100% menganggap dokumen ini bermanfaat (1 suara)
61 tayangan11 halaman

Karya Ilmiah Tentang Upaya Pelestarian Lingkungan

Naskah drama berjudul "Patiut Carito Nai Sot Iboto Homu" memberikan ringkasan singkat tentang upaya pelestarian lingkungan berdasarkan ajaran Islam melalui beberapa hadis Nabi Muhammad SAW. Hadis-hadis tersebut menganjurkan untuk tidak membiarkan tanah menganggur, menanam pohon, serta memanfaatkan sumber daya alam secara bertanggung jawab.

Diunggah oleh

Pulungan Komp
Hak Cipta
© © All Rights Reserved
Kami menangani hak cipta konten dengan serius. Jika Anda merasa konten ini milik Anda, ajukan klaim di sini.
Format Tersedia
Unduh sebagai DOC, PDF, TXT atau baca online di Scribd
100% menganggap dokumen ini bermanfaat (1 suara)
61 tayangan11 halaman

Karya Ilmiah Tentang Upaya Pelestarian Lingkungan

Naskah drama berjudul "Patiut Carito Nai Sot Iboto Homu" memberikan ringkasan singkat tentang upaya pelestarian lingkungan berdasarkan ajaran Islam melalui beberapa hadis Nabi Muhammad SAW. Hadis-hadis tersebut menganjurkan untuk tidak membiarkan tanah menganggur, menanam pohon, serta memanfaatkan sumber daya alam secara bertanggung jawab.

Diunggah oleh

Pulungan Komp
Hak Cipta
© © All Rights Reserved
Kami menangani hak cipta konten dengan serius. Jika Anda merasa konten ini milik Anda, ajukan klaim di sini.
Format Tersedia
Unduh sebagai DOC, PDF, TXT atau baca online di Scribd
Anda di halaman 1/ 11

NASKAH DRAMA

BERJUDUL
“PATIUT CARITO NAI SO IBOTO HOMU”

D
I
S
U
S
U
N

OLEH :
1. AINUN HASANAH
2. ALFA RIZI NST
3. M. ALWI
4. NURUL PADILAH
5. SAHWIDA
6. SULEHA
7. YUDI SAKBAN

KELAS : XII IPA3


GURU PEMBIMBING : DEVI MIRANI, S. Pd
KATA PENGANTAR

Segala Puji dan Syukur saya Ucapkan Kepada Tuhan Yang Maha Esa. Bahwasanya
saya telah dapat membuat Makalah Tentang Hadist Dalam Upaya Pelestarian
Lingkungan walaupun banyak sekali hambatan dan kesulitan yang saya hadapi dalam
menyusun makalah ini, dan mungkin makalah ini masih terdapat kekurangan dan
belum bisa dikatakan sempurna dikarenakan keterbatasan kemampuan saya.
Oleh karena itu saya sangat mengharapkan ktitik dan saran yang bersifat
membangun dari semua pihak terutama dari Bapak/Ibu Guru supaya saya dapat lebih
baik lagi dalam menyusun sebuah makalah di kemudian hari, dan semoga makalah
ini berguna bagi siapa saja terutama bagi teman-teman yang hobi atau ingin lebih
tahu lebih banyak tentang Hadist dalam Upaya Pelestarian Lingkungan.
UPAYA PELESTARIAN LINGKUNGAN
A. Pendahuluan
Alam semesta merupakan karunia yang paling besar terhadap manusia, untuk
itu Allah S.w.t. menuruh manusia untuk memanfaatkannya dengan baik dan terus
harusber-syukur kepadanya. Akan tetapi pada kenyataannya lain, malahan terjadi
kerusakan disana-sini akibat perbuatan orang-orang munafiq. Rosulullah S.a.w.
menyuruh untuk menanam kembali apa yang rusak dari hutan yang telah ditebang
dan dirusak. Rosulullah sendiri memuji perbuatan ini dengan salah satu perbuatan
yang terpuji. Didalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa alam dunia ini akan rusak
disebabkan oleh tangan orang-orang yang munafiq. Mereka sangat seraka dalam
mengeksploitasi kekayaan alam, mereka tidak mempedulikan tentang akibatnya.
Sekarang sudah banyak kerusakan didarat, dilaut, dan diudara. Akibatnya banyak
bencana yang terjadi sana-sini, seperti banjir, gempa, gunung meletus, angina putting
beliung, dan ada lagi yang sangat mengkhawatirkan yaitu issu akan terjadinya
pemanasan global. Sekarang hutan banyak yang rusak karena banyaknya penebang
liar dan tidak adanya lagi penghijauan kembali. Dalam hal ini Rosulullah S.a.w.
sangat tidak menyukai, malahan Rosulullah S.a.w. melarang dengan haditsnya yang
diriwayatkan oleh beberapa sahabatnya. Untuk itu didalam pembahasan yang sedikit
ini saya akan mencoba menjelaskan apa yang telah disampaikan oleh hadits
Rosulullah S.a.w.

B. Pembahasan Hadits Rosulullah S.a.w. tentang Lingkungan


Adapun mengenai hadits Rosulullah S.a.w tentang peduli lingkungan ini
banyak sekali, salah satu diantaranya sebagai berikut :

1. Larangan Menelantarkan Lahan


‫ن‬ ‫ كاِ رنرنتَْ لصررجااِل م _ رضى ا ص_ ناِ فر ن‬: ‫ قراِل‬,ِ‫عنهما‬
‫نن ص‬, ‫ رفقَاِرلوُْا رنؤَُاصرجررهَاِ صباِل ثرصلثِ وال ررصبعِ وال‬,َ‫ضرين‬
ِ‫صف‬ ‫ضروُْل ارصر ن‬
‫صرحندِريثِ جاِصبر انصبنَ نعصبدِ ا‬
‫انرر ر‬. ْ‫ نمنَ كاِ رنرنتَْ لهُر ارنررضٌْ نفل نيررزنررعهاِ نارصول نيررمننرحهاِ راخََراِهُ ف نانْ اربى نفلينرصمنسك‬: .‫م‬.‫ب ى ص‬
ُ‫ضه‬ ‫رفقَراِل ال 􀈦ن ص‬
“ Hadist Jabir bin Abdullah r.a. dia berkata : Ada beberapa orang dari kami
mempunyai simpanan tanah. Lalu mereka berkata: Kami akan sewakan tanah itu
(untuk mengelolahnya) dengan sepertiga hasilnya, seperempat dan seperdua.
Rosulullah S.a.w. bersabda: Barangsiapa ada memiliki tanah, maka hendaklah ia
tanami atau serahkan kepada saudaranya (untuk dimanfaatkan), maka jika ia
enggan, hendaklah ia memperhatikan sendiri memelihara tanah itu. “ (HR. Imam
Bukhori dalam kitab Al-Hibbah)

Selain dari hadits diatas, ada juga bersumber dari Abu Hurairah r.a.
dengan lafazd sebagai berikut :
‫ قياِل رسييوُْل ا _ اصبيى هَرنريرييررةَ نانْ اربى‬:‫ نمنَ كاِ رنرنتَْ لهُر ارنررضٌْ نفل نيررزنررعهاِ نارصول نيررمننرحهاِ راخََراِهُ ف _ عنهُ قاِل‬: ‫عليهُ وسلم‬
‫صرحندِريثِ رضى ا‬
‫نرفلينرصمنسكْ انرر ر‬
(‫)اخََرجهُ البخاِرى فى كتاِب المزاعة‬.ُ‫ضه‬
Antara kedua tersebut terdapat persamaan, yaitu masing-masing ditakhrijkan oleh
Imam Bukhori. Sedangkan perbedaannya adalah sumber hadits tersebut dari Jabir
yang diletakkan dalam kitab Al-Hibbah yang satunya bersumber dari Abu Hurairah
dan diletakkan dalam kitab Al-Muzara’ah. Dari ungkapan Nabi S.a.w. dalam hadits
diatas yang menganjurkan bagi pemilik tanah hendaklah menanami lahannya atau
menyuruh saudaranya (orang lain) untuk menanaminya. Ungkapan ini mengandung
pengertian agar manusia jangan membiarkan lingkungan (lahan yang dimiliki) tidak
membawa manfaat baginya dan bagi kehidupan secara umum. Memanfaatkan lahan
yang kita miliki dengan menanaminya dengan tumbuh-tumbuhan yang
mendatangkan hasil yang berguna untuk kesejahteraan pemiliknya, maupun bagi
kebutuhan konsumsi orang lain. Hal ini merupakan upaya menciptakan kesejahteraan
hidup melalui kepedulian terhadap lingkungan. Allah S.w.t. telah mengisyaratkan
dalam Al- Qur’an supaya memanfaatkan segala yang Allah ciptakan di muka bumi
ini.
Isyarat tersebut seperti diungkapkan dalam firman-Nya:
“ Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu semua.” (Qs.
Al-Baqoroh : 29)
Dalam hadits dari Jabir di atas menjelaskan bahwa sebagian para sahabat Nabi S.a.w.
memanfaatkan lahan yang mereka miliki dengan menyewakan lahannya kepada
petani. Mereka menatapkan sewanya sepertiga atau seperempat atau malahan
seperdua dari hasil yang didapat oleh petani. Dengan adanya praktek demikian yang
dilakukan oleh para sahabat, maka Nabi meresponnya dengan mengeluarkan hadits
diatas, yang intinya mengajak sahabat menanami sendiri lahannya atau menyuruh
orang lain mengolahnya apabila tidak sanggup mengolahnya. Menanggapi
permasalahan sewa lahan ini, para ulama berbeda pendapat tentang kebolehannya.
Ibnu Rusyd dalam kitab Bidayatul Mujtahid menjelaskan bahwa segolongan fuqoha
tidak membolehkan menyewakan tanah. Mereka beralasan dengan hadits Rafi’ bin
Khuday yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dalam kitab Al-Muzara’ah :
(‫ )رواهُ البخاِرى‬.ِ‫ رنهى نعنَ كررصاءِ ا نلررمزارصرع‬.‫م‬.‫ار نْ ال نصبى ص‬
“ Bahwasanya Nabi S.a.w. melarang menyewakan lahan “ (HR. Bukhori) Sedangkan
jumhur ulama membolehkan, tetapi imbalan sewanya haruslah dengan uang (dirham
atau dinar) selain itu tidak boleh. Ada lagi yang berpendapat boleh dengan semua
barang, kecuali makanan termasuk yang ada dalam lahan itu. Berbagai pendapat
yang lain seperti yang dikemukakan Ibnu Rusyd bahwa dilarang menyewakan tanah
itu lantaran ada kesamaran didalamnya. Sebab kemungkinan tanaman yang
diusahakan di atas tanah sewaan itu akan tertimpa bencana, baik karena kebakaran
atau banjir. Dan akibatnya si penyewa harus membayar sewa tanpa memperoleh
manfaat apapun daripadanya.
Terkait dengan hadits diatas, disini Rosulullah S.a.w. juga bersabda dalam kitab Al-
Lu’lu’ wal Marjan tentang menyerahkan tanah kepada orang untuk dikerjakan
kemudian memberikan sebagian hasilnya :
ُ‫ فكراِنْ ينرصعطِى ارنرزواررجه‬,ِ‫ عاِ ررملَ نخََيرربر بصرنشارطٍ ماِ نيررخررجُ نمرنهاِ نمنَ ثرامر ناررونزارع‬.‫م‬.‫ ار _ صرحييندِريثِ ا نبريينَ نْ ال نصربى ص‬,ُ‫عنييه‬
‫رعرمر رضى ا‬
ِ‫طِعِ لهُر نْ رمنَ انرلمصاِء‬ ‫ رير ارنرزوراجُ ال 􀈦ن ص‬: ‫ صونعرشنررونْ نورسقَ صشنعاير‬,‫ رثماِننرروُْنْ نورسقَ نترامر‬:َ‫صماِ رئة نواسق‬
‫ نرانْ ينرقَص ر‬.‫م‬.‫ب ى ص‬
َ‫فرقَررسم رعرمر نخََيرربر رفخ‬
ُ‫ )اخََرجه‬.ٌْ‫ وكاِ رنرنتَْ عاِئصررشة نارخََتاِ رصرتِ انرلررض‬,َ‫روانرلصرضٌْ نْ فصنمنرييهُ نْ صمنَ نارخََتراِر انرلررضٌْ صونمنرييهُ نْ صمنَ نارخََتراِر الرنوُْرسق‬
‫نراو نيرصم ر‬
‫ضى لهُر‬
‫)البخاِرى‬
“ Ibnu Umar r.a. berkata : Nabi S.a.w. menyerahkan sawah ladang dan tegal di
khaibar kepada penduduk Khaibar dengan menyerahkan separuh dari
penghasilannya berupa kurma atau buah dan tanaman, maka Nabi S.a.w. memberi
istri-istrinya seratus wasaq (1 wasaq=60 sha’. 1 sha’ =4 mud atau 2 ½ Kg), delapan
puluh wasaq kurma tamar, dan dua puluh wasaq sya’er (jawawut). Kemudian
dimasa Umar r.a. membebaskan kepada istri-istri Nabi S.a.w. untuk memilih apakah
minta tanahnya atau tetap minta bagian wasaq itu, maka diantara mereka ada yang
memilih tanah dan ada yang minta bagian hasilnya berupa wasaq.” (HR. Bukhori)
Penanaman Pohon (reboisasi) Langkah Terpuji
‫كراِنْ لهُر صبهُ ر‬. ‫طٍرير نارصوانرنسراِنْ نارروبنصهيررمة صال‬
‫صردِرقة‬ ‫ ماِ صنمنَ نمصسالم نيصغررسُ ناررونيرزررعِ نزررعاِ رفيَ _ صرحييندِريثِ اك ررلَ نمرنهُ ن‬:‫عنهُ قراِل‬
‫ار ارنسٍَ رضى ا‬
(‫)اخََرجهُ البخاِرى فى كتاِب المزاعة‬
“ Hadits dari Anas r.a. dia berkata: Rosulullah S.a.w. bersabda : Seseorang muslim
tidaklah menanam sebatang pohon atau menabur benih ke tanah, lalu datang
burung atau manusia atau binatang memakan sebagian daripadanya, melainkan apa
yang dimakan itu merupakan sedekahnya “. (HR. Imam Bukhori)
Pada dasarnya Allah S.w.t. telah melarang kepada manusia agar tidak merusak hutan,
hal ini sebagaimana firman-Nya dalam surat Al-Baqoroh ayat 11 :
ٌْ‫… ر صوراذَا نقريلَ ل نرهم رلنتفصرسندِوا فى انرلصرض‬
“ Dan apabila dikatakan kepada mereka : Janganlah kamu membuat kerusakan
dimuka bumi “
Dan ada lagi dalam surat Al-Baqoroh ayat 204-205:
“ Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia
menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya,
padahal ia adalah penantang yang paling keras. Dan apabila ia berpaling (dari
kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak
tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan.”
Dalam ayat diatas, Allah menjelaskan sifat-sifat orang munafiq dan tindakannya di
muka bumi ini. Informasi yang disampaikan Al-Qur’an bahwa sebagian dari
manusia, kata-kata dan ucapannya tentang kehidupan dunia menarik sekali, sehingga
banyak yang terpedaya. Ia pintar dan pandai menyusun kata-kata dengan gaya yang
menawan. Orang munafiq seperti inilah yang selalu merusak bumi. Tanam-tanaman
dan hutan-hutan menjadi rusak, lingkungan dicemari, buah-buahan dan binatang
ternak dibinasakan. Apalagi kalau mereka sedang berkuasa, dimana-mana mereka
berbuat sesuka hatinya.
Gambaran ayat ini sejalan dengan firman Allah dalam surat Ar-Rum ayat 41-42 :
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan Karena perbuatan tangan
manusia, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat perbuatan
mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). Katakanlah: “Adakanlah
perjalanan di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang
yang terdahulu. kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang
mempersekutukan (Allah).”
Pada ayat ini sudah jelas bahwa Allah telah memperingatkan tentang kerusakan yang
terjadi di alam dunia ini, baik di darat, laut maupun udara adalah akibat ulah
perbuatan manusia itu sendiri. Kerusakan di darat seperti rusaknya hutan, hilangnya
mata air, tertimbunnya danau-danau penyimpan air, lenyapnya daerah-daerah peresap
air hujan dan sebagainya. Kerusakan di laut seperti pendangkalan pantai,
menghilangkan tempat-tempat sarang ikan, pencemaran air laut karena tumpahan
minyak, dan lain sebagainya. Allah memperingatkan itu, karena dampak negatifnya
akan dirasakan manusia itu sendiri. Tidak sepantasnyalah alam ini dirusak karena ini
merupakan salah satu karunia Tuhan, untuk itu seharusnyalah manusia harus
memperbaiki dan memanfaatkannya, hal ini sebagaimana firman Allah S.w.t. dalam
surat Al-An’am ayat 141-142 yang artinya:
“ Dan dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak
berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun
dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya).
makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan
tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir
miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang yang berlebih-lebihan. Dan di antara hewan ternak itu ada yang dijadikan
untuk pengangkutan dan ada yang untuk disembelih. makanlah dari rezki yang Telah
diberikan Allah kepadamu, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan.
Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.”
Dekade terakhir ini, pemerintah Indonesia terus melancarkan program penghijauan.
Oleh karena itu, dimana-mana kita akan melihat reklame dan promosi penghijauan,
baik melalui media visual, maupun audio-visual. Promosi ini banyak terpajang di
sudut-sudut jalan, dan tertempel di mobil-mobil dan lainnya yang mengajak kita
menyukseskan program tersebut. Khusus Provinsi Sulawesi Selatan, pemerintahnya
telah mencanangkan program penghijauan dengan tema "South Sulawesi Go Green"
(Sulawesi Selatan Menuju Penghijauan).
Sebagian orang menyangka bahwa program penghijauan bukanlah suatu amalan
yang mendapatkan pahala di sisi Allah, sehingga ada diantara mereka yang bermalas-
malasan dalam mendukung program tersebut. Kita mungkin masih mengingat sebuah
hadits yang masyhur dari Nabi Saw. beliau bersabda:
"Jika seorang manusia meninggal dunia, maka terputuslah seluruh amalannya,
kecuali dari tiga perkara: sedekah jariyah (yang mengalir pahalanya), ilmu yang
dimanfaatkan, dan anak shaleh yang mendo’akan kebaikan baginya". [HR. Muslim
dalam Kitab Al-Washiyyah (4199)]
Perhatikan, satu diantara perkara yang tak akan terputus amalannya bagi seorang
manusia, walaupun ia telah meninggal dunia adalah SEDEKAH JARIYAH, sedekah
yang terus mengalir pahalanya bagi seseorang. Para ahli ilmu menyatakan bahwa
sedekah jariyah memiliki banyak macam dan jalannya, seperti membuat sumur
umum, membangun masjid, membuat jalan atau jembatan, menanam tumbuhan baik
berupa pohon, biji-bijian atau tanaman pangan, dan lainnya. Jadi, menghijaukan
lingkungan dengan tanaman yang kita tanam merupakan sedekah dan amal jariyah
bagi kita –walau telah meninggal selama tanaman itu tumbuh atau berketurunan. Al-
Imam Ibnu Baththol -rahimahullah- berkata: "Ini menunjukkan bahwa sedekah
untuk semua jenis hewan dan makhluk bernyawa di dalamnya terdapat pahala".
[Lihat Syarh Ibnu Baththol (11/473)]
Seorang muslim yang menanam tanaman tak akan pernah rugi di sisi Allah -Azza wa
Jalla-, sebab tanaman tersebut akan dirasakan manfaatnya oleh manusia dan hewan,
bahkan bumi yang kita tempati. Tanaman yang pernah kita tanam lalu diambil oleh
siapa saja, baik dengan jalan yang halal, maupun jalan haram, maka kita sebagai
penanam tetap mendapatkan pahala, sebab tanaman yang diambil tersebut berubah
menjadi sedekah bagi kita. Penghijauan merupakan amalan sholeh yang mengandung
banyak manfaat bagi manusia di dunia dan untuk membantu kemaslahatan akhirat
manusia. Tanaman dan pohon yang ditanam oleh seorang muslim memiliki banyak
manfaat, seperti pohon itu bisa menjadi naungan bagi manusia dan hewan yang
lewat, buah dan daunnya terkadang bisa dimakan, batangnya bisa dibuat menjadi
berbagai macam peralatan, akarnya bisa mencegah terjadinya erosi dan banjir,
daunnya bisa menyejukkan pandangan bagi orang melihatnya, dan pohon juga bisa
menjadi pelindung dari gangguan tiupan angin, membantu sanitasi lingkungan dalam
mengurangi polusi udara, dan masih banyak lagi manfaat tanaman dan pohon yang
tidak sempat kita sebutkan di lembaran sempit ini. Jika demikian banyak manfaat
dari REBOISASI, maka tak heran jika agama kita memerintahkan umatnya untuk
memanfaatkan tanah dan menanaminya. Harmonitas Manusia, Hewan dan
Tumbuhan Manusia, harus mampu menjaga harmonitas segi tiga keseimbangan
ekologi: dirinya (manusia), hewan dan tumbuhan. Manusia, seperti disinggung
sebelumnya, adalah wakil Allah (khalīfah) di permukaan bumi (Qs. 2: 30). Karena
sebagai khalīfah, maka dia harus bertanggungjawab terhadap apa yang
dipimpinnnya, sebagai pengganti Allah dalam memelihara keseimbangan ekologi.
Dia harus memahami fitrahnya yang mengerti maslahat dan kebutuhannya (Qs. 67:
14). Dengan akal yang diciptakan oleh Allah untuknya, dia bisa membekali diri
dengan ilmu dan pengetahuan serta teknologi, supaya bisa memenuhi kebutuhan
hidupnya dan melaksanakan tugasnya tersebut (Qs. 7: 74).
Dengan bekal itu semua, manusia harus tampil sebagai sosok yang ‘ramah
lingkungan’. Dalam Islam, khalīfah adalah ‘manusia hijau’. Yaitu sosok yang benar-
benar melindungi dan memelihara lingkungan hidupnya. Dalam hal ini, konsep ihsān
dapat dijadikan sebagai landasan normatif-teologis dalam menciptakan harmonitas
manusia dan lingkungan hidup. Dalam hadits Jibril yang diriwayatkan oleh Imam
Muslim disebutkan bahwa ihsān adalah “engkau menyembah Allah seolah-olah
engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak mampu melihat-Nya, ketahuilah bahwa dia –
dalam ibadahmu—sedang melihatmu.” Ihsān disini dapat diartikan sebagai sikap
ramah (baik), yang berarti melindungi dan memelihara dengan baik. Di sini, konteks
ihsān dalam ibadah. Pemeliharaan lingkungan dapat menjadi ibadah, karena
memelihara lingkungan yang diberikan oleh Allah kepada manusia. Ketika
lingkungan dipelihara dan dijaga dengan baik, maka dia menjadi ibadah di hadapan
Allah. Orang yang tidak mengerti konsep ini, akan merusak lingkungannya. Maka
banyak terjadi penggundulan hutan besar-besaran, buang sampah sembarangan, dll.
Akhirnya, erosi terjadi dimana-mana. Sungai-sungai banyak yang meluap dan
merusak pemukiman masyarakat. Pada gilirannya, lingkungan tak lagi bersahabat
dengan manusia. Ini akibat dari menjauhkan Allah dari ranah dan lini kehidupan.
Konsep ihsān yang kedua adalah dalam Qs. 4: 36. Dimana ihsān di sini dimaknai
dengan memperhatikan, menyayangi, merawat, dan menghormati. Dalam konteks
ini, Islam menuntut manusia agar memperhatikan, menyayangi, merawat dan
menghormati lingkungan. Dua konsep ihsān tersebut pada realitanya memang
diperlukan oleh manusia dalam konteks interaksi dengan lingkungan. Karena,
memang, kita wajib memperlakukan lingkungan dengan cara melindungi dan
menjaganya. Bukan malah kita remehkan, lalaikan, serta musnahkan. Jika ini yang
berlaku, yang terjadi adalah kerusakan lingkungan hidup yang terjadi dimana-mana.
Itu semua, kata Allah, karena ulah tangantangan jahil manusia. Padahal, itu semua
bukan azab mutlak, melainkan peringatan agar manusia merasakan hasil perbuatan
jahilnya. Karena Allah berharap manusia-manusia jahil terhadap lingkungannya
dapat kembali lagi (Qs. 30: 41). Di samping itu, ihsān sejatinya adalah perbuatan
baik yang tanpa batas.
Artinya, perhatian terhadap segala sesuatu, baik hidup maupun mati, adalah tanpa
perhitungan alias tak terhingga. Karena prinsip untuk bersikap lemah lembut berlaku
bagi setiap elemen lingkungan, baik makhluk hidup maupun makhluk mati, serta
yang berakal maupun yang tidak berakal. Dengan kata lain:
prinsip untuk bersikap ihsān ini mencakup manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, dan
makhluk mati.

C. Kesimpulan
Untuk memudahkan dalam makalah yang sederhana ini, berikut kami
tampilkan sebuah kesimpulan sebagai berikut :
1. Hadist Jabir bin Abdullah r.a. ini merupakan larangan menelantarkan lahan,
karena hal ini termasuk perbuatan yang tidak bermanfaat.
2. Dalam menelantarkan lahan, Rosulullah S.a.w. menyarankan untuk
memanfaatkan dan mengupah orang lain untuk mengelolahnya.
3. Reboisasi adalah merupakan salah satu perbuatan yang terpuji.
4. Allah S.w.t. menggambarkan kerusakan alam merupakan akibat dari ulah
manusia itu sendiri.
5. Alam di dunia ini rusak diakibatkan ulah dari perbuatan manusia yang
munafiq.
DAFTAR PUSTAKA

Fuad Abdul Baqi, Muhammad. 1996. Al-Lu’lu’ wal Marjan. Surabaya: PT. Bina
Ilmu.
Kelompok Ilmuan MKDK Hadits IAIN Raden Fatah Palembang. 2002. MKDK
Hadits.
Palembang: IAIN Raden Fatah Press.
Matsna. Mohammad. 2002. Qur’an Hadits Madrasah Aliyah Kelas Satu. Semarang:
Karya Toha Putra.
Kelompok Ilmuan MKDK Hadits IAIN Raden Fatah Palembang. MKDK Hadits.
(Palembang: IAIN Raden Fatah Press, 2002), cet. I, hlm. 110-111.
Moh. Matsna, Qur’an Hadits Madrasah Aliyah Kelas Satu, (Semarang: Karya Toha
Putra, 2002), hlm. 102-115.

Anda mungkin juga menyukai