100% menganggap dokumen ini bermanfaat (6 suara)
673 tayangan4 halaman

PSE - Topik 3 - Belajar Dari Kisah Inspiratif Ibu Umbi

Diunggah oleh

Smkbhaktipraja
Hak Cipta
© © All Rights Reserved
Kami menangani hak cipta konten dengan serius. Jika Anda merasa konten ini milik Anda, ajukan klaim di sini.
Format Tersedia
Unduh sebagai PDF, TXT atau baca online di Scribd
100% menganggap dokumen ini bermanfaat (6 suara)
673 tayangan4 halaman

PSE - Topik 3 - Belajar Dari Kisah Inspiratif Ibu Umbi

Diunggah oleh

Smkbhaktipraja
Hak Cipta
© © All Rights Reserved
Kami menangani hak cipta konten dengan serius. Jika Anda merasa konten ini milik Anda, ajukan klaim di sini.
Format Tersedia
Unduh sebagai PDF, TXT atau baca online di Scribd
Anda di halaman 1/ 4

Belajar dari kisah inspiratif

Sekarang, kami ingin Bapak/Ibu untuk membaca sebuah cerita tentang seorang
guru di bawah ini. Analisislah cerita tersebut dan identifikasilah bagaimana guru
tersebut berupaya meningkatkan keterampilan sosial emosionalnya melalui
proses belajar, berkolaborasi, dan menjadi teladan dalam keterampilan sosial
emosional.

Kisah Ibu Umbi

Bu Umbi adalah seorang guru SD yang mengajar di kelas 6. Bu Umbi melihat


banyak sekali berita di televisi yang menyatakan tentang banyaknya anak-anak
yang tawuran, anak-anak yang mengalami stres, perundingan yang terjadi di
berbagai tempat, dan sebagainya. Semua hal tersebut membuatnya sangat
prihatin. Meskipun sejauh ini, di kelasnya belum sampai ada peserta didik yang
mengalami atau melakukan hal-hal di atas, namun beliau menyadari bahwa
pembelajaran di sekolah sesungguhnya tidak boleh hanya soal pembelajaran
akademik. Sangat penting bagi guru untuk mengajarkan keterampilan
sosial-emosional kepada peserta didiknya. Itulah sebabnya Bu Umbi
memutuskan untuk mencari tahu lebih banyak tentang bagaimana dia dapat
mengajarkan dan mengembangkan keterampilan sosial-emosional ini.

Bu Umbi kemudian membaca buku-buku yang berhubungan dengan


keterampilan sosial emosional ini secara mandiri. Ia juga mengakses
video-video di Platform Merdeka Mengajar untuk mencari tahu lebih banyak
lagi soal pembelajaran sosial emosional ini. Melalui proses pembelajaran yang
dilakukannya, ia menemukan bahwa pembelajaran sosial-emosional
sesungguhnya adalah pembelajaran yang harus dilakukan oleh semua pihak
yang terlibat di sekolah dan dalam kehidupan anak. Pembelajaran sosial
emosional bukan hanya guru yang mengajarkan keterampilan sosial-emosional
kepada peserta didiknya saja, namun guru juga harus belajar mengembangkan

Pembelajaran Sosial Emosional


keterampilan sosial-emosionalnya sendiri agar dapat mencontohkan
keterampilan sosial-emosionalnya kepada peserta didiknya. Dengan
pemahaman itu, Bu Umbi memutuskan untuk mencoba menerapkan dan
melatih keterampilan sosial emosional dengan memulai dari dirinya sendiri
terlebih dahulu. Bu Umbi berusaha mempelajari dan mencoba berbagai
teknik-teknik sederhana yang dapat diaplikasikan dalam kehidupannya
sehari-hari. Misalnya, Bu Umbi belajar bagaimana melakukan teknik STOP
untuk mengelola perasaannya agar ia bisa menavigasi rasa kecewa ketika dia
mengetahui bahwa apa yang direncanakan tidak sesuai dengan harapannya,
atau rasa marah saat dia mengetahui peserta didiknya tidak melakukan apa
yang dia instruksikan.

Bu Umbi sadar bahwa ternyata ada banyak hal yang perlu ia pelajari dan
lakukan untuk mengintegrasikan keterampilan sosial emosional dalam
kehidupan sehari-harinya. Maka, ia memulai untuk meluangkan waktu di
tengah hari untuk sekedar membiasakan diri mengambil nafas, mengambil
jeda, sehingga memudahkannya berpikir dengan lebih jernih. Ia bahkan
berusaha memilih kata yang akan digunakannya saat merespon orang lain
sehingga memberikan dampak yang lebih baik. Ia terus berusaha menjalin
hubungan lebih dekat dengan peserta didiknya dengan berusaha mencari tahu
dan memahami keadaan peserta didiknya. Melalui proses ini, Bu Umbi menjadi
semakin baik dalam memperhatikan kebutuhan peserta didiknya. Bu Umi juga
belajar untuk lebih empati terhadap lingkungan sekitarnya. Ia berlatih
menggunakan 3 pertanyaan empatik saat berinteraksi dengan orang lain.
Ketika berinteraksi dengan koleganya, Bu Umbi juga berusaha untuk
mengaplikasikan keterampilan sosial-emosional yang dipelajarinya. Ia belajar
agar saat menghadapi situasi yang tidak nyaman dalam interaksi bersama
rekan kerjanya, ia dapat tetap tenang dan memilih respon yang lebih positif
dengan mereka. Misalnya, pada suatu kesempatan, ia menerapkan strategi,

Pembelajaran Sosial Emosional


i-message, untuk mengungkapkan ketidaksetujuannya terhadap suatu hal
yang dikatakan rekan kerjanya.

Dari pengalaman tersebut, Bu Umbi pun sampai pada pemikiran bahwa ia


perlu juga membangun kesadaran teman-temannya akan pentingnya
mengaplikasikan keterampilan sosial-emosional baik sebagai individu maupun
sebagai pendidik. Ia ingin rekan-rekan sejawatnya juga menyadari pentingnya
keterampilan sosial emosional. Oleh karena itu mencoba bertemu Kepala
Sekolah untuk menyampaikan keresahannya ini. Bu Umbi meminta izin untuk
membicarakan perihal pentingnya keterampilan sosial-emosional ini. Ia lalu
memohon sedikit waktu agar dirinya diperkenankan memimpin sesi latihan
atau praktik mindfulness sederhana yang dapat membantu guru-guru lebih
fokus dalam sesi rapat kerja besok. Dari obrolan informal yang dibawakan Bu
Umbi, Kepala Sekolah dapat memahami pentingnya keterampilan untuk fokus
dalam era modern yang serba cepat ini. Kepala Sekolah pun merasakan
ketulusan Bu Umbi dan akhirnya memberikan izin.

Pada keesokan harinya, saat rapat Bu Umbi pun menjalankan rencananya. Ia


mengajak rekan-rekannya melakukan teknik STOP (salah satu teknik jeda
untuk melatih fokus) sebelum rapat dimulai dan kemudian menjelaskan
bagaimana teknik tersebut bekerja mempengaruhi sistem fisiologis yang alami
terjadi dalam diri manusia. Bu Umbi pun menjelaskan bahwa latihan fokus
tersebut adalah salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengembangkan
salah satu keterampilan sosial emosional, yaitu pengelolaan diri. Bu Umbi
berbagi bagaimana latihan ini membantu bu Umbi dalam melatih fokusnya
selama ini.

Rekan-rekan Bu Umbi menunjukkan respon yang berbeda-beda. Ada yang


tertarik dan bertanya lebih lanjut, namun ada pula yang kurang tertarik dan

Pembelajaran Sosial Emosional


menganggap kegiatan tersebut hanya akan membuang waktu. Namun
demikian, Bu Umbi tidak patah semangat. Ia terus menyuarakan pentingnya
mengembangkan keterampilan sosial emosional ini. Bu Umbi berbagi berbagai
bacaan yang ia dapat kepada rekan-rekannya melalui grup Whatsapp. Ia juga
mengajak rekan-rekannya yang tertarik untuk mempelajari lebih lanjut soal
pembelajaran sosial emosional ini untuk bergabung dalam kelompok diskusi
yang bertemu secara rutin untuk belajar bersama-sama.

Karena Bu Umbi juga secara berkesadaran mencoba mempraktikkan


keterampilan sosial emosional ini dalam kehidupannya sehari-hari, rekan-rekan
kerja Bu Umbi juga merasakan bahwa Bu Umbi juga adalah orang yang sangat
menyenangkan, tulus, dan positif. Karena hubungan sosial Bu Umbi cukup
bagus, sehingga ketika Bu Umbi mengajak rekan-rekannya, banyak yang
akhirnya bersedia belajar bersama. Makin lama makin banyak rekan-rekan
guru di sekolah Bu Umbi yang tertarik untuk belajar lebih lanjut. (ODK)

Pembelajaran Sosial Emosional

Anda mungkin juga menyukai