0% found this document useful (0 votes)
85 views8 pages

Penerapan Identifikasi, Asesmen Dan Pembelajaran Pada Anak Autis Di Sekolah Dasar Inklusif

This document discusses identification, assessment, and learning for children with autism in inclusive elementary schools in South Kalimantan, Indonesia. It finds that (1) children with autism are identified using the DSM-IV instrument developed by teachers, (2) teacher assessments are used to design learning programs by collecting and analyzing student data, and (3) teachers modify curricula according to students' needs but have constraints from a lack of adequate understanding of inclusion. The study aims to improve services for children with special needs.

Uploaded by

syva
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
0% found this document useful (0 votes)
85 views8 pages

Penerapan Identifikasi, Asesmen Dan Pembelajaran Pada Anak Autis Di Sekolah Dasar Inklusif

This document discusses identification, assessment, and learning for children with autism in inclusive elementary schools in South Kalimantan, Indonesia. It finds that (1) children with autism are identified using the DSM-IV instrument developed by teachers, (2) teacher assessments are used to design learning programs by collecting and analyzing student data, and (3) teachers modify curricula according to students' needs but have constraints from a lack of adequate understanding of inclusion. The study aims to improve services for children with special needs.

Uploaded by

syva
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
You are on page 1/ 8

PENERAPAN IDENTIFIKASI, ASESMEN DAN PEMBELAJARAN

PADA ANAK AUTIS DI SEKOLAH DASAR INKLUSIF


Imam Yowono ([email protected])
FKIP UNLAM BANJARMASIN

ABSTRACT

Implementation of the identification, assessment and learning in inclusive


education in South Kalimantan still have constraints experienced. The lack of
teacher’s knowledge and absence of guidelines for implementation of identification
becomes crucial reason.
The method used in this research is qualitative descriptive method. Subject in
this research is one teacher and one school principal of Banua Hanyar 8 Banjarmasin
that there are children with autism. This school is already six years organizing
inclusive education. Retrieval of data using the test method, observation, interview and
documentation. Analysis of data using interactive model that developed by Miles and
Huberman with three procedures of data reduction, data presentation and verification.
The findings of the research (1) how to identify children with autism at SD
Banua Hanyar 8 using an instrument developed by DSM IV, the identification is done
by teachers to identify children with autism (2) teacher assessment is understood to
take the decision in making the learning program. That is done by the teacher in a way
children collect data, and then analyzed to be taken into consideration together a
program of learning (3) in the learning of children with autism teachers are required
to modify the curriculum according to the needs of children with autism (4) constraints
experienced by teachers in the identification and assessment of teacher’s
understanding of them is not adequate, inclusive education is merely accepts children
with special needs. Advice for teachers to continually identify and assessment to
design programs and schools are expected to collaborate with experts to conduct
training

Keywords: Identification, assessment, teaching children with autism

1. PENDAHULUAN autisme meliputi bidang interaksi sosial,


komunikasi (bahasa dan bicara),
Pendidikan inklusif dalam beberapa
perilaku/emosi, pola bermain, gangguan
tahun terakhir ini telah menjadi isu yang
sensorik dan motorik, perkembangan
sangat menarik dalam sistem pendidikan
terlambat atau tidak normal. Mengingat
nasional. Hal ini dikarenakan, pendidikan
begitu beragamnya kondisi anak autis,
inklusif memberikan perhatian pada
dan belum adanya kesamaan persepsi
pengaturan para siswa yang memiliki
tentang tahapan pendidikan dan outcome
kebutuhan khusus untuk bisa
antara pendidik, psikolog, dokter spesialis
mendapatkan pendidikan pada sekolah-
saraf anak, serta orang tua sebagai
sekolah umum atau reguler. Anak
langkah awal perlu dilakukan
autisme adalah suatu kondisi seseorang
kesepakatan terhadap diagnostik kasus
sejak lahir ataupun saat masa balita, yang
yang akurat dan kemudian tahapan
membuat dirinya tidak dapat membentuk
pendidikan dan pembelajaran yang akan
hubungan sosial atau komunikasi yang
diberikan pada mereka. Berdasarkan
normal. Hal ini mengakibatkan anak
uraian diatas maka penelitian ini
tersebut teresolasi dari manusia lain dan
bermaksud untuk mengetahui bagaimana
masuk dalam dunia repetitif, aktivitas dan
pelayanan anak autis, dalah hal
minat yang obsesif, (Baron-Cohen,
identifikasi, asesmen dan pembelajaran
1993). Menurut Power (1989)
yang dilakukan oleh sekolah
karakteristik anak dengan gangguan
penyelenggara pendidikan inklusif. Hasil
yang diharapkandalam konteks perluasan konsep pendidikan yang merangkul semua
akses dan peningkatan proses layanan anak tanpa kecuali, Inklusi berasumsi
pendidikan bagi anak berkebutuhan bahwa hidup dan belajar bersama adalah
khusus kedepan akan lebih baik sesuai suatu cara yang lebih baik, yang dapat
dengan standar teori yang berkembang. memberikan keuntungan bagi setiap orang,
bukan hanya anak-anak yang diberi label
sebagai yang memiliki suatu perbedaan.
Kajian Teoritik UNESCO 1994, mengungkapkan
bahwa: Pendidikan inklusif melibatkan
Anak autis
Kata autis berasal dari bahasa Yunani perubahan dan modifikasi isi, pendekatan,
“auto” berarti sendiri yang ditujukan pada struktur dan strategi, dengan suatu visi
seseorang yang menunjukkan bersama yang meliputi semua anak yang
gejala “hidup dalam dunianya sendiri”. berada pada rentangan usia yang sama dan
Menurut Leo Kanner, karakteristik autis suatu keyakinan bahwa inklusi adalah
adalah kesulitan berhubungan dengan tanggung jawab sistem regular yang
orang lain, mengisolasi diri, perilaku yang mendidik semua. Pendidikan inklusif
tidak biasa dan cara berkomunikasi yang berkenaan dengan aktivitas memberikan
aneh. Menurut pendapat tersebut autis respon yang sesuai kepada spektrum yang
adalah gangguan perkembangan pervasif luas dari kebutuhan belajar baik dalam
pada anak yang ditandai dengan adanya setting pendidikan formal maupun
gangguan dan keterlambatan dalam bidang nonformal. Pendidikan inklusi merupakan
kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan pendekatan yang memperhatikan
interaksi sosial. Ditinjau dari segi medis : bagaimana mentransformasikan sistem
anak autis adalah anak yang mengalami pendidikan sehingga mampu merespon
gangguan/kelainan otak yang keragaman siswa. Pendidikan inklusif
menyebabkan gangguan perkembangan bertujuan dapat memungkinkan guru dan
komunikasi, sosial, perilaku sesuai dengan siswa untuk merasa nyaman dengan
kriteria DSM-IV sehingga anak ini keragaman dan melihatnya sebagai suatu
memerlukan penanganan/terapi secara tantangan dan pengayaan dalam
klinis. Ditinjau dari segi psikologi : anak lingkungan belajar, dari pada suatu
autis adalah anak yang mengalami problem. Tujuan pendidikan inklusif
gangguan perkembangan yang berat bisa adalah memberikan berbagai kegiatan dan
ketahui sebelum usia tiga tahun, aspek pengalaman, sehingga semua siswa dapat
komunikasi sosial, perilaku, bahasa berpartisipasi dan berhasil dalam kelas
sehingga anak perlu adanya penanganan reguler yang ada di sekolah tetangga atau
secara psikologis. Ditinjau dari segi sosial sekolah terdekat. Dengan demikian
anak autis adalah anak yang mengalami kehadiran pendidikan inklusif berpotensi
gangguan perkembangan berat dari mampu memberikan kontribusi yang
beberapa aspek komunikasi, bahasa, berarti bagi setiap anak dengan segala
interaksi sosial, sehingga anak ini keragamannya, terutama anak
memerlukan bimbingan keterampilan berkebutuhan khusus.hubungan dan
sosial agar dapat menyesuaikan dengan mempersiapkan kehidupan yang layak
lingkungannya. dalam kehidupan masyarakat yang
beragam. Menurut Marrian d. Skrdjen
Pendidikan inklusif (2003:136) tujuan pendidikan inklusi
Pendidikan inklusif itu sebagai adalah: Mengurangi kekhawatiran dan
idiologi dan cita-cita, dan bukan sebagai membangun, menumbuhkan loyalitas
model, maka akan terjadi keragaman dalam dalam persahabatan serta membangun
implementasinya, antara negara yang satu sikap memahami dan menghargai.
dengan yang lainnya, antara daerah yang
satu dengan yang lainnya atau bahkan Identifikasi anak autis di sekolah
antara sekolah yang satu dengan sekolah inklusif
yang lainnya. Menurut Skjorten Istilah identifikasi dimaknai sebagai
(2003:117). Pendidikan inklusif adalah proses penjaringan, sedangkan assesment
dimaknai sebagai penyaringan. Identifikasi
dilaksanakan oleh orang tua, guru, maupun menyimpang dari prilaku anak pada
tenaga kependidikan lainnya sebagai upaya umumnya sehingga memerlukan perhatian
untuk melakukan proses penjaringan dan penangan khusus dalam
terhadap anak yang mengalami pendidikannya. Keempat, Perencanaan
kelainan/penyimpangan (fisik, intelektual, pembelajaran (instructional planning),
sosial, emosional/tingkah laku) dalam yaitu kegiatan identifikasi bertujuan untuk
rangka pemberian layanan pendidikan yang keperluan penyusunan program pengajaran
sesuai. Hasil dari identifikasi adalah individual. Secara umum pelaksanaan
ditemukannya anak-anak berkelainan yang identifikasi dapat dilakukan dengan
perlu mendapatkan layanan pendidikan langkah-langkah sebagai berikut. a)
khusus melalui program inklusi. Menghimpun data anak b) Menganalisis
Iidentifikasi anak berkebutuhan data c) Mengklasifikasikan anak d)
khusus adalah suatu upaya menemukenali Menginformasikan hasil analisis e)
anak berkebutuhan khusus, dalam hal ini Klasifikasi menyelenggarakan Pembahasan
anak berkelainan dengan berbagai gejala- Kasus (Case Conference) f) Menyusun
gejala yang menyertainya. Identifikasi anak laporan hasil pembahasan kasus
berkebutuhan khusus, khususnya anak
berkelainan tidak hanya sebagai suatu Asesmen anak autis
kegiatan dalam upaya untuk menemukan Menurut Lerner, asesmen adalah suatu
anak yang diduga anak berkelainan, tetapi proses pengumpulan informasi selengkap-
juga sekaligus untuk mengenali gejala- lengkapnya mengenai individu yang akan
gejala prilaku yang menyimpang dari digunakan untuk membuat pertimbangan
kebiasaan prilaku pada umumnya. dan keputusan yang berhubungan dengan
Identifikasi anak berkebutuhhan khusus ini individu tersebut ( Mulyono, 1998).
perlu dilakukan dengan cermat agar tidak Menurut Ainscow (1998) asesmen
terjadi penafsiran yang salah tentang dilakukan berkenaan dengan pemberian
kondisi objektif perilaku anak sehingga informasi kepada sejawat (teman guru),
dapat menentukan tindak lanjut yang tepat. pencataan pekerjaan yang telah dilakukan
Menurut Lerner (1998) tujuan oleh anak didik, pemberian bantuan
identifikasi dilakukan untuk lima terhadap anak untuk meninjau kemajuan
keperluan, diuraikan sebagai berikut. pembelajarannya.
Pertama, Penjaringan (Screening), yaitu Berdasarkan pendapat para ahli
suatu kegiatan identifikasi yang berfungsi tersebut, pengertian asesmen adalah
untuk menandai dan menetapkan anak- kegiatan untuk menghimpun informasi
anak yang memiliki kondisi kelainan yang komprehensif dan akurat pada
secara fisik, mental intelektual, sosial individu autis yang dapat digunakan untuk
dan/atau emosi serta menunjukan gejala- bahan pertimbangan dalam melakukan
gejala prilaku yang menyimpang dari intervensi, yakni dengan melakukan
prilaku anak pada umumnya. Kedua, program layanan bantuan baginya.
Pengalihtanganan (referal), yaitu kegiatan Informasi yang dihimpun adalah factor-
identifikasi yang dilakukan untuk tujuan faktor protektif yang terdapat pada individu
pengelihtanganan (referal) ke tenaga anak.
profesi lainnya yang lebih berkompeten di Tujuan asesmen terhadap anak auits
bidangnya, seperti dokter, terapis, adalah: untuk memusatkan perhatian
psikolog, konselor, perawat, dan profesi dengan menghimpun informasi sebanyak-
lainnya apabila terdapat gejala-gejala yang banyaknya terhadap permasalahan-
memerlukan pengamatan lebih lanjut permasalahan anak (kelemahan) dan factor
secara teliti dan cermat. Ketiga, Klasifikasi protektif (kekuatan) yang dimiliki oleh
(classification), yaitu kegiatan identifikasi individu (autis) dalam rangka melakukan
yang dilakukan untuk tujuan menentukan penyaringan dan diagnosis, evaluasi atas
atau menetapkan apakah anak tersebut intervensi dan riset terhadap kegiatan
tergolong anak kebutuhan khusus yang asesmen itu sendiri. Informasi yang
memang memiliki kelainan kondisi fisik, dihimpun diharapkan akan memberikan
mental intelektual, sosial dan/atau gambaran jelas mengenai kondisi anak
emosional serta gejala-gejala prilaku yang autis, sehingga selanjutnya dapat dilakukan
suatu tindakan ataupun intervensi secara dengan suatu alat pengumpul data atau
dini, tepat dan akurat. informasi tertentu diperiksa dan
dibandingkan dengan data yang diperoleh
2. METODOLOGI PENELITIAN dari sumber dengan metode lain. Kegiatan
Pendekatan penelitian yang digunakan ini dilakukan dengan membandingkan hasil
adalah menggunakan pendekatan kualitatif. wawancara dengan hasil studi
Peneliti dapat memperoleh deskripsi dokumentasi.
fenomena yang lebih lengkap. Penelitian
dilaksanakan di SD Banua Hanyar 8. 3. HASIL PENELITIAN
Sekolah ini dipandang cukup representatif a. Pelaksanaan identifikasi anak autis di
karena letaknya tidak terlalu kota dan juga SD Banua Hanyar 8 Banjarmasin
tidak terlau pelosok. Hal ini sangat Salah satu cara untuk mengidentifikasi
memudahkan peneliti dalam pengumpulan anak autisme adalah dengan melihat gejala
data. Subyek penelitian adalah satu guru di yang muncul, sesuai dengan kriteria DSM
SD Banua Hanyar, ia berkualifikasi sarjana IV (Diagnostic and Statistical Manual,
pendidikan tetapi belum memiliki ijasah 1994): Harus ada 6 gejala dari (1), (2), (3)
S1 PLB. Prosedur dalam penelitian ini dengan minimal 2 gejala dari (1) dan 1
secara garis besar ditempuh melalui tiga gejala dari (2) dan (3). Gangguan kualitatif
tahapan yaitu : tahapan orientasi atau pra dalam interaksi sosial yang timbal balik.
lapangan, tahap eksplorasi atau tahap Minimal harus ada 2 gejala di bawah ini :
pelaksanaan lapangan, tahap perolehan Tidak mampu menjalani interaksi sosial
kepercayaan hasil penelitian. yang cukup memadai kontak mata sangat
Tahapan orientasi atau pra lapangan, kurang, ekspresi muka kurang hidup, gerak
Studi pendahuluan ini dilakukan melalui gerik kurang tertuju. Tidak bisa bermain
konsultasi dengan dosen pembimbing, dengan teman sebaya, Tidak empati (tak
dialog-dialog dengan rekan-rekan dosen dapat merasakan apa yang dirasakan orang
Program Studi PLB FKIP Unlam, Guru lain) Kurang mampu mengadakan
dan Kepala Sekolah inklusif. Langkah hubungan sosial dan emosional yang
selanjutnya mengadakan pendekatan untuk timbal balik
menjajagi subyek penelitian, memilih Gangguan kualitatif dalam bidang
informan penelitian serta mencari dan komunikasi, minimal harus ada satu dari
memilih dokumen yang relevan untuk gejala-gejala di bawah ini : Perkembangan
kelengkapan penelitian. yaitu, memilih terlambat atau sama sekali tidak
lokasi dan penetapan informan penelitian, berkembang, tidak berusaha berkomunikasi
Pengurusan perijinan penelitian. Tahap secara verbal, bila anak bisa bicara, maka
eksplorasi atau tahap pelaksanaan bicaranya tidak dipakai untuk
lapangan, pada tahap ini peneliti berkomunikasi, sering menggunakan
mengumpulkan data sesuai dengan bahasa aneh yang diulang-ulang, cara
pertanyaan penelitian dan tujuan penelitian, bermain kurang variatif, kurang imajinatif
sehingga data atau informasi yang dan kurang dapat meniru. adanya suatu
dikumpulkan lebih terarah dan spesifik. pola yang dipertahankan dan diulang-ulang
Tahap member check, pada tahap ini dalam perilaku, minat dan kegiatan.
laporan penelitian sementara diperbanyak Minimal harus ada satu gejala-gejala
dan dibagikan kepada responden yang berikut ini: mempertahankan satu minat
bersangkutan. Tujuannya untuk dibaca dan atau lebih dengan cara yang khas dan
dipelajari atau dinilai kesesuaiannya berlebihan, terpaku pada suatu kegiatan
dengan informasi yang telah mereka dan yang rutinitas yang tidak ada gunanya,
kemukakan. Langkah ini dilakukan setiap ada gerakan-gerakan aneh yang khas dan
selesai wawancara, dengan cara diulang-ulang, seringkali sangat terpukau
membacakan kembali rangkuman hasil pada bagian-bagian benda, sebelum umur
wawancara kepada responden yang tiga tahun tampak adanya keterlambatan
bersangkutan untuk mendapat koreksi atau atau gangguan dalam bidang interaksi
bila perlu adanya penjelasan tambahan. sosial, bicara dan berbahasa, dan cara
Tahap triangulasi, keabsahan data yang bermain yang monoton, kurang variasi.
diperoleh dari suatu sumber tertentu dan
Identifikasi menggunakan beberapa form
yaitu:
Form 1 tentang Informasi Perkembangan
Anak Diperoleh data
Form 2 tentang Data Orang Tua/ Wali
Murid
Form 3 tentang AI ABK ASESMEN
Form Pendukung
Form Perspektif Akademik Non akademik Akademik
Form Perspektif Okupasi dan Wicara
Alur pelaksanaan pelaksanaan identifikasi
sebagai berikut: DATA
1. potensi kecerdasan,
bakat, emosi,
komunikasi
2. kondisi kesiapan pra
akademik
DATA DATA
Kebutuhan khusus sesuai Base line Kemampuan
dengan jenis kelainannya bidang akademik
(kompensatoris) (kelebihan &
kekurangan)

b. Pelaksanaan asesmen
Berdasarkan hasil pengamatan Pedoman Pedoman
kondisi anak autis dalam setting Penyusunan program Penyusunan rencana
pendidikan inklusif mengalami berbagai layanan kompensatoris pelaksanaan pembelajaran
permasalahan, antara lain:(a) Perilaku,
perilaku anak autis dalam setting
pendidikan inklusif merupakan hal yang
penting untuk di asesmen. Perilaku C. Pembelajaran anak autis dalam
stereotip/khas pada anak autis sering kali setting pendidikan Inklusif
membuat para guru dan anak lain di kelas Ada dua jenis rencana
bingung. (b) Pemahaman, gangguan pembelajaran utama yang dilakukan
proses informasi dan koneksi, mau tidak oleh guru di SD Banua Hanyar
mau seringkali menghambat anak autis Banjarmasin, yaitu (1) silabus, dan (2)
mengikuti pelajaran di sekolah umum. rencana pelaksanaan
(c) Komunikasi, salah satu kesulitanan pembelajaran/RPP. Silabus untuk siswa
anak autis adalah dalam hal komunikasi, autis dengan hambatan ringan (yang
dimana mereka sulit berekspresi diri. (d) tidak mengalami hambatan kecerdasan)
Interaksi, Anak autis juga bermasalah hanya akan mengalami modifikasi dari
pada perkembangan keterampilan beberapa komponen silabus, siswa autis
sosialnya, sulit berkomunikasi, tidak dengan hambatan autis sedang dan
mampu memahami aturan-aturan dalam disertai hambatan kecerdasan,
pergaulan, sehingga biasanya tidak umumnya membutuhkan modifikasi
memiliki banyak teman. Asesmen hampir pada semua komponen silabus,
terhadap anak autis di SD Banua Hanyar sedangkan siswa autis yang mengalami
menggunakan langkah-langkah seperti hambatan autis berat dan disertai
tertera pada gambar sebagai berikut: hambatan kecerdasan, umumnya
membutuhkan modifikasi pada semua
komponen pembelajaran.
Tujuan pembelajaran, materi,
proses dan pelaksanaan evaluasi lepas
dari kurikulum umum, dikarenakan
tujuan pembelajaran, materi, proses dan
Identifikasi pelaksanaan evaluasi disesuaikan
dengan kemampuan siswa. Standar dengan mengajukan pertanyaan,
kompetensi (SK) sudah tersedia di memberi tugas tertentu,
kurikulum, sehingga guru tinggal mengadakan percobaan, berdiskusi
mengutip saja. Untuk sementara tidak secara berpasangan atau dalam
perlu dimodifikasi. Jadi rumusannya kelompok kecil, belajar
sama dengan siswa lainnya. berkooperatif).
Kompetensi dasar (KD) dikutip dari
kurikulum karena sudah tersedia dalam 4. KESIMPULAN
naskah kurikulum. KD secara umum Berdasarkan hasil pengumpulan
(sementara) tidak perlu dimodifikasi, data dan analisis tentang pelaksanaan
artinya sama dengan siswa lainnya. identifikasi, asesmen dan pembelajaran
Kalau rumusan KD kondisinya agak anak autis di sekolah penyelenggara
spesifik dan operasional maka silahkan pendidikan inklusif di SD Banua
untuk dimodifikasi disesuaikan dengan Hanyar 8 Banjarmasin dapat
kemampuan siswa autis. disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
Materi, dirubah (dimodifikasi) 1. Identifikasi terhadap anak autis di
disesuaikan dengan kemampuan siswa SD Banua Hanyar 8 Banjarmasin,
autis. Indikator, dirubah (dimodifikasi) menggunakan DSM IV (Diagnostic
disesuaikan dengan kemampuan siswa and Statistical Manual).
autis. Kegiatan pembelajaran, 2. Asesmen ini dipahami guru untuk
dimodifikasi disesuaikan dengan mengumpulkan data tentang anak
kemampuan siswa. Alokasi waktu pada autis yang akan digunakan untuk
umumnya disamakan dengan siswa mengambil keputusan tentang
lainnya. artinya siswa autis belajar layanan yang akan diberikan
dengan alokasi waktu yang sama terhadap orang tersebut. Asesmen
dengan siswa regular. dalam kondisi merupakan suatu kegiatan untuk
tertentu dimungkinkan waktu melakukan pengamatan, analisis
belajarnya berbeda (dimodifikasi). tugas, pemberian tes untuk
Sumber dan media belajar dimodifikasi menafsirkan, mendeskripsikan
disesuaikan dengan kemampuan siswa tentang karakteristik seseorang, guna
autis. cara pengadaan dan penggunaan pengambilan keputusan tentang
media disesuaikan dengan materi pelayanan bagi individu yang
pembelajaran dan disesuaikan dengan bersangkutan.
karakter siswa autis dalam menyerap 3. Pembelajaran terhadap Anak Autis
materi pembelajaran. di SD Banua Hanyar 8 Banjarmasin,
Langkah-langkah pembelajaran menggunakan kurikulum SD reguler.
terhadap anak autis yang disepakati Pelaksanaan kegiatan pembelajaran
oleh guru: disesuaikan dengan kemampuan dan
1. Membangun komunikasi dengan kebutuhan setiap individu autis dan
siswa didukung oleh kompetensi guru,
2. Melakukan appersepsi dengan media, sumber dan strategi
mempertimbangkan kesukaan/minat pembelajaran yang memadai, sesuai
siswa autis dengan Standar Pelayanan Minimal.
3. Menanggapi respon atau kepatuhan Para guru SD Banua Anyar 08
siswa Banjarmasin yang tidak dipersiapkan
4. Menggunakan metode mengajar untuk mengajar siswa yang
yang bervariasi seperti: bermain, mengalami kelainan atau
ceramah, tanya jawab, diskusi, berkebutuhan khusus, sehingga
pemberian tugas, demonstrasi sering kali mengalami kesulitan
5. Menggunakan ekspresi lisan dan ketika berhadapan dengan anak
atau penjelasan tertulis yang dapat autis.
mempermudah siswa untuk 4. Kendala yang dihadapi pihak SD
memahami materi yang diajarkan Banua Anyar 08 Banjarmasin
6. Memberi kesempatan kepada siswa berkaitan dengan belum ada aturan
untuk terlibat secara aktif (misalnya yang dapat dijadikan acuan
pelaksanaan pembelajaran bagi anak UNESCO, (2001). Understanding and
autis. Sarana-dan prasarana Responding to Children,s Needs in
pendukung pembelajaran bagi anak Inclusive
autis belum tersedia, disamping itu Classrooms, A Guide for Teachers.
sumber daya yang ada belum siap. France: UNESCO.
Kelas belum dilengkapi sarana dan Direktorat Pendidikan Luar Biasa dan
prasarana sesuai dengan kebutuhan Braillo Norway, (2005), Menciptakan
autis, ruang kelas yang kurang, Kelas Iklusif, Ramah terhadap Peserta
sementara jumlah siwa sangat Didik: Jakarta, Depdiknas
banyak. Pandangan guru kelas _____________, (2005), Mengelola Kelas
adanya anak autis memberi beban Inklusif, dengan Pembelejaranyang Ramah
tambahan, mengelola yang normal : Jakarta, Depdiknas
saja sudah dirasakan berat, belum _____________, (2005) Merangkul
lagi sarana dan prasarananya tidak Perbedaan: Perangkat Untuk
mendukung. Pembinaan profesional Mengembangkan Lingkungan Inklusif,
baik dari Dinas, kepala sekolah, Ramah terhadap Pembelejaran: Jakarta,
pengawas maupun pihak yang lain, Depdiknas
belum ada lagi untuk memberikan Fish Jhon & Evan J, (1995), Managing
bekal kepada guru terutama Special Education, USA Open
bagaimana pembelajaran di dalam University Press Buckingham
kelas yang beragam atau ada siswa Hinayat, (2002), Kendala Pendidikan
autisnya. Terpadu di SMU YPI Bandung,
Disarankan kepada guru agar Skripsi, Bandung, Jurusan PLB
lebih memahami kembali makna FIP UPI Bandung
konsep anak autis dan Hermawan Budi, (2001), Teacher
penanganannya. Pemahaman Experience When Teaching and
tersebut dapat dilakukan dengan cara Guiding Pupils with Visual
membaca buku referensi, berdiskusi Impairment in Integrated School,
dengan teman guru, konsultasi ke Tesis, Norway, Departemen Of
Guru Pembimbing Khusus, dan special Needs Education Faculty
mengikuti in house trainning, Of Education, University Of Oslo
pendidikan dan pelatihan, sosialisasi, Jhonsen B.H. &Skjorten MD, (2003),
workshop. Guru agar dapat Menuju Inklusi, Pendidikan
merencanakan dan melaksanakan Kebutuhan Khusus Sebuah
program dan strategi penanganan Pengantar, Bandung, Program
yang sesuai kebutuhan belajar anak Pasca Sarjana UPI Bandung
autis. Johnsen, B: (2003), Kurikulum Untuk
Kepala sekolah dapat Pluralitas kebutuhan Belajar
memberi kesempatan, motivasi dan Individual Artikel dalam johnsen
pembinaan kepada guru agar B.H & Skjorten MD Menuju
pemahamnnya lebih meningkat. Inklusi, pendidikan kebutuhan
Mengadakan penilaian dan khusus Sebuah Pengantar,
pembinaan terhadap guru-guru Bandung, Program pasca Sarjana
mengenai penggunaan strategi dan UPI Bandung
intsrumen penilaian yang positif Kartadinata sunaryo, (1996), Kerangka
yang sesuai dengan konsep penilaian Kerja Bimbingan dan Konseling
hasil belajar dalam seting pendidikan Dalam pendidikan (Pendekatan
inklusif, misalnya observasi, Ekologis Sebagai Suatu Alternatif)
portofolio, dan unjuk kerja Bandung: IKIP Bandung
(performance). Mason H & Mc Call, (1997), Visual
Impairment Acces to Education for
Children and Young people,
London: David Fultron Publishers
Mc Wbir, Anne, (1996), A Message ti
DAFTAR PUSTAKA Teacher in Inclusive schools (ed)
The Journey to Inclusive schools, Skjorten M. (2003) Menuju Inklusi dan
UNESCO Published By Inclusion Pengayaan, Artikel dalam Johsen
Internasional B.H & Skjorten MD Menuju
Mulyasa, E, (2004), Menjadi Kepala Inklusi, Pendidikan kebutuhan
Sekolah Profesional, Bandung, Khusus sebuah Pengantar,
Remaja Rosdakarya Bandung, Program Pasca Sarjana
Mulyasa, E, (2004) Manajemen Berbasis UPI bandung
sekolah, Bandung: Remaja Rosda Skjorten M. (2003) Reseasrch, handout
Karya Perkuliahan Program magister S2
Permanarian & Alimin Z, (2005) PLB UPI, Bandung: Universitas
Reorientasi Pemahaman Konsep Pendidikan Indonesia
SpecialEducation ke Konsep Special Needs Sunanto J, (2003), Konsep Pendidikan
Education dan Implikasi terhadap Layanan Untuk Semua, Bandung, Makalah
Pendidikan (jurnal), Bandung, Jassi tidak diterbitkan Jurusan PLB UPI
Raharjo, B, (2003), Manajemen Berbasis Bandung
Sekolah, Jakarta: Direktorat tenaga Suprayekti, (2003), Interaksi Belajar
Kependidikan, Dirjen Dikdasmen, Mengajar, Jakarta: Direktorat
Depertemen Pendidikan Nasional Tenaga Kependidikan, Dirjen
Sarwoko, Thomas (2001 Integrated Dikdasmen, Departemen
Education for Children with Visual pendidikan Nasional
Impairment ini Primary Schools
Aiming toward Inclusion, Tesis,
Norway, Departement Of special
Needs education Faculty Of
Education, University Of Oslo
Scholl, TG, ( 1986), Foundation of
Education for Blind and visually
Handicapped Children and Youth,
Teori and Prcatice, New York:
American Foundation for Blind,
Inc

You might also like