Dongeng BINATANG
Dongeng BINATANG
Di pinggiran sungai ada seekor buaya yang sedang kelaparan, sudah tiga hari Buaya itu
belum makan perutnya terasa la sekali mau tidak mau hari ini dia harus makan sebab kalau
tidak bisa-bisa ia akan mati kelaparan. Buaya itu segera masuk ke dalam Sungai ia berenang
perlahan-lahan menyusuri sungai mencari mangsa.
Buaya melihat seekor bebek yang juga sedang berenang di sungai, Bebek tahu dia sedang
diawasi oleh Buaya, dia segera menepi. Melihat mangsanya akan kabur Buaya segera
mengejar dan akhirnya Bebekpun tertangkap.
Ampun Buaya, tolong jangan mangsa aku, dagingku sedikit, kenapa kamu tidak memang sa
kambing saja di dalam hutan,” ucapnya seraya menagis ketakutan
“Baik, sekarang kau antar aku ke tempat persembunyian Kambing itu,” perintah buaya
dengan menunjukkan taring yang sangat tajam.
Berada tidak jauh dari tempat itu ada lapangan hijau tempat Kambing mencari makan, dan
benar saja di sana ada banyak Kambing yang sedang lahap memakan rumput.
“Pergi sanah, aku mau memangsa Kambing saja,” Bebek yang merasa senang, kemudian
berlari dengan kecepatan penuh.
Setelah mengintai beberapa lama, akhirnya Buaya mendapatkan satu ekor anak Kambing
yang siap dia santap. “Tolong, jangan makan aku, dagingku tidak banyak, aku masih kecil,
kenpa kamu tidak makan gajah saja yang dagingnya lebih banyak, aku bisa mengantarkan
kamu ke sana”.
“Baik, segera antarkan aku ke sana!” Anak Kambing itu mengajak buaya ke tepi danau yang
luas, di sana ada anak Gajah yang besar. Buaya langsung mengejar dan menggigit kaki anak
Gajah itu. Walau besar, tapi kulit Gajah itu sangat tebal, jadi tidak bisa melukainya.
Anak Gajah itu berteriak meminta tolong kepada ibunya. Buaya terus saja berusaha
menjatuhkan anak Gajah itu, tapi sayang tetap tidak bisa. Mendengar teriakan anaknya,
sekumpulan Gajah mendatangi dan menginjak Buaya itu sampai tidak bisa bernafas. Buaya
itu tidak bisa melawan, karena ukuran ibu Gajah itu sangat besar, ditambah dia juga lemas
karena belum makan. Buaya itu kehabisan tenaga dan mati.
Beberapa ratus tahun lalu, ada seseorang hakim di Cina bernama Duan Guangqin. Ia
terkenal sebagai hakim yang adil.Satu hari, Duan Guangqin jalan-jalan di satu pasar. Ia
tertarik lihat beberapa orang yang berkumpul di toko ayam. Ia selekasnya mendatangi
kerumunan itu untuk mencari tahu apa yang terjadi. Nyatanya, seseorang petani sudah
menjatuhkan satu karung yang berat ke atas seekor ayam sampai ayam itu mati. Ayam yang
mati itu masihlah kecil dan cuma bernilai sebagian sen. Namun, si yang memiliki toko yang
kikir memaksa si petani membayar ubah rugi seratus sen.
Si yang memiliki toko memiliki pendapat kalau ayam kecil itu akan tumbuh jadi ayam
besar yang harga nya seratus sen. Jadi, si petani mesti membayar seratus sen. Salah seseorang
dari kerumunan itu mengetahui Duan Guangqin. ” Buat ketentuan yang adil atas masalah ini,
Yang Mulia, ” kata orang itu. ” Orang ini sudah asal-asalan menjatuhkan karungnya hingga
membuat ayamku mati. Ayam ini akan dihargai seratus sen dalam dua tahun lagi. Tersebut
kenapa saya memohonnya membayar seratus sen, ” kata si yang memiliki toko pada Duan
Guangqin. Duan Guangqin mengangguk dan berkata, ” Harga ayam ini seratus sen. Jadi, kau
mesti membayar seratus sen, ” kata Duan Guangqin pada petani.
Kerumunan orang itu tertegun mendengar ketentuan Duan Guangqin yg tidak terasa
kasihan pada si petani tua yang miskin.Sesaat, si yang memiliki toko senang sekali
mendengar ketentuan itu. ” Kau memanglah adil, Yang Mulia, ” kata si yang memiliki toko
sembari menciumi tangan Duan Guangqin. “Tidak ada hakim yang lebih adil darimu, ”
tuturnya lagi.” Hukum senantiasa adil. Katakan padaku, berapakah banyak gandum yang
dikonsumsi ayam dalam satu tahun? ” bertanya Duan Guangqin pada yang memiliki toko.
” Sekitaran 1/2 karung, ” kata yang memiliki toko. ” Jadi, dalam dua tahun ayam itu
menggunakan sekarung gandum, bukan? ” kata Duan Guangqin. ” Kau berikanlah sekarung
gandum pada petani sebagai ubah pembayarannya seratus sen, ” perintahnya pada yang
memiliki toko. Muka yang memiliki toko beralih pucat. Ia paham kalau harga sekarung
gandum kian lebih seratus sen. Kerumunan orang itu berteriak senang dan bertepuk tangan.
Mereka memberikan pujian pada kehebatan dan keadilan Duan Guangqin. Si kikir yang
memiliki toko juga memperoleh pelajarannya.
Pesan Moral dari Contoh Dongeng Parabel Cina yaitu janganlah jadi manusia kikir. Jadilah
anak yang murah hati dan bijaksana. Kasihanilah orang miskin dengan menyisihkan duit
jajanmu dan rnemberikannya pada mereka.
Jika Rubah Jadi Gembala Domba (DONGENG LEGENDA)
Pada suatu hari, seorang wanita mencari orang yang mau menggembalakan dombanya.
Di jalan, ia bertemu beruang.
"Oh, aku sedang mencari orang yang mau jadi gembala," jawab si wanita.
"Baiklah.Tapi, aku ingin tahu bagaimana caramu memanggil domba," kata si wanita.
la berjalan lagi dan bertemu serigala. "Mau ke mana, Nyonya?" tanya serigala.
"Oh, aku sedang mencari orang yang mau jadi gembala," jawab si wanita.
"Baiklah.Tapi, aku ingin tahu bagaimana caramu memanggil domba," kata si wanita.
la berjalan lagi dan bertemu dengan rubah. Mau ke mana, Nyonya?" tanya rubah.
"Oh, aku sedang mencari orang yang mau jadi gembala,"jawab si wanita.
"Baiklah.Tapi, aku ingin tahu bagaimana caramu memanggil domba," kata si wanita.
Akhirnya, rubah menjadi gembala. Pada hari pertama, rubah telah memakan separuh
domba milik wanita itu. Pada hari kedua, rubah menghabiskan seluruh domba si wanita.
Pada hari ketiga, si wanita kaget melihat dombanya telah habis. "Di mana domba-
dombaku?" tanya si wanita.
Pesan Moral dari Dongeng Mitos Jika Rubah Jadi Gembala Domba adalah jangan
jadi anak yang mudah percaya pada orang lain apalagi yang belum kamu kenal.
Sebab, hal itu akan merugikan dirimu sendiri. Berhati-hatilah setiap kamu melakukan
sesuatu.
Anak Sendiri Pasti Paling Cantik (DONGENG MITOS)
Suatu hari, pemburu menuju hutan untuk berburu. Seekor induk burung snipe (sejenis burung
puyuh berparuh panjang khas Norwegia) menemui pemburu di pinggir hutan.
“Temanku, kau boleh berburu apa pun. Tapi, aku mohon jangan tembak anak-anakku!" pinta
Induk snipe
"Baiklah. Aku tidak akan menembak anak-anakmu. Jangan khawatir," janji pemburu.
Induk snipe gembira mendengar janji pemburu. Kini, ia bisa beristirahat dengan tenang.
Sore harinya, induk snipe baru bangun tidur. la kaget melihat pemburu pulang membawa
anak-anaknya yang sudah tidak bernyawa.
"Oh, ya ampun. Apa yang kau lakukan, Pemburu. Mengapa engkau tidak menepati janjimu?"
kata induk snipe sambil menangis.
"Kasihan sekali mereka. Tidakkah kau tahu bahwa setiap ibu akan berpikir bahwa anak-
anaknya adalah yang tercantik di dunia?" kata induk snipe menangis.
Pesan Moral dari Dongeng Mitos Dari Norwegia adalah jika kita memberikan pesan kepada
orang lain, sampaikanlah dengan sejelas jelasnya sehingga orang akan mengerti dan
paham. Sebaliknya jika kamu menerima pesan dan kamu tidak mengerti, bertanyalah sampai
jelas. Jika kamu salah mengertikannya bisa jadi pesan itu tidak akan sampai.
Ciung Wanara (DONGENG SAGE)
Alkisah, terdapat sebuah kerajaan yang subur makmur bernama Galuh Pakuan. Kerajaan
tersebut dipimpin oleh seorang raja bernama Raden Barma Wijaya Kusuma. Raja tersebut
dikenal sebagai raja yang adil dan selalu mementingkan kepentingan rakyatnya. Tak ayal,
jika sang raja begitu dincintai oleh rakyatnya.
Pada suatu hari, kedua permaisuri raja yang bernama Dewi Naganingrum dan Dewi
Pengreyep tengah mengandung anak di dalam rahim mereka secara bersamaan. Waktu pun
berjalan begitu saja, dan Dewi Pengreyep pun melahirkan anaknya terlebih dahulu. Sang
permaisuri pun akhirnya melahirkan seorang anak laki-laki tampan yang diberi nama
Hariangbanga. Beberapa waktu setelahnya, Dewi Naganingrum pun turut melahirkan seorang
anak laki-laki yang tak kalah tampan dari anak Dewi Pengreyep.
Melihat kelahiran putra Dewi Naganingrum, Dewi Pengreyep justru tidak berbahagia dan
malah merasa cemburu serta takut kalau-kalau anak Dewi Naganingrum tersebut akan
mengambil alih tahta kerajaan dari anaknya. Siasat jahat pun disusun Dewi Pengreyep untuk
memisahkan Dewi Naganingrum dari anak yang baru dilahirkannya. Akhirnya, Dewi
Pengreyep pun menukar bayi dari Dewi Naganingrum dengan seeekor anjing dan membuang
bayi tersebut ke suatu tempat.
Saat hendak menengok bayi yang dilahirkan oleh Dewi Naganingrum, sang raja terkaget-
kaget karena anaknya ternyata seekor anjing. Sang raja pun murka dan menyuruh patihnya
untuk mengusir dan membunuh Dewi Naganingrum. Sang patih pun tak kuasa menolak
perintah sang raja dan sang patih pun membawa Dewi Naganingrum pergi dari istana.
Di tengah perjalanan, sang patih memutuskan tidak akan membunuh Dewi Naganingrum
dikarenakan dia tidak tega. Sebagai gantinya, sang patih pun membuat sebuah gubug di hutan
untuk ditinggali oleh Dewi Naganingrum. Sementara itu, sang patih kemudian membalurkan
pedangnya dengan darah hewan agar terkesan kalau dia telah membunuh salah satu
permaisuri raja tersebut. Sang patih pun lalu pulang ke istana dan memberi laporan palsu
kepada sang raja bahwa dirinya telah membunuh salah satu permaisurinya.
Di lain tempat, bayi dari dewi Naganingrum telah ditemukan oleh sepasang suami istri yang
telah berusia senja dan tidak mempunyai seorang anak pun. Suami istri itu pun lalu
memungut sang bayi dan merawatnya hingga tumbuh dewasa dan diberi nama Ciung
Wanara.
Singkat cerita, Ciung Wanara pun telah bertumbuh dewasa dan dia pun telah mengetahui
siapa orang tuanya yang sebenarnya. Ia pun kemudian mencari sang Ibu dan berhasil
menemukannya. Setelah itu, Ciung Wanara pun mendapat kabar bahwa raja dari kerajaan
Galuh Pakuan tengah mengadakan lomba sabung ayam. Tanpa berlama-lama lagi, Ciung
Wanara pun langsung ke kerajaan Galuh Pakuan dan menantang sang raja untuk melakukan
sabung ayam.
Singkat cerita, Ciung Wanara berhasil mengalahkan sang raja dan sang raja pun memberikan
hadiah kepada Ciung Wanara. Sebelum hadiah diberikan, sang raja pun menanyakan siapa
sebenarnya Ciung wanara dan apa tujuannya datang ke Galuh Pakuan. Ciung Wanara pun
lalu menjawab bahwa dia sedang mencari telur ayam yang telah dierami oleh induknya,
namun telur tersebut hilang sebelum sang induk sempat melihat telur tersebut. Mendengar
ucapan itu, entah kenapa sang raja teringat akan dewi Naganingrum dan anaknya. Setelah itu,
sang raja pun memberi hadiah kepada Ciung Wanara berupa separuh kerajaan Galuh Pakuan.
Selama memerintah di separuh kerajaan Galuh Pakuan, Ciung Wanara berhasil mengungkap
kejahatan Dewi Pengreyep kepada Ibunya dan Dewi Pengreyep pun dimasukkan ke dalam
penjara. Melihat hal itu, Raden Hariangbanga pun murka dan menantang Ciung Wanara
untuk bertarung. Di dalam pertarungan itu, Ciung Wanara berhasil mengalahkan Raden
Hariangbanga.
Sejak saat itu, Ciung Wanara masih tetap memimpin separuh kerajaan Galuh Pakuan dan juga
memboyong sang Ibu serta kedua orang tua tirinya ke lingkungan kerajaan.