RINGKASAN ARTIKEL
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Tata Guna Biologi
Dosen pengampu:
Prof. Sunardi, S.Si., M.Si., Ph.D
Disusun oleh:
Nafisa Nada Nabila
140410220030
Kelas B
PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2024
Hutan mangrove adalah satu-satunya halofit berkayu yang hidup di air asin di sepanjang
garis pantai subtropis dan tropis dunia, biasanya tidak memiliki tumbuhan bawah dan dibatasi
oleh suhu, tetapi pada skala lokal dan regional, variasi curah hujan, pasang surut, gelombang,
dan aliran sungai mempengaruhi luasan dan biomassanya. Perkembangan hutan bakau terjadi di
tempat yang memiliki topografi horizontal, karena hal itulah respons bakau terhadap perubahan
lingkungan sering menunjukkan perubahan kondisi di pesisir. Hutan mangrove merupakan
sumberdaya ekologi dan ekonomi yang berharga menyediakan layanan ekosistem seperti bahan
pangan, bahan bakar, dan elemen lainnya. Sangat disayangkan, dari banyaknya manfaat yang
dimiliki oleh mangrove sekitar 50% hutan mangrove di dunia telah hilang dalam kurun waktu 50
tahun kebelakang. Penyebab utama dari kerusakan in adalah pembangunan perkotaan,
pertambangan, dan eksploitasi kayu, ikan, dan krustasea secara tidak terkendali.
Cara untuk menentukan produksi primer hutan adalah dengan mengukur akumulasi
biomassa di atas permukaan tanah ditambah serasah. Pada hutan bakau, laju rata-rata produksi
primer di atas permukaan tanah adalah 11,1 t DW ha-1 tahun-1. Ukuran dan usia mangrove
bervariasi sehingga, tingkat produksi dan keseimbangan antar produksi karbon juga memiliki
variasi. Berbagai macam mikroba autrofik dan miksotrofik, mikro dan makroalga mendiami
permukaan tanah sebagai epifit pada pohon. Beberapa bukti menunjukkan bahwa mereka dapat
memainkan peran penting dalam siklus karbon dan nitrogen tanah. Inventarisasi karbon dari
sejumlah ekosistem mangrove menunjukkan bahwa biomassa di atas dan bawah tanah meningkat
dan rasio di bawah dan diatas tanah menurun seiring bertambahnya umur tegakkan. Penilaian
karbon di berbagai domain hutan menemukan bahwa hutan baku di seluruh indo-pasifik menjadi
salah satu hutan paling kaya karbon di daerah tropis dengan kandungan rata-rata 1023 tC ha-1
dibandingkan dengan hutan boreal yang memeiliki iklim sedang.
Hutan bakau cenderung mengakumulasikan karbon relatif lebih cepat karena karbon
bawah tanah tersimpan di akar yang telah mati bukan akar yang masih hidup. Keberadaan
kumpulan akar mati dapat berfungsi sebagai mekanisme konservasi nutrisi , kumpulan besar
biomassa akan hidup dan mati di bawah tanah yang bercampur dengan tanah yang subur.
Mangrove dapat mengakumulasi sedimen dan elemen partikulat terkait karena letaknya yang
berada di perbatasan antara daratan dan lautan. Sedimen yang tidak terkonsolidasi terakumulasi
dengan pergerakan zona kekeruhan maksimum sehingga mangrove menangkap lempung dan
partikel organik secara aktif. Meskipun mangrove menghimpun karbon dalam biomassa pohon,
tetapi sebagian besar karbonnya hilang dalam jangka pendek dan menengah karena ulah
manusia. Laju akresi tanah di hutan mangrove rata-rata 5 mm/ tahun-1. Genangan pasang surut
yang lebih kecil menunjukkan bahwa lebih sedikit partikel sedimen yang masuk, hutan yang
letaknya di daerah pasang surut tinggi akan mengalami lebih sedikit pertambahan tanah.
Menurut Alongi, sebagian besar hutan mangrove mengikuti laju kenaikan muka air laut lokal.
Hutan bakau menyumbang 3% karbon yang diserap oleh hutan tropis dunia, hilangnya
hutan bakau akibat aktivitas manusia dapat mengakibatkan laju emisi grk yang lebih cepat.
Kontribusi hutan bakau terhadap penyerapan karbon hutan mungkin memang kecil kan tetapi,
kontribusi terhadap penimbunan karbon lautan pesisir lebih besar yaitu sekitar 14%. Saat ini
mangrove sedang dikembangkan menjadi komponen penting strategi perubahan iklim seperti
REDD+ dan Blue carbon. Pengukuran dan pemetaan variasi spasial dan temporal stok karbon
mungkin dapat menentukan indikator yang bisa digunakan untuk memperkirakan stok karbon
dengan cepat. Foto udara mungkin dapat membantu dalam restorasi dan identifikasi perubahan
lahan. Skema apapun yang digunakan, haruslah tetap mempertimbangkan predik perubahan
iklim masa mendatang. Skema yang harus diprioritaskan adalah REDD+ yang mengutamakan
hutan tua arena cadangan mangrove meningkat seiring dengan bertambahnya usia tegakan,
berbagai kemungkinan dan ketidakpastian juga harus menjadi bahan pertimbangan agar skema
yang dijalani dapat mendi pengelolaan yang berkelanjutan