0% found this document useful (0 votes)
419 views156 pages

123dok Kajian+seleksi+dan+evaluasi+pemasok+pada+rantai+pasokan+kertas

This document discusses a study on supplier selection and evaluation in the paper supply chain. It analyzes the configuration of the paper supply chain using a case study of an Indonesian paper mill. It then develops a model using the Analytical Hierarchy Process approach to help with supplier selection and evaluation decisions in a systematic way.

Uploaded by

Marthinus Boxy
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
0% found this document useful (0 votes)
419 views156 pages

123dok Kajian+seleksi+dan+evaluasi+pemasok+pada+rantai+pasokan+kertas

This document discusses a study on supplier selection and evaluation in the paper supply chain. It analyzes the configuration of the paper supply chain using a case study of an Indonesian paper mill. It then develops a model using the Analytical Hierarchy Process approach to help with supplier selection and evaluation decisions in a systematic way.

Uploaded by

Marthinus Boxy
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
You are on page 1/ 156

KAJIAN SELEKSI DAN EVALUASI PEMASOK

PADA RANTAI PASOKAN KERTAS

SKRIPSI

NAILUL ABROR
F34051950

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
STUDY ON SUPPLIER SELECTION AND EVALUATION
IN PAPER SUPPLY CHAIN
Marimin and Nailul Abror
Department of Agroindustrial Technology, Faculty of Agricultural Technology,
Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java, Indonesia.
Phone 62 852 8153 7987, email [email protected]

ABSTRACT
Selecting right suppliers is the first strategic decision that determines the success in
implementation of supply chain management. More competitive environment, selective acquisition of
raw materials, and its complexity and dynamics have encouraged the actors of paper supply chain to
pay more attention in all their activities and functions, including supplier selection and evaluation, to
run effectively and efficiently. The objectives of this research are to analyze the configuration of paper
supply chain, and to develop a model for supplier selection and evaluation in the paper supply chain
with Analytical Hierarchy Process (AHP) approach. The configuration of paper supply chain is
analyzed through its four elements of structures, business processes, resources, and management. To
give more detailed description, a case study in PT Kertas Leces (PTKL), a second oldest integrated
paper mill in Indonesia, was held. In this case, PTKL plays as an intermediary manufacturer that
produces paper in parent rolls, and then delivers them to her costumers (mostly consisting of other
manufacturers, as converters, and distributors). Proposed AHP model consists of five levels of
hierarchy, i.e. goal, criteria, subcriteria, rating scales, and alternatives. Through the AHP, nineteen
subcriteria grouped into four criteria were identified. Development steps of this model include
identification of relevant factors and their weights, assessment of suppliers’ performances, and
identification of managerial criteria for monitoring suppliers. The use of proposed AHP model
indicates that it can be applied to improve the decision-making in supplier selection with a set of
systematic and comprehensive analysis.

Keywords: paper supply chain, supplier selection, AHP


NAILUL ABROR. F34051950. Kajian Seleksi dan Evaluasi Pemasok pada Rantai Pasokan
Kertas. Dibawah bimbingan Marimin. 2011

RINGKASAN

Selama dekade terakhir ini terjadi perubahan besar pada industri pulp dan kertas. Tiga aspek
utama yang mengisi perubahan tersebut yaitu permintaan, selektivitas perolehan bahan baku, dan
persaingan industri. Dalam kondisi demikian, para pelaku industri pulp dan kertas dituntut untuk lebih
memperhatikan segala aktivitas dan fungsinya agar dapat benar-benar berjalan dengan efektif dan
efisien. Integrasi semua pihak dalam rantai pasokan kertas menjadi kunci pencapaian hal tersebut.
Keberhasilan implementasi manajemen rantai pasokan sangat ditentukan pertama kali oleh keputusan
strategis seleksi pemasok. Aktivitas seleksi pemasok memainkan peran vital dalam organisasi karena
secara signifikan dapat mengurangi harga barang dan meningkatkan daya saing harga perusahaan.
Disamping aspek biaya, tuntutan kualitas dan waktu pengiriman dalam persaingan pasar yang semakin
mengglobal menambah kompleksitas keputusan seleksi pemasok ini. Penelitian ini bertujuan untuk
mengkaji konfigurasi rantai pasokan kertas dan mengembangkan model seleksi dan evaluasi pemasok
dengan pendekatan Analytical Hierarchy Process (AHP).
Rantai pasokan kertas dikaji dengan mendeskripsikan partisipan, proses, produk, sumberdaya,
dan manejemennya, serta hubungan antara hal tersebut dengan atribut-atribut terkait. Analisis
konfigurasi rantai kertas pada penelitian ini mengambil studi kasus di PT Kertas Leces (PTKL),
Probolinggo. Fokus kajian selanjutnya diarahkan pada masalah seleksi dan evaluasi pemasok pada
rantai pasokan kertas. Struktur hierarkis dalam seleksi dan evaluasi pemasok dikembangkan
menggunakan AHP. Pendekatan yang diterapkan mengintegrasikan suatu skala tingkat kinerja untuk
memberikan nilai pada masing-masing alternatif bagi setiap subkriteria terkait.
Secara umum aliran pasokan kertas pada PTKL mengikuti dua struktur rantai pasokan. Pada
struktur pertama, PTKL memasok produk kertasnya kepada perusahaan atau pabrik kertas lain yang
mengkonversinya menjadi bentuk yang lebih kecil (converting). Struktur kedua, PTKL memasok
sebagian produknya kepada distributor dan pengecer. Dalam struktur rantai pasok demikian, PTKL
lebih bertindak sebagai intermediary manufacturer, karena jenis produknya yang masih termasuk
barang antara (yaitu berupa kertas bentuk roll dan lembaran besar). Target pasarnya adalah konsumen
lembaga, yaitu perusahaan kertas lain, konverter, dan distributor. Dari sisi proses bisnis, dalam siklus
pesanan konsumen dan siklus semua proses yang terjadi pada rantai pasokan kertas PTKL berprinsip
tarik (pull process), dimana semua aktivitas yang dijalankan merupakan bentuk respon dari pesanan
konsumen. Sedangkan dalam siklus pengadaan semua prosesnya dijalankan dengan prinsip dorong
(push process), sebagai antisipasi terhadap tuntutan produksi.
Struktur model AHP yang diajukan terdiri dari lima level hierarki, yaitu tujuan, kriteria,
subkriteria, tingkat kinerja, dan alternatif. Tujuan pemodelan AHP ini adalah untuk memilih pemasok
pada industri kertas yang paling menguntungkan, dan meningkatkan daya saing perusahaan. Sebanyak
19 subkriteria yang terbagi dalam empat dimensi kriteria (kualitas, pengiriman, biaya, dan pelayanan
dan manajemen organisasi) teridentifikasi untuk pengembangan model AHP ini. Hasil penilaian pakar
menunjukkan urutan prioritas relatif untuk masing-masing kriteria yaitu biaya (0.466), kualitas
(0.272), pengiriman (0.169), dan pelayanan dan manajemen organisasi (0.092).
Evaluasi pemasok dengan model AHP yang dikembangkan dalam suatu kasus menempatkan
pemasok A sebagai pemasok terbaik dengan nilai 0.3664, diikuti oleh pemasok C (0.3285) dan
pemasok B (0.3057). Analisis sensitivitas gradien kriteria pengiriman terhadap kinerja alternatif
pemasok menggambarkan empat daerah klasifikasi peringkat pemasok: (a) pada 0.000 – 0.323,
pemasok A (PA) > pemasok C (PC) > pemasok B (PB), (b) 0.323 – 0.366, PC > PA > PB, (c) 0.366 –
0.398, PC > PB > PA (d) 0.398 – 1.000, PB > PC > PA.
Analisis faktor kesuksesan kritis menunjukkan bahwa pada kasus seleksi pemasok kertas
bekas, reduksi biaya, harga produk, standar dan jaminan kualitas, reliabilitas produk, cara pembayaran
dan ketepatan waktu adalah faktor-faktor terpenting yang perlu mendapat perhatian lebih. Dengan
mengidentifikasi faktor lemah pada pemasok utama dan dilengkapi dengan faktor kesuksesan kritis
tersebut, kinerja pemasok dapat dimonitor dengan baik. Dengan demikian, kerjasama yang terjalin
diharapkan dapat berjalan dengan lebih baik dan lebih saling menguntungkan.
Dengan menggunakan pendekatan AHP ini, kriteria untuk pemilihan pemasok dapat
didefinisikan dengan jelas. Masalah yang dihadapi pun mampu disusun secara sistematis. Model AHP
ini memungkinkan para pembuat keputusan untuk memperhitungkan kekuatan dan kelemahan setiap
pemasok dengan membandingkannya terkait kriteria yang ditekankan. Hasil yang diperoleh dari
model AHP ini juga dapat diarahkan untuk meningkatkan kualitas manajemen dengan pemasok
melalui serangkaian analisis lanjutan, mulai analisis sensitivitas, faktor kritis, hingga kriteria
manajerial.
NAILUL ABROR. F34051950. Study on Supplier Selection and Evaluation in Paper Supply Chain.
Supervised by Marimin. 2011

SUMMARY

Over the last decade a major change has stricken pulp and paper industry. Increasing demand,
more selective raw materials acquisition, and more competitive environment of the industry are three
leading dimension that fill the change. In such condition, all actors involved in pulp and paper
industry are required to pay more attention in their functions and activities to run effectively and
efficiently. Supply chain management (SCM) is an approach through which such this objective can be
achieved. In SCM perspective, inter-parties integration becomes a necessity to deal with any
conflicting objective between different functions. In line with this, a good relationship with suppliers
could ultimately improve competitiveness of the entire supply chain. Selecting right suppliers is the
first strategic decision that determines the success in implementation of SCM. It plays a key role in
any organization because it significantly reduces the unit price and improves corporate
competitiveness. Furthermore, emphasis on quality and delivery, beside of cost consideration, in
today’s globally competitive market adds the complexity of supplier selection decision.
This research aims to analyze the configuration of paper supply chain and to develop a model
for supplier selection and evaluation in the paper supply chain with Analytical Hierarchy Process
(AHP) approach. Paper supply chain is analyzed by illustrating its participants, processes, products,
resources, and management, and their relationships with the corresponding attributes. To give more
detailed description, a case study in PT Kertas Leces (PTKL), a second oldest integrated paper mill in
Indonesia, was held. In the next research focus of supplier selection and evaluation, a hierarchical
structure for its decision-making is developed with AHP. The proposed AHP model integrates scheme
of rating scales to assess suppliers’ performances in each corresponding criteria.
PTKL plays as an intermediary manufacturer that produces paper in parent rolls, and then
delivers them to her organizational costumers. Paper supply chain of PTKL generally has two
patterns of flow. First, PTKL supplies her products to other paper manufacturers that convert them to
the smaller sizes. Second, PTKL supplies some to distributors. From the business process perspective,
all processes in customer order cycle and manufacturing cycle are executed in response to a customer
order (pull processes), whereas all processes in procurement cycle are performed in anticipation of
production demand (push processes).
The proposed AHP model consists of five levels of hierarchy, i.e. goal, criteria, subcriteria,
rating scales, and alternatives. The goal of the AHP model is to select the best supplier for critical
items in paper industry, especially recovered paper, over all the factors considered. Through the
AHP, nineteen subcriteria grouped into four criteria (quality, cost, delivery, service and management
of organization) were identified. The result from experts’ judgments shown that the relative priority
for each criterion was cost (0.466), quality (0.272), delivery (0.169), service and management of
organization (0.092) respectively.
A specific case of supplier evaluation with the proposed AHP model ranked supplier A as the
best one with 0.3664 point of priority, followed by supplier C (0.3285), and supplier B (0.3057). A
sensitivity analysis of delivery gradient to suppliers’ performances resulted in four area of supplier
ranking classification, i.e. (a) 0.000 – 0.323, supplier A (PA) > supplier C (PC) > supplier B (PB), (b)
0.323 – 0.366, PC > PA > PB, (c) 0.366 – 0.398, PC > PB > PA (d) 0.398 – 1.000, PB > PC > PA.
Critical success factor analysis shown that in the case of recovered paper supplier selection
cost reduction, unit price, quality standards and assurance, product reliability, term of payment, and
on-time delivery are the most significant factors that need to concern more. Through identifying the
week factors of primary supplier and the critical success factors (managerial criteria), suppliers’
performances can be monitored and well managed. Furthermore, relationship between manufacturer
and supppliers should be better established and bear more mutual benefit.
Through the AHP approach, criteria and subcriteria in supplier selection and evaluation could
be defined clearly. The encountered problem could be described sistematically. The proposed AHP
model allows decision makers to take into account the strengths and weeknesses of each supplier and
compare them over the factors considered. The result from the AHP model can be used as an input for
supplier management improvement with a set of advanced analysis, such as sensitivity analysis,
critical success factor, and managerial criteria.
KAJIAN SELEKSI DAN EVALUASI PEMASOK
PADA RANTAI PASOKAN KERTAS

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Teknologi Industri Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor

Oleh
NAILUL ABROR
F34051950

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
Judul Skripsi : Kajian Seleksi dan Evaluasi Pemasok pada Rantai Pasokan Kertas
Nama : Nailul Abror
NIM : F34051950

Menyetujui,
Pembimbing,

Prof. Dr. Ir. Marimin, M.Sc.


NIP 19610905 198609 001

Mengetahui,
Ketua Departemen,

Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti


NIP 19621009 198903 2 001

Tanggal lulus: Agustus 2011


PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Kajian Seleksi dan
Evaluasi Pemasok pada Rantai Pasokan Kertas adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen
Pembimbing, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis
lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, 12 Agustus 2011


Yang membuat pernyataan,

Nailul Abror
F34051950
BIODATA PENULIS

Nailul Abror. Lahir di Probolinggo, 27 September 1987 dari ayah Bakir dan
ibu Hafifah, sebagai putra kedua dari empat bersaudara. Penulis menamatkan
SLTA pada 2005 dari MA Nurul Jadid, Probolinggo, dan pada tahun yang
sama diterima di IPB melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah dari Kementerian
Agama dengan Program Beasiswa Santri Berprestasi. Penulis memilih Mayor
Teknologi Industri Pertanian, Departemen Teknologi Industri Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian. Selama masa perkuliahan, penulis aktif dalam
berbagai kegiatan organisasi. Periode 2006-2007 penulis menjadi anggota
Badan Khusus, Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri, Fakultas Teknologi
Pertanian. Periode selanjutnya, 2007-2008, menjadi staff Departemen Human
Resouce Development pada organisasi yang sama. Penulis melaksanakan Praktik Lapangan pada tahun
2008 di PT Kertas Leces, Proolinggo, Jawa Timur dengan judul laporan “Kajian Manajemen Rantai
Pasokan Kertas Tulis Cetak”. Pada tahun 2011, penulis dipercaya sebagai Manajer Kota Bogor dalam
Pesantren Kilat Sukses Masuk Perguruan Tinggi Negeri yang diselenggarakan oleh MataAir
Foundation. Pada tahun yang sama, bersama rekan kelompok penulis menjadi salah satu peserta pada
Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional di Universitas Hasanuddin, Makassar, dalam katagori lomba
Program Kreativitas Mahasiswa Gagasan Tertulis.
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan berkah, rahmat,
dan ridho-Nya hingga penulis mampu menyelesaikan penelitian sekaligus skripsi dengan judul Kajian
Seleksi dan Evaluasi Pemasok pada Rantai Pasokan Kertas.
Dengan terselesaikannya penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis ingin menyampaikan
penghargan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Marimin, M.Sc. sebagai dosen pembimbing atas arahan, nasehat, serta
bimbingannya yang tidak pernah putus.
2. Prof. Dr. Ir. E. Gumbira Said, MA.Dev., Dr. Ir. Han Roliadi, M.Sc., dan Dr. Ir. Muhammad
Yani, M.Eng. atas kesedian dan waktu yang diluangkan sebagai responden ahli dalam
penelitian ini.
3. Keluarga besar PT Kertas Leces yang telah memberikan izin, data, dan informasi yang
mendukung kelancaran penelitian.
4. Segenap dosen dan staff Departemen Teknologi Industri Pertanian yang dengan ketulusan
mengajari saya lebih banyak hal.
5. Aba dan Ummi yang senantiasa mendoakan dan mengingatkan; Cak Miftah, Dek Waid, dan
Dek Basyir atas dorongan morilnya.
6. Teman-teman TIN, CSS, terlebih KMNU, dan lainnya yang membantu, menyemangati,
menjadi partner selama penulis melakukan studi di Fakultas Teknologi Pertanian.
7. Anggota kelompok bimbingan supply chain atas sharing pengetahuan berharganya.
8. Faizaty atas ketangguhan, kesabaran, kecerdasan, dan inspirasinya.

Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan konstribusi yang
nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang rantai pasokan kertas.

Bogor, 12 Agustus 2011

Nailul Abror

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................................... iii


DAFTAR TABEL .............................................................................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................................................... viii
I. PENDAHULUAN ........................................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................................................... 1
1.2 Tujuan .................................................................................................................................. 3
1.3 Manfaat ................................................................................................................................ 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................................... 4
2.1 Rantai Pasokan Kertas ......................................................................................................... 4
2.1.1 Pengertian Rantai Pasokan ........................................................................................ 4
2.1.2 Karakteristik Rantai Pasokan Kertas ......................................................................... 6
2.1.3 Manajemen Hubungan dengan Pemasok .................................................................. 7
2.2 Seleksi dan Evaluasi Pemasok ............................................................................................. 8
2.2.1 Karakteristik Masalah Seleksi Pemasok ................................................................... 8
2.2.2 Kriteria dalam Seleksi Pemasok ............................................................................... 9
2.2.3 Metode Pengambilan Keputusan pada Seleksi Pemasok .......................................... 12
III. METODE PENELITIAN ............................................................................................................. 14
3.1 Kerangka Pemikiran ............................................................................................................. 14
3.2 Tata Laksana Penelitian ....................................................................................................... 16
3.3 Rancangan Penelitian dan Definisi Operasional .................................................................. 16
3.3.1 Seleksi Item/Bahan Kritis ......................................................................................... 16
3.3.2 Identifikasi Kriteria Seleksi Pemasok ....................................................................... 18
3.3.3 Pemilihan Pakar ........................................................................................................ 19
3.4 Metode Analisis Data ........................................................................................................... 19
3.4.1 Kerangka Kerja Pengembangan Rantai Pasokan Van der Vorst ............................... 19
3.4.2 Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Pemodelan Seleksi Pemasok ............... 20
IV. KONFIGURASI RANTAI PASOKAN KERTAS ....................................................................... 25
4.1 Struktur Jaringan Rantai Pasokan ........................................................................................ 25
4.1.1 Anggota Rantai Pasokan ........................................................................................... 27
4.1.2 Entitas Rantai Pasokan .............................................................................................. 29
4.1.2.1 Produk ......................................................................................................... 29
4.1.2.2 Pasar ............................................................................................................ 30
4.1.2.3 Persaingan dan Keunggulan Kompetitif ..................................................... 31
4.2 Proses Bisnis Rantai Pasokan Kertas ................................................................................... 32
4.2.1 Tinjauan Siklus ......................................................................................................... 33
4.2.2 Tinjauan Dorong/Tarik ............................................................................................. 34
4.3 Manajemen Rantai Pasokan Kertas ...................................................................................... 35
4.3.1 Perencanaan Permintaan dan Pasokan ...................................................................... 35
4.3.2 Perencanaan dan Pengelolaan Persediaan ................................................................. 37
4.3.3 Keputusan Pengadaan ............................................................................................... 38

iv
4.4 Sumberdaya Rantai Pasokan ................................................................................................ 42
4.4.1 Sumberdaya Fisik ..................................................................................................... 42
4.4.2 Sumberdaya Teknologi ............................................................................................. 44
4.4.3 Sumberdaya Permodalan .......................................................................................... 45
4.4.4 Sumberdaya Manusia ................................................................................................ 45
V. MODEL SELEKSI DAN EVALUASI PEMASOK DENGAN AHP .......................................... 46
5.1 Penilaian Pemasok pada PT Kertas Leces ........................................................................... 46
5.2 Model AHP untuk Seleksi dan Evaluasi Pemasok ............................................................... 47
5.2.1 Struktur Keputusan Hierarkis ................................................................................... 47
5.2.2 Hasil Pengumpulan dan Pengolahan Data ................................................................ 49
5.2.3 Aplikasi AHP pada Masalah Seleksi Pemasok Spesifik ........................................... 52
5.2.4 Analisis Sensitivitas terhadap Tingkat Kepentingan Kriteria ................................... 53
5.3 Implikasi Manajerial ............................................................................................................ 54
5.3.1 Faktor Kesuksesan Kritis dalam Seleksi Pemasok .................................................... 54
5.3.2 Monitoring Kinerja Pemasok .................................................................................... 55
VI. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................................................... 57
6.1 Kesimpulan .......................................................................................................................... 57
6.2 Saran .................................................................................................................................... 57
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................ 59
LAMPIRAN ....................................................................................................................................... 62

v
DAFTAR TABEL
Halaman

Tabel 1. Perbandingan antara rantai pasokan yang efisien dengan yang reponsif ........................... 5
Tabel 2. Kriteria dalam seleksi pemasok dan tingkat kepentingannya (Dickson, 1966) ................. 10
Tabel 3. Ringkasan literatur terkait kriteria seleksi pemasok dan kasus industrinya ...................... 11
Tabel 4. Item/bahan kritis untuk produksi kertas ............................................................................ 17
Tabel 5. Kriteria dan subkriteria pada tahap pra-eliminasi oleh responden ahli ............................. 18
Tabel 6. Dua kelompok komponen manajemen yang terlingkup dalam rantai pasokan ................. 20
Tabel 7. Skala nilai perbandingan berpasangan .............................................................................. 22
Tabel 8. Nilai random index pada beberapa tingkat alternatif ......................................................... 23
Tabel 9. Matriks perbandingan berpasangan untuk skala lima-poin tingkat kinerja ....................... 24
Tabel 10. Produksi dan konsumsi kertas di indonesia (dalam juta ton) ............................................ 29
Tabel 11. Variasi jenis kertas produksi PT Kertas Leces .................................................................. 29
Tabel 12. Konsumsi kertas per kapita di beberapa negara (dalam kg/kapita/tahun) ......................... 30
Tabel 13. Daftar pelanggan PT Kertas Leces .................................................................................... 31
Tabel 14. Pangsa pasar beberapa perusahaan berdasarkan kapasitas terpasang tahun 2006 ............. 32
Tabel 15. Data penjualan kertas PTKL dibandingkan dengan target RKAP tahun 2007 .................. 36
Tabel 16. Kapasitas, bahan baku, dan produk pada lima mesin kertas PT Kertas Leces .................. 43
Tabel 17. Kriteria dan cara penilaian pemasok PT Kertas Leces ...................................................... 46
Tabel 18. Hasil penilaian responden ahli tentang tingkat relevansi kriteria yang dipertimbangkan
dalam seleksi pemasok pada industri kertas ....................................................................... 48
Tabel 19. Matriks perbandingan berpasangan pada seleksi dan evaluasi pemasok ........................... 50
Tabel 20. Bobot prioritas lokal dan global untuk setiap subkriteria .................................................. 51
Tabel 21. Urutan peringkat kepentingan subkriteria ......................................................................... 51
Tabel 22. Aplikasi model AHP pada simulasi kasus seleksi pemasok kertas bekas .......................... 52
Tabel 23. Identifikasi faktor lemah pada pemasok utama ................................................................. 56
Tabel 24. Manajerial kriteria untuk monitoring kinerja pemasok ..................................................... 56

vi
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Proses-proses makro rantai pasokan ............................................................................... 5


Gambar 2. Rantai pasokan pulp dan kertas ...................................................................................... 6
Gambar 3. Proses-proses kunci terkait fungsi pengadaan ................................................................ 8
Gambar 4. Kerangka pemikiran konseptual penelitian ..................................................................... 15
Gambar 5. Kerangka kerja pengembangan rantai/jaringan pasokan ................................................ 20
Gambar 6. Model AHP untuk seleksi dan evaluasi pemasok material produksi kertas .................... 21
Gambar 7. Pola general rantai pasokan kertas .................................................................................. 25
Gambar 8. Konsumsi golongan serat untuk produksi kertas Indonesia ............................................ 25
Gambar 9. Pola rantai pasokan kertas PT Kertas Leces ................................................................... 26
Gambar 10. Siklus proses rantai pasokan PT Kertas Leces ................................................................ 33
Gambar 11. Proses dorong/tarik pada rantai pasokan PT Kertas Leces ............................................. 34
Gambar 12. Prosedur pengadaan barang/jasa PT Kertas Leces ......................................................... 40
Gambar 13. Struktur hierarki keputusan dalam seleksi dan evaluasi pemasok pada industri kertas .. 49
Gambar 14. Analisis sensitivitas kinerja pemasok pada setiap kriteria (kondisi awal) ...................... 53
Gambar 15. Analisis sensitivitas kinerja pemasok setelah perubahan tingkat kepentingan
pengiriman ...................................................................................................................... 53
Gambar 16. Klasifikasi peringkat pemasok berdasarkan selang tingkat sensitivitas gradien
pengiriman ...................................................................................................................... 54
Gambar 17. Digram Pareto untuk identifikasi faktor kesuksesan kritis ............................................. 55

vii
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Pangsa pasar beberapa perusahaan kertas dan kertas leces berdasarkan jenis produk
kertas ............................................................................................................................ 58
Lampiran 2. Struktur organisasi PT Kertas Leces (tingkat direktur sampai superintendent) ........... 59
Lampiran 3. Data impor kertas bekas dan proyeksi konsumsi bahan baku serat untuk produksi kertas
di Indonesia .................................................................................................................. 60
Lampiran 4. Hasil pemodelan AHP untuk seleksi dan evaluasi pemasok dengan Expert Choice .... 61

viii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Selama dekade terakhir ini terjadi perubahan besar pada industri pulp dan kertas. Tiga aspek
utama yang mengisi perubahan tersebut yaitu permintaan, selektivitas perolehan bahan baku, dan
persaingan industri. Untuk di Indonesia, permintaan terhadap komoditi kertas pada periode 2004-2007
meningkat dari 5.47 juta ton menjadi 6 juta ton atau naik rata-rata 3.13% per tahun. Walaupun sudah
mengalami peningkatan, konsumsi kertas perkapita di Indonesia masih sekitar 26 kg perkapita
pertahun, jauh di bawah Malaysia (110.8 kg/kapita/tahun), terlebih dibandingankan Jepang (245.5
kg/kapita/tahun), Amerika Serikat (288 kg/kapita/tahun), dan Finlandia (368.6 kg/kapita/tahun)
(Departemen Perindustrian 2009).
Tren permintaan kertas dalam negeri yang diproyeksi terus meningkat ini kemudian menarik
banyak investor untuk masuk dalam industri pulp dan kertas. Selama periode 2004-2008, kapasitas
pulp domestik meningkat rata-rata 0.6% per tahun, yaitu dari 5.2 juta ton menjadi 6.4 juta ton per
tahun. Pada 2009, kapasitas terpasangnya bahkan meningkat lagi menjadi 6.9 juta ton per tahun
seiring dengan beroperasinya pabrik baru. Pada periode yang sama, kapasitas produksi kertas juga
mengalami peningkatan dari 10 juta ton menjadi 10.9 juta ton per tahun. Indonesia juga memiliki
potensi lahan yang masih cukup luas untuk dikembangkan menjadi hutan tanaman industri (HTI)
sebagai sumber bahan baku yang berkelanjutan. Departemen Kehutanan (2008) menyebutkan luas
areal hutan di Indonesia diperkirakan 133,369,684 ha, terdiri atas hutan lindung 31,604,032 ha,
kawasan pelestarian alam 20,142,049 ha, hutan produksi 36,649,918 ha, hutan produksi terbatas
22,502,724 ha, dan hutan produksi yang dapa dikonversi 22,795,961 ha (Departemen Perindustrian
2009).
Modal hutan alam yang luas dan perkembangan HTI selama ini menjadikan posisi Indonesia
sebagai pemasok pulp dan serpih kayu semakin penting, terutama bagi negara-negara Asia. Walaupun
demikian, perjalanan industri pulp dan kertas – juga industri kehutanan pada umumnya – dalam negeri
tidaklah berjalan mulus, sehubungan dengan isu pemanasan global, lingkungan hidup, dan
penebangan liar yang menjadi perhatian dunia. Sampai September 2004, masih lebih dari 90% bahan
baku kayu untuk industri pulp di Indonesia berasal dari hutan alam. Hal ini mendorong upaya
pembenahan sumber pasokan bahan baku kayu agar lebih menjamin keberlanjutan produksi dan
penerimaan hasilnya di pasar dunia.
Industri pulp dan kertas memiliki beberapa karakteristik yang membuatnya unik. Pertama,
volume dan kualitas pasokan pada industri tersebut bersifat stokastik dan sulit diprediksi. Kedua,
lingkup perencanaannya memiliki rentang mulai dari yang sangat pendek (detik) hingga yang sangat
panjang (dekade). Ketiga, terdapat banyak sekali produk turunan (ratusan) dibandingkan dengan asal
bahan bakunya (hanya beberapa spesies pohon). Keempat, tradisinya menggunakan perencanaan
manual dalam sistem berbasis dorong (push-based), dan masih memiliki banyak masalah praktis
ketika diubah menjadi sistem berbasis tarik (pull-based). Kelima, hubungan dengan pelanggan
biasanya didasarkan pada sistem spot and contract. Keenam, sifatnya yang padat modal dengan
margin yang kecil. Industri pulp dan kertas bersandar pada rantai pasokan yang begitu panjang dan
terintegrasi, bermula dari kayu yang dipanen dari hutan dan berakhir sebagai bermacam produk dalam
kehidupan sehari-hari. Tahapan-tahapan aktivitas pada rantai pasokan pulp dan kertas ini juga
melibatkan berbagai perusahaan dan organisasi (Carlsson et al. 2006).
Pada kondisi persaingan yang semakin ketat dan pengadaan bahan baku yang semakin selektif,
serta kompleksitas dan dinamika rantai pasokannya, para pelaku industri pulp dan kertas dituntut

1
untuk lebih memperhatikan segala aktivitas dan fungsinya agar dapat benar-benar berjalan dengan
efektif dan efisien. Manajemen rantai pasokan (supply chain management – SCM) merupakan suatu
pendekatan untuk secara efisien mengintegrasikan pemasok, perusahaan manufaktur, gudang besar,
dan pengecer sedemikian rupa sehingga suatu produk dapat diproduksi dan didistribusikan dalam
kuantitas yang tepat, pada lokasi yang tepat, dan dalam waktu yang tepat agar biaya-biaya keseluruhan
sistem dapat diminimumkan dengan tetap menjaga tingkat pelayanan yang memuaskan (Simchi et al.
2000 dalam Hou dan Huang 2002). Koordinasi yang erat antar-organisasi dalam rantai pasokan
dibutuhkan untuk mencapai tujuan tersebut (Lee dan Billington 1992).
PT Kertas Leces (PTKL) adalah salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak
dalam industri pulp dan kertas dengan memproduksi berbagai jenis kertas. PTKL adalah pabrik kertas
tertua kedua di Indonesia (setelah Pabrik Kertas Padalarang) yang beroperasi sejak 1940. Dengan
pengalaman lebih dari setengah abad dalam industri kertas dan kemampuannya dalam mengahasilkan
berbagai jenis kertas, rantai pasokan kertas yang melibatkan PTKL menjadi menarik untuk dipelajari.
Keberhasilan implementasi manajemen rantai pasokan ditentukan pertama kali oleh keputusan
strategis pemilihan pemasok (Hou dan Huang 2002). Koordinasi dengan pemasok bukan hal mudah
karena pemasok merupakan organisasi eksternal sehingga dibutuhkan sistem kerjasama dan
pertukaran informasi yang terintegrasi. Pengembangan pemasok adalah salah satu cara yang dapat
ditempuh untuk meningkatkan daya saing dari keseluruhan rantai pasokan (Lee et al. 2001). Aktivitas
seleksi pemasok memainkan peran kunci dalam organisasi karena secara signifikan dapat mengurangi
harga barang dan meningkatkan daya saing harga perusahaan. Disamping itu, tuntutan aspek kualitas
dan waktu pengiriman, selain biaya, dalam persaingan pasar yang semakin mengglobal saat ini
menambah kompleksitas keputusan seleksi pemasok ini (Ting dan Cho 2008).
Penelitian ini mengkaji rantai pasokan industri kertas dengan menggunakan pendekatan
kerangka kerja Van der Vorst (2006) untuk mendapatkan gambaran tentang rantai pasokan, partisipan,
proses, produk, sumberdaya, dan manejemennya, serta hubungan antara hal tersebut dengan atribut-
atribut terkait. Van der Vorst (2006) mengadaptasi kerangka kerja dari Lambert dan Cooper (2000)
untuk menggambarkan rantai pasokan dengan membaginya ke dalam empat elemen, yaitu struktur
jaringan, proses bisnis rantai, manajemen rantai dan jaringan, dan sumberdaya rantai. Analisis
konfigurasi rantai kertas pada penelitian ini mengambil studi kasus di PT Kertas Leces, Probolinggo.
Selanjutnya, fokus kajian diarahkan pada masalah seleksi dan evaluasi pemasok pada rantai pasokan
kertas. Struktur hierarkis dalam seleksi dan evaluasi pemasok dikembangkan menggunakan Proses
Hierarki Analitik (Analytical Hierarchy Process – AHP). Hal ini berguna untuk mengidentifikasi
kandidat pemasok terbaik dengan mempertimbangkan kriteria kuantitatif dan kualitatif. Proses
tersebut diharapkan dapat berimplikasi pada manajemen hubungan dengan pemasok sehingga dapat
berjalan dengan lebih efektif dan efisien.

1.1.1 Batasan Masalah


Pembatasan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Rantai pasokan kertas yang dikaji dalam penelitian ini berdasarkan studi kasus pada PT Kertas
Leces (Persero), Probolinggo.
2. Partisipan ahli yang dijadikan responden dalam penentuan kriteria dan prioritasnya untuk
proses seleksi dan evaluasi pemasok berasal dari kalangan akademisi perguruan tinggi dan
peneliti dari lembaga riset.
3. Model seleksi pemasok yang diajukan menggunakan salah satu bahan/item (dari sekian
bahan/item kritis) sebagai konteks kasus aplikasi.

2
1.1.2 Rumusan Masalah
Dengan demikian, masalah yang bisa dirumuskan dalam penelitian ini adalah bagaimana
konfigurasi rantai pasokan kertas (dengan mengambil studi kasus di PTKL), dan bagaimana model
seleksi dan evaluasi pemasok untuk industri kertas yang dihasilkan dari pendekatan AHP.

1.2 Tujuan
Berdasarkan paparan di atas, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mengkaji konfigurasi rantai pasokan kertas.
2. Mengembangkan model seleksi dan evaluasi pemasok dengan pendekatan Analytical
Hierarchy Process (AHP).

1.3 Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap pihak-pihak sebagai
berikut.
1. Manfaat bagi PTKL
Memberikan masukan berupa informasi terkait rantai pasokan kertas spesifiknya, sehingga
dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan strategis perbaikan
kinerja perusahaan, demikian pula terkait medel seleksi dan evaluasi pemasok yang
dikembangkan.
2. Manfaat bagi dunia pendidikan
Menambah dan memperluas wawasan bagi kalangan akademisi tentang rantai pasokan kertas
dan seleksi dan evaluasi pemasok di dalamnya.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rantai Pasokan Kertas


2.1.1 Pengertian Rantai Pasokan
Rantai Pasokan (supply chain) terdiri dari semua pihakyang terlibat, baik langsung maupun
tidak langsung, dalam upaya pemenuhan permintaan konsumen. Rantai pasokan tidak saja mencakup
perusahaan manufaktur dengan pemasok, namun juga transportir, gudang, pengecer, bahkan
konsumen itu sendiri. Dalam setiap organisasi, perusahaan manufaktur misalnya, rantai pasokan
meliputi semua fungsi yang dilakukan dalam menerima dan memenuhi permintaan konsumen (Chopra
dan Meindl 2001). Rantai pasokan merupakan sekumpulan aktivitas (fisik dan pembuatan keputusan)
yang dihubungkan oleh aliran material dan informasi serta terkait aliran uang dan hak milik yang
melewati batas-batas organisasi (Van der Vorst 2006).
Tujuan setiap rantai pasokan seharusnya adalah untuk memaksimumkan keseluruhan nilai yang
dihasilkan. Nilai tersebut sangat berkaitan erat dengan profitabilitas rantai pasokan (supply chain
profitability or surplus), yaitu selisih antara pendapatan yang diperoleh dari konsumen dengan
keseluruhan biaya yang terjadi sepanjang rantai pasokan. Semakin tinggi profitabilitas rantai pasokan,
semakin sukses rantai pasokan tersebut (Chopra dan Meindl 2001).
Dalam rantai pasokan apa pun, hanya ada satu sumber pendapatan: konsumen. Dari
konsumenlah rantai pasokan memperoleh aliran uang positif yang kemudian “dipertukarkan” diantara
tingkat-tingkat (organisasi) rantai pasokan tersebut. Setiap tingkat mengambil bagian tertentu atas
aktivitas yang dilakukannya dalam rangka pemenuhan permintaan konsumen tadi. Semua aliran
informasi, produk, dan keuangan membuahkan biaya dalam rantai pasokan. Dengan demikian,
manajemen yang sesuai bagi aliran-aliran tersebut adalah kunci kesuksesan rantai pasokan.
Manajemen rantai pasokan (supply chain management – SCM) yang efektif mencakup manajemen
aset rantai pasokan serta aliran produk, informasi, dan keuangan untuk memaksimumkan profitabilitas
rantai pasokan total (Chopra dan Meindl 2001).
Bagaimanapun, saat ini nilai yang hendak dan mampu dibayarkan oleh konsumen (customer’s
willingness to pay) atas suatu produk tidak saja bergantung pada biaya-biaya finansial yang terkait
dengan aktivitas pemenuhannya. Konsep nilai telah berkembang menjadi lebih terkait dengan apa
yang sering disebut dengan „Tiga P‟ (‘Tripple P‟): People (manusia), Planet (bumi), dan Profit
(keuntungan). Kinerja sosial dan lingkungan menjadi aspek yang juga dipertimbangkan dalam
pembentukan „nilai‟ oleh konsumen, disamping kinerja finansial (Van der Vorst 2006).
Dalam definisi SCM, proses bisnis menunjuk pada rangkaian aktivitas terstruktur dan terukur
yang dirancang untuk memproduksi output tertentu bagi konsumen atau pasar tertentu (Davenport
1993 dalam Van der Vorst 2006). Chopra dan Meindl (2001) mengklasifikasikan proses-proses rantai
pasokan suatu perusahaan kedalam tiga proses makro berikut, sebagaimana juga ditunjukkan pada
Gambar 1.
a. Customer Relationship Management (CRM), yaitu semua proses yang berfokus pada interaksi
antara perusahaan dengan konsumennya.
b. Internal Supply Chain Management (ISCM), yaitu semua proses yang terjadi dalam internal
perusahaan.
c. Supplier Relationship Management (SRM), yaitu semua proses yang berfokus pada interaksi
antara perusahaan dengan pemasoknya.

4
Pemasok Perusahaan Konsumen

SRM ISCM CRM

 Memasok (source)  Perencanaan strategis  Pasar


 Negosiasi  Perencanaan permintaan  Harga
 Pembelian  Perencanaan Pasokan  Jual
 Kolaborasi desain  Pemenuhan (fulfillment)  Pusat panggilan
 Kolaborasi pasokan  Pelayanan lapangan  Manajemen pesanan

Gambar 1. Proses-proses makro rantai pasokan (Chopra dan Meindl 2001)

Sebuah perusahaan, relatif dibandingkan dengan para pesaingnya, seharusnya menetapkan


serangkaian kebutuhan konsumen untuk berusaha dipenuhi dengan produk atau jasa yang dihasilkan.
Ini disebut sebagai strategi kompetitif perusahaan. Strategi kompetitif ditetapkan berdasarkan pada
bagaimana konsumen memprioritaskan antara harga, waktu pengiriman, variasi, dan kualitas dari
produk yang diinginkannya. Strategi kompetitif ini membutuhkan pelaksanaan peran dan strategi yang
baik dari semua fungsi rantai nilai (value chain) perusahaan; pengembangan produk baru, pemasaran
dan penjualan, operasi, distribusi, serta palayanan. Agar mencapai kesesuaian antarstrategi tersebut,
perusahaan perlu mengerti tentang konsumennya dan ketidakpastian rantai pasokannya, serta mengerti
tentang kemampuan rantai pasokan yang dijalankan. Sehubungan dengan hal di atas, Tabel 1 berikut
memaparkan perbedaan strategi fungsional antara dua jenis rantai pasokan: efisien dan responsif
(Chopra dan Meindl 2001).

Tabel 1. Perbandingan antara rantai pasokan yang efisien dengan yang reponsif

Rantai Pasokan Efisien Rantai Pasokan Responsif


Tujuan utama Memasok permintaan pada tingkat Merespon permintaan dengan cepat
biaya terendah
Strategi desain Memaksimalkan kinerja pada Menciptakan „modularitas‟ agar
produk tingkat biaya produk minimum memungkinkan penundaan
diferensiasi produk
Strategi harga Marjin lebih rendah karena harga Marjin lebih tinggi
adalah pertimbangan utama bagi
konsumen
Strategi proses Biaya lebih rendah melalui tingkat Mempertahankan fleksibilitas
manufaktur utilisasi tinggi kapasitas untuk menyangga
ketidakpastian permintaan/pasokan
Strategi Meminimalkan persediaan untuk Mempertahankan persediaan
persediaan menurunkan harga penyangga terkait dengan
ketidakpastian permintaan/pasokan
Strategi waktu Diturunkan, namun pada tingkat Sangat diiturunkan, walaupun
tunggu yang tidak mempengaruhi biaya biayanya signifikan
Strategi pemasok Memilih berdasarkan harga dan Berdasarkan kecepatan, fleksibilitas,
kualitas reliabilitas, dan kualitas
Sumber: Chopra dan Meindl (2001)

5
2.1.2 Karakteristik Rantai Pasokan Kertas
Industri pulp dan kertas dapat dilihat sebagai jaringan dari unit-unit produksi yang secara
bertahap mengubah dan memperhalus kayu menjadi produk konsumsi yang begitu luas (Gambar 2).
Proses tersebut sangat jarang dijalankan oleh satu perusahaan tunggal. Jaringan produksi berhubungan
dengan jaringan pengadaan yang bermula di hutan. Jaringan ini dapat terdiri dari berbagai lokasi
(lahan kayu atau tempat penyimpanan lainnya) dimana kayu-kayu log hanya disimpan dan diangkut
sementara di tempat tersebut sebelum ke unit produksi. Jaringan produksi juga terhubung dengan
jaringan distribusi yang berakhir pada para pengecer, serta bersama-sama konsumen akhir membentuk
jaringan penjualan (Carlsson et al. 2006).
Industri pulp dan kertas memiliki beberapa karakteristik yang membuatnya unik.
a. Volume dan kualitas pasokan pada industri ini bersifat stokastik dan sulit diprediksi.
b. Lingkup perencanaannya memiliki rentang mulai dari yang sangat pendek (detik) hingga yang
sangat panjang (dekade).
c. Terdapat banyak sekali produk turunan (ratusan) dibandingkan dengan asal bahan bakunya
(hanya beberapa spesies pohon).
d. Tradisinya menggunakan perencanaan manual dalam sistem berbasis dorong (push-based), dan
masih memiliki banyak masalah praktis ketika diubah menjadi sistem berbasis tarik (pull-
based).
e. Hubungan dengan pelanggan biasanya didasarkan pada sistem spot and contract.
f. Sifatnya yang padat modal dengan margin yang kecil.
Industri pulp dan kertas bersandar pada rantai pasokan yang begitu panjang dan terintegrasi, bermula
dari kayu yang dipanen dari hutan dan berakhir sebagai bermacam produk dalam kehidupan sehari-
hari.

Gambar 2. Rantai pasokan pulp dan kertas (Martel et al. 2005)

6
Dalam rantai pasokan kertas, model pendukung pembuatan keputusan dapat bermacam-macam
tergantung pada strategi yang diterapkan perusahaan terkait dengan titik penetrasi pesanan (order
penetration point) antara jaringan produksi-distribusi, strategi hubungan dengan konsumen, dan
penerapan kolaborasi antarperusahaan (Carlsson et al. 2006).
1. Titik penetrasi pesanan (TPP) ditentukan sebagaimana persediaan produk setengah jadi
(misalkan pulp, roll induk) menjadi pemisah antara pendekatan perencanaan dorong (push)
dengan pendekatan perencanaan tarik (pull). Dengan kata lain, produk setengah jadi pada TPP
diproduksi berdasarkan hasil penyesuaian perkiraan permintaan dengan kapasitas produksi,
sedangkan proses produksi-distribusi selanjutnya direncanakan seketika (just-in-time), diawali
dengan datangnya pesanan.
Pada industri kertas, dalam prakteknya, TPP dapat ditetapkan pada tiga lokasi berbeda:
sebelum mesin kertas (make-to-order), setelah mesin winder (convert-to-order), dan pada
gudang penyimpanan (deliver-to-order). Penempatan TPP ini dibatasi oleh waktu respon yang
dapat diterima konsumen.
2. Pendekatan jalinan hubungan konsumen juga sangat menentukan model pendukung keputusan
dalam perencanaan rantai pasokan. Hubungan yang utamanya didasarkan pada pesanan (order-
based relation) adalah yang paling banyak digunakan di industri. Selain itu, akhir-akhir ini
berkembang pula pendekatan Vendor Managed Inventory (VMI) dan Collaborative Planning,
Forecasting, and Replenishment (CPFR).
3. Isu kolaborasi antar-perusahaan mendapat perhatian yang terus meningkat baik dari kalangan
akademisi maupun dunia industri. Beberapa perusahaan, misalkan, bekerjasama untuk
mengurangi biaya logistik dan pengadaan, atau berkolaborasi dalam perencanaan transportasi.
Tujuannya adalah untuk memberikan solusi kolaboratif yang lebih baik bagi semua partisipan
dengan mempertimbangkan kendala masing-masing yang dihadapi.

2.1.3 Manajemen Hubungan dengan Pemasok


Dalam rantai pasokan, koordinasi antara perusahaan manufaktur dengan para pemasok
biasanya merupakan hubungan yang sulit sekaligus penting dalam jaringan distribusi. Oleh karena
pemasok adalah bagian eksternal perusahaan manufaktur, koordinasi menjadi tidak mudah, kecuali
kerjasama dan pertukaran informasi antara keduanya sudah terintegrasi. Kegagalan koordinasi dapat
menyebabkan keterlambatan yang berlebih, dan pada akhirnya berdampak pada buruknya pelayanan
konsumen. Akibatnya, persediaan barang yang didatangkan dari pemasok atau produk jadi pada
perusahaan manufaktur dan distributor menjadi terakumulasi. Pada akhirnya, total biaya dari
keseluruhan pasokan akan meningkat (Lee et al. 2001).
Kebanyakan perusahaan manufaktur yang sukses telah mengembangkan stategi pengelolaan
pasokan (sourcing) dengan para pemasoknya untuk menghasilkan peluang keuntungan bersama.
Aliansi strategis formal dengan kesamaan tujuan, investasi, obligasi, dan kesalingpercayaan dibangun
bersama-sama (Gulen 2007). Dalam perspektif SCM, manajemen hubungan dengan pemasok perlu
dijalankan secara terintegrasi dengan dua proses makro rantai pasokan lainnya: manajemen rantai
pasokan internal dan manajemen hubungan dengan konsumen. Dimensi keputusan dalam bingkai
hubungan dengan pemasok ini berkaitan erat dengan fungsi pengadaan yang dijalankan oleh
perusahaan. Pengadaan menunjuk pada seluruh rangkaian proses bisnis yang diperlukan untuk
memperoleh barang (material) atau jasa. Proses pengadaan meliputi seleksi pemasok, desain kontrak,
kolaborasi desain produk, pengadaan barang atau jasa, dan evaluasi kinerja pemasok, sebagaimana
ditunjukkan oleh Gambar 3 (Chopra dan Meindl 2001).

7
Penilaian dan Seleksi pemasok Perencanaan
Kolaborasi
assessment dan negosiasi Pembelian dan analisis
desain
pemasok kontrak pengadaan

Gambar 3. Proses-proses kunci terkait fungsi pengadaan (Chopra dan Meindl 2001)

2.2 Seleksi dan Evaluasi Pemasok


Selama lebih dari satu dekade terakhir ini, kebutuhan untuk memperoleh daya saing global
pada sisi pasokan meningkat pesat (Ting dan Cho 2008). Manajemen rantai pasokan yang efektif
dalam kondisi persaingan saat ini mendorong terjalinnya hubungan strategis yang dekat dalam jangka
panjang dengan lebih sedikit rekanan (Koprulu dan Albayrakoglu 2007; Narasimhan et al. 2004).
Dalam tuntutan kondisi yang demikian, proses seleksi pemasok sangatlah penting bagi kesuksesan
organisasi perusahaan manufaktur apa pun (Tahriri et al. 2008).
Pemilihan pemasok yang kompeten merupakan keputusan strategis pertama yang menentukan
kesuksesan implementasi manajemen rantai pasokan. Seleksi pemasok sangat disadari sebagai salah
satu tanggung jawab terpenting dalam fungsi manajemen pengadaan. Pemasok yang terkelola dengan
baik dalam suatu rantai pasokan akan memberikan efek jangka panjang terhadap daya saing
keseluruhan rantai pasokan itu sendiri dan dampak yang mendalam pada kepuasan pelanggan. Pearson
dan Ellram (1995) menyebutkan beberapa alasan mengapa seleksi dan evaluasi pemasok menjadi hal
yang begitu penting, terutama sehubungan dengan dampak yang diberikan oleh manajemen rantai
pasokan, sebagai berikut (Hou dan Huang 2002).
1. Tren reduksi basis pasokan dan hubungan jangka panjang dengan pemasok. Adopsi praktek
just-in-time yang semakin meningkat dalam industri manufaktur telah meningkatkan perhatian
terhadap reduksi basis pasokan, sehingga proses seleksi dan evaluasi pemasok menjadi lebih
penting. Reduksi basis pasokan ini melibatkan komitmen jangka panjang dengan pemasok,
yang pada gilirannya mendorong adanya sharing sumberdaya karena interaksi yang lebih kuat
antara pembeli dan pemasok. Pada umumnya, evaluasi pemasok dapat dijadikan alat untuk
mengurangi variabilitas bagi konsumen dengan mengurangi variabilitas pemasok dari sisi
pengiriman, kualitas, fleksibilitas dan sebagainya.
2. Strategi pelibatan pemasok dalam proses desain produk. Praktek ini dianggap sebagai salah
satu kontributor yang signifikan dalam mengurangi biaya dan meningkatkan kualitas pada
siklus produksi.
3. Perkembangan sistem informasi electronic data interchangeable (EDI) yang memfasilitasi
koordinasi dan interaksi yang lebih dekat antara pembeli dan pemasok.

2.2.1 Karakteristik Masalah Seleksi Pemasok


Benyoucef et al. (2003) mengkaji secara komprehensif mengenai karakteristik masalah seleksi
pemasok, sebagai berikut.
1. Keputusan strategis
Memilih pemasok yang paling tepat telah lama dinilai sebagai salah satu fungsi paling penting
yang dimiliki bagian (departemen) pengadaan. Kesulitan dan kepentingan keputusan ini
diperkuat oleh kecenderungan bisnis akhir-akhir ini: persentase nilai komponen (barang) yang
dibeli oleh perusahaan manufaktur dari total pendapatannya yang semakin meningkat, ekspansi
pengadaan (dari pemasok) luar negeri, tingkat perkembangan teknologi yang semakin tinggi,
disertai dengan siklus hidup produk yang menurun. Dengan demikian, keputusan terkait
dengan masalah seleksi pemasok menentukan viabilitas jangka panjang perusahaan.

8
Keputusan tersebut pada mulanya akan mempengaruhi koordinasi berbagai pelayanan
perusahaan, dan pada tahap selanjutnya akan berdampak pada posisi daya saingnya di pasar
industri. Oleh karena itu, keputusan dalam memilih pemasok haruslah disejalankan dengan
strategi perusahaan untuk mencapai tujuannya.
2. Multi-aktor
Keputusan seleksi pemasok membutuhkan keterlibatan berbagai layanan dalam perusahaan,
bahkan keputusan ini akan tercermin dalam kegiatan layanan perusahaan, seperti peroduksi,
transportasi, penyimpanan, pembelian, dan sebagainya. Disamping itu, sebagian besar kriteria
keputusan yang dipertimbangkan bersifat subjektif.
3. Multi-kriteria
Keputusan seleksi pemasok biasanya membutuhkan pertimbangan beberapa kriteria. Sering
kali pula kriteria-kriteria tersebut bersifat kontradiktif (misalnya aspek kualitas produk dengan
harganya). Dengan demikian, pemilihan pemasok didasarkan pada nilai kompromi antarkriteria
tersebut yang lebih baik.
4. Kriteria subjektif
Pada prakteknya, sejumlah kriteria keputusan yang signifikan bersifat subjektif. Kriteria
semacam ini tidak dapat direpresentasikan dengan cara kuantitatif, misalnya kriteria “kemauan
bisnis” pemasok. Selain kriteria subjektif, dipertimbangkan pula kriteria objektif, yaitu kriteria
yang dapat diukur dengan dimensi kuantitatif yang konkrit (harga, misalnya). Masalahnya,
penentuan dimensi kuantitatif tersebut tidaklah selalu mudah. Kualitas, misalnya, tidak dapat
diukur secara langsung. Penilaian kriteria ini perlu didekati dengan memperhitungkan biaya
penolakan produk, biaya layanan purnajual, dan sebagainya.
5. Karakteristik lain
Salah satu hal lain yang perlu diperhatikan adalah bahwa pemilihan pemasok biasanya
perusahaan dihadapkan dengan lebih dari satu pemasok, yang disebut dengan pilihan atau
situasi muli-pemasok. Selain itu, dibandingankan dengan kriteria, parameter masalah atau
perilaku pemasok dapat bersifat stokastik atau pun deterministik. Berbagai batasan mengenai
pemasok atau pembeli juga seringkali ditemui dalam pengambilan keputusan ini, semisal
kapasitas terbatas pemasok, kuantitas order minimum atau maksimum, kualitas, waktu
pengiriman, dan lain-lain.

2.2.2 Kriteria dalam Seleksi Pemasok


Seleksi pemasok merupakan keputusan yang sulit karena berbagai macam kriteria harus
dipertimbangkan dalam proses pembuatan keputusannya. Analisis mengenai kriteria untuk memilih
dan mengukur kinerja pemasok telah menjadi fokus perhatian banyak ilmuan dan praktisi pengadaan
sejak 1960-an. Dickson (1966) pertama kali melakukan studi ekstensif mengidentifikasi, menentukan,
dan menganalisis kriteria apa yang digunakan dalam memilih suatu perusahaan sebagai pemasok.
Sebanyak lebih dari 23 kriteria dipertimbangkan dalam studinya, dimana respondennya diminta untuk
memberikan nilai kepentingan bagi setiap kriteria dengan skala lima-poin (0 – 4), yaitu extreme,
considerable, average, slight, dan no importance (Tabel 2). Berdasarkan jawaban respondennya (170
dari 273 agen dan manajer pengadaan), kualitas adalah kriteria yang dinilai paling penting, kemudian
diikuti oleh pengiriman dan sejarah kinerja. Selanjutnya, Weber et al. (1991) menyajikan klasifikasi
semua artikel yang dipublikasikan sejak 1966 berdasarkan perhatian kriterianya. Berdasarkan 74
paper, kriteria harga, pengiriman, kualitas, kapasitas produksi dan lokasi merupakan kriteria yang
paling banyak disebut dalam literatur.

9
Tabel 2. Kriteria dalam seleksi pemasok dan tingkat kepentingannya

No. Faktor Rataan Kepentingan Relatif


1 Kualitas 3.508 Mutlak penting
2 Pengiriman 3.417
3 Rekam jejak kinerja 2.998
4 Kebijakan klaim dan garansi 2.849
5 Fasilitas dan kapasitas produksi 2.775 Penting
6 Harga 2.758
7 Kemampuan teknis 2.545
8 Kondisi finansial 2.514
9 Prosedur komplain 2.488
10 Sistem komunikasi 2.426
11 Reputasi dan posisi dalam industri 2.412
12 Keinginan menjalin bisnis 2.256
13 Manajemen dan organisasi 2.216
14 Kontrol operasi 2.211
15 Layanan perbaikan 2.187
Cukup penting
16 Sikap 2.120
17 Kesan 2.054
18 Kemampuan kemas 2.009
19 Rekam jejak hubungan tenaga kerja 2.003
20 Lokasi geografis 1.872
21 Jumlah bisnis sebelumnya 1.597
22 Dukungan pelatihan 1.537
23 Perjanjian kerjasama 0.610 Kurang penting
Sumber: Dickson (1966) dalam Cheraghi (2002)

Cheraghi (2002) kemudian melakukan kajian mengenai faktor kesuksesan kritis (critical
success factors) bagi seleksi pemasok yang dimulai dari studi Dickson dan melakukan review
terhadap lebih dari 110 paper penelitian. Hasil studinya menunjukkan perubahan signifikan tingkat
kepentingan relatif pada bermacam kriteria pada penelitian yang dilaporkan selama 1966-1990 dengan
1990-2001. Dibandingkan dengan peringkat yang disajikan oleh Weber et al. (1991), hasil studi
Cheraghi menunjukkan bahwa kualitas, pengiriman, harga, layanan perbaikan (urutan ke-10 dari studi
Weber), dan kemampuan teknis menempati peringkat teratas sebagai kriteria yang paling banyak
disebutkan dalam literatur. Dari studi Cheraghi ini juga teridentifikasi beberapa kriteria “baru” dalam
seleksi pemasok, seperti reliabilitas, fleksibilitas, konsistensi, dan hubungan jangka panjang.
Saat ini, dari sudut pandang manajerial, banyak sekumpulan kriteria seleksi pemasok perlu
diidentifikasi dari berbagai industri (Cheng et al. 2009). Terkait hal tersebut, banyak peneliti mengkaji
dan membahas tentang kriteria yang dipertimbangkan dalam seleksi pemasok di berbagai industri
(antara lain Lee et al. 2001; Tam dan Tummala 2001; Tahriri et al. 2008; Cheng et al. 2009; Koprulu
dan Albayrakoglu 2007; Ting dan Cho 2008; Chakraborty et al. 2005). Penulis meringkaskan kriteria
(dan subkriteria) seleksi pemasok dari beberapa literatur pada Tabel 3.

10
Tabel 3. Ringkasan literatur terkait kriteria seleksi pemasok dan kasus industrinya

Literatur Kriteria (Subkriteria) Seleksi Pemasok Kasus


Industri

Lee et al. 2001 Kualitas (tingkat ketertolakan pada kontrol kualitas barang masuk, Pendingin
tingkat ketertolakan dari konsumen, kehilangan waktu dalam lini ruangan,
produksi, perbaikan karena masalah kualitas), Biaya (reduksi biaya, komponen
struktur penetapan harga), Pengiriman (ketepatan waktu, ketepatan PCB
jumlah), Pelayanan (status finansial, tingkat kerjasama dan pertukaran
informasi, kemampuan teknologi dan R&D, fasilitas dan kapasitas
produksi)

Tahriri et al. Kepercayaan (antar-perusahaan, interpersonal), Kualitas (produk, Manufaktur


2008 manajemen), Biaya (langsung, tidak langsung), Pengiriman (ketepatan baja
waktu, ketepatan jumlah), Manajemen dan Organisasi (daya respon,
disiplin, lingkungan, kemampuan teknis, fasilitas dan kapasitas, kinerja
lampau), Finansial (dari proses manufaktur, dari produk)

Cheng et al. Kualitas (sistem audit kualitas internal, standar kualitas, kinerja kualitas Semi-
2009 proses), Waktu Pengiriman (waktu tunggu, ketepatan waktu, konduktor,
pengiriman mendesak setelah perubahan pesanan), Kinerja Masa Lalu wafer
(rekam jejak kualitas), Reputasi (kompensasi menyalahi kontrak),
Pelayanan (kemampuan identifikasi masalah, kemampuan
menyelesaikan masalah), Harga (kepuasan terhadap biaya pembelian),
Kapabilitas Proses (kontrol proses, stabilitas proses dan tingkat insiden
abnormal, kemampuan proses R&D)

Koprulu dan Biaya (biaya awal, daya saing landed cost, biaya tetap), Kualitas Tekstil,
Albayrakoglu (sampel, passing rate, pengembalian barang, pengujian integritas pakaian
2007 produk), Pengiriman (waktu tunggu, waktu sampling turn, tingkat
pengiriman tepat waktu, timelines of costing), Fleksibilitas (perubahan
volume pesanan, perubahan komposisi pesanan barang, kecepatan
respon, minat ke negera lain), Inovasi (tim desain sendiri, kecepatan
dan kualitas sampling, kepekaan terhadap tren pasar), Kepercayaan
(pelayanan konsumen, stabilitas finansial, kapasitas produksi mandiri,
kepercayadirian, responsibilitas sosial)

Ting dan Cho Biaya Pembelian (harga produk, biaya transportasi, biaya pemesanan), Produk
2008 Kualitas Produk (rasio cacat dan rusak, rasio ketertolakan produk, teknologi
sistem kualitas), Reliabilitas Pengiriman (delay waktu pengiriman, tinggi,
kekurangan kuantitas pengiriman), Pelayanan Konsumen (respon komponen
terhadap perubahan, waktu tunggu pesanan, respon terhadap mother-board
pertanyaan), Kerjasama dan Kemitraan (desain produksi bersama,
kontrak pasokan), Status Financial (aset dan kepemilikan, pendapatan,
arus kas)

Chakraborty et Biaya, Kualitas, Ketepatan Jadwal, Adaptabilitas Sistem, Kerjasama Light


al. 2005 General engineering,
die-casting

Pada penelitian ini, digunakan empat kriteria utama, mengadaptasi dari Lee et al. (2001), yaitu
kualitas, biaya, pengiriman, serta pelayanan dan manajemen organisasi. Untuk subkriteria turunannya
ditentukan melalui penilaian oleh pakar (responden ahli) dengan skala 1 sampai 3 (yaitu tidak penting,
penting, dan sangat penting) terhadap 25 subkriteria.

11
2.2.3 Metode Pengambilan Keputusan pada Seleksi Pemasok
Metode seleksi pemasok yaitu model atau pendekatan yang digunakan untuk melakukan proses
pemilihan pemasok. Metode yang dipilih sangatlah penting bagi keseluruhan proses seleksi dan dapat
berdampak signifikasn pada hasil seleksi pemasok yang dilakukan. Beberapa metode yang telah
dikembangkan dan diklasifikasikan oleh begitu banyak peneliti selama bertahun-tahun. Metode-
metode tertentu merupakan pilihan yang telah populer selama ini, sedangkan beberapa lainnya muncul
baru-baru ini. Biasanya ketika sebuah perusahaan memutuskan untuk mengembangkan atau memilih
suatu metode seleksi pemasok, hasilnya berupa kombinasi dari beberapa metode dengan keunggulan
yang berbeda-beda, disesuaikan dengan kebutuhan spesifik perusahaan (Tahriri et al. 2007). Oleh
karena itu, perlu untuk mengeksplorasi metode-metode seleksi yang berbeda dan membahas
aplikasinya yang berbeda pula.
1. Model Pembobotan
Metode ini menilai pemasok dengan memperingkatkan kinerjanya dalam banyak kriteria dan
menghitungnya sebagai satu kesatuan skor. Metode yang dikategorikan kedalam weighting
model diantaranya categorical method, dan weighted-point method. Dengan pendekatan
categorical model, kinerja pemasok diklasifikasikan dalam kategori-kategori yang berbeda,
seperti biaya, kualitas, ketepatan waktu pengiriman, dan sebagainya. Selanjutnya pembeli (dari
bagian pengadaan, produksi, penjualan, dan kualitas) memberikan pendapatnya mengenai
kinerja pemasok terkait kriteria-kriteria tersebut: memuaskan, tidak memuaskan, atau netral.
Kelemahan dari metode ini terutama bahwa semua kriteria dinilai sama penting, sehingga
jarang memberikan masukan bagi pengembangan kinerja pemasok (Kachainchai dan Weerawat
2009). Categorical model merupakan metode yang sederhana, juga tercepat, termudah, dan
termurah untuk diimplementasikan. Namun metode ini biasanya melibatkan subjektivitas yang
tinggi dan karenanya menjadi kurang tepat (Petroni 2000).
Metode weighted-point mempertimbangkan kriteria-kriteria dengan bobot tertentu yang sudah
ditetapkan oleh pembeli. Setiap bobot kriteria tersebut kemudian dikalikan dengan skor kinerja
pemasok yang dinilai oleh pembeli. Akhirnya, nilai kinerja untuk semua kriteria tadi ditotal
untuk mendapatkan nilai akhir bagi tiap-tiap pemasok (Tahriri et al. 2007). Metode weighted-
point selama ini merupakan teknik yang paling umum digunakan. Operasi matematis dalam
metode ini sederhana namun efisien dalam pembuatan keputusan yang optimal. Akan tetapi,
metode ini memiliki beberapa keterbatasan, salah satunya yaitu tidaklah mudah bagi metode ini
untuk dengan efektif mempertimbangkan kriteria evaluasi yang bersifat kualitatif (Kachainchai
dan Weerawat 2009).
2. Model biaya total
Pendekatan ini mencoba untuk menghitung semua biaya terkait dengan seleksi pemasok dalam
satuan keuangan. Model ini meliputi cost ratio method dan total cost of ownership (TCO)
method. Metode yang pertama didasarkan pada analisis biaya yang mempertimbangkan rasio
biaya dari kualitas produk, pengiriman, pelayanan, dan harga. Metode ini menghitung biaya
tiap-tiap kriteria sebagai persentase dari total pembelian. Rating yang lebih tinggi diberikan
pada pemasok dengan rasio biaya terhadap nilainya yang lebih rendah (Kachainchai dan
Weerawat 2009). Metode cost ratio sangat fleksibel. Ia merupakan metode kompleks yang
membutuhkan sistem penghitungan biaya yang tepat (Tahriri et al. 2007).
TCO adalah suatu metodologi dan filosofi yang melihat lebih jauh harga dari sebuah pembelian
dengan memperhitungkan biaya-biaya lainnya terkait pembelian (Kachainchai dan Weerawat
2009). Model TCO cukup presisi, namun mahal untuk diimplementasikan karena

12
kompleksitasnya dan membutuhkan lebih banyak waktu, serta mensyaratkan kemampuan
identifikasi elemen-elemen lebih penting lainnya (Tahriri et al. 2007).
3. Model pemrograman matematis
Model ini seringkali hanya mempertimbangkan kriteria kuantitatif. Pendekatan ini mencakup
Artificial Neural Network (ANN), Data Envelopment Analysis (DEA) Principle Component
Analysis (PCA) (Kachainchai dan Weerawat 2009; Tahriri et al. 2007). Sistem metode ANN
mencakup dua fungsi, yaitu 1) fungsi untuk mengukur dan mengevaluasi kinerja pembelian
dan menyimpannya dalam suatu basis data sebagai sumber penyedia data bagi neural network,
dan 2) fungsi yang menggunakan neural network untuk memilih pemasok (Kachainchai dan
Weerawat 2009). Model ANN dapat menghemat biaya dan waktu. Hanya saja, model ini
mempunyai kelemahan pada kebutuhannya pada perangkat lunak khusus dan seorang personil
ahli pada subjek ini (Tahriri et al. 2007).
DEA adalah suatu metode pemrograman matematis untuk menilai efisiensi komparatif dari
unit-unit pembuat keputusan (decision-making units – DMU), dimana keberadaan input dan
output yang banyak menyulitkan proses perbandingan tersebut. DEA merupakan metode non-
parametrik yang memungkinkan pengukuran efisiensi tanpa harus menentukan bentuk fungsi
produksinya atau bobot untuk input dan output yang berbeda (Kachainchai dan Weerawat,
2009). Metode PCA memiliki dua keuntungan, yaitu kemudahan dan kemampuannya
menangani bermacam atribut yang bertentangan (Tahriri et al. 2007).
Lee et al. (2001) mengklasifikasikan model mathematical programming kedalam goal
programming (GP) atau multiobjective programming (MOP) dan linear programming (LP)
atau mixed integer programming (MIP). Sebelum membuat model pemrograman matematis,
koefisien fungsi tujuan harus terlebih dahulu ditentukan. Kelemahan GP dan MOP terletak
pada kebutuhannya terhadap tingkat tujuan yang dikehendaki dan tidak dapat mengakomodasi
kriteria subjektif. Sedangkan pada formulasi masalah LP/MIP, eskpresi tujuan banyak yang
dinyatakan sebagai batasan (constraint) karena formulasi model ini hanya memungkinkan satu
fungsi tujuan.
4. Analytical Hierarchy Process (AHP)
AHP merupakan salah satu metode yang dalam prakteknya paling sering digunakan. Metode
ini pertama kali dikembangkan oleh Thomas Saaty pada 1971. Ini adalah suatu metode ideal
untuk merangking alternatif ketika terdapat banyak kriteria dan subkriteria pada proses
pengambilan keputusan. Pendekatan ini dapat menggabungkan kriteria kuantitaif dan kualitatif.
Keunggulan pendekatan ini terletak pada kemampuannya dalam menyusun masalah yang
kompleks, multi-aktor, multi-atribut, dan multi-periode secara hierarkis. AHP sering
dipertimbangkan sebagai suatu metode seleksi pemasok karena pendekatan ini memungkinkan
pembuat keputusan meranking pemasok berdasarkan kepentingan relatif kriteria dan
kesesuaiannya dengan pemasok (Tahriri et al. 2007).
Proses dalam model AHP dimulai dengan menentukan tingkat kepentingan relatif kriteria
dalam pencapaian tujuan. Fokus berikutnya kemudian berlanjut pada mengukur tingkat
pencapaian setiap alternatif terhadap kriteria yang ada. Pada akhirnya, hasil dari dua analisis
tersebut disintesis untuk menghitung tingkat kepentingan relatif setiap alternatif terhadap
pencapaian tujuan awal.

Pada penelitian ini, pendekatan AHP dipilih untuk memodelkan seleksi pemasok pada industri
kertas. Alasan utamanya yaitu karena kelebihan pendekatan model ini yang mampu mengakomodasi
faktor-faktor kualitatif yang sangat penting, terutama dalam kebijakan hubungan dengan pemasok.

13
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka Pemikiran


Tren peningkatan yang ditunjukkan oleh permintaan kertas di dalam negeri selama dua dekade
terakhir mengindikasikan bahwa produk berbasis selulosa ini memiliki potensi pasar yang sangat baik.
Pengelolaan rantai pasokan dalam industri pulp dan kertas yang mencakup segala aktivitas yang
terjadi dari hulu sampai hilir mempunyai peranan yang sangat penting dalam paradigma integratif.
Terlebih industri ini melibatkan tahapan-tahapan aktivitas yang sangat panjang dan dilakukan oleh
biasanya lebih dari satu perusahaan atau organisasi. Rantai pasokan kertas menjadi menarik untuk
dikaji tidak saja sehubungan dengan tren konsumsinya yang terus meningkat, tetapi juga kompleksitas
isu yang turut mempengaruhinya, seperti perhatian dunia akan konservasi hutan dan pemanasan
global, serta perubahan peta sumber pasokan pulp dunia.
Pada penelitian ini rantai pasokan kertas dianalis dengan mengikuti kerangka kerja Van der
Vorst (2006). Dengan pendekatan ini, rantai pasokan dibedakan dalam empat elemen dasar yang
saling terkait: struktur, proses bisnis, manajemen, dan sumberdaya rantai pasokan. Dari perspektif
sebuah perusahaan, proses-proses dalam rantai pasokannya, menurut Chopra dan Meindl (2001), dapat
dikelompokkan kedalam tiga wilayah utama: customer relationship management (CRM), internal
supply chain management (ISCM), dan supplier relationship management (SRM). Kesuksesan rantai
pasokan sangat dipengaruhi oleh integrasi ketiga proses makro yang berjalan baik. Dengan berfokus
pada ketiga proses makro ini, performa rantai pasokan yang melibatkan perusahaan dapat
dideskripsikan.
Fokus kajian penelitian ini selanjutnya diarahkan pada salah satu aspek terpenting dalam proses
makro SRM, yaitu seleksi pemasok. Kerangka kerja untuk fokus kedua ini diadopsi dari Lee et al.
(2001), Tam dan Tummala (2001), dan Tahriri et al. (2008). Model AHP diterapkan sebagai basis
pendekatan untuk mengembangkan metode seleksi pemasok yang sistematis dan logis bagi suatu
perusahaan kertas. Model AHP digunakan untuk mengkalkulasi bobot kriteria – baik yang kuantitatif
maupun yang kualitatif – dalam pemilihan pemasok, dan memperingkatkan kinerja pemasok yang
dievaluasi. Diagram kerangka pemikiran konseptual penelitian ini disajikan pada Gambar 4.
Dengan mengadopsi kerangka kerja yang dikembangkan Lee et al. (2001), informasi yang
diperoleh dari proses seleksi pemasok digunakan sebagai masukan bagi proses manajemen pemasok.
Terdapat tiga bagian logis dari subkerangka peningkatan rantai pasokan kertas melalui aspek SRM-
nya, yaitu sistem strategi pengadaan, sistem seleksi pemasok, dan sistem manajemen pemasok.
Strategi pengadaan yang meliputi empat kriteria (biaya, pengiriman, kualitas, dan pelayanan)
berfungsi untuk memilih item-item kritis dari sekian banyak item pembelian dalam suatu perusahaan
kertas, untuk penilaian awal alter na tif pemasok yang dievaluasi, dan untuk me n g id e ntifikasi
krit e ria seleksi pemasok.
Pada penelitian ini, item-item kritis dipilih berdasarkan studi literatur yang dikonfirmasikan
kepada pakar. Identifikasi kriteria-kriteria yang digunakan dalam seleksi pemasok item kritis tersebut
juga didasarkan pada studi literatur dan konsultasi pakar. Dari 25 subkriteria awal yang teridentifikasi
(lihat Subbab 3.3 Rancangan Penelitian dan Definisi Operasional), responden ahli diminta untuk
memberikan penilaian tentang tingkat kepentingan kriteria-kriteria tersebut menggunakan skala tiga-
poin. Teknik yang digunakan Tam dan Tummala (2001) diterapkan dalam rangka mengurangi kriteria
yang terlalu banyak dan kurang relevan, sehingga memudahkan proses pemberian nilai perbandingan
berpasangan oleh pakar.

14
Rantai Pasokan
Struktur Rantai Pasokan
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Proses Bisnis Manajemen Rantai
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sumberdaya Rantai Pasokan

ISCM

SRM CRM

Sistem Strategi Pengadaan

Strategi Pengadaan

Pengiriman Biaya Kualitas Pelayanan

Seleksi item kritis

Identifikasi pemasok yang akan dianalisis/dievaluasi

Identifikasi kriteria seleksi pemasok

Sistem Seleksi Pemasok Sistem Manajemen Pemasok

Kalkulasi bobot kriteria Bobot Kriteria


Identifikasi kriteria kunci

Penghitungan semua skor Identifikasi kriteria yang lemah


bagi pemasok-pemasok pada pemasok utama
alternatif
Skor rating &
keseluruhan skor Identifikasi kriteria manajerial
pemasok

Pemilihan pemasok utama Monitoring kriteria manajerial

Gambar 4. Kerangka pemikiran konseptual penelitian (diadaptasi dari kerangka kerja Van der Vorst
2006 untuk pengembangan rantai pasokan dan Lee et al. 2001 untuk pemodelan AHP)

Sistem seleksi pemasok berfungsi untuk mengkalkulasi bobot setiap kriteria (terpilih) dan
menyusun peringkat alternatif pemasok berdasarkan kinerja terhadap kriteria tersebut, serta memilih
pemasok utama sesuai basis item kritisnya dengan menggunakan model AHP. Selanjutnya pada sistem
manajemen pemasok, kriteria manajerial diidentifikasi melalui informasi yang diperoleh dari proses
seleksi pemasok, dan menjadikannya bahan monitoring utama bagi pengembangan kinerja pemasok.

15
3.2 Tata Laksana Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini melalui tahapan-tahapan sebagai berikut.
1. Identifikasi masalah
Langkah awal ini sangat diperlukan untuk menentukan dan memperjelas masalah yang akan
dibahas sehingga penyelesaiannya dapat lebih terarah dan tepat.
2. Studi pustaka
Studi pustaka yang sesuai dengan topik penelitian ini yaitu mengenai konsep rantai pasokan
dan kerangka pengembangannya, serta mengenai evaluasi pemasok dan penerapan metode
AHP pada masalah tersebut.
3. Perumusan masalah
Penentuan lingkup permasalahan yang sudah diidentifikasi.
4. Penetapan tujuan penelitian
Penentuan tujuan penelitian untuk dijadikan acuan hasil akhir penelitian ini.
5. Pengumpulan data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data kuantitatif dan kualitatif, baik
yang berupa data primer maupun sekunder. Pengamatan langsung dan wawancara dilakukan
untuk mengumpulkan data primer dari pihak PTKL, terutama dari unit pengadaan, penjualan,
pemasaran, logistik, dan produksi. Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui studi
literatur yang bersumber dari laporan yang dikeluarkan oleh PTKL, jurnal, buku-buku yang
relevan, internet, serta sumber-sumber lainnya.
Data utama untuk pengembangan model seleksi dan evaluasi pemasok diperoleh dari kuesioner
yang diisi oleh responden ahli. Kuesioner dirancang untuk menentukan kriteria (dan
subkriteria) yang relevan untuk dipertimbangkan dalam penilaian pemasok pada industri
kertas, dan dilanjutkan dengan kuesioner untuk menentukan tingkat kepentingan masing-
masing kriteria (dan subkriteria) yang telah terpilih.
6. Pengolahan data
Data yang telah berhasil dikumpulkan kemudian dianalisis sesuai dengan metode yang dipilih,
yaitu dengan kerangka kerja Van der Vorst untuk pendefinisian konfigurasi rantai pasokan, dan
AHP untuk pengembangan model seleksi dan evaluasi pemasok.
7. Penarikan kesimpulan
Kesimpulan diperoleh dari hasil analisis mengenai konfigurasi rantai pasokan kertas dan
penerapan AHP pada model seleksi dan evaluasi pemasok, sesuai tujuan dari penelitian ini,
sehingga dapat dijadikan pertimbangan bagi perbaikan kinerja perusahaan dan rantai pasokan
kertas pada umumnya.

3.3 Rancangan Penelitian dan Definisi Operasional


3.3.1 Seleksi Item/Bahan Kritis
Sebuah perusahaan manufaktur rela mengerahkan waktu dan daya yang dimiliki olehnya untuk
mengelola item/bahan kritis yang mempunyai tingkat kepentingan tinggi relatif terhadap produk
akhirnya (Krause et al. 1998; Lee et al. 2001). Oleh karena itu, sangatlah penting untuk menentukan
item/bahan apa yang harus dibeli dan dari pemasok yang mana. Dalam penelitian ini, penulis
membagi bahan kritis pada industri kertas ke dalam empat kelompok besar: bahan baku serat, pigmen
penyalut dan pengisi, bahan kimia pendukung, serta bahan kimia dasar dan pemucatan (Tabel 4).
Dasar pertimbangan dalam penentuan bahan kritis tersebut yaitu faktor resiko (tinggi), volume
pembelian (besar), dan kebutuhan sumber pasokan impor.

16
Tabel 4. Item/bahan kritis untuk produksi kertas
Bahan Volume (%)
1. Pulp 89.00
a. Virgin 46.00
- Pulp serat pendek 40.63
- Pulp serat panjang 30.47
- Pulp mekanis 28.91
b. Daur ulang (kertas bekas) 54.00
2. Bahan Penyalut dan Pengisi 8.00
3. Bahan Kimia Pendukung 3.00
a. Pati 53.33
b. Komponen-Al 10.00
c. Bahan kimia khusus 36.67
- Bahan kimia fungsional 89.09
Polimer binders 62.92
Sizing 13.48
Wet stength resins 7.87
Coating additives 6.74
Synthetic dry strength resins 2.25
Colorants 1.69
Optical brighteners 1.12
Chelating agents 0.56
Lain-lain 3.37
- Bahan kimia proses 10.91
Retention/drainage aids 29.09
Defoamers/deaerators 18.18
Fixatives 12.73
Cleaners 13.64
Flocculants/ coagulants 10.91
Biosides 9.09
Lain-lain 6.36
4. Bahan kimia dasar dan pemucatan* 1.00
*sebagai bahan penolong yang direcovery kembali
Dikumpulkan dan diolah dari berbagai sumber: Carlsson et al. (2006), Paper-
making Chemistry and Technology (Februari 2011), Data Consult Inc. (1996)

Dalam pandangan global, saat ini kertas tersusun atas hampir 99 persen dari material alam.
Komposisi serat dari virgin pulp di Indonesia mencapai sekitar 41 persen (dari total konsumsi bahan
baku), sedangkan dari kertas bekas telah mencapai hingga 48 persen. Sebanyak 8 sampai 10 persen
lainnya, kertas disusun oleh material non-serat yang berfungsi sebagai bahan pengisi dan penyalut.
Sisanya sekitar 3 persen adalah bahan kimia tambahan, dimana 1.6 persennya merupakan produk
berbasis pati. Selain itu, terdapat tambahan 1 persen bahan yang disebut sebagai bahan kimia dasar
dan pemucatan (Papermaking Chemistry and Technology 2011).
Untuk setiap bahan/item, tingkat kepentingan relatif dari masing-masing faktor yang
dipertimbangkan sangat mungkin berbeda, bergantung pada karakteristik bahan/item tersebut. Selain
itu, tingkat kepentingan relatif itu juga dipengaruhi oleh nilai/biaya item tersebut dan seberapa kritis

17
kebutuhan terdahapnya. Oleh karena itu, pada kondisi ideal, identifikasi tingkat kepentingan relatif per
masing-masing item kritis dan strategis perlu dilakukan. Namun demikian, dalam penelitian ini, hanya
satu item saja yang dipilih untuk dijadikan kasus dalam seleksi dan evaluasi pemasok.

3.3.2 Identifikasi Kriteria Seleksi Pemasok


Metodologi survei diterapkan untuk mengumpulkan data dan meyusun daftar kriteria seleksi
pemasok item/bahan kritis pada perusahaan kertas. Sebelum melaksanakan survey, penulis
mengumpulkan data kriteria dan teknik seleksi pemasok pada PT Kertas Leces. Kriteria yang dipakai
pada PTKL yaitu kriteria teknis, ekonomi, pengiriman, cara pembayaran, dan garansi. Disamping itu,
penulis mengkombinasikan kriteria tersebut dengan kriteria (dan subkriteria) yang digunakan dalam
literatur-literatur mengenai seleksi pemasok (Lee et al. 2001; Tam dan Tummala 2001; Tahriri et al.
2008; Cheng et al. 2009; Koprulu dan Albayrakoglu 2007; Ting dan Cho 2008; Chakraborty 2005;
Cheraghi 2002; Cheng dan Tang 2009). Sebanyak 25 subkriteria yang terbagi dalam empat dimensi
kriteria utama dipilih sebagai dasar awal untuk identifikasi kriteria yang relevan dan penting
dipertimbangkan terkait sasaran penelitian ini. Pada Tabel 5 disajikan 25 kriteria (subkriteria) tersebut.

Tabel 5. Kriteria dan subkriteria pada tahap pra-eliminasi oleh responden ahli

Kriteria Subkriteria
Kualitas Kesesuaian Teknis
Reliabilitas Produk
Standar dan Jaminan Kualitas
Rasio Ketertolakan Produk
Rasio Kecacatan Produk
Pengiriman Kecepatan Pengiriman
Ketepatan Waktu
Ketepatan Jumlah
Pelayanan dan Manajemen Fleksibilitas
Organisasi Daya Respon
Layanan Purnajual
Prosedur Komplain dan Responsibilitas
Tingkat Kemudahan Komunikasi
Status Finansial
Kepercayaan
Hubungan Jangka Panjang
Sistem Informasi
Tanggungjawab Lingkungan
Kemampuan Teknis
Fasilitas dan Kapasitas
Kebijakan Garansi dan Klaim
Biaya Harga Produk
Reduksi Biaya
Struktur Penentuan Harga
Cara Pembayaran

18
Salah satu fokus penelitian ini adalah analisis kriteria evaluasi untuk seleksi pemasok material
produksi pada perusahaan kertas. Untuk mengeliminasi kriteria (subkriteria) yang kurang relevan atau
kurang penting bagi kajian seleksi pemasok ini maka dibutuhkan pertimbangan para ahli. Responden
ahli yang dipilih adalah para profesional dalam bidang kajian ini, khususnya dari kalangan akademisi
perguruan tinggi dan lembaga riset. Setiap responden ahli diminta untuk memberikan penilaian
terhadap setiap kriteria di atas dengan skala tiga-poin, yaitu “tidak penting”, “penting”, dan “sangat
penting” (mengikuti metode Tam dan Tummala 2001).
Dengan menerapkan nilai pembatas (cutoff value) tertentu terseleksilah kriteria (subkriteria)
yang paling relevan untuk kajian penelitian ini berdasarkan pendapat para ahli. Selanjutnya, kriteria
(subkriteria) yang sudah tersaring diolah dengan metode analisis AHP untuk mendapatkan bobot
kepentingan relatif setiap kriteria, sehingga dapat diterapkan dalam proses seleksi pemasok.

3.3.3 Pemilihan Pakar


Pakar yang dilibatkan dalam penelitian ini terbatas dari kalangan akademisi (dosen) dan
lembaga riset (peneliti). Para pakar tersebut adalah sebagai berikut.
1. Prof. Dr. Ir. E. Gumbira Said, MA.Dev., Dosen/Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor
2. Dr. Ir. Han Roliadi, MS, M.Sc., Staff Peneliti Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan,
Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.
3. Dr. Ir. Muhammad Yani, M.Eng., Dosen pada Departemen Teknologi Industri Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Pemilihan pakar sengaja dibatasi dari kalangan akademisi dan peneliti untuk memberikan perspektif
dari sisi yang berbeda, dibandingkan dengan perspektif pelaku usaha, dalam memandang kasus seleksi
dan evaluasi pemasok.

3.4 Metode Analisis Data


3.4.1 Kerangka Kerja Pengembangan Rantai Pasokan Van der Vorst
Konfigurasi rantai pasokan kertas tulis dan cetak dianalisis secara deskriptif dengan mengikuti
kerangka kerja pengembangan rantai pasokan yang diadaptasi oleh Van der Vorst (2006) dari Lambert
dan Cooper (2000). Dengan pendekatan ini terdapat empat elemen yang dapat digunakan untuk
mendeskripsikan dan menganalisis rantai pasokan (Gambar 5), yaitu sebagai berikut.
a. Struktur rantai (jaringan), menetapkan batasan lingkup rantai pasokan dan menggambarkan
para anggota atau aktor utamanya, peran resmi dan/atau tidak resmi yang dilakukan, serta
semua konfigurasi beserta kesepakatan-kesepakatan institusional yang membentuk rantai (atau
jaringan) tersebut.
b. Proses bisnis rantai, yaitu serangkaian aktivitas bisnis terstruktur dan terukur yang didesain
untuk menghasilkan output khusus (berupa produk fisik, jasa, dan informasi) bagi konsumen
atau pasar tertentu.
c. Manajemen jaringan dan rantai, menjelaskan koordinasi dan struktur manajemen dalam rantai
pasokan yang memfasilitasi eksekusi proses-proses dalam rantai pasokan oleh para anggota,
menggunakan sumberdaya yang tersedia, untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan.
Komponen manajemen dapat dibedakan menjadi dua, yaitu komponen fisik-teknis dan
komponen manajerial dan behavioral (Tabel 6).
d. Sumberdaya rantai, digunakan untuk menghasilkan produk dan mengirimkannya ke tangan
konsumen. Sumberdaya yang dimaksud dapat berupa manusia, mesin atau alat, dan teknologi
informasi dan komunikasi (informasi, sistem informasi, dan infrastruktur informasi).

19
 Siapa saja anggota rantai  Siapa yang menjalankan setiap
pasokan dan apa peranannya? proses tertentu dalam jaringan
 Bagaimana konfigurasi rantai pasokan ?
kerjasama atau kesepakatan di  Pada level apa integrasi proses
dalamnya? Struktur terjadi?
Jaringan

Tujuan Manajemen Proses Kinerja


Rantai Rantai Bisnis Rantai
Rantai

 Struktur manajemen apa yang


digunakan dalam setiap  Sumber daya apa (TIK,
Struktur manusia, teknologi) yang
hubungan proses?
Jaringan digunakan dalam setiap proses
 Apa kesepakatan kontraktual
yang dibuat? dalam rantai pasokan oleh
 Struktur organisasi? masing-masing anggota?

Gambar 5. Kerangka kerja pengembangan rantai/jaringan pasokan (diadaptasi dari Lambert dan
Cooper 2000 dalam Van der Vorst 2006)

Tabel 6. Dua kelompok komponen manajemen yang terlingkup dalam rantai pasokan
Komponen Fisik dan Teknis Komponen Manajerial dan Behavioral
 Metode perencanaan dan kontrol  Metode manajemen (yaitu filosofi
(misalnya kontrol dorong atau tarik) korporasi dan teknik manajemen)
 Aliran kerja/struktur aktivitas  Budaya dan sikap perusahaan
(menunjukkan bagaimana perusahaan  Struktur resiko dan penghargaan
menjalankan tugas dan aktivitasnya)  Struktur kekuatan dan kepemimpinan
 Struktur organisasi (menunjukkan siapa
yang menjalankan tugas dan aktivitas)
 Struktur fasilitas aliran komunikasi dan
informasi (seperti transparansi
informasi)
 Struktur fasilitas aliran produk (seperti
lokasi persediaan, tempat pemisahan)
Sumber: Lambert dan Cooper (2000) dalam Van der Vorst (2006)

3.4.2 Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Pemodelan Seleksi Pemasok


Pada umumnya, seleksi pemasok adalah masalah keputusan yang mempertimbangkan banyak
kriteria (multicriteria decision problem), baik yang kuantitatif maupun yang kualitatif. Dalam kasus
semacam ini, trade-off antara satu kriteria dengan kriteria yang lain membutuhkan analisis yang tepat.
Disamping itu, suatu kriteria dapat memiliki tingkat kepentingan yang bervariasi tergantung pada
siatuasi pembeliannya.

20
Beberapa pendekatan dan metodologi telah dikembangkan sehubungan dengan masalah seleksi
dan evaluasi pemasok. Pada penelitian ini digunakan pendekatan Analytic Hierarchy Process (AHP)
untuk masalah seleksi dan evaluasi pemasok pada industri kertas. Dengan mengadaptasi kerangka
kerja metodologi yang dikembangkan oleh Tam dan Tummala (2001) dan Lee et al. (2001), suatu
skala tingkat kinerja diterapkan untuk memberikan nilai pada masing-masing alternatif bagi setiap
subkriteria terkait.
Proses pemodelan AHP untuk seleksi dan evaluasi pemasok meliputi empat tahapan sebagai
berikut (Tam dan Tummala 2001).
1. Menyusun permasalahan seleksi pemasok
Tahapan ini mencakup formulasi struktur model AHP yang sesuai bagi permasalahan
yang ingin diselesaikan, terdiri dari tujuan, kriteria, subkriteria, skala kinerja, dan alternatif.
Tujuan dari masalah yang diangkat disini adalah memilih pemasok untuk industri kertas yang
dapat memenuhi persyaratan pelanggan, menguntungkan perusahaan, dan meningkatkan daya
saing perusahaan. Tujuan ini ditempatkan pada level pertama hierarki, seperti ditunjukkan oleh
Gambar 6.

Level 1 Seleksi Pemasok Material Produksi Kertas


Tujuan

Level 2 Kualitas Pengiriman Biaya Pelayanan


Kriteria

Level 3 Subkriteria 1 Subkriteria 1 Subkriteria 1 Subkriteria 1


Subkriteria
Subkriteria 2 Subkriteria 2 Subkriteria 2 Subkriteria 2

Subkriteria … Subkriteria … Subkriteria … Subkriteria …

Subkriteria w Subkriteria x Subkriteria y Subkriteria z

Level 4 Sangat Baik Baik Cukup Kurang Buruk


Tingkat Kinerja

Level 5
Alternatif Pemasok 1 Pemasok 2 Pemasok 3

Gambar 6. Model AHP untuk seleksi dan evaluasi pemasok material produksi kertas

Dalam rangka mencapai tujuan di atas, beberapa kriteria dan subkriteria


dipertimbangkan untuk kemudian ditempatkan pada level kedua dan level ketiga dalam
struktur hierarki AHP. Empat dimensi kriteria utama ditetapkan mengikuti kerangka kerja Lee
et al. (2001), yaitu kualitas, biaya, pengiriman, dan pelayanan. Sedangkan subkriteria
turunannya dipilih dari 25 subkriteria umum teridentifikasi pada tahap penentuan subkriteria
yang relevan untuk diterapkan pada industri kertas (Subbab 3.3 Rancangan Penelitian dan
Definisi Operasional). Setiap kriteria dan subkriteria pada kedua level tersebut dinilai melalui

21
perbandingan berpasangan dengan mengekspresikan tingkat kepentingannya pada skala 1
sampai 9. Bobot prioritas global dari setiap subkriteria selanjutnya dapat ditentukan dengan
mengalikan bobot lokalnya dengan bobot kriteria induk di atasnya.
Level hierarki yang keempat berisi skala tingkat kinerja. Level ini berbeda dengan
bentuk pendekatan AHP pada umumnya, dimana skala tingkat kinerja akan diterapkan pada
setiap subkriteria terkait dengan alternatif yang dinilai, selain juga melakukan perbandingan
berpasangan terhadapnya. Teknik ini diadopsi oleh Tam dan Tummala (2001) dari studi
Liberatore (1987, 1989). Lima-poin skala tingkat kinerja yang digunakan yaitu Sangat Baik
(A), Baik (B), Cukup (C), Kurang (D), dan Buruk (E). Bobot prioritas dari kelima skala tingkat
kinerja ini dapat ditentukan melalui perbandingan berpasangan, seperti akan dijelaskan pada
Bagian 3. Alasan utama dalam mengadopsi teknik ini adalah agar proses penilaian dapat
dijalankan sesederhana mungkin.
Level hierarki yang paling bawah terdiri dari alternatif-alternatif, yaitu pemasok-
pemasok pada industri kertas, yang akan dievaluasi dalam rangka memilih pemasok terbaik.
Sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 6, tiga alternatif pemasok bahan/item prodeuksi kertas
spesifik digunakan sebagai contoh implementasi model yang dikembangkan dalam penelitian
ini.

2. Pengumpulan dan pengolahan data


Setelah menyusun struktur AHP, tahapan selanjutnya yaitu pengumpulan dan
pengolahan data, meliputi penentuan tim evaluator (responden ahli, sebagaimana dijelaskan
sebelumnya), dan penilaian tingkat kepentingan kriteria dan subkriteria dengan perbandingan
berpasangan. Skala 1 sampai 9 yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty pada 1983
diterapkan pada semua elemen pada setiap level hierarki. Setiap anggota tim akan memberikan
penilaiannya yang kemudian akan diterjemahkan kedalam matriks perbandingan berpasangan.
Disamping itu, pendekatan rataan geometrik juga digunakan untuk menggabungkan penilaian
perbandingan berpasangan dari responden-responden ahli agar diperoleh konsensusnya.
Kuesioner yang berisi semua kriteria dan subkriteria dari kedua level struktur AHP
dirancang untuk mengumpulkan pendapat para responden ahli dalam penilaian perbandingan
berpasangan. Hasil dari kuesioner tersebut kemudian digunakan untuk membuat matriks
perbandingan berpasangan agar dapat ditentukan bobot normalisasinya. Perbandingan
berpasangan dibuat sedemikian sehingga atribut pada bagian baris i (i = 1,2,3,4,…,n) dinilai
tingkat kepentingannya relatif terhadap setiap atribut yang direpresentasikan pada n kolom.
Penilaian tersebut diekspresikan sebagai angka integer 1 sampai 9 sebagaimana ditunjukkan
Tabel 7.

Tabel 7. Skala nilai perbandingan berpasangan


Nilai Keterangan
1 Kriteria/alternatif A sama penting dengan kriteria/alternatif B
3 A sedikit lebih penting dari B
5 A jelas lebih penting dari B
7 A sangat jelas lebih penting dari B
9 A mutlak lebih penting dari B
2, 4, 6, 8 Apabila ragu-ragu antara dua nilai yang berdekatan
Kebalikan dari
Untuk merepresentasikan nilai perbandingan B dengan A
nilai di atas

22
Dengan mengasumsikan C1, C2, C3, …, Cn sebagai sekumpulan elemen dan aij
merepresentasikan pendapat atau judgment terhadap pasangan elemen Ci dan Cj, suatu matriks
nxn berikut kemudian digunakan untuk menghitung/mengolah data pendapat tersebut.

1 1 1 2 … 1 1 �12 … �1
2 1 2 2 … 2 1 �12 1 … �2
. . . . . . ..
�= � = = . . = . .
. . . . ..
. . . . ..
1 2 … 1 �1 1 �2 … 1

Jika ci dinilai sama penting dengan cj, maka aij = 1


Jika ci dinilai lebih penting daripada cj, maka aij > 1
Jika ci dinilai kurang penting daripada cj, maka aij < 1
aij = 1/aji, dimana i, j = 1, 2, 3, …, n), aij ≠ 0

Pada matriks A di atas, penentuan bobot numerik w1, w2, w3, …, wn untuk setiap n elemen c1,
c2, c3, …, cn yang merepresentasikan penilaian dari responden ahli adalah hal yang perlu
dilakukan selanjutnya. Jika A merupakan matriks yang konsisten, hubungan antara bobot wij
dengan nilai aij yaitu wi/wj = aij (untuk i, j = 1, 2, 3, …, n).

3. Penentuan bobot normalisasi


Setiap matriks perbandingan berpasangan yang telah diperoleh pada tahapan
sebelumnya kemudian diterjemahkan ke dalam representasi nilai eigen (λ) terbesarnya
sehingga dapat diketahui bobot prioritas normalisasi untuk masing-masing kriteria (dan
subkriteria). Dalam penentuan bobot prioritas normalisasi ini digunakan bantuan software
Expert Choice.
Nilai consistency ratio (CR) untuk masing-masing matriks perbandingan berpasangan
juga dihitung untuk mengetahui konsistensi penilaian yang diberikan oleh reseponden.

�� � � −
�� = � � � �� =
�� −1

Random Index (RI) merupakan nilai indeks random yang dikeluarkan oleh Oarkridge
Laboratory, seperti ditunjukkan pada Tabel 8.

Tabel 8. Nilai random index pada beberapa tingkat alternatif


n 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

RI 0.00 0.00 0.58 0.90 1.12 1.24 1.32 1.41 1.45 1.49 1.51 1.48 1.56

Keterangan: Penilaian dianggap konsisten apabila CR < 0.1

Sebagaimana dijelaskan pada Bagian 1, pendekatan AHP pada penelitian ini


mengadopsi lima-poin skala tingkat kinerja, dimana nilai matriks perbandingan
berpasangannya ditentukan seperti pada Tabel 9. Perbedaan kepentingan relatif antara dua nilai
skala yang berdekatan diasumsikan konstan sebesar dua kalinya. Matriks tersebut kemudian
dihitung nilai eigen maksimumnya, sehingga diperoleh bobot prioritas untuk masing-masing
skala Sangat Baik (A), Baik (B), Cukup (C), Kurang (D), dan Buruk (E) berturut-turut
samadengan 0.513, 0.261, 0.129, 0.063, dan 0.034.

23
Tabel 9. Matriks perbandingan berpasangan untuk skala lima-
poin tingkat kinerja
A B C D E

A 1 3 5 7 9

B 1/3 1 3 5 7

C 1/5 1/3 1 3 5

D 1/7 1/5 1/3 1 3

E 1/9 1/7 1/5 1/3 1

4. Sintesis solusi
Setelah menghitung bobot prioritas normalisasi untuk setiap matriks penilaian
perbandingan berpasangan pada struktur AHP, tahapan selanjutnya yaitu sintesis solusi dari
permasalahan seleksi pemasok terkait. Bobot prioritas lokal normalisasi kriteria dan subkriteria
yang diperoleh dari tahap ketiga selanjutnya digabungkan menurut level hierarki urutannya
agar diperoleh bobot prioritas komposit global dari semua subkriteria pada level ketiga struktur
AHP. Subkriteria-subkriteria tersebut kemudian disusun secara berurutan berdasarkan bobot
prioritas globalnya dari yang paling tinggi. Setiap alternatif pemasok kemudian dievaluasi
performanya terkait dengan setiap subkriteria dengan memberikan nilai skala A, B, C, D, dan
E, dimana masing-masing sudah ditetapkan nilainya. Nilai skala tingkat kinerja pemasok
tersebut kemudian dikalikan dengan bobot prioritas global yang sudah diperoleh sehingga
dapat ditemukan kandidat pemasok terbaik yang memiliki nilai tertinggi dari hasil perkalian
skala tingkat kinerja dengan bobot prioritas globalnya.

Hasil solusi yang diperoleh dengan pendekatan AHP di atas menjadi masukan untuk
menentukan langkah pengembangan manajemen hubungan dengan pemasok. Salah satunya dengan
melakukan analisis sensitivitas sehingga dapat diketahui respon utilitas keseluruhan dari semua
alternatif terhadap perubahan tingkat kepentingan relatif setiap keriteria. Dari pendekatan AHP ini
pula dapat teridentifikasi kriteria kunci dalam penilaian pemasok pada industri kertas, dan dapat
dijadikan informasi tambahan dalam menggambarkan karakteristik rantai pasokannya. Kriteria kritis
yang menjadi kelemahan kandidat pemasok juga dapat diketahui untuk kemudian menjadi bahan
monitoring dan evaluasi perusahaan manufaktur dalam mengembangkan kinerja pemasoknya.

24
BAB IV
KONFIGURASI RANTAI PASOKAN KERTAS

4.1 Struktur Jaringan Pasokan Kertas


Suatu rantai pasokan terbentuk lewat interaksi semua pihak yang terlibat,baik langsung
maupun tidak langsung, dalam upaya pemenuhan permintaan konsumen. Rantai pasokan meliputi
tidak saja produsen (manufacturer) dan pemasok, namun juga transportir, pedagang besar
(wholesalers), toko ritel, bahkan termasuk juga konsumen (Chopra dan Meindl 2001). Secara umum,
dalam jaringan pasokan kertas, sebagian besar perusahaan (produsen) kertas di Indonesia
mendapatkan pulp dari perusahaan penghasil (pemasok) pulp. Sebagian lainnya mampu memproduksi
pulp sendiri. Yang terakhir ini diistilahkan dengan integrated pulp and paper mill atau pabrik pulp dan
kertas terintegrasi. Produk kertas selanjutnya didistribusikan di dalam negeri melalui distributor,
pedagang besar, ritel, sebelum akhirnya sampai di tangan konsumen akhir. Untuk produk yang
dipasarkan ke luar negeri, jalur distribusi kertas biasanya melalui eksportir lokal yang akan
berhubungan langsung dengan importir dari negara lain. Pola general rantai pasokan kertas ini
diilustrasikan pada Gambar 7.

Penghasil
Serpih Kayu

Distributor/
Hutan Penghasil Pulp Ritel Konsumen Akhir
Pedagang Besar

Penghasil Kertas Eksportir Lokal Importir Luar

Gambar 7. Pola general rantai pasokan kertas (diadaptasi dari Data Consult Inc. 1996, Martel et al.
2005, dan Carlsson et al. 2006)

Produksi kertas terkonsentrasi terutama di pulau Jawa dengan persentase kapasitas terpasang
sebesar 85 persen dari total produksi nasional. Sedangkan perusahaan pulp sebagian besar pabriknya
terdapat di Sumatra dengan persentase kapasitas mencapai 86 persen (APKI 2007 dalam Putra 2009).
Indonesia memiliki potensi lahan/hutan yang cukup luas untuk pengembangan hutan tanaman industri
(HTI) sebagai sumber bahan baku yang berkelanjutan. Pada tahun 2012 saja proyeksi pasokan bahan
baku kayu yang dari HTI sebesar 34.6 juta m3. Bahkan pada 2025 alokasi proyeksinya mencapai 60.8
juta m3 (Departemen Perindustrian, 2009). Walaupun dengan dukungan sumberdaya hutan tanaman
yang signifikan dalam produksi kertas, kertas bekas ternyata menyumbang lebih dari setengah
kebutuhan serat yang digunakan pada industri kertas (Gambar 8). kertas bekas tersebut terutama
banyak digunakan pada pabrik kertas kemasan dan koran (Recovered Paper Market 2010)

Imported
recovered paper
22%
Virgin wood
pulp
45%

Domestic
recovered paper
Non-wood pulp
32%
1%
Gambar 8. Konsumsi golongan serat untuk produksi kertas Indonesia (Recovered Paper Market 2010)

25
Pada kasus PT Kertas Leces (PTKL), pola rantai pasokan yang terjadi sedikit berbeda. Peran
yang diambil oleh PTKL adalah sebagai produsen antara (intermediary producer) yang menghasilkan
produk-produk kertas setengah jadi. Hasil produk tersebut dibeli oleh para konsumen lembaganya
yang, saat ini, lebih banyak merupakan perusahaan konversi kertas (converters). Selain perusahaan
konversi kertas, konsumen PTKL adalah distributor kertas gulungan besar.
Dari sisi pasokan bahan baku, sebenarnya PTKL mampu memproduksi pulp sendiri
(integrated), dengan ampas tebu sebagai input utamanya. Ampas tebu biasanya diperoleh dari pabrik-
pabrik gula di sekitar PTKL. Namun, saat penelitian ini dilaksanakan, PTKL menggunakan pulp
virgin sebagai bahan baku kertasnya. Hal ini dikarenakan pabrik-pabrik gula lebih memilih
menjadikan ampas tebu sebagai bahan bakar daripada menjualnya kepada PTKL. Selain dari ampas
tebu dan pulp virgin, bahan baku serat PTKL sebagian juga berasal dari kertas bekas. Porsinya
mencapai sekitar 10 sampai 15 persen pada produksi kertas PTKL. Ilustrasi pola rantai pasokan kertas
PTKL adalah seperti ditunjukkan oleh Gambar 9.

Pabrik Gula

Pemasok Distributor/ Konsumen Akhir/


Kertas Bekas PTKL Ritel
Pedagang Besar Pasar

Pemasok Pulp Perusahaan


Konversi Kertas

Gambar 9. Pola rantai pasokan kertas PT Kertas Leces

Ampas tebu termasuk dalam golongan serat non-kayu. Bambu dan jerami adalah contoh
komoditas lain yang juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku serat non-kayu untuk produksi
kertas. Kelangkaan pasokan ampas tebu mengakibatkan pabrik pulp PTKL tidak bekerja. Kondisi
demikian sebenarnya mempunyai sisi yang kurang baik karena salah satu aset tetap pabrik
menganggur. Bahkan, sekalipun tidak difungsikan, perawatan mesin tetap dijalankan sehingga
menimbulkan biaya tersendiri. Untuk itulah kemudian, saat ini PTKL berupaya mengelola ladang tebu
sendiri dengan menjadikan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XI sebagai pihak yang diajak
kerjasama. Harapannya di masa akan datang pasokan ampas tebu untuk produksi kertas PTKL dapat
terjaga dan pabrik (mesin) pulp dapat kembali difungsikan.
Dari Gambar 9, terdapat dua klasifikasi struktur rantai pasokan spesifik yang terjadi. Hal ini
bergantung pada jenis pasar yang dituju dan kegunaan akhir kertas. Ketiga struktur rantai pasokan
tersebut adalah sebagai berikut.
a. Pemasok bahan baku – PTKL – Perusahaan konversi kertas (Konverter) – Distributor – Ritel –
Konsumen akhir
b. Pemasok bahan baku – PTKL – Distributor – Konsumen Pengguna
Struktur rantai pasokan pertama lebih cenderung terjadi pada jenis kertas tulis cetak dan tisu.
Konverter akan mengolah lanjut produk kertas gulungan besar dari PTKL hingga menjadi ukuran-
ukuran yang lebih kecil (misalnya dalam ukuran A4, kwarto, F4 untuk kertas tulis cetak; gulungan
atau lembaran kecil untuk tisu). Biasanya konverter juga sekaligus memberikan merek bagi produk
yang sudah diolahnya tersebut. Selanjutnya, dari konverter produk yang sudah diberi merek dan
dikemas biasanya akan dipasarkan melalui agen-agen kertasnya di tingkat distributor sebelum
akhirnya dijual di toko-toko ritel hingga sampai di tangan konsumen akhir.

26
Struktur rantai pasokan kedua lebih sering terjadi pada jenis kertas industri (bahan pengemas
dan pembungkus) dan kertas koran. Distributor yang telah membeli kertas dari PTKL akan
memasarkannya kepada jaringan konsumen lembaga yang dimilikinya. Dalam kasus kertas medium
liner misalnya, sasaran penjualannya adalah industri kemasan kotak karton gelombang, atau industri
olahan lain yang membuat kemasan kartonnya sendiri. Contoh lain, pada kasus kertas koran,
konsumennya adalah perusahaan-perusahaan yang bergerak dibidang percetakan dan penerbitan. Jadi,
kertas yang sampai di tangan konsumen akhir melalui jalur ini bukanlah produk kertas semata,
melainkan hadir dengan “rupa” yang berbeda; kemasan pada berbagai produk, koran, buku bacaan,
dan sebagainya.

4.1.1 Anggota Rantai Pasokan


Rantai pasokan kertas PTKL, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 9, melibatkan beberapa
pihak dengan peran dan aktivitasnya masing-masing. Berikut ini rincian untuk masing-masing anggota
rantai pasokan tersebut.
a. Pemasok
PTKL menjalin hubungan dengan banyak pemasok dalam rangka memenuhi permintaan
pelanggannya. Pemasok PTKL dapat dibedakan setidaknya dalam empat golongan, yaitu
pemasok bahan baku serat, pemasok bahan kimia, pemasok bahan embalase dan penunjang
lain, dan pemasok barang-barang teknik. Pemasok bahan baku serat terbagi lagi dalam tiga
kelompok, yaitu pabrik-pabrik gula (pemasok ampas tebu), perusahaan penghasil pulp, dan
pengepul kertas bekas. Contoh bahan kimia yang dipasok untuk PTKL antara lain pati, bahan
pengisi, retention agent, anti-slime agent, dan lain-lain. Selanjutnya, yang dimaksud dengan
bahan embalase dan penunjang lain yaitu bahan-bahan untuk keperluan pengemasan produk
(seperti paper core, shrinkage film, kertas kraft) dan bahan-bahan semacam oli, solar untuk
mendukung kelancaran proses produksi. Golongan yang terakhir, barang teknik, mencakup
peralatan dan perlengkapan mesin, motor, listrik, transportasi, dan sebagainya.
PTKL menganut strategi banyak pemasok dalam sistem pengadaannya. Para pemasok
ini sebelumnya sudah harus mengajukan diri untuk masuk dalam daftar rekanan mampu
(DRM) PTKL. Beberapa persyaratan terlebih dahulu harus dipenuhi oleh calon pemasok,
antara lain meliputi akta notaris, SIUP (Surat Izin Usaha dan Perusahaan), NPWP (Nomor
Pokok Wajib Pajak), dan data profil bisnis dan neraca perdagangan. Setelah masuk dalam
DRM, barulah sebuah perusahaan berhak mendapatkan penawaran saat PTKL akan melakukan
pembelian barang.
Hubungan yang terjalin antara PTKL dengan para pemasok umumnya bersifat beli
putus. Kontrak dengan perusahaan pemasok tertentu untuk suatu jangka waktu sangat jarang
dilakukan, dan hanya terjadi pada kasus-kasus khusus.

b. Perusahaan Manufaktur
Pada rantai pasokan kertas, predikat perusahaan manufaktur diposisikan pada pabrik-
pabrik penghasil kertas. Secara spesifik, dalam kasus ini, perusahaan manufaktur tersebut
adalah PTKL. Pusat kegiatan dan aktivitas rantai pasok dipandang melalui perspektif PTKL
sebagai inti penggerak. PTKL memproduksi berbagai jenis dan variasi kertas berdasarkan
pesanan pelanggannya. Pesanan dapat datang melalui telepon, faks, email, atau surat. Setelah
dilakukan negosiasi dan konfirmasi kepada calon pembeli mengenai harga, gramatur, ukuran,
kuantitas, kualitas, pembayaran, dan waktu pengiriman produk, dan telah ditetapkan dalam
purchasing order (PO), PTKL akan melakukan produksi kertas sesuai pesanan tersebut.

27
Aktivitas produksi PTKL bersifat make-to-order. Artinya, produksi baru dimulai ketika
ada pesanan dari pelanggan. Produksi dilakukan dengan mengolah bahan-bahan baku yang
sudah distok dalam gudang. Stocking atau penyimpanan bahan-bahan baku dalam jumlah
tertentu selalu diterapkan oleh PTKL sebagai salah satu strategi persediaannya. Hal ini
dilakukan untuk menjaga daya respon PTKL dalam hal pemenuhan pesanan dari pelangganya.
Setelah produk dihasilkan kemudian dilakukan pengemasan dan selanjutnya pengiriman
produk ke konsumen. Untuk pengiriman, PTKL memanfaatkan jasa transportir karena
ketiadaan armada angkutan yang dimiliki sendiri oleh PTKL. Sistem pembayaran yang
ditetapkan oleh PTKL untuk saat ini biasanya pembeli membayarkan setidaknya 50 persen dari
harga di awal kesepakatan (sebelum proses produksi dimulai), dan 50 persen sisisanya setelah
produk pesanan diterima oleh pelanggan.

c. Konverter (Perusahaan Konversi Kertas)


Konverter juga merupakan pihak yang dilibatkan sebagai anggota rantai pasokan kertas
PTKL. Konverter disini bukan saja perusahaan yang hanya mengkonversi kertas ukuran besar
menjadi kertas ukuran kecil yang dapat dikonsumsi langsung oleh konsumen akhir, akan tetapi
termasuk juga perusahaan kertas lain yang dengan alasan tertentu melakukan outsourcing
produksi kertas kepada PTKL. Banyak perusahaan kertas yang juga memiliki pabrik
konverting di dalamnya. Perusahaan semacam ini biasanya menciptakan merek tertentu dan
produknya dikenal di konsumen tingkat akhir.
Saat penelitian dilakukan, sekitar 80 persen produk kertas PTKL dibeli oleh pelanggan
jenis konverter, yaitu PT Tjiwi Kimia. Perusahaan tersebut – sekalipun mampu memproduksi
kertas dengan mesin (pabrik) sendiri – membeli produk kertas PTKL, terutama kertas HVS
gramatur rendah.

d. Distributor atau Pedagang Besar


Distributor atau pedagang besar memainkan peran yang signifikan dalam rantai pasokan
kertas. Jika perusahaan manufaktur memproduksi kertas dengan make-to-order, maka
distributor atau pedagang besar cenderung menerapkan make-to-stock. Artinya, produk kertas
yang ada di distributor atau pedagang besar sengaja disiapkan untuk mengantisipasi ragam
pesanan dari para pelanggannya. Dengan demikian, pembacaan kecenderungan permintaan
pasar harus mampu dilakukan pada tingkatan ini.
Distributor umumnya adalah agen-agen kertas yang mengumpulkan berbagai varian
produk kertas (baik dari satu atau lebih jenis kertas) dari beberapa perusahaan kertas. Di
tingkat ini, produk yang ditawarkan oleh distributor dapat berupa masih dalam ukuran besar
atau sudah dalam ukuran-ukuran kecil, bergantung dari target konsumennya.

e. Ritel dan Konsumen


Produk-produk kertas dalam bentuk gulungan atau lembaran kecil yang sudah siap
langsung dikonsumsi selanjutnya dipasarkan melalui toko-toko ritel, supermarket, atau pun
tempat-tempat penjualan lain. Dari ritel inilah konsumen akhir melakukan transaksi pembelian
untuk produk-produk kertas (tulis cetak, tisu, bungkus, dan lain-lain) yang dibutuhkan. Untuk
menarik konsumen, ritel terkadang melakukan aktivitas pemasangan display produk atau pun
menerapkan potongan harga untuk tingkat pembelian tertentu.

28
4.1.2 Entitas Rantai Pasokan
4.1.2.1 Produk
Secara umum, kertas dapat dibagi dalam lima jenis berdasarkan kegunaan akhirnya, yaitu
kertas tulis cetak, kertas koran, kertas bahan pengemas (kertas kantong semen, kertas corrugating
medium dan kraft liner, kertas bungkus, board), kertas tisu, dan kertas khusus (Departemen
Perindustrian 2009). Pada 2008 diperkirakan sebanyak 9.5 juta ton kertas diproduksi di Indonesia
(Tabel 10), dengan tingkat konsumsi pada sekitar 6 juta ton.

Tabel 10. Produksi dan konsumsi kertas di indonesia


(dalam juta ton)
Jenis Kertas Produksi Konsumsi
Kertas koran 0.6 0.4
Kertas tulis cetak 4.5 1.7
Kertas tisu 0.3 0.2
Kertas pengemas 4.0 3.7
Lainnya 0.2 0.0
Total 9.5 6.0
Sumber: Recovered Paper Market (2010)

Berdasarkan sasaran pasarnya, kertas dapat dibedakan menjadi produk antara dan produk hilir.
Contoh kertas sebagai produk antara yaitu Medium Liner dan Kraft Liner. Kedua jenis kertas ini
merupakan bahan baku untuk industri kemasan kotak karton gelombang. Selain itu, kertas yang masuk
golongan produk antara adalah jenis tisu dan tulis cetak dalam bentuk roll (gulungan) besar.
Selanjutnya, kertas sebagai produk hilir antara lain kertas tulis cetak ukuran A4, letter, folio, buku
tulis, tisu rumah tangga, dan sebagainya (Departemen Perindustrian 2009).

Tabel 11. Variasi jenis kertas produksi PT Kertas Leces


Kelompok Produk Ragam Gramatur (gsm)
Kertas industri Corrugating medium 70, 120, 125
Briefcard ND 120, 160, 180
Briefcard SW 120, 150, 150
Briefcard MG 150
Drawing paper 70, 120
Kertas tulis cetak Woodfree offset printing 45, 50, 55, 56, 58, 60, 70, 80
Copying paper 70, 80
Duplicating paper 69
Newsprint 48.8
Kertas tisu MG tissue 14, 16, 17, 18, 20, 30
Toilet tissue 15, 17, 21
Facial tissue 13.5, 14.5
Napkin tissue 17, 18, 22
Towel tissue 25, 45

PTKL merupakan perusahaan yang mampu menghasilkan berbagai jenis kertas. Produk kertas
PTKL mencakup hampir semua jenis kertas, yaitu kertas industri, kertas tulis cetak, kertas tisu, dan
kertas koran. Untuk setiap jenis kertas, PTKL dengan lima mesin kertas yang dimiliki dapat
memproduksi dalam berbagai gramatur (Tabel 11). Pada umumnya, produk kertas yang dihasilkan

29
oleh PTKL masih dalam bentuk gulungan dan lembaran besar. Kertas dalam ukuran besar inilah yang,
baik secara langsung ataupun tidak, menjadi pasokan bagi industri-industri hilir kertas yang
membutuhkan untuk diproses lebih lanjut sehingga dapat dimanfaatkan oleh konsumen tingkat akhir.
Produksi kertas di PTKL disesuaikan dengan permintaan pelanggan. Dengan kapasitas
produksi yang hanya 640 ton per hari, PTKL akan cenderung memproduksi pesanan ragam kertas
spesifik yang belum banyak diproduksi oleh pabrik-pabrik kertas lain. Misalnya untuk jenis kertas
tulis cetak, hampir semua produksinya diarahkan untuk memenuhi permintaan untuk gramatur rendah,
antara 45 sampai dengan 56 gsm. Produk jenis ini bahkan sebagian besar dipasok untuk PT Tjiwi
Kimia. Dengan langkah seperti ini, PTKL mampu bertahan di tengah persaingan pabrik-pabrik kertas
lainnya yang lebih efisien.
Sebagai bentuk perhatian yang serius terhadap mutu produk, PTKL menerapkan sistem
manajemen mutu dan berhasil memperoleh sertifikasi ISO 9001:2000 dari SISC. Selain itu, aspek
lingkungan juga mendapat porsi perhatian yang besar dari perusahaan. Hal ini terbukti dengan
manajemen lingkungan yang baik dan telah menperoleh sertifikasi ISO 14001.

4.1.2.2 Pasar
Permintaan kertas di Indonesia secara jumlah cukup besar. Dari 5.47 juta ton pada 2004,
permintaan terhadap kertas meningkat menjadi 6.0 juta ton atau naik rata-rata 3.13 persen per tahun.
Namun, jika dilihat dari pemakaian kertas per kapita (Tabel 12), Indonesia masih relatif rendah (26
kg/kapita/tahun), jauh tertinggal dari negara tetangga Malaysia (110.8 kg/kapita/tahun), terlebih dari
Jepang, Amerika Serikat, dan Finlandia. Hal ini mengindikasikan bahwa pasar untuk komoditas kertas
di Indonesia masih sangat berpeluang untuk terus berkembang.

Tabel 12. Konsumsi kertas per kapita di beberapa negara (dalam kg/kapita/tahun)
No. Negara Konsumsi No. Negara Konsumsi
1 Finlandia 368.6 10 Malaysia 110.8
2 Amerika Serikat 288.0 11 China 54.8
3 Jepang 145.5 12 Thailand 62.1
4 Kanada 206.0 13 Brazil 42.2
5 Italia 204.6 14 Indonesia 26.0
6 Taiwan 204.0 15 Mesir 20.0
7 Inggris 199.5 16 Filipina 17.4
8 Singapura 197.7 17 India 7.7
9 Prancis 182.9 18 Afganistan 0.2
Sumber: Departemen Perindustrian (2009)

Disamping itu, lebih dari sepertiga produk kertas yang diproduksi di Indonesia diserap oleh
pasar ekspor. Menurut Departemen Perindustrian (2009), pada periode 2004-2008 ekspor kertas
meningkat dari 2.58 juta ton menjadi 4.76 juta ton. Penyerapan terbesar yaitu pada jenis kertas tulis
cetak, dimana 60 persen dari produksi dalam negeri adalah untuk diekspor (Tabel 10)
Dalam kasus PTKL, jangkauan pasarnya meliputi dalam dan luar negeri. Pelanggan dalam
negeri menyerap sekitar 90 persen dari total produksi PTKL, dan hanya 10 persen saja yang diekspor.
Daftar pelanggan PTKL (tahun 2009) disajikan secara lengkap pada Tabel 13. Konsumen langsung
dari kertas produksi PTKL adalah konsumen lembaga (perusahaan kertas lain, konverter, distributor).
Hal ini dikarenakan produk yang dihasilkan masih berupa produk antara dalam bentuk gulungan dan
lembaran ukuran besar.

30
Tabel 13. Daftar pelanggan PT Kertas Leces
No. Pelanggan Dalam Negeri No. Pelanggan Luar Negeri
1 PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia 1 Advance Agro
2 PT Gaya Sastra Indah 2 Tips I
3 PD Abadi Jaya 3 Lokomotif Eka Sakti
4 PT Bintang Niaga I. 4 Kian Hwa Agency
5 PT Sinar Lancar K. 5 ATA
6 PT Idebaru Inti 6 AGA
7 PT Rakhmat Abadi 7 Thong Guan
8 PT Mandira Prima P. 8 Seaman Paper
9 PT Graha Kerindo U. 9 Three System
10 PT Nusa S. Utama 10 Fidel
11 PT Purabarutama
12 PT Lebercon
13 PT Solo Murni
14 PT Universal Jaya K.
15 PT Surindo Teguh G.
16 PT Kimberly
17 PT Megah Sembada
18 PT Artha Teguh P.
19 CV Putra Tunggal
20 PT Grafitecindo Megah U.
21 PT Duta Paper
22 PT Printec Perkasa
23 PT Grafitecindo Ciptaprima
24 Koperasi Karyawan
Sumber: Dokumen Laporan PTKL (2009)

4.1.2.3 Persaingan dan Keunggulan Kompetitif


Pada 2007, terdapat 81 perusahaan kertas, dimana 10 perusahaan merupakan perusaahaan
terintegrasi (pabrik menghasilkan pulp dan kertas), dengan kapasitas terpasang mencapai 11 juta ton
per tahun (APKI 2007 dalam Putra 2009). Tahun 2010, jumlah tersebut meningkat menjadi 85
perusahaan dengan kapasitas 13 juta ton/tahun. Dengan kapasitas demikian, Indonesia menempati
peringkat sebelas dunia untuk industri kertas dan peringkat sembilan dunia untuk industri pulp (Balai
Besar Pulp dan Kertas 2010).
Industri pulp dan kertas memiliki struktur pasar oligopoli ketat, dimana empat perusahaan
terbesar mempunyai pangsa pasar lebih dari 60 persen. Struktur pasar industri pulp dan kertas yang
bersifat oligopoli ketat mengimplikasikan bahwa terdapat beberapa perusahaan yang mendominasi
pasar. Dominasi beberapa perusahaan ini menyebabkan perusahaan lain tidak bisa menentukan harga
kecuali dengan mengikuti tingkat harga yang ditetapkan oleh perusahaan dominan tersebut. Pada
2006, pangsa pasar terbesar berdasarkan kapasitas terpasang dalam industri pulp dan kertas adalah PT
Indah Kita Pulp & Paper. Perusahaan ini menyerap pangsa pasar sebesar 30.71 persen untuk pulp dan
20.56 persen untuk kertas, kemudian diikuti oleh Pindo Deli Pulp & Paper dengan 13.94 persen, dan
PT Tjiwi Kimia 10.79 persen di urutan ketiga (APKI 2007 dalam Putra 2009). Pangsa pasar beberapa
perusahaan disajikan pada Tabel 14.

31
Tabel 14. Pangsa pasar beberapa perusahaan berdasarkan kapasitas terpasang
tahun 2006
Nama Perusahaan Pangsa Pulp (%) Pangsa Kertas (%)
Indah Kiat 30.71 20.56
Pindo Deli - 13.94
Tjiwi Kimia - 10.79
Fajar Surya Wisesa - 6.66
Riau Andalan 31.02 -
Kiani Kertas 8.14 -
Tanjungenim Lestari 6.97 -
Surabaya Agung - 4.64
Sumber: APKI (2007) dalam Putra (2009)

Dalam persaingan yang ketat dan terbuka, sebuah perusahaan – relatif dibandingkan dengan
para pesaingnya – perlu menetapkan serangkaian kebutuhan konsumen yang dibidik untuk dipenuhi
dengan produk atau jasa hasil produksinya. Ini disebut sebagai strategi kompetitif perusahaan. Strategi
kompetitif ditetapkan berdasarkan pada bagaimana konsumen memprioritaskan antara harga, waktu
pengiriman, variasi, dan kualitas dari produk yang diinginkannya. Strategi kompetitif ini
membutuhkan pelaksanaan peran dan strategi yang baik dari semua fungsi rantai nilai (value chain)
perusahaan; pengembangan produk baru, pemasaran dan penjualan, operasi, distribusi, serta palayanan
(Chopra dan Meindl 2001).
Sehubungan dengan hal di atas, PTKL bertujuan untuk memproduksi pulp dan berbagai jenis
kertas yang bermutu dengan harga yang kompetitif baik di pasar domestik maupun pasar
internasional. Dari pernyataan tujuan ini ada tiga aspek yang menjadi titik tekan dalam penetapan
strategi kompetitif perusahaan, yaitu variasi, mutu/kualitas, dan harga produk. Adanya lima mesin
kertas yang mampu menghasilkan berbagai jenis kertas (misalnya tulis cetak, industri, dan tisu) adalah
bukti dari keinginan perusahaan untuk menghasilkan variasi produk yang tinggi. Pada sisi lain,
kepercayaan pabrik kertas lain (seperti Tjiwi Kimia), pemerintah, dan konsumen luar negeri menjadi
bukti lain bahwa PTKL menyediakan produk kertas berkualitas tinggi. Hal ini tentu sangat
dipengaruhi oleh pengalaman PTKL sendiri yang sudah bergerak dalam industri kertas sekian lama,
serta didukung dengan sertifikasi ISO 9001 yang telah berhasil diperoleh.
Pada sisi lain, dalam hal harga PTKL nampaknya belum bisa cukup kompetitif karena
kapasitas produksi yang tidak besar (640 ton/hari) serta dibutuhkannya setup mesin berkali-kali
sebagai konsekuensi dari variasi produk. Pada kondisi demikian, PTKL tidak bisa mencapai skala
ekonomis sebesar pabrik-pabrik kertas lain dengan kapasitas yang lebih besar dan perubahan setup
mesin yang rendah. Namun demikian, aspek biaya ini selalu menjadi perhatian perusahaan agar bisa
seefisien mungkin (sehingga tingkat harga bisa kompetitif) dan, dengan demikian, mendapat lebih
banyak pelanggan. Adapun pangsa pasar PTKL per produk kertas berdasarkan kapasitas produksi
dapat dilihat pada Lampiran 1.

4.2 Proses Bisnis Rantai Pasokan Kertas


Rantai pasokan merupakan rangkaian proses serta aliran yang terjadi didalam dan diantara
tingkat-tingkat berbeda yang bekerjasama untuk memenuhi kebutuhan konsumen akan suatu produk.
Proses-proses dalam rantai pasokan tersebut , menurut Chopra dan Meindl (2001), dapat ditinjau dari
dua sudut pandang, yaitu:

32
1. Tinjauan siklus (cycle view): proses-proses dalam rantai pasokan dibagi ke dalam serangkaian
siklus, dimana setiap siklus terjadi ketika dua tingkat (pihak) rantai pasokan bertemu.
2. Tinjauan dorong/tarik (push/pull view): proses-proses dalam rantai pasokan dibagi kedalam dua
katagori bergantung pada apakah proses tersebut dilaksanakan sebagai respon terhadap atau
sebagai antisipasi dari pesanan konsumen. Proses tarik diawali karena adanya pesanan
konsumen, sedangkan proses dorong dilaksanakan sebagai antisipasi pesanan konsumen.

4.2.1 Tinjauan Siklus


Dalam rantai pasokan PTKL, secara sederhana, terdapat tiga tingkat yang dilibatkan,
sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar 10. Penulis membatasi tinjauan siklus dalam rantai pasokan
kertas PTKL pada tiga tingkatan saja, yaitu konsumen, perusahaan manufaktur, dan pemasok.
Konsumen yang dimaksud dalam konteks ini bukanlah konsumen akhir, melainkan konsumen
lembaga dari PTKL, baik konverter maupun distributor.. Hal ini dikarenakan keterbatasan pencarian
informasi dan investigasi lapangan yang dilakukan oleh penulis tentang proses yang terjadi pada
tingkatan yang lebih atas.

Konsumen
SiklusPesanan Konsumen
& Siklus Pabrikasi
Perusahaan Manufaktur (PTKL)

Siklus Pengadaan
Pemasok

Gambar 10. Siklus proses rantai pasokan PT Kertas Leces

Siklus Pesanan Konsumen dan Siklus Pabrikasi


Kedua siklus ini berlangsung hampir bersamaan. Kedua siklus tersebut terjadi ketika PTKL
bertemu dengan rekanan pelanggan organisasionalnya. Semua proses mulai dari tahap pemasaran
produk oleh perusahaan, pemesanan oleh pelanggan, sampai akhirnya kebutuhan tersebut dipenuhi
dan diterima tercakup dalam siklus ini. Dalam rantai pasokan kertas PTKL, proses-proses yang terjadi
dalam siklus pesanan konsumen dan siklus pabrikasi, meliputi:
 PTKL memasarkan produknya
 Pembeli menentukan kertas yang akan dibeli
 PTKL menerima pesanan kertas dari pembeli dan menjadwalkan produksinya
 PTKL memasok pesanan tersebut dengan menjalankan proses produksi dan mengirim hasil
produksi kepada pembeli
 Pembeli menerima pesanan yang telah dipenuhi oleh PTKL
Tahapan-tahapan kegiatan ini terus berulang sebagai sebuah siklus. Dalam menjalankan fungsi
pemenuhan kebutuhan atau pesanan konsumennya, PTKL melakukan penjawalan jangka pendek
untuk pesanan kertas yang masuk. Proses produksi yang dilakukan oleh PTKL bukan dalam rangka
menyediakan stok produk yang cukup dan siap untuk langsung dikirim ketika pesanan datang dari
para pelanggannya.

Siklus Pengadaan
Siklus pengadaan berlangsung ketika terjadi interaksi antara produsen dengan pemasok.
Kegiatan dalam siklus ini meliputi semua proses yang dilakukan untuk memastikan ketersediaan
bahan baku sehingga proses produksi bisa berjalan dengan lancar sesuai dengan jadwal yang telah

33
ditetapkan. Untuk menjamin hal tersebut, produsen (PTKL) memesan bahan-bahan kebutuhan
produksinya kepada para pemasok untuk menjaga tingkat keamanan (kecukupan) persediaan di
gudang penyimpanan atau logistik.
Siklus pengadaan dalam rantai pasokan kertas PTKL terdiri atas tahapan-tahapan subproses
sebagai berikut.
 Pembeli (PTKL) memesan bahan kebutuhan produksi berdasarkan perhitungan perkiraan yang
sudah dilakukan (ditandai dengan pengiriman purchasing order)
 Pemasok menerima pesanan tersebut dan merencanakan pemenuhannya.
 Pemasok melakukan produksi dan pengiriman barang yang dipesan
 Pembeli menerima barang yang dipesan dan melakukan pembayaran
Pada siklus pengadaan ini, PTKL berfokus pada ketersediaan barang dan berusaha untuk
mencapai skala ekonomis dalam pemesanan barang kebutuhannya. PTKL melakukan pengelolaan
barang-barang logistik sehingga dimungkinkan untuk memperkirakan kebutuhannya dan
memperhitungkan tingkat pesan ekonomis. Dalam upaya mendapatkan pasokan bahan kebutuhan
produksi yang baik, PTKL menjalin kerjasama dengan banyak pemasok agar preferensi dari segi
kualitas maupun harga bisa tersedia.

4.2.2 Tinjauan Dorong/Tarik


Selanjutnya, tinjauan dorong/tarik pada proses-proses rantai pasokan PTKL ditunjukkan oleh
Gambar 11. Perbedaan proses dorong dengan proses tarik adalah pada keputusan kapan eksekusi
proses tersebut dilakukan; apakah sifatnya reaktif atau spekulatif terhadap pesanan yang masuk.
Chopra dan Meindle (2001) menyebutkan bahwa proses dorong (push) berlangsung pada kondisi yang
tidak pasti karena permintaan konsumen belum diketahui, sedangkan proses tarik beroperasi pada
lingkungan atau kondisi dimana permintaan konsumen sudah diketahui.

Konsumen
Siklus Pesanan PROSES
Konsumen dan TARIK Siklus pesanan konsumen dan
Pabrikasi siklus pabrikasi
Kedatangan
Pesanan Perusahaan Manufaktur (PTKL)
Konsumen
Siklus Siklus pengadaan
Pengadaan PROSES
DORONG Pemasok

Gambar 11. Proses dorong/tarik pada rantai pasokan PT Kertas Leces

Pada Gambar 11, dari tiga siklus proses yang terjadi, dua diantaranya (siklus pesanan
konsumen dan siklus pabrikasi) bersifat tarik, yaitu dieksekusi setelah order dari konsumen datang,
dan satu proses lainnya (proses pengadaan) dilaksanakan sebagai antisipasi dari pesanan yang akan
masuk (proses dorong). PTKL mengeksekusi semua proses pada siklus pesanan konsumen setelah
pelanggan datang dan melakukan pesanan. Oleh karena itu, semua bagian proses dari siklus ini
merupakan proses tarik. Demikian pula yang terjadi pada siklus pabrikasi (manufacturing cycle),
PTKL baru menjalankan proses produksi setelah ada pesanan yang masuk. Operasi produksi setiap
kalinya tergantung pada pesanan dari konsumen tersebut. Namun sebaliknya, permintaan pasokan
dipenuhi dari bahan-bahan persediaan pemasok yang dipersiapkan untuk mengantisipasi kedatangan
pesanan. Oleh karena itu, semua proses dalam siklus pengadaan tergolong proses dorong.

34
4.3 Manajemen Rantai Pasokan Kertas
Strategi manajemen rantai pasokan PTKL dan kesesuaiannya dengan strategi kompetitif akan
dibahas lebih jauh pada subbab-subbab selanjutnya. Strategi rantai pasokan dalam pembahasan ini
difokuskan pada pengelolaan permintaan dan pasokan untuk strategi operasi, pengelolaan persediaan
untuk strategi logistik, dan outsorcing untuk strategi pemasok.

4.3.1 Perencanaan Permintaan dan Pasokan


Perkiraan permintaan dilakukan setiap tahun dengan mempertimbangkan kecenderungan pada
periode sebelumnya dan disesuaikan dengan evaluasi perkembangan pasar dan harga serta kesiapan
internal. Hasilnya kemudian ditetapkan sebagai target penjualan perusahan yang disajikan dalam
RKAP (Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan). Persiapan penyusunan target tersebut dimulai
sejak pertengahan tahun sebelum akhirnya ditetapkan pada awal tahun berikutnya. RKAP juga
sebenarnya mencakup perencanaan suplai (pasokan) perusahaan secara keseluruhan terhadap target
penjualan yang sudah ditetapkan tersebut, seperti perkiraan kebutuhan bahan baku, tenaga kerja, jam
kerja efektif, dan sebagainya.
Dalam implementasinya, rencana-rencana tersebut sangat mungkin terkoreksi sebab kondisi-
kondisi riil yang terjadi di lapangan. Sifat produksi yang dimulai sebagai respon terhadap permintaan
konsumen menjadi salah satu faktor yang tidak bisa secara tepat diprediksi setiap saat. Selain itu,
performa mesin-mesin produksi bisa saja terkendala sehingga mengganggu pencapaian target
penjualan.
Perkiraan permintaan (demand forecast) menjadi dasar bagi semua perencanaan dalam rantai
pasokan. Semua proses push pada rantai pasokan dilakukan sebagai antisipasi permintaan konsumen,
sedangkan proses pull dilaksanakan sebagai respon terhadap permintaan konsumen. Untuk proses
dorong (push), seorang manajer harus merencanakan tingkat aktivitas, menjadikannya produksi,
transportasi, atau aktivitas terencana lainnya. Sedangkan untuk proses tarik (pull), seorang manajer
harus merencanakan tingkat kemampuan kapasitas dan persediaan namun bukan dalam jumlah aktual
yang akan dilaksanakan. Untuk kedua contoh tersebut, langkah yang pertama kali harus diambil
adalah memperkirakan permintaan konsumen (Chopra and Meindl, 2001).
Menurut Chopra dan Meindl (2001), permintaan harus dibedakan dengan penjualan.
Permintaan yang sebenarnya diperoleh dengan memperhitungkan pula permintaan yang tidak dapat
dipernuhi akibat stockout, perilaku pesaing, penetapan harga dan promosi. Kegagalan dalam
memperhitungkan faktor-faktor ini hanya akan menghasilkan forecast yang tidak representatif akan
realitas yg terjadi.
Sebagai sebuah perusahaan yang sudah cukup lama berpengalaman dalam industri kertas,
PTKL saat ini memiliki pelanggan yang mayoritas bersifat tetap. Keadaan ini seharusnya
memudahkan PTKL dalam melakukan perencanaan dan pengelolaan permintaan dari para rekanan
pelanggannya karena salah satu ketidakpastian bisa diminimalkan. Aktivitas promosi dan pemberian
potongan harga, dengan demikian, tidak banyak lagi dilakukan.
Dalam pengelolaan data historis, jumlah pesanan kertas pada PTKL ternyata tidak bisa secara
cepat diperoleh untuk setiap periode bulan tertentu. Padahal, dari data pesanan yang masuk (baik yang
dapat dipenuhi atau tidak), jumlah permintaan bisa lebih didekati. Akses yang cepat untuk
mengkuantifikasi jumlah pesanan pada setiap periode akan membantu proses forecasting lebih tepat
dan cermat.
Dari data target penjualan dan realisasinya selama tahun 2007, dapat diperhatikan bahwa
sebenarnya penetapan angka-angka dalam RKAP tidak fluktuatif (Tabel 15). Target penjualan
dicanangkan pada rata-rata 12397 ton per bulannya (dengan realisasi 85%). Angka ini mendekati

35
tingkat kapasitas normal perusahaan sebesar 13 ribu ton per bulan. Penetapan seperti ini tentu saja
karena sangat dipengaruhi oleh konsumen PTKL yang mayoritas bersifat pelanggan tetap.

Tabel 15. Data penjualan kertas PTKL dibandingkan dengan


target RKAP tahun 2007
Bulan Penjualan (Ton) RKAP (Ton)
Januari 10939 12397
Februari 11399 11779
Maret 10909 12571
April 6047 12291
Mei 8185 12533
Juni 10216 12350
Juli 11539 12538
Agustus 10249 12533
September 11703 12344
Oktober 10219 12487
November 12914 12309
Desember 12308 12629
Rataan 10552 12397

Untuk menjaga kualitas produk dan kepercayaan pelanggan, PTKL membuat kuesioner
kepuasaan yang diisi oleh para pelanggannya. Tindakan ini memang diharapkan dapat menjadi salah
satu sumber informasi tentang perbaikan yang dapat diusahakan secara terus menerus oleh
perusahaan. Dengan tingkat kualitas produk yang tinggi seharusnya PTKL terus berusaha untuk
menambah rekanan pelanggannya. Misi mengembangkan kapasitas dan pasar untuk waktu yang akan
datang ini memerlukan analisis penduhuluan tentang pangsa pasar, permintaan pasar potensial, dan
perilaku pesaing. Dengan demikian, PTKL dapat melakukan repositioning dalam industri kertas agar
dapat lebih berkelanjntan. Reaktivasi promosi dan melihat kembali pengaruh „permainan‟ harga
terhadap permintaan pasar dapat menjadi salah satu usaha yang bisa dilakukan untuk memulai analisis
pasar dan permintaan konsumen.
Proses-proses dalam siklus pabrikasi (manufacturing cycle) termasuk dalam proses tarik.
Artinya, adanya permintaan atau pesanan dari konsumen dibutuhkan untuk menginisiasi proses
produksi. Dengan demikian, strategi operasi yang diterapkan adalah make-to-order. Perencanaan
permintaan dan pasokan memang dilakukan oleh perusahaan dengan menerjemahkannya dalam
RKAP, namun dalam keputusan operasinya produksi dilaksanakan atas dasar pesanan pelanggan.
Perusahaan setidaknya melakukan tiga tingkat perencanaan: RKAP (tahunan), rakor (bulanan), dan
jadwal produksi (mingguan/harian). Dalam RKAP, rencana dan kebutuhan produksi dihitung
berdasarkan perkiraan permintaan awal (target penjualan). Rencana ini dalam perjalanannya direview
setiap bulan untuk disesuaikan dengan perkembangan penjualan, produksi, kebutuhan bahan baku, dan
keuangan. Selanjutnya jadwal produksi untuk periode waktu tertentu disusun atas permintaan atau
pesanan konsumen yang sudah masuk.
Proses-proses pabrikasi yang bersifat tarik ini sepintas agak kontradiktif dengan informasi
bahwa mayoritas pelanggan PTKL bersifat tetap. Akan tetapi, jika disesuaikan dengan aspek strategi
kompetitif yang diambil, keputusan mendasarkan produksi pada order konsumen adalah tepat. Variasi
produk, seperti yang telah dibahas sebelumnya, menjadi salah satu fokus perhatian perusahaan dalam
memenuhi permintaan konsumennya. Variasi produk, dalam konteks industri kertas, bisa berarti

36
keberagaman dalam jenis kertas, gramatur, ukuran, dan sebagainya. Jadi, walaupun jumlah aggregat
permintaan kertas dapat diperkirakan dengan baik, ketidakpastian dalam ragam kertas yang akan
dipesan menjadi salah satu kendala mengapa proses pabrikasi tarik yang diterapkan.

4.3.2 Perencanaan dan Pengelolaan Persediaan


Bagi banyak perusahaan barang-barang persediaan (inventory) adalah aset diam (current asset)
yang paling besar. Masalah persediaan dapat benar-benar menyebabkan kegagalan bisnis. Bila sebuah
perusahaan tidak benar-benar memperhatikan aliran keluar barang yang dimiliki, akibat yang buruk
akan menimpanya. Kehabisan sediaan (stockout), pada titik yang ekstrim, dapat menyebabkan sebuah
perusahaan berhenti berproduksi. Sebaliknya, jika perusahaan tersebut mempunyai persediaan yang
berlebih, maka pertambahan biaya penyimpanan (carrying cost) bisa sebanding dengan selisih antara
keuntungan dengan kerugian. Oleh karena itu, manajemen persedian yang baik akan memberikan
sumbangsih besar pada keuntungan yang diperoleh perusahaan (Levin, Kirkpatrick, dan Rubin, 1982).
Peranan penting persediaan dalam rantai pasokan adalah meningkatkan jumlah permintaan
yang bisa dipenuhi dengan memiliki produk yang siap dan tersedia ketika konsumen
menginginkannya. Selain itu, persediaan juga berperan dalam mengurangi biaya dengan
mengembangkan skala ekonomis yang mungkin dapat dicapai selama produksi dan distribusi.
Persediaan dalam rantai pasokan tersebut dapat berupa bahan baku, bahan antara, dan barang jadi
(Chopra dan Meindl, 2001).
Menurut Chopra dan Meindl (2001), persediaan memainkan peran yang penting dalam
kemampuan suatu rantai pasokan dengan mendukung strategi kompetitif perusahaan. Jika strategi
kompetitif perusahaan mensyaratkan tingkat daya respon yang tinggi, maka hal ini dapat dicapai
dengan menempatkan persediaan dalam jumlah besar sedekat mungkin dengan konsumen. Begitu pun
sebaliknya, sebuah perusahaan dapat memanfaatkan persediaan untuk menjadi lebih efisien dengan
menguranginya dalam penyimpanan yang terpusat. Pertaruhan inilah (daya respon dan efisiensi) yang
harus dicermati dalam pengendalian persediaan.
Dalam sub pembahasan ini, persediaan yang dimaksud lebih menunjuk pada persediaan bahan
baku, bukan pada persediaan produk jadi. Hal ini dikarenakan penyimpanan untuk produk jadi tidak
dimaksudkan untuk mengantisipasi permintaan konsumen, akan tetapi hanya untuk menyediakan
tempat sementara bagi produk-produk tersebut sebelum disalurkan kepada pemesan. Sedangkan
penyediaan bahan-bahan baku dimaksudkan untuk menyiapkan kebutuhan produksi kertas bila
sewaktu-waktu akan dimulai. Oleh karena itu, trade-off antara kemampuan menjaga keberlangsungan
produksi (daya respon) dan usaha meminimumkan sediaan untuk mencapai efisiensi akan terjadi
dalam pengelolaan persediaan bahan baku ini. Terdapat dua keputusan dasar terkait dengan
persediaan, yaitu:
1. berapa banyak barang yang akan dipesan ketika persediaan barang tersebut perlu ditambah
kembali, dan
2. kapan harus menambah kembali persediaan barang tersebut.

Dalam pengelolaan persediaan oleh PTKL, pengawasan ketersediaan barang selalu dilakukan
dengan mengontrol jumlah barang masuk dan keluar, waktu tunggu selama proses pengadaan. Setiap
kontrol barang dalam gudang ini selalu disinkronisasikan dengan informasi sediaan pengaman,
maksimum sediaan, tingkat pesan ulang, dan kuantitas pesan ekonomis dari barang tersebut. Dengan
demikian dapat dievaluasi dan diketahui kemungkinan perubahan waktu tunggu dan implikasinya
terhadap tingkat pesan ulang (reorder level) serta jumlah/kuantitas pesan ekonomis.

37
4.3.3 Keputusan Pengadaan (Sourcing)
Istilah pembelian (purchasing atau procurement) menunjuk pada suatu proses dimana
perusahaan mendapatkan bahan baku, komponen, produk, jasa, atau sumberdaya lainnya dari pemasok
untuk menjalankan kegiatan operasinya. Sedangkan pengadaan (sourcing) adalah seluruh rangkaian
proses bisnis yang diperlukan untuk membeli barang atau jasa. Untuk banyak fungsi dalam rantai
pasokan, keputusan paling penting adalah apakah akan menyerahkan fungsi tersebut kepada pihak lain
atau menjalankannya sendiri. Outsourcing menyebabkan pelaksanaan fungsi dalam rantai pasokan
dilakukan oleh pihak ketiga (Chopra dan Meindl 2001).
Dalam rantai pasokan kertas PTKL, fungsi pengadaan bahan baku dan alat transportasi
pengiriman barang diserahkan kepada pihak lain. Perusahaan (PTKL) menggunakan istilah rekanan
pemasok dan rekanan transportir untuk menyebut pihak-pihak ketiga yang bekerjasama dengannya
tersebut. PTKL memiliki banyak rekanan (baik pemasok maupun transportir) yang dapat dipilih untuk
menjalankan fungsi pengadaan tertentu. Dalam proses pengadaan, PTKL menerapkan tendering
kepada para rekanan calon pemasoknya.
Outsourcing merupakan suatu isu penting yang dihadapi oleh perusahaan dengan berbagai
macam kecenderungan dalam menyikapinya. Menurut Chopra dan Meindl (2001), keputusan
outsourcing dalam aktivitas rantai pasokan sangat terkait dengan dua hal berikut.
1. Apakah pihak ketiga akan meningkatkan surplus rantai pasokan dibandingkan dengan
menjalankan aktivitas tersebut sendiri?
2. Sampai sejauh apa risiko yang ditimbulkan oleh outsourcing?

4.3.3.1 Outsourcing
Pemilihan strategi outsource dalam pengadaan bahan baku oleh PTKL sangat didukung oleh
ketiadaan HTI (Hutan Tanaman Industri) yang dikelola sendiri ataupun sumber bagasse (ampas tebu)
yang dimiliki sendiri sebagai sumber bahan baku. Beberapa keuntungan yang bisa diperoleh oleh
PTKL dengan outsourcing ini antara lain karena faktor-faktor berikut ini.
a. Aggregasi kapasitas. Rekanan pemasok dan transportir dapat meningkatkan surplus rantai
pasokan kertas PTKL dengan aggregasi permintaan dari berbagai perusahaan sehingga bisa
mencapai skala ekonomis tertentu yang tidak akan didapatkan jika saja suatu perusahaan
melakukannya sendiri.
b. Aggregasi persediaan. Dengan menggabungkan persediaan dari berbagai konsumennya, pihak
ketiga (pemasok) dapat meningkatkan surplus rantai pasokan. Dengan aggregasi ini mereka
dapat menurunkan ketidakpastian secara signifikan dan meningkatkan skala ekonomis dalam
pengadaan dan transportasi.
c. Aggregasi transportasi dengan perantara transportasi. Para transportir dapat mencapai skala
ekonomis yang lebih tinggi karena mereka menangani banyak permintaan jasa pengiriman dari
berbagai perusahaan.
d. Harga lebih rendah dan kualitas lebih tinggi. Pihak ketiga (pemasok dan transportir)
memiliki spesialisasi dan pengalaman dalam melaksanakan fungsinya. Hal ini sangat
memungkinkan mereka meminimumkan biaya operasinya dan, dengan demikian, menawarkan
harga yang lebih rendah dibandingkan dengan jika perusahaan menjalankannya sendiri.
Kualitas yang lebih baik, misalnya, bisa diharapkan dari industri pulp yang sudah sustainable
dalam waktu lama. Transportir yang berpengalaman juga dapat menentukan jalur yang paling
ekonomis dan minim resiko dalam pengantaran produk.

38
Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan surplus dengan keterlibatan pihak ketiga yaitu
skala, ketidakpastian (uncertainty), dan spesifisitas aset. Skala PTKL yang tidak besar dan
kemampuan pemasok yang jauh lebih besar sangat memungkinkan peningkatan surplus dalam rantai
pasokan. Dengan skala lebih besar yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan pulp, skala ekonomis
yang lebih besar dapat dicapai. Demikian juga dengan angkutan transportasi.
Faktor kedua yaitu ketidakpastian kebutuhan perusahaan. Jika kebutuhan yang relatif lebih bisa
diprediksi, peningkatan surplus rantai pasokan akan lebih terbatas. PTKL memiliki banyak pelanggan
tetap, permintaan dengan demikian dapat diasumsikan lebih stabil. Hubungan yang positif antara
permintaan dengan kebutuhan bahan baku berarti pula ketidakpastian yang seharusnya relatif rendah.
Oleh karena itu, dari segi satu faktor ini, keputusan outsource tidak tepat. Akan tetapi, sebagaimana
disebutkan sebelumnya, skala produksi yang tidak besar dan ketiadaan kepemilikan HTI menjadi
faktor yang sangat dominan mengapa strategi outsource ini dipilih.
Faktor terakhir adalah spesifisitas aset. Aset pihak ketiga yang terlampau spesifik
menyebabkan pada fleksibilitas yang rendah, dan karenanya peningkatan surplus dari aggregasi
berbagai konsumen tidak bisa dicapai. Hubungan PTKL dengan banyak rekanan secara tidak langsung
meningkatkan fleksibilitas pemasok karena reabilitasnya dalam pengadaan tertentu bisa dipilih
sebelum ditentukan. Transportir PTKL juga mempunyai berbagai jenis armada angkutan sehingga
dalam setiap seleksi bisa ditentukan siapa transportir yang cocok. Dengan demikian, secara umum dari
ketiga faktor di atas, outsourcing merupakan strategi yang tepat diterapkan oleh PTKL.
Selain poin-poin kelebihan di atas, keputusan outsourcing juga menimbulkan beberapa resiko.
Dalam konteks ini resiko-resiko yang dapat timbul antara lain sebagai berikut.
a. Kerusakan proses. Kehilangan kontrol terhadap pihak ketiga yang diajak berkerjasama bisa
menjadi masalah dalam keputusan outsource ini. Untuk menanggulangi resiko ini, dalam
Chopra dan Meindl (2004), perusahaan harus melakukan kontrol yang baik terhadap proses
tersebut, kemudian melakukan analisis biaya-manfaat, dan pada akhirnya melaksanakan
outsourcing. PTKL sudah cukup baik dalam memelihara proses pengadaan barang dan
pengantaran produk agar tidak „rusak‟.
b. Meremehkan biaya koordinasi. Penyerahan fungsi tertentu kepada pihak lain mensyaratkan
koordinasi yang baik agar proses di dalamnya berjalan lancar. Biaya-biaya koordinasi ini
sering kali tidak diperhitungkan dengan cermat oleh perusahaan. Oleh karena itu, kontrol yang
efektif dan efisien harus diusahakan oleh perusahaan yang menerapkan outsorcing.
c. Reduksi kontak dengan konsumen. Pengalihan fungsi pengantaran produk kepada transportir
dapat menyebabkan masalah kehilangan kontak konsumen. Pelibatan perantara berarti
memasukkan pihak baru dalam koordinasi. Konsumen dengan demikian –dalam penerimaan
produk – hanya berhubungan langsung dengan pihak ketiga, dan pihak inilah yang selanjutnya
menyampai-kan aliran balik kepada perusahaan.

4.3.3.2 Proses Outsourcing


Jika keputusan outsource dijalankan, maka proses-proses pengadaan akan meliputi seleksi
pemasok, desain kontrak pemasok, kolaborasi desain produk, pengadaan bahan atau jasa, dan evaluasi
kinerja pemasok (Chopra and Meindl, 2001). Proses pengadaan yang dijalankan oleh PTKL dalam
prosedur pengadaan barang atau jasa dapat dilihat pada Gambar 12.

Penilaian Pemasok
Dalam sistem pengadaan barang dan jasa, PTKL memiliki banyak calon pemasok yang sudah
masuk dalam daftar rekanan mampu (DRM). Setiap pemasok – untuk jenis pasokan yang sama –

39
memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai pemasok pemenang. Penilaian awal dilakukan
oleh pihak PTKL terhadap para calon pemasok yang antara lain meliputi aspek teknis (kesesuaian
spesifikasi dan kualitas), kemampuan pemasok, kinerja selama ini, aspek ekonomis (harga dan sistem
pembayaran), dan waktu tunggu. Penilaian ini untuk mereduksi jumlah calon pemasok yang banyak
dalam DRM menjadi hanya beberapa yang akan diajukan penawaran kepadanya. Secara berkala,
setiap semester pihak PTKL selalu melakukan evaluasi terhadap para pemasoknya atas kinerja
mereka. Inilah yang dijadikan informasi dasar pada tahap penilaian awal pemasok.

Permintaan pesanan
A

Perkiraan harga Pengadaan barang


oleh pemasok
Permintaan penawaran
harga kepada pemasok Barang datang

Harga dari pemasok Inspeksi barang

Negosiasi OK? Komplain

Pemilihan Pemasok Penanganan komplain


dan kesepakatan Pembayaran
oleh pemasok

Pengiriman PO Evaluasi dan Analisis

A
Gambar 12. Prosedur pengadaan barang/jasa PT Kertas Leces

Pemilihan Pemasok dan Negosiasi


Setelah dilakukan penilaian awal dan didapatkan beberapa calon pemasok saja, negosiasi
dilakukan terhadap mereka untuk menentukan pemasok pemenang. Sebelum melakukan negosiasi,
pihak PTKL memperkirakan harga kebutuhan pasokannya untuk dijadikan sebagai permintaan
penawaran kepada calon pemasok. Negosiasi selanjutnya dilakukan apabila calon pemasok sudah
menginformasikan harga penawarannya. Dari hasil negosiasi ini kemudian dipilih dan ditentukan
pemasok pemenang.

Kolaborasi Desain
Kolaborasi juga biasa dilakukan oleh PTKL dengan pemasoknya untuk mendesain barang yang
cukup spesifik. Pada pembangunan unit pabrik baru, misalnya, pihak PTKL perlu secara intensif
mengkomunikasikan keinginan desainnya dengn kontraktor yang dipilih sehingga hasil yang lebih
memuaskan dan sesuai harapan dapat dicapai. Kolaborasi desain juga sering dilakukan, misalnya,
pada pengangkutan dan pengiriman produk kepada pelanggan agar penyusunan produk dalam alat
angkut tidak mengalami kerusakan dan maksimal pengisiannya.

Pengadaan
Pengadaan merupakan proses dimana pemasok mengirim produknya sebagai respon pada
pesanan dari pelanggan. Menurut Chopra dan Meindl (2001), tujuan dari proses pengadaan ini adalah

40
membuat pesanan tersebut dilakukan dan dipenuhi tepat waktu pada tingkat biaya yang serendah
mungkin. Proses ini dimulai dengan pembuatan pesanan oleh pembeli dan diakhiri dengan penerimaan
barang dan pembayaran oleh pembeli tersebut.
Dalam aktivitas pengadaannya, PTKL mengirimkan purchasing order (PO) atau surat order
pembelian (SOP) kepada pemasok yang sudah dipilih dan dicapai kesepakatan pembelian dengannya.
Pada surat pembelian ini antara lain dicantumkan informasi tentang tanggal pemesanan, barang yang
dipesan, tanggal pengiriman, dan harga untuk barang yang dipesan. Perkembangan pemenuhan
pesanan ini akan terus dipantau oleh pihak PTKL, terutama tentang waktu pengiriman barang. Hal ini
memang sangat perlu diperhatikan karena akan sangat berpengaruh terhadap kelancaran produksi
perusahaan. Oleh karena itu, kemungkinan-kemungkinan tentang perubahan lead time (waktu tunggu),
dan pengaruhnya terhadap persediaan dapat terus diawasi. Performa pemasok pun dievaluasi
sepanjang proses pengadaan dan dengan demikian dapat digunakan sebagai pertimbangan dan
penilaian kembali jika perusahaan akan melakukan pembelian kembali.
Saat barang yang dipesan sudah dikirim dan sampai di pabrik, proses inspeksi dilakukan untuk
memastikan kesesuaian barang dengan spesifikasi yang sudah disebutkan dalam pesanan. Barang-
barang yang sudah dinyatakan diterima selanjutnya disimpan dalam gudang logistik. Penerimaan
barang ini kemudian ditindaklanjuti dengan pembayaran oleh bagian keuangan perusahaan.

Perencanaan dan Analisis Pengadaan


Pihak PTKL selalu melakukan evaluasi periodik terhadap kinerja para rekanan pemasok atau
pun transportirnya. Evaluasi tersebut antara lain mengukur kinerja pemasok dari segi responsivitas,
waktu tunggu, ketepatan waktu pengiriman, kualitas, dan kesesuaian pemenuhan. Informasi ini
dibutuhkan untuk mempermudah keputusan outsourcing, terutama terkait dengan tahap penilaian dan
pemilihan atau seleksi pemasok. Melalui hasil evaluasi tersebut, pihak perusahaan mendapatkan
gambaran awal tentang bagaimana proses pengadaan akan berlangsung. Para pemasok yang
mendapatkan skor baik dapat dijadikan calon yang lebih diunggulkan untuk mendapatkan tender
pemenuhan pasokan barang perusahaan. Pihak PTKL menindaklanjuti hal ini dengan mendisposisi
atau menunjuk satu atau beberapa pemasok saja untuk memasok kebutuhan perusahaan, dan jika
masih dimungkinkan menjalankan mekanisme reorder (pesan ulang). Reorder adalah istilah yang
dipakai oleh PTKL untuk menyebut pemesanan jenis barang yang sama pada tingkat harga yang sama
pula dengan pemesanan yang dilakukan sebelumnya.
Selain analisis yang berkaitan dengan kinerja pemasok, PTKL juga melakukan analisis
terhadap semua pengeluaran yang berhubungan dengan proses pengadaan atau pembelian pada semua
kategori dan berbagai pemasok. Dari analisis ini perusahaan dapat menentukan kuantitas pesanan
ekonomis (economic order quantity – EOQ), volume diskon, dan proyeksinya untuk volume
pembelian berikutnya.

Prinsip dasar sourcing yang baik adalah kerjasama antara pembeli dengan pemasok yang dapat
menarik lebih banyak peluang menghemat biaya daripada dua pihak yang bekerja sendiri-sendiri.
Kerjasama yang solid ini nampaknya hanya dapat dihasilkan ketika dua pihak tersebut mempunyai
hubungan jangka panjang dan tingkat kesalingpercayaan yang baik. Hubungan jangka panjang akan
mendorong pemasok untuk mengeluarkan usaha lebih besar pada permasalahan yang dihadapi oleh
pembeli tertentu. Hubungan jangka panjang ini juga dapat meningkatkan komunikasi dan koordinasi
antara kedua belah pihak. Kemampuan seperti ini sangatlah penting dalam proses pengadaan barang-
barang langsung (direct materials). Oleh karena itu, hubungan jangka panjang ini seharusnya
dibangun dengan para pemasok barang-barang startegis dan kritis (Chopra dan Meindl (2001).

41
Selama ini PTKL menerapkan strategi banyak pemasok dalam mengelola rantai pasokannya.
Langkah ini diambil oleh perusahaan antara lain agar mendapatkan harga sekompetitif mungkin dan
kualitas barang sebaik mungkin. Dua hal ini memang sangat dimungkinkan untuk dicapai dengan
menerapkan strategi banyak pemasok karena terdapat banyak alternatif yang bisa diperbandingkan.
dengan demikian, sifat dari hubungan dengan pemasok seperti ini hanya jangka pendek. Seperti yang
sudah disampaikan sebelumnya, pemilihan pemasok pemenang oleh PTKL biasanya didasarkan pada
hasil negosiasi dengan capaian terbaik dari berbagai calon pemasok (dalam berbagai aspek). Hal ini
dapat menimbulkan resiko underestimasi biaya koordinasi jika tidak benar-benar diperhatikan. Biaya
overhead mungkin sekali membengkak akibat banyaknya komunikasi yang harus dijalin dengan calon
pemasok atau pemasok terpilih.
Upaya untuk membangun hubungan jangka panjang dengan para pemasok kunci bisa menjadi
suatu strategi yang lebih menguntungkan bagi perusahaan dari pada strategi yang dijalankan saat ini.
Beberapa alasan yang mendukung hal ini adalah sebagai berikut.
a. Ketidakpastian permintaan yang relatif kecil. Sebagai perusahaan yang sudah lama sustainable
dalam industri kertas, PTKL memiliki para pelanggan yang cukup setia. Hal ini berarti
ketidakpastian dalam permintaan dapat diminimasi. Bila ketidakpastian permintaan relatiif
kecil dan kebutuhan bahan memiliki korelasi positif dengan permintaan tersebut, maka pesanan
kepada para pemasok juga hampir dapat diperhitungkan dengan pasti. Dengan demikian,
pemasok dapat mengurangi ketidakpastian permintaannya pula dari pembelinya (PTKL).
b. Kemudahan dalam mengelola persediaan. PTKL dituntut untuk selalu memiliki persediaan
bahan baku dan bahan penolong yang cukup pada tempat dan waktu yang tepat. Permintaan
dari pelanggan akan jenis kertas tertentu harus secara cepat direspon oleh perusahaan dengan
menjalankan produksi. Hubungan jangka panjang dengan pemasok membuat perencanaan
persediaan lebih tepat karena pengadaannya lebih terjamin. Waktu tunggu dan biaya overhead
karena banyaknya komunikasi dan negosiasi yang sebelumnya harus dijalin dengan banyak
pemasok bisa dikurangi secara signifikan. Waktu pengiriman juga dapat diperkirakan dengan
lebih tepat.

4.4 Sumberdaya Rantai Pasokan Kertas


4.4.1 Sumberdaya Fisik
Perkembangan industri pulp dan kertas yang masih menggantungkan sumber bahan bakunya
dari serat kayu mengimplikasikan kebutuhan lahan/hutan yang luas. Hal ini diperkuat dengan adanya
potensi pasar domestik kertas yang proyeksi masih akan terus berkembang dan pergeseran pasokan
utama pulp dan kertas dunia. Data tahun 2008 dari Departemen Kehutanan menyebutkan bahwa luas
areal hutan di Indonesia diperkirakan 133,369,684 ha, terdiri atas hutan lindung 31.6 juta ha, kawasan
pelestarian alam 20.1 juta ha, hutan produksi 36.6 juta ha, hutan produksi terbatas 22.5 juta ha, dan
hutan produksi yang dapat dikonversi 22.8 juta ha. Proyeksi pasokan kayu untuk industri pulp dan
kertas dari hutan tanaman industri (HTI) pada 2012 adalah 34.6 juta m3. Jumlah ini berencana terus
ditingkatkan hingga mencapai 44.2 juta m3 pada 2014 dan 65.1 juta m3 pada 2020 (Departemen
Perindustrian 2009).
Hal penting yang perlu diperhatikan dalam pengembangan HTI adalah aspek pengelolaan yang
harus memperhatikan kaidah kelestarian sehingga pemanfaatannya berkelanjutan. Dengan kata lain,
perlu benar-benar diterapkan sustainable forest management (SFM) pada sistem HTI. Selain itu,
masalah alokasi areal HTI, perizinan, dan aturan-aturan pengelolaannya perlu diatur sedemikian rupa
sehingga investasi pada sektor industri pulp dan kertas ini berjalan sesuai arah pengembangan yang
diharapkan.

42
Disamping bahan baku kayu dari HTI, penggunaan kertas bekas untuk produksi kertas
mempunyai proporsi yang juga signifikan. Dengan permintaan kertas dalam negeri yang agaknya
masih akan terus bertumbuh, pasokan kertas bekas domestik diperkirakan juga meningkat. Saat ini,
tidak sampai 60% dari 5 juta ton kertas bekas yang digunakan pabrik kertas Indonesia dipenuhi dari
pasokan dalam negeri. Tingkat pendaurulangan kertas pun masih stabil hanya dibawah 50% selama
lima tahun terakhir. Dengan perkiraan produksi kertas mencapai 13.7 juta ton pada 2020, maka
diharapkan pula terjadi kenaikan proporsi terhadap kertas bekas domestik menjadi 8.2 juta ton (pada
tingkat pendaurulangan kertas mencapai 61% (Recovered Paper Market, 2010).
Sehubungan dengan persoalan kertas bekas, belum ada target pendaurulangan dari pemerintah.
Selain itu, infrastruktur untuk pengumpulan sampah kertas yang masih kurang dan wilayah geografis
Indonesia yang berupa kepulauan menjadi hambatan tersendiri. Namun demikian, daur ulang serat
domestik umumnya masih lebih murah dibandingkan dengan yang impor. Pertimbangan komersial
inilah yang diharapkan mampu mendorong tingkat pendaurulangan kertas dalam negeri lebih tinggi
lagi di masa mendatang. Dalam rangka mencapai hal tersebut, salah satu upaya yang seharusnya
dilakukan adalah memfasilitasi pembentukan kelembagaan klaster-klaster pengumpul kertas bekas,
mulai dari pemulung, pengepul kecil hingga pengepul besar.
Dari segi infrastruktur, secara umum kondisinya di Indonesia masih buruk, terlebih di luar
pulau Jawa. Padahal pulau-pulau seperti Sumatera, Kalimantan, dan Papua diarahkan untuk
pengembangan industri pulp ke depan. Kurang memadainya fasilitas publik (jalan, listrik, pelabuhan)
seringkali mendorong pelaku industri di luar pulau jawa membangun kebutuhan infrastrukturnya
sendiri, sehingga investasi yang dibutuhkan bertambah besar. Perhatian dan peran lebih dari
pemerintah diperlukan untuk memperbaiki kendala infrastruktur semacam ini.
Tabel 16. Kapasitas, bahan baku, dan produk pada lima mesin kertas PT Kertas Leces
Mesin Kertas
Bahan Baku Produk Kertas
(Kapasitas)
 Kardus bekas (OCC)
I  Sludge dari ETP
 Medium liner
(30 ton/hari)  Afval campur
 Broke Mesin Kertas I
 Kardus bekas (OCC)
 Kertas tulis
II  SWL
 Kertas gambar
(70 ton/hari)  Afval putih
 Medium Liner
 Broke Mesin Kertas II
 Pulp serat panjang
III
 Pulp serat pendek  Kertas tulis cetak
(200 ton/hari)
 Broke Mesin Kertas III
 Pulp serat panjang
IV
 Pulp serat pendek  Berbagai jenis kertas tisu
(40 ton/hari)
 Broke Mesin Kertas IV
 Pulp serat panjang
V  Pulp serat pendek  Kertas tulis cetak
(300 ton/hari)  Deinked pulp  Kertas koran
 Broke Mesin Kertas IV
Keterangan:
OCC = Old Corrugated Carton Afval = kertas sisa
SWL = Sorted White Ledger Broke = kertas yang rusak selama proses produksi

43
Pada kasus PTKL, pasokan bahan baku tidak diperoleh dari pengusahaan HTI. Kebutuhan
seratnya dipenuhi dengan menjalin jaringan pasokan baik dari produsen pulp, pabrik gula, pengepul
kertas bekas lokal, maupun ekportir kertas bekas dari luar negeri. Kondisi ini memang sesuai dengan
kapasitas PTKL yang tidak besar, hanya 640 ton/hari atau sekitar 170 ribu ton/tahun. Dalam
menjalankan aktivitas produksi, PTKL dilengkapi dengan fasilitas sebagai berikut.
 Pabrik pulp kimia : 2 unit
 Pabrik deinking : 1 unit
 Pabrik chemical recovery : 2 unit
 Mesin kertas : 5 unit
 Pembangkit listrik tenaga uap : 1 unit
 Instalasi pengolah air limbah (IPAL) : 1 unit
 Pabrik chlor alkali : 1 unit
Pada Tabel 16 diterangkan kapasitas per unit mesin kertas, jenis bahan baku, dan jenis produk kertas
yang biasa dihasilkan.

4.4.2 Sumberdaya Teknologi


Departemen Perindustrian (2009) mengungkapkan bahwa pada aspek teknologi yang
digunakan oleh pabrik-pabrik kertas (termasuk pulp) di Indonesia, deviasinya sangat besar; sebagian
besar industri pulp dan kertas nasional adalah pabrik tua yang menggunakan teknologi lama dengan
kapasitas kecil, sebagian kecil lainnya merupakan pabrik-pabrik baru dengan kapasitas sangat besar
dan menggunakan teknologi modern setara dengan teknologi di negara maju. Selain itu, teknologi
masih sangat bergantung pada luar negeri, terutama dalam rekayasa permesinan, teknologi proses, dan
pengembangan produk baru.
Dalam menghadapi era ekolabeling, saat ini PTKL mengarahkan bisnisnya pada hal-hal
sebagai berikut.
a. Penggunaan bahan baku diarahkan pada sumber serat yang berasal jenis nonkayu (trutama
ampas tebu) dan kertas bekas.
b. Dari sisi teknologi proses, produksi pulp dengan proses soda, penyempurnaan dengan
penambahan oksigen delignifikasi, didukung chemical recovery plant, dan sistem alkali sizing
pada mesin kertas.
c. Dalam rangka pengendalian limbah, semua air buangan diolah di Unit Instalasi Pengolah Air
Limbah (IPAL) dan sebagian digunakan kembali, dan gas buangan recovery boiler dilalukan
pada penangkap debu (electrostatic presipitator).
d. Penjaminan stabilitas mutu produk.
Sebagai pabrik yang sudah dari 1940 beroperasi, mesin-mesin PTKL banyak yang sudah tua.
Walaupun telah mengalami pengembangan berkali-kali sejak mula dibangun, PTKL berupaya terus
untuk mengikuti perkembangan teknologi di dunia industri pulp dan kertas. Oleh karena itu,
kecermatan dalam transisi teknologi lama ke teknologi yang lebih baru menjadi hal yang niscaya.
Dalam rangka mendukung peningkatan riset dan pengembangan serta penerapan teknologi di
bidang industri pulp dan kertas, diperlukan integrasi yang baik antara industri, badan penelitian dan
pengembangan (Balai Besar Pulp dan Kertas, BPPT, LIPI), dan perguruan tinggi. Aspek yang perlu
ditingkatkan tersebut terutama terkait dengan efisiensi proses produksi, peningkatan mutu produk,
diversifikasi produk, pemanfaatan bahan baku alternatif potensial, penanganan masalah lingkungan,
pengembangan standar, dan semacamnya. Selain itu, diperlukan pula upaya penggiatan industri
rancang bangun dan rekayasa permesinan nasional di bidang industri pulp dan kertas, dengan harapan
secepatnya industri pulp dan kertas nasional tidak lagi bergantung pada luar negeri.

44
4.4.3 Sumberdaya Permodalan
Industri pulp dan kertas termasuk indsutri yang membutuhkan investasi sangat besar (capital
intensive), terlebih dengan pengembangan HTI. Biaya investasinya diperkirakan sebesar USD 1200
per ton kapasitas terpasang (Departemen Perindustrian 2009). Berdasarkan data dari APKI tahun
2007, sebanyak 69 perusahaan berstatus modal dalam negeri, 12 purusahaan dari modal luar negeri,
dan 3 perusahaan milik negara. Pada produksi kertas, perusahaan berstatus modal dalam negeri
menguasai 68 persen dari total kapasitas terpasang nasional, dan 29 persen yang dimiliki perusahaan
berstatus modal luar negeri. Untuk pulp, 47 persen dari investasi dalam negeri, dan 49 persen dari
investasi luar negeri (Putra 2009).
PTKL termasuk salah satu perusahaan kertas yang dimiliki negara (Badan Usaha Milik Negara
– BUMN), selain PT Kertas Padalarang dan PT Kertas Kraft Aceh. Modalnya berbentuk saham,
dimana struktur permodalannya dikuasai oleh negara. Walau begitu, sebagai BUMN yang berbentuk
Perusahaan Perseroan (Persero), tujuannya tetaplah mengejar keuntungan.

4.4.4 Sumberdaya Manusia


Industri pulp dan kertas di Indonesia telah mulai dikembangkan sejak 1923. Pengalaman
panjang di sektor industri ini tentu sudah dimiliki. Dengan kenyataan ini, sebenarnya putra-putri
Indonesia telah mampu menjalankan industri pulp dan kertas dengan baik. Saat ini juga sudah ada
Akademi Teknologi Pulp dan Kertas (ATPK) dan berbagai sekolah serta perguruan tinggi bidang
teknik teknologi lainnya yang dapat menyuplai kebutuhan sumberdaya manusia untuk industri pulp
dan kertas.
PTKL sendiri sudah beroperasi sejak 1940. Di tengah persaingan dalam industri kertas yang
semakin ketat, PTKL dengan sumberdaya yang dimiliki berupaya tetap bertahan. Dari sisi sumberdaya
manusia, seluruh tenaga kerjanya berstatus pegawai negeri. Sebagai sebuah perusahaan negara, PTKL
juga menjaga perannya dalam proses edukasi dengan memfasilitasi pembelajaran dan praktik lapang
dari berbagai lembaga pendidikan. Pengalaman yang sudah sekian lama ini tidak jarang
mendatangkan tenaga dari perusahaan kertas lain untuk belajar dari PTKL.
Manajemen PTKL dipimpin oleh dewan komisaris dan dewan direksi. Struktur organisasinya
mulai dari yang teratas adalah presiden direktur (direktur utama), direktur (terdiri atas direktur
produksi dan pengembangan, direktur pemasaran, direktur keuangan, administrasi dan umum),
manajer, superintendent, supervisor, hingga kelompok kerja. Diagram struktur organisasi perusahaan
dari tingkat direktur sampai superintenden dapat dilihat pada Lampiran 2.

45
BAB V
MODEL SELEKSI DAN EVALUASI PEMASOK DENGAN AHP

5.1 Penilaian Pemasok pada PT Kertas Leces


Dalam sistem pengadaan barang dan jasa, PT Kertas Leces (PTKL) memiliki banyak calon
pemasok yang sudah masuk dalam daftar rekanan mampu (DRM). Setiap pemasok – untuk pasokan
sejenis – memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai pemasok pemenang. Penilaian
dilakukan oleh pihak PTKL terhadap para calon pemasok, dimana mempertimbangkan aspek teknis
(kesesuaian spesifikasi dan kualitas), kemampuan pemasok, kinerja selama ini, aspek ekonomis (harga
dan sistem pembayaran), dan waktu tunggu. Penilaian ini untuk mereduksi jumlah calon pemasok
yang banyak dalam DRM menjadi hanya beberapa yang akan diajukan penawaran kepadanya. Secara
berkala, setiap semester pihak PTKL selalu melakukan evaluasi terhadap para pemasoknya atas
kinerja mereka. Inilah yang dijadikan informasi dasar pada tahap penilaian pemasok.
Teknik penilaian pemasok yang diterapkan oleh PTKL merupakan weighted-point, dimana
untuk masing-masing kriteria penilaian sudah ditetapkan bobotnya tersendiri. Bobot tersebut sudah
ditetapkan oleh perusahaan dan dianggap sudah sesuai dengan kondisi perusahaan. Tabel 17
menjelaskan kriteria yang dipertimbangkan dalam seleksi pemasok pada PTKL berikut dengan bobot
dan keterangan pemberian nilainya. Aspek ekonomi adalah kriteria yang dianggap paling penting
dengan bobot 50%, diikuti oleh aspek teknis 30%, cara pembayaran 10%, dan pengiriman serta
garansi masing-masing 5%. Dalam memberikan nilai kinerja pemasok, skala 0 sampai dengan 100
diterapkan.

Tabel 17. Kriteria dan cara penilaian pemasok PT Kertas Leces


Kriteria Penilaian Bobot Keterangan
Teknis 30% Rentang nilai 0 – 100
Ekonomi 50% Penawaran dengan harga terendah: nilai 100
Cara Pembayaran 10% Paling menguntungkan: nilai 100, contoh:
- Konsinyasi: 100 - L/C at sight: 40
- Barter: 90 - T/T advance cover bank
- Kredit: 90 garansi: 40
- T/T after received goods: 80 - DP 10%
- L/C usance: 70 - DP n%: -1/3(n-100)+30
- T/T shipping document: 40 - T/T advance: 0
Pengiriman 5% Tercepat: nilai 100
Garansi 5% Terbaik: nilai 100

Setelah dilakukan penilaian dan didapatkan beberapa calon pemasok saja, negosiasi
dilakukan terhadap mereka untuk kemudian langsung ditentukan pemasok pemenang. Sebelum
melakukan negosiasi, pihak PTKL memperkirakan harga kebutuhan pasokannya untuk dijadikan
sebagai permintaan penawaran kepada calon pemasok. Negosiasi selanjutnya dilakukan apabila calon
pemasok sudah menginformasikan harga penawarannya. Dari hasil negosiasi ini kemudian dipilih dan
ditentukan pemasok pemenang.
Pada subbab-subbab berikut akan dipaparkan tentang model alternatif yang dapat digunakan
dalam proses seleksi dan evaluasi pemasok pada indutri kertas. Bagian ini diawali dengan struktur
keputusan hierarkis untuk seleksi pemasok, hingga contoh aplikasi penerapannya pada kasus spesifik
serta penjelasan implikasi manajerialnya.

46
5.2 Model AHP untuk Seleksi dan Evaluasi Pemasok
Prinsip dasar pengadaan yang baik adalah bahwa kerjasama antara pembeli dengan pemasok
dapat menarik lebih banyak peluang menghemat biaya daripada dua pihak yang bekerja sendiri-
sendiri. Kerjasama yang solid ini kiranya hanya dapat dihasilkan ketika dua pihak tersebut mempunyai
hubungan jangka panjang dan tingkat kesalingpercayaan yang baik. Hubungan jangka panjang akan
mendorong pemasok untuk mengeluarkan usaha lebih besar pada permasalahan yang dihadapi oleh
pembeli tertentu. Hubungan jangka panjang ini juga dapat meningkatkan komunikasi dan koordinasi
antara kedua belah pihak. Kemampuan seperti ini sangatlah penting dalam proses pengadaan barang-
barang langsung (direct materials). Oleh karena itu, hubungan jangka panjang ini seharusnya
dibangun dengan para pemasok barang-barang startegis dan kritis (Chopra dan Meindl 2001).
Penelitian ini berupaya mengajukan sebuah model seleksi dan evaluasi pemasok dalam industri
kertas yang dibangun dengan pendekatan AHP. Bagian ini dimulai dengan hasil identifikasi kriteria
yang relevan dan penting dipertimbangkan dalam seleksi dan evaluasi pemasok, kemudian dilanjutkan
dengan ulasan mengenai model pengambilan keputusannya serta contoh aplikasinya pada kasus
seleksi pemasok tertentu. Pada tahap akhir, implikasi dari semua hal tersebut dibahas agar diperoleh
informasi yang bermanfaat bagi peningkatan proses seleksi dan evaluasi pemasok.

5.2.1 Struktur Keputusan Hierarkis


Salah satu tujuan dari penelitian ini adalah mengembangkan model AHP untuk seleksi dan
evaluasi pemasok pada industri kertas. Metodologi yang diterapkan mengadaptasi Tam dan Tummala
(2001) dan Lee et al. (2001), yaitu dengan mengintegrasikan suatu skala tingkat kinerja untuk
memberikan nilai pada masing-masing alternatif bagi setiap subkriteria terkait. Sebelumnya, sebanyak
25 subkriteria yang terbagi dalam empat dimensi kriteria ditentukan sebagai dasar awal untuk
mengidentifikasi faktor yang paling relevan dan penting terkait masalah dalam penelitian ini. Tabel 18
menunjukkan hasil pendapat responden ahli tentang penilaiannya terhadap tingkat relevansi setiap
subkriteria dalam skala 1 sampai dengan 3 yang secara berurutan berarti “tidak penting”, “penting”,
dan “sangat penting”.
Dengan mengeliminasi faktor (subkriteria) pada peringkat 15% terbawah dan yang diberi nilai
1 oleh salah satu (atau lebih) responden, maka tersisalah 19 faktor yang selanjutnya digunakan dalam
pengembangan model AHP untuk seleksi pemasok pada industri kertas. Kriteria yang tereliminasi
(ditandai dengan warna kolom abu) yaitu rasio ketertolakan produk, rasio kecacatan produk,
fleksibilitas, daya respon, kebijakan garansi dan klaim, dan struktur penentuan harga. Dengan
demikian, struktur hierarki keputusan dalam seleksi dan evaluasi pemasok bahan/item kritis pada
industri kertas secara lengkap dapat diilustrasikan sebagaimana pada Gambar 13.
Struktur AHP ini dikembangkan untuk dapat memberikan model keputusan dalam masalah
seleksi pemasok pada industri kertas, khususnya terhadap item/bahan yang dianggap kritis (sangat
penting). Setiap item spesifik sangat mungkin memiliki nilai pertimbangan yang berbeda pada tingkat
kepentingan antar-subkriterianya. Oleh karena itu, sebaiknya untuk masing-masing item/bahan kritis
teridentifikasi (Tabel 4) dilakukan perhitungan bobot kriteria dan subkriterianya, sehingga selanjutnya
dapat digunakan langsung dalam seleksi dan evaluasi pemasok.
Dalam aplikasi model di atas, kertas bekas dipilih sebagai contoh item kritis untuk menjelaskan
prosedur pengambilan keputusan dengan AHP dalam seleksi pemasok dan implikasi manajerialnya.
Pemilihan kertas bekas dalam contoh penerapan model ini didasarkan pada tiga aspek pertimbangan:
volume penggunaannya dalam industri kertas, resiko terkait produksi, dan kebutuhan akan pasokan
impor. Berdasarkan data yang diacu dalam Recovered Paper Market (2010), kertas bekas mempunyai
porsi 54 persen dari total bahan baku serat yang digunakan pada industri kertas, dan lebih dari 40

47
persennya masih diimpor. Lebih dari 60 persen impor kertas bekas dari Eropa, diikuti oleh Amerika
(14%) dan Singapura (13%). Porsi pemakaian kertas bekas ini diproyeksi tetap akan signifikan seiring
dengan makin tingginya kesadaran dunia terhadap lingkungan hidup (Lampiran 3). Kecenderungan ini
juga didukung oleh harga yang relatif murah, serta teknologi yang terus berkembang.

Tabel 18. Hasil penilaian responden ahli tentang tingkat relevansi kriteria yang
dipertimbangkan dalam seleksi pemasok pada industri kertas

Kriteria Subkriteria R1 R2 R3 Rataan


Kesesuaian Teknis 2 2 2 2.00
Reliabilitas Produk 3 2 3 2.67
Kualitas Standar dan Jaminan Kualitas 2 3 3 2.67
Rasio Ketertolakan Produk 1 2 2 1.67
Rasio Kecacatan Produk 1 2 3 2.00
Kecepatan Pengiriman 2 2 2 2.00
Pengiriman Ketepatan Waktu 3 3 3 3.00
Ketepatan Jumlah 3 2 3 2.67
Fleksibilitas 1 2 2 1.67
Daya Respon 1 2 3 2.00
Layanan Purnajual 2 3 2 2.33
Prosedur Komplain dan Responsibilitas 2 3 2 2.33
Tingkat Kemudahan Komunikasi 3 2 3 2.67
Status Finansial 3 2 2 2.33
Pelayanan dan
Manajemen Kepercayaan 2 2 3 2.33
Organisasi
Hubungan Jangka Panjang 2 3 3 2.67
Sistem Informasi 2 2 3 2.33
Tanggungjawab Lingkungan 3 2 3 2.67
Kemampuan Teknis 3 3 2 2.67
Fasilitas dan Kapasitas 3 2 2 2.33
Kebijakan Garansi dan Klaim 1 2 3 2.00
Harga Produk 2 3 3 2.67
Biaya Reduksi Biaya 2 3 3 2.67
Struktur Penentuan Harga 1 2 2 1.67
Cara Pembayaran 2 2 2 2.00
Keterangan
R1: Prof. Dr. Ir. E. Gumbira Said, MA.Dev
R2: Dr. Ir. Han Roliadi, M.Sc
R3: Dr. Ir. Muhammad Yani, M.Eng

Struktur AHP yang sudah didesain kemudian diaplikasikan untuk mengevaluasi bobot kriteria
(dan subkriteria), serta untuk menganalisis tingkat kinerja pemasok. Informasi yang digunakan dalam
kasus evaluasi pemasok disini didasarkan pada data simulasi dan data empiris. Data simulasi
digunakan untuk menggambarkan tingkat kinerja pemasok, sedangkan data empiris – dari
pertimbangan pakar – digunakan untuk menentukan bobot dari setiap kriteria (dan subkriteria).

48
Level 1 Seleksi Pemasok Bahan/Item Kritis pada Industri Kertas
Tujuan

Level 2 Kualitas Pengiriman Biaya Pelayanan dan


Kriteria Manajemen Organisasi

Level 3 Reliabilitas produk Ketepatan waktu Harga produk Kemudahan komunikasi


Subkriteria
Standar dan Ketepatan jumlah Reduksi biaya Tanggung jawab lingk.
jaminan kualitas
Kecepatan Cara pembayaran Kemampuan teknis
Kesesuaian teknis pengiriman
Hub. jangka panjang

Status finansial

Fasilitas dan kapasitas

Sistem informasi

Kepercayaan

Layanan purnajual

Prosedur komplain
dan responsibilitas

Level 4
Tingkat Kinerja Sangat Baik Baik Cukup Kurang Buruk

Level 5
Alternatif Pemasok 1 Pemasok 2 Pemasok 3

Gambar 13. Struktur hierarki keputusan dalam seleksi dan evaluasi pemasok pada industri kertas

5.2.2 Hasil Pengumpulan dan Pengolahan Data


Pada tahap pengumpulan dan pengolahan data ini, tim evaluator ditentukan untuk kemudian
diminta melakukan penilaian perbandingan berpasangan terhadap kriteria dan subkriteria yang
digunakan dalam struktur AHP di atas. Dalam rangka mendapatkan nilai kepentingan relatif untuk
setiap kriteria terkait dengan bahan kritis terpilih, yaitu kertas bekas, data nilai perbandingan
berpasangan dari para pakar diolah dengan menggunakan program Expert Choice.
Matriks penilaian perbandingan berpasangan diperoleh dari dua evaluator (pakar), yaitu Prof.
Dr. E. Gumbira Said, MA.Dev dan Dr. Ir. Han Roliadi, MS, M.Sc. Tabel 19 menunjukkan hasil bobot
prioritas untuk masing-masing kriteria dan subkriteria. Nilai yang ada dalam Tabel 19 merupakan nilai
hasil konsensus yang diperoleh dengan menggunakan rataan geometris dari penilaian yang diberikan
kedua pakar. Rasio konsistensi (CR) setiap kelompok perbandingan berpasangan juga ditunjukkan di
bagian bawah masing-masing matriksnya. Sebanyak tiga matriks perbandingan berpasangan bernilai
lebih dari 0.1. Ini menunjukkan bahwa evaluator kurang konsisten dalam memberikan penilaiannya.
Setelah bobot prioritas lokal diperoleh seperti pada Tabel 19, kemudian bobot prioritas global
bagi masing-masing subkriteria dapat pula ditentukan. Tabel 20 menunjukkan hasil perhitungan bobot
prioritas global subkriteria yang diperoleh dari mengalikan bobot lokalnya dengan bobot lokal elemen
hierarki di atasnya. Selanjutnya, subkriteria-subkriteria tersebut diurutkan dari yang memiliki

49
Tabel 19. Matriks perbandingan berpasangan pada seleksi dan evaluasi pemasok
Tujuan Kualitas Pengiriman Biaya Pelayanan dan Manj. Org. Prioritas
Kualitas 1 3.00 0.58 1.73 0.272
Pengiriman 1 0.22 4.24 0.169
Biaya 1 3.87 0.466
Pelayanan dan Manj. Org. 1 0.920
CR = 0.17

Kualitas Reabilitas Produk Standar&Jaminan Kualitas Kesesuaian Teknis Prioritas


Reabilitas Produk 1 1 1.73 0.373
Standar dan Jaminan Kualitas 1 3.00 0.448
Kesesuaian Teknis 1 0.179
CR = 0.03

Pengiriman Ketepatan Waktu Ketepatan Jumlah Kecepatan Pengiriman Prioritas


Ketepatan Waktu 1 1.00 1.73 0.396
Ketepatan Jumlah 1 0.58 0.274
Kecepatan Pengiriman 1 0.330
CR = 0.13
Biaya Harga Produk Reduksi Biaya Cara Pembayaran Prioritas
Harga Produk 1 1.00 2.24 0.389
Reduksi Biaya 1 3.87 0.467
Cara Pembayaran 1 0.145
CR = 0.03

Pelayanan dan Manj. Org. KOM LINK KT HUB FIN Fas.&Kap. SI KEP PURN PKR Prioritas
Kemudahan Komunikasi 1 2.24 1.00 3.87 1.29 0.58 0.38 1.73 1.73 0.77 0.120
Tanggung Jawab Lingkungan 1 2.45 5.48 1.73 0.58 3.87 1.00 1.73 3.00 0.169
Kemampuan Teknis 1 0.65 0.58 1.00 0.58 1.00 1.73 2.23 0.080
Hubungan Jangka Panjang 1 0.58 1.00 0.58 1.00 1.00 1.73 0.067
Status Finansial 1 1.73 1.73 1.29 2.24 1.00 0.112
Fasilitas dan Kapasitas 1 1.41 1.00 3.46 1.29 0.117
Sistem Informasi 1 3.87 3.87 1.00 0.127
Kepercayaan 1 0.58 0.58 0.067
Layanan Purnajual 1 1.73 0.062
Pros. Komplain dan Responsibilitas 1 0.079
CR = 0.11

50
Tabel 20. Bobot prioritas lokal dan global untuk setiap subkriteria
Bobot Bobot Bobot
Kriteria Subkriteria (Kode)
Lokal Lokal Global
Kualitas 0.272 Reabilitas Produk (F1) 0.373 0.101
Standar dan Jaminan Kualitas (F2) 0.448 0.122
Kesesuaian Teknis (F3) 0.179 0.049
Pengiriman 0.169 Ketepatan Waktu (F4) 0.396 0.067
Ketepatan Jumlah (F5) 0.274 0.047
Kecepatan Pengiriman (F6) 0.330 0.056
Biaya 0.466 Harga Produk (F7) 0.389 0.181
Reduksi Biaya (F8) 0.467 0.218
Cara Pembayaran (F9) 0.145 0.068
Pelayanan dan 0.092 Kemudahan Komunikasi (F10) 0.120 0.011
Manajemen Organisasi Tanggung Jawab Lingkungan (F11) 0.169 0.016
Kemampuan Teknis (F12) 0.080 0.007
Hubungan Jangka Panjang (F13) 0.067 0.006
Status Finansial (F14) 0.112 0.010
Fasilitas dan Kapasitas (F15) 0.117 0.011
Sistem Informasi (F16) 0.127 0.012
Kepercayaan (F17) 0.067 0.006
Layanan Purnajual (F18) 0.062 0.006
Prosedur Komplain dan Responsibilitas (F19) 0.079 0.007

Total 1.000

Tabel 21. Urutan peringkat kepentingan subkriteria


Bobot
Ranking Subkriteria
Global
1 Reduksi Biaya 0.218
2 Harga Produk 0.181
3 Standar dan Jaminan Kualitas 0.122
4 Reabilitas Produk 0.101
5 Cara Pembayaran 0.068
6 Ketepatan Waktu 0.067
7 Kecepatan Pengiriman 0.056
8 Kesesuaian Teknis 0.049
9 Ketepatan Jumlah 0.047
10 Tanggung Jawab Lingkungan 0.016
11 Sistem Informasi 0.012
12 Kemudahan Komunikasi 0.011
13 Fasilitas dan Kapasitas 0.011
14 Status Finansial 0.010
15 Kemampuan Teknis 0.007
16 Prosedur Komplain dan Responsibilitas 0.007
17 Hubungan Jangka Panjang 0.006
18 Kepercayaan 0.006
19 Layanan Purnajual 0.006
Total 1.000

51
bobot global terbesar hingga yang terkecil, seperti ditunjukkan pada Tabel 21. Dari tabel ini dapat
dilihat bahwa biaya menjadi faktor pertimbangan utama, dimana reduksi biaya (0.218) dan diikuti
harga produk (0.181) menduduki peringkat teratas. Anak kriteria (subkriteria) dari biaya, kualitas, dan
pengiriman semuanya berada pada sepuluh peringkat teratas dengan bobot terbesar. Dari kriteria
kualitas, standar dan jaminan kualitas (0.122) serta reliabilitas (0.101) merupakan faktor yang paling
diperhatikan, sedangkan dari kriteria pengiriman, faktor tersebut yaitu ketepatan waktu (0.067) dan
kecepatan pengiriman (0.056).

5.2.3 Aplikasi AHP pada Masalah Seleksi Pemasok Spesifik


Model AHP yang diajukan diatas selanjutnya diaplikasikan dalam sebuah contoh seleksi
pemasok. Data dan hasil pengolahan untuk kasus tersebut secara lengkap tersaji pada Tabel 22. Pada
aplikasi ini digambarkan tiga perusahaan yang menjadi calon pemasok. Proses seleksinya didasarkan
pada pertimbangan faktor-faktor yang telah disusun dalam AHP, yaitu kualitas, biaya, pengiriman, dan
pelayanan dan manajemen organisasi berikut dengan subkriteria turunannya.

Tabel 22. Aplikasi model AHP pada simulasi kasus seleksi pemasok kertas bekas
Kriteria Bobot Pemasok A Pemasok B Pemasok C
Subkriteria Global Kinerja Skor x Bobot Kinerja Skor x Bobot Kinerja Skor x Bobot
Kualitas
Reabilitas Produk 0.101 B 0.261 0.0265 C 0.129 0.0131 B 0.261 0.0265
Standar dan Jaminan
0.122 A 0.513 0.0625 B 0.261 0.0318 B 0.261 0.0318
Kualitas
Kesesuaian Teknis 0.049 B 0.261 0.0127 B 0.261 0.0127 B 0.261 0.0127
Pengiriman
Ketepatan Waktu 0.067 C 0.129 0.0086 B 0.261 0.0175 C 0.129 0.0086
Ketepatan Jumlah 0.047 B 0.261 0.0123 B 0.261 0.0123 B 0.261 0.0123
Kecepatan
0.056 C 0.129 0.0072 B 0.261 0.0146 B 0.261 0.0146
Pengiriman
Biaya
Harga Produk 0.181 C 0.129 0.0234 B 0.261 0.0473 C 0.129 0.0234
Reduksi Biaya 0.218 B 0.261 0.0568 C 0.129 0.0281 B 0.261 0.0568
Cara Pembayaran 0.068 C 0.129 0.0087 D 0.063 0.0043 C 0.129 0.0087
Pelayanan dan Manajemen Organisasi
Kemudahan
0.011 B 0.261 0.0029 B 0.261 0.0029 A 0.513 0.0057
Komunikasi
Tanggung Jawab
0.016 A 0.513 0.0080 B 0.261 0.0041 B 0.261 0.0041
Lingkungan
Kemampuan Teknis 0.007 A 0.513 0.0038 B 0.261 0.0019 B 0.261 0.0019
Hubungan Jangka
0.006 B 0.261 0.0016 B 0.261 0.0008 A 0.513 0.0032
Panjang
Status Finansial 0.010 C 0.129 0.0013 C 0.129 0.0013 B 0.261 0.0027
Fasilitas dan
0.011 B 0.261 0.0028 C 0.129 0.0014 B 0.261 0.0028
Kapasitas
Sistem Informasi 0.012 B 0.261 0.0030 A 0.513 0.0060 B 0.261 0.0030
Kepercayaan 0.006 B 0.261 0.0016 B 0.261 0.0016 C 0.129 0.0008
Layanan Purnajual 0.006 C 0.129 0.0007 B 0.261 0.0015 C 0.129 0.0007
Prosedur Komplain
0.007 B 0.261 0.0019 B 0.261 0.0019 C 0.129 0.0009
dan Responsibilitas
Total Skor 0.2464 0.2059 0.2212
Normalisasi 0.3658 0.3057 0.3285

Pengolahan data secara manual dengan tabulasi Excel dalam rangka mendapatkan nilai kinerja setiap
pemasok dilakukan untuk memberikan presentasi yang lebih jelas tentang alur pengerjaannya. Nilai
prioritas global untuk setiap pemasok diperoleh dengan mengalikan bobot global setiap subkriteria
dengan skor (bobot) tingkat kinerja, dan kemudian menambahkan keseluruhan nilai yang diperoleh
tersebut. Nilai keseluruhan bagi masing-masing pemasok itu selanjutnya perlu dinormalisasikan

52
kembali sehingga diperoleh nilai akhirnya. Pada contoh kasus aplikasi ini, pemasok A memiliki nilai
bobot akhir tertinggi, yaitu 0.3658. Pengerjaan dengan Expert Choice memberikan hasil yang sedikit
berbeda dalam angka, namun urutan prioritas pemasok yang dipilih tetap sama, dimana diperoleh nilai
kinerja untuk pemasok A, pemasok B, dan pemasok C berturut-turut yaitu 0.354, 0.307, dan 0.339
(Lampiran 4). Dengan demikian, selayaknya pemasok A terpilih sebagai pemasok terbaik yang
memenuhi tujuan yang telah ditentukan.

5.2.4 Analisis Sensitivitas terhadap Tingkat Kepentingan Kriteria


Analisis sensitivitas mengidentifikasi dampak perubahan prioritas kriteria terhadap nilai kinerja
keseluruhan masing-masing pemasok. Setelah mendapatkan solusi awal mengenai evaluasi pemasok,
analisis sensitivitas dapat dilakukan untuk mengetahui respons utilitas setiap alternatif pemasok
terhadap perubahan tingkat kepentingan relatif kriteria. Analisis sensitivitas ini berguna apabila
evaluator bermaksud melakukan penyesuaian (menambah atau mengurangi) tingkat kepentingan
relatif dari suatu kriteria terhadap kriteria lainnya terkait kondisi yang sedang dihadapi. Serangkaian
analisis sensitivitas ini dilakukan dengan bantuan program Expert Choice.

Gambar 14. Analisis sensitivitas kinerja pemasok pada setiap kriteria (kondisi awal)

Gambar 15. Analisis sensitivitas kinerja pemasok setelah perubahan tingkat kepentingan pengiriman

53
a

Gambar 16. Klasifikasi peringkat pemasok berdasarkan selang tingkat sensitivitas gradien pengiriman

Analisis sensitivitas kinerja (performance sensitivity analysis – PSA) pada Expert Choice
merepresentasikan variasi peringkat pemasok terhadap perubahan setiap kriteria. Grafik tersebut
menggambarkan perbandingan (rasio) persentase nilai setiap alternatif terhadap bobot kriterianya.
Hasil analisis menujukkan bahwa dalam kriteria kualitas pemasok A berada pada peringkat teratas,
diikuti oleh pemasok C kemudian pemasok B. Untuk kriteria pengiriman, pemasok B memiliki nilai
tertinggi, diikuti oleh pemasok C kemudian pemasok A. Selanjutnya untuk kriteria biaya, pemasok A
memiliki nilai kinerja paling tinggi, diikuti oleh pemasok C dan pemasok B, sedangkan untuk kriteria
pelayanan dan manajemen organisasi, pemasok A berada pada tingkat tertinggi, diikuti pemasok C
dan pemasok B (Gambar 14). Jika pada suatu keadaan tertentu, aspek pengiriman dianggap sangat
vital dalam suatu kasus pengadaan, sehingga evaluator menaikkan tingkat kepentingan relatif untuk
pengiriman menjadi 45%, maka urutan peringkat kinerja keseluruhan pemasok akan berubah pula,
dimana pemasok B berada pada tingkat kinerja terbaik dengan 0.342, kemudian disusul oleh pemasok
C (0.335) dan pemasok A (0.322) (Gambar 15).
Dengan kata lain, masing-masing kriteria memiliki sensitivitas gradien tertentu, dimana
perubahan tingkat kepentingan relatifnya pada tingkat interval tertentu dapat mempengaruhi peringkat
nilai kinerja pemasok secara keseluruhan. Misalnya, berdasarkan tingkat kepentingan pengiriman,
terdapat empat klasifikasi daerah “peringkat pemasok” sebagai berikut (Gambar 16).
a. Pada 0.000 sampai dengan 0.323, pemasok A > pemasok C > pemasok B
b. Pada 0.323 sampai dengan 0.366, pemasok C > pemasok A > pemasok B
c. Pada 0.366 sampai dengan 0.398, pemasok C > pemasok B > pemasok A
d. Pada 0.398 sampai dengan 1.000, pemasok B > pemasok C > pemasok A

5.3 Implikasi Manajerial


5.3.1 Faktor Kesuksesan Kritis dalam Seleksi Pemasok
Faktor kesuksesan kritis dalam seleksi pemasok sangat mungkin berbeda antara barang yang
satu dengan yang lain, antara suatu industri dengan industri yang lain. Hal tersebut dikarenakan
tuntutan fokus dan tujuan yang juga berbeda-beda dalam pemenuhan kebutuhan konsumennya.
Dickson (1966) dalam Cheraghi (2002) memberikan salah satu kesimpulan menarik lewat risetnya
bahwa semakin kompleks suatu produk/jasa yang dibeli, maka cenderung semakin banyak faktor yang
dipertimbangkan. Pada kasus semacam ini, menurutnya, harga kemudian menjadi faktor yang agaknya
relatif kurang atau tidak penting.

54
Faktor kesuksesan kritis ditentukan dengan memilih kriteria-kriteria yang bobotnya mencapai
75% dari total bobot pada diagram Pareto. Dengan demikian, faktor kesuksesan kritis untuk kertas
bekas dalam pasokan industri kertas adalah reduksi biaya, harga produk, standar dan jaminan kualitas,
reliabilitas produk, cara pembayaran, dan ketepatan waktu (Gambar 17). Implikasi dari hal ini yaitu
bahwa meningkatkan kinerja pemasok pada enam aspek tersebut akan memberikan dampak yang lebih
efektif dalam meningkatkan keseluruhan kinerja pemasok dibandingkan dengan kriteria lainnya.
Selaras dengan kesimpulan Dickson (1996) di atas, hasil pembobotan yang memberikan nilai
tinggi bagi faktor reduksi biaya dan harga produk ini juga mengindikasikan bahwa kertas bekas dapat
dikatakan sebagai barang yang sederhana. Faktor biaya atau harga menjadi sangat penting untuk
dipertimbangkan dalam penentuan pemasoknya.

1.0 100

0.8 80
0.75

0.6 60

Percent
Count

0.4 40

0.2 20

0.0 0
Subk riteria F8 F7 F2 F1 F9 F4 F6 F3 F5 F11 F16 F10 F15 Other
C ount 0.218 0.181 0.122 0.101 0.068 0.067 0.056 0.049 0.047 0.016 0.012 0.011 0.011 0.042
Percent 22 18 12 10 7 7 6 5 5 2 1 1 1 4
C um % 22 40 52 62 69 76 81 86 91 92 94 95 96 100

Faktor Kesuksesan Kritis

Gambar 17. Digram Pareto untuk identifikasi faktor kesuksesan kritis

5.3.2 Monitoring Kinerja Pemasok


Hasil penilaian dalam rangka seleksi pemasok di atas menunjukkan posisi performa setiap
calon pemasok. Secara detail, dapat diketahui kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh masing-
masing organisasi pemasok. Informasi tersebut penting sebagai dasar proses evaluasi dan seleksi
pemasok selanjutnya. Lebih jauh, upaya untuk membangun kerjasama lebih baik dan jangka panjang
dimulai dari interpretasi dan pemanfaatan informasi ini. Sehubungan dengan hal tersebut, Lee et al.
(2001) memperkenalkan apa yang disebut sebagai kriteria manajerial (managerial criteria) untuk
membantu meningkatkan kinerja pemasok maupun kualitas pasokannya.
Kriteria manajerial mencakup kriteria yang menjadi faktor kesuksesan kritis dalam proses
seleksi pemasok suatu barang/jasa dan kriteria yang menjadi faktor kelemahan pada pemasok utama.
Dalam kasus ini, sebagaimana diungkapkan pada bagian sebelumnya faktor kesuksesan kritis
ditentukan dari batas 75% pada diagram pareto bobot setiap kriteria. Mereka adalah reduksi biaya,
harga produk, standar dan jaminan kualitas, reliabilitas produk, cara pembayaran, dan ketepatan
waktu. Disamping itu, kriteria yang menjadi faktor lemah dari pemasok utama (pemasok A) adalah
harga produk, ketepatan waktu, kecepatan pengiriman, sitem informasi, kemudahan komunikasi,
status finansial, hubungan jangka panjang, dan layanan purnajual. Tabel 23 menunjukkan

55
pembandingan (benchmarking) kinerja atarpemasok pada setiap kriteria untuk identifikasi faktor
lemah pada pemasok A sebagai pemasok utama. Dengan demikian, manajerial kriteria dapat disajikan
secara keseluruhan dalam Tabel 24.

Tabel 23. Identifikasi faktor lemah pada pemasok utama


Tingkat Kinerja Pemasok Ideal = Faktor
Faktor Bobot
Pemasok A (PA) Pemasok B (PB) Pemasok C (PC) maks (PA, PB, PC) Lemah
F1 0.101 0.261 0.129 0.261 0.261 -
F2 0.122 0.513 0.261 0.261 0.513 -
F3 0.049 0.261 0.261 0.261 0.261 -
F4 0.067 0.129 0.261 0.129 0.261 Lemah
F5 0.047 0.261 0.261 0.261 0.261 -
F6 0.056 0.129 0.261 0.261 0.261 Lemah
F7 0.181 0.129 0.261 0.129 0.261 Lemah
F8 0.218 0.261 0.129 0.261 0.261 -
F9 0.068 0.129 0.063 0.129 0.129 -
F10 0.011 0.261 0.261 0.513 0.513 Lemah
F11 0.016 0.513 0.261 0.261 0.513 -
F12 0.007 0.513 0.261 0.261 0.513 -
F13 0.006 0.261 0.129 0.513 0.513 Lemah
F14 0.010 0.129 0.129 0.261 0.261 Lemah
F15 0.011 0.261 0.129 0.261 0.261 -
F16 0.012 0.261 0.513 0.261 0.513 Lemah
F17 0.006 0.261 0.261 0.129 0.261 -
F18 0.006 0.129 0.261 0.129 0.261 Lemah
F19 0.007 0.261 0.261 0.129 0.261 -
Total Nilai 0.3664 0.3047 0.3289

Tabel 24. Manajerial kriteria untuk monitoring kinerja pemasok


No Kode Manajerial Kriteria Bobot
1 F1 Reabilitas Produk 0.101
2 F2 Standar dan Jaminan Kualitas 0.122
3 F4 Ketepatan Waktu 0.067
4 F6 Kecepatan Pengiriman 0.056
5 F7 Harga Produk 0.181
6 F8 Reduksi Biaya 0.218
7 F9 Cara Pembayaran 0.068
8 F10 Kemudahan Komunikasi 0.011
9 F13 Hubungan Jangka Panjang 0.006
10 F14 Status Finansial 0.010
11 F16 Sistem Informasi 0.012
12 F18 Layanan Purnajual 0.006

Kriteria manajerial di atas dapat digunakan sebagai bahan monitoring kinerja pemasok.
Perusahaan manufaktur (pembeli) dapat membantu pemasok utamanya dalam meningkatkan kinerja
mereka dengan memberikan informasi masukan tentang kriteria manajerial teridentifikasi tersebut.
Dengan demikian, pemasok akan lebih berfokus melakukan perbaikan yang terkait dengan manajerial
kriteria. Ketika pemasok utama sudah mampu mencapai tingkat kinerja ideal, yaitu pada kolom maks
(PA, PB, PC) dalam Tabel 23, maka secara bertahap hal tersebut juga akan meningkatkan kualitas

56
proses pengadaan perusahaan secara keseluruhan. Pada tahap lebih lanjut, hubungan dengan pemasok
ini dapat diarahkan menuju hubungan jangka panjang yang lebih menguntungkan.
Dengan menggunakan pendekatan AHP ini, kriteria untuk pemilihan pemasok dapat
didefinisikan dengan jelas. Masalah yang dihadapi pun mampu disusun secara sistematis. Model AHP
ini memungkinkan para pembuat keputusan untuk memperhitungkan kekuatan dan kelemahan setiap
pemasok dengan membandingkannya terkait kriteria yang ditekankan. Hasil yang diperoleh dari
model AHP ini juga dapat diarahkan untuk meningkatkan kualitas manajemen dengan pemasok
melalui serangkaian analisis lanjutan, mulai analisis sensitivitas, faktor kritis, hingga kriteria
manajerial.

57
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat dirumuskan berdasarkan hasil pembahasan kajian seleksi dan evaluasi
pemasok pada rantai pasokan kertas adalah sebagai berikut.
1. Anggota rantai pasokan kertas pada PT Kertas Leces (PTKL) umumnya terdiri atas pemasok
bahan baku serat (produsen pulp, pengumpul kertas bekas, pabrik gula), PTKL, konverter,
distributor, ritel, dan konsumen (akhir atau pun lembaga). Konsumen langsung produk PTKL
adalah konsumen lembaga, dimana kertas yang diproduksi masih sebagai produk antara
(gulungan dan lembaran besar). PTKL lebih mengutamakan aspek mutu dan variasi produk
dalam strategi kompetitifnya.
2. Proses-proses pada siklus pesanan konsumen dan siklus pabrikasi dieksekusi setelah order
konsumen datang (proses tarik). Penjadwalan produksi dilakukan seketika berdasarkan pesanan
yang masuk. Pada sisi lain, siklus pengadaan dilakukan sebagai bentuk antisipasi terhadap
pesanan produksi (proses dorong). Walaupun memiliki pabrik pulp sendiri, PTKL masih
menggantungkan pengadaan bahan bakunya kepada pihak lain. Outsourcing pengiriman
produk ke konsumen pun dilakukan kepada transportir.
3. Perancangan model seleksi dan evaluasi pemasok pada rantai pasokan kertas menghasilkan
kriteria dan subkriteria dengan bobot masing-masing sebagai berikut.
a. Kualitas (0.272), dengan subkriteria reliabilitas produk (0.101), standar dan jaminan
kualitas (0.122), dan kesesuaian teknis (0.049).
b. Pengiriman (0.169), dengan subkriteria ketepatan waktu (0.067), ketepatan jumlah (0.047),
kecepatan pengiriman (0.056).
c. Biaya (0.466), dengan subkriteria harga produk (0.181), reduksi biaya (0.218), cara
pembayaran (0.067).
d. Pelayanan dan manajemen organisasi (0.092), dengan sub kriteria kemudahan komunikasi
(0.011), tanggung jawab lingkungan (0.016), kemampuan teknis (0.007), hubungan jangka
panjang (0.006), status finansial (0.010), fasilitas dan kapasitas (0.011), sistem informasi
(0.012), kepercayaan (0.006), layanan purnajual (0.006), dan prosedur komplain dan
responsibilitas (0.007).
4. Hasil analisis faktor kesuksesan kritis menunjukkan kemiripan komposisi kriteria yang
dipertimbangkan dalam seleksi dan evaluasi pemasok bahan baku kertas dimana reduksi biaya,
harga produk, standar dan jaminan kualitas, reliabilitas produk, cara pembayaran dan ketepatan
waktu menjadi faktor-faktor dengan kepentingan relatif tertinggi.
5. Model seleksi dan evaluasi pemasok dengan AHP dalam rantai pasokan kertas dapat
memberikan penilaian yang lebih sistematis dan komprehensif, serta mampu mendukung
perbaikan proses dalam manajemen hubungan dengan pemasok.

6.2 Saran
Saran-saran yang dapat diajukan berdasarkan hasil kajian seleksi dan evaluasi pemasok pada
rantai pasokan kertas adalah sebagai berikut.
1. Pelibatan pakar dari kalangan praktisi (perusahaan) dan penerapan model dalam masalah
empiris lapangan perlu dilakukan untuk menguatkan aplikabilitas model yang diajukan ini.

58
2. Untuk penelitian lanjutan dapat diarahkan pada identifikasi parameter-parameter untuk setiap
subkriteria, terkait dengan tingkat kinerja pemasok.
3. Integrasi model dalam sebuah sistem penunjang keputusan seleksi dan evaluasi pemasok akan
sangat berguna untuk meningkatkan kemudahan proses.

59
DAFTAR PUSTAKA

Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia [APKI]. 2007. Direktori Pulp dan Kertas Indonesia. Jakarta:
APKI.

Balai Besar Pulp dan Kertas, [Online]. 2010. http://www.bbpk.go.id/main/index.php?option=com_


content&task=view&id=122&Itemid=55. [14 Juni 2011]

Benyoucef L, Ding H, Xie X. 2003. Supplier selection problem: Selection criteria and methods.
Laporan Riset, INRIA-LORRAINE, MACSI Project.

Carlsson D, D‟Amours S, Martel A, Rönnqvist M. 2006. Supply chain management in the pulp and
paper industry. Working Paper DT-2006-AM-3. Canada: Interuniversity Research Center on
Enterprise Networks, Logistics, and Transportation (CIRRELT).

Chakraborty PS, Majumder G, Sarkar B. 2005. Performance evaluation on existing vendors using
analytic hierarchy process. Journal of Scientific and Industrial Research 64: 648-652.

Cheng JH dan Tang CH. 2009. An application of fuzzy delphi and fuzzy AHP for multi-criteria
evaluation on bicycle industry supply chain. WSEAS Transactions on Systems and Control 4:
21-34.

Cheng JH, Lee CM, Tang CH. 2009. An application of fuzzy delphi and fuzzy AHP on evaluating
wafer supplier in semiconductor industry. WSEAS Transactions on Indoemation Science and
Applications 6: 756-767.

Cheraghi SH, Dadashzadeh M, Subramanian M. 2002. Critical succes factors for supplier selection:
An update. Journal of Applied Business Research 20 (2): 91-108.

Chopra S. dan Meindl P. 2001. Supply Chain Management: Strategy, Planning, and Operation (3rd
Edition). New Jersey: Pearson Prentice Hall.

Data Consult. 1995. Indonesian Pulp and Paper Industry: Current Developments and Prospects.
Jakarta: PT Data Consult Inc., Business Surveys and Reports.

Davenport TH. 1993. Process Innovation: Reengineering Work Through Information Technology.
Boston: Harvard Business School Press.

Departemen Perindustrian. 2009. Roadmap Industri Kertas. Jakarta: Direktorat Jenderal Industri Agro
dan Kimia, Departemen Perindustrian.

Dickson,W.G. 1966. An analysis of vendor selection systems and decisions. Journal of Purchasing 2:
5 -20.

Gulen KG. 2007. Supplier selection and outsourcing strategies in supply chain management. Journal
of Aeronautics and Space Technologies 3 (2): 1-6.

Hou TH dan Huang CW. 2002. The impact of supply chain management on supplier selection and
evaluation in taiwanese industries. Journal of Technology 17 (2): 281-292.

Kachainchai V dan Weerawat W. 2009. Supplier evaluation and selection in thailand‟s hard disk drive
industry. Laporan Riset, Industry/University Cooperative Research Center in HDD Advanced
Manufacturing, King Mongkut‟s University of Technology Thonburi and National Electronics
and Computer Technology Center, National Science and Technology Development Agency,
Thailand.

60
Krause DR, Handfield RB, Scannell TV. 1998. An empirical investigation of supplier development:
reactive and strategic processes. Journal of Operation Management 17: 39-58.

Koprulu A. dan Albayrakoglu MM. 2007. Supply chain management in the textile industry: A
supplier selection model with analitycal hierarchy process. ISAHP, Viña Del Mar, Chile, 3-6
Agustus.

Lambert DM dan Cooper MC. 2000. Issues in supply chain management. Industrial Marketing
Management 29 (1): 65-83.

Lee EK, Ha S, Kim SK. 2001. Supplier selection and management system considering relationship in
supply chain management. IEEE Transactions on Engineering Management 48 (3): 307-318

Lee HL dan Billington C. 1992. Managing supply chain inventory: pitfalls and opportunities. Sloan
Management Rev., hal. 65-73. Spring.

Liberatore MJ. 1987. An extension of the analytic hierarchy process for industrial R&D project
selection and resource allocation. IEEE Transactions on Engineering Management 34 (1): 12-
18.

Liberatore MJ. 1989. A decision support approach for R&D project selection. In: Golden BL, Wasil
EA, Harker PT (ed). The Analytic Hierarchy Process Applications and Studies. New York:
Springer, hal. 13-29.

Martel A, M‟Barek W, D‟Amours S. 2005. International factors in the design of multinational supply
chain: The case of Canadian pulp and paper companies, FORAC Working Paper DT-2005-
AM-3. Canada: Interuniversity Research Center on Enterprise Networks, Logistics, and
Transportation (CIRRELT).

Narasimhan R, Talluri S, Mendez D. 2001. Supplier evaluation and rationalization via data
envelopment analysis: An empirical examination. The Journal of Supply Chain Management:
A Global Review of Purchasing and Supply Copyright, Agustus 2001: National Association of
Purchasing Management, Inc. : 28-37

Papermaking Chemistry and Technology, [Online]. http://www.chempatec-auhorn.com/additives/


index.html. [2 Februari 2011.

Pearson JM dan Ellram LM. 1995. Supplier selection and evaluation in small versus large electronics
firms. Journal of Small Business Management, hal. 53-65.

Petroni A. 2000. Vendor selection using principal component analysis. The Journal of Supply Chain
Management 1 (13): 63-69.

Putra EJ. 2009. Analisis Struktur, Perilaku, dan Kinerja Industri Pulp dan Kertas di Indonesia
[Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Recovered Paper Market: Indonesia, [Online]. 2010, Februari. http://www.wrap.org.uk/downloads/


Indonesia_Market_Snapshot_-_FINAL.a1c5e899.8522.pdf. [31 Juli 2011].

Simchi LD, Kaminsky P, Simchi-Levi E. 2000. Designing and Managing The Supply Chain:
Concepts, Strategies, and Case Studies. New York: McGraw-Hill.

Tahriri F, Osman MR, Ali A, Yusuff RM, Esfandiary A. 2008. AHP approach for supplier evaluation
and selection in a steel manufacturing company. Journal of Industrial Engineering and
Management 1 (2): 54-76.

Tahriri F, Osman MR, Ali A, Yusuff RM. 2007. A review of supplier selection methods in
manufacturing industries. Suranaree Journal of Science and Technology 15 (3): 201-208

61
Tam MCY dan Tummala VMR. 2001. An application of the ahp in vendor selection of a
telecommonications system. The International Journal of Management Science (Omega) 29:
171-182.

Ting SC dan Cho DI. 2008. An integrated approach for supplier selection and purchasing decisions.
Suppy Chain Management: An International Journal 13 (2): 116-127.

Van der Vorst JGAJ. 2006. Performance measurement in agri-food supply-chain networks: An
overview. In: Quantifying The Agri-Food Supply Chain 13-24. Logistics and Operations
Research Group, Wageningen University, Hollandseweg: Wageningen.

Weber CA, Current JR, Benton WC. 1991. Vendor selection criteria and methods. European Journal
of Operational Research 50: 2-18.

62
LAMPIRAN

63
Lampiran 1. Pangsa Pasar Beberapa Perusahaan Kertas dan Kertas Leces Berdasarkan Jenis
Produk Kertas

Kapasitas Pangsa
No Perusahaan Lokasi Pabrik
(Ribu Ton) (Persen)
Kertas Koran
1 Apex Kumbong Jawa Barat 430.0 57
2 Adiprima S. Jawa Timur 150.0 20
3 Kertas Leces Jawa Timur 90.0 12
4 Gede Karang Jawa Timur 50.4 7
5 Suparma Jawa Timur 15.0 2
6 Setia Kawan Jawa Timur 7.0 1
7 Kertas Basuki Rachmat Jawa Timur 3.8 1
8 Kertas Blabak Jawa Tengah 3.6 0
Total Kertas Koran 749.8 100

Kertas Tulis Cetak


1 Sinar Mas Group 3,284.0 78.5
- Pindo Deli Jawa Barat 1,315.0
- Tjiwi Kimia Jawa Timur 1,008.0
- Indah Kiat Riau, Banten 806.0
- Lontar Papirus Jambi 155.0
2 Riau Andalan Kertas Riau 350.0 8.4
3 Surabaya Agung Jawa Timur 310.0 7.4
4 Kertas Leces Jawa Timur 70.0 1.7
5 Lain-lain 169.60 4.1
Total Kertas Tulis Cetak 4,184.0 100

Kertas Tisu
1 Sinar Mas Group 135.0 50
- Pindo Deli Jawa Barat 75.0
- Lontar Papirus Jambi 60.0
2 Indo Paper Banten 49.5 18
3 Sopanusa Jawa Timur 21.6 8
4 Java Paperindo Jawa Timur 16.5 6
5 Jaya Kertas Jawa Timur 13.2 5
6 Kertas Leces Jawa Timur 10.0 4
7 Lain-lain 26.80 10
Total Kertas Tisu 272.6 100

63
Lampiran 2. Struktur organisasi PT Kertas Leces (tingkat direktur sampai superintendent)

Direktur Produksi

Manajer Plant 1 Manajer Plant 2 Manajer Plant 3 Manajer Conv. Dan Fin. Manajer DalKualLing

SE PP Prod PP Tek 1A 2A 3A Prod. Conv. & Fin.3 Sistem Man.

1B 2B 3B Fin. 2&5 Dal. Kual

1C 2C Plant Service1 Adm. Conv. & Fin. Peng. Ling.

Plant Service2

Direktur Keuangan

Manajer Akunt. & Keu. Manjer SDM Manjer TAP Manajer Kep. RS

Akuntansi Personalia Adm. AP Pelayanan Medis

Keuangan Diklat & Bang SDM Penunjang Medis

Pajak & Aset

Direktur Pemasaran

Manajer Logistik Manajer Pemasaran Bang. Usaha &


Pemberdayaan Aset

Daan DN Penjualan Leces I, II, III, IV


Daan Impor Dang. Sar. Optimalisasi Proyek
Dang. Log. RE Sar.
PP Log.

Keterangan
SE : Shift Engineering
PP Prod : Perencanaan dan Pengendalian Produksi
PP Tek : Perencanaan dan Pengendalian Teknik
Conv dan Fin : Converting dan Finishing
DalKualLing : Pengendalian Kualitas dan Lingkungan
Sistem Man : Sistem Manajemen
Peng Ling : Pengendalian Lingkungan
Akunt dan Keu : Akuntansi dan Keuangan
Daan DN : Pengadaan Dalam Negeri
Dang Log : Penggudangan Logistik
PP Log : Perencanaan dan Pengendalian Logistik
Dang Sar : Penggudangan Pemasaran
RE Sar : Rencana dan Evaluasi Pemasaran

64
Lampiran 3. Data impor kertas bekas dan proyeksi konsumsi bahan baku serat untuk produksi
kertas di Indonesia

Australia Lain-lain
7% 4%
United
Kingdom
Singapura
23%
13%

Amerika
Eropa Lain
Serikat
39%
14%

Impor kertas bekas ke Indonesia berdasarkan asal negara importir tahun 2008
Sumber: Recovered Paper Market (2010)

Konsumsi bahan baku serat untuk produksi kertas di Indonesia


Sumber: Recovered Paper Market (2010)

65
Lampiran 4. Hasil pemodelan AHP untuk seleksi dan evaluasi pemasok dengan Expert Choice
Model Name: kriteria

Treeview

Goal: Memilih Pemasok Kertas Bekas


kualitas (G: .272)
reliabilitas produk (G: .101)
standar dan jaminan kualitas (G: .122)
kesesuaian teknis (G: .049)
pengiriman (G: .169)
ketepatan waktu (G: .067)
ketepatan jumlah (G: .047)
kecepatan pengiriman (G: .056)
biaya (G: .466)
harga produk (G: .181)
reduksi biaya (G: .218)
cara pembayaran (G: .067)
pelayanan dan manajemen organisasi (G: .092)
kemudahan komunikasi (G: .011)
tanggung jawab lingkungan (G: .016)
kemampuan teknis (G: .007)
hubungan jangka panjang (G: .006)
status finansial (G: .010)
fasilitas dan kapasitas (G: .011)
sistem informasi (G: .012)
kepercayaan (G: .006)
layanan purnajual (G: .006)
prosedur komplain dan responsibilitas (G: .007)

Alternatives

Pemasok A .354
Pemasok B .307
Pemasok C .339

Priorities with respect to: Combined


Goal: Memilih Pemasok Kertas Bekas

kualitas .272
pengiriman .169
biaya .466
pelayanan dan manajemen organi .092
Inconsistency = 0.17
with 0 missing judgments.

Priorities with respect to: Combined


Goal: Memilih Pemasok Kertas Bekas
>kualitas

reliabilitas produk .373


standar dan jaminan kualitas .448
kesesuaian teknis .179
Inconsistency = 0.03
with 0 missing judgments.

66
Priorities with respect to: Combined
Goal: Memilih Pemasok Kertas Bekas
>pengiriman

ketepatan waktu .396


ketepatan jumlah .274
kecepatan pengiriman .330
Inconsistency = 0.13
with 0 missing judgments.

Priorities with respect to: Combined


Goal: Memilih Pemasok Kertas Bekas
>biaya

harga produk .389


reduksi biaya .467
cara pembayaran .145
Inconsistency = 0.03
with 0 missing judgments.

Priorities with respect to: Combined


Goal: Memilih Pemasok Kertas Bekas
>pelayanan dan manajemen organi...

kemudahan komunikasi .120


tanggung jawab lingkungan .169
kemampuan teknis .080
hubungan jangka panjang .067
status finansial .112
fasilitas dan kapasitas .117
sistem informasi .127
kepercayaan .067
layanan purnajual .062
prosedur komplain dan responsi .079
Inconsistency = 0.11
with 0 missing judgments.

Rating Scales

Intensity Name Priority


Sangat Baik .513
Baik .261
Cukup .129
Kurang .063
Buruk .034

67
KAJIAN SELEKSI DAN EVALUASI PEMASOK
PADA RANTAI PASOKAN KERTAS

SKRIPSI

NAILUL ABROR
F34051950

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
STUDY ON SUPPLIER SELECTION AND EVALUATION
IN PAPER SUPPLY CHAIN
Marimin and Nailul Abror
Department of Agroindustrial Technology, Faculty of Agricultural Technology,
Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java, Indonesia.
Phone 62 852 8153 7987, email [email protected]

ABSTRACT
Selecting right suppliers is the first strategic decision that determines the success in
implementation of supply chain management. More competitive environment, selective acquisition of
raw materials, and its complexity and dynamics have encouraged the actors of paper supply chain to
pay more attention in all their activities and functions, including supplier selection and evaluation, to
run effectively and efficiently. The objectives of this research are to analyze the configuration of paper
supply chain, and to develop a model for supplier selection and evaluation in the paper supply chain
with Analytical Hierarchy Process (AHP) approach. The configuration of paper supply chain is
analyzed through its four elements of structures, business processes, resources, and management. To
give more detailed description, a case study in PT Kertas Leces (PTKL), a second oldest integrated
paper mill in Indonesia, was held. In this case, PTKL plays as an intermediary manufacturer that
produces paper in parent rolls, and then delivers them to her costumers (mostly consisting of other
manufacturers, as converters, and distributors). Proposed AHP model consists of five levels of
hierarchy, i.e. goal, criteria, subcriteria, rating scales, and alternatives. Through the AHP, nineteen
subcriteria grouped into four criteria were identified. Development steps of this model include
identification of relevant factors and their weights, assessment of suppliers’ performances, and
identification of managerial criteria for monitoring suppliers. The use of proposed AHP model
indicates that it can be applied to improve the decision-making in supplier selection with a set of
systematic and comprehensive analysis.

Keywords: paper supply chain, supplier selection, AHP


NAILUL ABROR. F34051950. Kajian Seleksi dan Evaluasi Pemasok pada Rantai Pasokan
Kertas. Dibawah bimbingan Marimin. 2011

RINGKASAN

Selama dekade terakhir ini terjadi perubahan besar pada industri pulp dan kertas. Tiga aspek
utama yang mengisi perubahan tersebut yaitu permintaan, selektivitas perolehan bahan baku, dan
persaingan industri. Dalam kondisi demikian, para pelaku industri pulp dan kertas dituntut untuk lebih
memperhatikan segala aktivitas dan fungsinya agar dapat benar-benar berjalan dengan efektif dan
efisien. Integrasi semua pihak dalam rantai pasokan kertas menjadi kunci pencapaian hal tersebut.
Keberhasilan implementasi manajemen rantai pasokan sangat ditentukan pertama kali oleh keputusan
strategis seleksi pemasok. Aktivitas seleksi pemasok memainkan peran vital dalam organisasi karena
secara signifikan dapat mengurangi harga barang dan meningkatkan daya saing harga perusahaan.
Disamping aspek biaya, tuntutan kualitas dan waktu pengiriman dalam persaingan pasar yang semakin
mengglobal menambah kompleksitas keputusan seleksi pemasok ini. Penelitian ini bertujuan untuk
mengkaji konfigurasi rantai pasokan kertas dan mengembangkan model seleksi dan evaluasi pemasok
dengan pendekatan Analytical Hierarchy Process (AHP).
Rantai pasokan kertas dikaji dengan mendeskripsikan partisipan, proses, produk, sumberdaya,
dan manejemennya, serta hubungan antara hal tersebut dengan atribut-atribut terkait. Analisis
konfigurasi rantai kertas pada penelitian ini mengambil studi kasus di PT Kertas Leces (PTKL),
Probolinggo. Fokus kajian selanjutnya diarahkan pada masalah seleksi dan evaluasi pemasok pada
rantai pasokan kertas. Struktur hierarkis dalam seleksi dan evaluasi pemasok dikembangkan
menggunakan AHP. Pendekatan yang diterapkan mengintegrasikan suatu skala tingkat kinerja untuk
memberikan nilai pada masing-masing alternatif bagi setiap subkriteria terkait.
Secara umum aliran pasokan kertas pada PTKL mengikuti dua struktur rantai pasokan. Pada
struktur pertama, PTKL memasok produk kertasnya kepada perusahaan atau pabrik kertas lain yang
mengkonversinya menjadi bentuk yang lebih kecil (converting). Struktur kedua, PTKL memasok
sebagian produknya kepada distributor dan pengecer. Dalam struktur rantai pasok demikian, PTKL
lebih bertindak sebagai intermediary manufacturer, karena jenis produknya yang masih termasuk
barang antara (yaitu berupa kertas bentuk roll dan lembaran besar). Target pasarnya adalah konsumen
lembaga, yaitu perusahaan kertas lain, konverter, dan distributor. Dari sisi proses bisnis, dalam siklus
pesanan konsumen dan siklus semua proses yang terjadi pada rantai pasokan kertas PTKL berprinsip
tarik (pull process), dimana semua aktivitas yang dijalankan merupakan bentuk respon dari pesanan
konsumen. Sedangkan dalam siklus pengadaan semua prosesnya dijalankan dengan prinsip dorong
(push process), sebagai antisipasi terhadap tuntutan produksi.
Struktur model AHP yang diajukan terdiri dari lima level hierarki, yaitu tujuan, kriteria,
subkriteria, tingkat kinerja, dan alternatif. Tujuan pemodelan AHP ini adalah untuk memilih pemasok
pada industri kertas yang paling menguntungkan, dan meningkatkan daya saing perusahaan. Sebanyak
19 subkriteria yang terbagi dalam empat dimensi kriteria (kualitas, pengiriman, biaya, dan pelayanan
dan manajemen organisasi) teridentifikasi untuk pengembangan model AHP ini. Hasil penilaian pakar
menunjukkan urutan prioritas relatif untuk masing-masing kriteria yaitu biaya (0.466), kualitas
(0.272), pengiriman (0.169), dan pelayanan dan manajemen organisasi (0.092).
Evaluasi pemasok dengan model AHP yang dikembangkan dalam suatu kasus menempatkan
pemasok A sebagai pemasok terbaik dengan nilai 0.3664, diikuti oleh pemasok C (0.3285) dan
pemasok B (0.3057). Analisis sensitivitas gradien kriteria pengiriman terhadap kinerja alternatif
pemasok menggambarkan empat daerah klasifikasi peringkat pemasok: (a) pada 0.000 – 0.323,
pemasok A (PA) > pemasok C (PC) > pemasok B (PB), (b) 0.323 – 0.366, PC > PA > PB, (c) 0.366 –
0.398, PC > PB > PA (d) 0.398 – 1.000, PB > PC > PA.
Analisis faktor kesuksesan kritis menunjukkan bahwa pada kasus seleksi pemasok kertas
bekas, reduksi biaya, harga produk, standar dan jaminan kualitas, reliabilitas produk, cara pembayaran
dan ketepatan waktu adalah faktor-faktor terpenting yang perlu mendapat perhatian lebih. Dengan
mengidentifikasi faktor lemah pada pemasok utama dan dilengkapi dengan faktor kesuksesan kritis
tersebut, kinerja pemasok dapat dimonitor dengan baik. Dengan demikian, kerjasama yang terjalin
diharapkan dapat berjalan dengan lebih baik dan lebih saling menguntungkan.
Dengan menggunakan pendekatan AHP ini, kriteria untuk pemilihan pemasok dapat
didefinisikan dengan jelas. Masalah yang dihadapi pun mampu disusun secara sistematis. Model AHP
ini memungkinkan para pembuat keputusan untuk memperhitungkan kekuatan dan kelemahan setiap
pemasok dengan membandingkannya terkait kriteria yang ditekankan. Hasil yang diperoleh dari
model AHP ini juga dapat diarahkan untuk meningkatkan kualitas manajemen dengan pemasok
melalui serangkaian analisis lanjutan, mulai analisis sensitivitas, faktor kritis, hingga kriteria
manajerial.
NAILUL ABROR. F34051950. Study on Supplier Selection and Evaluation in Paper Supply Chain.
Supervised by Marimin. 2011

SUMMARY

Over the last decade a major change has stricken pulp and paper industry. Increasing demand,
more selective raw materials acquisition, and more competitive environment of the industry are three
leading dimension that fill the change. In such condition, all actors involved in pulp and paper
industry are required to pay more attention in their functions and activities to run effectively and
efficiently. Supply chain management (SCM) is an approach through which such this objective can be
achieved. In SCM perspective, inter-parties integration becomes a necessity to deal with any
conflicting objective between different functions. In line with this, a good relationship with suppliers
could ultimately improve competitiveness of the entire supply chain. Selecting right suppliers is the
first strategic decision that determines the success in implementation of SCM. It plays a key role in
any organization because it significantly reduces the unit price and improves corporate
competitiveness. Furthermore, emphasis on quality and delivery, beside of cost consideration, in
today’s globally competitive market adds the complexity of supplier selection decision.
This research aims to analyze the configuration of paper supply chain and to develop a model
for supplier selection and evaluation in the paper supply chain with Analytical Hierarchy Process
(AHP) approach. Paper supply chain is analyzed by illustrating its participants, processes, products,
resources, and management, and their relationships with the corresponding attributes. To give more
detailed description, a case study in PT Kertas Leces (PTKL), a second oldest integrated paper mill in
Indonesia, was held. In the next research focus of supplier selection and evaluation, a hierarchical
structure for its decision-making is developed with AHP. The proposed AHP model integrates scheme
of rating scales to assess suppliers’ performances in each corresponding criteria.
PTKL plays as an intermediary manufacturer that produces paper in parent rolls, and then
delivers them to her organizational costumers. Paper supply chain of PTKL generally has two
patterns of flow. First, PTKL supplies her products to other paper manufacturers that convert them to
the smaller sizes. Second, PTKL supplies some to distributors. From the business process perspective,
all processes in customer order cycle and manufacturing cycle are executed in response to a customer
order (pull processes), whereas all processes in procurement cycle are performed in anticipation of
production demand (push processes).
The proposed AHP model consists of five levels of hierarchy, i.e. goal, criteria, subcriteria,
rating scales, and alternatives. The goal of the AHP model is to select the best supplier for critical
items in paper industry, especially recovered paper, over all the factors considered. Through the
AHP, nineteen subcriteria grouped into four criteria (quality, cost, delivery, service and management
of organization) were identified. The result from experts’ judgments shown that the relative priority
for each criterion was cost (0.466), quality (0.272), delivery (0.169), service and management of
organization (0.092) respectively.
A specific case of supplier evaluation with the proposed AHP model ranked supplier A as the
best one with 0.3664 point of priority, followed by supplier C (0.3285), and supplier B (0.3057). A
sensitivity analysis of delivery gradient to suppliers’ performances resulted in four area of supplier
ranking classification, i.e. (a) 0.000 – 0.323, supplier A (PA) > supplier C (PC) > supplier B (PB), (b)
0.323 – 0.366, PC > PA > PB, (c) 0.366 – 0.398, PC > PB > PA (d) 0.398 – 1.000, PB > PC > PA.
Critical success factor analysis shown that in the case of recovered paper supplier selection
cost reduction, unit price, quality standards and assurance, product reliability, term of payment, and
on-time delivery are the most significant factors that need to concern more. Through identifying the
week factors of primary supplier and the critical success factors (managerial criteria), suppliers’
performances can be monitored and well managed. Furthermore, relationship between manufacturer
and supppliers should be better established and bear more mutual benefit.
Through the AHP approach, criteria and subcriteria in supplier selection and evaluation could
be defined clearly. The encountered problem could be described sistematically. The proposed AHP
model allows decision makers to take into account the strengths and weeknesses of each supplier and
compare them over the factors considered. The result from the AHP model can be used as an input for
supplier management improvement with a set of advanced analysis, such as sensitivity analysis,
critical success factor, and managerial criteria.
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Selama dekade terakhir ini terjadi perubahan besar pada industri pulp dan kertas. Tiga aspek
utama yang mengisi perubahan tersebut yaitu permintaan, selektivitas perolehan bahan baku, dan
persaingan industri. Untuk di Indonesia, permintaan terhadap komoditi kertas pada periode 2004-2007
meningkat dari 5.47 juta ton menjadi 6 juta ton atau naik rata-rata 3.13% per tahun. Walaupun sudah
mengalami peningkatan, konsumsi kertas perkapita di Indonesia masih sekitar 26 kg perkapita
pertahun, jauh di bawah Malaysia (110.8 kg/kapita/tahun), terlebih dibandingankan Jepang (245.5
kg/kapita/tahun), Amerika Serikat (288 kg/kapita/tahun), dan Finlandia (368.6 kg/kapita/tahun)
(Departemen Perindustrian 2009).
Tren permintaan kertas dalam negeri yang diproyeksi terus meningkat ini kemudian menarik
banyak investor untuk masuk dalam industri pulp dan kertas. Selama periode 2004-2008, kapasitas
pulp domestik meningkat rata-rata 0.6% per tahun, yaitu dari 5.2 juta ton menjadi 6.4 juta ton per
tahun. Pada 2009, kapasitas terpasangnya bahkan meningkat lagi menjadi 6.9 juta ton per tahun
seiring dengan beroperasinya pabrik baru. Pada periode yang sama, kapasitas produksi kertas juga
mengalami peningkatan dari 10 juta ton menjadi 10.9 juta ton per tahun. Indonesia juga memiliki
potensi lahan yang masih cukup luas untuk dikembangkan menjadi hutan tanaman industri (HTI)
sebagai sumber bahan baku yang berkelanjutan. Departemen Kehutanan (2008) menyebutkan luas
areal hutan di Indonesia diperkirakan 133,369,684 ha, terdiri atas hutan lindung 31,604,032 ha,
kawasan pelestarian alam 20,142,049 ha, hutan produksi 36,649,918 ha, hutan produksi terbatas
22,502,724 ha, dan hutan produksi yang dapa dikonversi 22,795,961 ha (Departemen Perindustrian
2009).
Modal hutan alam yang luas dan perkembangan HTI selama ini menjadikan posisi Indonesia
sebagai pemasok pulp dan serpih kayu semakin penting, terutama bagi negara-negara Asia. Walaupun
demikian, perjalanan industri pulp dan kertas – juga industri kehutanan pada umumnya – dalam negeri
tidaklah berjalan mulus, sehubungan dengan isu pemanasan global, lingkungan hidup, dan
penebangan liar yang menjadi perhatian dunia. Sampai September 2004, masih lebih dari 90% bahan
baku kayu untuk industri pulp di Indonesia berasal dari hutan alam. Hal ini mendorong upaya
pembenahan sumber pasokan bahan baku kayu agar lebih menjamin keberlanjutan produksi dan
penerimaan hasilnya di pasar dunia.
Industri pulp dan kertas memiliki beberapa karakteristik yang membuatnya unik. Pertama,
volume dan kualitas pasokan pada industri tersebut bersifat stokastik dan sulit diprediksi. Kedua,
lingkup perencanaannya memiliki rentang mulai dari yang sangat pendek (detik) hingga yang sangat
panjang (dekade). Ketiga, terdapat banyak sekali produk turunan (ratusan) dibandingkan dengan asal
bahan bakunya (hanya beberapa spesies pohon). Keempat, tradisinya menggunakan perencanaan
manual dalam sistem berbasis dorong (push-based), dan masih memiliki banyak masalah praktis
ketika diubah menjadi sistem berbasis tarik (pull-based). Kelima, hubungan dengan pelanggan
biasanya didasarkan pada sistem spot and contract. Keenam, sifatnya yang padat modal dengan
margin yang kecil. Industri pulp dan kertas bersandar pada rantai pasokan yang begitu panjang dan
terintegrasi, bermula dari kayu yang dipanen dari hutan dan berakhir sebagai bermacam produk dalam
kehidupan sehari-hari. Tahapan-tahapan aktivitas pada rantai pasokan pulp dan kertas ini juga
melibatkan berbagai perusahaan dan organisasi (Carlsson et al. 2006).
Pada kondisi persaingan yang semakin ketat dan pengadaan bahan baku yang semakin selektif,
serta kompleksitas dan dinamika rantai pasokannya, para pelaku industri pulp dan kertas dituntut

1
untuk lebih memperhatikan segala aktivitas dan fungsinya agar dapat benar-benar berjalan dengan
efektif dan efisien. Manajemen rantai pasokan (supply chain management – SCM) merupakan suatu
pendekatan untuk secara efisien mengintegrasikan pemasok, perusahaan manufaktur, gudang besar,
dan pengecer sedemikian rupa sehingga suatu produk dapat diproduksi dan didistribusikan dalam
kuantitas yang tepat, pada lokasi yang tepat, dan dalam waktu yang tepat agar biaya-biaya keseluruhan
sistem dapat diminimumkan dengan tetap menjaga tingkat pelayanan yang memuaskan (Simchi et al.
2000 dalam Hou dan Huang 2002). Koordinasi yang erat antar-organisasi dalam rantai pasokan
dibutuhkan untuk mencapai tujuan tersebut (Lee dan Billington 1992).
PT Kertas Leces (PTKL) adalah salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak
dalam industri pulp dan kertas dengan memproduksi berbagai jenis kertas. PTKL adalah pabrik kertas
tertua kedua di Indonesia (setelah Pabrik Kertas Padalarang) yang beroperasi sejak 1940. Dengan
pengalaman lebih dari setengah abad dalam industri kertas dan kemampuannya dalam mengahasilkan
berbagai jenis kertas, rantai pasokan kertas yang melibatkan PTKL menjadi menarik untuk dipelajari.
Keberhasilan implementasi manajemen rantai pasokan ditentukan pertama kali oleh keputusan
strategis pemilihan pemasok (Hou dan Huang 2002). Koordinasi dengan pemasok bukan hal mudah
karena pemasok merupakan organisasi eksternal sehingga dibutuhkan sistem kerjasama dan
pertukaran informasi yang terintegrasi. Pengembangan pemasok adalah salah satu cara yang dapat
ditempuh untuk meningkatkan daya saing dari keseluruhan rantai pasokan (Lee et al. 2001). Aktivitas
seleksi pemasok memainkan peran kunci dalam organisasi karena secara signifikan dapat mengurangi
harga barang dan meningkatkan daya saing harga perusahaan. Disamping itu, tuntutan aspek kualitas
dan waktu pengiriman, selain biaya, dalam persaingan pasar yang semakin mengglobal saat ini
menambah kompleksitas keputusan seleksi pemasok ini (Ting dan Cho 2008).
Penelitian ini mengkaji rantai pasokan industri kertas dengan menggunakan pendekatan
kerangka kerja Van der Vorst (2006) untuk mendapatkan gambaran tentang rantai pasokan, partisipan,
proses, produk, sumberdaya, dan manejemennya, serta hubungan antara hal tersebut dengan atribut-
atribut terkait. Van der Vorst (2006) mengadaptasi kerangka kerja dari Lambert dan Cooper (2000)
untuk menggambarkan rantai pasokan dengan membaginya ke dalam empat elemen, yaitu struktur
jaringan, proses bisnis rantai, manajemen rantai dan jaringan, dan sumberdaya rantai. Analisis
konfigurasi rantai kertas pada penelitian ini mengambil studi kasus di PT Kertas Leces, Probolinggo.
Selanjutnya, fokus kajian diarahkan pada masalah seleksi dan evaluasi pemasok pada rantai pasokan
kertas. Struktur hierarkis dalam seleksi dan evaluasi pemasok dikembangkan menggunakan Proses
Hierarki Analitik (Analytical Hierarchy Process – AHP). Hal ini berguna untuk mengidentifikasi
kandidat pemasok terbaik dengan mempertimbangkan kriteria kuantitatif dan kualitatif. Proses
tersebut diharapkan dapat berimplikasi pada manajemen hubungan dengan pemasok sehingga dapat
berjalan dengan lebih efektif dan efisien.

1.1.1 Batasan Masalah


Pembatasan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Rantai pasokan kertas yang dikaji dalam penelitian ini berdasarkan studi kasus pada PT Kertas
Leces (Persero), Probolinggo.
2. Partisipan ahli yang dijadikan responden dalam penentuan kriteria dan prioritasnya untuk
proses seleksi dan evaluasi pemasok berasal dari kalangan akademisi perguruan tinggi dan
peneliti dari lembaga riset.
3. Model seleksi pemasok yang diajukan menggunakan salah satu bahan/item (dari sekian
bahan/item kritis) sebagai konteks kasus aplikasi.

2
1.1.2 Rumusan Masalah
Dengan demikian, masalah yang bisa dirumuskan dalam penelitian ini adalah bagaimana
konfigurasi rantai pasokan kertas (dengan mengambil studi kasus di PTKL), dan bagaimana model
seleksi dan evaluasi pemasok untuk industri kertas yang dihasilkan dari pendekatan AHP.

1.2 Tujuan
Berdasarkan paparan di atas, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mengkaji konfigurasi rantai pasokan kertas.
2. Mengembangkan model seleksi dan evaluasi pemasok dengan pendekatan Analytical
Hierarchy Process (AHP).

1.3 Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap pihak-pihak sebagai
berikut.
1. Manfaat bagi PTKL
Memberikan masukan berupa informasi terkait rantai pasokan kertas spesifiknya, sehingga
dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan strategis perbaikan
kinerja perusahaan, demikian pula terkait medel seleksi dan evaluasi pemasok yang
dikembangkan.
2. Manfaat bagi dunia pendidikan
Menambah dan memperluas wawasan bagi kalangan akademisi tentang rantai pasokan kertas
dan seleksi dan evaluasi pemasok di dalamnya.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rantai Pasokan Kertas


2.1.1 Pengertian Rantai Pasokan
Rantai Pasokan (supply chain) terdiri dari semua pihakyang terlibat, baik langsung maupun
tidak langsung, dalam upaya pemenuhan permintaan konsumen. Rantai pasokan tidak saja mencakup
perusahaan manufaktur dengan pemasok, namun juga transportir, gudang, pengecer, bahkan
konsumen itu sendiri. Dalam setiap organisasi, perusahaan manufaktur misalnya, rantai pasokan
meliputi semua fungsi yang dilakukan dalam menerima dan memenuhi permintaan konsumen (Chopra
dan Meindl 2001). Rantai pasokan merupakan sekumpulan aktivitas (fisik dan pembuatan keputusan)
yang dihubungkan oleh aliran material dan informasi serta terkait aliran uang dan hak milik yang
melewati batas-batas organisasi (Van der Vorst 2006).
Tujuan setiap rantai pasokan seharusnya adalah untuk memaksimumkan keseluruhan nilai yang
dihasilkan. Nilai tersebut sangat berkaitan erat dengan profitabilitas rantai pasokan (supply chain
profitability or surplus), yaitu selisih antara pendapatan yang diperoleh dari konsumen dengan
keseluruhan biaya yang terjadi sepanjang rantai pasokan. Semakin tinggi profitabilitas rantai pasokan,
semakin sukses rantai pasokan tersebut (Chopra dan Meindl 2001).
Dalam rantai pasokan apa pun, hanya ada satu sumber pendapatan: konsumen. Dari
konsumenlah rantai pasokan memperoleh aliran uang positif yang kemudian “dipertukarkan” diantara
tingkat-tingkat (organisasi) rantai pasokan tersebut. Setiap tingkat mengambil bagian tertentu atas
aktivitas yang dilakukannya dalam rangka pemenuhan permintaan konsumen tadi. Semua aliran
informasi, produk, dan keuangan membuahkan biaya dalam rantai pasokan. Dengan demikian,
manajemen yang sesuai bagi aliran-aliran tersebut adalah kunci kesuksesan rantai pasokan.
Manajemen rantai pasokan (supply chain management – SCM) yang efektif mencakup manajemen
aset rantai pasokan serta aliran produk, informasi, dan keuangan untuk memaksimumkan profitabilitas
rantai pasokan total (Chopra dan Meindl 2001).
Bagaimanapun, saat ini nilai yang hendak dan mampu dibayarkan oleh konsumen (customer’s
willingness to pay) atas suatu produk tidak saja bergantung pada biaya-biaya finansial yang terkait
dengan aktivitas pemenuhannya. Konsep nilai telah berkembang menjadi lebih terkait dengan apa
yang sering disebut dengan „Tiga P‟ (‘Tripple P‟): People (manusia), Planet (bumi), dan Profit
(keuntungan). Kinerja sosial dan lingkungan menjadi aspek yang juga dipertimbangkan dalam
pembentukan „nilai‟ oleh konsumen, disamping kinerja finansial (Van der Vorst 2006).
Dalam definisi SCM, proses bisnis menunjuk pada rangkaian aktivitas terstruktur dan terukur
yang dirancang untuk memproduksi output tertentu bagi konsumen atau pasar tertentu (Davenport
1993 dalam Van der Vorst 2006). Chopra dan Meindl (2001) mengklasifikasikan proses-proses rantai
pasokan suatu perusahaan kedalam tiga proses makro berikut, sebagaimana juga ditunjukkan pada
Gambar 1.
a. Customer Relationship Management (CRM), yaitu semua proses yang berfokus pada interaksi
antara perusahaan dengan konsumennya.
b. Internal Supply Chain Management (ISCM), yaitu semua proses yang terjadi dalam internal
perusahaan.
c. Supplier Relationship Management (SRM), yaitu semua proses yang berfokus pada interaksi
antara perusahaan dengan pemasoknya.

4
Pemasok Perusahaan Konsumen

SRM ISCM CRM

 Memasok (source)  Perencanaan strategis  Pasar


 Negosiasi  Perencanaan permintaan  Harga
 Pembelian  Perencanaan Pasokan  Jual
 Kolaborasi desain  Pemenuhan (fulfillment)  Pusat panggilan
 Kolaborasi pasokan  Pelayanan lapangan  Manajemen pesanan

Gambar 1. Proses-proses makro rantai pasokan (Chopra dan Meindl 2001)

Sebuah perusahaan, relatif dibandingkan dengan para pesaingnya, seharusnya menetapkan


serangkaian kebutuhan konsumen untuk berusaha dipenuhi dengan produk atau jasa yang dihasilkan.
Ini disebut sebagai strategi kompetitif perusahaan. Strategi kompetitif ditetapkan berdasarkan pada
bagaimana konsumen memprioritaskan antara harga, waktu pengiriman, variasi, dan kualitas dari
produk yang diinginkannya. Strategi kompetitif ini membutuhkan pelaksanaan peran dan strategi yang
baik dari semua fungsi rantai nilai (value chain) perusahaan; pengembangan produk baru, pemasaran
dan penjualan, operasi, distribusi, serta palayanan. Agar mencapai kesesuaian antarstrategi tersebut,
perusahaan perlu mengerti tentang konsumennya dan ketidakpastian rantai pasokannya, serta mengerti
tentang kemampuan rantai pasokan yang dijalankan. Sehubungan dengan hal di atas, Tabel 1 berikut
memaparkan perbedaan strategi fungsional antara dua jenis rantai pasokan: efisien dan responsif
(Chopra dan Meindl 2001).

Tabel 1. Perbandingan antara rantai pasokan yang efisien dengan yang reponsif

Rantai Pasokan Efisien Rantai Pasokan Responsif


Tujuan utama Memasok permintaan pada tingkat Merespon permintaan dengan cepat
biaya terendah
Strategi desain Memaksimalkan kinerja pada Menciptakan „modularitas‟ agar
produk tingkat biaya produk minimum memungkinkan penundaan
diferensiasi produk
Strategi harga Marjin lebih rendah karena harga Marjin lebih tinggi
adalah pertimbangan utama bagi
konsumen
Strategi proses Biaya lebih rendah melalui tingkat Mempertahankan fleksibilitas
manufaktur utilisasi tinggi kapasitas untuk menyangga
ketidakpastian permintaan/pasokan
Strategi Meminimalkan persediaan untuk Mempertahankan persediaan
persediaan menurunkan harga penyangga terkait dengan
ketidakpastian permintaan/pasokan
Strategi waktu Diturunkan, namun pada tingkat Sangat diiturunkan, walaupun
tunggu yang tidak mempengaruhi biaya biayanya signifikan
Strategi pemasok Memilih berdasarkan harga dan Berdasarkan kecepatan, fleksibilitas,
kualitas reliabilitas, dan kualitas
Sumber: Chopra dan Meindl (2001)

5
2.1.2 Karakteristik Rantai Pasokan Kertas
Industri pulp dan kertas dapat dilihat sebagai jaringan dari unit-unit produksi yang secara
bertahap mengubah dan memperhalus kayu menjadi produk konsumsi yang begitu luas (Gambar 2).
Proses tersebut sangat jarang dijalankan oleh satu perusahaan tunggal. Jaringan produksi berhubungan
dengan jaringan pengadaan yang bermula di hutan. Jaringan ini dapat terdiri dari berbagai lokasi
(lahan kayu atau tempat penyimpanan lainnya) dimana kayu-kayu log hanya disimpan dan diangkut
sementara di tempat tersebut sebelum ke unit produksi. Jaringan produksi juga terhubung dengan
jaringan distribusi yang berakhir pada para pengecer, serta bersama-sama konsumen akhir membentuk
jaringan penjualan (Carlsson et al. 2006).
Industri pulp dan kertas memiliki beberapa karakteristik yang membuatnya unik.
a. Volume dan kualitas pasokan pada industri ini bersifat stokastik dan sulit diprediksi.
b. Lingkup perencanaannya memiliki rentang mulai dari yang sangat pendek (detik) hingga yang
sangat panjang (dekade).
c. Terdapat banyak sekali produk turunan (ratusan) dibandingkan dengan asal bahan bakunya
(hanya beberapa spesies pohon).
d. Tradisinya menggunakan perencanaan manual dalam sistem berbasis dorong (push-based), dan
masih memiliki banyak masalah praktis ketika diubah menjadi sistem berbasis tarik (pull-
based).
e. Hubungan dengan pelanggan biasanya didasarkan pada sistem spot and contract.
f. Sifatnya yang padat modal dengan margin yang kecil.
Industri pulp dan kertas bersandar pada rantai pasokan yang begitu panjang dan terintegrasi, bermula
dari kayu yang dipanen dari hutan dan berakhir sebagai bermacam produk dalam kehidupan sehari-
hari.

Gambar 2. Rantai pasokan pulp dan kertas (Martel et al. 2005)

6
Dalam rantai pasokan kertas, model pendukung pembuatan keputusan dapat bermacam-macam
tergantung pada strategi yang diterapkan perusahaan terkait dengan titik penetrasi pesanan (order
penetration point) antara jaringan produksi-distribusi, strategi hubungan dengan konsumen, dan
penerapan kolaborasi antarperusahaan (Carlsson et al. 2006).
1. Titik penetrasi pesanan (TPP) ditentukan sebagaimana persediaan produk setengah jadi
(misalkan pulp, roll induk) menjadi pemisah antara pendekatan perencanaan dorong (push)
dengan pendekatan perencanaan tarik (pull). Dengan kata lain, produk setengah jadi pada TPP
diproduksi berdasarkan hasil penyesuaian perkiraan permintaan dengan kapasitas produksi,
sedangkan proses produksi-distribusi selanjutnya direncanakan seketika (just-in-time), diawali
dengan datangnya pesanan.
Pada industri kertas, dalam prakteknya, TPP dapat ditetapkan pada tiga lokasi berbeda:
sebelum mesin kertas (make-to-order), setelah mesin winder (convert-to-order), dan pada
gudang penyimpanan (deliver-to-order). Penempatan TPP ini dibatasi oleh waktu respon yang
dapat diterima konsumen.
2. Pendekatan jalinan hubungan konsumen juga sangat menentukan model pendukung keputusan
dalam perencanaan rantai pasokan. Hubungan yang utamanya didasarkan pada pesanan (order-
based relation) adalah yang paling banyak digunakan di industri. Selain itu, akhir-akhir ini
berkembang pula pendekatan Vendor Managed Inventory (VMI) dan Collaborative Planning,
Forecasting, and Replenishment (CPFR).
3. Isu kolaborasi antar-perusahaan mendapat perhatian yang terus meningkat baik dari kalangan
akademisi maupun dunia industri. Beberapa perusahaan, misalkan, bekerjasama untuk
mengurangi biaya logistik dan pengadaan, atau berkolaborasi dalam perencanaan transportasi.
Tujuannya adalah untuk memberikan solusi kolaboratif yang lebih baik bagi semua partisipan
dengan mempertimbangkan kendala masing-masing yang dihadapi.

2.1.3 Manajemen Hubungan dengan Pemasok


Dalam rantai pasokan, koordinasi antara perusahaan manufaktur dengan para pemasok
biasanya merupakan hubungan yang sulit sekaligus penting dalam jaringan distribusi. Oleh karena
pemasok adalah bagian eksternal perusahaan manufaktur, koordinasi menjadi tidak mudah, kecuali
kerjasama dan pertukaran informasi antara keduanya sudah terintegrasi. Kegagalan koordinasi dapat
menyebabkan keterlambatan yang berlebih, dan pada akhirnya berdampak pada buruknya pelayanan
konsumen. Akibatnya, persediaan barang yang didatangkan dari pemasok atau produk jadi pada
perusahaan manufaktur dan distributor menjadi terakumulasi. Pada akhirnya, total biaya dari
keseluruhan pasokan akan meningkat (Lee et al. 2001).
Kebanyakan perusahaan manufaktur yang sukses telah mengembangkan stategi pengelolaan
pasokan (sourcing) dengan para pemasoknya untuk menghasilkan peluang keuntungan bersama.
Aliansi strategis formal dengan kesamaan tujuan, investasi, obligasi, dan kesalingpercayaan dibangun
bersama-sama (Gulen 2007). Dalam perspektif SCM, manajemen hubungan dengan pemasok perlu
dijalankan secara terintegrasi dengan dua proses makro rantai pasokan lainnya: manajemen rantai
pasokan internal dan manajemen hubungan dengan konsumen. Dimensi keputusan dalam bingkai
hubungan dengan pemasok ini berkaitan erat dengan fungsi pengadaan yang dijalankan oleh
perusahaan. Pengadaan menunjuk pada seluruh rangkaian proses bisnis yang diperlukan untuk
memperoleh barang (material) atau jasa. Proses pengadaan meliputi seleksi pemasok, desain kontrak,
kolaborasi desain produk, pengadaan barang atau jasa, dan evaluasi kinerja pemasok, sebagaimana
ditunjukkan oleh Gambar 3 (Chopra dan Meindl 2001).

7
Penilaian dan Seleksi pemasok Perencanaan
Kolaborasi
assessment dan negosiasi Pembelian dan analisis
desain
pemasok kontrak pengadaan

Gambar 3. Proses-proses kunci terkait fungsi pengadaan (Chopra dan Meindl 2001)

2.2 Seleksi dan Evaluasi Pemasok


Selama lebih dari satu dekade terakhir ini, kebutuhan untuk memperoleh daya saing global
pada sisi pasokan meningkat pesat (Ting dan Cho 2008). Manajemen rantai pasokan yang efektif
dalam kondisi persaingan saat ini mendorong terjalinnya hubungan strategis yang dekat dalam jangka
panjang dengan lebih sedikit rekanan (Koprulu dan Albayrakoglu 2007; Narasimhan et al. 2004).
Dalam tuntutan kondisi yang demikian, proses seleksi pemasok sangatlah penting bagi kesuksesan
organisasi perusahaan manufaktur apa pun (Tahriri et al. 2008).
Pemilihan pemasok yang kompeten merupakan keputusan strategis pertama yang menentukan
kesuksesan implementasi manajemen rantai pasokan. Seleksi pemasok sangat disadari sebagai salah
satu tanggung jawab terpenting dalam fungsi manajemen pengadaan. Pemasok yang terkelola dengan
baik dalam suatu rantai pasokan akan memberikan efek jangka panjang terhadap daya saing
keseluruhan rantai pasokan itu sendiri dan dampak yang mendalam pada kepuasan pelanggan. Pearson
dan Ellram (1995) menyebutkan beberapa alasan mengapa seleksi dan evaluasi pemasok menjadi hal
yang begitu penting, terutama sehubungan dengan dampak yang diberikan oleh manajemen rantai
pasokan, sebagai berikut (Hou dan Huang 2002).
1. Tren reduksi basis pasokan dan hubungan jangka panjang dengan pemasok. Adopsi praktek
just-in-time yang semakin meningkat dalam industri manufaktur telah meningkatkan perhatian
terhadap reduksi basis pasokan, sehingga proses seleksi dan evaluasi pemasok menjadi lebih
penting. Reduksi basis pasokan ini melibatkan komitmen jangka panjang dengan pemasok,
yang pada gilirannya mendorong adanya sharing sumberdaya karena interaksi yang lebih kuat
antara pembeli dan pemasok. Pada umumnya, evaluasi pemasok dapat dijadikan alat untuk
mengurangi variabilitas bagi konsumen dengan mengurangi variabilitas pemasok dari sisi
pengiriman, kualitas, fleksibilitas dan sebagainya.
2. Strategi pelibatan pemasok dalam proses desain produk. Praktek ini dianggap sebagai salah
satu kontributor yang signifikan dalam mengurangi biaya dan meningkatkan kualitas pada
siklus produksi.
3. Perkembangan sistem informasi electronic data interchangeable (EDI) yang memfasilitasi
koordinasi dan interaksi yang lebih dekat antara pembeli dan pemasok.

2.2.1 Karakteristik Masalah Seleksi Pemasok


Benyoucef et al. (2003) mengkaji secara komprehensif mengenai karakteristik masalah seleksi
pemasok, sebagai berikut.
1. Keputusan strategis
Memilih pemasok yang paling tepat telah lama dinilai sebagai salah satu fungsi paling penting
yang dimiliki bagian (departemen) pengadaan. Kesulitan dan kepentingan keputusan ini
diperkuat oleh kecenderungan bisnis akhir-akhir ini: persentase nilai komponen (barang) yang
dibeli oleh perusahaan manufaktur dari total pendapatannya yang semakin meningkat, ekspansi
pengadaan (dari pemasok) luar negeri, tingkat perkembangan teknologi yang semakin tinggi,
disertai dengan siklus hidup produk yang menurun. Dengan demikian, keputusan terkait
dengan masalah seleksi pemasok menentukan viabilitas jangka panjang perusahaan.

8
Keputusan tersebut pada mulanya akan mempengaruhi koordinasi berbagai pelayanan
perusahaan, dan pada tahap selanjutnya akan berdampak pada posisi daya saingnya di pasar
industri. Oleh karena itu, keputusan dalam memilih pemasok haruslah disejalankan dengan
strategi perusahaan untuk mencapai tujuannya.
2. Multi-aktor
Keputusan seleksi pemasok membutuhkan keterlibatan berbagai layanan dalam perusahaan,
bahkan keputusan ini akan tercermin dalam kegiatan layanan perusahaan, seperti peroduksi,
transportasi, penyimpanan, pembelian, dan sebagainya. Disamping itu, sebagian besar kriteria
keputusan yang dipertimbangkan bersifat subjektif.
3. Multi-kriteria
Keputusan seleksi pemasok biasanya membutuhkan pertimbangan beberapa kriteria. Sering
kali pula kriteria-kriteria tersebut bersifat kontradiktif (misalnya aspek kualitas produk dengan
harganya). Dengan demikian, pemilihan pemasok didasarkan pada nilai kompromi antarkriteria
tersebut yang lebih baik.
4. Kriteria subjektif
Pada prakteknya, sejumlah kriteria keputusan yang signifikan bersifat subjektif. Kriteria
semacam ini tidak dapat direpresentasikan dengan cara kuantitatif, misalnya kriteria “kemauan
bisnis” pemasok. Selain kriteria subjektif, dipertimbangkan pula kriteria objektif, yaitu kriteria
yang dapat diukur dengan dimensi kuantitatif yang konkrit (harga, misalnya). Masalahnya,
penentuan dimensi kuantitatif tersebut tidaklah selalu mudah. Kualitas, misalnya, tidak dapat
diukur secara langsung. Penilaian kriteria ini perlu didekati dengan memperhitungkan biaya
penolakan produk, biaya layanan purnajual, dan sebagainya.
5. Karakteristik lain
Salah satu hal lain yang perlu diperhatikan adalah bahwa pemilihan pemasok biasanya
perusahaan dihadapkan dengan lebih dari satu pemasok, yang disebut dengan pilihan atau
situasi muli-pemasok. Selain itu, dibandingankan dengan kriteria, parameter masalah atau
perilaku pemasok dapat bersifat stokastik atau pun deterministik. Berbagai batasan mengenai
pemasok atau pembeli juga seringkali ditemui dalam pengambilan keputusan ini, semisal
kapasitas terbatas pemasok, kuantitas order minimum atau maksimum, kualitas, waktu
pengiriman, dan lain-lain.

2.2.2 Kriteria dalam Seleksi Pemasok


Seleksi pemasok merupakan keputusan yang sulit karena berbagai macam kriteria harus
dipertimbangkan dalam proses pembuatan keputusannya. Analisis mengenai kriteria untuk memilih
dan mengukur kinerja pemasok telah menjadi fokus perhatian banyak ilmuan dan praktisi pengadaan
sejak 1960-an. Dickson (1966) pertama kali melakukan studi ekstensif mengidentifikasi, menentukan,
dan menganalisis kriteria apa yang digunakan dalam memilih suatu perusahaan sebagai pemasok.
Sebanyak lebih dari 23 kriteria dipertimbangkan dalam studinya, dimana respondennya diminta untuk
memberikan nilai kepentingan bagi setiap kriteria dengan skala lima-poin (0 – 4), yaitu extreme,
considerable, average, slight, dan no importance (Tabel 2). Berdasarkan jawaban respondennya (170
dari 273 agen dan manajer pengadaan), kualitas adalah kriteria yang dinilai paling penting, kemudian
diikuti oleh pengiriman dan sejarah kinerja. Selanjutnya, Weber et al. (1991) menyajikan klasifikasi
semua artikel yang dipublikasikan sejak 1966 berdasarkan perhatian kriterianya. Berdasarkan 74
paper, kriteria harga, pengiriman, kualitas, kapasitas produksi dan lokasi merupakan kriteria yang
paling banyak disebut dalam literatur.

9
Tabel 2. Kriteria dalam seleksi pemasok dan tingkat kepentingannya

No. Faktor Rataan Kepentingan Relatif


1 Kualitas 3.508 Mutlak penting
2 Pengiriman 3.417
3 Rekam jejak kinerja 2.998
4 Kebijakan klaim dan garansi 2.849
5 Fasilitas dan kapasitas produksi 2.775 Penting
6 Harga 2.758
7 Kemampuan teknis 2.545
8 Kondisi finansial 2.514
9 Prosedur komplain 2.488
10 Sistem komunikasi 2.426
11 Reputasi dan posisi dalam industri 2.412
12 Keinginan menjalin bisnis 2.256
13 Manajemen dan organisasi 2.216
14 Kontrol operasi 2.211
15 Layanan perbaikan 2.187
Cukup penting
16 Sikap 2.120
17 Kesan 2.054
18 Kemampuan kemas 2.009
19 Rekam jejak hubungan tenaga kerja 2.003
20 Lokasi geografis 1.872
21 Jumlah bisnis sebelumnya 1.597
22 Dukungan pelatihan 1.537
23 Perjanjian kerjasama 0.610 Kurang penting
Sumber: Dickson (1966) dalam Cheraghi (2002)

Cheraghi (2002) kemudian melakukan kajian mengenai faktor kesuksesan kritis (critical
success factors) bagi seleksi pemasok yang dimulai dari studi Dickson dan melakukan review
terhadap lebih dari 110 paper penelitian. Hasil studinya menunjukkan perubahan signifikan tingkat
kepentingan relatif pada bermacam kriteria pada penelitian yang dilaporkan selama 1966-1990 dengan
1990-2001. Dibandingkan dengan peringkat yang disajikan oleh Weber et al. (1991), hasil studi
Cheraghi menunjukkan bahwa kualitas, pengiriman, harga, layanan perbaikan (urutan ke-10 dari studi
Weber), dan kemampuan teknis menempati peringkat teratas sebagai kriteria yang paling banyak
disebutkan dalam literatur. Dari studi Cheraghi ini juga teridentifikasi beberapa kriteria “baru” dalam
seleksi pemasok, seperti reliabilitas, fleksibilitas, konsistensi, dan hubungan jangka panjang.
Saat ini, dari sudut pandang manajerial, banyak sekumpulan kriteria seleksi pemasok perlu
diidentifikasi dari berbagai industri (Cheng et al. 2009). Terkait hal tersebut, banyak peneliti mengkaji
dan membahas tentang kriteria yang dipertimbangkan dalam seleksi pemasok di berbagai industri
(antara lain Lee et al. 2001; Tam dan Tummala 2001; Tahriri et al. 2008; Cheng et al. 2009; Koprulu
dan Albayrakoglu 2007; Ting dan Cho 2008; Chakraborty et al. 2005). Penulis meringkaskan kriteria
(dan subkriteria) seleksi pemasok dari beberapa literatur pada Tabel 3.

10
Tabel 3. Ringkasan literatur terkait kriteria seleksi pemasok dan kasus industrinya

Literatur Kriteria (Subkriteria) Seleksi Pemasok Kasus


Industri

Lee et al. 2001 Kualitas (tingkat ketertolakan pada kontrol kualitas barang masuk, Pendingin
tingkat ketertolakan dari konsumen, kehilangan waktu dalam lini ruangan,
produksi, perbaikan karena masalah kualitas), Biaya (reduksi biaya, komponen
struktur penetapan harga), Pengiriman (ketepatan waktu, ketepatan PCB
jumlah), Pelayanan (status finansial, tingkat kerjasama dan pertukaran
informasi, kemampuan teknologi dan R&D, fasilitas dan kapasitas
produksi)

Tahriri et al. Kepercayaan (antar-perusahaan, interpersonal), Kualitas (produk, Manufaktur


2008 manajemen), Biaya (langsung, tidak langsung), Pengiriman (ketepatan baja
waktu, ketepatan jumlah), Manajemen dan Organisasi (daya respon,
disiplin, lingkungan, kemampuan teknis, fasilitas dan kapasitas, kinerja
lampau), Finansial (dari proses manufaktur, dari produk)

Cheng et al. Kualitas (sistem audit kualitas internal, standar kualitas, kinerja kualitas Semi-
2009 proses), Waktu Pengiriman (waktu tunggu, ketepatan waktu, konduktor,
pengiriman mendesak setelah perubahan pesanan), Kinerja Masa Lalu wafer
(rekam jejak kualitas), Reputasi (kompensasi menyalahi kontrak),
Pelayanan (kemampuan identifikasi masalah, kemampuan
menyelesaikan masalah), Harga (kepuasan terhadap biaya pembelian),
Kapabilitas Proses (kontrol proses, stabilitas proses dan tingkat insiden
abnormal, kemampuan proses R&D)

Koprulu dan Biaya (biaya awal, daya saing landed cost, biaya tetap), Kualitas Tekstil,
Albayrakoglu (sampel, passing rate, pengembalian barang, pengujian integritas pakaian
2007 produk), Pengiriman (waktu tunggu, waktu sampling turn, tingkat
pengiriman tepat waktu, timelines of costing), Fleksibilitas (perubahan
volume pesanan, perubahan komposisi pesanan barang, kecepatan
respon, minat ke negera lain), Inovasi (tim desain sendiri, kecepatan
dan kualitas sampling, kepekaan terhadap tren pasar), Kepercayaan
(pelayanan konsumen, stabilitas finansial, kapasitas produksi mandiri,
kepercayadirian, responsibilitas sosial)

Ting dan Cho Biaya Pembelian (harga produk, biaya transportasi, biaya pemesanan), Produk
2008 Kualitas Produk (rasio cacat dan rusak, rasio ketertolakan produk, teknologi
sistem kualitas), Reliabilitas Pengiriman (delay waktu pengiriman, tinggi,
kekurangan kuantitas pengiriman), Pelayanan Konsumen (respon komponen
terhadap perubahan, waktu tunggu pesanan, respon terhadap mother-board
pertanyaan), Kerjasama dan Kemitraan (desain produksi bersama,
kontrak pasokan), Status Financial (aset dan kepemilikan, pendapatan,
arus kas)

Chakraborty et Biaya, Kualitas, Ketepatan Jadwal, Adaptabilitas Sistem, Kerjasama Light


al. 2005 General engineering,
die-casting

Pada penelitian ini, digunakan empat kriteria utama, mengadaptasi dari Lee et al. (2001), yaitu
kualitas, biaya, pengiriman, serta pelayanan dan manajemen organisasi. Untuk subkriteria turunannya
ditentukan melalui penilaian oleh pakar (responden ahli) dengan skala 1 sampai 3 (yaitu tidak penting,
penting, dan sangat penting) terhadap 25 subkriteria.

11
2.2.3 Metode Pengambilan Keputusan pada Seleksi Pemasok
Metode seleksi pemasok yaitu model atau pendekatan yang digunakan untuk melakukan proses
pemilihan pemasok. Metode yang dipilih sangatlah penting bagi keseluruhan proses seleksi dan dapat
berdampak signifikasn pada hasil seleksi pemasok yang dilakukan. Beberapa metode yang telah
dikembangkan dan diklasifikasikan oleh begitu banyak peneliti selama bertahun-tahun. Metode-
metode tertentu merupakan pilihan yang telah populer selama ini, sedangkan beberapa lainnya muncul
baru-baru ini. Biasanya ketika sebuah perusahaan memutuskan untuk mengembangkan atau memilih
suatu metode seleksi pemasok, hasilnya berupa kombinasi dari beberapa metode dengan keunggulan
yang berbeda-beda, disesuaikan dengan kebutuhan spesifik perusahaan (Tahriri et al. 2007). Oleh
karena itu, perlu untuk mengeksplorasi metode-metode seleksi yang berbeda dan membahas
aplikasinya yang berbeda pula.
1. Model Pembobotan
Metode ini menilai pemasok dengan memperingkatkan kinerjanya dalam banyak kriteria dan
menghitungnya sebagai satu kesatuan skor. Metode yang dikategorikan kedalam weighting
model diantaranya categorical method, dan weighted-point method. Dengan pendekatan
categorical model, kinerja pemasok diklasifikasikan dalam kategori-kategori yang berbeda,
seperti biaya, kualitas, ketepatan waktu pengiriman, dan sebagainya. Selanjutnya pembeli (dari
bagian pengadaan, produksi, penjualan, dan kualitas) memberikan pendapatnya mengenai
kinerja pemasok terkait kriteria-kriteria tersebut: memuaskan, tidak memuaskan, atau netral.
Kelemahan dari metode ini terutama bahwa semua kriteria dinilai sama penting, sehingga
jarang memberikan masukan bagi pengembangan kinerja pemasok (Kachainchai dan Weerawat
2009). Categorical model merupakan metode yang sederhana, juga tercepat, termudah, dan
termurah untuk diimplementasikan. Namun metode ini biasanya melibatkan subjektivitas yang
tinggi dan karenanya menjadi kurang tepat (Petroni 2000).
Metode weighted-point mempertimbangkan kriteria-kriteria dengan bobot tertentu yang sudah
ditetapkan oleh pembeli. Setiap bobot kriteria tersebut kemudian dikalikan dengan skor kinerja
pemasok yang dinilai oleh pembeli. Akhirnya, nilai kinerja untuk semua kriteria tadi ditotal
untuk mendapatkan nilai akhir bagi tiap-tiap pemasok (Tahriri et al. 2007). Metode weighted-
point selama ini merupakan teknik yang paling umum digunakan. Operasi matematis dalam
metode ini sederhana namun efisien dalam pembuatan keputusan yang optimal. Akan tetapi,
metode ini memiliki beberapa keterbatasan, salah satunya yaitu tidaklah mudah bagi metode ini
untuk dengan efektif mempertimbangkan kriteria evaluasi yang bersifat kualitatif (Kachainchai
dan Weerawat 2009).
2. Model biaya total
Pendekatan ini mencoba untuk menghitung semua biaya terkait dengan seleksi pemasok dalam
satuan keuangan. Model ini meliputi cost ratio method dan total cost of ownership (TCO)
method. Metode yang pertama didasarkan pada analisis biaya yang mempertimbangkan rasio
biaya dari kualitas produk, pengiriman, pelayanan, dan harga. Metode ini menghitung biaya
tiap-tiap kriteria sebagai persentase dari total pembelian. Rating yang lebih tinggi diberikan
pada pemasok dengan rasio biaya terhadap nilainya yang lebih rendah (Kachainchai dan
Weerawat 2009). Metode cost ratio sangat fleksibel. Ia merupakan metode kompleks yang
membutuhkan sistem penghitungan biaya yang tepat (Tahriri et al. 2007).
TCO adalah suatu metodologi dan filosofi yang melihat lebih jauh harga dari sebuah pembelian
dengan memperhitungkan biaya-biaya lainnya terkait pembelian (Kachainchai dan Weerawat
2009). Model TCO cukup presisi, namun mahal untuk diimplementasikan karena

12
kompleksitasnya dan membutuhkan lebih banyak waktu, serta mensyaratkan kemampuan
identifikasi elemen-elemen lebih penting lainnya (Tahriri et al. 2007).
3. Model pemrograman matematis
Model ini seringkali hanya mempertimbangkan kriteria kuantitatif. Pendekatan ini mencakup
Artificial Neural Network (ANN), Data Envelopment Analysis (DEA) Principle Component
Analysis (PCA) (Kachainchai dan Weerawat 2009; Tahriri et al. 2007). Sistem metode ANN
mencakup dua fungsi, yaitu 1) fungsi untuk mengukur dan mengevaluasi kinerja pembelian
dan menyimpannya dalam suatu basis data sebagai sumber penyedia data bagi neural network,
dan 2) fungsi yang menggunakan neural network untuk memilih pemasok (Kachainchai dan
Weerawat 2009). Model ANN dapat menghemat biaya dan waktu. Hanya saja, model ini
mempunyai kelemahan pada kebutuhannya pada perangkat lunak khusus dan seorang personil
ahli pada subjek ini (Tahriri et al. 2007).
DEA adalah suatu metode pemrograman matematis untuk menilai efisiensi komparatif dari
unit-unit pembuat keputusan (decision-making units – DMU), dimana keberadaan input dan
output yang banyak menyulitkan proses perbandingan tersebut. DEA merupakan metode non-
parametrik yang memungkinkan pengukuran efisiensi tanpa harus menentukan bentuk fungsi
produksinya atau bobot untuk input dan output yang berbeda (Kachainchai dan Weerawat,
2009). Metode PCA memiliki dua keuntungan, yaitu kemudahan dan kemampuannya
menangani bermacam atribut yang bertentangan (Tahriri et al. 2007).
Lee et al. (2001) mengklasifikasikan model mathematical programming kedalam goal
programming (GP) atau multiobjective programming (MOP) dan linear programming (LP)
atau mixed integer programming (MIP). Sebelum membuat model pemrograman matematis,
koefisien fungsi tujuan harus terlebih dahulu ditentukan. Kelemahan GP dan MOP terletak
pada kebutuhannya terhadap tingkat tujuan yang dikehendaki dan tidak dapat mengakomodasi
kriteria subjektif. Sedangkan pada formulasi masalah LP/MIP, eskpresi tujuan banyak yang
dinyatakan sebagai batasan (constraint) karena formulasi model ini hanya memungkinkan satu
fungsi tujuan.
4. Analytical Hierarchy Process (AHP)
AHP merupakan salah satu metode yang dalam prakteknya paling sering digunakan. Metode
ini pertama kali dikembangkan oleh Thomas Saaty pada 1971. Ini adalah suatu metode ideal
untuk merangking alternatif ketika terdapat banyak kriteria dan subkriteria pada proses
pengambilan keputusan. Pendekatan ini dapat menggabungkan kriteria kuantitaif dan kualitatif.
Keunggulan pendekatan ini terletak pada kemampuannya dalam menyusun masalah yang
kompleks, multi-aktor, multi-atribut, dan multi-periode secara hierarkis. AHP sering
dipertimbangkan sebagai suatu metode seleksi pemasok karena pendekatan ini memungkinkan
pembuat keputusan meranking pemasok berdasarkan kepentingan relatif kriteria dan
kesesuaiannya dengan pemasok (Tahriri et al. 2007).
Proses dalam model AHP dimulai dengan menentukan tingkat kepentingan relatif kriteria
dalam pencapaian tujuan. Fokus berikutnya kemudian berlanjut pada mengukur tingkat
pencapaian setiap alternatif terhadap kriteria yang ada. Pada akhirnya, hasil dari dua analisis
tersebut disintesis untuk menghitung tingkat kepentingan relatif setiap alternatif terhadap
pencapaian tujuan awal.

Pada penelitian ini, pendekatan AHP dipilih untuk memodelkan seleksi pemasok pada industri
kertas. Alasan utamanya yaitu karena kelebihan pendekatan model ini yang mampu mengakomodasi
faktor-faktor kualitatif yang sangat penting, terutama dalam kebijakan hubungan dengan pemasok.

13
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka Pemikiran


Tren peningkatan yang ditunjukkan oleh permintaan kertas di dalam negeri selama dua dekade
terakhir mengindikasikan bahwa produk berbasis selulosa ini memiliki potensi pasar yang sangat baik.
Pengelolaan rantai pasokan dalam industri pulp dan kertas yang mencakup segala aktivitas yang
terjadi dari hulu sampai hilir mempunyai peranan yang sangat penting dalam paradigma integratif.
Terlebih industri ini melibatkan tahapan-tahapan aktivitas yang sangat panjang dan dilakukan oleh
biasanya lebih dari satu perusahaan atau organisasi. Rantai pasokan kertas menjadi menarik untuk
dikaji tidak saja sehubungan dengan tren konsumsinya yang terus meningkat, tetapi juga kompleksitas
isu yang turut mempengaruhinya, seperti perhatian dunia akan konservasi hutan dan pemanasan
global, serta perubahan peta sumber pasokan pulp dunia.
Pada penelitian ini rantai pasokan kertas dianalis dengan mengikuti kerangka kerja Van der
Vorst (2006). Dengan pendekatan ini, rantai pasokan dibedakan dalam empat elemen dasar yang
saling terkait: struktur, proses bisnis, manajemen, dan sumberdaya rantai pasokan. Dari perspektif
sebuah perusahaan, proses-proses dalam rantai pasokannya, menurut Chopra dan Meindl (2001), dapat
dikelompokkan kedalam tiga wilayah utama: customer relationship management (CRM), internal
supply chain management (ISCM), dan supplier relationship management (SRM). Kesuksesan rantai
pasokan sangat dipengaruhi oleh integrasi ketiga proses makro yang berjalan baik. Dengan berfokus
pada ketiga proses makro ini, performa rantai pasokan yang melibatkan perusahaan dapat
dideskripsikan.
Fokus kajian penelitian ini selanjutnya diarahkan pada salah satu aspek terpenting dalam proses
makro SRM, yaitu seleksi pemasok. Kerangka kerja untuk fokus kedua ini diadopsi dari Lee et al.
(2001), Tam dan Tummala (2001), dan Tahriri et al. (2008). Model AHP diterapkan sebagai basis
pendekatan untuk mengembangkan metode seleksi pemasok yang sistematis dan logis bagi suatu
perusahaan kertas. Model AHP digunakan untuk mengkalkulasi bobot kriteria – baik yang kuantitatif
maupun yang kualitatif – dalam pemilihan pemasok, dan memperingkatkan kinerja pemasok yang
dievaluasi. Diagram kerangka pemikiran konseptual penelitian ini disajikan pada Gambar 4.
Dengan mengadopsi kerangka kerja yang dikembangkan Lee et al. (2001), informasi yang
diperoleh dari proses seleksi pemasok digunakan sebagai masukan bagi proses manajemen pemasok.
Terdapat tiga bagian logis dari subkerangka peningkatan rantai pasokan kertas melalui aspek SRM-
nya, yaitu sistem strategi pengadaan, sistem seleksi pemasok, dan sistem manajemen pemasok.
Strategi pengadaan yang meliputi empat kriteria (biaya, pengiriman, kualitas, dan pelayanan)
berfungsi untuk memilih item-item kritis dari sekian banyak item pembelian dalam suatu perusahaan
kertas, untuk penilaian awal alter na tif pemasok yang dievaluasi, dan untuk me n g id e ntifikasi
krit e ria seleksi pemasok.
Pada penelitian ini, item-item kritis dipilih berdasarkan studi literatur yang dikonfirmasikan
kepada pakar. Identifikasi kriteria-kriteria yang digunakan dalam seleksi pemasok item kritis tersebut
juga didasarkan pada studi literatur dan konsultasi pakar. Dari 25 subkriteria awal yang teridentifikasi
(lihat Subbab 3.3 Rancangan Penelitian dan Definisi Operasional), responden ahli diminta untuk
memberikan penilaian tentang tingkat kepentingan kriteria-kriteria tersebut menggunakan skala tiga-
poin. Teknik yang digunakan Tam dan Tummala (2001) diterapkan dalam rangka mengurangi kriteria
yang terlalu banyak dan kurang relevan, sehingga memudahkan proses pemberian nilai perbandingan
berpasangan oleh pakar.

14
Rantai Pasokan
Struktur Rantai Pasokan
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Proses Bisnis Manajemen Rantai
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sumberdaya Rantai Pasokan

ISCM

SRM CRM

Sistem Strategi Pengadaan

Strategi Pengadaan

Pengiriman Biaya Kualitas Pelayanan

Seleksi item kritis

Identifikasi pemasok yang akan dianalisis/dievaluasi

Identifikasi kriteria seleksi pemasok

Sistem Seleksi Pemasok Sistem Manajemen Pemasok

Kalkulasi bobot kriteria Bobot Kriteria


Identifikasi kriteria kunci

Penghitungan semua skor Identifikasi kriteria yang lemah


bagi pemasok-pemasok pada pemasok utama
alternatif
Skor rating &
keseluruhan skor Identifikasi kriteria manajerial
pemasok

Pemilihan pemasok utama Monitoring kriteria manajerial

Gambar 4. Kerangka pemikiran konseptual penelitian (diadaptasi dari kerangka kerja Van der Vorst
2006 untuk pengembangan rantai pasokan dan Lee et al. 2001 untuk pemodelan AHP)

Sistem seleksi pemasok berfungsi untuk mengkalkulasi bobot setiap kriteria (terpilih) dan
menyusun peringkat alternatif pemasok berdasarkan kinerja terhadap kriteria tersebut, serta memilih
pemasok utama sesuai basis item kritisnya dengan menggunakan model AHP. Selanjutnya pada sistem
manajemen pemasok, kriteria manajerial diidentifikasi melalui informasi yang diperoleh dari proses
seleksi pemasok, dan menjadikannya bahan monitoring utama bagi pengembangan kinerja pemasok.

15
3.2 Tata Laksana Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini melalui tahapan-tahapan sebagai berikut.
1. Identifikasi masalah
Langkah awal ini sangat diperlukan untuk menentukan dan memperjelas masalah yang akan
dibahas sehingga penyelesaiannya dapat lebih terarah dan tepat.
2. Studi pustaka
Studi pustaka yang sesuai dengan topik penelitian ini yaitu mengenai konsep rantai pasokan
dan kerangka pengembangannya, serta mengenai evaluasi pemasok dan penerapan metode
AHP pada masalah tersebut.
3. Perumusan masalah
Penentuan lingkup permasalahan yang sudah diidentifikasi.
4. Penetapan tujuan penelitian
Penentuan tujuan penelitian untuk dijadikan acuan hasil akhir penelitian ini.
5. Pengumpulan data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data kuantitatif dan kualitatif, baik
yang berupa data primer maupun sekunder. Pengamatan langsung dan wawancara dilakukan
untuk mengumpulkan data primer dari pihak PTKL, terutama dari unit pengadaan, penjualan,
pemasaran, logistik, dan produksi. Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui studi
literatur yang bersumber dari laporan yang dikeluarkan oleh PTKL, jurnal, buku-buku yang
relevan, internet, serta sumber-sumber lainnya.
Data utama untuk pengembangan model seleksi dan evaluasi pemasok diperoleh dari kuesioner
yang diisi oleh responden ahli. Kuesioner dirancang untuk menentukan kriteria (dan
subkriteria) yang relevan untuk dipertimbangkan dalam penilaian pemasok pada industri
kertas, dan dilanjutkan dengan kuesioner untuk menentukan tingkat kepentingan masing-
masing kriteria (dan subkriteria) yang telah terpilih.
6. Pengolahan data
Data yang telah berhasil dikumpulkan kemudian dianalisis sesuai dengan metode yang dipilih,
yaitu dengan kerangka kerja Van der Vorst untuk pendefinisian konfigurasi rantai pasokan, dan
AHP untuk pengembangan model seleksi dan evaluasi pemasok.
7. Penarikan kesimpulan
Kesimpulan diperoleh dari hasil analisis mengenai konfigurasi rantai pasokan kertas dan
penerapan AHP pada model seleksi dan evaluasi pemasok, sesuai tujuan dari penelitian ini,
sehingga dapat dijadikan pertimbangan bagi perbaikan kinerja perusahaan dan rantai pasokan
kertas pada umumnya.

3.3 Rancangan Penelitian dan Definisi Operasional


3.3.1 Seleksi Item/Bahan Kritis
Sebuah perusahaan manufaktur rela mengerahkan waktu dan daya yang dimiliki olehnya untuk
mengelola item/bahan kritis yang mempunyai tingkat kepentingan tinggi relatif terhadap produk
akhirnya (Krause et al. 1998; Lee et al. 2001). Oleh karena itu, sangatlah penting untuk menentukan
item/bahan apa yang harus dibeli dan dari pemasok yang mana. Dalam penelitian ini, penulis
membagi bahan kritis pada industri kertas ke dalam empat kelompok besar: bahan baku serat, pigmen
penyalut dan pengisi, bahan kimia pendukung, serta bahan kimia dasar dan pemucatan (Tabel 4).
Dasar pertimbangan dalam penentuan bahan kritis tersebut yaitu faktor resiko (tinggi), volume
pembelian (besar), dan kebutuhan sumber pasokan impor.

16
Tabel 4. Item/bahan kritis untuk produksi kertas
Bahan Volume (%)
1. Pulp 89.00
a. Virgin 46.00
- Pulp serat pendek 40.63
- Pulp serat panjang 30.47
- Pulp mekanis 28.91
b. Daur ulang (kertas bekas) 54.00
2. Bahan Penyalut dan Pengisi 8.00
3. Bahan Kimia Pendukung 3.00
a. Pati 53.33
b. Komponen-Al 10.00
c. Bahan kimia khusus 36.67
- Bahan kimia fungsional 89.09
Polimer binders 62.92
Sizing 13.48
Wet stength resins 7.87
Coating additives 6.74
Synthetic dry strength resins 2.25
Colorants 1.69
Optical brighteners 1.12
Chelating agents 0.56
Lain-lain 3.37
- Bahan kimia proses 10.91
Retention/drainage aids 29.09
Defoamers/deaerators 18.18
Fixatives 12.73
Cleaners 13.64
Flocculants/ coagulants 10.91
Biosides 9.09
Lain-lain 6.36
4. Bahan kimia dasar dan pemucatan* 1.00
*sebagai bahan penolong yang direcovery kembali
Dikumpulkan dan diolah dari berbagai sumber: Carlsson et al. (2006), Paper-
making Chemistry and Technology (Februari 2011), Data Consult Inc. (1996)

Dalam pandangan global, saat ini kertas tersusun atas hampir 99 persen dari material alam.
Komposisi serat dari virgin pulp di Indonesia mencapai sekitar 41 persen (dari total konsumsi bahan
baku), sedangkan dari kertas bekas telah mencapai hingga 48 persen. Sebanyak 8 sampai 10 persen
lainnya, kertas disusun oleh material non-serat yang berfungsi sebagai bahan pengisi dan penyalut.
Sisanya sekitar 3 persen adalah bahan kimia tambahan, dimana 1.6 persennya merupakan produk
berbasis pati. Selain itu, terdapat tambahan 1 persen bahan yang disebut sebagai bahan kimia dasar
dan pemucatan (Papermaking Chemistry and Technology 2011).
Untuk setiap bahan/item, tingkat kepentingan relatif dari masing-masing faktor yang
dipertimbangkan sangat mungkin berbeda, bergantung pada karakteristik bahan/item tersebut. Selain
itu, tingkat kepentingan relatif itu juga dipengaruhi oleh nilai/biaya item tersebut dan seberapa kritis

17
kebutuhan terdahapnya. Oleh karena itu, pada kondisi ideal, identifikasi tingkat kepentingan relatif per
masing-masing item kritis dan strategis perlu dilakukan. Namun demikian, dalam penelitian ini, hanya
satu item saja yang dipilih untuk dijadikan kasus dalam seleksi dan evaluasi pemasok.

3.3.2 Identifikasi Kriteria Seleksi Pemasok


Metodologi survei diterapkan untuk mengumpulkan data dan meyusun daftar kriteria seleksi
pemasok item/bahan kritis pada perusahaan kertas. Sebelum melaksanakan survey, penulis
mengumpulkan data kriteria dan teknik seleksi pemasok pada PT Kertas Leces. Kriteria yang dipakai
pada PTKL yaitu kriteria teknis, ekonomi, pengiriman, cara pembayaran, dan garansi. Disamping itu,
penulis mengkombinasikan kriteria tersebut dengan kriteria (dan subkriteria) yang digunakan dalam
literatur-literatur mengenai seleksi pemasok (Lee et al. 2001; Tam dan Tummala 2001; Tahriri et al.
2008; Cheng et al. 2009; Koprulu dan Albayrakoglu 2007; Ting dan Cho 2008; Chakraborty 2005;
Cheraghi 2002; Cheng dan Tang 2009). Sebanyak 25 subkriteria yang terbagi dalam empat dimensi
kriteria utama dipilih sebagai dasar awal untuk identifikasi kriteria yang relevan dan penting
dipertimbangkan terkait sasaran penelitian ini. Pada Tabel 5 disajikan 25 kriteria (subkriteria) tersebut.

Tabel 5. Kriteria dan subkriteria pada tahap pra-eliminasi oleh responden ahli

Kriteria Subkriteria
Kualitas Kesesuaian Teknis
Reliabilitas Produk
Standar dan Jaminan Kualitas
Rasio Ketertolakan Produk
Rasio Kecacatan Produk
Pengiriman Kecepatan Pengiriman
Ketepatan Waktu
Ketepatan Jumlah
Pelayanan dan Manajemen Fleksibilitas
Organisasi Daya Respon
Layanan Purnajual
Prosedur Komplain dan Responsibilitas
Tingkat Kemudahan Komunikasi
Status Finansial
Kepercayaan
Hubungan Jangka Panjang
Sistem Informasi
Tanggungjawab Lingkungan
Kemampuan Teknis
Fasilitas dan Kapasitas
Kebijakan Garansi dan Klaim
Biaya Harga Produk
Reduksi Biaya
Struktur Penentuan Harga
Cara Pembayaran

18
Salah satu fokus penelitian ini adalah analisis kriteria evaluasi untuk seleksi pemasok material
produksi pada perusahaan kertas. Untuk mengeliminasi kriteria (subkriteria) yang kurang relevan atau
kurang penting bagi kajian seleksi pemasok ini maka dibutuhkan pertimbangan para ahli. Responden
ahli yang dipilih adalah para profesional dalam bidang kajian ini, khususnya dari kalangan akademisi
perguruan tinggi dan lembaga riset. Setiap responden ahli diminta untuk memberikan penilaian
terhadap setiap kriteria di atas dengan skala tiga-poin, yaitu “tidak penting”, “penting”, dan “sangat
penting” (mengikuti metode Tam dan Tummala 2001).
Dengan menerapkan nilai pembatas (cutoff value) tertentu terseleksilah kriteria (subkriteria)
yang paling relevan untuk kajian penelitian ini berdasarkan pendapat para ahli. Selanjutnya, kriteria
(subkriteria) yang sudah tersaring diolah dengan metode analisis AHP untuk mendapatkan bobot
kepentingan relatif setiap kriteria, sehingga dapat diterapkan dalam proses seleksi pemasok.

3.3.3 Pemilihan Pakar


Pakar yang dilibatkan dalam penelitian ini terbatas dari kalangan akademisi (dosen) dan
lembaga riset (peneliti). Para pakar tersebut adalah sebagai berikut.
1. Prof. Dr. Ir. E. Gumbira Said, MA.Dev., Dosen/Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor
2. Dr. Ir. Han Roliadi, MS, M.Sc., Staff Peneliti Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan,
Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.
3. Dr. Ir. Muhammad Yani, M.Eng., Dosen pada Departemen Teknologi Industri Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Pemilihan pakar sengaja dibatasi dari kalangan akademisi dan peneliti untuk memberikan perspektif
dari sisi yang berbeda, dibandingkan dengan perspektif pelaku usaha, dalam memandang kasus seleksi
dan evaluasi pemasok.

3.4 Metode Analisis Data


3.4.1 Kerangka Kerja Pengembangan Rantai Pasokan Van der Vorst
Konfigurasi rantai pasokan kertas tulis dan cetak dianalisis secara deskriptif dengan mengikuti
kerangka kerja pengembangan rantai pasokan yang diadaptasi oleh Van der Vorst (2006) dari Lambert
dan Cooper (2000). Dengan pendekatan ini terdapat empat elemen yang dapat digunakan untuk
mendeskripsikan dan menganalisis rantai pasokan (Gambar 5), yaitu sebagai berikut.
a. Struktur rantai (jaringan), menetapkan batasan lingkup rantai pasokan dan menggambarkan
para anggota atau aktor utamanya, peran resmi dan/atau tidak resmi yang dilakukan, serta
semua konfigurasi beserta kesepakatan-kesepakatan institusional yang membentuk rantai (atau
jaringan) tersebut.
b. Proses bisnis rantai, yaitu serangkaian aktivitas bisnis terstruktur dan terukur yang didesain
untuk menghasilkan output khusus (berupa produk fisik, jasa, dan informasi) bagi konsumen
atau pasar tertentu.
c. Manajemen jaringan dan rantai, menjelaskan koordinasi dan struktur manajemen dalam rantai
pasokan yang memfasilitasi eksekusi proses-proses dalam rantai pasokan oleh para anggota,
menggunakan sumberdaya yang tersedia, untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan.
Komponen manajemen dapat dibedakan menjadi dua, yaitu komponen fisik-teknis dan
komponen manajerial dan behavioral (Tabel 6).
d. Sumberdaya rantai, digunakan untuk menghasilkan produk dan mengirimkannya ke tangan
konsumen. Sumberdaya yang dimaksud dapat berupa manusia, mesin atau alat, dan teknologi
informasi dan komunikasi (informasi, sistem informasi, dan infrastruktur informasi).

19
 Siapa saja anggota rantai  Siapa yang menjalankan setiap
pasokan dan apa peranannya? proses tertentu dalam jaringan
 Bagaimana konfigurasi rantai pasokan ?
kerjasama atau kesepakatan di  Pada level apa integrasi proses
dalamnya? Struktur terjadi?
Jaringan

Tujuan Manajemen Proses Kinerja


Rantai Rantai Bisnis Rantai
Rantai

 Struktur manajemen apa yang


digunakan dalam setiap  Sumber daya apa (TIK,
Struktur manusia, teknologi) yang
hubungan proses?
Jaringan digunakan dalam setiap proses
 Apa kesepakatan kontraktual
yang dibuat? dalam rantai pasokan oleh
 Struktur organisasi? masing-masing anggota?

Gambar 5. Kerangka kerja pengembangan rantai/jaringan pasokan (diadaptasi dari Lambert dan
Cooper 2000 dalam Van der Vorst 2006)

Tabel 6. Dua kelompok komponen manajemen yang terlingkup dalam rantai pasokan
Komponen Fisik dan Teknis Komponen Manajerial dan Behavioral
 Metode perencanaan dan kontrol  Metode manajemen (yaitu filosofi
(misalnya kontrol dorong atau tarik) korporasi dan teknik manajemen)
 Aliran kerja/struktur aktivitas  Budaya dan sikap perusahaan
(menunjukkan bagaimana perusahaan  Struktur resiko dan penghargaan
menjalankan tugas dan aktivitasnya)  Struktur kekuatan dan kepemimpinan
 Struktur organisasi (menunjukkan siapa
yang menjalankan tugas dan aktivitas)
 Struktur fasilitas aliran komunikasi dan
informasi (seperti transparansi
informasi)
 Struktur fasilitas aliran produk (seperti
lokasi persediaan, tempat pemisahan)
Sumber: Lambert dan Cooper (2000) dalam Van der Vorst (2006)

3.4.2 Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Pemodelan Seleksi Pemasok


Pada umumnya, seleksi pemasok adalah masalah keputusan yang mempertimbangkan banyak
kriteria (multicriteria decision problem), baik yang kuantitatif maupun yang kualitatif. Dalam kasus
semacam ini, trade-off antara satu kriteria dengan kriteria yang lain membutuhkan analisis yang tepat.
Disamping itu, suatu kriteria dapat memiliki tingkat kepentingan yang bervariasi tergantung pada
siatuasi pembeliannya.

20
Beberapa pendekatan dan metodologi telah dikembangkan sehubungan dengan masalah seleksi
dan evaluasi pemasok. Pada penelitian ini digunakan pendekatan Analytic Hierarchy Process (AHP)
untuk masalah seleksi dan evaluasi pemasok pada industri kertas. Dengan mengadaptasi kerangka
kerja metodologi yang dikembangkan oleh Tam dan Tummala (2001) dan Lee et al. (2001), suatu
skala tingkat kinerja diterapkan untuk memberikan nilai pada masing-masing alternatif bagi setiap
subkriteria terkait.
Proses pemodelan AHP untuk seleksi dan evaluasi pemasok meliputi empat tahapan sebagai
berikut (Tam dan Tummala 2001).
1. Menyusun permasalahan seleksi pemasok
Tahapan ini mencakup formulasi struktur model AHP yang sesuai bagi permasalahan
yang ingin diselesaikan, terdiri dari tujuan, kriteria, subkriteria, skala kinerja, dan alternatif.
Tujuan dari masalah yang diangkat disini adalah memilih pemasok untuk industri kertas yang
dapat memenuhi persyaratan pelanggan, menguntungkan perusahaan, dan meningkatkan daya
saing perusahaan. Tujuan ini ditempatkan pada level pertama hierarki, seperti ditunjukkan oleh
Gambar 6.

Level 1 Seleksi Pemasok Material Produksi Kertas


Tujuan

Level 2 Kualitas Pengiriman Biaya Pelayanan


Kriteria

Level 3 Subkriteria 1 Subkriteria 1 Subkriteria 1 Subkriteria 1


Subkriteria
Subkriteria 2 Subkriteria 2 Subkriteria 2 Subkriteria 2

Subkriteria … Subkriteria … Subkriteria … Subkriteria …

Subkriteria w Subkriteria x Subkriteria y Subkriteria z

Level 4 Sangat Baik Baik Cukup Kurang Buruk


Tingkat Kinerja

Level 5
Alternatif Pemasok 1 Pemasok 2 Pemasok 3

Gambar 6. Model AHP untuk seleksi dan evaluasi pemasok material produksi kertas

Dalam rangka mencapai tujuan di atas, beberapa kriteria dan subkriteria


dipertimbangkan untuk kemudian ditempatkan pada level kedua dan level ketiga dalam
struktur hierarki AHP. Empat dimensi kriteria utama ditetapkan mengikuti kerangka kerja Lee
et al. (2001), yaitu kualitas, biaya, pengiriman, dan pelayanan. Sedangkan subkriteria
turunannya dipilih dari 25 subkriteria umum teridentifikasi pada tahap penentuan subkriteria
yang relevan untuk diterapkan pada industri kertas (Subbab 3.3 Rancangan Penelitian dan
Definisi Operasional). Setiap kriteria dan subkriteria pada kedua level tersebut dinilai melalui

21
perbandingan berpasangan dengan mengekspresikan tingkat kepentingannya pada skala 1
sampai 9. Bobot prioritas global dari setiap subkriteria selanjutnya dapat ditentukan dengan
mengalikan bobot lokalnya dengan bobot kriteria induk di atasnya.
Level hierarki yang keempat berisi skala tingkat kinerja. Level ini berbeda dengan
bentuk pendekatan AHP pada umumnya, dimana skala tingkat kinerja akan diterapkan pada
setiap subkriteria terkait dengan alternatif yang dinilai, selain juga melakukan perbandingan
berpasangan terhadapnya. Teknik ini diadopsi oleh Tam dan Tummala (2001) dari studi
Liberatore (1987, 1989). Lima-poin skala tingkat kinerja yang digunakan yaitu Sangat Baik
(A), Baik (B), Cukup (C), Kurang (D), dan Buruk (E). Bobot prioritas dari kelima skala tingkat
kinerja ini dapat ditentukan melalui perbandingan berpasangan, seperti akan dijelaskan pada
Bagian 3. Alasan utama dalam mengadopsi teknik ini adalah agar proses penilaian dapat
dijalankan sesederhana mungkin.
Level hierarki yang paling bawah terdiri dari alternatif-alternatif, yaitu pemasok-
pemasok pada industri kertas, yang akan dievaluasi dalam rangka memilih pemasok terbaik.
Sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 6, tiga alternatif pemasok bahan/item prodeuksi kertas
spesifik digunakan sebagai contoh implementasi model yang dikembangkan dalam penelitian
ini.

2. Pengumpulan dan pengolahan data


Setelah menyusun struktur AHP, tahapan selanjutnya yaitu pengumpulan dan
pengolahan data, meliputi penentuan tim evaluator (responden ahli, sebagaimana dijelaskan
sebelumnya), dan penilaian tingkat kepentingan kriteria dan subkriteria dengan perbandingan
berpasangan. Skala 1 sampai 9 yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty pada 1983
diterapkan pada semua elemen pada setiap level hierarki. Setiap anggota tim akan memberikan
penilaiannya yang kemudian akan diterjemahkan kedalam matriks perbandingan berpasangan.
Disamping itu, pendekatan rataan geometrik juga digunakan untuk menggabungkan penilaian
perbandingan berpasangan dari responden-responden ahli agar diperoleh konsensusnya.
Kuesioner yang berisi semua kriteria dan subkriteria dari kedua level struktur AHP
dirancang untuk mengumpulkan pendapat para responden ahli dalam penilaian perbandingan
berpasangan. Hasil dari kuesioner tersebut kemudian digunakan untuk membuat matriks
perbandingan berpasangan agar dapat ditentukan bobot normalisasinya. Perbandingan
berpasangan dibuat sedemikian sehingga atribut pada bagian baris i (i = 1,2,3,4,…,n) dinilai
tingkat kepentingannya relatif terhadap setiap atribut yang direpresentasikan pada n kolom.
Penilaian tersebut diekspresikan sebagai angka integer 1 sampai 9 sebagaimana ditunjukkan
Tabel 7.

Tabel 7. Skala nilai perbandingan berpasangan


Nilai Keterangan
1 Kriteria/alternatif A sama penting dengan kriteria/alternatif B
3 A sedikit lebih penting dari B
5 A jelas lebih penting dari B
7 A sangat jelas lebih penting dari B
9 A mutlak lebih penting dari B
2, 4, 6, 8 Apabila ragu-ragu antara dua nilai yang berdekatan
Kebalikan dari
Untuk merepresentasikan nilai perbandingan B dengan A
nilai di atas

22
Dengan mengasumsikan C1, C2, C3, …, Cn sebagai sekumpulan elemen dan aij
merepresentasikan pendapat atau judgment terhadap pasangan elemen Ci dan Cj, suatu matriks
nxn berikut kemudian digunakan untuk menghitung/mengolah data pendapat tersebut.

1 1 1 2 … 1 1 �12 … �1
2 1 2 2 … 2 1 �12 1 … �2
. . . . . . ..
�= � = = . . = . .
. . . . ..
. . . . ..
1 2 … 1 �1 1 �2 … 1

Jika ci dinilai sama penting dengan cj, maka aij = 1


Jika ci dinilai lebih penting daripada cj, maka aij > 1
Jika ci dinilai kurang penting daripada cj, maka aij < 1
aij = 1/aji, dimana i, j = 1, 2, 3, …, n), aij ≠ 0

Pada matriks A di atas, penentuan bobot numerik w1, w2, w3, …, wn untuk setiap n elemen c1,
c2, c3, …, cn yang merepresentasikan penilaian dari responden ahli adalah hal yang perlu
dilakukan selanjutnya. Jika A merupakan matriks yang konsisten, hubungan antara bobot wij
dengan nilai aij yaitu wi/wj = aij (untuk i, j = 1, 2, 3, …, n).

3. Penentuan bobot normalisasi


Setiap matriks perbandingan berpasangan yang telah diperoleh pada tahapan
sebelumnya kemudian diterjemahkan ke dalam representasi nilai eigen (λ) terbesarnya
sehingga dapat diketahui bobot prioritas normalisasi untuk masing-masing kriteria (dan
subkriteria). Dalam penentuan bobot prioritas normalisasi ini digunakan bantuan software
Expert Choice.
Nilai consistency ratio (CR) untuk masing-masing matriks perbandingan berpasangan
juga dihitung untuk mengetahui konsistensi penilaian yang diberikan oleh reseponden.

�� � � −
�� = � � � �� =
�� −1

Random Index (RI) merupakan nilai indeks random yang dikeluarkan oleh Oarkridge
Laboratory, seperti ditunjukkan pada Tabel 8.

Tabel 8. Nilai random index pada beberapa tingkat alternatif


n 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

RI 0.00 0.00 0.58 0.90 1.12 1.24 1.32 1.41 1.45 1.49 1.51 1.48 1.56

Keterangan: Penilaian dianggap konsisten apabila CR < 0.1

Sebagaimana dijelaskan pada Bagian 1, pendekatan AHP pada penelitian ini


mengadopsi lima-poin skala tingkat kinerja, dimana nilai matriks perbandingan
berpasangannya ditentukan seperti pada Tabel 9. Perbedaan kepentingan relatif antara dua nilai
skala yang berdekatan diasumsikan konstan sebesar dua kalinya. Matriks tersebut kemudian
dihitung nilai eigen maksimumnya, sehingga diperoleh bobot prioritas untuk masing-masing
skala Sangat Baik (A), Baik (B), Cukup (C), Kurang (D), dan Buruk (E) berturut-turut
samadengan 0.513, 0.261, 0.129, 0.063, dan 0.034.

23
Tabel 9. Matriks perbandingan berpasangan untuk skala lima-
poin tingkat kinerja
A B C D E

A 1 3 5 7 9

B 1/3 1 3 5 7

C 1/5 1/3 1 3 5

D 1/7 1/5 1/3 1 3

E 1/9 1/7 1/5 1/3 1

4. Sintesis solusi
Setelah menghitung bobot prioritas normalisasi untuk setiap matriks penilaian
perbandingan berpasangan pada struktur AHP, tahapan selanjutnya yaitu sintesis solusi dari
permasalahan seleksi pemasok terkait. Bobot prioritas lokal normalisasi kriteria dan subkriteria
yang diperoleh dari tahap ketiga selanjutnya digabungkan menurut level hierarki urutannya
agar diperoleh bobot prioritas komposit global dari semua subkriteria pada level ketiga struktur
AHP. Subkriteria-subkriteria tersebut kemudian disusun secara berurutan berdasarkan bobot
prioritas globalnya dari yang paling tinggi. Setiap alternatif pemasok kemudian dievaluasi
performanya terkait dengan setiap subkriteria dengan memberikan nilai skala A, B, C, D, dan
E, dimana masing-masing sudah ditetapkan nilainya. Nilai skala tingkat kinerja pemasok
tersebut kemudian dikalikan dengan bobot prioritas global yang sudah diperoleh sehingga
dapat ditemukan kandidat pemasok terbaik yang memiliki nilai tertinggi dari hasil perkalian
skala tingkat kinerja dengan bobot prioritas globalnya.

Hasil solusi yang diperoleh dengan pendekatan AHP di atas menjadi masukan untuk
menentukan langkah pengembangan manajemen hubungan dengan pemasok. Salah satunya dengan
melakukan analisis sensitivitas sehingga dapat diketahui respon utilitas keseluruhan dari semua
alternatif terhadap perubahan tingkat kepentingan relatif setiap keriteria. Dari pendekatan AHP ini
pula dapat teridentifikasi kriteria kunci dalam penilaian pemasok pada industri kertas, dan dapat
dijadikan informasi tambahan dalam menggambarkan karakteristik rantai pasokannya. Kriteria kritis
yang menjadi kelemahan kandidat pemasok juga dapat diketahui untuk kemudian menjadi bahan
monitoring dan evaluasi perusahaan manufaktur dalam mengembangkan kinerja pemasoknya.

24
BAB IV
KONFIGURASI RANTAI PASOKAN KERTAS

4.1 Struktur Jaringan Pasokan Kertas


Suatu rantai pasokan terbentuk lewat interaksi semua pihak yang terlibat,baik langsung
maupun tidak langsung, dalam upaya pemenuhan permintaan konsumen. Rantai pasokan meliputi
tidak saja produsen (manufacturer) dan pemasok, namun juga transportir, pedagang besar
(wholesalers), toko ritel, bahkan termasuk juga konsumen (Chopra dan Meindl 2001). Secara umum,
dalam jaringan pasokan kertas, sebagian besar perusahaan (produsen) kertas di Indonesia
mendapatkan pulp dari perusahaan penghasil (pemasok) pulp. Sebagian lainnya mampu memproduksi
pulp sendiri. Yang terakhir ini diistilahkan dengan integrated pulp and paper mill atau pabrik pulp dan
kertas terintegrasi. Produk kertas selanjutnya didistribusikan di dalam negeri melalui distributor,
pedagang besar, ritel, sebelum akhirnya sampai di tangan konsumen akhir. Untuk produk yang
dipasarkan ke luar negeri, jalur distribusi kertas biasanya melalui eksportir lokal yang akan
berhubungan langsung dengan importir dari negara lain. Pola general rantai pasokan kertas ini
diilustrasikan pada Gambar 7.

Penghasil
Serpih Kayu

Distributor/
Hutan Penghasil Pulp Ritel Konsumen Akhir
Pedagang Besar

Penghasil Kertas Eksportir Lokal Importir Luar

Gambar 7. Pola general rantai pasokan kertas (diadaptasi dari Data Consult Inc. 1996, Martel et al.
2005, dan Carlsson et al. 2006)

Produksi kertas terkonsentrasi terutama di pulau Jawa dengan persentase kapasitas terpasang
sebesar 85 persen dari total produksi nasional. Sedangkan perusahaan pulp sebagian besar pabriknya
terdapat di Sumatra dengan persentase kapasitas mencapai 86 persen (APKI 2007 dalam Putra 2009).
Indonesia memiliki potensi lahan/hutan yang cukup luas untuk pengembangan hutan tanaman industri
(HTI) sebagai sumber bahan baku yang berkelanjutan. Pada tahun 2012 saja proyeksi pasokan bahan
baku kayu yang dari HTI sebesar 34.6 juta m3. Bahkan pada 2025 alokasi proyeksinya mencapai 60.8
juta m3 (Departemen Perindustrian, 2009). Walaupun dengan dukungan sumberdaya hutan tanaman
yang signifikan dalam produksi kertas, kertas bekas ternyata menyumbang lebih dari setengah
kebutuhan serat yang digunakan pada industri kertas (Gambar 8). kertas bekas tersebut terutama
banyak digunakan pada pabrik kertas kemasan dan koran (Recovered Paper Market 2010)

Imported
recovered paper
22%
Virgin wood
pulp
45%

Domestic
recovered paper
Non-wood pulp
32%
1%
Gambar 8. Konsumsi golongan serat untuk produksi kertas Indonesia (Recovered Paper Market 2010)

25
Pada kasus PT Kertas Leces (PTKL), pola rantai pasokan yang terjadi sedikit berbeda. Peran
yang diambil oleh PTKL adalah sebagai produsen antara (intermediary producer) yang menghasilkan
produk-produk kertas setengah jadi. Hasil produk tersebut dibeli oleh para konsumen lembaganya
yang, saat ini, lebih banyak merupakan perusahaan konversi kertas (converters). Selain perusahaan
konversi kertas, konsumen PTKL adalah distributor kertas gulungan besar.
Dari sisi pasokan bahan baku, sebenarnya PTKL mampu memproduksi pulp sendiri
(integrated), dengan ampas tebu sebagai input utamanya. Ampas tebu biasanya diperoleh dari pabrik-
pabrik gula di sekitar PTKL. Namun, saat penelitian ini dilaksanakan, PTKL menggunakan pulp
virgin sebagai bahan baku kertasnya. Hal ini dikarenakan pabrik-pabrik gula lebih memilih
menjadikan ampas tebu sebagai bahan bakar daripada menjualnya kepada PTKL. Selain dari ampas
tebu dan pulp virgin, bahan baku serat PTKL sebagian juga berasal dari kertas bekas. Porsinya
mencapai sekitar 10 sampai 15 persen pada produksi kertas PTKL. Ilustrasi pola rantai pasokan kertas
PTKL adalah seperti ditunjukkan oleh Gambar 9.

Pabrik Gula

Pemasok Distributor/ Konsumen Akhir/


Kertas Bekas PTKL Ritel
Pedagang Besar Pasar

Pemasok Pulp Perusahaan


Konversi Kertas

Gambar 9. Pola rantai pasokan kertas PT Kertas Leces

Ampas tebu termasuk dalam golongan serat non-kayu. Bambu dan jerami adalah contoh
komoditas lain yang juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku serat non-kayu untuk produksi
kertas. Kelangkaan pasokan ampas tebu mengakibatkan pabrik pulp PTKL tidak bekerja. Kondisi
demikian sebenarnya mempunyai sisi yang kurang baik karena salah satu aset tetap pabrik
menganggur. Bahkan, sekalipun tidak difungsikan, perawatan mesin tetap dijalankan sehingga
menimbulkan biaya tersendiri. Untuk itulah kemudian, saat ini PTKL berupaya mengelola ladang tebu
sendiri dengan menjadikan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XI sebagai pihak yang diajak
kerjasama. Harapannya di masa akan datang pasokan ampas tebu untuk produksi kertas PTKL dapat
terjaga dan pabrik (mesin) pulp dapat kembali difungsikan.
Dari Gambar 9, terdapat dua klasifikasi struktur rantai pasokan spesifik yang terjadi. Hal ini
bergantung pada jenis pasar yang dituju dan kegunaan akhir kertas. Ketiga struktur rantai pasokan
tersebut adalah sebagai berikut.
a. Pemasok bahan baku – PTKL – Perusahaan konversi kertas (Konverter) – Distributor – Ritel –
Konsumen akhir
b. Pemasok bahan baku – PTKL – Distributor – Konsumen Pengguna
Struktur rantai pasokan pertama lebih cenderung terjadi pada jenis kertas tulis cetak dan tisu.
Konverter akan mengolah lanjut produk kertas gulungan besar dari PTKL hingga menjadi ukuran-
ukuran yang lebih kecil (misalnya dalam ukuran A4, kwarto, F4 untuk kertas tulis cetak; gulungan
atau lembaran kecil untuk tisu). Biasanya konverter juga sekaligus memberikan merek bagi produk
yang sudah diolahnya tersebut. Selanjutnya, dari konverter produk yang sudah diberi merek dan
dikemas biasanya akan dipasarkan melalui agen-agen kertasnya di tingkat distributor sebelum
akhirnya dijual di toko-toko ritel hingga sampai di tangan konsumen akhir.

26
Struktur rantai pasokan kedua lebih sering terjadi pada jenis kertas industri (bahan pengemas
dan pembungkus) dan kertas koran. Distributor yang telah membeli kertas dari PTKL akan
memasarkannya kepada jaringan konsumen lembaga yang dimilikinya. Dalam kasus kertas medium
liner misalnya, sasaran penjualannya adalah industri kemasan kotak karton gelombang, atau industri
olahan lain yang membuat kemasan kartonnya sendiri. Contoh lain, pada kasus kertas koran,
konsumennya adalah perusahaan-perusahaan yang bergerak dibidang percetakan dan penerbitan. Jadi,
kertas yang sampai di tangan konsumen akhir melalui jalur ini bukanlah produk kertas semata,
melainkan hadir dengan “rupa” yang berbeda; kemasan pada berbagai produk, koran, buku bacaan,
dan sebagainya.

4.1.1 Anggota Rantai Pasokan


Rantai pasokan kertas PTKL, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 9, melibatkan beberapa
pihak dengan peran dan aktivitasnya masing-masing. Berikut ini rincian untuk masing-masing anggota
rantai pasokan tersebut.
a. Pemasok
PTKL menjalin hubungan dengan banyak pemasok dalam rangka memenuhi permintaan
pelanggannya. Pemasok PTKL dapat dibedakan setidaknya dalam empat golongan, yaitu
pemasok bahan baku serat, pemasok bahan kimia, pemasok bahan embalase dan penunjang
lain, dan pemasok barang-barang teknik. Pemasok bahan baku serat terbagi lagi dalam tiga
kelompok, yaitu pabrik-pabrik gula (pemasok ampas tebu), perusahaan penghasil pulp, dan
pengepul kertas bekas. Contoh bahan kimia yang dipasok untuk PTKL antara lain pati, bahan
pengisi, retention agent, anti-slime agent, dan lain-lain. Selanjutnya, yang dimaksud dengan
bahan embalase dan penunjang lain yaitu bahan-bahan untuk keperluan pengemasan produk
(seperti paper core, shrinkage film, kertas kraft) dan bahan-bahan semacam oli, solar untuk
mendukung kelancaran proses produksi. Golongan yang terakhir, barang teknik, mencakup
peralatan dan perlengkapan mesin, motor, listrik, transportasi, dan sebagainya.
PTKL menganut strategi banyak pemasok dalam sistem pengadaannya. Para pemasok
ini sebelumnya sudah harus mengajukan diri untuk masuk dalam daftar rekanan mampu
(DRM) PTKL. Beberapa persyaratan terlebih dahulu harus dipenuhi oleh calon pemasok,
antara lain meliputi akta notaris, SIUP (Surat Izin Usaha dan Perusahaan), NPWP (Nomor
Pokok Wajib Pajak), dan data profil bisnis dan neraca perdagangan. Setelah masuk dalam
DRM, barulah sebuah perusahaan berhak mendapatkan penawaran saat PTKL akan melakukan
pembelian barang.
Hubungan yang terjalin antara PTKL dengan para pemasok umumnya bersifat beli
putus. Kontrak dengan perusahaan pemasok tertentu untuk suatu jangka waktu sangat jarang
dilakukan, dan hanya terjadi pada kasus-kasus khusus.

b. Perusahaan Manufaktur
Pada rantai pasokan kertas, predikat perusahaan manufaktur diposisikan pada pabrik-
pabrik penghasil kertas. Secara spesifik, dalam kasus ini, perusahaan manufaktur tersebut
adalah PTKL. Pusat kegiatan dan aktivitas rantai pasok dipandang melalui perspektif PTKL
sebagai inti penggerak. PTKL memproduksi berbagai jenis dan variasi kertas berdasarkan
pesanan pelanggannya. Pesanan dapat datang melalui telepon, faks, email, atau surat. Setelah
dilakukan negosiasi dan konfirmasi kepada calon pembeli mengenai harga, gramatur, ukuran,
kuantitas, kualitas, pembayaran, dan waktu pengiriman produk, dan telah ditetapkan dalam
purchasing order (PO), PTKL akan melakukan produksi kertas sesuai pesanan tersebut.

27
Aktivitas produksi PTKL bersifat make-to-order. Artinya, produksi baru dimulai ketika
ada pesanan dari pelanggan. Produksi dilakukan dengan mengolah bahan-bahan baku yang
sudah distok dalam gudang. Stocking atau penyimpanan bahan-bahan baku dalam jumlah
tertentu selalu diterapkan oleh PTKL sebagai salah satu strategi persediaannya. Hal ini
dilakukan untuk menjaga daya respon PTKL dalam hal pemenuhan pesanan dari pelangganya.
Setelah produk dihasilkan kemudian dilakukan pengemasan dan selanjutnya pengiriman
produk ke konsumen. Untuk pengiriman, PTKL memanfaatkan jasa transportir karena
ketiadaan armada angkutan yang dimiliki sendiri oleh PTKL. Sistem pembayaran yang
ditetapkan oleh PTKL untuk saat ini biasanya pembeli membayarkan setidaknya 50 persen dari
harga di awal kesepakatan (sebelum proses produksi dimulai), dan 50 persen sisisanya setelah
produk pesanan diterima oleh pelanggan.

c. Konverter (Perusahaan Konversi Kertas)


Konverter juga merupakan pihak yang dilibatkan sebagai anggota rantai pasokan kertas
PTKL. Konverter disini bukan saja perusahaan yang hanya mengkonversi kertas ukuran besar
menjadi kertas ukuran kecil yang dapat dikonsumsi langsung oleh konsumen akhir, akan tetapi
termasuk juga perusahaan kertas lain yang dengan alasan tertentu melakukan outsourcing
produksi kertas kepada PTKL. Banyak perusahaan kertas yang juga memiliki pabrik
konverting di dalamnya. Perusahaan semacam ini biasanya menciptakan merek tertentu dan
produknya dikenal di konsumen tingkat akhir.
Saat penelitian dilakukan, sekitar 80 persen produk kertas PTKL dibeli oleh pelanggan
jenis konverter, yaitu PT Tjiwi Kimia. Perusahaan tersebut – sekalipun mampu memproduksi
kertas dengan mesin (pabrik) sendiri – membeli produk kertas PTKL, terutama kertas HVS
gramatur rendah.

d. Distributor atau Pedagang Besar


Distributor atau pedagang besar memainkan peran yang signifikan dalam rantai pasokan
kertas. Jika perusahaan manufaktur memproduksi kertas dengan make-to-order, maka
distributor atau pedagang besar cenderung menerapkan make-to-stock. Artinya, produk kertas
yang ada di distributor atau pedagang besar sengaja disiapkan untuk mengantisipasi ragam
pesanan dari para pelanggannya. Dengan demikian, pembacaan kecenderungan permintaan
pasar harus mampu dilakukan pada tingkatan ini.
Distributor umumnya adalah agen-agen kertas yang mengumpulkan berbagai varian
produk kertas (baik dari satu atau lebih jenis kertas) dari beberapa perusahaan kertas. Di
tingkat ini, produk yang ditawarkan oleh distributor dapat berupa masih dalam ukuran besar
atau sudah dalam ukuran-ukuran kecil, bergantung dari target konsumennya.

e. Ritel dan Konsumen


Produk-produk kertas dalam bentuk gulungan atau lembaran kecil yang sudah siap
langsung dikonsumsi selanjutnya dipasarkan melalui toko-toko ritel, supermarket, atau pun
tempat-tempat penjualan lain. Dari ritel inilah konsumen akhir melakukan transaksi pembelian
untuk produk-produk kertas (tulis cetak, tisu, bungkus, dan lain-lain) yang dibutuhkan. Untuk
menarik konsumen, ritel terkadang melakukan aktivitas pemasangan display produk atau pun
menerapkan potongan harga untuk tingkat pembelian tertentu.

28
4.1.2 Entitas Rantai Pasokan
4.1.2.1 Produk
Secara umum, kertas dapat dibagi dalam lima jenis berdasarkan kegunaan akhirnya, yaitu
kertas tulis cetak, kertas koran, kertas bahan pengemas (kertas kantong semen, kertas corrugating
medium dan kraft liner, kertas bungkus, board), kertas tisu, dan kertas khusus (Departemen
Perindustrian 2009). Pada 2008 diperkirakan sebanyak 9.5 juta ton kertas diproduksi di Indonesia
(Tabel 10), dengan tingkat konsumsi pada sekitar 6 juta ton.

Tabel 10. Produksi dan konsumsi kertas di indonesia


(dalam juta ton)
Jenis Kertas Produksi Konsumsi
Kertas koran 0.6 0.4
Kertas tulis cetak 4.5 1.7
Kertas tisu 0.3 0.2
Kertas pengemas 4.0 3.7
Lainnya 0.2 0.0
Total 9.5 6.0
Sumber: Recovered Paper Market (2010)

Berdasarkan sasaran pasarnya, kertas dapat dibedakan menjadi produk antara dan produk hilir.
Contoh kertas sebagai produk antara yaitu Medium Liner dan Kraft Liner. Kedua jenis kertas ini
merupakan bahan baku untuk industri kemasan kotak karton gelombang. Selain itu, kertas yang masuk
golongan produk antara adalah jenis tisu dan tulis cetak dalam bentuk roll (gulungan) besar.
Selanjutnya, kertas sebagai produk hilir antara lain kertas tulis cetak ukuran A4, letter, folio, buku
tulis, tisu rumah tangga, dan sebagainya (Departemen Perindustrian 2009).

Tabel 11. Variasi jenis kertas produksi PT Kertas Leces


Kelompok Produk Ragam Gramatur (gsm)
Kertas industri Corrugating medium 70, 120, 125
Briefcard ND 120, 160, 180
Briefcard SW 120, 150, 150
Briefcard MG 150
Drawing paper 70, 120
Kertas tulis cetak Woodfree offset printing 45, 50, 55, 56, 58, 60, 70, 80
Copying paper 70, 80
Duplicating paper 69
Newsprint 48.8
Kertas tisu MG tissue 14, 16, 17, 18, 20, 30
Toilet tissue 15, 17, 21
Facial tissue 13.5, 14.5
Napkin tissue 17, 18, 22
Towel tissue 25, 45

PTKL merupakan perusahaan yang mampu menghasilkan berbagai jenis kertas. Produk kertas
PTKL mencakup hampir semua jenis kertas, yaitu kertas industri, kertas tulis cetak, kertas tisu, dan
kertas koran. Untuk setiap jenis kertas, PTKL dengan lima mesin kertas yang dimiliki dapat
memproduksi dalam berbagai gramatur (Tabel 11). Pada umumnya, produk kertas yang dihasilkan

29
oleh PTKL masih dalam bentuk gulungan dan lembaran besar. Kertas dalam ukuran besar inilah yang,
baik secara langsung ataupun tidak, menjadi pasokan bagi industri-industri hilir kertas yang
membutuhkan untuk diproses lebih lanjut sehingga dapat dimanfaatkan oleh konsumen tingkat akhir.
Produksi kertas di PTKL disesuaikan dengan permintaan pelanggan. Dengan kapasitas
produksi yang hanya 640 ton per hari, PTKL akan cenderung memproduksi pesanan ragam kertas
spesifik yang belum banyak diproduksi oleh pabrik-pabrik kertas lain. Misalnya untuk jenis kertas
tulis cetak, hampir semua produksinya diarahkan untuk memenuhi permintaan untuk gramatur rendah,
antara 45 sampai dengan 56 gsm. Produk jenis ini bahkan sebagian besar dipasok untuk PT Tjiwi
Kimia. Dengan langkah seperti ini, PTKL mampu bertahan di tengah persaingan pabrik-pabrik kertas
lainnya yang lebih efisien.
Sebagai bentuk perhatian yang serius terhadap mutu produk, PTKL menerapkan sistem
manajemen mutu dan berhasil memperoleh sertifikasi ISO 9001:2000 dari SISC. Selain itu, aspek
lingkungan juga mendapat porsi perhatian yang besar dari perusahaan. Hal ini terbukti dengan
manajemen lingkungan yang baik dan telah menperoleh sertifikasi ISO 14001.

4.1.2.2 Pasar
Permintaan kertas di Indonesia secara jumlah cukup besar. Dari 5.47 juta ton pada 2004,
permintaan terhadap kertas meningkat menjadi 6.0 juta ton atau naik rata-rata 3.13 persen per tahun.
Namun, jika dilihat dari pemakaian kertas per kapita (Tabel 12), Indonesia masih relatif rendah (26
kg/kapita/tahun), jauh tertinggal dari negara tetangga Malaysia (110.8 kg/kapita/tahun), terlebih dari
Jepang, Amerika Serikat, dan Finlandia. Hal ini mengindikasikan bahwa pasar untuk komoditas kertas
di Indonesia masih sangat berpeluang untuk terus berkembang.

Tabel 12. Konsumsi kertas per kapita di beberapa negara (dalam kg/kapita/tahun)
No. Negara Konsumsi No. Negara Konsumsi
1 Finlandia 368.6 10 Malaysia 110.8
2 Amerika Serikat 288.0 11 China 54.8
3 Jepang 145.5 12 Thailand 62.1
4 Kanada 206.0 13 Brazil 42.2
5 Italia 204.6 14 Indonesia 26.0
6 Taiwan 204.0 15 Mesir 20.0
7 Inggris 199.5 16 Filipina 17.4
8 Singapura 197.7 17 India 7.7
9 Prancis 182.9 18 Afganistan 0.2
Sumber: Departemen Perindustrian (2009)

Disamping itu, lebih dari sepertiga produk kertas yang diproduksi di Indonesia diserap oleh
pasar ekspor. Menurut Departemen Perindustrian (2009), pada periode 2004-2008 ekspor kertas
meningkat dari 2.58 juta ton menjadi 4.76 juta ton. Penyerapan terbesar yaitu pada jenis kertas tulis
cetak, dimana 60 persen dari produksi dalam negeri adalah untuk diekspor (Tabel 10)
Dalam kasus PTKL, jangkauan pasarnya meliputi dalam dan luar negeri. Pelanggan dalam
negeri menyerap sekitar 90 persen dari total produksi PTKL, dan hanya 10 persen saja yang diekspor.
Daftar pelanggan PTKL (tahun 2009) disajikan secara lengkap pada Tabel 13. Konsumen langsung
dari kertas produksi PTKL adalah konsumen lembaga (perusahaan kertas lain, konverter, distributor).
Hal ini dikarenakan produk yang dihasilkan masih berupa produk antara dalam bentuk gulungan dan
lembaran ukuran besar.

30
Tabel 13. Daftar pelanggan PT Kertas Leces
No. Pelanggan Dalam Negeri No. Pelanggan Luar Negeri
1 PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia 1 Advance Agro
2 PT Gaya Sastra Indah 2 Tips I
3 PD Abadi Jaya 3 Lokomotif Eka Sakti
4 PT Bintang Niaga I. 4 Kian Hwa Agency
5 PT Sinar Lancar K. 5 ATA
6 PT Idebaru Inti 6 AGA
7 PT Rakhmat Abadi 7 Thong Guan
8 PT Mandira Prima P. 8 Seaman Paper
9 PT Graha Kerindo U. 9 Three System
10 PT Nusa S. Utama 10 Fidel
11 PT Purabarutama
12 PT Lebercon
13 PT Solo Murni
14 PT Universal Jaya K.
15 PT Surindo Teguh G.
16 PT Kimberly
17 PT Megah Sembada
18 PT Artha Teguh P.
19 CV Putra Tunggal
20 PT Grafitecindo Megah U.
21 PT Duta Paper
22 PT Printec Perkasa
23 PT Grafitecindo Ciptaprima
24 Koperasi Karyawan
Sumber: Dokumen Laporan PTKL (2009)

4.1.2.3 Persaingan dan Keunggulan Kompetitif


Pada 2007, terdapat 81 perusahaan kertas, dimana 10 perusahaan merupakan perusaahaan
terintegrasi (pabrik menghasilkan pulp dan kertas), dengan kapasitas terpasang mencapai 11 juta ton
per tahun (APKI 2007 dalam Putra 2009). Tahun 2010, jumlah tersebut meningkat menjadi 85
perusahaan dengan kapasitas 13 juta ton/tahun. Dengan kapasitas demikian, Indonesia menempati
peringkat sebelas dunia untuk industri kertas dan peringkat sembilan dunia untuk industri pulp (Balai
Besar Pulp dan Kertas 2010).
Industri pulp dan kertas memiliki struktur pasar oligopoli ketat, dimana empat perusahaan
terbesar mempunyai pangsa pasar lebih dari 60 persen. Struktur pasar industri pulp dan kertas yang
bersifat oligopoli ketat mengimplikasikan bahwa terdapat beberapa perusahaan yang mendominasi
pasar. Dominasi beberapa perusahaan ini menyebabkan perusahaan lain tidak bisa menentukan harga
kecuali dengan mengikuti tingkat harga yang ditetapkan oleh perusahaan dominan tersebut. Pada
2006, pangsa pasar terbesar berdasarkan kapasitas terpasang dalam industri pulp dan kertas adalah PT
Indah Kita Pulp & Paper. Perusahaan ini menyerap pangsa pasar sebesar 30.71 persen untuk pulp dan
20.56 persen untuk kertas, kemudian diikuti oleh Pindo Deli Pulp & Paper dengan 13.94 persen, dan
PT Tjiwi Kimia 10.79 persen di urutan ketiga (APKI 2007 dalam Putra 2009). Pangsa pasar beberapa
perusahaan disajikan pada Tabel 14.

31
Tabel 14. Pangsa pasar beberapa perusahaan berdasarkan kapasitas terpasang
tahun 2006
Nama Perusahaan Pangsa Pulp (%) Pangsa Kertas (%)
Indah Kiat 30.71 20.56
Pindo Deli - 13.94
Tjiwi Kimia - 10.79
Fajar Surya Wisesa - 6.66
Riau Andalan 31.02 -
Kiani Kertas 8.14 -
Tanjungenim Lestari 6.97 -
Surabaya Agung - 4.64
Sumber: APKI (2007) dalam Putra (2009)

Dalam persaingan yang ketat dan terbuka, sebuah perusahaan – relatif dibandingkan dengan
para pesaingnya – perlu menetapkan serangkaian kebutuhan konsumen yang dibidik untuk dipenuhi
dengan produk atau jasa hasil produksinya. Ini disebut sebagai strategi kompetitif perusahaan. Strategi
kompetitif ditetapkan berdasarkan pada bagaimana konsumen memprioritaskan antara harga, waktu
pengiriman, variasi, dan kualitas dari produk yang diinginkannya. Strategi kompetitif ini
membutuhkan pelaksanaan peran dan strategi yang baik dari semua fungsi rantai nilai (value chain)
perusahaan; pengembangan produk baru, pemasaran dan penjualan, operasi, distribusi, serta palayanan
(Chopra dan Meindl 2001).
Sehubungan dengan hal di atas, PTKL bertujuan untuk memproduksi pulp dan berbagai jenis
kertas yang bermutu dengan harga yang kompetitif baik di pasar domestik maupun pasar
internasional. Dari pernyataan tujuan ini ada tiga aspek yang menjadi titik tekan dalam penetapan
strategi kompetitif perusahaan, yaitu variasi, mutu/kualitas, dan harga produk. Adanya lima mesin
kertas yang mampu menghasilkan berbagai jenis kertas (misalnya tulis cetak, industri, dan tisu) adalah
bukti dari keinginan perusahaan untuk menghasilkan variasi produk yang tinggi. Pada sisi lain,
kepercayaan pabrik kertas lain (seperti Tjiwi Kimia), pemerintah, dan konsumen luar negeri menjadi
bukti lain bahwa PTKL menyediakan produk kertas berkualitas tinggi. Hal ini tentu sangat
dipengaruhi oleh pengalaman PTKL sendiri yang sudah bergerak dalam industri kertas sekian lama,
serta didukung dengan sertifikasi ISO 9001 yang telah berhasil diperoleh.
Pada sisi lain, dalam hal harga PTKL nampaknya belum bisa cukup kompetitif karena
kapasitas produksi yang tidak besar (640 ton/hari) serta dibutuhkannya setup mesin berkali-kali
sebagai konsekuensi dari variasi produk. Pada kondisi demikian, PTKL tidak bisa mencapai skala
ekonomis sebesar pabrik-pabrik kertas lain dengan kapasitas yang lebih besar dan perubahan setup
mesin yang rendah. Namun demikian, aspek biaya ini selalu menjadi perhatian perusahaan agar bisa
seefisien mungkin (sehingga tingkat harga bisa kompetitif) dan, dengan demikian, mendapat lebih
banyak pelanggan. Adapun pangsa pasar PTKL per produk kertas berdasarkan kapasitas produksi
dapat dilihat pada Lampiran 1.

4.2 Proses Bisnis Rantai Pasokan Kertas


Rantai pasokan merupakan rangkaian proses serta aliran yang terjadi didalam dan diantara
tingkat-tingkat berbeda yang bekerjasama untuk memenuhi kebutuhan konsumen akan suatu produk.
Proses-proses dalam rantai pasokan tersebut , menurut Chopra dan Meindl (2001), dapat ditinjau dari
dua sudut pandang, yaitu:

32
1. Tinjauan siklus (cycle view): proses-proses dalam rantai pasokan dibagi ke dalam serangkaian
siklus, dimana setiap siklus terjadi ketika dua tingkat (pihak) rantai pasokan bertemu.
2. Tinjauan dorong/tarik (push/pull view): proses-proses dalam rantai pasokan dibagi kedalam dua
katagori bergantung pada apakah proses tersebut dilaksanakan sebagai respon terhadap atau
sebagai antisipasi dari pesanan konsumen. Proses tarik diawali karena adanya pesanan
konsumen, sedangkan proses dorong dilaksanakan sebagai antisipasi pesanan konsumen.

4.2.1 Tinjauan Siklus


Dalam rantai pasokan PTKL, secara sederhana, terdapat tiga tingkat yang dilibatkan,
sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar 10. Penulis membatasi tinjauan siklus dalam rantai pasokan
kertas PTKL pada tiga tingkatan saja, yaitu konsumen, perusahaan manufaktur, dan pemasok.
Konsumen yang dimaksud dalam konteks ini bukanlah konsumen akhir, melainkan konsumen
lembaga dari PTKL, baik konverter maupun distributor.. Hal ini dikarenakan keterbatasan pencarian
informasi dan investigasi lapangan yang dilakukan oleh penulis tentang proses yang terjadi pada
tingkatan yang lebih atas.

Konsumen
SiklusPesanan Konsumen
& Siklus Pabrikasi
Perusahaan Manufaktur (PTKL)

Siklus Pengadaan
Pemasok

Gambar 10. Siklus proses rantai pasokan PT Kertas Leces

Siklus Pesanan Konsumen dan Siklus Pabrikasi


Kedua siklus ini berlangsung hampir bersamaan. Kedua siklus tersebut terjadi ketika PTKL
bertemu dengan rekanan pelanggan organisasionalnya. Semua proses mulai dari tahap pemasaran
produk oleh perusahaan, pemesanan oleh pelanggan, sampai akhirnya kebutuhan tersebut dipenuhi
dan diterima tercakup dalam siklus ini. Dalam rantai pasokan kertas PTKL, proses-proses yang terjadi
dalam siklus pesanan konsumen dan siklus pabrikasi, meliputi:
 PTKL memasarkan produknya
 Pembeli menentukan kertas yang akan dibeli
 PTKL menerima pesanan kertas dari pembeli dan menjadwalkan produksinya
 PTKL memasok pesanan tersebut dengan menjalankan proses produksi dan mengirim hasil
produksi kepada pembeli
 Pembeli menerima pesanan yang telah dipenuhi oleh PTKL
Tahapan-tahapan kegiatan ini terus berulang sebagai sebuah siklus. Dalam menjalankan fungsi
pemenuhan kebutuhan atau pesanan konsumennya, PTKL melakukan penjawalan jangka pendek
untuk pesanan kertas yang masuk. Proses produksi yang dilakukan oleh PTKL bukan dalam rangka
menyediakan stok produk yang cukup dan siap untuk langsung dikirim ketika pesanan datang dari
para pelanggannya.

Siklus Pengadaan
Siklus pengadaan berlangsung ketika terjadi interaksi antara produsen dengan pemasok.
Kegiatan dalam siklus ini meliputi semua proses yang dilakukan untuk memastikan ketersediaan
bahan baku sehingga proses produksi bisa berjalan dengan lancar sesuai dengan jadwal yang telah

33
ditetapkan. Untuk menjamin hal tersebut, produsen (PTKL) memesan bahan-bahan kebutuhan
produksinya kepada para pemasok untuk menjaga tingkat keamanan (kecukupan) persediaan di
gudang penyimpanan atau logistik.
Siklus pengadaan dalam rantai pasokan kertas PTKL terdiri atas tahapan-tahapan subproses
sebagai berikut.
 Pembeli (PTKL) memesan bahan kebutuhan produksi berdasarkan perhitungan perkiraan yang
sudah dilakukan (ditandai dengan pengiriman purchasing order)
 Pemasok menerima pesanan tersebut dan merencanakan pemenuhannya.
 Pemasok melakukan produksi dan pengiriman barang yang dipesan
 Pembeli menerima barang yang dipesan dan melakukan pembayaran
Pada siklus pengadaan ini, PTKL berfokus pada ketersediaan barang dan berusaha untuk
mencapai skala ekonomis dalam pemesanan barang kebutuhannya. PTKL melakukan pengelolaan
barang-barang logistik sehingga dimungkinkan untuk memperkirakan kebutuhannya dan
memperhitungkan tingkat pesan ekonomis. Dalam upaya mendapatkan pasokan bahan kebutuhan
produksi yang baik, PTKL menjalin kerjasama dengan banyak pemasok agar preferensi dari segi
kualitas maupun harga bisa tersedia.

4.2.2 Tinjauan Dorong/Tarik


Selanjutnya, tinjauan dorong/tarik pada proses-proses rantai pasokan PTKL ditunjukkan oleh
Gambar 11. Perbedaan proses dorong dengan proses tarik adalah pada keputusan kapan eksekusi
proses tersebut dilakukan; apakah sifatnya reaktif atau spekulatif terhadap pesanan yang masuk.
Chopra dan Meindle (2001) menyebutkan bahwa proses dorong (push) berlangsung pada kondisi yang
tidak pasti karena permintaan konsumen belum diketahui, sedangkan proses tarik beroperasi pada
lingkungan atau kondisi dimana permintaan konsumen sudah diketahui.

Konsumen
Siklus Pesanan PROSES
Konsumen dan TARIK Siklus pesanan konsumen dan
Pabrikasi siklus pabrikasi
Kedatangan
Pesanan Perusahaan Manufaktur (PTKL)
Konsumen
Siklus Siklus pengadaan
Pengadaan PROSES
DORONG Pemasok

Gambar 11. Proses dorong/tarik pada rantai pasokan PT Kertas Leces

Pada Gambar 11, dari tiga siklus proses yang terjadi, dua diantaranya (siklus pesanan
konsumen dan siklus pabrikasi) bersifat tarik, yaitu dieksekusi setelah order dari konsumen datang,
dan satu proses lainnya (proses pengadaan) dilaksanakan sebagai antisipasi dari pesanan yang akan
masuk (proses dorong). PTKL mengeksekusi semua proses pada siklus pesanan konsumen setelah
pelanggan datang dan melakukan pesanan. Oleh karena itu, semua bagian proses dari siklus ini
merupakan proses tarik. Demikian pula yang terjadi pada siklus pabrikasi (manufacturing cycle),
PTKL baru menjalankan proses produksi setelah ada pesanan yang masuk. Operasi produksi setiap
kalinya tergantung pada pesanan dari konsumen tersebut. Namun sebaliknya, permintaan pasokan
dipenuhi dari bahan-bahan persediaan pemasok yang dipersiapkan untuk mengantisipasi kedatangan
pesanan. Oleh karena itu, semua proses dalam siklus pengadaan tergolong proses dorong.

34
4.3 Manajemen Rantai Pasokan Kertas
Strategi manajemen rantai pasokan PTKL dan kesesuaiannya dengan strategi kompetitif akan
dibahas lebih jauh pada subbab-subbab selanjutnya. Strategi rantai pasokan dalam pembahasan ini
difokuskan pada pengelolaan permintaan dan pasokan untuk strategi operasi, pengelolaan persediaan
untuk strategi logistik, dan outsorcing untuk strategi pemasok.

4.3.1 Perencanaan Permintaan dan Pasokan


Perkiraan permintaan dilakukan setiap tahun dengan mempertimbangkan kecenderungan pada
periode sebelumnya dan disesuaikan dengan evaluasi perkembangan pasar dan harga serta kesiapan
internal. Hasilnya kemudian ditetapkan sebagai target penjualan perusahan yang disajikan dalam
RKAP (Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan). Persiapan penyusunan target tersebut dimulai
sejak pertengahan tahun sebelum akhirnya ditetapkan pada awal tahun berikutnya. RKAP juga
sebenarnya mencakup perencanaan suplai (pasokan) perusahaan secara keseluruhan terhadap target
penjualan yang sudah ditetapkan tersebut, seperti perkiraan kebutuhan bahan baku, tenaga kerja, jam
kerja efektif, dan sebagainya.
Dalam implementasinya, rencana-rencana tersebut sangat mungkin terkoreksi sebab kondisi-
kondisi riil yang terjadi di lapangan. Sifat produksi yang dimulai sebagai respon terhadap permintaan
konsumen menjadi salah satu faktor yang tidak bisa secara tepat diprediksi setiap saat. Selain itu,
performa mesin-mesin produksi bisa saja terkendala sehingga mengganggu pencapaian target
penjualan.
Perkiraan permintaan (demand forecast) menjadi dasar bagi semua perencanaan dalam rantai
pasokan. Semua proses push pada rantai pasokan dilakukan sebagai antisipasi permintaan konsumen,
sedangkan proses pull dilaksanakan sebagai respon terhadap permintaan konsumen. Untuk proses
dorong (push), seorang manajer harus merencanakan tingkat aktivitas, menjadikannya produksi,
transportasi, atau aktivitas terencana lainnya. Sedangkan untuk proses tarik (pull), seorang manajer
harus merencanakan tingkat kemampuan kapasitas dan persediaan namun bukan dalam jumlah aktual
yang akan dilaksanakan. Untuk kedua contoh tersebut, langkah yang pertama kali harus diambil
adalah memperkirakan permintaan konsumen (Chopra and Meindl, 2001).
Menurut Chopra dan Meindl (2001), permintaan harus dibedakan dengan penjualan.
Permintaan yang sebenarnya diperoleh dengan memperhitungkan pula permintaan yang tidak dapat
dipernuhi akibat stockout, perilaku pesaing, penetapan harga dan promosi. Kegagalan dalam
memperhitungkan faktor-faktor ini hanya akan menghasilkan forecast yang tidak representatif akan
realitas yg terjadi.
Sebagai sebuah perusahaan yang sudah cukup lama berpengalaman dalam industri kertas,
PTKL saat ini memiliki pelanggan yang mayoritas bersifat tetap. Keadaan ini seharusnya
memudahkan PTKL dalam melakukan perencanaan dan pengelolaan permintaan dari para rekanan
pelanggannya karena salah satu ketidakpastian bisa diminimalkan. Aktivitas promosi dan pemberian
potongan harga, dengan demikian, tidak banyak lagi dilakukan.
Dalam pengelolaan data historis, jumlah pesanan kertas pada PTKL ternyata tidak bisa secara
cepat diperoleh untuk setiap periode bulan tertentu. Padahal, dari data pesanan yang masuk (baik yang
dapat dipenuhi atau tidak), jumlah permintaan bisa lebih didekati. Akses yang cepat untuk
mengkuantifikasi jumlah pesanan pada setiap periode akan membantu proses forecasting lebih tepat
dan cermat.
Dari data target penjualan dan realisasinya selama tahun 2007, dapat diperhatikan bahwa
sebenarnya penetapan angka-angka dalam RKAP tidak fluktuatif (Tabel 15). Target penjualan
dicanangkan pada rata-rata 12397 ton per bulannya (dengan realisasi 85%). Angka ini mendekati

35
tingkat kapasitas normal perusahaan sebesar 13 ribu ton per bulan. Penetapan seperti ini tentu saja
karena sangat dipengaruhi oleh konsumen PTKL yang mayoritas bersifat pelanggan tetap.

Tabel 15. Data penjualan kertas PTKL dibandingkan dengan


target RKAP tahun 2007
Bulan Penjualan (Ton) RKAP (Ton)
Januari 10939 12397
Februari 11399 11779
Maret 10909 12571
April 6047 12291
Mei 8185 12533
Juni 10216 12350
Juli 11539 12538
Agustus 10249 12533
September 11703 12344
Oktober 10219 12487
November 12914 12309
Desember 12308 12629
Rataan 10552 12397

Untuk menjaga kualitas produk dan kepercayaan pelanggan, PTKL membuat kuesioner
kepuasaan yang diisi oleh para pelanggannya. Tindakan ini memang diharapkan dapat menjadi salah
satu sumber informasi tentang perbaikan yang dapat diusahakan secara terus menerus oleh
perusahaan. Dengan tingkat kualitas produk yang tinggi seharusnya PTKL terus berusaha untuk
menambah rekanan pelanggannya. Misi mengembangkan kapasitas dan pasar untuk waktu yang akan
datang ini memerlukan analisis penduhuluan tentang pangsa pasar, permintaan pasar potensial, dan
perilaku pesaing. Dengan demikian, PTKL dapat melakukan repositioning dalam industri kertas agar
dapat lebih berkelanjntan. Reaktivasi promosi dan melihat kembali pengaruh „permainan‟ harga
terhadap permintaan pasar dapat menjadi salah satu usaha yang bisa dilakukan untuk memulai analisis
pasar dan permintaan konsumen.
Proses-proses dalam siklus pabrikasi (manufacturing cycle) termasuk dalam proses tarik.
Artinya, adanya permintaan atau pesanan dari konsumen dibutuhkan untuk menginisiasi proses
produksi. Dengan demikian, strategi operasi yang diterapkan adalah make-to-order. Perencanaan
permintaan dan pasokan memang dilakukan oleh perusahaan dengan menerjemahkannya dalam
RKAP, namun dalam keputusan operasinya produksi dilaksanakan atas dasar pesanan pelanggan.
Perusahaan setidaknya melakukan tiga tingkat perencanaan: RKAP (tahunan), rakor (bulanan), dan
jadwal produksi (mingguan/harian). Dalam RKAP, rencana dan kebutuhan produksi dihitung
berdasarkan perkiraan permintaan awal (target penjualan). Rencana ini dalam perjalanannya direview
setiap bulan untuk disesuaikan dengan perkembangan penjualan, produksi, kebutuhan bahan baku, dan
keuangan. Selanjutnya jadwal produksi untuk periode waktu tertentu disusun atas permintaan atau
pesanan konsumen yang sudah masuk.
Proses-proses pabrikasi yang bersifat tarik ini sepintas agak kontradiktif dengan informasi
bahwa mayoritas pelanggan PTKL bersifat tetap. Akan tetapi, jika disesuaikan dengan aspek strategi
kompetitif yang diambil, keputusan mendasarkan produksi pada order konsumen adalah tepat. Variasi
produk, seperti yang telah dibahas sebelumnya, menjadi salah satu fokus perhatian perusahaan dalam
memenuhi permintaan konsumennya. Variasi produk, dalam konteks industri kertas, bisa berarti

36
keberagaman dalam jenis kertas, gramatur, ukuran, dan sebagainya. Jadi, walaupun jumlah aggregat
permintaan kertas dapat diperkirakan dengan baik, ketidakpastian dalam ragam kertas yang akan
dipesan menjadi salah satu kendala mengapa proses pabrikasi tarik yang diterapkan.

4.3.2 Perencanaan dan Pengelolaan Persediaan


Bagi banyak perusahaan barang-barang persediaan (inventory) adalah aset diam (current asset)
yang paling besar. Masalah persediaan dapat benar-benar menyebabkan kegagalan bisnis. Bila sebuah
perusahaan tidak benar-benar memperhatikan aliran keluar barang yang dimiliki, akibat yang buruk
akan menimpanya. Kehabisan sediaan (stockout), pada titik yang ekstrim, dapat menyebabkan sebuah
perusahaan berhenti berproduksi. Sebaliknya, jika perusahaan tersebut mempunyai persediaan yang
berlebih, maka pertambahan biaya penyimpanan (carrying cost) bisa sebanding dengan selisih antara
keuntungan dengan kerugian. Oleh karena itu, manajemen persedian yang baik akan memberikan
sumbangsih besar pada keuntungan yang diperoleh perusahaan (Levin, Kirkpatrick, dan Rubin, 1982).
Peranan penting persediaan dalam rantai pasokan adalah meningkatkan jumlah permintaan
yang bisa dipenuhi dengan memiliki produk yang siap dan tersedia ketika konsumen
menginginkannya. Selain itu, persediaan juga berperan dalam mengurangi biaya dengan
mengembangkan skala ekonomis yang mungkin dapat dicapai selama produksi dan distribusi.
Persediaan dalam rantai pasokan tersebut dapat berupa bahan baku, bahan antara, dan barang jadi
(Chopra dan Meindl, 2001).
Menurut Chopra dan Meindl (2001), persediaan memainkan peran yang penting dalam
kemampuan suatu rantai pasokan dengan mendukung strategi kompetitif perusahaan. Jika strategi
kompetitif perusahaan mensyaratkan tingkat daya respon yang tinggi, maka hal ini dapat dicapai
dengan menempatkan persediaan dalam jumlah besar sedekat mungkin dengan konsumen. Begitu pun
sebaliknya, sebuah perusahaan dapat memanfaatkan persediaan untuk menjadi lebih efisien dengan
menguranginya dalam penyimpanan yang terpusat. Pertaruhan inilah (daya respon dan efisiensi) yang
harus dicermati dalam pengendalian persediaan.
Dalam sub pembahasan ini, persediaan yang dimaksud lebih menunjuk pada persediaan bahan
baku, bukan pada persediaan produk jadi. Hal ini dikarenakan penyimpanan untuk produk jadi tidak
dimaksudkan untuk mengantisipasi permintaan konsumen, akan tetapi hanya untuk menyediakan
tempat sementara bagi produk-produk tersebut sebelum disalurkan kepada pemesan. Sedangkan
penyediaan bahan-bahan baku dimaksudkan untuk menyiapkan kebutuhan produksi kertas bila
sewaktu-waktu akan dimulai. Oleh karena itu, trade-off antara kemampuan menjaga keberlangsungan
produksi (daya respon) dan usaha meminimumkan sediaan untuk mencapai efisiensi akan terjadi
dalam pengelolaan persediaan bahan baku ini. Terdapat dua keputusan dasar terkait dengan
persediaan, yaitu:
1. berapa banyak barang yang akan dipesan ketika persediaan barang tersebut perlu ditambah
kembali, dan
2. kapan harus menambah kembali persediaan barang tersebut.

Dalam pengelolaan persediaan oleh PTKL, pengawasan ketersediaan barang selalu dilakukan
dengan mengontrol jumlah barang masuk dan keluar, waktu tunggu selama proses pengadaan. Setiap
kontrol barang dalam gudang ini selalu disinkronisasikan dengan informasi sediaan pengaman,
maksimum sediaan, tingkat pesan ulang, dan kuantitas pesan ekonomis dari barang tersebut. Dengan
demikian dapat dievaluasi dan diketahui kemungkinan perubahan waktu tunggu dan implikasinya
terhadap tingkat pesan ulang (reorder level) serta jumlah/kuantitas pesan ekonomis.

37
4.3.3 Keputusan Pengadaan (Sourcing)
Istilah pembelian (purchasing atau procurement) menunjuk pada suatu proses dimana
perusahaan mendapatkan bahan baku, komponen, produk, jasa, atau sumberdaya lainnya dari pemasok
untuk menjalankan kegiatan operasinya. Sedangkan pengadaan (sourcing) adalah seluruh rangkaian
proses bisnis yang diperlukan untuk membeli barang atau jasa. Untuk banyak fungsi dalam rantai
pasokan, keputusan paling penting adalah apakah akan menyerahkan fungsi tersebut kepada pihak lain
atau menjalankannya sendiri. Outsourcing menyebabkan pelaksanaan fungsi dalam rantai pasokan
dilakukan oleh pihak ketiga (Chopra dan Meindl 2001).
Dalam rantai pasokan kertas PTKL, fungsi pengadaan bahan baku dan alat transportasi
pengiriman barang diserahkan kepada pihak lain. Perusahaan (PTKL) menggunakan istilah rekanan
pemasok dan rekanan transportir untuk menyebut pihak-pihak ketiga yang bekerjasama dengannya
tersebut. PTKL memiliki banyak rekanan (baik pemasok maupun transportir) yang dapat dipilih untuk
menjalankan fungsi pengadaan tertentu. Dalam proses pengadaan, PTKL menerapkan tendering
kepada para rekanan calon pemasoknya.
Outsourcing merupakan suatu isu penting yang dihadapi oleh perusahaan dengan berbagai
macam kecenderungan dalam menyikapinya. Menurut Chopra dan Meindl (2001), keputusan
outsourcing dalam aktivitas rantai pasokan sangat terkait dengan dua hal berikut.
1. Apakah pihak ketiga akan meningkatkan surplus rantai pasokan dibandingkan dengan
menjalankan aktivitas tersebut sendiri?
2. Sampai sejauh apa risiko yang ditimbulkan oleh outsourcing?

4.3.3.1 Outsourcing
Pemilihan strategi outsource dalam pengadaan bahan baku oleh PTKL sangat didukung oleh
ketiadaan HTI (Hutan Tanaman Industri) yang dikelola sendiri ataupun sumber bagasse (ampas tebu)
yang dimiliki sendiri sebagai sumber bahan baku. Beberapa keuntungan yang bisa diperoleh oleh
PTKL dengan outsourcing ini antara lain karena faktor-faktor berikut ini.
a. Aggregasi kapasitas. Rekanan pemasok dan transportir dapat meningkatkan surplus rantai
pasokan kertas PTKL dengan aggregasi permintaan dari berbagai perusahaan sehingga bisa
mencapai skala ekonomis tertentu yang tidak akan didapatkan jika saja suatu perusahaan
melakukannya sendiri.
b. Aggregasi persediaan. Dengan menggabungkan persediaan dari berbagai konsumennya, pihak
ketiga (pemasok) dapat meningkatkan surplus rantai pasokan. Dengan aggregasi ini mereka
dapat menurunkan ketidakpastian secara signifikan dan meningkatkan skala ekonomis dalam
pengadaan dan transportasi.
c. Aggregasi transportasi dengan perantara transportasi. Para transportir dapat mencapai skala
ekonomis yang lebih tinggi karena mereka menangani banyak permintaan jasa pengiriman dari
berbagai perusahaan.
d. Harga lebih rendah dan kualitas lebih tinggi. Pihak ketiga (pemasok dan transportir)
memiliki spesialisasi dan pengalaman dalam melaksanakan fungsinya. Hal ini sangat
memungkinkan mereka meminimumkan biaya operasinya dan, dengan demikian, menawarkan
harga yang lebih rendah dibandingkan dengan jika perusahaan menjalankannya sendiri.
Kualitas yang lebih baik, misalnya, bisa diharapkan dari industri pulp yang sudah sustainable
dalam waktu lama. Transportir yang berpengalaman juga dapat menentukan jalur yang paling
ekonomis dan minim resiko dalam pengantaran produk.

38
Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan surplus dengan keterlibatan pihak ketiga yaitu
skala, ketidakpastian (uncertainty), dan spesifisitas aset. Skala PTKL yang tidak besar dan
kemampuan pemasok yang jauh lebih besar sangat memungkinkan peningkatan surplus dalam rantai
pasokan. Dengan skala lebih besar yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan pulp, skala ekonomis
yang lebih besar dapat dicapai. Demikian juga dengan angkutan transportasi.
Faktor kedua yaitu ketidakpastian kebutuhan perusahaan. Jika kebutuhan yang relatif lebih bisa
diprediksi, peningkatan surplus rantai pasokan akan lebih terbatas. PTKL memiliki banyak pelanggan
tetap, permintaan dengan demikian dapat diasumsikan lebih stabil. Hubungan yang positif antara
permintaan dengan kebutuhan bahan baku berarti pula ketidakpastian yang seharusnya relatif rendah.
Oleh karena itu, dari segi satu faktor ini, keputusan outsource tidak tepat. Akan tetapi, sebagaimana
disebutkan sebelumnya, skala produksi yang tidak besar dan ketiadaan kepemilikan HTI menjadi
faktor yang sangat dominan mengapa strategi outsource ini dipilih.
Faktor terakhir adalah spesifisitas aset. Aset pihak ketiga yang terlampau spesifik
menyebabkan pada fleksibilitas yang rendah, dan karenanya peningkatan surplus dari aggregasi
berbagai konsumen tidak bisa dicapai. Hubungan PTKL dengan banyak rekanan secara tidak langsung
meningkatkan fleksibilitas pemasok karena reabilitasnya dalam pengadaan tertentu bisa dipilih
sebelum ditentukan. Transportir PTKL juga mempunyai berbagai jenis armada angkutan sehingga
dalam setiap seleksi bisa ditentukan siapa transportir yang cocok. Dengan demikian, secara umum dari
ketiga faktor di atas, outsourcing merupakan strategi yang tepat diterapkan oleh PTKL.
Selain poin-poin kelebihan di atas, keputusan outsourcing juga menimbulkan beberapa resiko.
Dalam konteks ini resiko-resiko yang dapat timbul antara lain sebagai berikut.
a. Kerusakan proses. Kehilangan kontrol terhadap pihak ketiga yang diajak berkerjasama bisa
menjadi masalah dalam keputusan outsource ini. Untuk menanggulangi resiko ini, dalam
Chopra dan Meindl (2004), perusahaan harus melakukan kontrol yang baik terhadap proses
tersebut, kemudian melakukan analisis biaya-manfaat, dan pada akhirnya melaksanakan
outsourcing. PTKL sudah cukup baik dalam memelihara proses pengadaan barang dan
pengantaran produk agar tidak „rusak‟.
b. Meremehkan biaya koordinasi. Penyerahan fungsi tertentu kepada pihak lain mensyaratkan
koordinasi yang baik agar proses di dalamnya berjalan lancar. Biaya-biaya koordinasi ini
sering kali tidak diperhitungkan dengan cermat oleh perusahaan. Oleh karena itu, kontrol yang
efektif dan efisien harus diusahakan oleh perusahaan yang menerapkan outsorcing.
c. Reduksi kontak dengan konsumen. Pengalihan fungsi pengantaran produk kepada transportir
dapat menyebabkan masalah kehilangan kontak konsumen. Pelibatan perantara berarti
memasukkan pihak baru dalam koordinasi. Konsumen dengan demikian –dalam penerimaan
produk – hanya berhubungan langsung dengan pihak ketiga, dan pihak inilah yang selanjutnya
menyampai-kan aliran balik kepada perusahaan.

4.3.3.2 Proses Outsourcing


Jika keputusan outsource dijalankan, maka proses-proses pengadaan akan meliputi seleksi
pemasok, desain kontrak pemasok, kolaborasi desain produk, pengadaan bahan atau jasa, dan evaluasi
kinerja pemasok (Chopra and Meindl, 2001). Proses pengadaan yang dijalankan oleh PTKL dalam
prosedur pengadaan barang atau jasa dapat dilihat pada Gambar 12.

Penilaian Pemasok
Dalam sistem pengadaan barang dan jasa, PTKL memiliki banyak calon pemasok yang sudah
masuk dalam daftar rekanan mampu (DRM). Setiap pemasok – untuk jenis pasokan yang sama –

39
memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai pemasok pemenang. Penilaian awal dilakukan
oleh pihak PTKL terhadap para calon pemasok yang antara lain meliputi aspek teknis (kesesuaian
spesifikasi dan kualitas), kemampuan pemasok, kinerja selama ini, aspek ekonomis (harga dan sistem
pembayaran), dan waktu tunggu. Penilaian ini untuk mereduksi jumlah calon pemasok yang banyak
dalam DRM menjadi hanya beberapa yang akan diajukan penawaran kepadanya. Secara berkala,
setiap semester pihak PTKL selalu melakukan evaluasi terhadap para pemasoknya atas kinerja
mereka. Inilah yang dijadikan informasi dasar pada tahap penilaian awal pemasok.

Permintaan pesanan
A

Perkiraan harga Pengadaan barang


oleh pemasok
Permintaan penawaran
harga kepada pemasok Barang datang

Harga dari pemasok Inspeksi barang

Negosiasi OK? Komplain

Pemilihan Pemasok Penanganan komplain


dan kesepakatan Pembayaran
oleh pemasok

Pengiriman PO Evaluasi dan Analisis

A
Gambar 12. Prosedur pengadaan barang/jasa PT Kertas Leces

Pemilihan Pemasok dan Negosiasi


Setelah dilakukan penilaian awal dan didapatkan beberapa calon pemasok saja, negosiasi
dilakukan terhadap mereka untuk menentukan pemasok pemenang. Sebelum melakukan negosiasi,
pihak PTKL memperkirakan harga kebutuhan pasokannya untuk dijadikan sebagai permintaan
penawaran kepada calon pemasok. Negosiasi selanjutnya dilakukan apabila calon pemasok sudah
menginformasikan harga penawarannya. Dari hasil negosiasi ini kemudian dipilih dan ditentukan
pemasok pemenang.

Kolaborasi Desain
Kolaborasi juga biasa dilakukan oleh PTKL dengan pemasoknya untuk mendesain barang yang
cukup spesifik. Pada pembangunan unit pabrik baru, misalnya, pihak PTKL perlu secara intensif
mengkomunikasikan keinginan desainnya dengn kontraktor yang dipilih sehingga hasil yang lebih
memuaskan dan sesuai harapan dapat dicapai. Kolaborasi desain juga sering dilakukan, misalnya,
pada pengangkutan dan pengiriman produk kepada pelanggan agar penyusunan produk dalam alat
angkut tidak mengalami kerusakan dan maksimal pengisiannya.

Pengadaan
Pengadaan merupakan proses dimana pemasok mengirim produknya sebagai respon pada
pesanan dari pelanggan. Menurut Chopra dan Meindl (2001), tujuan dari proses pengadaan ini adalah

40
membuat pesanan tersebut dilakukan dan dipenuhi tepat waktu pada tingkat biaya yang serendah
mungkin. Proses ini dimulai dengan pembuatan pesanan oleh pembeli dan diakhiri dengan penerimaan
barang dan pembayaran oleh pembeli tersebut.
Dalam aktivitas pengadaannya, PTKL mengirimkan purchasing order (PO) atau surat order
pembelian (SOP) kepada pemasok yang sudah dipilih dan dicapai kesepakatan pembelian dengannya.
Pada surat pembelian ini antara lain dicantumkan informasi tentang tanggal pemesanan, barang yang
dipesan, tanggal pengiriman, dan harga untuk barang yang dipesan. Perkembangan pemenuhan
pesanan ini akan terus dipantau oleh pihak PTKL, terutama tentang waktu pengiriman barang. Hal ini
memang sangat perlu diperhatikan karena akan sangat berpengaruh terhadap kelancaran produksi
perusahaan. Oleh karena itu, kemungkinan-kemungkinan tentang perubahan lead time (waktu tunggu),
dan pengaruhnya terhadap persediaan dapat terus diawasi. Performa pemasok pun dievaluasi
sepanjang proses pengadaan dan dengan demikian dapat digunakan sebagai pertimbangan dan
penilaian kembali jika perusahaan akan melakukan pembelian kembali.
Saat barang yang dipesan sudah dikirim dan sampai di pabrik, proses inspeksi dilakukan untuk
memastikan kesesuaian barang dengan spesifikasi yang sudah disebutkan dalam pesanan. Barang-
barang yang sudah dinyatakan diterima selanjutnya disimpan dalam gudang logistik. Penerimaan
barang ini kemudian ditindaklanjuti dengan pembayaran oleh bagian keuangan perusahaan.

Perencanaan dan Analisis Pengadaan


Pihak PTKL selalu melakukan evaluasi periodik terhadap kinerja para rekanan pemasok atau
pun transportirnya. Evaluasi tersebut antara lain mengukur kinerja pemasok dari segi responsivitas,
waktu tunggu, ketepatan waktu pengiriman, kualitas, dan kesesuaian pemenuhan. Informasi ini
dibutuhkan untuk mempermudah keputusan outsourcing, terutama terkait dengan tahap penilaian dan
pemilihan atau seleksi pemasok. Melalui hasil evaluasi tersebut, pihak perusahaan mendapatkan
gambaran awal tentang bagaimana proses pengadaan akan berlangsung. Para pemasok yang
mendapatkan skor baik dapat dijadikan calon yang lebih diunggulkan untuk mendapatkan tender
pemenuhan pasokan barang perusahaan. Pihak PTKL menindaklanjuti hal ini dengan mendisposisi
atau menunjuk satu atau beberapa pemasok saja untuk memasok kebutuhan perusahaan, dan jika
masih dimungkinkan menjalankan mekanisme reorder (pesan ulang). Reorder adalah istilah yang
dipakai oleh PTKL untuk menyebut pemesanan jenis barang yang sama pada tingkat harga yang sama
pula dengan pemesanan yang dilakukan sebelumnya.
Selain analisis yang berkaitan dengan kinerja pemasok, PTKL juga melakukan analisis
terhadap semua pengeluaran yang berhubungan dengan proses pengadaan atau pembelian pada semua
kategori dan berbagai pemasok. Dari analisis ini perusahaan dapat menentukan kuantitas pesanan
ekonomis (economic order quantity – EOQ), volume diskon, dan proyeksinya untuk volume
pembelian berikutnya.

Prinsip dasar sourcing yang baik adalah kerjasama antara pembeli dengan pemasok yang dapat
menarik lebih banyak peluang menghemat biaya daripada dua pihak yang bekerja sendiri-sendiri.
Kerjasama yang solid ini nampaknya hanya dapat dihasilkan ketika dua pihak tersebut mempunyai
hubungan jangka panjang dan tingkat kesalingpercayaan yang baik. Hubungan jangka panjang akan
mendorong pemasok untuk mengeluarkan usaha lebih besar pada permasalahan yang dihadapi oleh
pembeli tertentu. Hubungan jangka panjang ini juga dapat meningkatkan komunikasi dan koordinasi
antara kedua belah pihak. Kemampuan seperti ini sangatlah penting dalam proses pengadaan barang-
barang langsung (direct materials). Oleh karena itu, hubungan jangka panjang ini seharusnya
dibangun dengan para pemasok barang-barang startegis dan kritis (Chopra dan Meindl (2001).

41
Selama ini PTKL menerapkan strategi banyak pemasok dalam mengelola rantai pasokannya.
Langkah ini diambil oleh perusahaan antara lain agar mendapatkan harga sekompetitif mungkin dan
kualitas barang sebaik mungkin. Dua hal ini memang sangat dimungkinkan untuk dicapai dengan
menerapkan strategi banyak pemasok karena terdapat banyak alternatif yang bisa diperbandingkan.
dengan demikian, sifat dari hubungan dengan pemasok seperti ini hanya jangka pendek. Seperti yang
sudah disampaikan sebelumnya, pemilihan pemasok pemenang oleh PTKL biasanya didasarkan pada
hasil negosiasi dengan capaian terbaik dari berbagai calon pemasok (dalam berbagai aspek). Hal ini
dapat menimbulkan resiko underestimasi biaya koordinasi jika tidak benar-benar diperhatikan. Biaya
overhead mungkin sekali membengkak akibat banyaknya komunikasi yang harus dijalin dengan calon
pemasok atau pemasok terpilih.
Upaya untuk membangun hubungan jangka panjang dengan para pemasok kunci bisa menjadi
suatu strategi yang lebih menguntungkan bagi perusahaan dari pada strategi yang dijalankan saat ini.
Beberapa alasan yang mendukung hal ini adalah sebagai berikut.
a. Ketidakpastian permintaan yang relatif kecil. Sebagai perusahaan yang sudah lama sustainable
dalam industri kertas, PTKL memiliki para pelanggan yang cukup setia. Hal ini berarti
ketidakpastian dalam permintaan dapat diminimasi. Bila ketidakpastian permintaan relatiif
kecil dan kebutuhan bahan memiliki korelasi positif dengan permintaan tersebut, maka pesanan
kepada para pemasok juga hampir dapat diperhitungkan dengan pasti. Dengan demikian,
pemasok dapat mengurangi ketidakpastian permintaannya pula dari pembelinya (PTKL).
b. Kemudahan dalam mengelola persediaan. PTKL dituntut untuk selalu memiliki persediaan
bahan baku dan bahan penolong yang cukup pada tempat dan waktu yang tepat. Permintaan
dari pelanggan akan jenis kertas tertentu harus secara cepat direspon oleh perusahaan dengan
menjalankan produksi. Hubungan jangka panjang dengan pemasok membuat perencanaan
persediaan lebih tepat karena pengadaannya lebih terjamin. Waktu tunggu dan biaya overhead
karena banyaknya komunikasi dan negosiasi yang sebelumnya harus dijalin dengan banyak
pemasok bisa dikurangi secara signifikan. Waktu pengiriman juga dapat diperkirakan dengan
lebih tepat.

4.4 Sumberdaya Rantai Pasokan Kertas


4.4.1 Sumberdaya Fisik
Perkembangan industri pulp dan kertas yang masih menggantungkan sumber bahan bakunya
dari serat kayu mengimplikasikan kebutuhan lahan/hutan yang luas. Hal ini diperkuat dengan adanya
potensi pasar domestik kertas yang proyeksi masih akan terus berkembang dan pergeseran pasokan
utama pulp dan kertas dunia. Data tahun 2008 dari Departemen Kehutanan menyebutkan bahwa luas
areal hutan di Indonesia diperkirakan 133,369,684 ha, terdiri atas hutan lindung 31.6 juta ha, kawasan
pelestarian alam 20.1 juta ha, hutan produksi 36.6 juta ha, hutan produksi terbatas 22.5 juta ha, dan
hutan produksi yang dapat dikonversi 22.8 juta ha. Proyeksi pasokan kayu untuk industri pulp dan
kertas dari hutan tanaman industri (HTI) pada 2012 adalah 34.6 juta m3. Jumlah ini berencana terus
ditingkatkan hingga mencapai 44.2 juta m3 pada 2014 dan 65.1 juta m3 pada 2020 (Departemen
Perindustrian 2009).
Hal penting yang perlu diperhatikan dalam pengembangan HTI adalah aspek pengelolaan yang
harus memperhatikan kaidah kelestarian sehingga pemanfaatannya berkelanjutan. Dengan kata lain,
perlu benar-benar diterapkan sustainable forest management (SFM) pada sistem HTI. Selain itu,
masalah alokasi areal HTI, perizinan, dan aturan-aturan pengelolaannya perlu diatur sedemikian rupa
sehingga investasi pada sektor industri pulp dan kertas ini berjalan sesuai arah pengembangan yang
diharapkan.

42
Disamping bahan baku kayu dari HTI, penggunaan kertas bekas untuk produksi kertas
mempunyai proporsi yang juga signifikan. Dengan permintaan kertas dalam negeri yang agaknya
masih akan terus bertumbuh, pasokan kertas bekas domestik diperkirakan juga meningkat. Saat ini,
tidak sampai 60% dari 5 juta ton kertas bekas yang digunakan pabrik kertas Indonesia dipenuhi dari
pasokan dalam negeri. Tingkat pendaurulangan kertas pun masih stabil hanya dibawah 50% selama
lima tahun terakhir. Dengan perkiraan produksi kertas mencapai 13.7 juta ton pada 2020, maka
diharapkan pula terjadi kenaikan proporsi terhadap kertas bekas domestik menjadi 8.2 juta ton (pada
tingkat pendaurulangan kertas mencapai 61% (Recovered Paper Market, 2010).
Sehubungan dengan persoalan kertas bekas, belum ada target pendaurulangan dari pemerintah.
Selain itu, infrastruktur untuk pengumpulan sampah kertas yang masih kurang dan wilayah geografis
Indonesia yang berupa kepulauan menjadi hambatan tersendiri. Namun demikian, daur ulang serat
domestik umumnya masih lebih murah dibandingkan dengan yang impor. Pertimbangan komersial
inilah yang diharapkan mampu mendorong tingkat pendaurulangan kertas dalam negeri lebih tinggi
lagi di masa mendatang. Dalam rangka mencapai hal tersebut, salah satu upaya yang seharusnya
dilakukan adalah memfasilitasi pembentukan kelembagaan klaster-klaster pengumpul kertas bekas,
mulai dari pemulung, pengepul kecil hingga pengepul besar.
Dari segi infrastruktur, secara umum kondisinya di Indonesia masih buruk, terlebih di luar
pulau Jawa. Padahal pulau-pulau seperti Sumatera, Kalimantan, dan Papua diarahkan untuk
pengembangan industri pulp ke depan. Kurang memadainya fasilitas publik (jalan, listrik, pelabuhan)
seringkali mendorong pelaku industri di luar pulau jawa membangun kebutuhan infrastrukturnya
sendiri, sehingga investasi yang dibutuhkan bertambah besar. Perhatian dan peran lebih dari
pemerintah diperlukan untuk memperbaiki kendala infrastruktur semacam ini.
Tabel 16. Kapasitas, bahan baku, dan produk pada lima mesin kertas PT Kertas Leces
Mesin Kertas
Bahan Baku Produk Kertas
(Kapasitas)
 Kardus bekas (OCC)
I  Sludge dari ETP
 Medium liner
(30 ton/hari)  Afval campur
 Broke Mesin Kertas I
 Kardus bekas (OCC)
 Kertas tulis
II  SWL
 Kertas gambar
(70 ton/hari)  Afval putih
 Medium Liner
 Broke Mesin Kertas II
 Pulp serat panjang
III
 Pulp serat pendek  Kertas tulis cetak
(200 ton/hari)
 Broke Mesin Kertas III
 Pulp serat panjang
IV
 Pulp serat pendek  Berbagai jenis kertas tisu
(40 ton/hari)
 Broke Mesin Kertas IV
 Pulp serat panjang
V  Pulp serat pendek  Kertas tulis cetak
(300 ton/hari)  Deinked pulp  Kertas koran
 Broke Mesin Kertas IV
Keterangan:
OCC = Old Corrugated Carton Afval = kertas sisa
SWL = Sorted White Ledger Broke = kertas yang rusak selama proses produksi

43
Pada kasus PTKL, pasokan bahan baku tidak diperoleh dari pengusahaan HTI. Kebutuhan
seratnya dipenuhi dengan menjalin jaringan pasokan baik dari produsen pulp, pabrik gula, pengepul
kertas bekas lokal, maupun ekportir kertas bekas dari luar negeri. Kondisi ini memang sesuai dengan
kapasitas PTKL yang tidak besar, hanya 640 ton/hari atau sekitar 170 ribu ton/tahun. Dalam
menjalankan aktivitas produksi, PTKL dilengkapi dengan fasilitas sebagai berikut.
 Pabrik pulp kimia : 2 unit
 Pabrik deinking : 1 unit
 Pabrik chemical recovery : 2 unit
 Mesin kertas : 5 unit
 Pembangkit listrik tenaga uap : 1 unit
 Instalasi pengolah air limbah (IPAL) : 1 unit
 Pabrik chlor alkali : 1 unit
Pada Tabel 16 diterangkan kapasitas per unit mesin kertas, jenis bahan baku, dan jenis produk kertas
yang biasa dihasilkan.

4.4.2 Sumberdaya Teknologi


Departemen Perindustrian (2009) mengungkapkan bahwa pada aspek teknologi yang
digunakan oleh pabrik-pabrik kertas (termasuk pulp) di Indonesia, deviasinya sangat besar; sebagian
besar industri pulp dan kertas nasional adalah pabrik tua yang menggunakan teknologi lama dengan
kapasitas kecil, sebagian kecil lainnya merupakan pabrik-pabrik baru dengan kapasitas sangat besar
dan menggunakan teknologi modern setara dengan teknologi di negara maju. Selain itu, teknologi
masih sangat bergantung pada luar negeri, terutama dalam rekayasa permesinan, teknologi proses, dan
pengembangan produk baru.
Dalam menghadapi era ekolabeling, saat ini PTKL mengarahkan bisnisnya pada hal-hal
sebagai berikut.
a. Penggunaan bahan baku diarahkan pada sumber serat yang berasal jenis nonkayu (trutama
ampas tebu) dan kertas bekas.
b. Dari sisi teknologi proses, produksi pulp dengan proses soda, penyempurnaan dengan
penambahan oksigen delignifikasi, didukung chemical recovery plant, dan sistem alkali sizing
pada mesin kertas.
c. Dalam rangka pengendalian limbah, semua air buangan diolah di Unit Instalasi Pengolah Air
Limbah (IPAL) dan sebagian digunakan kembali, dan gas buangan recovery boiler dilalukan
pada penangkap debu (electrostatic presipitator).
d. Penjaminan stabilitas mutu produk.
Sebagai pabrik yang sudah dari 1940 beroperasi, mesin-mesin PTKL banyak yang sudah tua.
Walaupun telah mengalami pengembangan berkali-kali sejak mula dibangun, PTKL berupaya terus
untuk mengikuti perkembangan teknologi di dunia industri pulp dan kertas. Oleh karena itu,
kecermatan dalam transisi teknologi lama ke teknologi yang lebih baru menjadi hal yang niscaya.
Dalam rangka mendukung peningkatan riset dan pengembangan serta penerapan teknologi di
bidang industri pulp dan kertas, diperlukan integrasi yang baik antara industri, badan penelitian dan
pengembangan (Balai Besar Pulp dan Kertas, BPPT, LIPI), dan perguruan tinggi. Aspek yang perlu
ditingkatkan tersebut terutama terkait dengan efisiensi proses produksi, peningkatan mutu produk,
diversifikasi produk, pemanfaatan bahan baku alternatif potensial, penanganan masalah lingkungan,
pengembangan standar, dan semacamnya. Selain itu, diperlukan pula upaya penggiatan industri
rancang bangun dan rekayasa permesinan nasional di bidang industri pulp dan kertas, dengan harapan
secepatnya industri pulp dan kertas nasional tidak lagi bergantung pada luar negeri.

44
4.4.3 Sumberdaya Permodalan
Industri pulp dan kertas termasuk indsutri yang membutuhkan investasi sangat besar (capital
intensive), terlebih dengan pengembangan HTI. Biaya investasinya diperkirakan sebesar USD 1200
per ton kapasitas terpasang (Departemen Perindustrian 2009). Berdasarkan data dari APKI tahun
2007, sebanyak 69 perusahaan berstatus modal dalam negeri, 12 purusahaan dari modal luar negeri,
dan 3 perusahaan milik negara. Pada produksi kertas, perusahaan berstatus modal dalam negeri
menguasai 68 persen dari total kapasitas terpasang nasional, dan 29 persen yang dimiliki perusahaan
berstatus modal luar negeri. Untuk pulp, 47 persen dari investasi dalam negeri, dan 49 persen dari
investasi luar negeri (Putra 2009).
PTKL termasuk salah satu perusahaan kertas yang dimiliki negara (Badan Usaha Milik Negara
– BUMN), selain PT Kertas Padalarang dan PT Kertas Kraft Aceh. Modalnya berbentuk saham,
dimana struktur permodalannya dikuasai oleh negara. Walau begitu, sebagai BUMN yang berbentuk
Perusahaan Perseroan (Persero), tujuannya tetaplah mengejar keuntungan.

4.4.4 Sumberdaya Manusia


Industri pulp dan kertas di Indonesia telah mulai dikembangkan sejak 1923. Pengalaman
panjang di sektor industri ini tentu sudah dimiliki. Dengan kenyataan ini, sebenarnya putra-putri
Indonesia telah mampu menjalankan industri pulp dan kertas dengan baik. Saat ini juga sudah ada
Akademi Teknologi Pulp dan Kertas (ATPK) dan berbagai sekolah serta perguruan tinggi bidang
teknik teknologi lainnya yang dapat menyuplai kebutuhan sumberdaya manusia untuk industri pulp
dan kertas.
PTKL sendiri sudah beroperasi sejak 1940. Di tengah persaingan dalam industri kertas yang
semakin ketat, PTKL dengan sumberdaya yang dimiliki berupaya tetap bertahan. Dari sisi sumberdaya
manusia, seluruh tenaga kerjanya berstatus pegawai negeri. Sebagai sebuah perusahaan negara, PTKL
juga menjaga perannya dalam proses edukasi dengan memfasilitasi pembelajaran dan praktik lapang
dari berbagai lembaga pendidikan. Pengalaman yang sudah sekian lama ini tidak jarang
mendatangkan tenaga dari perusahaan kertas lain untuk belajar dari PTKL.
Manajemen PTKL dipimpin oleh dewan komisaris dan dewan direksi. Struktur organisasinya
mulai dari yang teratas adalah presiden direktur (direktur utama), direktur (terdiri atas direktur
produksi dan pengembangan, direktur pemasaran, direktur keuangan, administrasi dan umum),
manajer, superintendent, supervisor, hingga kelompok kerja. Diagram struktur organisasi perusahaan
dari tingkat direktur sampai superintenden dapat dilihat pada Lampiran 2.

45
BAB V
MODEL SELEKSI DAN EVALUASI PEMASOK DENGAN AHP

5.1 Penilaian Pemasok pada PT Kertas Leces


Dalam sistem pengadaan barang dan jasa, PT Kertas Leces (PTKL) memiliki banyak calon
pemasok yang sudah masuk dalam daftar rekanan mampu (DRM). Setiap pemasok – untuk pasokan
sejenis – memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai pemasok pemenang. Penilaian
dilakukan oleh pihak PTKL terhadap para calon pemasok, dimana mempertimbangkan aspek teknis
(kesesuaian spesifikasi dan kualitas), kemampuan pemasok, kinerja selama ini, aspek ekonomis (harga
dan sistem pembayaran), dan waktu tunggu. Penilaian ini untuk mereduksi jumlah calon pemasok
yang banyak dalam DRM menjadi hanya beberapa yang akan diajukan penawaran kepadanya. Secara
berkala, setiap semester pihak PTKL selalu melakukan evaluasi terhadap para pemasoknya atas
kinerja mereka. Inilah yang dijadikan informasi dasar pada tahap penilaian pemasok.
Teknik penilaian pemasok yang diterapkan oleh PTKL merupakan weighted-point, dimana
untuk masing-masing kriteria penilaian sudah ditetapkan bobotnya tersendiri. Bobot tersebut sudah
ditetapkan oleh perusahaan dan dianggap sudah sesuai dengan kondisi perusahaan. Tabel 17
menjelaskan kriteria yang dipertimbangkan dalam seleksi pemasok pada PTKL berikut dengan bobot
dan keterangan pemberian nilainya. Aspek ekonomi adalah kriteria yang dianggap paling penting
dengan bobot 50%, diikuti oleh aspek teknis 30%, cara pembayaran 10%, dan pengiriman serta
garansi masing-masing 5%. Dalam memberikan nilai kinerja pemasok, skala 0 sampai dengan 100
diterapkan.

Tabel 17. Kriteria dan cara penilaian pemasok PT Kertas Leces


Kriteria Penilaian Bobot Keterangan
Teknis 30% Rentang nilai 0 – 100
Ekonomi 50% Penawaran dengan harga terendah: nilai 100
Cara Pembayaran 10% Paling menguntungkan: nilai 100, contoh:
- Konsinyasi: 100 - L/C at sight: 40
- Barter: 90 - T/T advance cover bank
- Kredit: 90 garansi: 40
- T/T after received goods: 80 - DP 10%
- L/C usance: 70 - DP n%: -1/3(n-100)+30
- T/T shipping document: 40 - T/T advance: 0
Pengiriman 5% Tercepat: nilai 100
Garansi 5% Terbaik: nilai 100

Setelah dilakukan penilaian dan didapatkan beberapa calon pemasok saja, negosiasi
dilakukan terhadap mereka untuk kemudian langsung ditentukan pemasok pemenang. Sebelum
melakukan negosiasi, pihak PTKL memperkirakan harga kebutuhan pasokannya untuk dijadikan
sebagai permintaan penawaran kepada calon pemasok. Negosiasi selanjutnya dilakukan apabila calon
pemasok sudah menginformasikan harga penawarannya. Dari hasil negosiasi ini kemudian dipilih dan
ditentukan pemasok pemenang.
Pada subbab-subbab berikut akan dipaparkan tentang model alternatif yang dapat digunakan
dalam proses seleksi dan evaluasi pemasok pada indutri kertas. Bagian ini diawali dengan struktur
keputusan hierarkis untuk seleksi pemasok, hingga contoh aplikasi penerapannya pada kasus spesifik
serta penjelasan implikasi manajerialnya.

46
5.2 Model AHP untuk Seleksi dan Evaluasi Pemasok
Prinsip dasar pengadaan yang baik adalah bahwa kerjasama antara pembeli dengan pemasok
dapat menarik lebih banyak peluang menghemat biaya daripada dua pihak yang bekerja sendiri-
sendiri. Kerjasama yang solid ini kiranya hanya dapat dihasilkan ketika dua pihak tersebut mempunyai
hubungan jangka panjang dan tingkat kesalingpercayaan yang baik. Hubungan jangka panjang akan
mendorong pemasok untuk mengeluarkan usaha lebih besar pada permasalahan yang dihadapi oleh
pembeli tertentu. Hubungan jangka panjang ini juga dapat meningkatkan komunikasi dan koordinasi
antara kedua belah pihak. Kemampuan seperti ini sangatlah penting dalam proses pengadaan barang-
barang langsung (direct materials). Oleh karena itu, hubungan jangka panjang ini seharusnya
dibangun dengan para pemasok barang-barang startegis dan kritis (Chopra dan Meindl 2001).
Penelitian ini berupaya mengajukan sebuah model seleksi dan evaluasi pemasok dalam industri
kertas yang dibangun dengan pendekatan AHP. Bagian ini dimulai dengan hasil identifikasi kriteria
yang relevan dan penting dipertimbangkan dalam seleksi dan evaluasi pemasok, kemudian dilanjutkan
dengan ulasan mengenai model pengambilan keputusannya serta contoh aplikasinya pada kasus
seleksi pemasok tertentu. Pada tahap akhir, implikasi dari semua hal tersebut dibahas agar diperoleh
informasi yang bermanfaat bagi peningkatan proses seleksi dan evaluasi pemasok.

5.2.1 Struktur Keputusan Hierarkis


Salah satu tujuan dari penelitian ini adalah mengembangkan model AHP untuk seleksi dan
evaluasi pemasok pada industri kertas. Metodologi yang diterapkan mengadaptasi Tam dan Tummala
(2001) dan Lee et al. (2001), yaitu dengan mengintegrasikan suatu skala tingkat kinerja untuk
memberikan nilai pada masing-masing alternatif bagi setiap subkriteria terkait. Sebelumnya, sebanyak
25 subkriteria yang terbagi dalam empat dimensi kriteria ditentukan sebagai dasar awal untuk
mengidentifikasi faktor yang paling relevan dan penting terkait masalah dalam penelitian ini. Tabel 18
menunjukkan hasil pendapat responden ahli tentang penilaiannya terhadap tingkat relevansi setiap
subkriteria dalam skala 1 sampai dengan 3 yang secara berurutan berarti “tidak penting”, “penting”,
dan “sangat penting”.
Dengan mengeliminasi faktor (subkriteria) pada peringkat 15% terbawah dan yang diberi nilai
1 oleh salah satu (atau lebih) responden, maka tersisalah 19 faktor yang selanjutnya digunakan dalam
pengembangan model AHP untuk seleksi pemasok pada industri kertas. Kriteria yang tereliminasi
(ditandai dengan warna kolom abu) yaitu rasio ketertolakan produk, rasio kecacatan produk,
fleksibilitas, daya respon, kebijakan garansi dan klaim, dan struktur penentuan harga. Dengan
demikian, struktur hierarki keputusan dalam seleksi dan evaluasi pemasok bahan/item kritis pada
industri kertas secara lengkap dapat diilustrasikan sebagaimana pada Gambar 13.
Struktur AHP ini dikembangkan untuk dapat memberikan model keputusan dalam masalah
seleksi pemasok pada industri kertas, khususnya terhadap item/bahan yang dianggap kritis (sangat
penting). Setiap item spesifik sangat mungkin memiliki nilai pertimbangan yang berbeda pada tingkat
kepentingan antar-subkriterianya. Oleh karena itu, sebaiknya untuk masing-masing item/bahan kritis
teridentifikasi (Tabel 4) dilakukan perhitungan bobot kriteria dan subkriterianya, sehingga selanjutnya
dapat digunakan langsung dalam seleksi dan evaluasi pemasok.
Dalam aplikasi model di atas, kertas bekas dipilih sebagai contoh item kritis untuk menjelaskan
prosedur pengambilan keputusan dengan AHP dalam seleksi pemasok dan implikasi manajerialnya.
Pemilihan kertas bekas dalam contoh penerapan model ini didasarkan pada tiga aspek pertimbangan:
volume penggunaannya dalam industri kertas, resiko terkait produksi, dan kebutuhan akan pasokan
impor. Berdasarkan data yang diacu dalam Recovered Paper Market (2010), kertas bekas mempunyai
porsi 54 persen dari total bahan baku serat yang digunakan pada industri kertas, dan lebih dari 40

47
persennya masih diimpor. Lebih dari 60 persen impor kertas bekas dari Eropa, diikuti oleh Amerika
(14%) dan Singapura (13%). Porsi pemakaian kertas bekas ini diproyeksi tetap akan signifikan seiring
dengan makin tingginya kesadaran dunia terhadap lingkungan hidup (Lampiran 3). Kecenderungan ini
juga didukung oleh harga yang relatif murah, serta teknologi yang terus berkembang.

Tabel 18. Hasil penilaian responden ahli tentang tingkat relevansi kriteria yang
dipertimbangkan dalam seleksi pemasok pada industri kertas

Kriteria Subkriteria R1 R2 R3 Rataan


Kesesuaian Teknis 2 2 2 2.00
Reliabilitas Produk 3 2 3 2.67
Kualitas Standar dan Jaminan Kualitas 2 3 3 2.67
Rasio Ketertolakan Produk 1 2 2 1.67
Rasio Kecacatan Produk 1 2 3 2.00
Kecepatan Pengiriman 2 2 2 2.00
Pengiriman Ketepatan Waktu 3 3 3 3.00
Ketepatan Jumlah 3 2 3 2.67
Fleksibilitas 1 2 2 1.67
Daya Respon 1 2 3 2.00
Layanan Purnajual 2 3 2 2.33
Prosedur Komplain dan Responsibilitas 2 3 2 2.33
Tingkat Kemudahan Komunikasi 3 2 3 2.67
Status Finansial 3 2 2 2.33
Pelayanan dan
Manajemen Kepercayaan 2 2 3 2.33
Organisasi
Hubungan Jangka Panjang 2 3 3 2.67
Sistem Informasi 2 2 3 2.33
Tanggungjawab Lingkungan 3 2 3 2.67
Kemampuan Teknis 3 3 2 2.67
Fasilitas dan Kapasitas 3 2 2 2.33
Kebijakan Garansi dan Klaim 1 2 3 2.00
Harga Produk 2 3 3 2.67
Biaya Reduksi Biaya 2 3 3 2.67
Struktur Penentuan Harga 1 2 2 1.67
Cara Pembayaran 2 2 2 2.00
Keterangan
R1: Prof. Dr. Ir. E. Gumbira Said, MA.Dev
R2: Dr. Ir. Han Roliadi, M.Sc
R3: Dr. Ir. Muhammad Yani, M.Eng

Struktur AHP yang sudah didesain kemudian diaplikasikan untuk mengevaluasi bobot kriteria
(dan subkriteria), serta untuk menganalisis tingkat kinerja pemasok. Informasi yang digunakan dalam
kasus evaluasi pemasok disini didasarkan pada data simulasi dan data empiris. Data simulasi
digunakan untuk menggambarkan tingkat kinerja pemasok, sedangkan data empiris – dari
pertimbangan pakar – digunakan untuk menentukan bobot dari setiap kriteria (dan subkriteria).

48
Level 1 Seleksi Pemasok Bahan/Item Kritis pada Industri Kertas
Tujuan

Level 2 Kualitas Pengiriman Biaya Pelayanan dan


Kriteria Manajemen Organisasi

Level 3 Reliabilitas produk Ketepatan waktu Harga produk Kemudahan komunikasi


Subkriteria
Standar dan Ketepatan jumlah Reduksi biaya Tanggung jawab lingk.
jaminan kualitas
Kecepatan Cara pembayaran Kemampuan teknis
Kesesuaian teknis pengiriman
Hub. jangka panjang

Status finansial

Fasilitas dan kapasitas

Sistem informasi

Kepercayaan

Layanan purnajual

Prosedur komplain
dan responsibilitas

Level 4
Tingkat Kinerja Sangat Baik Baik Cukup Kurang Buruk

Level 5
Alternatif Pemasok 1 Pemasok 2 Pemasok 3

Gambar 13. Struktur hierarki keputusan dalam seleksi dan evaluasi pemasok pada industri kertas

5.2.2 Hasil Pengumpulan dan Pengolahan Data


Pada tahap pengumpulan dan pengolahan data ini, tim evaluator ditentukan untuk kemudian
diminta melakukan penilaian perbandingan berpasangan terhadap kriteria dan subkriteria yang
digunakan dalam struktur AHP di atas. Dalam rangka mendapatkan nilai kepentingan relatif untuk
setiap kriteria terkait dengan bahan kritis terpilih, yaitu kertas bekas, data nilai perbandingan
berpasangan dari para pakar diolah dengan menggunakan program Expert Choice.
Matriks penilaian perbandingan berpasangan diperoleh dari dua evaluator (pakar), yaitu Prof.
Dr. E. Gumbira Said, MA.Dev dan Dr. Ir. Han Roliadi, MS, M.Sc. Tabel 19 menunjukkan hasil bobot
prioritas untuk masing-masing kriteria dan subkriteria. Nilai yang ada dalam Tabel 19 merupakan nilai
hasil konsensus yang diperoleh dengan menggunakan rataan geometris dari penilaian yang diberikan
kedua pakar. Rasio konsistensi (CR) setiap kelompok perbandingan berpasangan juga ditunjukkan di
bagian bawah masing-masing matriksnya. Sebanyak tiga matriks perbandingan berpasangan bernilai
lebih dari 0.1. Ini menunjukkan bahwa evaluator kurang konsisten dalam memberikan penilaiannya.
Setelah bobot prioritas lokal diperoleh seperti pada Tabel 19, kemudian bobot prioritas global
bagi masing-masing subkriteria dapat pula ditentukan. Tabel 20 menunjukkan hasil perhitungan bobot
prioritas global subkriteria yang diperoleh dari mengalikan bobot lokalnya dengan bobot lokal elemen
hierarki di atasnya. Selanjutnya, subkriteria-subkriteria tersebut diurutkan dari yang memiliki

49
Tabel 19. Matriks perbandingan berpasangan pada seleksi dan evaluasi pemasok
Tujuan Kualitas Pengiriman Biaya Pelayanan dan Manj. Org. Prioritas
Kualitas 1 3.00 0.58 1.73 0.272
Pengiriman 1 0.22 4.24 0.169
Biaya 1 3.87 0.466
Pelayanan dan Manj. Org. 1 0.920
CR = 0.17

Kualitas Reabilitas Produk Standar&Jaminan Kualitas Kesesuaian Teknis Prioritas


Reabilitas Produk 1 1 1.73 0.373
Standar dan Jaminan Kualitas 1 3.00 0.448
Kesesuaian Teknis 1 0.179
CR = 0.03

Pengiriman Ketepatan Waktu Ketepatan Jumlah Kecepatan Pengiriman Prioritas


Ketepatan Waktu 1 1.00 1.73 0.396
Ketepatan Jumlah 1 0.58 0.274
Kecepatan Pengiriman 1 0.330
CR = 0.13
Biaya Harga Produk Reduksi Biaya Cara Pembayaran Prioritas
Harga Produk 1 1.00 2.24 0.389
Reduksi Biaya 1 3.87 0.467
Cara Pembayaran 1 0.145
CR = 0.03

Pelayanan dan Manj. Org. KOM LINK KT HUB FIN Fas.&Kap. SI KEP PURN PKR Prioritas
Kemudahan Komunikasi 1 2.24 1.00 3.87 1.29 0.58 0.38 1.73 1.73 0.77 0.120
Tanggung Jawab Lingkungan 1 2.45 5.48 1.73 0.58 3.87 1.00 1.73 3.00 0.169
Kemampuan Teknis 1 0.65 0.58 1.00 0.58 1.00 1.73 2.23 0.080
Hubungan Jangka Panjang 1 0.58 1.00 0.58 1.00 1.00 1.73 0.067
Status Finansial 1 1.73 1.73 1.29 2.24 1.00 0.112
Fasilitas dan Kapasitas 1 1.41 1.00 3.46 1.29 0.117
Sistem Informasi 1 3.87 3.87 1.00 0.127
Kepercayaan 1 0.58 0.58 0.067
Layanan Purnajual 1 1.73 0.062
Pros. Komplain dan Responsibilitas 1 0.079
CR = 0.11

50
Tabel 20. Bobot prioritas lokal dan global untuk setiap subkriteria
Bobot Bobot Bobot
Kriteria Subkriteria (Kode)
Lokal Lokal Global
Kualitas 0.272 Reabilitas Produk (F1) 0.373 0.101
Standar dan Jaminan Kualitas (F2) 0.448 0.122
Kesesuaian Teknis (F3) 0.179 0.049
Pengiriman 0.169 Ketepatan Waktu (F4) 0.396 0.067
Ketepatan Jumlah (F5) 0.274 0.047
Kecepatan Pengiriman (F6) 0.330 0.056
Biaya 0.466 Harga Produk (F7) 0.389 0.181
Reduksi Biaya (F8) 0.467 0.218
Cara Pembayaran (F9) 0.145 0.068
Pelayanan dan 0.092 Kemudahan Komunikasi (F10) 0.120 0.011
Manajemen Organisasi Tanggung Jawab Lingkungan (F11) 0.169 0.016
Kemampuan Teknis (F12) 0.080 0.007
Hubungan Jangka Panjang (F13) 0.067 0.006
Status Finansial (F14) 0.112 0.010
Fasilitas dan Kapasitas (F15) 0.117 0.011
Sistem Informasi (F16) 0.127 0.012
Kepercayaan (F17) 0.067 0.006
Layanan Purnajual (F18) 0.062 0.006
Prosedur Komplain dan Responsibilitas (F19) 0.079 0.007

Total 1.000

Tabel 21. Urutan peringkat kepentingan subkriteria


Bobot
Ranking Subkriteria
Global
1 Reduksi Biaya 0.218
2 Harga Produk 0.181
3 Standar dan Jaminan Kualitas 0.122
4 Reabilitas Produk 0.101
5 Cara Pembayaran 0.068
6 Ketepatan Waktu 0.067
7 Kecepatan Pengiriman 0.056
8 Kesesuaian Teknis 0.049
9 Ketepatan Jumlah 0.047
10 Tanggung Jawab Lingkungan 0.016
11 Sistem Informasi 0.012
12 Kemudahan Komunikasi 0.011
13 Fasilitas dan Kapasitas 0.011
14 Status Finansial 0.010
15 Kemampuan Teknis 0.007
16 Prosedur Komplain dan Responsibilitas 0.007
17 Hubungan Jangka Panjang 0.006
18 Kepercayaan 0.006
19 Layanan Purnajual 0.006
Total 1.000

51
bobot global terbesar hingga yang terkecil, seperti ditunjukkan pada Tabel 21. Dari tabel ini dapat
dilihat bahwa biaya menjadi faktor pertimbangan utama, dimana reduksi biaya (0.218) dan diikuti
harga produk (0.181) menduduki peringkat teratas. Anak kriteria (subkriteria) dari biaya, kualitas, dan
pengiriman semuanya berada pada sepuluh peringkat teratas dengan bobot terbesar. Dari kriteria
kualitas, standar dan jaminan kualitas (0.122) serta reliabilitas (0.101) merupakan faktor yang paling
diperhatikan, sedangkan dari kriteria pengiriman, faktor tersebut yaitu ketepatan waktu (0.067) dan
kecepatan pengiriman (0.056).

5.2.3 Aplikasi AHP pada Masalah Seleksi Pemasok Spesifik


Model AHP yang diajukan diatas selanjutnya diaplikasikan dalam sebuah contoh seleksi
pemasok. Data dan hasil pengolahan untuk kasus tersebut secara lengkap tersaji pada Tabel 22. Pada
aplikasi ini digambarkan tiga perusahaan yang menjadi calon pemasok. Proses seleksinya didasarkan
pada pertimbangan faktor-faktor yang telah disusun dalam AHP, yaitu kualitas, biaya, pengiriman, dan
pelayanan dan manajemen organisasi berikut dengan subkriteria turunannya.

Tabel 22. Aplikasi model AHP pada simulasi kasus seleksi pemasok kertas bekas
Kriteria Bobot Pemasok A Pemasok B Pemasok C
Subkriteria Global Kinerja Skor x Bobot Kinerja Skor x Bobot Kinerja Skor x Bobot
Kualitas
Reabilitas Produk 0.101 B 0.261 0.0265 C 0.129 0.0131 B 0.261 0.0265
Standar dan Jaminan
0.122 A 0.513 0.0625 B 0.261 0.0318 B 0.261 0.0318
Kualitas
Kesesuaian Teknis 0.049 B 0.261 0.0127 B 0.261 0.0127 B 0.261 0.0127
Pengiriman
Ketepatan Waktu 0.067 C 0.129 0.0086 B 0.261 0.0175 C 0.129 0.0086
Ketepatan Jumlah 0.047 B 0.261 0.0123 B 0.261 0.0123 B 0.261 0.0123
Kecepatan
0.056 C 0.129 0.0072 B 0.261 0.0146 B 0.261 0.0146
Pengiriman
Biaya
Harga Produk 0.181 C 0.129 0.0234 B 0.261 0.0473 C 0.129 0.0234
Reduksi Biaya 0.218 B 0.261 0.0568 C 0.129 0.0281 B 0.261 0.0568
Cara Pembayaran 0.068 C 0.129 0.0087 D 0.063 0.0043 C 0.129 0.0087
Pelayanan dan Manajemen Organisasi
Kemudahan
0.011 B 0.261 0.0029 B 0.261 0.0029 A 0.513 0.0057
Komunikasi
Tanggung Jawab
0.016 A 0.513 0.0080 B 0.261 0.0041 B 0.261 0.0041
Lingkungan
Kemampuan Teknis 0.007 A 0.513 0.0038 B 0.261 0.0019 B 0.261 0.0019
Hubungan Jangka
0.006 B 0.261 0.0016 B 0.261 0.0008 A 0.513 0.0032
Panjang
Status Finansial 0.010 C 0.129 0.0013 C 0.129 0.0013 B 0.261 0.0027
Fasilitas dan
0.011 B 0.261 0.0028 C 0.129 0.0014 B 0.261 0.0028
Kapasitas
Sistem Informasi 0.012 B 0.261 0.0030 A 0.513 0.0060 B 0.261 0.0030
Kepercayaan 0.006 B 0.261 0.0016 B 0.261 0.0016 C 0.129 0.0008
Layanan Purnajual 0.006 C 0.129 0.0007 B 0.261 0.0015 C 0.129 0.0007
Prosedur Komplain
0.007 B 0.261 0.0019 B 0.261 0.0019 C 0.129 0.0009
dan Responsibilitas
Total Skor 0.2464 0.2059 0.2212
Normalisasi 0.3658 0.3057 0.3285

Pengolahan data secara manual dengan tabulasi Excel dalam rangka mendapatkan nilai kinerja setiap
pemasok dilakukan untuk memberikan presentasi yang lebih jelas tentang alur pengerjaannya. Nilai
prioritas global untuk setiap pemasok diperoleh dengan mengalikan bobot global setiap subkriteria
dengan skor (bobot) tingkat kinerja, dan kemudian menambahkan keseluruhan nilai yang diperoleh
tersebut. Nilai keseluruhan bagi masing-masing pemasok itu selanjutnya perlu dinormalisasikan

52
kembali sehingga diperoleh nilai akhirnya. Pada contoh kasus aplikasi ini, pemasok A memiliki nilai
bobot akhir tertinggi, yaitu 0.3658. Pengerjaan dengan Expert Choice memberikan hasil yang sedikit
berbeda dalam angka, namun urutan prioritas pemasok yang dipilih tetap sama, dimana diperoleh nilai
kinerja untuk pemasok A, pemasok B, dan pemasok C berturut-turut yaitu 0.354, 0.307, dan 0.339
(Lampiran 4). Dengan demikian, selayaknya pemasok A terpilih sebagai pemasok terbaik yang
memenuhi tujuan yang telah ditentukan.

5.2.4 Analisis Sensitivitas terhadap Tingkat Kepentingan Kriteria


Analisis sensitivitas mengidentifikasi dampak perubahan prioritas kriteria terhadap nilai kinerja
keseluruhan masing-masing pemasok. Setelah mendapatkan solusi awal mengenai evaluasi pemasok,
analisis sensitivitas dapat dilakukan untuk mengetahui respons utilitas setiap alternatif pemasok
terhadap perubahan tingkat kepentingan relatif kriteria. Analisis sensitivitas ini berguna apabila
evaluator bermaksud melakukan penyesuaian (menambah atau mengurangi) tingkat kepentingan
relatif dari suatu kriteria terhadap kriteria lainnya terkait kondisi yang sedang dihadapi. Serangkaian
analisis sensitivitas ini dilakukan dengan bantuan program Expert Choice.

Gambar 14. Analisis sensitivitas kinerja pemasok pada setiap kriteria (kondisi awal)

Gambar 15. Analisis sensitivitas kinerja pemasok setelah perubahan tingkat kepentingan pengiriman

53
a

Gambar 16. Klasifikasi peringkat pemasok berdasarkan selang tingkat sensitivitas gradien pengiriman

Analisis sensitivitas kinerja (performance sensitivity analysis – PSA) pada Expert Choice
merepresentasikan variasi peringkat pemasok terhadap perubahan setiap kriteria. Grafik tersebut
menggambarkan perbandingan (rasio) persentase nilai setiap alternatif terhadap bobot kriterianya.
Hasil analisis menujukkan bahwa dalam kriteria kualitas pemasok A berada pada peringkat teratas,
diikuti oleh pemasok C kemudian pemasok B. Untuk kriteria pengiriman, pemasok B memiliki nilai
tertinggi, diikuti oleh pemasok C kemudian pemasok A. Selanjutnya untuk kriteria biaya, pemasok A
memiliki nilai kinerja paling tinggi, diikuti oleh pemasok C dan pemasok B, sedangkan untuk kriteria
pelayanan dan manajemen organisasi, pemasok A berada pada tingkat tertinggi, diikuti pemasok C
dan pemasok B (Gambar 14). Jika pada suatu keadaan tertentu, aspek pengiriman dianggap sangat
vital dalam suatu kasus pengadaan, sehingga evaluator menaikkan tingkat kepentingan relatif untuk
pengiriman menjadi 45%, maka urutan peringkat kinerja keseluruhan pemasok akan berubah pula,
dimana pemasok B berada pada tingkat kinerja terbaik dengan 0.342, kemudian disusul oleh pemasok
C (0.335) dan pemasok A (0.322) (Gambar 15).
Dengan kata lain, masing-masing kriteria memiliki sensitivitas gradien tertentu, dimana
perubahan tingkat kepentingan relatifnya pada tingkat interval tertentu dapat mempengaruhi peringkat
nilai kinerja pemasok secara keseluruhan. Misalnya, berdasarkan tingkat kepentingan pengiriman,
terdapat empat klasifikasi daerah “peringkat pemasok” sebagai berikut (Gambar 16).
a. Pada 0.000 sampai dengan 0.323, pemasok A > pemasok C > pemasok B
b. Pada 0.323 sampai dengan 0.366, pemasok C > pemasok A > pemasok B
c. Pada 0.366 sampai dengan 0.398, pemasok C > pemasok B > pemasok A
d. Pada 0.398 sampai dengan 1.000, pemasok B > pemasok C > pemasok A

5.3 Implikasi Manajerial


5.3.1 Faktor Kesuksesan Kritis dalam Seleksi Pemasok
Faktor kesuksesan kritis dalam seleksi pemasok sangat mungkin berbeda antara barang yang
satu dengan yang lain, antara suatu industri dengan industri yang lain. Hal tersebut dikarenakan
tuntutan fokus dan tujuan yang juga berbeda-beda dalam pemenuhan kebutuhan konsumennya.
Dickson (1966) dalam Cheraghi (2002) memberikan salah satu kesimpulan menarik lewat risetnya
bahwa semakin kompleks suatu produk/jasa yang dibeli, maka cenderung semakin banyak faktor yang
dipertimbangkan. Pada kasus semacam ini, menurutnya, harga kemudian menjadi faktor yang agaknya
relatif kurang atau tidak penting.

54
Faktor kesuksesan kritis ditentukan dengan memilih kriteria-kriteria yang bobotnya mencapai
75% dari total bobot pada diagram Pareto. Dengan demikian, faktor kesuksesan kritis untuk kertas
bekas dalam pasokan industri kertas adalah reduksi biaya, harga produk, standar dan jaminan kualitas,
reliabilitas produk, cara pembayaran, dan ketepatan waktu (Gambar 17). Implikasi dari hal ini yaitu
bahwa meningkatkan kinerja pemasok pada enam aspek tersebut akan memberikan dampak yang lebih
efektif dalam meningkatkan keseluruhan kinerja pemasok dibandingkan dengan kriteria lainnya.
Selaras dengan kesimpulan Dickson (1996) di atas, hasil pembobotan yang memberikan nilai
tinggi bagi faktor reduksi biaya dan harga produk ini juga mengindikasikan bahwa kertas bekas dapat
dikatakan sebagai barang yang sederhana. Faktor biaya atau harga menjadi sangat penting untuk
dipertimbangkan dalam penentuan pemasoknya.

1.0 100

0.8 80
0.75

0.6 60

Percent
Count

0.4 40

0.2 20

0.0 0
Subk riteria F8 F7 F2 F1 F9 F4 F6 F3 F5 F11 F16 F10 F15 Other
C ount 0.218 0.181 0.122 0.101 0.068 0.067 0.056 0.049 0.047 0.016 0.012 0.011 0.011 0.042
Percent 22 18 12 10 7 7 6 5 5 2 1 1 1 4
C um % 22 40 52 62 69 76 81 86 91 92 94 95 96 100

Faktor Kesuksesan Kritis

Gambar 17. Digram Pareto untuk identifikasi faktor kesuksesan kritis

5.3.2 Monitoring Kinerja Pemasok


Hasil penilaian dalam rangka seleksi pemasok di atas menunjukkan posisi performa setiap
calon pemasok. Secara detail, dapat diketahui kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh masing-
masing organisasi pemasok. Informasi tersebut penting sebagai dasar proses evaluasi dan seleksi
pemasok selanjutnya. Lebih jauh, upaya untuk membangun kerjasama lebih baik dan jangka panjang
dimulai dari interpretasi dan pemanfaatan informasi ini. Sehubungan dengan hal tersebut, Lee et al.
(2001) memperkenalkan apa yang disebut sebagai kriteria manajerial (managerial criteria) untuk
membantu meningkatkan kinerja pemasok maupun kualitas pasokannya.
Kriteria manajerial mencakup kriteria yang menjadi faktor kesuksesan kritis dalam proses
seleksi pemasok suatu barang/jasa dan kriteria yang menjadi faktor kelemahan pada pemasok utama.
Dalam kasus ini, sebagaimana diungkapkan pada bagian sebelumnya faktor kesuksesan kritis
ditentukan dari batas 75% pada diagram pareto bobot setiap kriteria. Mereka adalah reduksi biaya,
harga produk, standar dan jaminan kualitas, reliabilitas produk, cara pembayaran, dan ketepatan
waktu. Disamping itu, kriteria yang menjadi faktor lemah dari pemasok utama (pemasok A) adalah
harga produk, ketepatan waktu, kecepatan pengiriman, sitem informasi, kemudahan komunikasi,
status finansial, hubungan jangka panjang, dan layanan purnajual. Tabel 23 menunjukkan

55
pembandingan (benchmarking) kinerja atarpemasok pada setiap kriteria untuk identifikasi faktor
lemah pada pemasok A sebagai pemasok utama. Dengan demikian, manajerial kriteria dapat disajikan
secara keseluruhan dalam Tabel 24.

Tabel 23. Identifikasi faktor lemah pada pemasok utama


Tingkat Kinerja Pemasok Ideal = Faktor
Faktor Bobot
Pemasok A (PA) Pemasok B (PB) Pemasok C (PC) maks (PA, PB, PC) Lemah
F1 0.101 0.261 0.129 0.261 0.261 -
F2 0.122 0.513 0.261 0.261 0.513 -
F3 0.049 0.261 0.261 0.261 0.261 -
F4 0.067 0.129 0.261 0.129 0.261 Lemah
F5 0.047 0.261 0.261 0.261 0.261 -
F6 0.056 0.129 0.261 0.261 0.261 Lemah
F7 0.181 0.129 0.261 0.129 0.261 Lemah
F8 0.218 0.261 0.129 0.261 0.261 -
F9 0.068 0.129 0.063 0.129 0.129 -
F10 0.011 0.261 0.261 0.513 0.513 Lemah
F11 0.016 0.513 0.261 0.261 0.513 -
F12 0.007 0.513 0.261 0.261 0.513 -
F13 0.006 0.261 0.129 0.513 0.513 Lemah
F14 0.010 0.129 0.129 0.261 0.261 Lemah
F15 0.011 0.261 0.129 0.261 0.261 -
F16 0.012 0.261 0.513 0.261 0.513 Lemah
F17 0.006 0.261 0.261 0.129 0.261 -
F18 0.006 0.129 0.261 0.129 0.261 Lemah
F19 0.007 0.261 0.261 0.129 0.261 -
Total Nilai 0.3664 0.3047 0.3289

Tabel 24. Manajerial kriteria untuk monitoring kinerja pemasok


No Kode Manajerial Kriteria Bobot
1 F1 Reabilitas Produk 0.101
2 F2 Standar dan Jaminan Kualitas 0.122
3 F4 Ketepatan Waktu 0.067
4 F6 Kecepatan Pengiriman 0.056
5 F7 Harga Produk 0.181
6 F8 Reduksi Biaya 0.218
7 F9 Cara Pembayaran 0.068
8 F10 Kemudahan Komunikasi 0.011
9 F13 Hubungan Jangka Panjang 0.006
10 F14 Status Finansial 0.010
11 F16 Sistem Informasi 0.012
12 F18 Layanan Purnajual 0.006

Kriteria manajerial di atas dapat digunakan sebagai bahan monitoring kinerja pemasok.
Perusahaan manufaktur (pembeli) dapat membantu pemasok utamanya dalam meningkatkan kinerja
mereka dengan memberikan informasi masukan tentang kriteria manajerial teridentifikasi tersebut.
Dengan demikian, pemasok akan lebih berfokus melakukan perbaikan yang terkait dengan manajerial
kriteria. Ketika pemasok utama sudah mampu mencapai tingkat kinerja ideal, yaitu pada kolom maks
(PA, PB, PC) dalam Tabel 23, maka secara bertahap hal tersebut juga akan meningkatkan kualitas

56
proses pengadaan perusahaan secara keseluruhan. Pada tahap lebih lanjut, hubungan dengan pemasok
ini dapat diarahkan menuju hubungan jangka panjang yang lebih menguntungkan.
Dengan menggunakan pendekatan AHP ini, kriteria untuk pemilihan pemasok dapat
didefinisikan dengan jelas. Masalah yang dihadapi pun mampu disusun secara sistematis. Model AHP
ini memungkinkan para pembuat keputusan untuk memperhitungkan kekuatan dan kelemahan setiap
pemasok dengan membandingkannya terkait kriteria yang ditekankan. Hasil yang diperoleh dari
model AHP ini juga dapat diarahkan untuk meningkatkan kualitas manajemen dengan pemasok
melalui serangkaian analisis lanjutan, mulai analisis sensitivitas, faktor kritis, hingga kriteria
manajerial.

57
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat dirumuskan berdasarkan hasil pembahasan kajian seleksi dan evaluasi
pemasok pada rantai pasokan kertas adalah sebagai berikut.
1. Anggota rantai pasokan kertas pada PT Kertas Leces (PTKL) umumnya terdiri atas pemasok
bahan baku serat (produsen pulp, pengumpul kertas bekas, pabrik gula), PTKL, konverter,
distributor, ritel, dan konsumen (akhir atau pun lembaga). Konsumen langsung produk PTKL
adalah konsumen lembaga, dimana kertas yang diproduksi masih sebagai produk antara
(gulungan dan lembaran besar). PTKL lebih mengutamakan aspek mutu dan variasi produk
dalam strategi kompetitifnya.
2. Proses-proses pada siklus pesanan konsumen dan siklus pabrikasi dieksekusi setelah order
konsumen datang (proses tarik). Penjadwalan produksi dilakukan seketika berdasarkan pesanan
yang masuk. Pada sisi lain, siklus pengadaan dilakukan sebagai bentuk antisipasi terhadap
pesanan produksi (proses dorong). Walaupun memiliki pabrik pulp sendiri, PTKL masih
menggantungkan pengadaan bahan bakunya kepada pihak lain. Outsourcing pengiriman
produk ke konsumen pun dilakukan kepada transportir.
3. Perancangan model seleksi dan evaluasi pemasok pada rantai pasokan kertas menghasilkan
kriteria dan subkriteria dengan bobot masing-masing sebagai berikut.
a. Kualitas (0.272), dengan subkriteria reliabilitas produk (0.101), standar dan jaminan
kualitas (0.122), dan kesesuaian teknis (0.049).
b. Pengiriman (0.169), dengan subkriteria ketepatan waktu (0.067), ketepatan jumlah (0.047),
kecepatan pengiriman (0.056).
c. Biaya (0.466), dengan subkriteria harga produk (0.181), reduksi biaya (0.218), cara
pembayaran (0.067).
d. Pelayanan dan manajemen organisasi (0.092), dengan sub kriteria kemudahan komunikasi
(0.011), tanggung jawab lingkungan (0.016), kemampuan teknis (0.007), hubungan jangka
panjang (0.006), status finansial (0.010), fasilitas dan kapasitas (0.011), sistem informasi
(0.012), kepercayaan (0.006), layanan purnajual (0.006), dan prosedur komplain dan
responsibilitas (0.007).
4. Hasil analisis faktor kesuksesan kritis menunjukkan kemiripan komposisi kriteria yang
dipertimbangkan dalam seleksi dan evaluasi pemasok bahan baku kertas dimana reduksi biaya,
harga produk, standar dan jaminan kualitas, reliabilitas produk, cara pembayaran dan ketepatan
waktu menjadi faktor-faktor dengan kepentingan relatif tertinggi.
5. Model seleksi dan evaluasi pemasok dengan AHP dalam rantai pasokan kertas dapat
memberikan penilaian yang lebih sistematis dan komprehensif, serta mampu mendukung
perbaikan proses dalam manajemen hubungan dengan pemasok.

6.2 Saran
Saran-saran yang dapat diajukan berdasarkan hasil kajian seleksi dan evaluasi pemasok pada
rantai pasokan kertas adalah sebagai berikut.
1. Pelibatan pakar dari kalangan praktisi (perusahaan) dan penerapan model dalam masalah
empiris lapangan perlu dilakukan untuk menguatkan aplikabilitas model yang diajukan ini.

58
2. Untuk penelitian lanjutan dapat diarahkan pada identifikasi parameter-parameter untuk setiap
subkriteria, terkait dengan tingkat kinerja pemasok.
3. Integrasi model dalam sebuah sistem penunjang keputusan seleksi dan evaluasi pemasok akan
sangat berguna untuk meningkatkan kemudahan proses.

59
DAFTAR PUSTAKA

Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia [APKI]. 2007. Direktori Pulp dan Kertas Indonesia. Jakarta:
APKI.

Balai Besar Pulp dan Kertas, [Online]. 2010. http://www.bbpk.go.id/main/index.php?option=com_


content&task=view&id=122&Itemid=55. [14 Juni 2011]

Benyoucef L, Ding H, Xie X. 2003. Supplier selection problem: Selection criteria and methods.
Laporan Riset, INRIA-LORRAINE, MACSI Project.

Carlsson D, D‟Amours S, Martel A, Rönnqvist M. 2006. Supply chain management in the pulp and
paper industry. Working Paper DT-2006-AM-3. Canada: Interuniversity Research Center on
Enterprise Networks, Logistics, and Transportation (CIRRELT).

Chakraborty PS, Majumder G, Sarkar B. 2005. Performance evaluation on existing vendors using
analytic hierarchy process. Journal of Scientific and Industrial Research 64: 648-652.

Cheng JH dan Tang CH. 2009. An application of fuzzy delphi and fuzzy AHP for multi-criteria
evaluation on bicycle industry supply chain. WSEAS Transactions on Systems and Control 4:
21-34.

Cheng JH, Lee CM, Tang CH. 2009. An application of fuzzy delphi and fuzzy AHP on evaluating
wafer supplier in semiconductor industry. WSEAS Transactions on Indoemation Science and
Applications 6: 756-767.

Cheraghi SH, Dadashzadeh M, Subramanian M. 2002. Critical succes factors for supplier selection:
An update. Journal of Applied Business Research 20 (2): 91-108.

Chopra S. dan Meindl P. 2001. Supply Chain Management: Strategy, Planning, and Operation (3rd
Edition). New Jersey: Pearson Prentice Hall.

Data Consult. 1995. Indonesian Pulp and Paper Industry: Current Developments and Prospects.
Jakarta: PT Data Consult Inc., Business Surveys and Reports.

Davenport TH. 1993. Process Innovation: Reengineering Work Through Information Technology.
Boston: Harvard Business School Press.

Departemen Perindustrian. 2009. Roadmap Industri Kertas. Jakarta: Direktorat Jenderal Industri Agro
dan Kimia, Departemen Perindustrian.

Dickson,W.G. 1966. An analysis of vendor selection systems and decisions. Journal of Purchasing 2:
5 -20.

Gulen KG. 2007. Supplier selection and outsourcing strategies in supply chain management. Journal
of Aeronautics and Space Technologies 3 (2): 1-6.

Hou TH dan Huang CW. 2002. The impact of supply chain management on supplier selection and
evaluation in taiwanese industries. Journal of Technology 17 (2): 281-292.

Kachainchai V dan Weerawat W. 2009. Supplier evaluation and selection in thailand‟s hard disk drive
industry. Laporan Riset, Industry/University Cooperative Research Center in HDD Advanced
Manufacturing, King Mongkut‟s University of Technology Thonburi and National Electronics
and Computer Technology Center, National Science and Technology Development Agency,
Thailand.

60
Krause DR, Handfield RB, Scannell TV. 1998. An empirical investigation of supplier development:
reactive and strategic processes. Journal of Operation Management 17: 39-58.

Koprulu A. dan Albayrakoglu MM. 2007. Supply chain management in the textile industry: A
supplier selection model with analitycal hierarchy process. ISAHP, Viña Del Mar, Chile, 3-6
Agustus.

Lambert DM dan Cooper MC. 2000. Issues in supply chain management. Industrial Marketing
Management 29 (1): 65-83.

Lee EK, Ha S, Kim SK. 2001. Supplier selection and management system considering relationship in
supply chain management. IEEE Transactions on Engineering Management 48 (3): 307-318

Lee HL dan Billington C. 1992. Managing supply chain inventory: pitfalls and opportunities. Sloan
Management Rev., hal. 65-73. Spring.

Liberatore MJ. 1987. An extension of the analytic hierarchy process for industrial R&D project
selection and resource allocation. IEEE Transactions on Engineering Management 34 (1): 12-
18.

Liberatore MJ. 1989. A decision support approach for R&D project selection. In: Golden BL, Wasil
EA, Harker PT (ed). The Analytic Hierarchy Process Applications and Studies. New York:
Springer, hal. 13-29.

Martel A, M‟Barek W, D‟Amours S. 2005. International factors in the design of multinational supply
chain: The case of Canadian pulp and paper companies, FORAC Working Paper DT-2005-
AM-3. Canada: Interuniversity Research Center on Enterprise Networks, Logistics, and
Transportation (CIRRELT).

Narasimhan R, Talluri S, Mendez D. 2001. Supplier evaluation and rationalization via data
envelopment analysis: An empirical examination. The Journal of Supply Chain Management:
A Global Review of Purchasing and Supply Copyright, Agustus 2001: National Association of
Purchasing Management, Inc. : 28-37

Papermaking Chemistry and Technology, [Online]. http://www.chempatec-auhorn.com/additives/


index.html. [2 Februari 2011.

Pearson JM dan Ellram LM. 1995. Supplier selection and evaluation in small versus large electronics
firms. Journal of Small Business Management, hal. 53-65.

Petroni A. 2000. Vendor selection using principal component analysis. The Journal of Supply Chain
Management 1 (13): 63-69.

Putra EJ. 2009. Analisis Struktur, Perilaku, dan Kinerja Industri Pulp dan Kertas di Indonesia
[Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Recovered Paper Market: Indonesia, [Online]. 2010, Februari. http://www.wrap.org.uk/downloads/


Indonesia_Market_Snapshot_-_FINAL.a1c5e899.8522.pdf. [31 Juli 2011].

Simchi LD, Kaminsky P, Simchi-Levi E. 2000. Designing and Managing The Supply Chain:
Concepts, Strategies, and Case Studies. New York: McGraw-Hill.

Tahriri F, Osman MR, Ali A, Yusuff RM, Esfandiary A. 2008. AHP approach for supplier evaluation
and selection in a steel manufacturing company. Journal of Industrial Engineering and
Management 1 (2): 54-76.

Tahriri F, Osman MR, Ali A, Yusuff RM. 2007. A review of supplier selection methods in
manufacturing industries. Suranaree Journal of Science and Technology 15 (3): 201-208

61
Tam MCY dan Tummala VMR. 2001. An application of the ahp in vendor selection of a
telecommonications system. The International Journal of Management Science (Omega) 29:
171-182.

Ting SC dan Cho DI. 2008. An integrated approach for supplier selection and purchasing decisions.
Suppy Chain Management: An International Journal 13 (2): 116-127.

Van der Vorst JGAJ. 2006. Performance measurement in agri-food supply-chain networks: An
overview. In: Quantifying The Agri-Food Supply Chain 13-24. Logistics and Operations
Research Group, Wageningen University, Hollandseweg: Wageningen.

Weber CA, Current JR, Benton WC. 1991. Vendor selection criteria and methods. European Journal
of Operational Research 50: 2-18.

62
LAMPIRAN

63
Lampiran 1. Pangsa Pasar Beberapa Perusahaan Kertas dan Kertas Leces Berdasarkan Jenis
Produk Kertas

Kapasitas Pangsa
No Perusahaan Lokasi Pabrik
(Ribu Ton) (Persen)
Kertas Koran
1 Apex Kumbong Jawa Barat 430.0 57
2 Adiprima S. Jawa Timur 150.0 20
3 Kertas Leces Jawa Timur 90.0 12
4 Gede Karang Jawa Timur 50.4 7
5 Suparma Jawa Timur 15.0 2
6 Setia Kawan Jawa Timur 7.0 1
7 Kertas Basuki Rachmat Jawa Timur 3.8 1
8 Kertas Blabak Jawa Tengah 3.6 0
Total Kertas Koran 749.8 100

Kertas Tulis Cetak


1 Sinar Mas Group 3,284.0 78.5
- Pindo Deli Jawa Barat 1,315.0
- Tjiwi Kimia Jawa Timur 1,008.0
- Indah Kiat Riau, Banten 806.0
- Lontar Papirus Jambi 155.0
2 Riau Andalan Kertas Riau 350.0 8.4
3 Surabaya Agung Jawa Timur 310.0 7.4
4 Kertas Leces Jawa Timur 70.0 1.7
5 Lain-lain 169.60 4.1
Total Kertas Tulis Cetak 4,184.0 100

Kertas Tisu
1 Sinar Mas Group 135.0 50
- Pindo Deli Jawa Barat 75.0
- Lontar Papirus Jambi 60.0
2 Indo Paper Banten 49.5 18
3 Sopanusa Jawa Timur 21.6 8
4 Java Paperindo Jawa Timur 16.5 6
5 Jaya Kertas Jawa Timur 13.2 5
6 Kertas Leces Jawa Timur 10.0 4
7 Lain-lain 26.80 10
Total Kertas Tisu 272.6 100

63
Lampiran 2. Struktur organisasi PT Kertas Leces (tingkat direktur sampai superintendent)

Direktur Produksi

Manajer Plant 1 Manajer Plant 2 Manajer Plant 3 Manajer Conv. Dan Fin. Manajer DalKualLing

SE PP Prod PP Tek 1A 2A 3A Prod. Conv. & Fin.3 Sistem Man.

1B 2B 3B Fin. 2&5 Dal. Kual

1C 2C Plant Service1 Adm. Conv. & Fin. Peng. Ling.

Plant Service2

Direktur Keuangan

Manajer Akunt. & Keu. Manjer SDM Manjer TAP Manajer Kep. RS

Akuntansi Personalia Adm. AP Pelayanan Medis

Keuangan Diklat & Bang SDM Penunjang Medis

Pajak & Aset

Direktur Pemasaran

Manajer Logistik Manajer Pemasaran Bang. Usaha &


Pemberdayaan Aset

Daan DN Penjualan Leces I, II, III, IV


Daan Impor Dang. Sar. Optimalisasi Proyek
Dang. Log. RE Sar.
PP Log.

Keterangan
SE : Shift Engineering
PP Prod : Perencanaan dan Pengendalian Produksi
PP Tek : Perencanaan dan Pengendalian Teknik
Conv dan Fin : Converting dan Finishing
DalKualLing : Pengendalian Kualitas dan Lingkungan
Sistem Man : Sistem Manajemen
Peng Ling : Pengendalian Lingkungan
Akunt dan Keu : Akuntansi dan Keuangan
Daan DN : Pengadaan Dalam Negeri
Dang Log : Penggudangan Logistik
PP Log : Perencanaan dan Pengendalian Logistik
Dang Sar : Penggudangan Pemasaran
RE Sar : Rencana dan Evaluasi Pemasaran

64
Lampiran 3. Data impor kertas bekas dan proyeksi konsumsi bahan baku serat untuk produksi
kertas di Indonesia

Australia Lain-lain
7% 4%
United
Kingdom
Singapura
23%
13%

Amerika
Eropa Lain
Serikat
39%
14%

Impor kertas bekas ke Indonesia berdasarkan asal negara importir tahun 2008
Sumber: Recovered Paper Market (2010)

Konsumsi bahan baku serat untuk produksi kertas di Indonesia


Sumber: Recovered Paper Market (2010)

65
Lampiran 4. Hasil pemodelan AHP untuk seleksi dan evaluasi pemasok dengan Expert Choice
Model Name: kriteria

Treeview

Goal: Memilih Pemasok Kertas Bekas


kualitas (G: .272)
reliabilitas produk (G: .101)
standar dan jaminan kualitas (G: .122)
kesesuaian teknis (G: .049)
pengiriman (G: .169)
ketepatan waktu (G: .067)
ketepatan jumlah (G: .047)
kecepatan pengiriman (G: .056)
biaya (G: .466)
harga produk (G: .181)
reduksi biaya (G: .218)
cara pembayaran (G: .067)
pelayanan dan manajemen organisasi (G: .092)
kemudahan komunikasi (G: .011)
tanggung jawab lingkungan (G: .016)
kemampuan teknis (G: .007)
hubungan jangka panjang (G: .006)
status finansial (G: .010)
fasilitas dan kapasitas (G: .011)
sistem informasi (G: .012)
kepercayaan (G: .006)
layanan purnajual (G: .006)
prosedur komplain dan responsibilitas (G: .007)

Alternatives

Pemasok A .354
Pemasok B .307
Pemasok C .339

Priorities with respect to: Combined


Goal: Memilih Pemasok Kertas Bekas

kualitas .272
pengiriman .169
biaya .466
pelayanan dan manajemen organi .092
Inconsistency = 0.17
with 0 missing judgments.

Priorities with respect to: Combined


Goal: Memilih Pemasok Kertas Bekas
>kualitas

reliabilitas produk .373


standar dan jaminan kualitas .448
kesesuaian teknis .179
Inconsistency = 0.03
with 0 missing judgments.

66
Priorities with respect to: Combined
Goal: Memilih Pemasok Kertas Bekas
>pengiriman

ketepatan waktu .396


ketepatan jumlah .274
kecepatan pengiriman .330
Inconsistency = 0.13
with 0 missing judgments.

Priorities with respect to: Combined


Goal: Memilih Pemasok Kertas Bekas
>biaya

harga produk .389


reduksi biaya .467
cara pembayaran .145
Inconsistency = 0.03
with 0 missing judgments.

Priorities with respect to: Combined


Goal: Memilih Pemasok Kertas Bekas
>pelayanan dan manajemen organi...

kemudahan komunikasi .120


tanggung jawab lingkungan .169
kemampuan teknis .080
hubungan jangka panjang .067
status finansial .112
fasilitas dan kapasitas .117
sistem informasi .127
kepercayaan .067
layanan purnajual .062
prosedur komplain dan responsi .079
Inconsistency = 0.11
with 0 missing judgments.

Rating Scales

Intensity Name Priority


Sangat Baik .513
Baik .261
Cukup .129
Kurang .063
Buruk .034

67

You might also like