0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
18 tayangan10 halaman

Artikel Riview Kajian Usaha Budidaya Lebah Madu Berdasarkan Lokasi Dan Species - Mohammad Zakariyyah - 2020

Diunggah oleh

Rizna Amalia
Hak Cipta
© © All Rights Reserved
Kami menangani hak cipta konten dengan serius. Jika Anda merasa konten ini milik Anda, ajukan klaim di sini.
Format Tersedia
Unduh sebagai DOCX, PDF, TXT atau baca online di Scribd
0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
18 tayangan10 halaman

Artikel Riview Kajian Usaha Budidaya Lebah Madu Berdasarkan Lokasi Dan Species - Mohammad Zakariyyah - 2020

Diunggah oleh

Rizna Amalia
Hak Cipta
© © All Rights Reserved
Kami menangani hak cipta konten dengan serius. Jika Anda merasa konten ini milik Anda, ajukan klaim di sini.
Format Tersedia
Unduh sebagai DOCX, PDF, TXT atau baca online di Scribd
Anda di halaman 1/ 10

KAJIAN USAHA BUDIDAYA LEBAH MADU BERDASARKAN LOKASI

DAN SPESIES(Artikel Riview)

Mohammad Zakariyyah¹ dan Irawati Dinasari Retnaningtyas²


¹Program S1 Peternakan, ²Dosen Peternakan Universitas Islam Malang
Email : [email protected]

Abstrak
Madu adalah produk alami hutan Indonesia memiliki sumber daya hutan yang cukup kaya
sehingga menawarkan potensi yang lebih besar. Perekonomian Indonesia saat ini perlu ditingkatkan
agar dapat dimanfaatkan untuk mengelola sumber daya hutan dan menghasilkan produk yang
berkualitas dan berdaya saing.Tawon madu tersebar hampir di seluruh dunia kecuali benua Antartika.
Setiap wilayah benua memiliki karakteristik tawon yang beraneka ragam baik kuantitas maupun
kualitasnya. jenis tawon ada berbagai macam yaitu: Trigona sp, Apis Melifera, Apis Cerana dengan
Lokasi yang disukai tawon alas yaitu tempat terbuka dan terdapat banyak tumbuhan yang berbunga
dikarenakan pakan tawon adalah nektar, tepung sari dan air. Salah satu syarat pendukung dalam
mendukung perkembangan koloni tawon madu ialah dengan menjaga supaya ketersediaan pakan tawon
tetap secara berkesinambungan. Break Event Point digunakan sebagai alat menganalisis titik dimana
suatu usaha tidak menghasilkan keuntungan maupun kerugian. Pada titik ini, pendapatan yang diterima
oleh usaha sama dengan biaya yang dikeluarkan, sehingga usaha tidak mengalami kerugian .Jumlah
setup pada Trigona sp 47-159 buah, Apis Melifera 84-240 dan Apis Cerana 10-20 telah memberikan
keuntungan yang berarti usaha tersebut layak untuk dijalankan dan dikembangkan. Hal ini terbukti
melalui analisis finansial yang meliputi B/C (Benefit Cost Ratio) serta BEP (Break Event Point). Biaya
variabel memiliki pengaruh secara signifikan terhadap pendapatan yang diperoleh oleh peternak. Untuk
mencapai kondisi BEP yang dipengaruhi oleh besarnya biaya tetap, semakin besar jumlah biaya tetap
maka semakin banyak pula penjualan produk yang diperlukan untuk menutupi biaya tetap tersebut.

Kata Kunci : Kelayakan Usaha, Trigona sp, Apis Melifera, Apis Cerana, Setup

HONEY BEE FARMING BUSINESS ASSESSMENT BASED ON LOCATION


AND SPECIES (ARTICLE REVIEW)

Abstract

Honey is a natural product of Indonesian forests that has sufficiently rich forest resources to
offer greater potential. Indonesia's current economy needs to be upgraded so that it can be used to
manage forest resources and produce quality and competitive products.Honeystones are scattered
almost all over the world except Antarctica. Each region of the continent has the characteristics of a
diversified crater in both quantity and quality. There are many different types of strawberries: Trigona
sp, Apis Melifera, apis Cerana with the preferred location of the strawberry is an open place and there
are many flowering plants due to the feed strawborrow is nectar, flour and water. The availability of a
continuous feed of the honeystrawberry is one of the conditions supporting the development of the
colony and the production of honey.The analysis performed using BEP (Break Event Point) is used to
analyze the minimum level of production to be achieved by an enterprise. An enterprise is said to be in
a Break Event state when the income received is equal to the cost issued by the Break Event Point. The
amount set up on Trigona sp 47-159 pieces, Apis Melifera 84-240 and Apis Cerana 10-20 have already
gained means it is worth running and developed this has been proven through financial analysis
consisting of B/C (Benefit Cost Ratio) as well as BEP. (Break Event Point). Variable costs have a
significant impact on farmers' earnings. To the BEP condition influenced by the size of fixed costs, the
larger the amount of Fixed Costs, the more products are sold to cover the fixed cost.

Keywords : Financial Feasibility, Trigona sp, Apis Melifera, Apis Cerana, Pieces
Pendahuluan
Madu adalah produk alami hutan Indonesia memiliki sumber daya hutan yang
cukup kaya sehingga menawarkan potensi yang lebih besar. Perekonomian Indonesia
saat ini perlu ditingkatkan agar dapat dimanfaatkan untuk mengelola sumber daya
hutan dan menghasilkan produk yang berkualitas dan berdaya saing. Lebah madu
menghasilkan madu yang memiliki harga ekonomi tinggi dan banyak dijadikan
sebagai sumber mata pencaharian oleh masyarakat pedesaan (Suhesti & Hadinoto,
2015). Peternakan lebah madu telah menjadi pengetahuan umum dikalangan
masyarakat pedesaan dan masyarakat yang tinggal disekitar hutan. Fakta ini terbukti
dari tulisan yang ditulis Dr.D.Host seorang bangsa belanda pada 1861 yang
menggambarkan metode pemanenan madu dari sarang lebah hutan. Pada tahun 1864
terdapat juga tulisan mengenai cara beternak lebah madu di Lampung dan pada tahun
1929 Hoekman menulis tentang peternakan lebah madu di negara Indonesia
(Warisno,2011). Ada dua metode yang dapat digunakan untuk mendapatkan madu
yaitu melalui kegiatan perburuan madu(Honey Hunter) dan melalui budidaya lebah
(Apiculture/Beekeping) (Hilmi Martin et al. 2011).
Produksi madu di Indonesia pada tahun 2013 hanya sekitar 2.000 ton per
tahun, yang masih jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsi madu per
kapita. Tingkat konsumsi madu per orang di Indonesia masih rendah, hanya sekitar 10
hingga 15 gram per tahun, atau setara dengan 1 sendok makan per orang per tahun.
Hal ini dapat dibandingkan dengan negara- negara maju seperti Jepang dan Australia
dimana konsumsi madu per orang telah mencapai kisaran 1.200 hingga 1.500 gram
per tahun (Novandra & Widyana, 2013). Pada tahun 2019 Indonesia dalam memenuhi
kebutuhan madu masih terpaksa mengimpor dari luar negeri hal ini menyebabkan
defisit. Data menunjukkan bahwa ekspor madu global sebesar 206.990,00 kg per
tahun, sementara impor madu global mencapai 2.117.424,00 kg per tahun situasi ini
menunjukkan bahwa indonesia memiliki potensi untuk meningkatkan produksi dalam
negeri guna mengurangi ketergantungan terhadap impor (Sarah Debi dkk ,2019).
Perbedaan yang signifikan diatas menunjukkan bahwa terjadi peningkatan konsummsi
madu dalam negeri. Namun peningkatan ini belum bisa diimbangi oleh kemampuan
industri perlebahan dalam meningkatkan produksi madu dalam negeri, oleh karena itu
salah satu solusi untuk meningkatkan produksi madu adalah dengan menerapkan
budidaya lebah madu yang efektif dan efisien. Dengan mengimplementasikan metode
budidaya yang tepat diharapkan dapat meningkatkan produksi madu dalam negeri
secara berkelanjutan dan memenuhi kebutuhan konsumen yang semakin meningkat.
Budidaya lebah madu merupakan usaha yang membutuhkan beberapa faktor
seperti keterampilan budaya, pengetahuan, lahan, modal, tenaga kerja,dan manajemen
yang baik (Fatriani,2014). Memiliki pemahaman yang baik tentang pengelolaan
budidaya lebah madu dapat membantu mengurangi biaya yag dikeluarkan dalam
menjalankan usaha peternkanan lebah madu. Keberhasilan dalam mencapai hasil yang
diinginkan dalam budidaya lebah madu dapat diukur melalui efiseinsi. Efisiensi dalam
kegiatan dalam kegiatan usaha ini dapat tercapai apabila penggunaan sumberdaya
sedikit (Maria,2020). Ada beberapa aspek lain yang terkait dengan resiko
kemungkinan terjadi penurunan hasil produksi, kenaikan biaya dan penurunan harga
jual. Sehingga perlu dilakukan evaluasi atau analisis sensivitas dan kelayakan usaha,
sehingga dengan melakukan evaluasi komprehensif dapat diambil keputusan yang
tepat mengenai pengembangan budidaya lebah madu agar dapat memberikan hasil
yang optimal.
Penilaian terhadap rencana bisnis yang melibatkan aspek sumber daya
manusia, hukum pemasaran, operasional, keuangan dan lingkungan dilakukan untuk
mengevaluasi apakah rencana bisnis yang akan dijalankan memiliki potensi
keberhasilan atau tidak (Suparyanto,2016). Sedangkan menurut (Parasdya Widu
dkk,2013) dengan melakukan analisis finansial, perusahaan dapat memberikan
informasi kepada peternak mengenai keuntungan usaha dan efisiensi penggunaan
modal yang diinvestasikan. Selain itu, analisis finansial juga memberikan informasi
kepada pemerintah setempat untuk pembinaan dan peningkatan usaha peternakan
tersebut. Untuk itu perlu adanya analisis usaha peternakan budidaya lebah. Sedangkan
menurut (Fitriyah Abyadul dkk, 2020) dalam dunia bisnis seringkali terjadi bahwa
usaha yang dilakukan tidak mengalamai perkembangan signifikan, bahkan ada yang
berhenti ditengah jalan. Salah satu alasan yang menjadi penyebabnya adalah
keuntungan yang minim atau bahkan mengalami kerugian. Fenomena ini terjadi
karena jarangnya pelaku usaha yang melakukan analisis terhadap untung dan rugi dari
usaha yang dijalankan. Oleh karena itu, tulisan ini bertujuan untuk evaluasi terhadapa
usaha budidaya lebah madu berdasarkan lokasi dan spesies yang digunakan.

BUDIDAYA LEBAH BERDASARKAN JENIS LEBAH


Tawon madu tersebar hampir di seluruh dunia kecuali benua Antartika. Setiap
wilayah benua memiliki karakteristik tawon yang beraneka ragam baik kuantitas
maupun kualitasnya. (Adji Suranto, 2004) jenis tawon ada berbagai macam yaitu:
1. Apis Florea atau Trigona sp
Menurut penelitian (Muhammad Naufal dkk, 2021) Jenis tawon ini merupakan
spesies terkecil tersebar luas Timur Tengah, India, hingga Indonesia. Dalam
penelitian (Ridoni Rama dkk, 2020)Tawon madu kerdil ini memilih habitatnya di
hutan-hutan tropis, ddiantara kayu pohon, dan area pertanian. Di Asia Tenggara,
seringkali tawon A.florea ditemukan di sekitar pemukiman penduduk. Dalam
penelitian (Fuah Asnath,2019) Tawon madu ini adalah jenis tawon terkecil dalam
genus apis, baik dari segi ukuran tubuh maupun sarangnya. Karena itu, jumlah madu
yang dihasilkan sedikit. Biasanya A.florea membuat sarang tunggal dengan lebar
sekitar 35cm tinggi 27cm, dan tebal 1,8cm. Sarang ini biasanya tergantung di dahan
pohon, kadang di rongga-rongga, atau gua. Produksi madunya tergolong sedikit
sekitar 1-3kg madu per tahun. Dalam penelitian (Murtidjo, 2010) budidaya tawon ini
menjadi sulit karena mereka cenderung mudah melarikan diri. Selain itu, dari segi
ekonomi budidaya ini tidak menguntungkan karena produksi yang sedikit.
2. Apis Melifera
Disebut lebah Carniola berasal dari Austria dan Yugoslavia yang
dibudidayakan untuk menghasilkan royal jelly madu dan produksi lainnya. Lebah
madu dari species Apis Mellifera merupakan jenis lebah yang berasal dari Eropa dan
paling banyak dibudidayakan hampir disemua negara Kajian Pengembangan
Agrobisnis Budidaya Lebah Madu 33 negara di dunia, termasuk Indonesia (Arif
Budiman, 2007). Pada tahun 1972 Indonesia mendapatkan sumbangan lebah Apis
Mellifera sebanyak 25 koloni dari Freedom Fom Hunger Campaign Committee
(AFFHC) kepada Pusat Perlebahan Pramuka. Lebah ini berwarna gelap tetapi pada
bagian abdomen berwarna agak muda dan tubuhnya ditutupi oleh bulu berwarna
kelabu (Joice dkk,2023).Warna tubuhnya bervariasi mulai dari cokelat gelap hingga
kunig hitam. Lebah Apis melifera ini memiliki rambut yang melapisi seluruh
tubuhnya yang berperan penting dalam menangkap polen. Mulutnya yang berbentuk
tabung panjang berfungsi sebagai tempat pengumpulan nektar yang sangat
berguna( Adalina,2008). Dalam penelitian (Naufal dkk,2021) Banyak dijumpai di
daratan Eropa, misalnya Prancis, Yunani dan Italia serta di daerah sekitar
Mediterania. Sarang Tawon dapat ditemukan ditempat-tempat yang gelap seperti
didalam batu, gua, dan pohon yang berlubang. Jumlah tawon dalam sarang atau
koloni bisa mencapai 15.000-60.000 ekor. Tawon jenis Apis melifera termasuk tawon
yang sangat produktif, mampu menghasilkan 25-30kg madu setiap kali panen dalam
satu koloni. Selain itu, tawon ini juga memiliki kemampuan untuk menjaga suhu
sarang agar tetap stabil dan tahan terhadap berbagai kondisi cuaca.
3. Apis Cerana
Meyebar mulai dari pegunungan Himalaya ke India Selatan, Srilangka, Asia
Tenggara, Kepulauan Indonesia, Filipina, Cina dan Jepang. Di Cina dan Jepang
muncul jenis yang memiliki seta-seta yang banyak yaitu Apis cerana sinensis dan
Apis cerana japonica (Joice dkk,2023). Tawon madu ini jenis yang paling sering
dibudidayakan di negara-negara tropis. Meraka hidup secara alami dan membuat
sarang didalam pohon, batu karang, dan gua-gua. Mereka memiliki sifat yang tenang
dan tidak suka dengan gerakan yang kasar, serta hanya akan menyengat jika terpaksa
(Sihombing,2005). Produksi royal jelly dan madu Apis cerana lebih rendah
dibandingkan dengan Apis mellifera. Dalam penelitian (Putra & Yurnalis,2016) Apis
cerana adalah jenis lebah yang tersebar luas mulai dari Cina, Jepang, Afganistan,
hingga Indonesia. Metode budidayanya masih mengikuti tradisi sepeperti meletakkan
lebah-lebah ini kedalam gelodok dan ada juga menggunakan budidaya modern dengan
menggunakan setup Dalam penelitian (Naufal dkk,2021) Lebah Apis cerana dapat
mamiliki kemampuan luar biasa dalam satu koloni mereka mampu menghasilkan 5-10
sisiran sarang yang sempurna, menjadi bukti keahlian mereka dalam membangun
sarang yang nyaman dan fungsional. Selain itu, lebah ini juga memiliki kemampuan
menghasilkan madu yang luar biasa, mereka mampu menghasilkan 2-5kg pada satu
kali panen. Produk yang dihasilkan adalah madu dan larva tawon. Jumlah madu yang
dihasilkan tidak terlalu banyak, sekitar 3,5kg per koloni setiap tahunnya. Satu koloni
dapat terdiri 20.000-40.000 ekor.

BUDIDAYA LEBAH BERDASARKAN LOKASI


Dalam penelitian(Dwi Cahyono dkk,2020) Lokasi yang disukai tawon alas
yaitu tempat terbuka dan terdapat banyak tumbuhan yang berbunga dikarenakan
pakan tawon adalah nektar, tepung sari dan air. Salah satu faktor dalam pertumbuhan
koloni tawon dan produksi madu adalah ketersediaan pakan tawon madu yang
berkelanjutan. Dalam penelitian (Naufal dkk, 2021) lokasi yang terbuka memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap pencarian makanan oleh tawon. Faktor-faktor yang
mempengaruhi termasuk ketinggian tempat, suhu udara yang terasa, intensitas cahaya
yang memancar, kelembapan udara yang terjaga, kecepatan angin yang berhembus,
dan curah hujan yang turun. Selain itu jarak antara bunga dengan sarang tawon sekitar
2 kilometer sehingga memberikan tawon ruang yang cukup untuk menjelajahi dan
mencari sumber makanan yang tepat. Faktor abiotik yang terdiri dari suhu,
kelembapan udara, curah hujan dan durasi penyinaran matahari memiliki peranan
penting dalam mengatur kehidupan dan kelangsungan tawon. Keadaan lingkungan
yang tercipta oleh faktor-faktor ini akan mempengaruhi aktivitas hidup tawon,
ketersediaan makanan yang ada di alam, serta perkembangan dan pertumbuhan
populasi tawon (Sihombing,2005).
Dalam penelitian (Khalimatus,2015) Suhu lingkungan sekitar sarang tawon

hutan berkisar 26-34 ∞C dengan kelembapan 70-80 %. Kondisi ini optimum untuk
tawon melakukan segala kegiatan. Suhu ideal yang cocok bagi tawon adalah sekitar
26 °C, pada suhu ini tawon dapat beraktivitas normal. Suhu di atas 10 ∞C tawon
masih beraktivitas. Lebah-lebah menggemari tempat yang tenang dimana mereka bisa
terlindung dari bau yang tidak sedap, asap yang mengganggu, hama dan penyakit
yang berbahaya, serta angin kencang yang menggangu aktivitas mereka. Oleh karena
itu penting untuk menempatkan kotak sarang lebah yang bijaksana. Pastikan kotak
menghadap ke timur sehingga lebah dapat dapat menikmati sinar matahari pagi yang
cukup. Selain itu pastikan kotak ditempatkan 30cm dari tanah dengan jarak kotak
yang satu dengan yang lain sekitar 1-2 meter. Dengan ini lebah-lebah akan merasa
nyaman dan aman dalam kotak sarang mereka.

Analisis Finansial Usaha


1. Apis Florea atau Trigona sp
Dalam penelitian (Risnawati dkk,2022) rincian biaya-biaya produksi dari
budidaya Apis Florea atau Trigona sp terdiri sebagai berikut:
Biaya tetap adalah biaya yang tidak habis selama satu periode produksi dan
mempengaruhi jumlah output yang dihasilkan.
Biaya variable dapat meningkat atau menurun tergantung pada tingkat
produksi yang dilakukan, seperti, seperti :
 Upah pemanen lebah dan perawatan
 Botol 1920 buah x harga 2.750
 Label 1920 x harga 1.000
 Packaging 192 buah x 1.000
 Lakban 10 buah x 11.000
 Bubble warp
 Ongkos kirim
 Transportasi (bensin)
 Biaya telpon/ bulan
Dalam penelitian (Agustini, 2010) besarnya biaya variable yang dikeluarkan
sangat dipengaruhi jumlah produksi yang dihasilkan. Oleh karena itu biaya ini
dianggap sebagai biaya yang selalu berubah sesuai dengan tingkat produksi yang ada.
No Jenis biaya Jumlah
1 Biaya Tetap:
Alat pemanen Rp.6.256000
Alat pembuatan kotak lebah Rp.2.370000
Biaya pembuatan kotak lebah 50 stup Rp.1.900000
Gaji Rp.19.200000
Pajak Rp.5.000000
Pakan lebah Rp.7.242000
Pengadaan bibit lebah Rp.20.000000
Penyusutan Rp.5.598000
Sewa rumah dan lahan Rp.8.400000

Total Rp.75.966000
2 Biaya variable :
Upah pemanen lebah dan perawatan Rp.9.600000
Botol 1920 buah x harga 2.750 Rp.5.280000
Label 1920 x harga 1.000 Rp.1.920000
Packaging 192 buah x 1.000 Rp.192000
Lakban 10 buah x 11.000 Rp.110000
Bubble warp Rp.576000
Ongkos kirim Rp.2.040000
Transportasi (bensin) Rp.432000
Biaya telpon/ bulan Rp.792000

Total Rp.20.942.000
3 Biaya produksi
Biaya tetap+biaya variable Rp.96.908.000
4 Pendapatan
Jumlah output 480 Liter x Harga jual Rp.320.000 Rp. 153.600.000

Analisis Jumlah Stup Terhadap Kelayakan Usaha Lebah Madu

TFC
BEP Produksi (liter) =
P− AVC
Keterangan :
TFC = Total Biaya Tetap (Rp)
P = Harga (Rp/liter)
AVC = Biaya Variabel Per Unit (Rp/liter)

TC
BEP Harga (Rp/liter) =
Y
Keterangan :
TC = Total Biaya (Rp)
Y = Produksi Total (liter)

Komponen Harga (Rp) BEP (Unit) BEP (Rupiah)


Total biaya tetap 75.966.000
Total biaya variable 20.942.000
Harga jual/ Liter 320.000
Harga variable/ liter 43.629
Penjualan 153.600.00
0
BEP 274,87 87.958.341

Ditemukan bahwa BEP minimal madu kelulut yang harus dicapai adalah
sebanyak 274,87 liter dari total produksi madu sebanyak 480 liter. Sementara itu nilai
minimal penjualan yang harus dicapai sebesar Rp.87.958.341 dari total penjualan
sebesar Rp.153.600.000. jika produksi madu kelulut kurang dari 274,87 liter atau
pendapatan kurang dari Rp. 87.958.341 dalam datu tahun maka dikatan mengalami
kerugian. Namun jika produksi melebihi 274,87 liter atau pendapatan melebihi
Rp.87.958.341 maka usaha ini mengalami keuntungan.
Dalam penelitian (Wardoyo dkk,2016) dengan jumlah setup 159 ditemukan
bahwa Revenue (R) yang diperoleh adakah sebesar Rp.17.940.000, sedangkan Cost
(C) yang dikeluarkan adalah sebesar Rp.14.040.490. dengan demikian, diperoleh hasil
(RCR) sebesar 1,27. Hal ini berarti setiap biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 1,00
akan memperoleh penerimaan sebesar Rp.1,27. Dengan adanya hasil ini, disimpulkan
bahwa usaha ternak lebah madu Jaya Makmur di Desa Jono Oge layak untuk
diusahakan. Dalam penelitian (Dianaekasari dkk,2018) dengan adanya 551 setup yang
telah dilakukan, hasil analisis budidaya lebah madu Trigona Sp menunjukkan nilai
NPV mencapai Rp.524.995. Selain itu Net B/C mencapai 66,97%, dan PBP terjadi
dalam waktu 2tahun 9 bulan. Dari hasil ini disimpulkan budidaya lebah Trigona Sp ini
layak untuk dilanjutkan. Dalam penelitian (Kusmawati,2018) dari analisis yang
dilakukan, ditemukan bahwa BCR 1.49. angka ini bahwa menunjukkan bahwa
pengelolaan peternakan lebah madu di Kabupaten Lombok Utara memiliki potensi
dikembangkan. dengan kata lain usaha ini memiliki prospek yang menjanjikan dan
dapat memberikan keuntungan yang menggiurkan.
Dalam penelitian (Rahmayanti dkk, 2020) Rata-rata produksi yang dihasilkan
dari usaha budidaya lebah madu Trigona sp di Kecamatan Bayan Lombok Utara
mencapai 0,16 liter/stup atau 7,625 liter/proses produksi atau 15,25 liter/tahun,
dengan total produksi sebanyak 47 stup. Jika dihitung dengan harga satu liter madu
sebesar Rp.225.000, maka nilai produksi yang diperoleh mencapai Rp.36.503/stup
atau Rp.1.715.625/proses produksi atau Rp.3.431.250/tahun. Setelah dikurangi
dengan biaya produksi sebesar Rp.5.270/stup atau Rp.247.668/proses produksi atau
Rp.495.336/tahun, pendapatan yang diperoleh mencapai Rp.31.233/stup atau
Rp.1.467.957/proses produksi atau Rp.2.935.914/tahun. Dengan nilai R/C ratio
sebesar 6,93, artinya setiap penggunaan input sebesar Rp 1 akan menghasilkan
penerimaan sebesar Rp.6,93. Oleh karena itu, usaha ini layak untuk dikembangkan
berdasarkan biaya yang dikeluarkan dan penerimaan yang diperoleh.
2. Apis Melifera
Dalam penelitian (Fatriani dkk,2014) rincian biaya-biaya produksi dari
budidaya Apis Melifera terdiri sebagai berikut:
Biaya tetap ialah biaya yang tidak habis selama satu periode produksi dan
mempengaruhi jumlah output yang dihasilkan, seperti : Penyusutan sarana dan
prasarana, pembutan stup 214 buah, pemeras madu 2
Biaya variable dapat meningkat atau menurun tergantung pada tingkat
produksi yang dilakukan, seperti : Biaya pemeliharaan kotak lebah,botol, tutup
botol,stiker dus,corong,gayung,ember, upah kemasan
No Jenis biaya Jumlah
1 Biaya Tetap
Penyusutan sarana dan prasarana Rp.10.800.000
Pembutan stup 214 buah Rp.30.709.000
Pemeras madu 2 Rp.9.000.000

Total Rp.50.509.000
2 Biaya variable
Biaya pemeliharaan kotak lebah
Kemasan Rp.32.100.000
Botol Rp.15.408.000
Tutup botol Rp.3.852.000
Stiker Rp.7.704.000
Dus Rp.642.000
Corong Rp.50.000
Gayung Rp.100.000
Ember Rp.500.000
Upah kemasan Rp.3.852.000

Total Rp.64.208.000
3 Biaya produksi
Biaya tetap+biaya variable Rp.114.717.000
4 Pendapatan Harga jual x produksi madu selama 1 tahunRp.75.000
x 7.704 botol

Total Rp.577.800.000
Analisis Jumlah Stup Terhadap Kelayakan Usaha Lebah Madu
biayatetap
BEP dalam Penjualan = −biaya variable
1 penjualan ¿
¿

Keterangan :
Total biaya tetap = Rp. 50.509.000
Penjualan = Rp. 577.800.000
Biaya variabel = Rp. 64.208.000

BEP = Rp.56.823.000

biayatetap
BEP dalam Unit = biaya variable
harga jual produksi per unit jumlah unit yang terjual ¿
¿
Keterangan :
Total biaya tetap = Rp. 50.509.000
Harga jual per unit = Rp. 75.000
Biaya variabel = Rp. 64.208.000
Jumlah yang terjual = 7704

BEP = 757,65 botol

Dalam hasil analisis Break Even Point, terlihat titiknya berada pada tingkat
produksi sebanyak 757,75 botol madu. Yang artinya apabila produksi madu kurang
dari 757,75 botol maka usaha tersebut mengalami kerugian. Sedangkan produ ksi
melebihi 757,75 botol maka usaha tersebut mengalami keuntungan.
Dalam penelitian (Enny,2022) yang dilakukan di CV. Madu Kuok Apis
Mellifera dengan jumlah 150 setup mendapatkan R/C 1,25 maka budidaya lebah
madu yang dilakukan secara ekonomi menguntungkan. Dalam penelitian
(Edmond,2014) dengan jumlah 108 setup menunjukkan bahwa secara usaha lebah
madu yang dilakukan di Pusat perlebahan Halmahera, Desa Linaino, Provinsi Maluku
Utara memiliki potensi yang layak untuk dijalankan. Hal ini dilihat dari hasil Net
Present Value yang mencapai nilai positif (Rp.57.659.816,77), Internal Rate of
Return sebesar 50,5%, Net Benefit/Cost sebesar 2.34, dan Break Even Point setelah 2
tahun 1 bulan 28 hari. Data ini menunjukkan prospek yang menguntungkan dan dapat
memberikan keuntungan finansial yang baik bagi para pelaku usaha.
(Adalina,2008) dalam penelitian yang dilakukan di kabupaten Bogor, kami
menemukan bahwa pengusahaan lebah madu Apis mellifera menghasilkan rata-rata
produksi madu sebesar 14,38-30,62 kg/koloni/tahun. Harga pokok produksi madu
berkisar antara Rp.7.790-Rp 20.500 per kg madu, sementara harga penjualan madu
adalah Rp.8.040,-Rp 25.600,-/kg madu. Namun, harga penjualan madu juga dapat
mencapai Rp.13.500-Rp.33.000 per kg madu. Dalam titik impas atau break event
point (BEP), jumlah madu yang dihasilkan sebesar 1.230-6.459 kg. Dalam konversi
ke dalam jumlah setup, jumlah ini sebesar 84-240. Oleh karena itu, usaha ini layak
diusahakan karena produksinya melebihi titik impas.
3. Apis Cerana
Dalam penelitian (Naufal dkk,2021) rincian biaya-biaya produksi budidaya
lebah Apis Cerana di Desa Wringinanom.
Biaya tetap ialah biaya yang tidak habis selama satu periode produksi dan
mempengaruhi jumlah output yang dihasilkan, seperti: pembelian mesin ekstraktor,
gaji tenaga kerja, pembelian 10 stup/ kotak tawon madu.
Biaya variable dapat meningkat atau menurun tergantung pada tingkat
produksi yang dilakukan, seperti: pembelian botol madu, pembuatan label stiker,
pengadaan plastik label, pembeliaan alat pendukung, biaya tak terduga.
No Jenis biaya Jumlah
1 Biaya Tetap
Pembelian mesin ekstraktor Rp.2.250000
Gaji tenaga kerja Rp.12.000000
Pembelian 10 stup/kotak tawon madu Rp.6.000000

Total Rp. 20.250000


2 Biaya variable
Pembelian botol madu Rp.1.800000
Pembuatan label stiker Rp.500000
Pengadaan plastik label Rp.300000
Pembelian alat pendukung Rp.300000
Biaya tak terduga Rp.500000

Total Rp. 3.400.000


3 Biaya produksi
Biaya tetap+biaya variable Rp. 23.650.000
4 Penerimaan
Harga jual 1200 botol x dengan harga madu Rp.350.000 Rp.420.000.000

Total Rp.420.000.000
5 Pendapatan
Penerimaan dari hasil Produksi x Harga jual Rp.396.350.000 /thn
Hasil pendapatan: 12 bulan Rp.33.029.166/ bln

Analisis Jumlah Stup Terhadap Kelayakan Usaha Lebah Madu


Menurut (Fatriani dkk,2014) Break Event Point digunakan sebagai alat
menganalisis titik dimana suatu usaha tidak menghasilkan keuntungan maupun
kerugian.
Total Biaya Produksi
BEP-Rupiah =
Jumlah Produksi
23.650.000
BEP-Rupiah = = 19.708 / botol
1.200
20.250.000
BEP Unit = = 57 Unit Produk
350.0000
Menurut (Naufal dkk,2021)dalam konteks nilai B/C, rasio ini digunakan
sebagai alat untuk menentukan apakah suatu usaha atau proyek layak untuk
dilanjutkan atau tidak. Jika B/C Ratio lebih besar dari 1, artinya manfaat yang
dihasilkan lebih besar daripada biaya yang dikeluarkan. Dalam hal ini, usaha atau
proyek tersebut dianggap menguntungkan dan sebaiknya diteruskan.
B/C Ratio = Pendapatan : Biaya Produksi
B/C Ratio = 33.029.166 : 23.650.000 = 1,4
Jadi usaha tersebut layak dan dapat dilanjutkan.
Dalam penelitian (Kurnia dkk,2013) Di dusun Sidomukti Desa Buana,
Kabupaten Lampung Timur, terdapat 75 setup dan 60 glodok untuk usaha budidaya
lebah madu. Berdasarkan analisis umur ekonomis, terbukti bahwa menggunakan setup
akan lebih menguntungkan secara finansial. Dalam dua tahun, usaha budidaya lebah
madu dengan setup memiliki nilai R/C Ratio sebesar 1,616, yang berarti mencapai
titik impas. Jumlah produksi yang dapat dihasilkan adalah sebesar 75 setup, dengan
nilai harga per unit sebesar Rp.174.807,94. Namun, berbeda halnya dengan
penggunaan glodok yang memiliki nilai R/C Ratio yang lebih rendah, yaitu 0,869.
Untuk mencapai BEP, diperlukan 60 unit glodok dengan biaya perunit sebesar Rp
55.696,20. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa usaha budidaya lebah madu
menggunakan setup lebih menguntungkan dari segi finansial daripada menggunakan
glodok. Oleh karena itu, penggunaan glodok kurang layak secara finansial. Dalam
penelitian (Sari dkk,2020) dengan melibatkan 17 setup memperoleh nilai B/CR
(Benefit/Cost Ratio) 2,85 dan 1,21 suatau usaha dikatakan Layak apabila untuk
dilakukan jika memiliki nilai B/CR >1. Hal ini menunjukkan bahwa usaha usaha yang
diteliti dalam penelitian ini memiliki B/CR yang melebihi batas minimum yang
ditetapkan, sehingga dapat dikatakan bahwa usaha- usaha tersebut layak untuk
dilakuakan.
Dalam penelitian (Dewi,2018) dengan jumlah setup 20 buah ditemukan bahwa
untuk budidaya lebah madu “Mekar Sari”, Break Event Point yang diperoleh adalah
sebesar 71,31 kg. unuk mencapai titik impas, peternak minimal harus mempersiapkan
17 hingga 18 koloni. Nilai ini menunjukkan jumlah madu yang diperlukan agar usaha
tersebut titik impas. Jika usaha lebah madu ini hanya menghasilkan output sebanyak
71,31 kg, maka tidak ada kerugian ataupun tidak akan memperoleh keuntungan yang
diperoleh. hasil penelitian menunjukkan bahwa peternak madu dapat menghasilkan
800 kg/tahun, usaha ini layak untuk dikembangkan.

Kesimpulan
Jumlah setup pada Trigona sp 47-159 buah, Apis Melifera 84-240 dan Apis
Cerana 10-20 telah memberikan keuntungan yang berarti usaha tersebut layak untuk
dijalankan dan dikembangkan. Hal ini terbukti melalui analisis finansial yang meliputi
B/C (Benefit Cost Ratio) serta BEP (Break Event Point). Biaya variabel memiliki
pengaruh secara signifikan terhadap pendapatan yang diperoleh oleh peternak. Untuk
mencapai kondisi BEP yang dipengaruhi oleh besarnya biaya tetap, semakin besar
jumlah biaya tetap maka semakin banyak pula penjualan produk yang diperlukan
untuk menutupi biaya tetap tersebut.

Anda mungkin juga menyukai