0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
4 tayangan22 halaman

Bab 1-2

Dokumen ini membahas tentang peran dan tanggung jawab Apoteker dalam pelayanan kefarmasian di Apotek sesuai dengan peraturan yang berlaku di Indonesia. Program Studi Profesi Apoteker Universitas Garut menyelenggarakan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan calon Apoteker. Selain itu, dijelaskan juga mengenai persyaratan, tugas, fungsi, dan proses perizinan pendirian Apotek.

Diunggah oleh

lia nuramalia
Hak Cipta
© © All Rights Reserved
Kami menangani hak cipta konten dengan serius. Jika Anda merasa konten ini milik Anda, ajukan klaim di sini.
Format Tersedia
Unduh sebagai DOCX, PDF, TXT atau baca online di Scribd
0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
4 tayangan22 halaman

Bab 1-2

Dokumen ini membahas tentang peran dan tanggung jawab Apoteker dalam pelayanan kefarmasian di Apotek sesuai dengan peraturan yang berlaku di Indonesia. Program Studi Profesi Apoteker Universitas Garut menyelenggarakan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan calon Apoteker. Selain itu, dijelaskan juga mengenai persyaratan, tugas, fungsi, dan proses perizinan pendirian Apotek.

Diunggah oleh

lia nuramalia
Hak Cipta
© © All Rights Reserved
Kami menangani hak cipta konten dengan serius. Jika Anda merasa konten ini milik Anda, ajukan klaim di sini.
Format Tersedia
Unduh sebagai DOCX, PDF, TXT atau baca online di Scribd
Anda di halaman 1/ 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 9 Tahun 2017

tentang Apotek, Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian yang pekerjaan kefarmasian

dilakukan oleh Apoteker. Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian

mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau

penyaluran obat, pengololaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi

obat, serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional. Apoteker memiliki peran

untuk memberikan pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan

dengan sediaan farmasi dengan maksud untuk mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan

kualitas hidup pasien.

Apoteker merupakan sarjana farmasi yang telah lulus pendidikan profesi dan telah

mengucapkan sumpah berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku dan berhak

melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai Apoteker. Apoteker sebagai salah

satu tenaga kesehatan dalam bidang kefarmasian yang berhubungan langsung dengan

masyarakat, dituntut untuk dapat melakukan pelayanan kefarmasian terbaik pada masyarakat

agar masyarakat mampu untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup

sehat sehingga akan terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya sebagai investasi

bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomi.

Pelayanan kefarmasian semakin berkembang. Pada saat ini pelayanan kefarmasian

bergeser orientasinya dari drug oriented ke patient oriented yang mengacu kepada

1
Pharmaceutical care. Sebagai konsekuensi perubahan tersebut, perlu dilakukan penerapan

asuhan kefarmasian yang baik atau GPP (Good Pharmaceutical Practice) di Apotek yang

telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 73/Menkes/SK/IX/2016 tentang

Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek untuk melindungi masyarakat dari pelayanan

yang tidak profesional serta melindungi profesi dalam menjalankan praktek.

Sebagai bentuk dukungan dan peran instansi pendidikan untuk mencetak

profesionalitas tenaga kesehatan maka Program Studi Profesi Apoteker Universitas Garut

mengadakan kegiatan PKPA (Praktek Kerja Profesi Apoteker) dijadikan sebagai bentuk

pendidikan dan latihan bagi calon Apoteker agar dapat memahami dan mengerti peran dan

tanggung jawab Apoteker di Apotek serta mengetahui segala kegiatan di Apotek. Untuk

mencapai hal tersebut, maka Program Studi Profesi Apoteker fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam, Universitas Garut sebagai Institusi Pendidikan bekerja sama dengan

Apotek Darmawan untuk menyelenggarakan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) bagi

calon Apoteker untuk siap menjadi Apoteker yang profesional, legal, dan beretika.

1.2 TUJUAN PKPA

Tujuan dari PKPA yang diselenggarakan oleh Program Studi Profesi Apoteker

Universitas Garut adalah:

1. Meningkatkan pemahaman kepada calon Apoteker terkait fungsi serta tanggung

jawab dalam pelayanan kefarmasian di Apotek.

2. Meningkatkan wawasan, pengetahuan, keterampilan dan pengalaman dalam

pelayanan kefarmasian di Apotek.

3. Mempersiapkan calon Apoteker dalam memasuki dunia kerja sebagai tenaga


2
farmasi yang profesional.

1.3 WAKTU PELAKSANAAN

Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) dilaksanakan pada tanggal 01 Juni – 27 juni

2025, di Apotek Darmawan yang berlokasi di kawasan Jl. Ahmad Yani Timur No. 05

Bunderan Suci Garut. Pembagian waktu PKPA di Apotek Darmawan dibagi menjadi 2

shift yaitu Pagi: 08.00 – 15.00 WIB dan Siang: 15.00 – 22.00 WIB.

3
BAB II

TINJAUAN UMUM

2.1 PENGERTIAN APOTEK

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 73 Tahun 2016

tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, definisi Apotek adalah sebagai sarana

pelayanan kefarmasian di mana Apoteker melakukan praktik kefarmasian. Hal ini berarti

Apotek tidak hanya merupakan tempat untuk mendapatkan obat, tetapi juga sebagai pusat

pelayanan kefarmasian yang menyediakan berbagai layanan terkait pengelolaan obat dan

informasi obat kepada pasien.

Selain itu, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 9 Tahun 2017 tentang

Apotek juga mengonfirmasi bahwa Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian di mana

Apoteker melakukan praktik kefarmasian. Hal ini menegaskan bahwa fungsi utama Apotek

adalah sebagai tempat di mana Apoteker bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan

kefarmasian kepada masyarakat.

Dalam konteks Peraturan Pemerintah RI No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan

Kefarmasian, Apotek dijelaskan sebagai sarana pelayanan kefarmasian di mana dilakukan

pekerjaan kefarmasian oleh Apoteker. Pekerjaan kefarmasian mencakup berbagai aspek

mulai dari pengadaan, penyimpanan, distribusi obat, pelayanan obat atas resep dokter, hingga

pelayanan informasi obat kepada pasien.

Secara keseluruhan, Apotek tidak hanya berfungsi sebagai tempat untuk memperoleh

obat, tetapi juga sebagai lembaga pelayanan kesehatan yang memiliki peran penting dalam
4
memastikan keamanan, efektivitas, dan ketersediaan obat yang dibutuhkan oleh masyarakat.

Peran Apoteker dalam Apotek sangat sentral dalam memberikan layanan kefarmasian yang

optimal untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.

2.2 PERSYARATAN APOTEK

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 9 Tahun 2017 Tentang Apotek,

menjelaskan bahwa Apoteker dapat mendirikan Apotek dengan modal sendiri dan atau modal

dari pemilik modal baik perorangan maupun perusahaan dan juga Apoteker yang mendirikan

Apotek bekerjasama dengan pemilik modal maka pekerjaan kefarmasian harus tetap

dilakukan sepenuhnya oleh Apoteker yang bersangkutan. Pendirian Apotek harus memenuhi

persyaratan, yaitu:

1. Lokasi

Pemerintah daerah Kabupaten/ Kota dapat mengatur persebaran Apotek di

wilayahnya dengan memperhatikan akses masyarakat dalam mendapatkan pelayanan

kefarmasian.

2. Bangunan

Bangunan Apotek harus memiliki fungsi keamanan, kenyamanan, dan kemudahan

dalam pemberian pelayanan kepada pasien serta perlindungan dan keselamatan bagi

semua orang termasuk penyandang cacat, anak-anak, dan orang lanjut usia. Bangunan

Apotek harus bersifat permanen dan juga dapat menjadi bagian dari pusat perbelanjaan,

apartemen, rumah toko, rumah, kantor, rumah susun, dan bangunan yang sejenis.

5
3. Sarana, Prasarana dan Peralatan

Bangunan Apotek paling sedikit memiliki sarana ruang yang berfungsi:

 Penerimaan resep.

 Pelayanan resep dan peracikan.

 Penyerahan sediaan farmasi dan alat kesehatan.

 Konseling

 Penyimpanan sediaan farmasi dan alat kesehatan.

 Arsip.

Prasarana Apotek paling sedikit terdiri atas:

 Instalasi air bersih.

 Instalasi listrik.

 Sistem tata udara.

 Sistem proteksi kebakaran

Peralatan Apotek meliputi semua peralatan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan

pelayanan kefarmasian. Peralatan meliputi rak obat, alat peracikan, bahan pengemas obat,

lemari pendingin, meja, kursi, komputer, sistem pencatatan mutasi obat, formulir catatan

pengobatan pasien dan peralatan lain sesuai kebutuhan. Formulir catatan pasien

merupakan catatan mengenai riwayat penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan atas

permintaan tenaga medis dan catatan pelayanan Apoteker yang diberikan kepada pasien.

4. Ketenagaan Apoteker pemegang SIA (Surat Izin Apotek) dalam menyelenggarakan

Apotek dapat dibantu oleh Apoteker Iain. Tenaga Teknis Kefarmasian dan tenaga

6
administasi. Tenaga Teknis Kefarmasian wajib memiliki surat izin praktik sesuai

dengan ketentuan peraturan pcrundang-undangan.

2.3 TUGAS DAN FUNGSI APOTEK

Menurut Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009, tugas dan fungsi Apotek adalah

sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker.

Pelaksanaan pekerjaan kefarmasian meliputi:

a) Pekerjaan kefarmasian dalam pengadaan sediaan farmasi.

b) Pekerjaan kefarmasian dalam produksi sediaan farmasi.

c) Pekerjaan kefarmasian dalam distribusi atau penyaluran sediaan farmasi.

d) Pekerjaan farrnasi dalam pelayanan sediaan farmasi. Apotek dalam lingkungan

kesehatan yang berkewajiban untuk menyediakan dan menyalurkan obat-obatan serta

perbekalan farmasi yang dibutuhkan oleh masyarakat juga dapat membantu

pemerintah dalam menyediakan obat secara merata dengan harga yang teiangkau

terutama bagi masyarakan dengan ekonomi rendah.

2.4 PERIZINAN APOTEK

Izin pendirian apotek dilakukan berdasarkan sistem online single submission- risk

based approch (OSS RBA), yaitu pelayanann perizinan berusaha terintegrasi seacara

elektronik. Berdasarkan permenkes No. 26 tahun 2018 tentang pelayanan perizinan

berusaha terintegrasi secara elektronik. Mekanisme mendirikan apotek diantaranya :

7
a. Pemohon mengajukan berkas permohonan, antara lain:

 Mengisi formulir permohonan.

 Fotokopi KTP pemilik / penanggung jawab / direktur utama perusahaan.

 Fotokopi akta notaris pendirian perusahaan (bila ada), fotokopi sertifikat lain fungsi

bangunan.

 Fotokopi STRA, SIPA, denah bangunan dan daftar sarana prasarana.

 BAP (Berita Acara Pemeriksaan) dari Dinas Kesehatan, mengisi surat- surat

pernyataan yang telah disediakan.

 Nomor Induk Berusaha (NIB).

b. Berkas pemohon yang telah lengkap selanjutnya dilakukan validasi dan meminta

penimbangan teknis ke Dinas Kesehatan. Setelah penimbangan teknis terbit dan

diterima oleh DPMPT (Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Satu Pintu) diajukam

draf izin.

c. DPMPT melakukan verifikasi kesesuaian komitmen dengan peraturan perundang-

undangan.

d. Tim teknis DPMPT melakukan survei tempat lokasi (jika diperlukan).

e. DPMPT memberi persetujuan pemenuhan komitmen/penolakan komitmen tidak

terpenuhi melalui OSS.

f. Permohonan menerima notifikasi pemenuhan komitmen dari OSS

8
Setiap pendirian apotek wajib memiliki izin dari Menteri dan melimpahkan

kewenangan kepada pemerintah daerah Kabupaten/Kota. Izin yang dimaksud berupa Surat

Izin Apotek (SIA). Surat Izin Apotek ini berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang

selama memenuhi persyaratan (Permenkes RI No. 9, 2017).

Untuk memperoleh Surat Izin Apotek (SIA), berdasarkan Permenkes RI No 14, 2021

dilakukan secara online melalui OSS RBA (Online Single Submission Risk Base

Approach). Berikut adalah alur pengurusan SIA dengan menggunakan sistem OSS RBA :

1. Membuat Akun OSS RBA

Dengan mengakses https://oss.go.id/panduan, jika PSA dan Apotekernya adalah

orang yang sama, maka pengajuan bisa secara perorangan (PT. Perorangan). Namun jika

PSA dan Apotekernya adalah orang yang berbeda, maka pengajuannya harus dalam bentuk

badan hukum seperti (PT, Yayasan, ataupun koperasi). Syarat yang harus dipenuhi untuk

pengajuan diantaranya :

 Syarat administrasi, meliputi surat permohonan, SPPL (Surat Surat Pernyataan

Pengelola Lingkungan) jika perlu, Surat Pernyataan SIPNAP (Sistem Pelaporan

Narkotika dan Psikotropika), dan NPWP.

 Lokasi, meliputi info geotag, informasi mengenai lokasi apotek, dan surat pernyataan

tidak berada di lingkungan Rumah Sakit

 Bangunan, meliputi denah bangunan dengan ukuran yang jelas sesuai dengan

peraturan yang telah ditetapkan untuk Apotek seperti adanya ruang tunggu, display

obat, penerimaan resep, PIO, konseling, dll.

 Sarana, prasarana, dan peralatan. Sesuai dengan peraturan Permenkes Nomor 14

9
Tahun 2021. Contohnya desain papan Apotek yang terdiri atas papan nama Apotek

serta papan nama Praktek Apoteker dengan ukuran yang sesuai dengan format IAI.

 Sumber Daya Manusia. Informasi mengenai SDM ini bisa dibuat seperti struktur

organisasi, tugas pokok serta fungsi SDM, data APJ (Apoteker Penanggung Jawab)

dan TTK (Tenaga Teknis Kefarmasian) seperti KTP, STRA, SIPA/SIPTTK.

2. Membuat NIB (Nomor Izin Berusaha)

 Setelah akun OSS RBA terbentuk, pilih bidang usaha

 Isi kode KBLI (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia). Untuk memudahkan bisa

langsung isi kode dengan 47721 atau bisa langsung tulis Apotek

 Memasukkan data apotek

 Memasukkan modal usaha

 Isi perizinan dan jangka waktu perkiraan beroperasi

3. Mengurus SIPA

Pengurusan SIPA dilakukan di Penyelenggara Dinas Penanaman Modal dan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten/Kota tempat Apoteker akan

melaksanankan pekerjaan kefarmasian melalui aplikasi SIJEMPOL dengan melampirkan :

1. Fotokopi STRA yang dilegalisir oleh KFN.

2. Surat pernyataan mempunyai tempat Praktik profesi atau surat keterangan

dari pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasin.

3. Surat rekomendasi dari organisasi profesi.

4. Pas foto berwarna uk 4x6 dan 3x4 sebanyak (masing-masing2 lembar).

10
Apoteker lalu membuat akun NIB (Nomer Induk Berusaha) sebagai pengganti SIA

(Surat Izin Apotek) yang bekerja di fasilitas pelayanan kefarmasian dapat memiliki paling

banyak 3 SIPA untuk fasilitas pelayanan kefarmasian, semantara apoteker yang memiliki

SIA (Surat Izin Apotek), boleh memiliki paling banyak 2 SIPA di fasilitas pelayanan

kefarmasian lainnya.

5. Mengajukan SIP di DPMPTSP Surat Izin Praktik

 Apoteker persyaratannya yaitu: KTP, NPWP, STRA, Surat Rekomendasi, Pas Foto,

Surat Pernyataan Tempat Praktik Profesi dari Pimpinan Fasilitas.

 TTK (Tenaga Teknis Kefarmasian) persyaratannya yaitu: KTP, NPWP, STRTTK,

Surat Rekomendasi, Pas Foto, Surat Keterangan Praktik dari Apoteker dan Pimpinan

6. Pengurusan Untuk Pengajuan SIA

Siapkan berkas-berkas yang tertera diatas (sesuai dengan persyaratan) untuk di upload

pada sistem OSS RBA. Setelah semua berkas di upload, maka akan ada visitasi oleh Dinas

Kesehatan atau dapat langsung menghubungi pihak Dinas Kesehatan setempat untuk

memastikan kapan akan dilakukan visitasi.

Setelah visitasi dinyatakan OK oleh Dinas Kesehatan, selanjutnya akan terbit SS

(Sertifikat Standar) dan akan disetujui oleh pihak DPMPTSP (Dinas Penanaman Modal

Pelayanan Terpadu Satu Pintu) dan izin apotek akan terbit via OSS. Selanjutnya download

Surat Izin Apotek pada OSS dan bisa dicetak.

2.5 STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK

11
Standar pelayanan kefarmasian merupakan suatu tolak ukur yang digunakan

sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menjalankan pelayanan kefarmasian.

Kegiatan tersebut harus didukung oleh sumber daya manusia, sarana dan prasarana. Tujuan

dilakukannya standar pelayanan kefarmasian adalah untuk :

a. Meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian.

b. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian.

c. Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional dalam

rangka keselamatan pasien (safety patient).

Secara umun standar pelayanan kefarmasian di apotek diatur dalam Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia No. 73 tahun 2016 tentang standar pelayanan kefarmasian

di Apotek yang secara garis besar dibagi menjadi 2 yaitu, kegiatan yang bersifat

manajerial berupa pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis

pakai (BMHP) dan pelayanan farmasi klinik.

2.5.1 Pengelolaan sediaan farmasi, Alat Kesehatan dan BMHP

1. Perencanaan

Dalam membuat perencanaan pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan

Bahan Medis Habis Pakai perlu diperhatikan pola penyakit, pola konsumsi, budaya dan

kemampuan masyarakat.

2. Pengadaan

Untuk menjamin kualitas Pelayanan Kefarmasian maka pengadaan Sediaan Farmasi

harus melalui jalur resmi sesuai kctentuan peraturan perundang-undangan.

12
3. Penerimaan

Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis spesifikasi,

jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam surat pesanan dengan kondisi

fisik yang diterima.

4. Penyimpanan

Obat/ bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal

pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus dicegah

terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru. Wadah

sekurang kurangnya memuat nama obat, nomor bets dan tanggal kedaluwarsa.

a) Semua obat/ bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai sehingga terjamin

keamanan dan stabilitasnya.

b) Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk penyimpanan barang lainnya

yang menyebabkan kontaminasi.

c) Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan dan kelas

terapi obat serta disusun secara alfabetis.

d) Pengeluaran obat memakai sistem FEFO (First Expire First Out) dan FIFO (First In

First Out).

5. Pemusnahan

 Obat kedaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan bentuk

sediaan. Pemusnahan obat kadaluwarsa atau rusak yang mengandung narkotika


13
atau psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh Dinas Kesehatan

Kabupaten/ Kota. Pemusnahan obat selain narkotika dan psikotropika dilakukan

oleh Apoteker dan disaksikan oleh tenaga kcfarmasian lain yang mcmiliki surat

izin praktik atau surat izin kerja. Pemusnahan dibuktikan dengan berita acara

pemusnahan. Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun

dapat dimusnahkan. Pemusnahan Resep dilakukan oleh Apoteker disaksikan oleh

sekurang-kurangnya petugas lain di Apotek dengan cara dibakar atau cara

pemusnahan lain yang dibuktikan dengan Berita Acara (BA) Pemusnahan Resep

selanjutnya dilaporkan kepada dinas keschatan Kabupaten/Kota.

 Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai

yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai

dengan ketentuan peraturan perudang-undangan.

 Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standard/ketentuan peraturan

perundang-undangan dilakukan oleh pemilik izin edar berdasarkan perintah

penarikan oleh BPOM (mandatory recall) atau berdasarkan inisiasi sukarela oleh

pemilik izin edar (voluntary recall) dengan tetap memberikan laporan kepada

Kepala BPOM.

 Penarikan Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan terhadap

produk yang izin edarnya dicabut oleh Menteri.

6. Pengendalian

Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah persediaan sesuai

kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem pesanan atau pengadaan, penyimpanan dan

pengeluaran. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya kelebihan, kekurangan,


14
kekosongan, kerusakan, kedaluwarsa, kehilangan serta pengembalian pesanan. Pengendalian

persediaan dilakukan menggunakan kartu stok baik dengan cara manual atau elektronik.

Kartu stok sekurang-kurangnya memuat nama obat, tanggal kedaluwarsa, jumlah

pemasukan, jumlah pengeluaran dan sisa persediaan.

7. Pencatatan dan Pelaporan

Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat

Keschatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi pengadaan (surat pesanan, faktur),

penyimpanan (kartu stok), penyerahan (nota atau struk penjualan) dan pencatatan lainnya

disesuaikan dengan kebutuhan. Pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan eksternal.

Pelaporan internal merupakan pelaporan yang digunakan untuk kebutuhan manajemen

Apotek, meliputi keuangan, barang dan laporan lainnya. Pelaporan eksternal merupakan

pelaporan yang dibuat untuk memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan, meliputi pelaporan narkotika, psikotropika dan pelaporan lainnya.

Petunjuk teknis mengenai pencatatan dan pelaporan akan diatur lebih lanjut oleh Direktur

Jenderal.

2.5.2 Pelayanan Farmasi Klinik

Kegiatan farmasi klinik di apotek meliputi beberapa aspek antara lain pengkajian resep

dan pelayanan resep, dispensing, pelayanan informasi obat, konseling, home care, PTO dan

MESO.

1. Pengkajian dan Pelayanan Resep

Kegiatan pengkajian resep meliputi administrasi, kesesuaian farmasetik, dan

pertimbangan klinis.
15
Kajian administratif meliputi:
 Nama pasien, umur, jenis kelamin, dan berat badan.

 Nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat, nomor telepon, paraf.
 Tanggal penulisan resep.

Kajian kesesuaian farmasetik meliputi:

 Bentuk dan kekuatan sediaan.

 Stabilitas.

 Kompatibilitas (ketercampuran obat).

Pertimbangan klinis meliputi:


 Ketepatan indikasi dan dosis Obat.

 Aturan, cara dan lama penggunaan Obat.

 Duplikasi dan/atau polifarmasi.

 Reaksi Obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping obat, manifestasi klinis
lain).
 Kontra indikasi.

 Interaksi Obat.

2. Dispensing

Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi obat.

a. Menyiapkan obat sesuai dcngan permintaan resep:

 Menghitung kebutuhan obat sesuai dengan resep.

 Mengambil obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanan dengan memperhatikan

16
nama obat, expired date dan keadaan fisik obat.

b. Melakukan peracikan obat bila diperlukan.

c. Memberikan etiket sekurang-kurangnya meliputi:

 Warna putih untuk obat dalam/oral.

 Warna biru untuk obat luar dan suntik.

 Menempelkan label "kocok dahulu” pada sediaan bentuk suspensi atau emulsi.

d. Memasukkan obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk obat yang

berbeda untuk menjaga mutu obat dan menghindari penggunaan yang salah.

Setelah penyiapan obat dilakukan hal sebagai berikut:

 Sebelum obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan pemeriksaan kembali

mengenai penulisan nama pasien pada etiket, cara penggunaan serta jenis dan

jumlah obat (kesesuaian antara penulisan etiket dengan resep).

 Memanggil nama dan nomor tunggu pasien.

 Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien.

 Menyerahkan obat yang disertai pemberian informasi obat.

 Memberikan informasi cara penggunaan obat dan hal-hal yang tcrkait dcngan

obat antara lain manfaat obat, makanan dan minuman yang harus dihindari,

kemungkinan efek samping, cara penyimpanan obat dan lain-lain.

1. Penyerahan obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan cara yang baik,

mengingat pasien dalam kondisi tidak sehat mungkin emosinya tidak stabil.

2. Memastikan bahwa yang menerima obat adalah pasien atau keluarganya.

17
3. Membuat salinan resep sesuai dengan resep asli dan diparaf oleh Apoteker

(apabila diperlukan).

4. Menyimpan resep pada tempatnya.

5. Apoteker membuat catatan pengobatan pasien.

Apoteker di Apotek juga melayani obat non resep atau pelayanan swamedikasi.

Apoteker harus memberikan edukasi kepada pasien yang memerlukan obat non resep

untuk penyakit ringan dengan memilihkan obat bebas atau bebas terbatas yang sesuai.

3. Pelayanan Informasi Obat (PIO)

Pelayanan Informasi Obat adalah aktivitas yang dilakukan oleh Apoteker untuk

menyediakan informasi tentang obat yang objektif, kritis, dan berbasis bukti terbaik.

Informasi ini diberikan kepada profesional kesehatan lainnya, pasien, atau masyarakat

umum. Obat yang dimaksud mencakup obat resep, obat bebas, dan obat herbal. Informasi

yang disampaikan mencakup berbagai aspek seperti dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus,

cara dan metode pemberian, farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan alternatif, efikasi,

keamanan penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek samping, interaksi, stabilitas,

ketersediaan, harga, serta sifat fisik atau kimia dari obat. Dokumentasi pelayanan informasi

obat sangat penting untuk memudahkan penelusuran kembali informasi dalam waktu yang

singkat.

4. Konseling

Konseling adalah proses interaktif antara Apoteker dan pasien atau keluarganya

untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran, dan kepatuhan dalam


18
penggunaan obat, yang bertujuan untuk mengubah perilaku dan menyelesaikan masalah

yang dihadapi pasien. Pada awal konseling, Apoteker menggunakan tiga pertanyaan

utama untuk memastikan bahwa pasien atau keluarganya memahami obat yang

digunakan. Kriteria pasien atau keluarga pasien yang memerlukan konseling meliputi:

 Pasien dengan kondisi khusus seperti pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati dan/ atau

ginjal, serta ibu hamil dan menyusui.

 Pasien dengan terapi jangka panjang atau penyakit kronis seperti tuberkulosis (TB),

diabetes mellitus (DM), AIDS, dan epilepsi.

 Pasien yang menggunakan obat dengan instruksi khusus seperti penggunaan

kortikosteroid dengan tappering down.

 Pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit seperti digoksin, fenitoin,

dan teofilin.

 Pasien dengan polifarmasi, yaitu pasien yang menerima beberapa obat untuk indikasi

penyakit yang sama atau menerima lebih dari satu obat untuk penyakit yang biasanya

bisa diobati dengan satu jenis obat.

5. Pelayanan Kefarmasian di Rumah (Home Pharmacy Care)

Pelayanan kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care) adalah layanan yang

diberikan oleh apoteker melalui kunjungan ke rumah pasien, khususnya ditujukan bagi

kelompok lansia dan pasien dengan penyakit kronis. Jenis pelayanan kefarmasian di rumah

yang dapat dilakukan oleh apoteker meliputi ;

a. Penilaian dan pencarian masalah yang berhubungan dengan pengobatan.

b. Identifikasi kepatuhan pasien terhadap pengobatan.


19
c. Pendampingan dalam pengelolaan obat dan/atau alat kesehatan di rumah, seperti cara

pemakaian obat asma dan penyimpanan insulin.

d. Konsultasi mengenai masalah obat atau kesehatan secara umum.

e. Monitoring pelaksanaan, efektivitas, dan keamanan penggunaan obat berdasarkan

catatan pengobatan pasien.

f. Dokumentasi pelaksanaan pelayanan kefarmasian di rumah.

6. Pemantauan Terapi Obat (PTO)

Proses Terapi Obat (PTO) adalah upaya untuk memastikan bahwa pasien menerima

terapi obat yang efektif dan terjangkau, dengan tujuan memaksimalkan efikasi dan

meminimalkan efek samping. Kriteria pasien yang membutuhkan PTO meliputi:

a. Anak-anak dan lanjut usia, serta ibu hamil dan menyusui.

b. Pasien yang menerima lebih dari lima jenis obat.

c. Pasien dengan multi diagnosis.

d. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati.

e. Pasien yang menerima obat dengan indeks terapi sempit.

f. Pasien yang menerima obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi merugikan

7. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)

Monitoring Efek Samping Obat (MESO) adalah kegiatan pemantauan setiap respon

merugikan atau tidak diharapkan terhadap obat yang terjadi pada dosis normal yang

digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis, terapi, atau memodifikasi fungsi

fisiologis.
20
Kegiatan yang dilakukan dalam MESO meliputi:

a. Mengidentifikasi obat dan pasien yang memiliki risiko tinggi mengalami efek

samping obat.

b. Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO).

c. Melaporkan temuan tersebut ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional.

21
22

Anda mungkin juga menyukai