0% found this document useful (0 votes)
263 views18 pages

Sistem Peradilan Pada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Indonesia

This document provides an overview of the judicial system in Indonesia's State Administrative Court (PTUN). It discusses that PTUN is part of the judicial branch under the Supreme Court based on the 1945 Constitution. It focuses on PTUN's position, authority, principles, jurisdiction over disputes, legal sources, and procedures. The purpose is to provide understanding of PTUN to help further study. The research uses a normative juridical approach by examining literature and regulations regarding PTUN.

Uploaded by

Ikhlazul Zuamal
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
0% found this document useful (0 votes)
263 views18 pages

Sistem Peradilan Pada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Indonesia

This document provides an overview of the judicial system in Indonesia's State Administrative Court (PTUN). It discusses that PTUN is part of the judicial branch under the Supreme Court based on the 1945 Constitution. It focuses on PTUN's position, authority, principles, jurisdiction over disputes, legal sources, and procedures. The purpose is to provide understanding of PTUN to help further study. The research uses a normative juridical approach by examining literature and regulations regarding PTUN.

Uploaded by

Ikhlazul Zuamal
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
You are on page 1/ 18

MEMAHAMI SISTEM PERADILAN PADA PENGADILAN TATA USAHA

NEGARA DI INDONESIA
Ikhlazul Zuamal Mustofa
Fakultas Hukum, Universitas Brawijaya
Jl. MT. Haryono No. 169 Malang

[email protected]

Abstract

In the general explanation of the 1945 Constitution of the Republic of


Indonesia it is stated that the Indonesian state is based on law (rechsstaat),
not based on mere power (machtsstaat). In Indonesia, PTUN is part of the
judicial power which is structurally and organizationally under the Supreme
Court and does not stand alone like in countries with the Civil Law system.
This can be seen in our constitution, Article 24 of the 1945 Constitution of
the Republic of Indonesia:
(1) Judicial power is an independent power to administer justice in order to
uphold law and justice
(2) Judicial power is exercised by a Supreme Court and judicial bodies under
it in the general court, religious courts, military courts, state administrative
courts, and by a Supreme Court.
Justice is a process of providing justice in court. This article focuses on the
procedural system that exists in the Administrative Court in Indonesia, then
the subject of discussion here is on its position, authority or competence,
its principles, objects, legal sources of law, procedures for filing cases, and
various forms of proceedings. in the Indonesian State Administrative Court.
The purpose of writing this article is expected to provide understanding,
add insight and literature as well as further study material for readers. This
research uses the juridical normative approach, namely legal research
which is carried out by examining library materials or secondary data alone
or called literature law research. Normative Juridical Research is research
that examines the subject matter based on legal principles and legal norms
that exist in positive law.
Keywords: system, judiciary, administrative state court

Abstract
Dalam penjelasan umum UUD NRI 1945 dikatakan bahwa negara Indonesia berdasar
atas hukum (rechsstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (machtsstaat)1. Di
Indonesia PTUN merupakan bagian dari kekuasaan kehakiman yang secara struktur
dan organisasi berada di bawah Mahkamah Agung dan tidak berdiri sendiri seperti
pada negara-negara sistem Civil Law 2. Hal ini dapat dilihat dalam konstitusi kita UUD
NRI 1945 Pasal 24 :

1
UUD NRI Tahun 1945.
2
Umar Dani, Memahami Kedudukan Pengadilan Tata Usaha Negara Di Indonesia:
Sistem Unity of Jurisdiction Atau Duality Of Jurisdiction? Sebuah Studi Tentang
Struktur Dan Karakteristiknya. Jurnal Hukum dan Peradilan, Volume 7, Jakarta,
2018, hlm 407.

1
(1) Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dankeadilan
(2) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan
peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum,
lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan
peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Agung.
Peradilan meupakan suatu proses pemberian keadilan di dalam Pengadilan. Pada
artikel ini berfokus pada sistem acara yang ada pada Pengadilan Tata Usah di
Indonesia, kemudian pokok pembahasan disini adalah pada kedudukannya,
kewenangan atau kompetensinya, asas-asasnya, objek-objeknya, sumber hukum
beracaranya, prosedur pengajuan perkaranya, serta macam-macam bentuk beracara
dalam Pengadilan Tata Usaha Negara indonesia. Tujuan dari penulisan artikel ini
diharapkan dapat memberi pemahaman, menambah wawasan maupun literatur
maupun sebagai bahan kajian lebih lanjut bagi para pembaca. Penelitian ini
menggunakan metode pendekatan Yuridis Normatif yaitu Penelitian Hukum yang
dilakukan dengan cara meneliti bahan Pustaka atau data sekunder belaka atau disebut
dengan Penelitian Hukum Kepustakaan. Penelitian Yuridis Normatif adalah penelitian
yang mengkaji pokok permasalahan berdasarkan kaidah hukum dan norma hukum
yang ada didalam hukum positif.
Kata Kunci : Sistem, Peradilan, PTUN

Latar Belakang

Indonesia adalah negara yang berdasar pada hukum (rechstaat), sehingga


diperlukan adanya Lembaga yang dapat menegakkan hukum tersebut yakni lembaga
pengadilan. Hal ini diamanatkan dalam Bab IX Kekuasaan Kehakiman Pasal 24, yang
berbunyi :

“(1) kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk


menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan

(2) kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan
peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan
peradilan agama, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah
Konstitusi.” 3

Keudukan Peratun sebagai salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman


merupakan sebuah cabang (lingkungan) peradilan yang berdiri sendiri, terpisah dari
Peradilan Umum, Peradilan Militer, dan Peradilan Agama. Peratun berpuncak pada
Mahkamah Agung sebagai pengadilan negara tertinggi. Kewenangan peratun adalah
memeriksa, mengadili, memutus, dan menyelesaikan sengketa TUN sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan.4

3
UUD NRI Tahun 1945

4
Enrico, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara (Jakarta: Sinar Grafika, 2018), hlm. 25.

2
Peradilan Tata Usaha Negara adalah suatu proses pemberian atau diberikannya
keadilan yang timbul dari sengketa dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau
badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik di pusat
maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara,
termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah Sistem Peradilan pada Pengadilan Tata Usaha di Indonesia?


2. Apa Saja Hal-hal Yang Harus Diperhatikan Dalam Mempelajari
Pengadailan Tata Usaha di Indonesia?

Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian hukum yang dipergunakan dalam penulisan penelitian ini
adalah dengan menggunakan metode pendekatan Yuridis Normatif5, yaitu
Penelitian Hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan Pustaka atau
data sekunder belaka atau disebut dengan Penelitian Hukum Kepustakaan.
Penelitian Yuridis Normatif adalah penelitian yang mengkaji pokok
permasalahan berdasarkan kaidah hukum dan norma hukum yang ada
didalam hukum positif.
2. Pendekatan Penelitian
Menggunakan pendekatan Perundang-undangan adalah pendekatan yang
dalam penelitiannya menggunakan bahan hukum berupa peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan focus dan tema dari suatu
penelitian. 6.

Pembahasan

A. Sistem Peradilan Pengadilan Tata Usaha Negara

Menurut KBBI, Sistem adalah perangkat unsur yang secara teratur


saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas: susunan yang teratur dari
pandangan, teori, asas, dan sebagainya. 7. Sedangkan Peradilan adalah suatu

5
Soeryono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif (suatu Tinjauan Singkat), C.V Rajawali, Jakarta,
1990).
6
S Nasution, Metode Research (Penelitian Ilmiah) Usulan Tesis, Desain Penelitian, Hipotesis, Validitas,
Sampling, Populasi, Observasi, Wawancara, Angket, PT. Bumi Aksara, Jakarta, Cetakan Ke-4, 2011.
hlm 16.
7
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), “Sistem”, dalam (https://kbbi.web.id/sistem).

3
proses yang dijalankan di pengadilan yang berhubungan dengan tugas
memeriksa, memutus dan mengadili perkara. 8

Sehingga system peradilan adalah seperangkat unsur yang secara teratur saling
berkaitan dalam proses memeriksa, memutus, dan mengadili suatu perkara yang
dalam hal ini pada Pengadilan Tata Usaha Negara.
Keudukan Peratun sebagai salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman
merupakan sebuah cabang (lingkungan) peradilan yang berdiri sendiri, terpisah
dari Peradilan Umum, Peradilan Militer, dan Peradilan Agama. Peratun
berpuncak pada Mahkamah Agung sebagai pengadilan negara tertinggi.
Kewenangan peratun adalah memeriksa, mengadili, memutus, dan
menyelesaikan sengketa TUN sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-
undangan. 9 sengketa yang dimaksud adalah sengketa antara warga masyarakat
dengan pejabat pemerintahan sebagai akaibat dikeluarkannya keputusan tata
usaha negara termasuk sengketa kepegawaian, serta inti dari fungsi PTUN
adalah Lembaga yang disediakan untuk menyelesaikan sengketa antara
pemerintah dan warga masyarakat dalam bidang hukum public10.
Kekhususan Peratun sebaiknya dilihat pada aspek jenis sengketa yang
diadili (objectum litis) dan pihak yang berperkara (subjectum litis) yakni
sengketa TUN berada dalam ranah hukum administrasi dan pihak yang
berperkara secara prinsip adalah antara warga masyarakat dengan administrasi
pemerintahan (citizen versus government)11. Sehingga secara normative yang
dimaksud dengan pengadilan khusus di lingkungan Peratun adalah Pengadilan
Pajak12.

B. Kompetensi PTUN
Kompetensi (kewenangan) suatu badan pengadilan Tata Usaha Negara
untuk mengadili suatu perkara, dibedakan menjadi : 13

8
Klinik Hukum Online, “Perbedaan Peradilan dengan Pengadilan”, dalam
(https://www.hukumonline.com/klinik/bacagrafis/lt57e20b90bdb53/perbedaan-peradilan-
dengan-pengadilan/).
9
Enrico, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Sinar Grafika, Jakarta, 2018, hlm. 25.
10
Umar Dani, Memahami Kedudukan Pengadilan Tata Usaha Negara Di Indonesia:
Sistem Unity of Jurisdiction Atau Duality Of Jurisdiction? Sebuah Studi Tentang
Struktur Dan Karakteristiknya. Jurnal Hukum dan Peradilan, Volume 7, Jakarta,
2018, hlm 420.
11
Ibid, hlm 25.
12
Ibid, hlm 26.
13
Yodi, Martono, 2007, Kompetensi Pengadilan Tata Usaha Negara Dalam Sistem
Peradilan Di Indonesia (online), https://ptun-jakarta.go.id/wp-
content/uploads/file/berita/daftar_artikel/Kompetensi%20Pengadilan%20Tata%20Usaha%20
Negara%20Dalam%20Sistem%20Peradilan%20Di%20Indonesia.pdf, (7 November 2020)

4
- Kompetensi Relatif
Kompetensi relatif suatu badan pengadilan ditentukan oleh batas daerah
hukum yang menjadi kewenangannya. Suatu badan pengadilan dinyatakan
berwenang untuk memeriksa suatu sengketa apabila salah satu pihak sedang
bersengketa (Penggugat/Tergugat) berkediaman di salah satu daerah hukum
yang menjadi wilayah hukum pengadilan itu.
+Dalam Pasal 6 UU No. 5 Tahun 1986 jo UU No. 9 Tahun 2004
menyatakan :
(1) Pengadilan Tata Usaha Negara berkedudukan di ibukota
Kabupaten/Kota, dan
daerah hukumnya meliputi wilayah Kabupaten/Kota.
(2) Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara berkedudukan di ibukota
Provinsi dan
daerah hukumnya meliputi wilayah Provinsi.
+Dalam Pasal 54 UU No. 5 Tahun 1986 UU No. 9 Tahun 2004 diatur
sebagai berikut: Gugatan sengketa tata usaha negara diajukan kepada
Pengadilan yang berwenang yang daerah hukumnya meliputi tempat
kedudukan tergugat.
(1) Apabila Tergugat lebih dari satu Badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara dan berkedudukan tidak dalam satu daerah hukum
Pengadilan, gugatan diajukan kepada Pengadilan yang daerah
hukumnya meliputi tempat kedudukan salah satu Badan atau Pejabat
Tata Usaha Negara.
(2) Dalam hal tempat kedudukan Tergugat tidak berada dalam daerah
hukum Pengadilan tempat kediaman Penggugat, maka gugatan dapat
diajukan ke Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat
kediaman Penggugat untuk selanjutnya diteruskan kepada
Pengadilan yang bersangkutan.
(3) Dalam hal-hal tertentu sesuai dengan sifat sengketa tata usaha negara
yang bersangkutan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah,
gugatan dapat diajukan kepada Pengadilan yang berwenang yang
daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Penggugat.
(4) Apabila Penggugat dan Tergugat berkedudukan atau berada di luar
negeri, gugatan diajukan kepada Pengadilan di Jakarta.

5
(5) Apabila Tergugat berkedudukan di dalam negeri dan Penggugat di
luar negeri, gugatan diajukan kepada Pengadilan di tempat
kedudukan Tergugat.

- Kompetensi Absolut
Kompetensi absolut berkaitan dengan kewenangan Peradilan Tata
Usaha Negara untuk mengadili suatu perkara menurut obyek, materi atau
pokok sengketa. Adapun yang menjadi obyek sengketa Tata Usaha Negara
adalah Keputusan tata usaha negara sebagaimana diatur dalam Pasal 1
angka 3 UU No. 5 Tahun 1986 UU No. 9 Tahun 2004 adalah Keputusan
tata usaha negara.
Kompetensi absolut PTUN adalah sengketa tata usaha negara yang
timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau Badan Hukum
Perdata dengan Badan atau Pejabat tata usaha negara, baik di pusat maupun
di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan tata usaha negara,
termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku (Pasal 1 angka 4 UU No. 5 Tahun 1986 jo UU No.
9 Tahun 2004).

C. Asas Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara


Asas (principle) adalah sesuatu yang dpaat dijadikan sebagai alas,
sebagai dasar, sebagai tumpuan, sebagai pokok pangkal, sebagai fundament,
sebagi tempat untuk menyandarkan, untuk mengembalikan sesuatu hal yang
hendak kita jelskan. Dalam konteks ilmu hukum , asas-asas hukum bukanlah
peraturan hukum konkret, melainkan pikiran dasar yang umum sifatnya atau
merupakan latar belakang dari hukum postitif yang terdapat dalam dan
dibelakang setiap system hukum yang terjelma dalam peraturan perundang-
undangan. 14
Adapun asas-asas dalam Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, sebagai
berikut :
1. Asas praduga keabsahan/rechtmatig (vermoeden van rechtmatigheid
preasumtio iustae causa). Asas ini mengandung makna bahwa setiap
tindakan penguasa selalu harus dianggap sah/ rechtmatig sampai ada
pembatalannya15.

14
Enrico, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Sinar Grafika, Jakarta, 2018, hlm. 34.
15
Fence, M, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, reviva Cendekia, Gorontalo, 2014, hlm 42.

6
2. Dalam proses pemeriksaan dipersidangan, Peranan Hakim Aktif. Karena
hakim dibebani tugas untuk mencari kebenaran materiil. Dapat dilihat pada
pasal 63 ayat (2) butir a, b, Pasal 80 ayat (1), pasal 95 ayat (1), dan Pasal
103 ayat (1) UU Peratun.
3. Dalam sengketa TUN kedudukan antara Penggugat dengan Tergugat tidak
seimbang. Dikarenakan Pengguggat sebagai orang atau badan hukum
perdata diasumsikan dalam posisi yang lebih lemah dibandingkan Tergugat
selaku pemegang kekuasaan public.
4. Asas pembuktian yang mengarah pada system Pembuktian Bebas terbatas
(vrij bewijs). Pengertian bebas terbatas karena menurut system hukum
Peratun, Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban
pembuktian, beserta penilaian pembuktian. Alat bukti dalam pembuktian
terbatas : surat atau tulisan, keterangan ahli, keterangan saksi, pengakuan
para pihak, dan pengetahuan hakim.
5. Gugatan tidak menunda pelaksanaan KTUN yang digugat. Hal ini sebagai
konsekuensi berlakunya asas praesumptio iustae causa terhadap suatu
KTUN, yang maknanya adalah suatu KTUN harus selalu dianggap benar
sampai dengan dibuktikan sebaliknya.
6. Putusan Hakim tidak boleh bersifat ultra petita (melebihi tuntutan
Penggugat), akan tetapi reformation in peius dimungkinkna. reformation
in peius adalah suatu dictum putusan yang justru tidak menguntungkan
Penggugat
7. Putusan Pengadilan bersifat erga omnes. Maksudanya Putusan Peratun
tidka hanya mengikat pihak-pihak yang bersengketa, akan tetapi berleku
juga bagi pihak-pihak yang terkait diluar pihak yang bersengketa.
8. Seseorang atau badan hukum perdata untuk dapat mengajukan gugatan
harus mempunyai kepentingan yang dirugikan sebagai akibat terbitnya
suatu KTUN.
9. Dalam proses pemeriksaan gugatan di PTUN dikenal beberapa tahapan,
yaitu tahap penelitian administrasi, tahap proses dismissal, tahap
pemeriksaan persiapan, dan tahap persidangan terbuka untuk umum.
10. Tidak mengenal putusan verstek, karena hakim bersifat aktif didalam
pemeriksaan persidangan untuk menemukan kebenaran materiil dengan
cara mencari bukti-bukti yang relevan didalam memutus perkaranya,
sehingga Hakim tetap dapat memutus perkaranya tanpa kehadiran Tergugat.
11. Tidak mengenal gugatan rekonpensi, karena objek gugatan dalam sengketa
TUN adalah KTUN diterbitkan oleh Tergugat berdasrkan wewenanng yang

7
ada padanya atau dilimpahkan kepadanya, yang digugat oleh orang atau
badan hukum perdata. 16

D. Sumber-Sumber Hukum Acara Peratun


Sumber hukum merujuk kepada pengertian tempat dari asal-muasal suatu
nilai atau norma tertentu berasal. Sumber hukum terbagi menjadi sumber
hukum materiil dan sumber hukum formiil, berikut adalah sumber hukum
dalam PTUN :
• Sumber Hukum Materiil
1. Pancasila merupakan sumber hukum materiil maupun formal dalam
tata aturan hukum di Indonesia.
2. Assas-asas hukum yang dipengaruhi oleh terutama teori hukum
administrasi dan hukum public pada umumnya
3. Praktik Pemerintahan, Praktik Peradilan, dan doktrin dari para ahli
hukum 17

• Sumber hukum Formiil, adalah tempat atau sumber dari mana suatu
aturan memperoleh kekuatan hukum. 18
1. Bab III Undang-undang Peratun mulai dari passal 47 hingga Pasal
132
2. UU Administrasi Pemerintahan
3. UU Mahkamah Agung
4. UU Kekuasaan Kehakiman
5. UU keterbukaan Informasi Publik
6. UU Pelayanan Publik
7. UU Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup
8. UU Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum
9. UU Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD sebagaimana diubah
oleh UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu
10. Dan UU Lain sebagainya
11. Perma no.2 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelesaian Sengketa KIP
di Pengadilan
12. Perma No. 3 Tahun 2015 tentang Hakim Khusus Sengketa TUN
Pemilihan

16
Enrico, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Sinar Grafika, Jakarta, 2018, hlm. 40.
17
Ibid, hlm. 57.
18
Ibid, hlm. 57.

8
13. Perma No.14 Tahun 2015 tentang Pedoman Beracara dalam
Penyalahgunaan wewenang
14. Dan Perma Lain Sebagainya
15. Putusan MK No. 17/PUU-IX/2011
16. Putusan MK No. 31/PUU-XI/2013
17. Dan Putusan MK Lain Sebagainya
18. Disamping keberadaan hukum positif tersebut, tentu tidak bisa
dikesampingkan adanya sumber PERATUN lainnya berupa
“peraturan internal” (interne regeling) yang berasal dan ditujukan
dalam rangka kepentingan internal pelaksanaan tugas dan fungsi
badan peradilan di lingkungan Peratun, yang biasa dituangkan
dalam bentuk Juklak, Juknis, Pedoman, Surat Edaran, dan
sebagainya

E. Subjek Peradilan Tata Usaha Negara


1. Pihak Penggugat
Definisi sengketa TUN sebagai sengketa yang timbul dalam bidang tata
usaha negara (atau administrasi Pemerintahan), antara orang atau badan
hukum perdata dengan badan atau pejabat TUN, baik dipusat maupun di
daerah sebagai akibat dikeluarkannya KTUN, termasuk sengketa
kepegawaian berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
(Halaman 149)
- Orang
Pengertian ’orang’ dalam UU Peratun tidak merujuk apakah
statusnya Warga Negara Indonesia (WNI) atau Warga Negara Asing
(WNA), sehingga ditinjau dari segi artikulasi perlindungan hak asasi
manusia yang sifatnya universal, dpaat dikatakan UU Peratun lebih
artikulatif dalam isu semacam ini.
Menurut Indroharto, oleh karena UU Peratun tidak menagturnya,
maka apa yang berlaku di dalam hukum acara perdata dapat
diterapkan dalam hukum acara Peratun.
- Badan Hukum Perdata
Dalam praktik Peratun selama ini salah satu parameter yang
digunakan untuk menentukan apakah suatu badan hukum perdata
berbentuk korporasi/perseroan telah berbentuk badna hukum atau
dengan melihat Anggaran Dasar/Anggaran rumah Tangga serta

9
surat pendaftarannya pada Dirjen Administrasi Hukum Umum
(AHU) Kementeria Hukum dan HAM RI. UU Peraturn tidak cukup
memadai menjelaskan pengertian ‘badan hukum perdata’ sebagai
salah satu suhjek hukum yang dapat mengajukann gugatan di
Peratun 19.
Berdasarkan praktik di Peratun, badan hukum public dapat
bertindak sebagai penggugat manakala ia bertindak untuk
mempertahankan hak-hak keperdataannya. Dalam kegiatan
Rakernas Peratun Tahun 2007 disepakati manakala badan public
mengajukan gugatan terhadpa KTUN tentang Pencabutan Surat Izin
Penghunia (SIP) yang ditempati instansi pemerintah, atau
mengajukan terhadap KTUN yang berisi perintah bonhkar
bangunan milik instansi pemerintah, menagjukan gugatan terhadap
pembatalan sertifikat tanah milik instansi pemerintah, dsb. Dengan
pemahaman seperti ini badan hukum public dikonsepsikan dapat
bertindak sesuai ketentuan Pasal 53 ayat (1) UU Peratun, artinya
Badan Hukum Publik dilihat bukan dalam kapasitasnya sebagai
bdan hukum ublik melainkan sebagai badan hukum perdata dan
sebagai wakil dari Badan Hukum Publik tersebut dipersidangan
adalah pimpinan (sebagai personifikasi) Badan Hukum Publik
tersebut20.
Lagi pula perkembangan hukum mutakhir di Peratun telah
mengakui secara normative kedudukan badan public sebagai pihak
penggugat dalam sengketa di Peratun, bukan dalam kapsitasnya
semata sebagai badan hukum perdata namun sebagai badan hukum
public. 21.
- Pihak ketiga yang berkepentingan
Dalam Pasal 83 UU No. 5 / 1986 jo UU No. 9/ 2004 disebutkan :
(1). Selama pemeriksaan berlangsung, setiap orang yang
berkepentingan dalam sengketa pihak lain yang sedang
diperiksa oleh Pengadilan, baik atas prakarsa sendiri dengan
mengajukan permohonan, maupun atas prakarsa hakim, dapat
masuk dalam sengketa tata usaha negara, dan bertindak
sebagai:

19
Ibid, hlm. 152.
20
Ibid, hlm. 153.
21
Ibid, hlm.154.

10
- pihak yang membela haknya, atau
- peserta yang bergabung dengan salah satu pihak yang
bersengketa.
(2). Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat l dapat
dikabulkan atau ditolak oleh Pengadilan dengan putusan yang
dicantumkan dalam berita acara.
(3). Permohonan banding terhadap putusan Pengadilan sebagaimana
dimaksud dalam ayat 2 tidak dapat diajukan tersendiri, tetapi
harus bersama-sama dengan permohonan banding terhadap
putusan akhir dalam pokok sengketa.
Pasal ini mengatur kemungkinan bagi seseorang atau badan hukum
perdata ikut serta dalam pemeriksaan perkara yang sedang berjalan
22
.

2. Pihak Tergugat
Dalam ketentuan Pasal 1 angka 12, tergugat adalah badan atau pejabat
tata usaha negara yang mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang
yang ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya yang digugat oleh
orang atau badan hukum perdata23.

“Badan atau Pejabat tata usaha negara adalah pejabat yang


melaksanakan urusan pemerintah berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku”. Ketentuan hukum yang menjadi dasar dikeluarkan
keputusan yang disengketakan itu menyebutkan secara jelas Badan atau
Pejabat tata usaha negara yang diberi wewenang pemerintahan. Jadi dasar
wewenang yang diberikan oleh suatu peraturan perundangundangan sendiri
itu dinamakan bersifat atributif. Dan manakala Badan atau Pejabat tata
usaha negara memperoleh wewenang pemerintahan secara atributif itu
mengeluarkan Keputusan tata usaha negara yang kemudian disengketakan,
maka yang harus digugat adalah badan atau pejabat tata usaha negara yang
memperoleh wewenang pemerintahan secara atributif tersebut 24.

22
Yodi, Martono, 2007, Kompetensi Pengadilan Tata Usaha Negara Dalam Sistem Peradilan Di
Indonesia (online), https://ptun-jakarta.go.id/wp-
content/uploads/file/berita/daftar_artikel/Kompetensi%20Pengadilan%20Tata%20Usaha%20Negara
%20Dalam%20Sistem%20Peradilan%20Di%20Indonesia.pdf, (7 November 2020)
23
UU No. 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas UU No.5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata
Usaha Negara.
24
Yodi, Martono, 2007, Kompetensi Pengadilan Tata Usaha Negara Dalam Sistem Peradilan Di
Indonesia (online), https://ptun-jakarta.go.id/wp-
content/uploads/file/berita/daftar_artikel/Kompetensi%20Pengadilan%20Tata%20Usaha%20Negara
%20Dalam%20Sistem%20Peradilan%20Di%20Indonesia.pdf, (7 November 2020)

11
F. Objek Sengketa di Peradilan Tata Usaha Negara
Obyek sengketa di PTUN adalah Keputusan tata usaha negara
sebagaimana dimaksud Pasal 1 angka 3 dan Pasal 3 UU No. 5 Tahun 1986
jo UU No. 9 Tahun 2004., yaitu : 25
- Keputusan Tata Usaha Negara
Keputusan tata usaha negara menurut pasal 1 angka 3 uu No. 5
Tahun 1986 UU No. 9 Tahun 2004 ialah Suatu penetapan tertulis
yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat tata usaha negara yang
berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku yang bersifat konkret,
individual, final, yang menimbulkan akibat hukum bagi Seseorang
atau Badan Hukum Perdata.
- Keputusan tata usaha negara fiktif negatif
Diantaranya yaitu :
1. Apabila Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak
mengeluarkan keputusan, sedangkan hal itu menjadi
kewajibannya maka hal tersebut disamakan dengan
Keputusan Tata Usaha Negara.
2. Jika suatu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak
mengeluarkan keputusan yang dimohon, sedangkan jangka
waktu sebagai mana ditentukan dalam peraturan perundang-
undangan dimaksud telah lewat, maka badan atau penjabat
tata usaha negara tersebut dianggap telah menolak
mengeluarkan keputusan yang dimaksud.
3. Dalam hal peraturan perundang-undangan yang
bersangkutan tidak menentukanjangka waktu maka setelah
lewat jangka waktu 4 bulan sejak diterimanya
permohononan, badan atau penjabat tata usaha negara yang
bersangkutan dianggap telah mengeluarkan keputusan.

25
Yodi, Martono, 2007, Kompetensi Pengadilan Tata Usaha Negara Dalam Sistem Peradilan Di
Indonesia (online), https://ptun-jakarta.go.id/wp-
content/uploads/file/berita/daftar_artikel/Kompetensi%20Pengadilan%20Tata%20Usaha%20Negara
%20Dalam%20Sistem%20Peradilan%20Di%20Indonesia.pdf, (7 November 2020)

12
Keputusan fiktif negatif merupakan perluasan dari keputusan
tata usaha negara tertulis yang menjadi objek dalam sengketa
tata usaha negara.

G. Prasyarat Pengajuan Gugatan


Secara yuridis formal, pengertian gugatan adalah permohonan yang
berisi tuntutan terhadap badan atau Pejabat TUN dan diajukan Ke Pengadilan
untuk mendapatkan putusan. Tuntutan pokok dalam gugatan sengketa TUN
adalah agar KTUN yang menjadi objek sengketa dinyatakan batal atau tidak
sah, dan tuntutan tambahanberupa ganti rugi dan/atau rehabilitasi26.
Prasayarat nya yaitu :
1. Dasar Hukum Mengajukan Gugatan
Dasar mengajukannya menurut Pasal 53 UU Peratun adalah : (1)
keputusan TUN yang digugat bertentangan dengan peraturan Perundang-
undangan yang berlaku; (2) Keputusan TUN yang digugat bertentangan
dengan asas-asas umum Pemerintahan Yang Baik (AAUPB). Berdasarkan
ketentuan tersebut, syarat mengajukan gugatan terlihat bersifat kumulatif,
artinya suatu KTUN yang digugat itu harus dianggap selain bertentangan
dengan Peraturan Perundang-undangan juga bertentangan dengan AAUPB.
Namun, dalam buku III disebutkan bahwa KTUN yang berasal dari
kewennagan terikat (gebonden beschikking) diuji dengan hukum tertulis
(peraturan perundang-undangan), sedangkan KTUN yang bersal dari
kewenangan bebas (vrije beschikking) diuji dengan hukum tak tertulis
(AAUPB), sehingga terkesan dasar pengajuan gugatan adalah bersifat
alternatif. 27
2. Tenggang Waktu Mengajukan Gugatan
Dalam Pasal 55 Ketentuan tenggang atau batas waktu mengajukan
gugatan terhadap keputusan badan/pejabat TUN ditetapkan 90 (Sembilan
puluh hari) terhitung sejak saat diterima atau diumumkannya KTUN yang
disengketakan. Penetapan tenggang waktu ini dimaksudkan agar terjamin
kelancaran tugas pemerintahan dan memberikan kepastian hukum bagi
badan/pejabat TUN yang mengeluarkan keputusan, sehingga dengan
demikian keputusannya tidak setiap waktu dapat digugat28.

26
Enrico, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Sinar Grafika, Jakarta, 2018, hlm. 164.
27
Ibid, hlm 166.
28
Ibid, hlm 171.

13
Dalam SEMA Nomor : 2 Tahun 1991 dinyatakan bahwa bagi mereka yang
tidak dituju oleh suatu Keputusan tata usaha negara, yang merasa
kepentingannya dirugikan maka tenggang waktu sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 55 dihitung secara kasuistis sejak saat ia merasa kepentingannya
dirugikan oleh Keputusan tata usaha negara yang bersangkutan. 29

H. Prosedur Pendaftaran Perkara


Prosedur pendaftaran perkara baik perkara gugatan maupun permohonan
pada dasarnya dapat dikelompokkan kedalam 3 (tiga) fase utama, yakni : 30
1. Fase Pendafaran, di fase ini baik penddaftaran gugatan maupun
permohonan diajukan secara langsung dibagian Kepaniteraan PTUN
setempat juga dapat melalui elektronis (pendaftaran gugatan online), pada
fase ini diperiksa kelengkapan formal administrasi pendaftaran
gugatan/permohonan.
2. Fase kedua atau penelitian dministrasi oleh panitera muda atau panitera,
Kembali diperiksa kelengkapan administrasi pendaftaran
gugatan/permohonan.
3. Fase ketiga adalah fase registrasi, Ketika berkas pendaftaran
gugtan/permohonan sudah dinyatakan lengkap oleh panitera muda atau
panitera. Setelah dinyatakan lengkap kemudian pihak penggugat/pemohon
diwajibkan membayar panjar biaya perkara kemudian para pihak
berperkara akan segera dipanggil melalui surat tercatat untuk menghadap
ke pengadilan dengan agenda persidangan dapat berupa dismissal proses,
pemeriksana persidangan.

I. Acara Singkat, Acara Cepat, dan Acara Biasa


Dewasa ini hukum acara PERATUN dikelompokkan kedalam dua
golongan, yaitu Hukum Acara Peratun Umum dan Hukum Acara Peratun
sectoral (hukum acara Peratun Khusus). Hukum Acara Peratun konvensional
bersumber pada UU Peratun dan Sebagian UUAP, sedangkan Hukum Acara
Peratun Sektoral bersumber pada Peraturan Perundang-undangan sectoral.
Dalam praktik, sebagain besar perkara TUN masih diperiksa dan diputus
berdasarkan hukum acara pemeriksana konvensional, khususnya dalam acara

29
Yodi, Martono, 2007, Kompetensi Pengadilan Tata Usaha Negara Dalam Sistem Peradilan Di
Indonesia (online), https://ptun-jakarta.go.id/wp-
content/uploads/file/berita/daftar_artikel/Kompetensi%20Pengadilan%20Tata%20Usaha%20Negara
%20Dalam%20Sistem%20Peradilan%20Di%20Indonesia.pdf, (7 November 2020)
30
Enrico, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Sinar Grafika, Jakarta, 2018, hlm. 175.

14
pemeriksaan biasa. Jenis pemeriksaan lainnya seperti acara singkat, acara cepat,
dan acara-acara pemeriksana sectoral cenderung bersifat incidental31.
1. Acara singkat
Pemeriksaan dengan acara singkat dilakukan untuk perkara perlawanan
atas penetapan dismissal Ketua Pengadilan dan dilaksanakan oleh Majelis
Hakim dalam siding yang tertutup untuk umum, terkecuali pembacaan
putusannya. Perlawanan yang diajukan oleh penggugat/perlawanan
terhadap penetapan dismissal tersebut pada dasarnya membantah alasan-
lasan yang digunakan oleh Ketua Pengadilan sebagaimana yang tertuang
dalam Pasal 62 ayat (1) huruf (a) s.d. € UU Peratun. Penggugat/pelawan
harus mampu membuktikan bahwa pertimbangan hukum Ketua Pengadilan
dalam Penetapan dismissal tersebut tidak tepat secara hukum. Tenggang
waktu mengajukan perlawanan adalah 14 hari sejak penetapan tersebut
diucapkan dalam persidangan yang terbuka untuk umum oleh Ketua
Pengadilan atau apabila para pihak tidak hadir dalam persidangan tersebut
maka tenggang waktu dihitung sejak pemberitahuan penetapan kepada para
pihak secara sah. UU Peratun tidak mengatur secara rinci bagaimana
pemeriksaan persidangan dengan acara singkat harus dilakukan32.
2. Acara Cepat
Dalam hal perkara telah dinyatakan lolos dismissal oleh Ketua PTUN,
sedangkan penggugat mengajukan permohonan agar dilakukan
Pemeriksaan dengan Acara Cepat dengan dasar adanya kepentingan
penggugat yang sangat mendesak atau adanay kegentingan yang memaksa,
maka Ketua PTUN dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari setelah
menerima permohonan dimaksud harus mengeluarkan penetapan tentang
dikabulkan atau tidaknya permohonna tersebut. Jika permohonan tersebut
dikabulkan, maka Ketua PTUN menunjuk Hakim Tunggal yang akan
memeriksa perkaranya. Jika permohonan tersebut ditolak oleh Ketua
PTUN, maka tidak dibuatkan penetapan sendiri yang isisnya menolak
permohonan acara cepat, melainkan cukup dengan penetapan penunjukkan
Majelis Hakim yang akan memeriksa perkara tersebut dengan acara biasa.
Jika permohonan Acara Cepat dikabulkan, diikuti dengan keluarnya
penetapan Ketua PTUN tentang penunjukkann hakim tunggal, maka
selambatnya 7 (tujuh) hari, hakim tunggal segera menentukan hari

31
Ibid, hlm 218.

32
Ibid, hlm 219.

15
persidangan tanpa melalui pemeriksaan persiapan. Pada Putusan Acara
Cepat masih dapat diajukan upaya hukum selanjutnya ke jenjang
pemeriksaan peradilan yang lebih tinggi. UU Peratun tidak mengatur
mekanisme pemeriksaan atas putusan perkara cepat ditingkat banding atau
kasasi33.

3. Acara Biasa
Acara biasa dimulai dari pemeriksaan persiapan. Setelah pemeriksan
persiapan dan gugatan penggugat diperbaiki dan dianggap layak untuk
disidangkan, maka hakim menetapkan hari persidangan yang terbuka untuk
umum yang kemudian selanjutnya tahapan persidangan dimulai dari
pembacaan gugatan penggugat dan jawaban tergugat, replik dan duplik,
pembuktian, kesimpulan sampai dengan tahapan Pembacaan Putusan34.

Simpulan

Keudukan Peratun sebagai salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman


merupakan sebuah cabang (lingkungan) peradilan yang berdiri sendiri, terpisah
dari Peradilan Umum, Peradilan Militer, dan Peradilan Agama. PTUN
berkedudukan di bawah Mahkamah Agung. Kewenangan peratun adalah
memeriksa, mengadili, memutus, dan menyelesaikan sengketa TUN sesuai
dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Peratun memiliki
kompetensi relative yang ditentukan oleh batas daerah hukum kewenangannya,
serta kompetensi absolut yaitu kewenangannya berdasarkan pada obyek materi
atau pokok sengketa.
Dalam Peratun terdapat asas-asas diantaranya yaitu Asas praduga
keabsahan, Peranan Hakim Aktif, kedudukan antara Penggugat dengan
Tergugat tidak seimbang, Asas pembuktian yang mengarah pada system
Pembuktian Bebas terbatas, Gugatan tidak menunda pelaksanaan KTUN yang
digugat, Putusan Hakim tidak boleh bersifat ultra petita, dsb. Sumber hukum
dala Peratun diantanrana Pancasila, asas-asas hukum, Praktik Pemerintahan,
Praktik Peradilan, doktrin dari para ahli hukum, Peraturan Perundang-
undangan, Peraturan Mahkamah Agung, Putusan MK, dan Peraturan Internal.

33
Ibid, hlm 221.

34
Ibid, hlm 222.

16
Subjek didalam Peratun ada pihak penggugat diantaranya orang, bdan
hukum perdata serta badan hukum publik, pihak ketiga yang berkepentingan.
Serta ada pihak tergugat yaitu badan atau pejabat tata usaha negara. Objek
sengketanya adalah Keputusan tata usaha negara dan Keputusan fiktif negative.
Dalam mengajukan gugatan harus memperhatikan dasar hukum dalam
pengajuan gugatan, memperhatikan batas waktu dalam mengajukan gugatan.
Prosedur pendaftaran perkaran dalam Peratun terbagi dalam tiga fase yakni fase
pendaftaran, fase penelitian administrasi, dan fase registrasi.
Dalam beracara di Peratun terdapat tiga macam beracara diantaranya
ada acara singkat, acara cepat, dan acara biasa.

DAFTAR PUSTAKA

Buku
Enrico, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara (Jakarta: Sinar Grafika,
2018).
Fence, M, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, reviva Cendekia,
Gorontalo, 2014.
Soeryono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif (suatu Tinjauan Singkat),
C.V Rajawali, Jakarta, 1990).

Peraturan Perundang-undangan :

UUD NRI Tahun 1945


UU No. 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas UU No.5 Tahun
1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

Junal :

Yodi, Martono, 2007, Kompetensi Pengadilan Tata Usaha Negara


Dalam Sistem Peradilan Di Indonesia (online), https://ptun-
jakarta.go.id/wp-
content/uploads/file/berita/daftar_artikel/Kompetensi%20Pengadilan%20
Tata%20Usaha%20Negara%20Dalam%20Sistem%20Peradilan%20Di%2
0Indonesia.pdf, (7 November 2020)

17
Umar Dani, Memahami Kedudukan Pengadilan Tata Usaha Negara Di
Indonesia: Sistem Unity of Jurisdiction Atau Duality Of Jurisdiction?
Sebuah Studi Tentang Struktur Dan Karakteristiknya. Jurnal Hukum
dan Peradilan, Volume 7, Jakarta, 2018, hlm 407,
https:jurnalhukumdanperadilan.org, (7 November 2020)

Internet :
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), “Sistem”, dalam
(https://kbbi.web.id/sistem). diakses pada 7 November 2020.
Klinik Hukum Online, “Perbedaan Peradilan dengan Pengadilan”, dalam
(https://www.hukumonline.com/klinik/bacagrafis/lt57e20b90bdb53/perbe
daan-peradilan-dengan-pengadilan/). diakses pada 7 November 2020.

18

You might also like