TALENTA Conference Series: Tropical Medicine (TM)
PAPER – OPEN ACCESS
Efektivitas Pemberian Temulawak Terhadap Dismenore Pada
Remaja Di Smp Negeri 4 Tanjung Pura
Author : Siti Saidah Nasution
DOI : 10.32734/tm.v1i1.51
Paper Page : 24 - 31
Volume 1 Issue 1 – 2018 TALENTA Conference Series: Tropical Medicine (TM)
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NoDerivatives 4.0 International License.
Published under licence by TALENTA Publisher, Universitas Sumatera Utara
TM Conference Series 01 (2018), Page 024–031
TALENTA Conference Series
Available online at https://talentaconfseries.usu.ac.id
Efektivitas Pemberian Temulawak Terhadap Dismenore Pada
Remaja Di Smp Negeri 4 Tanjung Pura
Siti Saidah Nasutiona,*, Dinda Alia Yessaa
a
Fakultas Keperawatan, Universitas Sumatera Utara, Medan 20155, Indonesia
[email protected]
Abstrak
Dysmenorrhea is one of the problems in the process of menstruation. Dysmenorrhea often occur in young children and can
interfere with daily activities, such as does not concentration to learn, lazy follow extracurricular activities, can not attend school.
For dysmenorrhea, pharmacological and nonpharmacological treatment is required. Handling nonpharmacological one of them
by giving white turmeric. .The types this research is descriptive with Quasy Experiment design. This study was conducted to look
at the effectiveness of white turmeric against a decrease in dysmenorrhea in adolescent in SMP Negeri 4 Tanjung Pura. The
research places in SMP Negeri 4 Tanjung Pura. The research conducted October through June 2016 and the data collection was
conducted from March to May 2016. The data analysis using statistical test of independent t-test. The research found effect of
white turmeric against a decrease in dysmenorrhea pain in adolescents with pvalue 0.009 (p <0.05).
Kata Kunci: Dismenorey; Temulawak
1. Pendahuluan
Pubertas merupakan masa perkembangan remaja ditandai dengan matangnya organ-organ seksual. Seorang gadis
memasuki masa pubertas biasanya mulai usia 10-14 tahun. Ketika mereka memasuki masa tersebut maka tubuh dan
pikiran mereka juga berubah dan berkembang. Saat pubertas hormon LH (Luteinizing Hormone) dan FSH (Follicle
Stimulating Hormone) akan terus meningkat. Peningkatan kadar hormon dapat merangsang pembentukan hormon
seksual dan menyebabkan dimulainya menarche (menstruasi yang pertama).
Pada umumnya setiap perempuan akan merasakan nyeri ketika datangnya masa menstruasi. Nyeri ini dirasakan di
pinggang, nyeri di perut, hingga nyeri di sekitar paha.Nyeri menstruasi adalah normal namun dapat berlebihan
dirasakan masing-masing individu. Istilah dismenore (dysmenorrhoea) berasal dari bahasa Greek yaitu dys
(gangguan atau nyeri hebat/abnormalitas), meno (bulan) dan rrhea yang artinya flow atau aliran [13]. Dismenore
adalah nyeri kram perut atau ketidaknyamanan yang berhubungan dengan menstruasi [10].
Beberapa remaja perempuan yang menderita nyeri haid atau dismenore biasanya akan terganggu aktivitasnya
sehingga mereka membatasi aktivitas harian mereka. Dismenore menyebabkan remaja perempuan tidak konsentrasi
belajar, malas mengikuti kegiatan ektrakurikuler, bahkan tidak dapat hadir di sekolah seperti hari biasa sehingga
pelajaran menjadi terganggu.
Umumnya ketidaknyamanan dimulai 1-2 hari sebelum menstruasi, namun nyeri yang paling berat selama 24 jam
pertama menstruasi dan mereda pada hari kedua [12]. Sebagian remaja ada yang membutuhkan obat-obatan untuk
mengurangi dismenore agar tetap dapat masuk sekolah seperti biasa.Namun sebagian remaja ada yang menghindari
mengkonsumsi obat-obatan dikarenakan takut efek samping negatif dari penggunaan obat farmakologis.
© 2018 The Authors. Published by TALENTA Publisher Universitas Sumatera Utara
Selection and peer-review under responsibility of Seminar Ilmiah Nasional Dies Natalis USU-64
Siti Saidah Nasution / TM Conference Series 01 (2018) 024–031 25
Sebenarnya dismenore juga dapat dikurangi dengan olahraga teratur sebelum masa menstruasi, kompres air
hangat pada area yang nyeri serta menggunakan tumbuhan herbal seperti kunyit, temu putih, temulawak, dan lain
sebagainya. Penelitian Kuntorini [9] dengan judul “Botani Ekonomi Suku Zingiberaceae sebagai Obat Tradisional
Oleh Masyarakat di Kotamadya Banjarbaru”, didapatkan hasil bahwa temulawak dimanfaatkan setelah persalinan
oleh 30% masyarakat Jawa dan 31,3% masyarakat Banjar (Kalimantan Selatan) meskipun tujuannya adalah
membersihkan darah nifas, melancarkan peredaran darah dan melancarkan haid. Dalam sebuah penelitian telah
dilaporkan bahwa pada 8 sukarelawan sehat tidak ada efek samping setelahdosis oral 2 gram kurkumin [4]
Penelitian oleh Devaraj, et all [3] dengan judul “Evaluation of the Antinoceptive Activity and Acute Oral Toxicity
of Standardized Ethanolic Extract of The Rhizome of Curcuma xanthorrhiza Roxb”, menemukan bawa ekstrak
temulawak pada dosis 100mg/kg BB, 200 mg/kg BB, 400 mg/kg BB dengan metode formalin induced pain test
mampu menunjukkan efek analgetik. Selanjutnya penelitian yang dilakukan Al-Tahan [1] dengan judul “Exploration
of Antinociceptive, Antipyretic and Anti-inflammatory Activities of Curcumin in Male Rat”, menyatakan bahwa
kurkumin yaitu salah satu bahan aktif pada temulawak memiliki efek analgesik setelah dilakukan tes pada tikus.
Kemudian diperkuat oleh penelitian oleh Mahmood, Bachar, Islam, dan Ali [11] dengan judul “Analgesic and
Diuretic Activity of Curcumaxanthorrhiza”, mengatakan bahwa ekstrak methanol yang terdapat pada temulawak
menunjukkan adanya efek analgesik pada percobaan yang dilakukan terhadap tikus.Prevalensi dismenore seluruh
dunia mirip dengan yang di Amerika Serikat. Prevalensi dilaporkanberkisar dari 15,8% menjadi 89,5%, dengan
tingkat yang lebih tinggi dilaporkan pada populasi remaja. Prevalensi kondisi ini diperkirakan 25% di antara wanita
dewasa dan setinggi 90% di kalangan remaja [2]. Sebuah penelitian di Australia pada gadis-gadis diSMA
menemukan bahwa proporsi yang lebih tinggi, 93% remaja melaporkan nyeri haid [8]. Hasil penelitian Pusat
Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK-KRR) di Indonesia tahun 2009 angka kejadian
dismenore terdiri dari 72,89% dismenore primer dan 27,11% dismenore sekunder dan angka kejadian dismenore
berkisar 45-95% dikalangan perempuan usia produktif [13]. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan
peneliti dengan mencari data di UKS SMP Negeri 4 Tanjung Pura, didapatkan data sebanyak 28 siswi mengalami
dismenore sepanjang Januari sampai Juni 2015. Siswi-siswi yang mengalami dismenoreakan beristirahat di UKS
atau izin pulang kerumah jika nyeri yang dirasakan tidak tertahankan. Akibatnya, remaja yang menderita dismenore
tidak belajar 100%, mereka sering ketinggalan pelajaran, dan prestasi mereka menurun.
2. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui efektivitas pemberian temulawak terhadap dismenore pada remaja.
3. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penelitian quasy experiment dengan rancangan penelitian Non Equivalent
Control Group yang melibatkan dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Sampel
penelitian ini adalah 32 responden (16 kelompok ekperimen dan 16 kelompok kontrol) yang mengalami dismenore
di SMP Negeri 4 Tanjung Pura. Kelompok intervensi akan diberikan temulawak ukuran 8,5 cm x 5 cm yang direbus,
diberikan pagi dan sore pada hari 2 hari sebelum menstruasi sampai hari kedua menstruasi. Pengambilan sampel
menggunakan total sampling. Analisa uji statistik melalui dua tahapan yaitu dengan menggunakan analisa univariat
dan bivariat. Analisa univariat untuk mendapatkan gambaran tentang distribusi karakteristik responden seperti usia,
usia pertama kali menstruasi (menarche), suku dan lain-lain. Analisa bivariat menggunakan uji non-parametrik yaitu
t-independent test.
4. Hasil Penelitian
4.1. Analisa Univariat
Analisa univariat digunakan untuk mendapatkan data mengenai kaarakteristik responden, meliputi usia, usia
pertama kali menstruasi (menarche), suku, makanan dan minuman yang biasa dikonsumsi, memiliki masalah dan
jenis masalah yang dihadapi serta faktor yang mempengaruhi bertambahdan berkurangnya nyeri haid.
26 Siti Saidah Nasution / TM Conference Series 01 (2018), Page 024–031
Table. 1. Distribusi Frekuensi dan Presentase Berdasarkan Karakteristik Responden
Karakteristik f %
Usia Responden
Remaja Awal (11-14 tahun) 16 50
Remaja Menengah (15-17 tahun) 16 50
Usia Menarche
Remaja Awal (11-14 tahun) 31 97
Remaja Menengah (15-17 tahun) 1 3
Suku
Batak 2 7
Jawa 18 56
Minang 1 3
Melayu 11 34
Makanan
Gorengan 9 28
Mie Instan 6 19
Buah 4 12
Sayur 13 41
Minuman
Bersoda 2 6
Dingin 23 72
Kopi 1 3
Teh 6 9
Masalah
Ya 21 66
Tidak 11 34
Jenis Masalah
Ujian 7 22
Tugas 2 6
Masalah dengan Teman 11 34
Faktor Memperberat Nyeri
Beraktifitas 18 56
Tidak Beraktifitas 14 44
Faktor Meringankan Nyeri
Minum Obat 8 25
Tidur 19 59
Minum Jamu 5 16
Berdasarkan tabel 1 umur responden paling besar adalah remaja awal dan remaja menengah sebanyak 50%.
Sebanyak 96,9% responden menarche pada usia remaja awal. Menurut karakteristik suku sebagian besar suku Jawa
44%.Makanan yang dikonsumsi responden sebanyak 41% adalah sayuran.Responden memilih minuman dingin
sebanyak 72%.Karakteristik responden yang memiliki masalah sebanyak 66%, masalah yang paling banyak dialami
Siti Saidah Nasution / TM Conference Series 01 (2018) 024–031 27
adalah masalah dengan teman (37%).Faktor yang memperberat nyeri haid responden adalah beraktivitas sebanyak
56%.Faktor yang meringankan nyeri haid responden adalah tidur sebanyak 59%.
Table. 2. Deskripsi Tingkat Nyeri Pretest Responden
Kelompok f %
Intervensi 16 100
Tidak Nyeri 0 0
Nyeri Ringan 3 19
Nyeri Sedang 9 56
NyeriBerat Terkontrol 3 19
Nyeri Berat Tidak Terkontrol 1 6
Kontrol 16 100
Tidak Nyeri 0 0
Nyeri Ringan 3 19
Nyeri Sedang 11 69
Nyeri Berat Terkontrol 2 12
Nyeri Berat Tidak 0 0
Terkontrol
Berdasarkan tabel 2 bahwa variabel nyeri kelompok pretest pada kelompok intervensi paling dominan adalah
nyeri sedang 9 responden (56%).Variabel nyeri kelompok pretest pada kelompok kontrol paling dominan adalah
nyeri sedang 11 responden (69).
Table. 3. Deskripsi Tingkat Nyeri Posttest Responden
Kelompok f %
Intervensi Tidak Nyeri Nyeri
Intervensi 16 100
Ringan Nyeri Sedang
Tidak Nyeri 12 13
Nyeri Ringan
Nyeri Berat Terkontrol 10 62
Nyeri Berat Tidak
Nyeri Sedang 3 19
Nyeri Berat Terkontrol 1 6
Nyeri Berat Tidak Terkontrol 0 0
Kontrol 16 100
Tidak Nyeri 0 0
Nyeri Ringan 3 19
Nyeri Sedang 11 69
Nyeri Berat Terkontrol 2 12
Nyeri Berat Tidak Terkontrol 0 0
Berdasarkan tabel 3 bahwa variabel nyeri kelompok posttest pada kelompok intervensi paling dominan adalah
nyeri ringan 10 responden (62%), nyeri. Variabel nyeri kelompok postest pada kelompok kontrol yang paling
dominan adalah nyeri sedang 11 responden (69%).
28 Siti Saidah Nasution / TM Conference Series 01 (2018), Page 024–031
4.2. Analisa Bivariat
Table. 4. Perbedaan Intensitas Nyeri Dismenore pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Intervensi Sesudah Pemberian Temulawak
Perbedaan Intensitas Nyeri Mean SD P N
Intervensi 2,7500 2,1756 0,009 16
Kontrol 4,5000 1,2110 16
Rata-rata intensitas nyeri dismenore sesudah pemberian temulawak pada kelompok intervensi adalah 2,7500
dengan standar deviasi 2,1756 dan 4,5000 pada kelompok kontrol dengan standar deviasi 1,2110 tanpa pemberian
temulawak. Hasil analisa diperoleh p (0,009) < α (0,05), maka dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan
antara mean intensitas nyeri dismenore sesudah pemberian temulawak pada kelompok intervensi dan mean
intensitas nyeri dismenore tanpa pemberian temulawak pada kelompok kontrol
• Perbedaan Nyeri Sebelum dan Susudah pada Kelompok Intervensi
Setelah dilakukan uji statistik paired t-test didapat hasil penelitian bahwa nilai rata-rata intensitas nyeri dismenore
sebelum diberikan temulawak pada kelompok intervensi adalah 5,44 dengan standar deviasi 2,394 dan 2,75 setelah
intervensi dengan standar deviasi 2,176. Perbedaan nilai mean pretest dan posttest pada kelompok intervensi adalah
sebesar 2,69. Hasil analisa diperoleh p (0,000) < α (0,05), maka dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan
antara mean intensitas nyeri dismenore sebelum dan sesudah diberikan temulawak pada kelompok intervensi.
• Perbedaan Nyeri Sebelum dan Sesudah pada Kelompok Kontrol \
Melalui hasil uji statistik didapatkan nilai rata-rata intensitas nyeri dismenore sebelum diberikan temulawak pada
kelompok kontrol adalah 4,69 dengan standar deviasi 1,3022 dan 4,50 sesudah tanpa pemberian temulawak dengan
standar deviasi 1,2111. Perbedaan nilai mean pretest dan posttest pada kelompok kontrol adalah sebesar 0,19. Hasil
analisa diperoleh p (0,08) > α (0,05), maka dapat disimpulkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara mean
intensitas nyeri dismenore sebelum dan sesudah diberikan temulawak pada kelompok kontrol.
5. Pembahasan
5.1. Gambaran Intensitas Nyeri Dismenore pada Kelompok Intervensi
Berdasarkan hasil penelitian pada kelompok intervensi, responden yang mengalami nyeri berat tidak terkontrol
setelah diberi temulawak berubah menjadi nyeri berat terkontrol.Responden yang mengalami nyeri berat terkontrol
setelah diberi temulawak berubah menjadi nyeri sedang.Responden yang mengalami nyeri sedang setelah diberi
temulawak berubah menjadi nyeri ringan.Dan responden yang mengalami nyeri ringan setelah diberi temulawak
berubah menjadi tidak merasakan nyeri.Usiamenarche responden pada kelompok intervensi cenderung lebih banyak
12 tahun bukan < 12 tahun sehingga hal ini mendukung intervensi pemberian temulawak dikarenakan menurut teori
Proverawati [13] yaitu hormon gonadtropin diproduksi sebelum anak usia 8 tahun. Hormon gonadtropin ini
mempercepat terjadinya menstruasi dini sehingga dapat menimbulkan nyeri atau kram otot dibagian abdomen ketika
menstruasi.
Rasa nyeri itu disebabkan karena anatomi reproduksi belum berfungsi secara optimal dan belum siap mengalami
perubahan-perubahan fungsi dari organ reproduksi itu sendiri.Penurunan tingkat nyeri pada kelompok intervensi ini
juga didukung oleh jenis makan yang biasa di konsumsi oleh responden kelompok intervensi yaitu sebagian besar
lebih suka memakan sayur. Diet yang adekuat pada remaja adalah diet yang bervariasi dan seimbang, meliputi
cukup karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan air.
Dengan diet yang adekuat maka status gizi remaja putri akan baik, maka akan tercapai derajat kesehatan
maksimal, fungsi hormon estrogen dan progesterone maksimal, akan terhindar dari premenstruasi syndrome dan
keluhan nyeri haid. Pada kelompok intervensi, sebagian besar responden sangat senang diberikan temulawak karena
tingkat nyeri yang dirasakan menurun.Sebelum diberikan intervensi, biasanya responden memilih untuk tidak
beraktivitas karena jika mereka beraktivitas hal itu menyebabkan nyeri bertambah parah.
Siti Saidah Nasution / TM Conference Series 01 (2018) 024–031 29
5.2. Gambaran Intensitas Nyeri Dismenore pada Kelompok Kontrol
Berdasarkan hasil penelitian pada kelompok kontrol, responden yang mengalami nyeri berat terkontrol setelah
tanpa pemberian temulawak tetap mengalami nyeri berat terkontrol.Responden yang mengalami nyeri sedang
setelah tanpa pemberian temulawak tetap mengalami nyeri sedang.Dan responden yang mengalami nyeri ringan
setelah tanpa pemberian temulawak tetap mengalami nyeri ringan.
Usia menarche responden pada kelompok kontrol cenderung lebih banyak 11 tahun dan 12 tahun. Hal ini tidak
mendukung intervensi pemberian temulawak karena usiamenarche dibawah 12 tahun lebih besar kemungkinana
menderita dismenore.Hal ini juga selaras dengan hasil penelitian Hasrinta dan Pajeriaty [5] yang menyimpulkan
bahwa terjadinya dismenore disebabkan oleh remaja yang mengalami menarche < 12 tahun. Diperkuat oleh teori
Proverawati (2009) yang mengatakan menarche dini (< 12 tahun) adalah terjadinya menstruasi sebelum umur 12
tahun yang dikarenakan pubertas dini dimana hormon gonadtropin diproduksi sebelum anak usia 8 tahun. Hormon
gonadtropin ini mempercepat terjadinya menstruasi dini sehingga dapat menimbulkan nyeri atau kram otot dibagian
abdomen ketika menstruasi.
Rasa nyeri itu disebabkan karena anatomi reproduksi belum berfungsi secara optimal dan belum siap mengalami
perubahan-perubahanfungsi dari organ reproduksi itusendiri. Pada kelompok kontrol responden banyak berasal dari
suku Melayu dimana suku Melayu menyukai makanan manis. Hal ini selaras dengan minuman yang paling banyak
dipilih responden yaitu minuman bersoda.Minuman bersoda mengandung natrium tinggi, dimana minuman atau
makanan yang mengandung natrium tinggi adalah makanan sampah. Salah satu penyebab kebiasaan makan yang
salah pada remaja adalah pengetahuan gizi yang rendah. Pengetahuan dan praktek gizi remaja yang rendah tercermin
dari perilaku menyimpang dalam kebiasaan memilih makanan. Remaja yang memiliki pengetahuan gizi yang baik
akan lebih mampu memilih makanan yang sesuai dengan kebutuhanya. Kebiasaan makan remaja ini akan
berpengaruh saat mereka menstruasi. Karena ada makanan-makanan tertentu yang dapat memperberat rasa nyeri
saat haid.
Hal lain yang menyebabkan skala nyeri pada kelompok kontrol tetap di skala yang sama didukung oleh faktor
kejiwaan. Pada penelitian ini, responden kelompok kontrol yang memeliki masalah sebanyak 75%. Hal ini sejalan
dengan penelitian Hasrinta dan Pajeriaty [5] bahwa 40% responden penelitiannya yang mengalami stress merasakan
nyeri dismenorekarena terdapat hubungan antara stres dengan kejadian dismenore. Ju, Jones & Mishra [8]
melaporkan bahwa positif adanya hubungan antara stres dan risiko dismenore.
5.3. Efektivitas Pemberian Temulawak terhadap Penurunan Dismenore
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di SMP Negeri 4 Tanjung Pura, maka didapatkan hasil uji statistik
dengan menggunakan uji independent t-test diperoleh p (0,009) berada di daerah penolakan H0 maka H0 ditolak.
Hal ini berarti terdapat perbedaan antara mean intensitas nyeri dismenore pada kelompok intervensi setelah
pemberian temulawak dan pada kelompok kontrol tanpa pemberian temulawak sehingga dapat disimpulkan bahwa
pemberian temulawak dapat menurunkan intensitas nyeri dismenore.
Dari sebaran data kontrol dan intervensi juga dapat dilihat bahwa rata-rata nyeri yang dirasakan responden tanpa
pemberian temulawak adalah nyeri sedang.Sedangkan responden yang diberikan temulawak pada juga pada rentang
nyeri sedang. Melalui keterangan tersebut dapat dilihat bahwa terjadi penurunan rata-rata intensitas nyeri dismenore
sesudah pemberian temulawak (posttest) pada kelompok intervensi sedangkan pada kelompok kontrol tidak terjadi
penurunan rata-rata intensitas nyeri dismenore (posttest) secara signifikan tanpa pemberian temulawak. Rata-rata
intensitas nyeri dismenore pada kelompok intervensi mengalami penurunan sebanyak 2,69 poin. Sedangkan rata-rata
intensitas nyeri dismenore pada kelompok kontrol mengalami penurunan sebanyak 0,19 poin.
Rata-rata intensitas nyeri dismenore kelompok intervensi pada pretest dan posttest menurun dikarenakan
pemberian temulawak, dimana menurut Info Pengawas Obat dan Makanan [7] tentang gerakan nasional minum
temulawak, dijelaskan bahwa kurkumin yang terkandung dalam temulawak mempunyai aktivitas anti radang yang
setara dengan 100mg fenilbutazon yang dapat berguna mengurangi nyeri. Aktivitas ini dapat dicapai melalui
penghambatan pembentukan serta transportasi mediator yaitu prostaglandin. Sementara itu pada kelompok kontrol
30 Siti Saidah Nasution / TM Conference Series 01 (2018), Page 024–031
pada pretest mupun posttest tidak diberikan intervensi apapun sehingga intensitas nyeri dismenore responden
cenderung tetap di skala yang sama.
Penelitian ini sejalan dengan hasil yang diperoleh oleh Hayani [6] yang menyatakan bahwa didalam temulawak
terdapat kandungan minyak atsiri dan pati masing-masing 3,81% dan 41,45% yang telah diketahui dapat
mengurangi rasa nyeri. Berdasarkan penelitian tersebut pemberian temulawak akan lebih efektif jika disajikan dalam
bentuk jamu. Kemudian diperkuat denganpenelitian lain yang dilakukan oleh Rakhma [14] menemukan bahwa
upaya penanganan dismenore dengan cara nonfarmakologi yang dilakukan oleh siswi Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK) Arjuna Depok sebagian besar meminum obat herbal sebanyak 51 responden (39,5). Oleh karena itu
disimpulkan bahwa pemberian temulawak pada saat menstruasi dapat mengurangi rasa nyeri. Beberapa penelitian
membuktikan bahwa ekstrak temulawak mengandung kurkumin [6].
Data menurut Info Pengawas Obat dan Makanan terdapat tujuh kegunaan temulawak pada masyrakat yaitu
memperbaiki nafsu makan, memperbaiki fungsi pencernaan, memelihara kesehatan fungsi hati, mengurangi nyeri
dan radang sendi, menurunkan lemak darah, antioksidan untuk menjaga kesehatan, dan membantu menghambat
penggumpalan darah. Penelitian ini juga selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Kuntorini [9] dengan judul
“Botani Ekonomi Suku Zingiberaceae sebagai Obat Tradisional Oleh Masyarakat di Kotamadya Banjarbaru”,
didapatkan hasil bahwa temulawak dimanfaatkan setelah persalinan oleh 30% masyarakat Jawa dan 31,3%
masyarakat Banjar (Kalimantan Selatan) meskipun tujuannya adalah membersihkan darah nifas, melancarkan
peredaran darah dan melancarkan haid.
Mengkonsumsi temulawak dapat menurunkan intensitas nyeri dismenore. Temulawak diketahui mengandung
senyawa kimia yang mempunyai keaktifan fisiologi, yaitu kurkuminoid dan minyak atsiri. Kurkuminoid mempunyai
aroma yang khas, tidak toksik.Selain itu temulawak juga memiliki beragam kandungan fitokimia yaitu alkaloid
dimana contoh senyawa alkaloid adalah morfin yang berfungsi sebagai analgesik sehingga nyeri yang dirasakan
pada saat menstruasi dapat berkurang dengan mengkonsumsi temulawak. Kesimpulan menerima Ha yaitu ada
pengaruh pemberian temulawak terhadap penurunan nyeri dismenore pada remaja. Nilai t negatif memberi makna
bahwa rata-rata nilai kelompok intervensi lebih rendah dibanding nilai rata-rata kelompok kontrol. Dengan jumlah
data sebanyak 16 responden dengan nilai ketelitian α = 0,05. Dengan demikian penelitian ini dapat disimpulkan
bahwa pemberian temulawak dapat menurunkan intensitas nyeri dismenore.
6. Kesimpulan
• Nyeri haid pada kelompok intervensi sebelum diberi temulawak paling dominan adalah nyeri sedang, setelah
diberi temulawak nyeri haid yang paling dominan adalah nyeri ringan.
• Nyeri haid pada kelompok kontrol sebelum diberi temulawak paling dominan adalah nyeri sedang, setelah tanpa
pemberian temulawak nyeri haid yang paling dominan adalah nyeri sedang.
• Terdapat pengaruh pemberian temulawak terhadap penurunan nyeri dismenore pada anak remaja dengan p Value
0,009 (p<0,05).
Referensi
[1] Al-Tahan, F. J. (2012) “Exploration of antinociceptive, antipyretic and anti-inflammatory activities of Curcumin in male rat”. Iraqi Journal
of Science.786-79
[2] Calis, K. A. (2014) “Dysmenorrhea”. http://emedicine.medscape.com/article/253812 _overview#a6 diakses pada 9 Oktober 2015
[3] Devaraj, S., Esfahani, A. S., Ismail, S., Ramanathan, S., & Yam, M. F. (2010) “Evaluation of The Antinoceptive Activity and Acute Oral
Toxicity of Standardized Ethanolic Extract of The Rhizome of Curcuma xanthorrhiza Roxb”. Journal of Molecules. 15:2925-2934
[4] Galen, E. V., & Kroes, B. (2014) “Assesment report on Curcuma xanthorrhiza Roxb.(C.xanthorrhiza D. Dietrich), rhizome”. European
Medicines Agency: United Kingdom
[5] Hasrinta & Pajeriaty. (2014) “Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Dismenore pada Siswi di SMA Negeri 21 Makassar”.
http://www.library.stikesnh.ac.id diakses pada Oktober 2015
[6] Hayani, E. (2008) “Analisis Kandungan Kimia Temulawak”. http://balitnak.litbang.pertanian.go.id diakses pada desember 2015
[7] Info POM. (2005) “Gerakan Nasional Minum Temulawak”. Badan POM RI
[8] Ju, H., Jones, M., & Mishra, G. (2013) “The Prevalence and Risk Factors of Dysmenorrhea”. http://epirev.oxfordjournals.org/ diakses pada
27 Oktober 2015
Siti Saidah Nasution / TM Conference Series 01 (2018) 024–031 31
[9] Kuntorini. E. M. (2005) “Botani Ekonomi Suku Zingiberaceae sebagai Obat Tradisional oleh Masyarakat di Kotamadya Banjarbaru”.
Journal of Bioscientiae, 2(1): 25-36.
[10] Lewis, S. L., Dirksen, S. R., Heitkemper, M. M., & Bucher, L. (2014) “Medical-Surgical Nursing 9th Edition Assesment and Management of
Clinical Problems”. St. Louis: Elsavier Mosby
[11] Mahmood, M. H., Bachar, S. C., Islam , M. S., & Ali, M. S. (2004) “Analgesic and Diuretic Activity of Curcuma xanthorrhiza”. Dhaka
University Journal of Pharmaceutical Sciences. 3:1-2
[12] Morgan, G. & Hamilton, C. (2009) “Buku Saku Obstetri dan Ginekologi”. Jakarta: EGC
[13] Proverawati, A. & Misaroh, S. (2009) “Menarche Menstruasi Pertama Penuh Makna”. Yogyakarta: Numed
[14] Rakhma, A. (2014) “Gambaran Derajat Dismenore dan Penangannya pada Siswi SMK Arjuna Depok Jawa Barat”.
http://repository.uinjkt.ac.id/ dspace/handle/123456789/24158 diakses pada 20 Oktober 2015