Yogyakarta Traffic Mode Choice Model
Yogyakarta Traffic Mode Choice Model
Abstract
Traffic congestion can be a serious problem in major cities around the world, especially in centrall urban area.
Congestion results not only in time lost while sitting in traffic jams but also constitutes a disruption to company
supply chains and the general flow of commerce. Idling vehicles contribute as well to air pollution which is
reduces the quality of health. The aim of this paper is to formulate mode choice model between private passenger
cars and TransJogja because of the application of a congestion cost in a congested road along the region of
Malioboro, Yogyakarta. The amount of the congestion cost represents the difference between perceived and
actual generalized cost in traffic jam condition. In this study the congestion cost is only applied to the private
passenger cars, as they are expected to shift to TransJogja and therefore the public transport usage will be
increased. The mode choice model was developed based on users preferences of service as indicated by travel
attributes. The logit binomial model was used to formulate the individual behavior based on stated preference
data from passenger car users in Malioboro, Yogyakarta. The model predicts the probability of choosing a
particular mode of transportation. Based on the analysis, this study considers five travel attributes assumed to
have high influences toward mode choice behavior, i.e : travel cost, congestion cost, travel time, parking cost,
and walking time to the bus stop of TransJogja.
Keywords: binomial logit model, congestion cost, stated preference, traffic congestion, TransJogja
PENDAHULUAN
Angkutan merupakan salah satu urat nadi pertumbuhan perekonomian khususnya di daerah
perkotaan. Angkutan umum tidak dapat dipisahkan dari perencanaan dan pertumbuhan
wilayah dimana angkutan umum sangat besar peranannya dalam mendukung aktivitas
masyarakat. Angkutan umum menjadi pilihan utama untuk kebutuhan bergerak bagi sebagian
besar masyarakat khususnya masyarakat golongan menengah ke bawah. Dalam konteks
transportasi perkotaan, angkutan umum merupakan komponen vital yang mempengaruhi
sistem transportasi perkotaan. Sistem angkutan umum yang baik, terencana, dan terkoordinasi
dengan baik akan meningkatkan efektivitas dan efisiensi sistem transportasi perkotaan.
886
Simposium XII FSTPT, Universitas Kristen Petra Surabaya, 14 November 2009
KAJIAN PUSTAKA
Biaya Kemacetan
Biaya kemacetan timbul dari hubungan antara kecepatan dengan aliran di jalan dan hubungan
antara kecepatan dengan biaya kendaraan. (Lihat Gambar 1). Jika batas aliran lalu lintas yang
ada dilampaui, maka rata-rata kecepatan lalu lintas akan turun. Pada saat kecepatan mulai
turun maka biaya operasi kendaraan akan meningkat dalam kisaran 0 - 45 mil/jam dan waktu
untuk melakukan perjalanan akan meningkat (Everall, 1968 dalam Stubs, 1980). Sementara
itu, waktu berarti biaya dan nilai yang merupakan dua bagian dari total biaya perjalanan yang
ditimbulkan oleh menurunnya kecepatan akibat meningkatnya aliran lalu lintas.
Selisih antara marginal social cost dan marginal private cost merupakan congestion cost yang
disebabkan oleh adanya tambahan kendaraan pada ruas jalan yang sama dan keseimbangan
(equilibrium) tercapai di titik F dengan arus lalu lintas sebanyak Q2 dan biaya sebesar P2. Dari
sudut pandang sosial, maka arus lalu lintas sebanyak Q1 terlalu berlebihan karena pengemudi
kendaraan hanya menikmati manfaat sebesar Q1E atau P4. Tambahan kendaraan setelah titik
optimal Q2 harus mengeluarkan biaya sebesar Q2Q1HF namun hanya menikmati manfaat
sebesar Q2Q1EF, sehingga terdapat welfare gain yang hilang sebesar luasan FEH. Oleh karena
itu, penghitungan beban biaya kemacetan didasarkan pada perbedaan antara biaya marginal
social cost dan marginal private cost dari suatu perjalanan.
887
Simposium XII FSTPT, Universitas Kristen Petra Surabaya, 14 November 2009
D
P1 H
P2 F
P4 E
I
P3
G Demand
P0
0 Q0 Q2 Q1 Flow
Agar sesuai dengan prinsip cost, maka biaya kemacetan harus seimbang dengan MSC supaya
aliran yang terjadi akan turun dari Q1 ke Q2, sehingga MSC seluruh pengguna kendaraan dari
perjalanan terakhir harus sesuai dengan MPC yang dirasakan. Hal ini dapat diwujudkan jika
diberlakukan sistem congestion cost sebesar FG atau P2-P3.
Dalam survai preferensi, dikenal dua metode pendekatan. Pendekatan pertama adalah
Revealed Preference. Teknik Revealed Preference menganalisis pilihan masyarakat
berdasarkan laporan yang sudah ada. Dengan menggunakan teknik statistik diidentifikasi
faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan. Teknik Revealed Preference memiliki
kelemahan antara lain dalam hal memperkirakan respon individu terhadap suatu keadaan
pelayanan yang pada saat sekarang belum ada dan bisa jadi keadaan tersebut jauh berbeda
dari keadaan yang ada sekarang (Ortuzar and Willumsen, 2001).
Kelemahan pada pendekatan pertama ini dicoba diatasi dengan pendekatan kedua yang
disebut teknik Stated Preference. Teknik Stated Preference merupakan pendekatan terhadap
responden untuk mengetahui respon mereka terhadap situasi yang berbeda. Pada teknik ini
peneliti dapat mengontrol secara penuh faktor-faktor yang ada pada situasi yang dihipotesis.
Masing-masing individu ditanya tentang responnya jika mereka dihadapkan kepada situasi
yang diberikan dalam keadaan yang sebenarnya (bagaimana preferensinya terhadap pilihan
yang ditawarkan). Kebanyakan Stated Preference menggunakan perancangan eksperimen
untuk menyusun alternatif-alternatif yang disajikan kepada responden. Rancangan ini
biasanya dibuat orthogonal, artinya kombinasi antara atribut yang disajikan bervariasi secara
888
Simposium XII FSTPT, Universitas Kristen Petra Surabaya, 14 November 2009
bebas satu sama lain. Keuntungannya adalah bahwa efek dari setiap atribut yang direspon
lebih mudah diidentifikasi (Pearmain et al., 1991).
Sedangkan model utilitas yang digunakan pada persamaan (2) dan (3) adalah:
Ui = a0 + a1x1 + ... + anxn (4)
dengan :
Ui = utilitas pilihan i
x1, ..., xn = nilai atribut
a0 = konstanta model
a1, ..., an = koefisien model
METODOLOGI
Hasil penelitian Sugiyanto (2007) diperoleh bahwa model pemilihan moda di kawasan
Malioboro dipengaruhi oleh lima atribut perjalanan yaitu: biaya perjalanan (travel cost), biaya
kemacetan (congestion cost), waktu tempuh perjalanan (travel time), waktu kedatangan antar
bus kota (headway), dan waktu berjalan kaki ke tempat pemberhentian bus TransJogja
(walking time). Dalam studi ini responden menyatakan pilihannya dengan menggunakan
teknik rating yang dibagi menjadi lima skala semantik seperti pada Tabel 1.
Desain atribut-atribut yang terpilih berjumlah lima buah, masing-masing atribut terdiri dari 2
level. Dengan demikian bila dikombinasikan semua atribut beserta levelnya akan diperoleh 25
= 32 alternatif kombinasi. Kombinasi pilihan sebanyak ini tentu saja akan menyulitkan
responden dalam menentukan pilihannya untuk memilih moda. Oleh karena itu dilakukan
pembuatan sepertiga replikasi sebagian dari desain faktorial 25 melalui proses pembauran
(confounding). Dengan mengikuti desain yang disarankan oleh Cochran and Cox (1957),
889
Simposium XII FSTPT, Universitas Kristen Petra Surabaya, 14 November 2009
yaitu menggunakan Plan 6A.2, maka desain kuisioner direncanakan terdiri dari delapan
alternatif pilihan seperti pada Tabel 2.
Tabel 2. Kombinasi Perlakuan Faktorial 25 dalam 8 unit
Kombinasi Perbedaan level atribut
Pilihan
perlakuan Travel cost Congestion cost Parking cost Travel time Walking time
1 (-) - - - - -
2 ab + + - - -
3 cd - - + + -
4 ace + - + - +
5 bce - + + - +
6 ade + - - + +
7 bde - + - + +
8 abcd + + + + -
Selain berdasarkan desain yang disarankan oleh Cochran and Cox, pada studi ini juga
dilakukan desain berdasarkan orthogonal design yang menghasilkan empat kombinasi pilihan
dimana salah satunya sama dengan kombinasi perlakuan 6 (a-d-e bernilai positif) pada desain
Cochran and Cox. Pada skenario fractional factorial design juga mengeliminasi skenario
yang memasukkan semua nilai atribut pada kondisi negatif. Sehingga skenario eksperimen
desain Cochran and Cox pada kombinasi perlakuan pertama juga dieliminasi.
Gabungan desain eksperimen menghasilkan 10 kombinasi perlakuan, ditunjukkan di Tabel 3.
Pengumpulan Data
Data perceived cost mobil pribadi diperoleh dengan menyebarkan kuisioner kepada 30
responden yang melewati kawasan Malioboro. Sedangkan data biaya perjalanan pada kondisi
yang sebenarnya diperoleh dari survei Moving Car Observer sebanyak 10 kali putaran.
Data stated preference diperoleh dengan menyebarkan kuisioner Stated Preference kepada
150 responden di tempat parkir Ramai Mall, Malioboro Mall, Kantor DPRD DIY, Kantor
Badan Pariwisata DIY, Kantor BAPEDA DIY, Kompleks Kantor Gubernuran DIY, Program
D-III Teknik Sipil UGM dan di Kompleks Perum Griya Kencana Permai Yogyakarta
Penentuan responden dilakukan dengan cara random sampling kepada pelaku perjalanan
dengan tujuan perjalanan ke Malioboro yang menggunakan mobil pribadi jenis mobil
890
Simposium XII FSTPT, Universitas Kristen Petra Surabaya, 14 November 2009
penumpang. Perbedaan level atribut perjalanan antara kedua moda pada kondisi eksisting
ditunjukkan pada Tabel 4. Sedangkan pada Tabel 5 disajikan nilai kondisi pelayanan positif
dan negatif dari kedua jenis moda untuk survei stated preference.
Tabel 5. Kondisi Pelayanan setiap Atribut Perjalanan untuk Kuisioner Stated Preference
Kondisi Pelayanan
No. Atribut perjalanan
(+) (-)
Biaya perjalanan di kawasan Rp 500,00 Rp 4.500,00
1.
Malioboro (Travel cost) (lebih mahal Rp 500) (lebih mahal Rp 4.500)
Rp 4.000,00 Rp 8.000,00
2. Biaya kemacetan (Congestion cost)
(lebih mahal Rp 4.000) (lebih mahal Rp 8.000)
Rp 2.500,00 Rp 5.000,00
3. Biaya parkir (Parking cost)
(lebih mahal Rp 2.500) (lebih mahal Rp 5.000)
Lanjutan Tabel 5.
Waktu tempuh perjalanan di -6 menit -2 menit
4.
kawasan Malioboro (Travel time) (lebih cepat 6 menit) (lebih cepat 2 menit)
Waktu berjalan kaki ke halte bus -3,5 menit -0,5 menit
5.
TransJogja (Walking time) (hemat waktu 3,5 menit) (hemat waktu 0,5 menit)
Biaya gabungan transportasi (generalized cost) terdiri dari tiga komponen biaya yaitu biaya
operasi kendaraan (BOK) dalam satuan rupiah per kilometer, biaya polusi pada masing-
masing jenis kendaraan dalam satuan kendaraan-km dan biaya waktu perjalanan dalam satuan
rupiah per waktu perjalanan. Ruas jalan Malioboro terdiri dari 2 lajur 1 arah (2/1 UD) dengan
lebar jalur lalu lintas efektif sebesar 6,0 m. Jenis lajur bus kota adalah mixed lines sehingga
bus kota berjalan pada lajur yang sama dengan kendaraan bermotor yang lainnya.
BOK mobil pribadi dihitung untuk dua kondisi yaitu berdasarkan biaya perjalanan yang
diperkirakan (perceived cost) dan biaya perjalanan pada kondisi biaya yang sebenarnya
(actual cost) dengan menggunakan metode pendekatan LAPI ITB tahun 1996 untuk golongan
kendaraan 1 yaitu mobil penumpang di jalan perkotaan dengan hasil sebagai berikut.
Waktu tempuh pada kondisi perceived cost di kawasan Malioboro adalah 2,80 menit
sehingga diperoleh kecepatan mobil adalah 30 km perjam. Setelah dilakukan analisis
diperoleh besarnya BOK mobil pribadi kondisi perceived cost adalah Rp 1.782,89/km.
891
Simposium XII FSTPT, Universitas Kristen Petra Surabaya, 14 November 2009
Waktu tempuh pada kondisi actual cost di kawasan Malioboro adalah 10,50 menit sehingga
diperoleh kecepatan mobil pribadi adalah 8,00 km/jam. Setelah dilakukan analisis diperoleh
besarnya BOK kondisi actual cost adalah Rp 3.632,17/km.
Perhitungan biaya polusi menggunakan pendekatan seperti yang digunakan oleh La One
(2002). Pelaksanaan studi biaya polusi di Yogyakarta dilakukan pada tahun 1997 sehingga
biaya polusi per jenis kendaraan per km pada tahun 2008 diperoleh dengan mengalikan faktor
pertumbuhan kendaraan bermotor di Kota Yogyakarta sebesar 4,04%. Studi dilakukan pada
saat terjadi kemacetan. Biaya polusi per penumpang km untuk setiap jenis kendaraan adalah
Rp 126 untuk mobil pribadi dan Rp 52 untuk bus. Hasil ini diperoleh dengan asumsi okupansi
setiap kendaraan adalah 2,34 orang untuk mobil pribadi dan bus 14,20 orang. Biaya polusi di
kawasan Malioboro dihitung dengan mengalikan panjang jalan kawasan Malioboro sebesar
1,40 km. Pada studi ini diasumsikan bahwa hasil studi La One (2002) adalah biaya polusi
pada kondisi actual, sedangkan besarnya biaya polusi pada kondisi perceived didekati dengan
perbandingan kecepatan secara linear. Hasil perhitungan biaya polusi dapat dilihat pada Tabel
6.
Perhitungan nilai waktu berdasarkan pada hasil studi Indonesian Highway Capacity Manual
(IHCM) tahun 1995 dengan menggunakan pendekatan metode tingkat kesejahteraan (welfare
maximation).
Nilai waktu pada masing-masing jenis kendaraan untuk tahun 2008 dihitung dengan
mengalikan faktor pertumbuhan produk domestik regional bruto (PDRB) berdasarkan harga
konstan untuk Kota Yogyakarta sebesar 4,47%. Nilai waktu pengguna mobil pribadi pada
tahun 2008 di Kota Yogyakarta adalah Rp 10.137,51/jam sedangkan nilai waktu pengguna
angkutan umum bus TransJogja adalah Rp 26.593,86/jam.
a. Mobil Pribadi
Waktu tempuh mobil pribadi pada kondisi biaya yang diperkirakan (perceived cost)
adalah 2,80 menit dan pada kondisi yang sebenarnya (actual cost) adalah 8,0 menit.
b. Angkutan Umum Bus TransJogja
Waktu tempuh bus TransJogja di kawasan Malioboro adalah waktu tempuh mobil pribadi
ditambah dengan waktu berhenti di halte bus untuk menaikkan dan menurunkan
penumpang rata-rata sebesar 2 menit. Sehingga waktu tempuh pada kondisi perceived
cost sebesar 4,80 menit dan waktu tempuh kondisi actual cost sebesar 10 menit.
Tabel 7. Biaya Waktu Perjalanan pada kondisi Actual Cost dan Perceived Cost
Biaya waktu perjalanan di kawasan Malioboro (Rp)
No. Jenis kendaraan
Perceived cost Actual cost
1. Mobil Pribadi 662,32 2.483,69
2. Bus TransJogja 2.978,51 6.205,23
892
Simposium XII FSTPT, Universitas Kristen Petra Surabaya, 14 November 2009
Besarnya biaya gabungan transportasi (generalized cost) untuk mobil pribadi dan angkutan
umum bus kota pada kondisi biaya yang sebenarnya (actual cost) disajikan pada Tabel 8.
Sedangkan biaya gabungan transportasi (generalized cost) pada kondisi yang diperkirakan
(perceived cost) disajikan pada Tabel 9.
Besarnya biaya kemacetan adalah biaya gabungan transportasi (generalized cost) pada kondisi
actual dikurangi dengan generalized cost pada kondisi perceived. Biaya kemacetan hanya
dibebankan kepada pengguna kendaraan pribadi jenis mobil penumpang dengan nilai seperti
pada Tabel 10.
Pada studi ini ditetapkan besarnya biaya kemacetan (congestion cost) bagi pengguna mobil
pribadi di kawasan Malioboro, Yogyakarta adalah Rp 5.000,00. Penerapan biaya kemacetan
sebesar Rp 5.000,00 dengan alasan berdasarkan hasil survei karakteristik umum pelaku
perjalanan di Malioboro mayoritas responden memilih bahwa batas biaya kemacetan yang
mengakibatkan mereka akan beralih dari mobil pribadi ke bus TransJogja.adalah antara Rp
4.500,00 sampai dengan Rp 5.000,00. (Sugiyanto, 2008). Semua jenis pengguna kendaraan
mobil pribadi yang melalui koridor Malioboro akan dikenakan biaya kemacetan sebesar Rp
5.000,00/mobil penumpang untuk satu kali perjalanan masuk ke zona berbayar Malioboro.
Batasan dari zona berbayar ditandai dengan adanya pintu tol (toll gate) yang memisahkan
zona berbayar dengan jaringan jalan lainnya seperti yang dilakukan di kota Trondheim.
Pelaksanaan penerapan biaya kemacetan di Malioboro dua buah pintu tol (toll gate) utama
yang diletakkan pada sisi kanan dan kiri jalan masuk kawasan Malioboro, Yogyakarta dan
pintu tol pembantu yang diletakkan pada lengan persimpangan yang memotong jalan
Malioboro dan jalan Ahmad Yani, Yogyakarta.
Berdasarkan Armelius and Hultkrantz (2006), penetapan road pricing di Belgia mempunyai
dampak positif terhadap pengurangan pemakaian kendaraan pribadi peningkatan pengguna
angkutan umum sebanyak 10%. Apabila penerapan road pricing dibarengi dengan
peningkatan kualitas pelayanan angkutan umum, maka kenaikan tersebut menjadi 23%
sehingga proporsi pengguna angkutan umum menjadi 90% dari total perjalanan orang.
893
Simposium XII FSTPT, Universitas Kristen Petra Surabaya, 14 November 2009
17%; serta penurunan penggunaan pribadi sebesar 33% (Santos and Bhakar, 2006). Secara
total ada pengurangan jumlah kendaraan sebanyak 15%. Pada tahun 2005 pengguna
kendaraan pribadi membayar 15 juta dan total penghematan biaya waktu yang dinikmati
oleh masyarakat dalam tahun yang sama adalah 135 juta.
Perilaku pemilihan moda yang diamati adalah antara moda mobil pribadi dan angkutan umum
bus TransJogja. Dengan dua alternatif moda yang tersedia maka model yang digunakan
adalah model logit binomial selisih. Probabilitas pemilihan moda antara mobil pribadi dan bus
TransJogja berdasarkan fungsi selisih utilitas diantara kedua moda tersebut.
Dengan menganggap fungsi perbedaan utilitas antara kedua moda (UMP-UBT) adalah linier,
maka perbedaan utilitas dapat dinyatakan dalam bentuk perbedaan dalam sejumlah n atribut
yang relevan diantara kedua moda, yaitu:
UMP-UBT = 149,3258 - 0,00989 X1 - 0,01868 X2 - 0,00810 X3 - 7,87838 X4 - 4,50409 X5 (5)
(7,50612) (-5,1540) (-8,0196) (-2,71178) (-4,1047) (-1,76001)
dengan r2 = 0,94892
dimana:
UMP = utilitas pemilihan mobil pribadi dan UBT adalah utilitas pemilihan bus TransJogja
X1 = selisih biaya perjalanan (travel cost) mobil pribadi dan bus TransJogja
X2 = selisih biaya kemacetan (congestion cost) mobil pribadi dan bus TransJogja
X3 = selisih biaya parkir (parking cost)
X4 = selisih waktu tempuh perjalanan (travel time) mobil pribadi dan bus.
X5 = selisih waktu berjalan kaki ke halte bus TransJogja (walking time)
Dari hasil kalibrasi persamaan dan berdasarkan tanda koefisien persamaan sebagai parameter
kemasukakalan pada masing-masing atribut dapat disimpulkan bahwa semua atribut memiliki
tanda negatif (-) pada semua alternatif persamaan, hal ini menunjukkan sesuai dengan yang
dharapkan atau masuk akal.
Kalibrasi model dilakukan terhadap 31 alternatif persamaan utilitas dengan hasil sebagai
berikut:
a. Pengujian Terhadap Koefisien Regresi Secara Parsial (t-test)
Pengujian ini untuk mengetahui pengaruh masing-masing atribut (variabel bebas)
terhadap utilitas pemilihan moda (variabel tidak bebas). Kriteria diterima bila -tkritis < thitung
> tkritis. Penentuan nilai tkritis ditentukan dengan menggunakan tabel distribusi t diperoleh
nilai tkritis = 1,960. Dengan membandingkan nilai tstat dan nilai tkritis = 1,960 terdapat 1
(satu) atribut perjalanan yang memiliki nilai tstat > tkritis, yaitu biaya kemacetan. Hal ini
berarti atribut biaya kemacetan secara individu signifikan terhadap utilitas pemilihan moda
pada = 0,05. Sedangkan yang memiliki nilai tstat < tkritis sebanyak empat atribut
perjalanan yaitu biaya perjalanan, waktu tempuh perjalanan, biaya parkir, dan waktu
berjalan kaki ke tempat pemberhentian bus TransJogja. Hal ini berarti keempat atribut ini
secara individu tidak signifikan terhadap utilitas pemilihan moda pada = 0,05. Biaya
perjalanan, waktu tempuh perjalanan, biaya parkir. dan waktu berjalan kaki ke tempat
pemberhentian bus kota signifikan pada = > 0,10.
b. Pengujian Pengaruh Atribut Secara Bersamaan (F-test)
894
Simposium XII FSTPT, Universitas Kristen Petra Surabaya, 14 November 2009
Pengujian F-test ini untuk mengetahui pengaruh atribut (variabel bebas) secara
simultan terhadap utilitas pemilihan moda (variabel tidak bebas). Penentuan nilai Fkritis
dalam pengujian hipotesis ditentukan dengan menggunakan tabel distribusi F dengan
memperhatikan level of significance () dan degree of freedom, diperoleh Fkritis untuk v1 =
5 : 2,210; untuk v1 = 4 : 2,370; untuk v1 = 3 : 2,600; untuk v1 = 2 : 3,000 dan untuk v1 = 1 :
3,840. Dari hasil analisis regresi menunjukkan bahwa persamaan alternatif pada model
logit binomial terdapat 15 persamaan dengan nilai Fstat < Fkritis hal ini berarti tidak semua
atribut secara simultan signifikan mempengaruhi utilitas pemilihan moda pada = 0,05.
Dari hasil analisis terhadap alternatif persamaan model, interpretasi dan uji statistik, maka
model logit binomial terpilih diantara 31 alternatif persamaan utilitas disajikan di Tabel 11.
Tabel 11. Nilai Konstanta dan Koefisien Model Logit Binomial Terpilih
Variabel Model Parameter Model Model Alternatif Terpilih
Konstanta a0 149,3258
t-stat 7,50612
X1 a1 -0,00989
(Travel Cost) t-stat -5,1540
X2 a2 -0,01868
(Congestion Cost) t-stat -8,0196
X3 a3 -0,00810
(Parking Cost) t-stat -2,71178
X4 a4 -7,87838
(Travel Time) t-stat -4,1047
X5 a5 -4,50409
(Walking Time) t-stat -1,76001
2
R 0,94892
F-stat 14,86256
F-kritis 2,21000
0.70
0.60
0.50
0.40
0.30
0.20
0.10
0.00
-4 -3.5 -3 -2.5 -2 -1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4
Selisih Utilitas (MP-BK)
Mobil Pribadi (MP) Bus Perkotaan (BK)
895
Simposium XII FSTPT, Universitas Kristen Petra Surabaya, 14 November 2009
KESIMPULAN
Generalized cost di kawasan Malioboro bagi pengguna mobil pribadi pada kondisi biaya yang
diperkirakan saat terjadi kemacetan adalah Rp 3.486,67. Generalized cost pada kondisi biaya
yang sebenarnya adalah Rp 8.206,92. Sehingga biaya kemacetan di kawasan Malioboro bagi
pengguna mobil pribadi adalah Rp 5.000,00. Atribut perjalanan yang mempengaruhi
pemilihan moda antara mobil pribadi dan bus TransJogja yaitu biaya perjalanan, biaya
kemacetan, biaya parkir, waktu tempuh, dan waktu berjalan kaki ke halte bus TransJogja.
DAFTAR PUSTAKA
Armelius, H. and Hultkrantz, L., 2006, The Politico-Economic Link Between Public
Transport and Congestion cost:an Ex-Ante Study of Stockholm Road-Cost Trial,
Transport Policy, Vol.13, pp.162-172.
Cochran, W.G., Cox, G.M., 1957, Experimental Design, John Wiley & Sons Ltd., New York
Dinas Perhubungan, 2006, Data Armada Angkutan Umum Propinsi DIY Tahun 2006,
Bidang Angkutan Dinas Perhubungan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Directorate General of Highways, 1995, Indonesian Highway Capacity Manual Part I.
Urban Road, Directorate General of Highways, Ministry of Public Works, Jakarta.
La One, 2002, Perhitungan Pajak Kendaraan Bermotor Berdasarkan Biaya Penyeleng-
garaan Transportasi (Studi Kasus di Kota Yogyakarta), Tesis, Magister Sistem dan
Teknik Transportasi, UGM, Yogyakarta (tidak dipublikasikan).
Ortuzar, J.D.&Willumsen, L.G.,2001, Modelling Transport, John Wiley&Sons Ltd, England
Pearmain, D., Swanson, J., Kroes, E., Bradley, M., 1991, Stated Preference Techniques: A
Guide to Practice 2nd Ed., Steer Davies Gleave & Haque Consulting Group, London.
Pusat Studi Transportasi dan Logistik UGM, 2003, Laporan Akhir Studi Pola Jaringan
Transportasi Jalan Kota Yogyakarta, Yogyakarta.
Santos, G. and Bhakar, J., 2006, The Impact of London Congestion Charging Scheme on
The Generalized Cost of Car Commuters to The City of London from a Value of
Time Savings Perspective, Transport Policy, Vol. 13, pp.22-33.
Stubs, P.C., Tyson W.J., dan Dalvi, M.Q. 1980, Transport Economics, George Allen and
Unwin (Publisher) Ltd., London.
Sugiyanto, G., 2007, Kajian Penerapan Congestion Charging Untuk Meningkatkan
Penggunaan Angkutan Umum (Studi Kasus di Koridor Malioboro, Yogyakarta),
Tesis Magister, Rekayasa Transportasi, Institut Teknologi Bandung.
Sugiyanto, G., Sjafruddin, A. dan Siswosoebrotho, B.I., 2007, Model Pemilihan Moda
antara Mobil Pribadi dan Bus Kota akibat Penerapan Biaya Kemacetan
(Congestion Charging), Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil, UKM Bandung.
Sugiyanto, G., 2008, Biaya Kemacetan (Congestion Charging) Mobil Pribadi di Central
Bussines District, Jurnal Media Teknik Sipil UNS Vol. VIII No.1, Jan. 2008 Hal. 59-65.
896