Ipi291763 PDF
Ipi291763 PDF
1
Melky G. Junhar
2
Pieter L. Suling
3
Aurelia S R Supit
1
Kandidat Skripsi Program Studi Pendidikan Dokter Gigi Fakultas Kedokteran
2
Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran
3
Program Studi Pendidikan Dokter Gigi Fakultas Kedokteran
Universitas Sam Ratulangi Manado
E-mail: [email protected]
Abstract: Prisoners are individuals who have been convicted of crimes and were sentenced to
prison so they lost their freedom. Lost of freedom can cause stress. Stress is the ability of a
person to survive under pressure without causing disturbance. Recurrent aphthous stomatitis
(RAS) is a manifestation in the oral cavity which is usually triggered by some predisposing
factors such as stress. This study aimed to describe recurrent aphthous stomatitis and stress
among prisoners in prison class IIB Bitung. This study was cross-sectional with total sampling
method. All prisoners who had experienced recurrent aphtous stomatitis (RAS) while in prison
class IIB Bitung. The results showed that among the 56 respondents there were 53 male
respondents (94.64%) and 3 female respondents (5.36%); 19 (33.93%) got mild stress, 18
(32.14%) moderate stress, 16 (28.58%) severe stress, and 3 (5.35%) very severe stress.
Keywords: prisoner, stress, recurrent aphthous stomatitis (RAS)
Abstrak: Narapidana adalah individu yang telah terbukti melakukan tindak pidana dan
kemudian oleh pengadilan dijatuhi hukuman atau pidana serta kehilangan kebebasan.
Kehilangan kebebasan menimbulkan terjadinya stres pada narapidana. Stres merupakan
kemampuan individu untuk bertahan dalam menghadapi berbagai tekanan tanpa
mengakibatkan gangguan. Stomatitis aftosa rekuren (SAR) merupakan manifestasi yang
timbul dalam rongga mulut yang biasanya dipicu oleh beberapa faktor predisposisi, salah
satunya stres. Tujuan penelitian yaitu mengetahui gambaran stomatitis aftosa rekuren dan stres
pada narapidana di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Kelas IIB Bitung. Jenis penelitian ini
menggunakan desain potong lintang. Semua narapidana yang pernah mengalami Stomatitis
Aftosa Rekuren (SAR) saat berada di Lembaga Pemasyarakatan kelas II B Bitung. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa dari 56 responden terdapat 53 responden berjenis kelamin laki-
laki (94,64%) dan terdapat 3 responden berjenis kelamin perempuan (5,36%). Hasil
pengukuran stres menunjukkan bahwa dari 56 responden 19 responden (33,93%) mengalami
tingkat stres ringan, 18 responden (32,14%) mengalami tingkat stres sedang, 16 responden
(28,58%) mengalami tingkat stres berat dan 3 responden (5,35%) mengalami tingkat stres
sangat berat.
Kata kunci: narapidana, stres, stomatitis aftosa rekuren.
tertentu.1 Ruang gerak narapidana dibatasi tidak diketahui dengan pasti. Terdapat
selama berada di Lembaga Pemasyarakatan beberapa faktor yang dikatakan berperan
(LP) dan terisolasi dari masyarakat. dalam pemunculan SAR, yaitu genetik,
Keadaan seperti ini dapat menyebabkan defisiensi hematinik, hipersensivitas
stres pada narapidana.2 Stres merupakan makanan, infeksi bakteri dan virus,
respon nonspesifik tubuh akibat perubahan perubahan hormonal, stres.11,12
sosial dari modernisasi.3 Setiap individu Gambaran klinis stomatitis aftosa
memiliki tingkat atau toleransi stres yang rekuren dibagi menjadi tiga kelompok,
berbeda-beda. Tingkat stres individu yaitu minor aphtae, mayor aphtae, dan
mengacu pada kemampuan individu untuk herpetiform ulcers. Lesi SAR menimbulkan
bertahan dalam menghadapi berbagai rasa nyeri, bentuknya bulat atau oval
tekanan tanpa mengakibatkan gangguan.4 dengan pusat nekrotik yang dangkal
Salah satu penyakit yang sering disertai dengan pseudomembran warna
menyerang rongga mulut yaitu Stomatitis putih kekuningan yang dikelilingi oleh
Aftosa Rekuren (SAR). Stomatitis aftosa daerah eritematous yang mengalami
rekuren merupakan penyakit mulut yang peninggian.11,13
paling sering diderita manusia dengan ciri Untuk dapat menegakkan diagnosis
khas ulkus single atau multiple, kambuhan, yang tepat dari SAR dapat dilakukan
kecil, bulat atau oval dengan batas jelas dengan cara melakukan anamnesis dan
kemerahan, dan dasar abu-abu atau pemeriksaan fisik. Biasanya pada
kuning.5 anamnesis pasien akan merasakan sakit
Stomatitis aftosa rekuren (SAR) pada mulutnya, tempat ulser sering
merupakan manifestasi yang timbul dalam berpindah-pindah dan biasanya kejadiannya
rongga mulut yang dipicu oleh faktor selalu berulang. Pada pemeriksaan fisik
predisposisi. Beberapa faktor predisposisi dapat ditemukan ulser pada bagian mukosa
SAR yaitu kekurangan hematinik (zat besi, mulut dengan bentuk yang oval dengan lesi
folat, dan vitamin B12), tahap menstruasi, yang biasanya berukuran ±1cm.9,12
stres, alergi, alergi makanan, dan AIDS.5,6 Stres merupakan salah satu terminologi
SAR merupakan kondisi umum yang popular dibicarakan dalam
berulang yang ditandai dengan ulkus percakapan sehari-hari seiring
ukuran kecil berbentuk bulat atau oval. meningkatnya modernisasi dan dinamika
Dasar ulkus biasanya berwarna abu-abu kehidupan. Stres diartikan sebagai respon
atau kuning. SAR dapat terjadi pada nonspesifik tubuh akibat perubahan sosial
berbagai kalangan usia dengan prevalensi dari modernisasi.5,14
sangat tinggi pada negara maju. Etiologi Instrumen untuk mengukur tingkat stres
SAR tidak sepenuhnya jelas dan sangat berupa kuesioner. Salah satu kuesioner
bervariasi tergantung faktor predisposisi.7 yang telah teruji yaitu Depression Anxiety
Di Kalangan awam, SAR dikenal and Stress Scale (DASS). Depression
sebagai sariawan yang merupakan salah anxiety stress scale terdiri atas 42
satu jenis ulkus yang muncul di rongga pertanyaan yang dirancang untuk
mulut. Istilah stomatitis memiliki arti mengukur tingkatan emosional negatif dari
peradangan jaringan lunak mulut, aphtosa depresi, kecemasan, dan stres. Skala stres
yang berarti terbakar dan rekuren berarti dalam depression anxiety stress scale terdiri
ulkus pada rongga mulut selalu timbul tiba- atas 14 pertanyaan dan sangat sensitif
tiba tanpa penyebab yang pasti. terhadap level penyebab kronik non
Berdasarkan padanan kata, SAR spesifik. Skala stres digunakan untuk
merupakan ulkus yang terasa nyeri muncul mengukur tingkat relaksasi, munculnya
di sekitar rongga mulut secara tiba-tiba dan gangguan saraf, tingkat kemarahan, reaksi
berulang.8,9,10 berlebihan, dan tingkat kesabaran. Hasil
Etiologi SAR hingga saat ini masih jawaban responden berdasarkan
101
Jurnal e-GiGi (eG), Volume 3, Nomor 1, Januari-Juni 2015
pengalaman selama seminggu akan kuesioner, alat dan bahan yang digunakan
dievaluasi dengan indeks keparahan stress , dalam penelitain ini adalah alat tulis
serta dihitung berdasarkan sistem skor.15 menulis dan lembar persetujuan penelitian
Menurut Kamus Besar Bahasa (informed consent). Pengambilan data
Indonesia, narapidana adalah orang dilaksanakan setelah responden menerima
terhukum karena dinyatakan bersalah oleh penjelasan peneliti dan menandatangani
hakim karena tindak pidana.16 surat pernyataan menjadi sampel peneltian
Stres yang dirasakan oleh individu yang (informed consent). Peneliti mengisi data
menimbulkan upaya untuk melakukan reponden yang akan diperiksa pada lembar
reaksi terhadap stres yang dialaminya. Stres kuesioner. Kemudian peneliti mengajukan
merupakan suatu wujud dari hubungan pertanyaan berdasarkan kuesioner yang
antara kejadian atau kondisi lingkungan bertempat di poliklinik LP, Peneliti dibantu
dengan penilaian kognitif individu terhadap oleh 5 orang teman.
tingkat, tipe tantangan, kesulitan, Data yang diperoleh diolah secara
kehilangan dan ancaman. Reaksi tersebut univariat dan disajikan dalam bentuk tabel
merupakan suatu aktivitas untuk distribusi frekuensi.
melakukan penyesuaian diri terhadap
situasi perangsang tertentu, yang apabila HASIL PENELITIAN
tidak dapat dilakukan dengan baik akan Responden dalam penelitian ini
menyebabkan gangguan fisik maupun ialah seluruh narapidana yang ada di
kejiwaan.14,17 Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB
Stres merupakan salah satu faktor Bitung yang bersedia untuk diwawancarai
predisposisi stomatitis aftosa rekuren yang dan berpartisipasi dalam mengisi kuesioner
dapat dialami oleh narapidana. Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) dan stres
Berdasarkan survei awal pada bulan april sebanyak 56 responden. Karakteristik
tahun 2014 di Lembaga pemasyarakatan responden dilihat berdasarkan jenis
Kelas II B Bitung, diketahui sebagian besar kelamin, umur, dan lamanya responden
narapidana cenderung mengalami stres dan ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas
pernah mengalami stomatitis aftosa IIB Bitung.
rekuren. Penelitian mengenai stomatitis Responden dengan jenis kelamin laki-
aftosa rekuren dan stres pada narapidana laki berjumlah 53 responden (94,64%) dan
belum pernah dilakukan di Sulawesi Utara. responden dengan jenis kelamin perempuan
Berdasarkan hal-hal yang ada maka peneliti berjumlah 3 responden (5,36%).
tertarik untuk melakukan penelitian tentang Responden berdasarkan usia 12-60 tahun,
Gambaran Stomatitis Aftosa Rekuren dan dari 56 responden yang ada di Lembaga
Stres pada Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Bitung diketahui
pemasyarakatan Kelas II B Bitung. jumlah responden terbanyak berusia 17-25
tahun dengan 26 responden (46,43%),
BAHAN DAN METODE PENELITIAN sedangkan paling sedikit ialah responden
Jenis penelitian ini ialah penelitian yang berusia 56-65 tahun dengan 1
deskriptif dengan desain cross sectional responden (1,79%). Responden
study. Penelitian dilakukan di Lembaga berdasarkan lamanya responden ditahan 0-
Pemasyarakatan Kelas II B Bitung, Jalan J 48 bulan di Lembaga Pemasyarakatan
P Kalangi kelurahan Tewaan, kecamatan Kelas IIB Bitung dari 56 responden
Ranowulu kota Bitung pada bulan terdapat sebanyak 20 responden (35,71%)
September 2014. Populasi dalam penelitian yang memiliki rentan waktu ditahan 7
ini ialah para Narapidana Lembaga bulan – 12 bulan dalam penahanan di (LP),
Pemasyarakatan Kelas II B Bitung dengan sedangkan paling sedikit ialah responden
jumlah 205 orang. dengan masa penahanan ≥ 48 bulan dengan
Instrumen dalam penelitian ini berupa jumlah responden 3 (5,36%).
102
Junhar, Suling, Supit: Gambaran Stomatitis aftosa...
berlangsung cepat dari trauma menjadi mengalami luka. Luka inilah yang diduga
SAR yang membuat responden menduga berkembang menjadi SAR pada rongga
bahwa faktor predisposisi trauma yang mulut, namun belum ditemukan literatur
mengakibatkan muncul SAR yang maupun hasil penelitian yang menyebutkan
dialaminya. Diasumsikan juga bahwa setiap bahwa ikan dapat memicu SAR yang
terjadi trauma maka akan menimbulkan dialami seseorang.21-23
luka. Hal ini memperkuat lagi anggapan Penelitian ini mengungkapkan bahwa
bahwa faktor predisposisi trauma yang terdapat 5 responden (8,93%) yang
menyebabkan SAR pada responden.20 mengalami penyembuhan SAR setelah 2
Sebanyak 44 responden (78,57%) minggu. Hasil ini mendukung studi literatur
menjawab bahwa SAR yang dialaminya yang dilakukan oleh Scully C, dkk yang
juga dialami oleh anggota keluarga (orang mengungkapkan bahwa SAR yang
tua dan saudara) dan munculnya SAR penyembuhannya lebih dari 2 minggu
mulai dialami sejak masa kanak-kanak. termasuk jenis SAR mayor dan
Ulser SAR yang muncul pertama kali saat kemungkinnannya dipicu oleh beberapa
kanak-kanak dan adanya riwayat SAR dari faktor salah satunya stres. 24
orang tua merupakan ciri-ciri dari SAR SAR merupakan penyakit rongga mulut
yang dipicu oleh faktor predisposisi yang dapat sembuh sendiri dalam waktu
genetik. Beberapa literatur mengungkapkan 10-14 hari tanpa pengobatan dan dapat
bahwa SAR yang dialami oleh orang tua kambuh kembali.18,19,25 Hasil penelitian
akan diturunkan kepada anaknya. Saudara yang dilakukan menunjukkan bahwa 19
kandung yang mengalami SAR juga responden (33,93%) tidak melakukan
merupakan dampak dari SAR yang dialami perawatan terhadap SAR yang dialami,
oleh orang tua yang diturunkan kepada ulser tersebut sembuh dengan sendirinya
anaknya. Adanya hubungan antara riwayat dan 37 responden (66,07%) melakukan
SAR dari orang tua yang memicu SAR perawatan khusus terhadap SAR. Data ini
yang dialami anak-anaknya telah sesuai dengan sebagian besar literatur yang
dibuktikan menggunakan Human menyebutkan bahwa SAR tidak
Leukocyte Antigen (HLA) namun sampai memerlukan perawatan. Perawatan
saat ini hal tersebut baru terbukti pada terhadap pasien SAR pada umumnya
beberapa grup etnik tertentu.19 bersifat non spesifik dan dilakukan dengan
Alergi terhadap beberapa makanan tujuan menghilangkan rasa sakit,
25,18-20
seperti kacang, coklat, kentang goreng, mengurangi besar dan lamanya ulser.
keju, susu, terigu, gandum, kopi, sereal, Sedangkan tindakan pencegahan yang
almond, stroberi dan beberapa makanan dilakukan untuk mengurangi tingkat
dari tomat dihubungkan dengan munculnya rekurensi dari SAR yaitu 42 responden
SAR pada beberapa pasien. Pada penelitian (75%) menjaga kebersihan mulut dan 7
ini, sebanyak 15 responden (26,78%) responden (12,50%) menggunakan obat
menjawab pernah mengalami SAR setelah kumur dan 7 responden (12,50%) tidak
mengonsumsi makanan tertentu. melakukan apapun. Tindakan pencegahan
Responden mengalami gatal-gatal pada dengan menjaga kebersihan rongga mulut
mukosa mulutnya kemudian berkembang bertujuan untuk mencegah berkembang
menjadi SAR setelah mengonsumsi biaknya bakteri-bakteri patogen rongga
makanan tertentu. Beberapa literatur mulut yang dapat memicu terjadinya ulser
mengungkapkan bahwa salah satu makanan dan penyakit mulut lainnya.24,26 Selain itu,
yang menimbulkan alergi dan memicu SAR banyak juga para ahli yang menyatakan
yaitu ikan asin. Diperkirakan bahwa alergi bahwa obat kumur dapat mengurangi rasa
terhadap ikan asin akan menyebabkan sakit dan tingkat rekurensi dari SAR,
sensasi rasa gatal pada rongga mulut dengan dosis yang telah ditetapkan.26,27
sehingga membuat mukosa mulut Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa 2
105
Jurnal e-GiGi (eG), Volume 3, Nomor 1, Januari-Juni 2015
responden (3,57%) merawat SAR yang (SAR) dengan tingkat stres ringan
mereka alami dengan meningkatkan berjumlah 19 responden (33,93%), sedang
konsumsi buah dan sayur. Hasil ini sesuai berjumlah 18 responden (32,14%), berat 16
dengan literatur yang menyebutkan bahwa responden (28,58%), dan sangat berat
untuk mencegah atau mengurangi berjumlah 3 responden (5,35%).
timbulnya SAR dapat diimbangi dengan
banyak mengonsumsi buah dan sayur, SARAN
sebab faktor lain penyebab timbulnya SAR 1. Bagi instansi di Lembaga
adalah defisiensi nutrisi.28 pemasyarakatan untuk lebih
Berdasarkan tabel 14 tingkat stres pada memperhatikan peningkatan mutu
narapidana di Lembaga Pemasyarakatan kesehatan narapidana khususnya
Kelas IIB Bitung menunjukkan sebanyak penyediaan tenaga kesehatan di
14 responden (77,77%) memiliki riwayat (LP).
SAR sebulan lalu dengan tingkat stres 2. Bagi masyarakat khususnya
sedang. Hasil ini apabila dibandingkan masyarakat yang berada di
dengan penelitian Refeatun Nissa tentang Lembaga Pemasyarakatan untuk
faktor stres sebagai salah satu predisposisi lebih menjaga kebersihan khusunya
SAR di Universitas Sumatera Utara pada kebersihan gigi dan mulut dan
tahun 2011 menunjukkan bahwa sebagian sanitasi yang berada di lembaga
besar mahasiswa (77,8%) memiliki riwayat pemasyarakatan.
SAR yang dipicu stres dengan tingkatan
stres tinggi, tetapi terdapat 3 responden DAFTAR PUSTAKA
dengan tingkat stres sangat berat yang tidak 1. Samosir CD. Sekelumit tentang penology
mengalami SAR sebulan yang lalu. Hasil dan pemasyarakatan. Bandung: Nuansa
ini menunjukkan perbedaan tingkat stres Aulia; 2012.p.131.
yang sangat berbeda antara responden 2. Siswati T, Abdurrohim. Masa hukuman
dikarenakan responden berada pada kondisi dan stress pada narapidana. Proyeksi J
yang berbeda. Responden pada penelitian 2004; 4(2): 95-106.
Refeatun Nissa merupakan mahasiswa 3. Selye H. Stress and the general adaptation
sehingga memiliki beban stres yang syndrome. British Medical Journal June
dipengaruhi oleh beban belajar dan 1950; 1383-92.
kehidupan sosial sebagai pelajar sedangkan 4. Jusuf M, Paramata N, Ramli A. Studi
epidemiologis stress, toleransi stress
responden pada penelitian ini sudah
dan stressor psikososial pada pelajar
terbiasa dengan kehidupan sosial di dalam sekolah lanjutan atas di kota Gorontalo.
Lembaga Pemasyarakatan yang penuh Jurnal Health and Sport 2012;5(2):1-10
dengan peraturan.29 5. Segarahayu RD. Pengaruh manajemen
Pada tiga responden yang memiliki stres terhadap penurunan tingkat stres
tingkatan stres sangat berat tidak terdapat pada narapidana di lpw malang.
riwayat SAR sebulan yang lalu. Hasil Universitas Negeri Malang. Malang.
wawancara menunjukkan bahwa responden [serial online] 2013;h.1-15. [diakses 19
melakukan tindakan pencegahan dan juni 2014]. Tersedia dalam: URL:
perawatan seperti mengonsumsi vitamin, http://jurnal-
menjaga kebersihan mulut dan online.um.ac.id/data/artikel/artikelDEB
288149FBAA98C9CB27EB18035D95
menggunakan obat kumur.
A.pdf
6. Scully C, Cawson RA. Atlas bantu
SIMPULAN kedokteran gigi: Penyakit mulut.
Berdasarkan penelitian yang telah Jakarta: Hipokrates; 2013.p.25-6.
dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa 7. Jurge S, Kuffer R, Scully C, Porter SR.
dari 56 responden di Lembaga Recurrent aphthous stomatitis. Oral
Pemasyarakatan Kelas IIB Bitung yang disease 2006; 12(1):1-21.
mengalami Stomatitis Aftosa Rekuren 8. Han RP, Hwu YJ, Peng NH, Tseng KY,
106
Junhar, Suling, Supit: Gambaran Stomatitis aftosa...
Pai LW, Chiu SC. Effectiveness of Tyldesley’s oral medicine 5th ed.
vitamin B12 on recurrent aphtous Oxford: Oxford University Press. 2003;
stomatitis in long term care: a p.52-8.
systematic review. Taiwan Joanna 20. Cawson RA, Odell EW. Diseases of the
Briggs 2011:1-15. oral mucosa: non-infective stomatitis.
9. Matute RA, Alonso ER. Recurrent aphtous In: Cawson’s essentials of oral
stomatitis in rheumatology. Rheumatol pathology and oral medicine. 7th ed.
clinica 2011;7(5):323-8. Oxford: Elsevier Science; 2002;p.192-
10. Harty FJ, Ogston R. Kamus kedokteran 5.
gigi. Jakarta: Penerbit Buku 21. Sumintarti, Marlina E. Hubungan antara
Kedokteran; 1995.p.293. level estradiol dan progesterone dengan
11. Lewis MAO, Jordan RCK. Ulceration. In: stomatitis aftosa rekuren. Dentofas
A colour handbook of oral medicine. 2012; 11(3):137-41.
California: University of California san 22. Yekti M, Erlita P. 45 masalah dan solusi
Fransisco. 2004;p.24-5. penyakit gigi dan mulut. Yogyakarta:
12. Laskaris G. Aphtous stomatitis. In: Andi Offset; 2013.p.101.
Katsambas AD, Lotti TM. European 23. Scully C, de Almeida OP, Bagan J, Dioz
handbook of dermatological PD, Taylor AM. Ulcers and erosions:
treatmeants 2nd ed. America: Springer; aphtae. In: Oral medicine and
2003.p.48-51. pathology at a glance. West Sussex:
13. Sridhar T, Elumalai M, Karthika B. Wiley-Blackwell. 2010;p.56-7.
Recurrent aphthous stomatitis: a 24. Scully C, Gorsky M, Nur FL. The
review. Biomedical and Pharmacology diagnosis and management of recurrent
Journal 2013; 6(1):17-22. aphthous stomatitis. JADA February
14. Yusoff MSB. Stress, stressor and coping 2003;134:200-7.
strategies among secondary school 25. Hurlbutt M, Thomsen L. Demystifying
students in a Malaysian government recurrent oral ulcerations. ADA CERP
secondary school initial findings. PennWell [serial online]. 2007 [cited
ASEAN Journal Psychiatry 2010 2013 May 13]; 4: 1-9. Available from:
December; 11(2):1-15. http://www.ineedce.com/course/1430/P
15. Lovibond SH, Lovibond PF. Manual for DF/DemystRecurOralUlceratns.pdf.
the depression anxiety stress scales, 2 26. Scully C. Aphthous ulceration. N Engl J
nd ed. Sydney: Psychology foundation; Med. 2006;355(2):165-72
1995. 27. Jurge S, Kuffer R, Scully C, Porter SK.
16. Kamus besar bahasa Indonesia. Pusat Mucosal Disease Series; Number VI
bahasa, Departemen pendidikan Recurrent Aphthous Stomatitis.
nasional. Jakarta. 2008.p.996. 2004.p.3.
17. Wirawan A, Nurulita U, Astuti R. 28. Wray D, Ferguson MM, Mason DK,
Hubungan hygiene perorangan dengan Hutcheon AW,Dagg JH. Recurrent
sanitasi lapas terhadap kejadian aphthae: treatment with Vitamin B12,
penyakit herpes di lapas wanita kelas II folic acid and iron. Br Med J, 1975;
a semarang. Jurnal Unimus 2:490-493.
2011;1(7):59-70. 29. Nisa R. Stomatitis aftosa rekuren yang
18. Scully C. Aphtous ulcers. Medscape. dipicu oleh stres pada mahasiswa
2013;1-5. Available from URL: kedokteran gigi Universitas Sumatera
http://emedicine.medscape.com/article/ Utara [skripsi]. Medan: Universitas
867080-overview. Sumatera Utara, 2011.
19. Field A, Longman L. Oral ulceration. In:
107