi
masalah harga BBM yang mahal. Namun dalam jangka panjang, jika polusi udara maupun darat
(sisa pembakaran) tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan kerusakan lingkungan. Memang
nilai kalor dari biobriket lebih rendah dari batu bara, tetapi jika dilihat dari aspek polusinya
jauh lebih rendah dibandingkan polusi dari pembakaran batu bara, karena biobriket juga
mempunyai kadar sulfur yang rendah (kurang dari 1%).
Kualitas briket yang dihasilkan menurut standard mutu Indonesia. Sebagai data
pembanding, sehingga dapat diketahui kulitas briket yang dihasilkan dalam penelitian ini.
Tabel 2. Kualitas mutu biobriket arang
Karakteristik Standar Mutu Briket SNI

Kadar Air (%) Maks 8

Kadar Abu (%) Maks 8

Kerapatan (gr/cm3) 0,5 – 0,6

Kuat Tekan (kg/cm2) Min 50

Nilai Kalor (Kal/gr) Min 5000


Sumber: Mukhamat (2015)

METODE PENELITIAN
Dalam melaksanakan penelitian digunakan metode penelitian serta prosedur penelitian,
sehingga langkah-langkah serta tujuan pada penelitian ini sesuai dengan apa yang diharapkan.

Waktu dan Tempat


Waktu pelaksanakan penelitian ini dilakukan mulai Sepetember 2018 sampai pada Februari 2019
dilakukan di laboratorium fisika, laboratorium kimia Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar,
PT. Semen Tonasa II dan III, kabupaten Pangkep (Biro pengendalian Mutu II dan III,Laboratorium
kimia dan Laboratorium Quality) dan Laboratorium Teknik Kimia Politeknik Negeri Ujung
Pandang.

Alat dan Bahan


1. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Gelasukur j. Moisture Analyzer
b. Oven sharp k. Kubus cetakan
c. Plat penyangga l. Stopwatch
d. Furnace (tanur) m. Pencapit
e. Baskom n. Kaos tangan
f. Neraca digital 2 digit o. Cawan
g. Ayakan (Sieve Shaker) p. Tungku drum priolisis
h. Alatpencetakbriket (press manual) q. Aluminium foil
i. Alat uji kalor (bomb kalorimeter) r. Korek gas
s. Mortar (penumbuk)
t. Timbangan

2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Tempurung kelapa f. Tissu
b. Tongkol jagug g. Label
c. Sekam padi h. Plastiksampel
d. Perekat (tepung sagu)
e. Air secukupnya
Prosedur Kerja
A. Preparasi Sampel
Preparasi sampel yaitu meenyiapkan sampel (tempurung kelapa, tongkol jagung dan
sekam padi), dan mengeringkan sampel selama 24 jam dibawah terik matahari.

B. Proses Karbonisasi
Proses pengarangan atau karbonisasi dilakukan dengan dua kali proses pengarangan
yaitu sebagai berikut :
a. menggunakan drum pengarangan, pembakaran dilakukan selama5 jam untuk tempurung
kelapa, 3 jam untuk tongkol jagung dan 1 jam untuk sekam padi. Proses ini dilakukan
bertujuan untuk mengarangkan sampel dengan suhu berkisaran 300ºC - 500º C.
b. menggunakan furnace, pengarangan tahap kedua ini bertujuan untuk mengontrol suhu
pengarangan demi mendapatkan hasil yang lebih optimum dimana pada proses karbonisasi
suhu berpengarung untuk mendapatkan nilai kalor yang lebih tinggi. Proses karbonisasi
dengan furnace diberikan dua perlakuan yang berbeda (suhu) pada bahan baku.

C. Mengaluskan dan mengayak sampel


Menghaluskan dengan menggunakan mortar sampel dimasukkan dan ditumbuk, kemudian
proses pengayakan dilakukan dengan menggunakan sieve shaker dan ukuran aykan yang
digunakan adalah 40 mesh

D. Pencampuran
Bahan baku dengan massa 30 gram, bahan perekat 10% dari massa bahan baku sebanyak
30 gr (3 gram) dari massa bahan baku dengan menggunaan air sebanyak 20 ml (mililiter).
Kemudian mencampur dengan arang yang telah diayak (halus) dan ukuran yang dimaksud (40
mesh) sampai membentuk semacam adonan. Bahan perekat ini dimaksudkan agar briket
tidak mudah pecah ketika dibakar.

E. Pencetakan
Bahan-bahan yang telah tercampur secara merata kemudian dilakukan pencetakan
adonan. Bentuk cetakan yang digunakan adalah besi berbentuk kubus dengan ukuran panjang 6
cm dan lebar 5 cm. Caranya adalah adonan dimasukkan ke dalam cetakan, kemudian mencetekan
atau dikempa hingga mampat menggunakan alat press manual.

F. Pengeringan
Briket yang telah tercetak kemudian mengeringkannya, agar briket cepat menyala,
kandungan air juga pada proses pengadonan dapat bekurang dan tidak berasap. Mengeringkan
sampel menggunakan oven Sharp dengan suhu 110 °C selama 24 jam.

G. Pengujian Briket/Uji Kualitas


Uji karakteristik yang dilakukan dalam penelitian ini adalah uji kuat tekan (kg/cm2), kadar
air (%), kadar abu (%), nilai kalor (kal/gr) dan lama pemabakaran (menit)
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini dapatdilihat pada abeldi bawah ini
Tabel 3. Hasil penggujian briket
Nilai Hasil Pengujian
Kuat Kadar (%)
Ukuran Kode tekan
Lama pembakaran
Partikel Sampel (kg/ Nilai kalor
2 (menit)
cm ) Air Abu (kal/gr)

A 7.65 5.19 5.91 5117.67 128.18


B 9.57 5.41 6.30 5594.36 115.34
40 mesh
C 8.81 4.59 4.69 5867.26 152.18
D 9.82 4.67 3.23 5888.55 145.17
Keterangan:
(TK : TJ : SP) gr
Kode A = 18 : 6 : 6, Kode B = 18 : 7.5 : 4.5, Kode C = 18 : 9 : 3, Kode D = 18 : 10.5 : 1.5

B. Pembahasan
1. Kuat Tekan
Kuat tekan merupakan kemampuan bioberiket untuk memberikan daya tahan atau
kekompakan briket terhadap pecah atau hancurnya briket jika diberikan beban pada benda
tersebut. Semakin tinggi nilai tekan briket arang berarti daya tahan briket terhadap pecah
semakin baik (Triono, 2006). Penentuan kuat tekan ini bertujuan untuk mengetahui daya
tahan briket untuk pengemasan dan memudahkan pengagkutan briket arang. Nilai kuat tekan
untuk masing-masing komposisi ditunjukkan pada gambar 2

60 Keterangan:
50 50 50 50 (TK : TJ : SP) gr
Kuat Tekan (kg/cm2)

50
40 A = 18 : 6 : 6

30 B = 18 : 7.5 : 4.5
SNI (Min 50)
20 C = 18 : 9 : 3
7,65 9,57 8,81 9,82 HASIL
10 D = 18 : 10.5 : 1.5

0
A B C D
Kode Sampel

Gambar 2. Grafik Perbandingan Biobriket SNI dengan Hasil Pengujian Kuat Tekan

Pada uji kuat tekan untuk semua komposisi biobriket dengan campuran tempurung
kelapa, tongkol jagung dan sekam padi tidak ada yang memenuhi standar mutu biobriket
yaitu min 50 kg/cm2. Hal ini disebabkan oleh pada saat menghomogenkan tidak terlalu
tercampur dengan baik dengan perekat dan juga karena menggunakan press manual pada saat
mencetak biobriket tekanan yang diberikan tidak konstan sehingga tidak terlalu mampat dan
memberi peluang untuk membentuk rongga pada struktur biobriket yang dihasilkan.

2. Kadar Air
Kadar air biobriket dipengaruhi oleh jenis bahan baku, jenis perekat dan metode
pengujian yang digunakan. Pada umumnya kadar air yang tinggi akan menurunkan nilai kalor
dan laju pembakaran karena panas yang diberikan digunakan terlebih dahulu untuk
menguapkan air yang terdapat di dalam biobriket. Biobriket yang memiliki tingkat kadar air
yang tinggi akan mudah hancur. Pada penambahan perekat yang semakin tinggi
menyebabkan air yang terkandung dalam perekat akan masuk dan terikat dalam pori arang,
selain itu penambahan perekat yang semakin tinggi akan memberi pengaruh terhadap nilai
kalor yang akan dihasilkan. Maka dari itu kadar air merupakan salah satu parameter dalam
menentukan kualitas briket
10% Keterangan:
8% 8% 8% 8% (TK : TJ : SP) gr
8%
Kadar Air (%)

5,19% 5,41% A = 18 : 6 : 6
6% 4,59% 4,67%
B = 18 : 7.5 : 4.5
4% SNI (Maks 8)
C = 18 : 9 : 3
2% Hasil
D = 18 : 10.5 : 1.5
0%
A B C D
Kode Sampel

Gambar 3. Grafik Perbandingan Biobriket SNI dengan Hasil PengujianKadar Air


Grafik 4.2 dengan kode sampel A, B, C dan D didapatkan hasil kadar air masing-masing
5.19 %, 5.41 %, 4.59 % dan 4.67 %. Berdasarkan data yang dihasilkan nilai kadar air
terendah terdapat pada kode sampel C dengan komposisi TK : TJ : SP yaitu 18 : 9 : 3 dan
nilai tertinggi pada kode sampel B dengan komposisi TK : TJ : SP yaitu 18 : 7.5 : 4.5. Dari
nilai yang didapatkan untuk semua komposisi yang diujikan telah memenuhi standar mutu
Indonesia dengan nilai standar untuk pengujian kadar air adalah maksimal 8.

3. Kadar Abu
Abu merupakan bahan sisa dari pembakaran yang sudah tidak memiliki nilai kalor atau
tidak memilii unsur karbon lagi. Salah satu unsur penyusun abu adalah silika. Pengaruh kadar
abu terhadap kualitas biobriket kurang baik, terutama terhadap nilai kalor yang dihasilkan
kandungan kadar abu yang tinggi dapat menurunkan nilai kalor biobriket sehingga akan
menurunkan kualitas briket tersebut (Triono, 2006).
Nilai kadar abu dari biobriket yang dihasilkan ini telah memenuhi kualitas standar dari
Jepang (3-6)%, Inggris (5.9%), Amerika (8.3%) dan SNI 8%. Nilai kadar abu terendah
sebesar 3.23 % terdapat pada kode sampel D dengan komposisi 18gr tempurung kelapa,
10.5gr tongkol jagung dan 1.5gr sekam padi sedangkan niai tertinggi yaitu 6.30% terdapat
pada kode sampel B dengan komposisi 18gr tempurung kelapa, 7.5gr tongkol jagung dan 4.5
sekam padi. Dari data yang didapatkan menunjukkan semakin kecil komposisi sekam padi
dalam campuran maka semakin rendah nilai kadar abu. Hal ini menunjukkan bahwa faktor
jenis bahan baku yang dicampurkan berpengaruh nyata terhadap kadar abu yang dihasilkan.

10% Keterangan:
8% 8% 8% 8%
(TK : TJ : SP) gr
Kadar Abu (%)

8% 6,30%
5,91%
6% 4,69% A = 18 : 6 : 6
4% 3,23%
SNI (Maks 8) B = 18 : 7.5 : 4.5
2% HASIL C = 18 : 9 : 3
0%
A B C D D = 18 : 10.5 : 1.5
Kode Sampel

Gambar 4. Grafik Perbandingan Biobriket SNI dengan Hasil Pengujian Kadar Abu
4. Nilai Kalor
Nilai kalor sangat menentukan kualitas/mutu biobriket. semakin tinggi nilai kalor yang
dihasilkan, semakin baik kualitas biobriket itu. Nilai kalor yang didapatkan dari biobriket
campuran tempurung kelapa, tongkol jagung dan sekam padi dengan beberapa komposisi
dapat dilihat pada grafik 4.4

6000 5867,265888,55 Keterangan:


(TK : TJ : SP) gr
Nilai Kalor (kal/gr)

5594,36
5500 A = 18 : 6 : 6
5117,67
5000 5000 5000 5000 SNI (Min 5000) B = 18 : 7.5 : 4.5
5000
Hasil C = 18 : 9 : 3

4500 D = 18 : 10.5 : 1.5


A B C D
Kode Sampel

Gambar 5. Grafik Perbandingan Biobriket SNI dengan Hasil Pengujian Nilai Kalor

Berdasarkan data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa nilai kalor yang tertinggi
terdapat pada kode sampel D yaitu 5888.55 kal/gr dimana penyusun dari biobriket tersebut
adalah 18 gr TK : 10.5 gr TJ : 1.5 gr SP dan yang terendah adalah pada kode sampel A yaitu
5117.67 kal/gr dengan komposisi 18 gr TK : 6 gr TJ : 6 gr SP. Oleh karena komposisi
tempurung kelapa ditetapkan (konstan) maka yang akan berperan lebih untuk mempengaruhi
nilai kalor yang dihasilkan adalah variasi komposisi dari tongkol jagung dan sekam padi.
Sehingga pada grafik terlihat bahwa semakin besar komposisi dari tongkol jagung dalam
campuran sampel maka akan memberikan nilai kalor yang besar pula, begitupun sebaliknya.
Dan dari hasil pengujian nilai kalor didapatkan semua nilai telah memenuhi standar mutu
biobriket Indonesia dengan nilai standar 5000 kal/gr.

5. Lama Pembakaran

200 Keterangan:
Lama Pembakaran

152,18 145,17 (TK : TJ : SP) gr


150 128,18
115,34
(menit)

A = 18 : 6 : 6
100
B = 18 : 7.5 : 4.5
50 HASIL
C = 18 : 9 : 3
0
D = 18 : 10.5 : 1.5
A B C D
Kode Sampel

Gambar 6. Grafik Hasil Pengujian Lama Pembakaran

Lama pembakaran adalah kemampuan biobriket yang dinyatakan dalam selang waktu
dinyalakan pertama kali hingga mengalami proses pembakaran sempurna menjadi abu.
Metode pengujian ini dengan menggunakan stopwatch untuk menghitung waktu yang
dibutuhkan biobriket dari dinyalakan hingga menjadi abu.
Dari grafik 4.5 nilai yang menunjukkan waktu yang paling lama adalah 152.18 menit
dengan kode sampel C dan yang paling cepat berubah bentuk menjadi abu memerlukan
waktu sebesar 115.34 menit dengan kode sampel B sedangkan yang lain adalah 128.18 menit
untuk kode sampel A dan 145.17 menit untuk kode sampel D, jika dirata-ratakan hanya
membutuhkan 12 buah biobriket untuk dapat menyala atau digunakan dalam waktu 24 jam
atau sehari-semalam.

PENUTUP
Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
Kualitas biobriket yang dihasilkan dari campuran tempurung kelapa, tongkol jagung dan
sekam padi dapat dikategorikan baik. Ini dilihat pada hasil pengujian kadar air, kadar abu
dan nilai kalor telah memenuhi Standar Nasional Indonesia serta lama pembakaran paling
tinggi yaitu 152 menit, kecuali untuk pengujian kuat tekan nilai yang didapatkan tidak
memenuhi standar.

DAFTAR PUSTAKA

Adan. 1998. Membuat Briket Bio Arang. Yogyakarta : Kanisius.

Brades, A.C dan Tobing, F.S. 2007. Pembuatan Briket Arang Dari Enceng Gondok (Eichornia
Crasipess Solm) Dengan Sagu Sebagai Pengikat. Jurusan Teknik kimia UNSRI: Inderalaya.

Mubarok, Mukhamat Rizal dan I Wayan Susila. 2015. Pengaruh Variasi Perekat Tetes Tebu
Terhadap Karakteristik Briket Bioarang dari Limbah gergaji Kayu Mahoni. JTM Vol. 4,
No. 1 (1-7). Universitas Negeri Surabaya: Surabaya.

Mutmainnah. 2012. Pemanfaatan Tongkol Jagung Sebagai Adsorben. JKK, 3(3): 7-13.

Nurdin, Hendri. dkk, 2018. Karakteristik Nilai Kalor Briket Tebu Tibaran Sebagai Bahan Bakar
Alternatif. Universitas Negeri Padang: Padang. INVOTEK (Jurnal Inovasi Vokasional
dan Tekhnologi), Vol (18) No. 1: 18-24.

Permatasaari, Ika Yudita dan Budi Utami, 2015. Pembuatan dan Karakteristik Briket Arang dari
Limbah Tempurung Kemiri (Aleurites Moliccana) dengan Menggunakan Variasi Jenis
Bahan Perekat dan Jumlah Bahan Perekat. Hal. 59-69. Universitas Sebelas Maret
Yogyakarta:Yogyakarta.

Prasetyoko, D.,dkk 2001. Conversion of Rice Husk Ash to Zeolit Beta. Waste Management Vol.
26, hal. 1173 – 1179.

Rusdianto, Adi. 2011. Pemanfaatan Serbuk Tempurung Kelapa Sebagai Campuran Gipsum
Plafon dengan Bahan Pengikat Lateks Akrilik. Program Pascasarjana Fakultas MIPA
Universitas Sumatera Utara: Medan.

Setyamidjaja, D. 1995. Karakteristik Termal Briket Arang Sekam Padi dengan Variasi Bahan
Perekat. Universitas Tadulako: Palu. Jurnal Mekanika, Vol (3) No.2: 286-29.

Sipahutar, Dorlan, Ir, MP. (t.th). Teknologi Briket Sekam Padi. Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian (BPTP): Riau

Sugiyanto, Didik dan Sudiro. 2014. Studi Kajian Pengaruh Komposisi Ukuran Serbuk Briket yang
Terbuat dari Batubara dan Jerami Padi Terhadap Karakteristik Pembakaran. Jurnal
Sainstech Politeknin Indonusa Surakarta Vo. 1 No. 2. Surakarta
Wahyu, Kusuma A. dkk, 2015. Kajian eksperimental Terhadap Karakteristik Pembakaran Briket
Limbah Ampas Kopi Instan dan Kulit Kopi (Studi Kasus Di Pusat Penelitian Kopi dan
Kako Indonesia. Institut Teknologi Sepuluh November (ITS): Surabaya.

Yusuf, Sofyan. 2013. Briket Energi Terbarukan Pengganti Batu Bara.


(http://muslimengineer1453.blogspot.com/2013/03/briket-energi-terbarukan - pengganti-
batu_16.htm?m=1) Diakses pada tanggal 25 September

You might also like