0% found this document useful (0 votes)
71 views6 pages

Jurnal Fisika Flux: Identifikasi Diskontinuitas Seismik Mantel Di Barat Laut Pulau Sumatera Menggunakan Data Prekursor SS

This document summarizes a study that identified seismic discontinuities in the upper mantle below northwest Sumatra using SS precursor data. The study utilized 38 transversal seismogram components from earthquakes with depths less than 70 km, magnitudes over 5.5, and source-station distances over 1000 km. SS precursors were observed 450, 300, 90, and 50 seconds before the SS phase. A very clear precursor at 450 seconds is suspected to be the 660 km discontinuity. SS precursors were more clearly visible after stacking. This preliminary study aims to determine depth changes in discontinuities in the study area using SS precursors.

Uploaded by

sadang husain
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
0% found this document useful (0 votes)
71 views6 pages

Jurnal Fisika Flux: Identifikasi Diskontinuitas Seismik Mantel Di Barat Laut Pulau Sumatera Menggunakan Data Prekursor SS

This document summarizes a study that identified seismic discontinuities in the upper mantle below northwest Sumatra using SS precursor data. The study utilized 38 transversal seismogram components from earthquakes with depths less than 70 km, magnitudes over 5.5, and source-station distances over 1000 km. SS precursors were observed 450, 300, 90, and 50 seconds before the SS phase. A very clear precursor at 450 seconds is suspected to be the 660 km discontinuity. SS precursors were more clearly visible after stacking. This preliminary study aims to determine depth changes in discontinuities in the study area using SS precursors.

Uploaded by

sadang husain
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
You are on page 1/ 6

Jurnal Fisika Flux

Volume 17, Nomor 2, Agustus 2020


ISSN : 1829-796X (print); 2514-1713(online)
https://ppjp.ulm.ac.id/journal/index.php/f/

Identifikasi Diskontinuitas Seismik Mantel di Barat Laut Pulau


Sumatera Menggunakan Data Prekursor SS

Fahruddin*), Apriadi, Ibrahim Sota, Sadang Husain


Program Studi Fisika, Fakutlas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lambung
Mangkurat

*) Email korespondensi : [email protected]

DOI: https://doi.org/10.20527/flux.v17i2.4925
Submitted: 14 Mei 2018; Accepted: 30 Maret 2020

ABSTRACT− 410km and 660km discontinuities are very clear and very easily identified discontinuities other
than the Moho layer. This research utilizes SS precursor data, bouncepoints in the northern part of Sumatra.
The data used is the depth of the epicenter <70 km, earthquake magnitude 5.5 and the distance between the
epicenter and earthquake recording station more than 1000. This study is a preliminary study to determine
changes in the depth of discontinuity in the study area. The SS phase is very well observed in the transversal
component seismogram which is the result of the rotation of two horizontal components NS and EW, to obtain
a good seismogram a 0.03Hz low pass filter is performed. In this study used 38 data transversal component
seismograms, from 76 horizontal component seismograms. The most important thing in this study is the
determination of the SS phase used as a reference (point 0), the SS phase is determined using the AK135 table
guide, then the SS precursors are determined which can be seen at 450 seconds, 300 seconds, 90 seconds and
50 seconds before the SS . SS prekursors that are very clear at 450 seconds, are strongly suspected as a 660 km
discontinuity. SS prekursors can be seen clearly after the stacking process.
KEYWORDS : Bouncepoint, discontinuities, precursors SS, Sumatera, stacking.

PENDAHULUAN Dziewonski, 2002; Chambers, woodhouse, &


Semua model modern referensi bumi Deuss, 2005). Penelitian yang mengunakan data
global menunjukkan bertambahnya kecepatan konversi gelombang P ke S untuk mengetahui
gelombang elastik dan densitas pada lapisan diskontinuitas (Gurrola & Minster,
kedalaman mendekati 400 km dan 670 km ( 1998; Chevrot, Vinnik, & Montagner, 1999;
PREM, Dziewonski & Anderson (1981) dan Helffrich, 2000). Memanfaatkan prekursor SS di
IASP91, Kennett & Engdahl (1991)). Zona bawah permukaan Kalimantan berhasil
transisi bagian mantel atas dibagi dua bagian mengidentifikasi diskontinuitas pada
besar diskontinuitas yaitu bagian pertama 400 kedalaman 660 km dan 290 km (Fahruddin et
km dan bagian lainnya 670 km, merupakan al, 2017)
zona diskontinuitas yang sangat jelas selain Prekursor SS
lapisan Moho. Prekursor adalah gelombang yang
Beberapa penelitian mengenai lapisan terefleksikan pada lapisan diskontiuitas, yang
diskontinuitas dengan resolusi yang tinggi fasa gelombangnya lebih dulu tiba daripada
mengunakan data prekursor SS dan PP ( gelombang bodinya. Prekursor SS perioda
Shearer & Masters, 1992; shearer, 1993; panjang, titik refleksinya terletak di tengah
Flanagan & Shearer, 1998; Flanagan & Shearer, antara sumber dan stasiun penerima pada
1999; Gu, Dziewonski, & Agee, 1998; Gu dan diskontinuitas mantel atas ( Schubert, 2007),

88
Fahruddin et al. Identifikasi Diskontinuitas Seismik Mantel …. 89

seperti pada Gambar 1. Untuk mendapatkan interferensi dengan prekursor ScSScS


data yang baik diperlukan beberapa syarat (Schmerr & Garnero, 2006).
antara lain: Aktivitas Gempa Sumatera
Kepulauan Indonesia termasuk salah
satu negara yang memiliki aktivitas gempa
yang cukup besar setiap tahunnya, yang
disebabkan oleh dorongan dua lempeng
tektonik samudera yang sangat aktif. Kedua
lempeng tersebut ialah lempeng tektonik
Samudera Hindia-Australia dan lempeng
tektonik Samudera Pasifik. Akibat tumbukan
Gambar 1 Skema Penjalaran fase gelombang SS kedua tektonik tersebut, Kepulauan Indonesia
dibawah permukaan bumi (Deuss 2009) mempunyai tatanan keseismoteknikan yang
komplek dengan ciri kerawanan gempa yang
1. kedalaman sumber gempa dibatasi
tinggi. Sebagai salah satu wilayah yang paling
kurang dari 75 Km (Rychert & Shearer,
rawan terhadap bencana gempa bumi, maka
2010; Houser et al, 2008; Schmerr &
diperlukanlah penelitian-penelitian terkait di
Garnero, 2006) untuk mengurangi
pulau Sumatera (Abdillah, 2010).
interferensi dengan gelombang prekursor
Pergerakan-pergerakan lempeng yang
yang lebih dulu tiba (sSdiff).
diakibatkan oleh adanya aktivitas gempa di
2. Sumber gempa lebih dari 5,8 Mw untuk
mendapatkan signal-to-noise ratio (SNR) sepanjang jalur pertemuan lempeng membuat
fase SS yang baik (Schmerr & Garnero, daerah di sebelah utara Pulau Sumatera
2006). menjadi menarik untuk dikaji lebih lanjut.
3. Jarak terbaik antara sumber dengan Dengan memanfaatkan penjalaran gelombang
stasiun penerima ≥ 1000 untuk gempa yang melalui daerah tersebut, maka
menghindari interferensi gelombang yang akan diketahui seberapa jauh perubahan dan
terefleksi dipermukaan (Ss670s dan perpindahan lempeng yang telah dicatat pada
Ss400s)dan ≤ 1650 untuk menghindari penelitian sebelumnya. Jika meninjau pada

Gambar 2 Distribusi gempa dan stasiun penerima gempa di Indonesia. Bulatan merah dan segitiga kuning
masing-masing adalah sumber gempa (lingkaran merah) dan stasiun penerima (segitiga) (Engdah, van
Hilst, & Buland, 1998)
90 Jurnal Fisika Flux, vol. 17, no. 2, Agustus 2020 (88-93)

Gambar 3 Sumber gempa dengan stasiun pencatat gempa, bouncepoint di sebelah bagian utara Sumatera

gambar 2, terlihat begitu banyak titik gempa Fase SS sangat baik dan jelas diamati
pada daerah penelitian. pada komponen transversal, yang diperoleh
Gempa-gempa bumi yang terjadi di dari hasil rotasi komponen horizontal (N-S &
Pulau Sumatera merupakan implikasi E-W). Sebelum dilakukan proses rotasi jumlah
geodinamika dari deformasi aktif di sekitar NPTS (Number of points per data component)
Sunda dan Java trench. Kejadian gempa yang untuk komponen horizontal disamakan.
terjadi di dekat batas pertemuan antara Setelah menentukan fase SS, digunakan
lempeng samudra yang menujam masuk ke sebagai referensi (titik 0), setelah itu
bawah lempeng benua diklasifikasikan ditentukan precursor SS yang muncul setelah
sebagai zona subduksi. Zona subduksi fase SS. Prekursor SS akan terlihat sangat jelas
Sumatera terbentang dari Selat Sunda ke arah
utara hingga laut Andaman (Hasan & Santosa
2014).

METODE PENELITIAN
Tahap awal dari penelitian ini yaitu
menentukan pusat gempa dan stasiun
pencatat gempa yang titik bouncepointsnya di
daerah penelitian. Data yang digunakan pusat
gempanya di South Island, New Zealand
dengan stasiun pencatat gempa GSSB - Tunnel
De Badole, France, yang berjarak 170,77o dan
sekitar 18.955,470 Km (Gambar 3). Data
diperoleh dari IRIS (Incorporated Research
Institutions for Seismology). Data yang
diperoleh berupa rekaman seismogram 3
komponen, yaitu satu komponen vertikal (Z)
dan dua komponen horizontal (N-S dan E-W). Gambar 4 Diagram alur penelitian
Fahruddin et al. Identifikasi Diskontinuitas Seismik Mantel …. 91

setelah dilakukan proses stacking (ditumpuk). menentukan gelombang SS dalam rekaman


Data yang diperoleh terdiri dari seismogram. Salah satu metode untuk
komponen horizontal dan vertical, untuk menentukan gelombang SS dari data rekaman
mendapatkan hasil yang baik dilakukan seismogram yaitu metode Strip atau dapat juga
proses filter. Setelah mendapatkan menggunakan tabel ak135. Untuk melihat
seismogram yang baik dan jelas setiap dengan jelas prekursor SS, data seismogram
seismogram diplot berdasarkan epicentrum harus diplot secara bersamaan sehingga akan
distance. Secara umum diagram alir penelitian ada beberapa seismogram yang menumpuk
ini dapat digambarkan seperti pada Gambar 4. dan memperlihatkan kemiringan fase SS, yang
sangat bergantung dengan epicentrum
HASIL DAN PEMBAHASAN distance. Sebelum diplot data setiap
Tahap yang sangat penting dalam seismogram dilakukan normalisasi, yaitu nilai
memanfaatkan data prekursor SS yaitu amplitude terbesar sama dengan 1, atau

Gambar 5 Hasil ploting seismogram, berdasarkan epicentrum distance, fase SS terletak di ujung
seismogram sekitar 2000 detik – 2800 detik

Gambar 6 Hasil ploting seismogram, berdasarkan epicentrum distance setelah disejajarkan


92 Jurnal Fisika Flux, vol. 17, no. 2, Agustus 2020 (88-93)

Gambar 7 Hasil plotting seismogram, garis merah tebal adalah fase SS

dengan kata lain semua amplitude dibagi Sebelum melakukan ray tracing, terlebih
dengan amplitude maksimum pada setiap dahulu diketahui ray parameter. Software yang
seismogram. Dari hasil plotting fase SS yang digunakan pada penelitian ini yaitu SAC
terlihat berada sekitar 2000 detik sampai (Seismic Analysis Code), dengan SAC dapat
dengan 2800 detik (Gambar 5). diketahui nilai epicentrum distance, jumlah
Untuk mendapatkan prekursors yang NPTS dan dilakukan rotasi, sehingga
mungkin ada pada Gambar 5, dilakukan agar diperoleh komponen transversal.
fase SS berada dalam satu garis lurus atau
sejajar. Seperti yang terlihat pada Gambar 6, KESIMPULAN
dari hasil plot terlihat jelas fase SS pada t = 0 Dari hasil pembahasan dapat
detik, dan salah satu precursor SS = 450 detik. disimpulkan bahwa terdapat 4 prekursor SS
Gambar 6 terlihat jelas banyaknya data yang sekitar 450 detik, 300 detik, 90 dan 50 detik
menumpuk untuk data yang epicentrum sebelum SS. Prekursor SS yang dapat teramati
distancenya berada diantara 1100 – 1200. Dari dengan jelas pada waktu sekitar 450 detik
hasil pengolahan data dan diplot fase SS sebelum SS dan 300 detik sebelum SS.
dibuat menjadi sejajar. Jumlah seismogram 38
buah untuk komponen transversal, setelah DAFTAR PUSTAKA
dipilih seismogram yang baik tersisa 23 Abdillah, A. (2010). Analisis Keaktifan dan
seismogram (gambar 7). Resiko Gempa Bumi Pada Zona Subduksi
Pada gambar 7 garis merah tebal Daerah Pulau Sumatera dan Sekitarnya
merupakan fase SS yang berada pada titik nol, Dengan Metode Least Square. Skripsi.
sedangkan 4 garis merah sebelumnya Program Studi Fisika, Universitas Negri
merupakan prekursor SS, sekitar 450 detik, 300 Islam Syarif Hidayatullah. Jakarta.
detik, 90 dan 50 detik sebelum SS. Kedalaman Chevrot, S., Vinnik, L., & Montagner, J. P.
diskontinuitas akan diketahui jika dilakukan (1999). Global-scale analysis of the mantle
ray tracing. Pada penelitian ini tidak dilakukan Pds phases. Journal of Geophysical Research,
ray tracing, penelitian ini studi awal untuk 104, 20203–20219.
mengetahui kedalaman diskontinuitas di barat Chambers, K., Woodhouse, J. H., & Deuss, A.,
Laut Sumatera. (2005). Topography of the 410-km
Fahruddin et al. Identifikasi Diskontinuitas Seismik Mantel …. 93

discontinuity from PP and SS precursors. Reviews of Geophysics, 38(1), 141–158.


Earth and Planetary Science Letters, 235, Houser, C., Masters, G., Flanagan, M., &
610–622. Shearer, P. M. (2008). Determination and
Deuss, A. (2009). Global observations of analisys of long–wavelength transition
mantle discontinuities using SS and PP zone structure using SS Precursors.
precursors. Surveys in Geophysics, 30(4–5), Geophysical Journal International, 174, 178-
301–326. 194.
Dziewonski, A. M., & Anderson, D. L. (1981). Kennett, B. L. N., & Engdahl, E. R. (1991).
Preliminary Reference Earth Model, Travel times for global earthquake
Physics Earth Planet. Inter., 25(4), 297– 356. location and phase identification.
Fahruddin, F., Widiyantoro, S., Nugraha, A. Geophysical Journal International, 105, 429–
D., & Afnimar, A. (2017). Search For 465.
Mantle Seismic Discontinuities Beneath Rychert, C. A., & Shearer, P. M. (2010).
Northern Kalimantan, Central Indonesia: Resolving crustal thickness using SS
A Preliminary Result of Employing SS waveform stacks. Geophysical Journal
Precursor. International Journal of International, 180,1128-1137.
Tomography & Simulation, 30(1), 96–104. Engdah, R., van Hilst, R. D., & Buland, R.
Flanagan, M. P., & Shearer, P. M. (1998). Global (1998). Global teleseismic earthquake
mapping of topography on transition relocation with improved travel times
zone velocity discontinuities by stacking and procedures for depth determination.
SS Precursors. Journal of Geophysical Bulletin of the Seismological Society of
Research, 103(B2), 2673-2692. America, 88 (3), 722–743.
Flanagan, M. P., & Shearer, P. M. (1999). A Hasan, M. M., & Santosa, B. J. (2014). Analisa
map of topography on the 410-km Pola Bidang Sesar Pada Zona Subduksi di
discontinuity from PP Wilayah Sumatera Barat dari Event
precursors,Geophysical Research Letter, Gempa Pada Tahun 2013. Jurnal Sains Dan
26(5), 549-552. Seni Pomits, 3(1), 11-14.
Gu, Y. J. & Dziewonski, A. M. (2002). Global Schmerr, N., & Garnero, E. (2006).
variability of transition zone thickness. Investigation of upper mantle
Journal of Geophysical Research: Solid Earth, discontinuity structure beneath the
107 (B7), ESE 2-1-ESE 2–17. central Pacific using SS precursors.
Gu, Y., Dziewonski, A. M., & Agee, C. B. Journal of Geophysical Research: Solid Earth,
(1998). Global de-correlation of the 111(8), 1–21.
topography of transition zone Schubert, G. (2007). Treatise of Geophysics
discontinuities. Earth Planetary Science volume 1, Seismology and Structure of the
Letters, 157(1– 2), 57– 67. Earth, Elseiver, pp 593.
Gurrola, H., & Minster, J. B. (1998). Thickness Shearer, P. M. & Masters, T. G. (1992). Global
estimates of the upper-mantle transition mapping of topography on the 660 km
zone from bootstrapped velocity spectrum discontinuity. Nature, 355, 791-796.
stacks of receiver functions. Geophysical Shearer, P. M. (1993). Global mapping of
Journal International, 133, 31-43. upper mantle reflectors from long-period
Helffrich, G. (2000). Topography of the SS Precursors, Geophysical Journal
transition zone seismic discontinuities. International, 115, 878 – 904.

You might also like