0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
248 tayangan22 halaman

Ebnp Baru

Studi kasus ini membahas terapi psikoreligius dengan membaca Al-Fatihah pada pasien dengan gangguan persepsi sensori khususnya halusinasi pendengaran. Tujuannya adalah mengidentifikasi respon pasien selama dan sesudah diberikan terapi membaca Al-Fatihah. Terapi ini diharapkan dapat mengontrol gejala halusinasi berdasarkan bukti yang mendukung manfaat membaca Al-Quran bagi kesehatan jiwa."

Diunggah oleh

Eka Ratna Sari
Hak Cipta
© © All Rights Reserved
Kami menangani hak cipta konten dengan serius. Jika Anda merasa konten ini milik Anda, ajukan klaim di sini.
Format Tersedia
Unduh sebagai DOC, PDF, TXT atau baca online di Scribd
0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
248 tayangan22 halaman

Ebnp Baru

Studi kasus ini membahas terapi psikoreligius dengan membaca Al-Fatihah pada pasien dengan gangguan persepsi sensori khususnya halusinasi pendengaran. Tujuannya adalah mengidentifikasi respon pasien selama dan sesudah diberikan terapi membaca Al-Fatihah. Terapi ini diharapkan dapat mengontrol gejala halusinasi berdasarkan bukti yang mendukung manfaat membaca Al-Quran bagi kesehatan jiwa."

Diunggah oleh

Eka Ratna Sari
Hak Cipta
© © All Rights Reserved
Kami menangani hak cipta konten dengan serius. Jika Anda merasa konten ini milik Anda, ajukan klaim di sini.
Format Tersedia
Unduh sebagai DOC, PDF, TXT atau baca online di Scribd
Anda di halaman 1/ 22

STUDI KASUS : TERAPI PSIKORELIGI : MEMBACA AL-FATIHAH

PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI :


HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG 3 RSJD Dr. AMINO GONDO
HUTOMO PROVINSI JAWA TENGAH

NAMA MAHASISWA : EKA RATNA SARI

NIM : P.1337420919049

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN DAN PROFESI


NERS

JURUSAN KEPERAWATAN – POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES


SEMARANG

2019

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Halusinasi pendengaran adalah klien mendengar suara-suara yang tidak
berhubungan dengan stimulasi nyata yang orang lain tidak mendengarnya
(Dermawan dan Rusdi, 2013). Sedangkan menurut Kusumawati (2010) halusinasi
pendengaran adalah klien mendengar suara-suara yang jelas maupun tidak jelas,
dimana suara tersebut bisa mengajak klien berbicara atau melakukan sesuatu.
Di Rumah Sakit Jiwa di Indonesia, sekitar 70% halusinasi yang dialami oleh
pasien gangguan jiwa adalah halusinasi pendengaran, 20% halusinasi penglihatan,
dan 10% adalah halusinasi penghidu, pengecapan dan perabaan (Mamnu’ah,
2015). Berdasarkan hasil wawancara dengan perawat di ruang 3 RSJD Dr. Amino
Gondo Hutomo Provinsi Jawa Tengah ditemukan 85% pasien dengan kasus
halusinasi.
Penatalaksanaan yang diberikan kepada pasien halusinasi untuk
meminimalkan komplikasi atau dampak dari halusinasi sangat beragam.
Penatalaksanaan ini bisa berupa terapi farmakologi, Electro Convulsive Therapy
(ECT), dan terapi non farmakologi. Terapi farmakologis berupa pengobatan
antipsikotik sedangkan terapi nonfarmakologis lebih mengarah kepada terapi
modalitas (Viebeck, 2008). Terapi modalitas adalah terapi kombinasi dalam
keperawatan jiwa, berupa pemberian praktek lanjutan oleh perawat jiwa untuk
melaksanakan terapi yang digunakan oleh pasien gangguan jiwa (Videbeck,
2008). Salah satu jenis terapi modalitas yang efektif untuk mengurangi gejala
halusinasi adalah psikoterapi agama atau terapi psikoreligius (Hawari, 2010)
seperti sholat, dzikir, membaca ayat Al-Quran atau mendengarkan murrotal bagi
pasien yang beragama Islam.
Menurut beberapa ahli ilmu jiwa, terapi psikoreligius sangat dianjurkan. Hal
ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Setyabudi (2012) yang
menyebutkan bahwa terapi Dzikir berpengaruh terhadap ketenangan jiwa dan
dapat menurunkan stres. Sedangkan menurut Al-qadhi (2010) dengan
menggunakan Al-Qur’an sebagai media relaksasi daya tahan tubuh dapat
dipengaruhi sehingga mampu melawan penyakit dan membantu dalam proses
penyembuhan.
Membaca Al-Qur’an dapat mendatangkan kesembuhan (Wiradisuria, 2016).
Mengingat Allah akan membuat tubuh rileks dengan cara mengaktifkan kerja
system saraf parasimpatik dan menekan kerja system saraf simpatik. Hal ini akan
membuat keseimbangan antara kerja dari kedua system saraf otonom tersebut
sehingga mempengaruhi kondisi tubuh. Sistem kimia tubuh akan diperbaiki
sehingga tekanan darah akan menurun, pernafasan jadi lebih tenang dan teratur,
metabolisme menurun, memperlambat denyut jantung, denyut nadi, dan
mempengaruhi aktivitas otak seperti mengalihkan perhatian dari rasa takut, cemas,
tegang (Maimunah,2011).
Penelitian yang dilakukan oleh Fanada (2012) tentang penerapan terapi
psikoreligius mendapatkan kesimpulan bahwa dengan melakukan kegiatan shalat
dapat membantu menurunkan tingkat stress pada pasien halusinasi. Penelitian lain
yang dilakukan oleh Hidayati (2014) tentang pengaruh terapi religius zikir
menyatakan bahwa kemampuan mengontrol halusinasi pendengaran pasien
meningkat setelah dilakukan terapi zikir.
Penelitian Sri Mardiati (2018) tentang efektifitas mendengarkan murottal
Al-Quran mendapatkan hasil bahwa murottal Al-Quran dengan surah Al-Fatihah
efektif dalam menurunkan skor halusinasi pasien. Selain surah Ar Alfatihah surah
lain yang sering digunakan untuk terapi dalam kesehatan adalah surah Al Mulk,
Al Falaq, AL Ikhlas, An Nas, Al Baqarah, dan Al Fatihah. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh Julianto dan Subandi (2015) didapatkan hasil bahwa
membaca Al Fatihah dapat menurunkan depresi dengan menurunkan produksi
hormon kortisol yang dipengaruhi oleh thalamus melalui coliculus superior dan
coliculus inferior dan hipothalamus dengan merangsang sistem endokrin.
Surah Al Fatihah memiliki kedudukan yang tinggi dengan sebutan Ummul
Kitab yang artinya induk dari seluruh Al-Qur’an. Surah Al Fatihah ini terdiri dari
7 ayat dan merupakan surah yang popular dan paling dihafal oleh umat muslim
(Ridha, 2007). Surah Al Fatihah merupakan obat dari segala penyakit dan
Rasulullah Saw. Telah mencontohkan berbagai macam pengobatan yang bisa
dilakukan dengan surah Al Fatihah (Alcaff, 2014). Membaca surah Al Fatihah
sebanyak 70 kali mampu menyembuhkan tremor atau biasa disebut gemetaran
(Pedak, 2009).
Hasil wawancara yang telah dilakukan peneliti pada tanggal 6 dan 10
September 2019 terhadap perawat yang bekerja di ruang 3 RSJD dr. Amino
Gondohutomo, mendapatkan informasi bahwa beberapa asuhan keperawatan yang
pernah diberikan pada pasien halusinasi adalah mengidentifikasi halusinasi, cara
mengontrol halusinasi, terapi aktivitas kelompok: stimulasi persepsi sensori
halusinasi, kegiatan kerohanian (ceramah agama), adapun terapi membaca surat
AlFatihah belum pernah dilakukan. Selanjutnya, berdasarkan hasil wawancara
yang dilakukan terhadap pasien didapatkan informasi bahwa lebih banyak pasien
yang hafal surah Al fatihah dari pada surah-surah pendek lainnya didalam Al-
Qur’an.
Berdasarkan fenomena tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul Pengaruh Terapi psikoreligius: membaca Al Fatihah
terhadap tingkat halusinasi pada pasien skizofrenia.
B. Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum
Mengidentifikasi respon pasiien dengan halusinasi pendengaran selama
diberikan intervensi terapi psikoreligius: membaca Al Fatihah berdasarkan
EBP di ruang 3 RSJD dr. Amino Gondo Hutomo.
b. Tujuan Khusus
a. Mengindentifikasi gambaran pasien halusinasi pendengaran sebelum
diberikan intervensi terapi psikoreligius: membaca Al Fatihah
b. Mengindentifikasi gambaran pasien halusinasi pendengaran sesudah
diberikan intervensi terapi psikoreligius: membaca Al Fatihah
c. Mengidentifikasi respon pasien selama diberikan intervensi terapi
psikoreligius: membaca Al Fatihah

C. Manfaat Penelitian
1. Bagi Pasien
Dengan diberi terapi psikoreligius: membaca Al Fatihah, pasien dapat
mengontrol halusinasi pendengaran yang muncul
2. Bagi Pelayanan Kesehatan
Hasil studi kasus ini dapat menambah pengetahuan dan ketrampilan perawat
dalam menerapkan intervensi keperawatan terapi psikoreligius: membaca Al
Fatihah sebagai salah satu terapi pilihan untuk mengatasi masalah pada pasien
halusinasi pendengaran
3. Bagi Institusi Pendidikan
Menambah literature tentang penderita gangguan jiwa khususnya penanganan
keperawatan halusinasi pendengaran, dan hasil peelitian dapat digunakan
sebagai sumber dalam pengembangan ilmu pengetahuan selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Halusinasi
1. Definisi
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa pada individu yang
ditandai dengan perubahan sensori persepsi; halusinasi merasakan sensasi
palsu berupa suara, penglihatan, penciuman, perabaan atau penghidungan.
Klien merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada (Keliat, 2010).
Berdasarkan Depkes (2000 dalam Dermawan & Rusdi, 2013) halusinasi
adalah gerakan penyerapan (persepsi) panca indera tanpa ada rangsangan dari
luar yang dapat meliputi semua sistem panca indera terjadi pada saat
kesadaran individu penuh atau baik.
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien
memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau
rangsangan yang nyata (Farida, 2010).
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud halusinasi adalah persepsi salah satu gangguan jiwa pada individu
yang ditandai dengan perubahan persepsi sensori seseorang yang hanya
mengalami rangsang internal (pikiran) tanpa disertai adanya rangsang
eksternal (dunia luar) yang sesuai.
2. Jenis
Menurut Farida ( 2010 ) halusinasi terdiri dari tujuh jenis:
a. Halusinasi Pendengaran
Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara
berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas
berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara
dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana
klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan
sesuatu kadang dapat membahayakan.
b. Halusinasi Penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris, gambar
kartun, bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bisa yang
menyenangkan atau menakutkan.
c. Halusinasi Penghidu atau Penciuman
Membau bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses, parfum
atau bau yang lain. Ini sering terjadi pada seseorang pasca serangan
stroke, kejang atau dimensia.
d. Halusinasi Pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
e. Halusinasi Perabaan
Merasa mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang
jelas. Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau
orang lain.
f. Halusinasi Cenesthetik
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri,
pencernaan makan atau pembentukan urine.
g. Halusinasi Kinestetika
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
3. Tahapan Halusianasi
Tahapan halusinasi menurut Depkes RI (2000 dalam Dermawan & Rusdi,
2013) sebagai berikut :
a. Tahap I (comforting):
Memberi rasa nyaman, tingkat ansietas sedang, secara umum halusinasi
merupakan suatu kesenangan dengan karakteristik :
 Klien mengalami ansietas, kesepian, rasa bersalah dan ketakutan.
 Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan
ansietas.
 Pikiran dan pengalaman masih dalam kontrol kesadaran.
 Perilaku klien :
1) Tersenyum atau tertawa sendiri.
2) Menggerakkan bibir tanpa suara.
3) Pergerakan mata yang cepat.
4) Respon verbal yang lambat.
5) Diam dan berkonsentrasi.
b. Tahap II (Condeming)
Menyalahkan, tingkat kecemasan berat, secara umum halusinasi
menyebabkan rasa antipasti dengan karakteristik :
 Pengalaman sensori menakutkan.
 Merasa dilecehkan oleh pengalaman sensori tersebut.
 Mulai merasa kehilangan kontrol.
 Menarik diri dari orang lain.
 Perilaku klien :
1) Terjadi peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah.
2) Perhatian dengan lingkungan berkurang.
3) Konsentrasi terhadap pengalaman sensorinya.
4) Kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dengan realitas.
c. Tahap III (Controlling):
Mengontrol, tingkat kecemasan berat, pengalaman halusinasi tidak dapat
ditolak lagi dengan karakteristik :
 Klien menyerah dan menerima pengalaman sensorinya (halusinasi).
 Isi halusinasi menjadi atraktif.
 Kesepian bila pengalaman sensori berakhir.
 Perilaku klien :
1) Perintah halusinasi ditaati.
2) Sulit berhubungan dengan orang lain.
3) Perhatian terhadap lingkungan berkurang, hanya beberapa detik.
4) Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat, tampak tremor dan
berkeringat.

d. Tahap IV (Conquering):
Klien sudah sangat dikuasai oleh halusinasi, klien tampak panik.
Karakteristiknya yaitu suara atau ide yang datang mengancam apabila
tidak diikuti.
Perilaku klien :
1) Perilaku panik.
2) Resiko tinggi mencederai.
3) Agitasi atau kataton.
4) Tidak mampu berespon terhadap lingkungan.
Teori tahapan halusinasi ini dikuatkan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Sihotang dengan judul “Perubahan gejala halusinasi pasien jiwa sebelum
dan sesudah TAK stimulasi persepsi halusinasi di RS Grhasia Provinsi DIY”
bahwa gejala halusinasi pada responden penelitian ditunjukan pada 4 tahapan
halusinasi yaitu tahapan komforting, kondeming, kontroling dan konkuering.
4. Etiologi
Menurut Rawlins & Heacock (1988 dalam Dermawan & Rusdi, 2013)
etiologi halusinasi dapat dilihat dari 5 dimensi, yaitu :
a. Dimensi fisik
Halusinasi dapat meliputi kelima indera, tetapi yang paling sering
ditemukan adalah halusinasi pendengar, halusinasi dapat ditimbulkan dari
beberapa kondisi seperti kelelahan yang luar biasa. Pengguna obat- obatan,
demam tinggi hingga terjadi delirium intoksikasi, alkohol dan kesulitan-
kesulitan untuk tidur dan dalam jangka waktu yang lama.
b. Dimensi emosional
Terjadinya halusinasi karena ada perasaan cemas yang berlebih yang tidak
dapat diatasi. Isi halusinasi berupa perintah memaksa dan menakutkan
yang tidak dapat dikontrol dan menentang, sehingga menyebabkan klien
berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.

c. Dimensi intelektual
Penunjukkan penurunan fungsi ego. Awalnya halusinasi merupakan usaha
ego sendiri melawan implus yang menekan dan menimbulkan
kewaspadaan mengontrol perilaku dan mengambil seluruh perhatian klien.
d. Dimensi social
Halusinasi dapat disebabkan oleh hubungan interpersonal yang tidak
memuaskan sehingga koping yang digunakan untuk menurunkan
kecemasan akibat hilangnya kontrol terhadap diri, harga diri, maupun
interaksi sosial dalam dunia nyata sehingga klien cenderung menyendiri
dan hanya bertuju pada diri sendiri.
e. Dimensi spiritual
Klien yang mengalami halusinasi yang merupakan makhluk sosial,
mengalami ketidakharmonisan berinteraksi. Penurunan kemampuan untuk
menghadapi stress dan kecemasan serta menurunnya kualitas untuk
menilai keadaan sekitarnya. Akibat saat halusinasi menguasai dirinya,
klien akan kehilangan kontrol terhadap kehidupanya.
5. Rentang Respon

Keterangan rentang respon menurut Farida (2010) yaitu :


a. Pikiran logis yaitu ide yang berjalan secara logis dan koheren.
b. Persepsi akurat yaitu proses diterimanya rangsangan melalui panca indra
yang didahului oleh perhatian (attention) sehingga individu sadar tentang
sesuatu yang ada di dalam maupun di luar dirinya.
c. Emosi konsisten adalah manifestasi perasaan yang konsisten atau efek
keluar disertai banyak komponen fisiologik dan biasanya berlangsung
tidak lama.
d. Perilaku sesuai yaitu perilaku individu berupa tindakan nyata dalam
menyelesaikan masalah masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan
budaya umum yang berlaku.
e. Hubungan sosial yaitu hubungan yang dinamis menyangkut antara
individu dan individu, individu dan kelompok dalam bentuk kerja sama.
f. Proses pikiran kadang terganggu (ilusi) yaitu interprestasi yang salah atau
menyimpang tentang penyerapan (persepsi) yang sebenarnya sungguh –
sungguh terjadi karena adanya rangsang panca indra.
g. Menarik diri yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang
lain, menghindari dengan orang lain.
h. Emosi berlebihan atau kurang yaitu menifestasi perasaan atau afek keluar
berlebihan atau kurang.
i. Perilaku tidak sesuai atau tidak biasa yaitu perilaku individu berupa
tindakan nyata dalam menyelesaikan masalahnya tidak diterima oleh
norma-norma sosial atau budaya umum yang berlaku.
j. Waham adalah sesuatu keyakinan yang salah dipertahankan secara kuat
atau terus menerus namun tidak sesuai dengan kebenaran.
k. Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien
memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau
rangsangan yang nyata.
l. Isolasi sosial yaitu menghindari dan dihindari oleh lingkungan sosial dan
berinteraksi.
6. Mekanisme Koping
Mekanisme Koping menurut Stuart (2006) yaitu perilaku yang mewakili
upaya untuk melindungi klien dari pengalaman yang menakutkan
berhubungan dengan respon neurologis maladaptif meliputi :
a. Regresif berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya untuk
mengatasi ansietas, yang menyisakan sedikit energi untuk aktivitas hidup
sehari – hari.
b. Proyeksi sebagai upaya untuk menjelaskan karancuan persepsi.
c. Menarik diri.
7. Proses Terjadinya Masalah
Halusinasi terjadi karena klien tersebut pada dasarnya memiliki koping
yang tidak efektif terhaap berbagai stresor yang menimpanya. Kondisi yang
timbul karena kondisi di atas adalah klien cnderung akan menarik diri dari
lingkungan dan terjadilah isolasi sosial. Kesendirian tersebut jika berlangsung
lama akan menimbulkan halusinasi dan semakin lama klien akan semakin
menikmati dan asik dengan halusinasinya itu. Karena adanya hal yang tidak
nyata akan muncul perintah yang bisa menyuruh klien merusak diri sendiri
dan lingkungan di sekitarnya (Keliat dkk, 2005).
8. Manifestasi Klinis
Menurut prabowo (2014), tanda dan gejala halusinasi diantaranya:
 Bicara, senyum, dan ketawa sendiri.
 Menggerakan bibir tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, dan respon
verbal yang lambat.
 Menarik diri dari orang lain dan berusaha untuk menghindari diri dari
orang lain.
 Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan keadaan tidak nyata.
 Tejadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah.
 Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik dan
berkonsentrasi dengan pengalaman sensorinya.
 Curiga, bermusuhan, merusak, takut.
 Sulit berhubungan dengan orang lain.
 Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung, jengkel dan marah.
 Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat.
 Tampak tremor dan berkeringat, perilaku panic, agitasi dan kataton.
9. Komplikasi
Dampak yang ditimbulan oleh klien yang mengalami halusinasi adalah
kehilangan control dirinya. Dimana klien mengalami panic dan perilakunya
dikendalikan oleh halusinasinya. Dalam situasi ini klien dapat melakukan
bunuh diri (suicide), membunuh orang lain (homicide), bahkan merusak
lingkungan (Direja, 2011).
10. Penatalaksanaan
Terapi dalam jiwa bukan hanya meliputi pengobatan dan farmakologi,
tetapi juga pemberian psikoterapi, serta terapi modalitas yang sesuai dengan
gejala atau penyakit klien yang akan mendukung penyembuhan. Pada terapi
tersebut juga harus dengan dukungan keluarga dan social akan memberikan
peningkatan penyembuhan karena klien akan merasa berguna dalam
masyarakat dan tidak merasa diasingkan dengan penyakit yang di alaminya
(Kusnawati & Hartono, 2010).
a. Psikofarmakologis
Farmakoterapi adalah pemberian terapi dengan menggunakan obat .
obat yang digunakan untuk gangguan jiwa dengan menggunakan obat –
obatan disebut dengan psikofarmakoterapi atau medikasi psikotropika
yaitu obat yang mempunyai efek terapeutik langsung pada proses mental
penderita karena kerjanya pada otak atau system saraf pusat. Obat bias
berupa haloperidol, alprazolam, Cpz, Trihexphendyl.
b. Terapi Somatis
Terapi somatis adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan
gangguan jiwa yang tujuan mengubah perilaku maladaptif menjadi
perilaku adaptif dengan melakukan tindakan yang ditujukan pada kondisi
fisik klien. Walaupun yang diberi perilaku adalah adalah fisik klien, tetapi
target yang dituju perilaku klien. Jenis somatic meliputi pengikatan, terapi
kejang listrik, isolasi dan fototerapi.
c. Terapi Modalitas
Terapi modalitas adalah terapi utama dalam keperawatan jiwa. Terapi
diberikan dalam upaya mengubah perilaku klien dan perilaku maladaptif
menjadi perilaku adaptif. Jenis terapi modalitas meliputi psikoanalisis,
psikoreligi, terapi perilaku kelompok, terapi keluarga, terapi rehabilitasi,
terapi psikodrama, terapi lingkungan.
B. Terapi Psikoreligi: Membaca Al-Fatihah
1. Definisi
Al-Quran dianggap sebagai terapi yang penting dan utama, sebab
didalamnya memuat resep-resep mujarab yang dapat menyembuhkan
penyakit jiwa manusia dengan terapi mendengar, membaca, memahami dan
merenungkan, serta melaksanakan isi kandungannya surat–surat tertentu yang
ada hubungannya dengan permasalahan, gangguan atau penyakit sedang
dihadapi seseorang. Dikarenakan al-Qur’an merupakan kitab Allah yang
pernuh berkah dan mukjizat yang memiliki kekuatan sekaligus penawar dan
obat yang paling baik untuk mencegah dan menyembuhkan segala bentuk
penyakit baik fisik maupun penyakit psikis.
Membaca al-Qur’an dengan mentadaburkan setiap bacaan hingga
meresap kedalam hati dan pikiran akan mampu membersihkan kotoran-
kotoran hati dan dapat menentramkan jiwa yang gelisah, memberikan
kesejukan dan kedamaian dalam jiwa seseorang serta sebagai pelipur lara dan
penyembuh luka yang diderita seorang hambanya (Amin, 2007).
2. Manfaat
Fungsi dan tujuan membaca ayat–ayat itu adalah dalam rangka sebagai
berikut:
a. Pemberian nasehat Pembacaan ayat–ayat, surat atau Al-Qur‟an dalam
rangka memberikan wejangan, bimbingan dan nasehat tentang berbagai
macam masalah yang ada hubungannya dengan Allah, manusia,
probelematika dirisendiri dan lingkungannya. Seperti pemberian
bimbingan dan konseling Islam.
b. Tindakan pencegahan dan perlindungan Pembacaan Al-Qur‟an juga
berfungsi sebagai pencegahan dan perlindungan, yakni sebagai
permohonan (do’a) agar senantiasa dapat terhindar dan terlindung dari
suatu akibat hadirnya musibah atau bencana berat. Yang mana hal itu
dapat mengganggu keutuhan dan eksistensi kejiwaan (mental). Membaca
al-Qur‟an secara tartil (sebagai amalan dan wirid) atau dengan
memahami makna melalui tafsir dan ta‟wilnya secara Niat dan I‟tikad
kepada Allah SWT, akan menghasilkan potensi pencegahan dan
penyembuhan penyakit psikologis secara umum. Semisal penyakit
kejiwaan (schizofrenia).
c. Pengajaran Al-Qur‟an dan Al-Hikmah Al-Qur‟an adalah firman Allah
yang diturunkan kepada Rasulullah SAW melalui malaikat Jibril AS. Al-
Qur‟an merupakan sumber dan pedoman bagi menusia untuk
membangun kehidupan di dunia hingga akhirat. Serta makna-maknanya
yang penting untuk kebutuhan ruhani manusia. Al-Hikmah adalah suatu
ilmu yang membahas tentang hakikat segala sesuatu yang terdapat pada
yang wujud. Ibnu Abbas RA telah menafsirkan Al-Hikmah dalam Al-
Qur‟an dengan pengajaran serta manfaat tentang perkara yang halal dan
haram. Ataupun pengajaran melalui ajaran tasawuf semisal dari kitab
Matnul Hikam di pesantren At-Taqiy. Setelah seseorang mendapatkan
terapi secara Islam, dengan berbagai cara yang telah diuraikan, maka
diharapkan terbentuknya kembali kepribadian Islam. Karena dengan
kepribadian Islam, seseorang dapat mengatasi semua masalah baik fisik,
psikis, danrohani yang merupakan struktur kepribadian manusia. Dan
perlu dipahami bahwa kepribadian sangat dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu lingkungan dan pembawaan seluruh potensi manusia,
struktur biologis, sifat-sifat orang tua, dan penerimaan akan kehadiran
anak. Usaha untuk mencapai ketenangan batin, serta kebersihan jiwa dan
kebahagiaan lahir-batin itu merupakan satu perjuangan tersendiri. Hal ini
mengandung pengertian bahwa ada satu perjuangan untuk lebih mengerti
diri sendiri dan lebih memahami orang lain serta lingkungan sekitar (Al-
Halwi, 2002).
3. Pengaruh Membaca Al-Fatihah terhadap Halusinasi
Membaca Al Fatihah yang dilakukan selama satu minggu sebanyak 6
kali yang dibacakan dengan tempo yang lambat (<60 ketukan/menit) dapat
mengatur irama detak jantung dan mengeluarkan endorphin sehingga
membuat kenyamanan dan ketenangan. Kahel (2010) mengatakan bahwa
membaca dan mendengarkan ayat Al Qur’an akan menstabilkan getaran
neuron sehingga bisa melakukan fungsinya dengan baik. Ilmu kedokteran
telah banyak membuktikan bahwa Al Qur’an dengan kandungannya
bermanfaat untuk pengobatan (Erita & Suharsono, 2014).
4. Pelaksanaan Terapi Membaca Al-Fatihah
a. Menganjurkan pasien mengambil wudhu jika memungkinkan
b. Menganjurkan pasien rileks dengan bersandar atau terlentang
c. Menganjurkan pasien memegang dada
d. Menganjurkan pasien memejamkan mata
e. Menganjurkan pasien membaca surah Al-Fatihah dengan tempo lamban
dan berusaha untuk meresapi setiap ayatnya
f. Menganjurkan pasien membaca berulang kali hingga halusinasinya
menghilang
BAB III
METODE PENULISAN

A. Rancangan Solusi yang Ditawarkan


a. Analisa PICOT
P : Pasien dengan Gangguan Persepsi : Halusinasi Pendengaran
I : Terapi Psikoreligi : Membaca Al-Fatihah
C :-
T : Al-Fatihah dibacakan sebanyak 6 kali atau hingga pasien mampu
mengontrol halusinasi
b. Keyword : terapi psikoreligi : Al-Fatihah, halusinasi pendengaran, askep
c. Analisa Artikel berdasarkan Critical Appraisal
Hasil analisa artikel pada ketiga artikel di dapatkan hasil sebagai berikut :
 Jurnal Pertama berjudul Pengaruh Terapi Psikoreligius: Membaca Al
Fatihah terhadap Skor Halusinasi Pasien Skizofrenia, didapatkan skor
90,0% (Form Terlampir)
 Jurnal Kedua berjudul Efektifitas Murotal Terapi terhadap Kemandirian
Mengontrol Halusinasi Pendengaran, didapatkan skor 72,7%
 Jurnal Ketiga berjudul Model Psikoterapi di Kalangan Muslim Banten
(Analisa Kualitatif Deskriptif terhadap Terapi Kejiwaan Para Praktisi di
Kota Serang), didapatkan skor 81,8%
d. Implementasi
Implementasi EBP ini menggunakan SOP yang sudah di konsultasikan
dengan pembimbing klinik
e. Evaluasi Outcome
Berdasarkan asuhan keperawatan yang telah penulis lakukan diharapkan,
pasien mampu mengontrol halusinasi pendengarannya
f. Diseminasi Hasil
Pelaksanaan EBP ini terbukti dapat mengontrol halusinasi pasien, sehingga
hasil dari laporan dapat disebarluaskan dengan mengupload ke scribd.com

B. Target dan Luaran


a. Target
Pasien yang saya masukkan dalam intervensi terapi psikoreligi : membaca Al-
fatihah adalah pasien dengan gangguan halusinasi pendengaran yang merasa
terganggu akan suara muncul, pasien yang kooperatif, beragama islam,
mempu menghafalkan surat Al-fatihah
b. Luaran
Setelah dilakukan asuhan keperawatan dengan EBP ini diharapkan pasien
mampu mengontrol halusinasinya dengan kriteria hasil :
 Klien kooperatif
 Klien menyebutkan jenis halusinasi
 Klien menyebutkan isi halusinasi
 Klien menyebutkan waktu halusinasi
 Klien menyebutkan frekuensi halusinasi
 Klien menyebutkan situasi yang menimbulkan halusinasi
 Klien menyebutkan respon terhadap halusinasi
 Klien dapat melakukan cara mengontrol halusinasi : menghardik halusinasi
 Pasien mampu menyebutkan waktu atau jam berapa saja harus minum obat
 Pasien mampu menyebutkan berapa macam obat yang diminum
 Pasien mampu mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap cakap
dengan orang lain
 Pasien mampu mengendalikan halusinasi dengan melakukan kegiatan
C. Prosedur Pelaksanaan
1. Menganjurkan pasien mengambil wudhu jika memungkinkan
2. Menganjurkan pasien rileks dengan bersandar atau terlentang
3. Menganjurkan pasien memegang dada
4. Menganjurkan pasien memejamkan mata
5. Menganjurkan pasien membaca surah Al-Fatihah dengan tempo lamban dan
berusaha untuk meresapi setiap ayatnya
6. Menganjurkan pasien membaca berulang kali hingga halusinasinya
menghilang
BAB IV
LAPORAN KASUS

Ny. A berusia 30 tahun seorang janda dengan satu anak laki-laki. Sudah
pernah 4 kali masuk di RSJD Dr. Amino Gondo Hutomo Provinsi Jawa Tengah
dikarenakan pengobatan yang kurang berhasil yang disebabkan putus obat,
selain itu Ny. A kehilangan seorang ayah, hal ini yang menyebabkan Ny. A
mengalami gangguan psikologis. Pada faktor presipitasi diperoleh halusinasi pada
Ny. A dapat kambuh karena sering menyendiri, melamun dan tidak mau bergaul
dengan orang lain.
Dari hasil pengkajian didapatkan data Ny. A mengalami gangguan
halusinasi pendengaran. Ny.A mengatakan sering mendengar suara-suara yang
tidak ada wujudnya yang menyuruhnya mengamuk dan membanting barang, suara
tersebut muncul setiap saat dalam sehari bisa sebanyak 3 kali, biasanya suara
tersebut muncul saat sendiri dan melamun, dan respon ketika ada suara tersebut
Ny. A cuek. Disini penulis memprioritaskan diagnose keperawatan halusinasi
pendengaran.
Strategi Pelaksanaan 1 (SP 1) : membantu mengenal halusinasi pada Ny.A
dengan cara membina hubungan saling percaya dengan Ny.A, membantu klien
mengenal halusinasinya dengan mendiskusikan isi halusinasi, frekuensi, waktu
halusinasi muncul, situasi dan respon Ny.A ketika halusinasi muncul, menjelaskan
cara-cara mengontrol halusinasi, dan mengajarkan Ny. A menghardik halusinasi.
Respon Ny. A dapat mengenal halusinasinya dan dapat mempraktekkan cara
mengontrol halusinasi dengan cara menghardik halusinasi.
Strategi Pelaksanaan 2 (SP 2) : mengajarkan mencegah halusinasi dengan
minum obat teratur. Respon Ny.A mampu menggunakan cara mengontrol
halusinasi dengan cara menghardik dan minum obat
Strategi Pelaksanaan 3 (SP 3) : mengajarkan klien untuk bercakap-cakap
dengan orang lain Disini Ny.A mencoba bercakap-cakap dengan pasien lain yang
pasien piker mampu memahami kalimatnya. Respon Ny. A mampu menggunakan
cara pertama dengan menghardik, cara kedua dengan minum obat cara mengontrol
halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain.
Strategi Pelaksanaan 4 (SP 4) : mengajarkan klien untuk melakukan
kegiatan dengan membaca Al-Fatihah. Disini Ny.A seorang muslim yang hafal
dengan surat Al-Fatihah. Respon Ny. A mampu menggunakan cara pertama
dengan menghardik, cara kedua dengan minum obat, cara mengontrol halusinasi
dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain., dan membaca surat Al-Fatihah.
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Setelah dilakukan standart pelaksanaan pertama hingga keempat yang dilakukan
dalam 4 kali pertemuan. Di dapatkan hasil kondisi Ny.A dengan halusinasi
pendengaran sebelum diberikan intervensi terapi psikoreligius: membaca Al
Fatihah mengalami halusinasi sebanyak 6 kali dalam sehari. Kondisi Ny.A dengan
halusinasi pendengaran sesudah diberikan intervensi terapi psikoreligius:
membaca Al Fatihah mengalami halusinasi sebanyak 2 kali dalam sehari. Respon
Ny.A selama diberikan intervensi terapi psikoreligius: membaca Al Fatihah
kooperatif dan merasa senang bisa diajarkan cara mengontrol halusinasinya
B. Pembahasan
Al-Quran dianggap sebagai terapi yang penting dan utama, sebab
didalamnya memuat resep-resep mujarab yang dapat menyembuhkan penyakit
jiwa manusia dengan terapi mendengar, membaca, memahami dan merenungkan,
serta melaksanakan isi kandungannya surat–surat tertentu yang ada hubungannya
dengan permasalahan, gangguan atau penyakit sedang dihadapi seseorang.
Dikarenakan al-Qur’an merupakan kitab Allah yang pernuh berkah dan mukjizat
yang memiliki kekuatan sekaligus penawar danobat yang paling baik untuk
mencegah dan menyembuhkan segala bentuk penyakit baik fisik maupun penyakit
psikis.
Membaca al-Qur’an dengan mentadaburkan setiap bacaan hingga meresap
kedalam hati dan pikiran akan mampu membersihkan kotoran-kotoran hati dan
dapat menentramkan jiwa yang gelisah, memberikan kesejukan dan kedamaian
dalam jiwa seseorang serta sebagai pelipur lara dan penyembuh luka yang diderita
seorang hambanya.
Membaca Al Fatihah yang dilakukan sebanyak 6 kali atau sesuai
kemampuan pasien. Surat Al Fatihah dibacakan dengan tempo yang lambat (<60
ketukan/menit) sehingga dapat mengatur irama detak jantung dan mengeluarkan
endorphin sehingga membuat kenyamanan dan ketenangan. Kahel (2010)
mengatakan bahwa membaca dan mendengarkan ayat Al Qur’an akan
menstabilkan getaran neuron sehingga bisa melakukan fungsinya dengan baik.
Ilmu kedokteran telah banyak membuktikan bahwa Al Qur’an dengan
kandungannya bermanfaat untuk pengobatan (Erita & Suharsono, 2014).
BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Kondisi Ny.A dengan halusinasi pendengaran sebelum diberikan intervensi
terapi psikoreligius: membaca Al Fatihah mengalami halusinasi sebanyak 3
kali dalam sehari
2. Kondisi Ny.A dengan halusinasi pendengaran sesudah diberikan intervensi
terapi psikoreligius: membaca Al Fatihah mengalami halusinasi sebanyak 2
kali dalam sehari
3. Respon Ny.A selama diberikan intervensi terapi psikoreligius: membaca Al
Fatihah kooperatif dan merasa senang bisa diajarkan cara mengontrol
halusinasinya

B. Saran
1. Bagi Pasien
Dengan diberi terapi psikoreligius: membaca Al Fatihah, pasien dapat
mengontrol halusinasi pendengaran yang muncul

2. Bagi Pelayanan Kesehatan


Hasil studi kasus ini dapat meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan
perawat dalam melakukan pengkajian pada pasien halusinasi pendengaran,
merumuskan masalah keperawatan pada pasien halusinasi pendengaran,
menerapkan intervensi keperawatan terapi psikoreligius: membaca Al Fatihah
sebagai salah satu terapi pilihan untuk mengatasi masalah pada pasien
halusinasi pendengaran

3. Bagi Institusi Pendidikan


Menambah literature tentang penderita gangguan jiwa, dan hasil peelitian
dapat digunakan sebagai sumber dalam pengembangan ilmu pengetahuan
selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Al Halwani, A. F. Sriharini (2006). Manajemen terapi qalbu.


Amin, M. Samsul. Al-Fandi, Haryanto. 2008. Energy Dzikir,(Menentramkan Jiwa
Membangkitkan Optimisme).
Fahrurrozi, F. (2015). Model Psikoterapi di Kalangan Muslim
Banten. Alqalam, 32(2), 361-378.
Fitryasari, Y., R & Nihayati, H., E. (2015). Buku ajar keperawatan kesehatan jiwa.
Jakarta: Salemba Medika.
Kaheel, A. (2013). Sembuhkan sakitmu dengan Al-Qur”an. Yogyakarta: Laras
Media Prima.
Keliat, B. A., Helena, N., & Farida, P. (2013). Manajemen keperawatan
Psikososial & kader kesehatan jiwa. Jakarta: EGC.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Riset
kesehatan dasar. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Diperoleh tanggal 09 September 2019. Dari
http://www. depkes.go.id/resources/download/general/ Hasil%20Riskesdas
%202013.pdf
Mardiati S., Veny E., Febriana S. (2018). Pengaruh Terapi Psikoreligius:
Membaca Al Fatihah terhadap Skor Halusinasi Pasien Skizofrenia. Jurnal
Ners Indonesia. 8(2).
Mayasari, E. (2017). Efektifitas terapi psikoreligius: Zikir Al Ma’tsurat terhadap
skor halusinasi pendengaran pada pasien skizofrenia. Skripsi PSIK UNRI.
Tidak dipublikasikan.
Sari, A., Jumaini, & Utami, S (2016). Efektifitas mendengarkan murottal Alquran
terhadap skor halusinasi pada pasien halusinasi pendengaran. Diperoleh
tanggal 20 Juni 2017 dari https://
jom.unri.ac.id/index.php/JOMPSIK/article/ view/13097
Zainuddin, R., & Hashari, R. (2019). Efektifitas Murotal Terapi Terhadap
Kemandirian Mengontrol Halusinasi Pendengaran. Jurnal Keperawatan
Muhammadiyah, 4(2).

Anda mungkin juga menyukai