0% found this document useful (0 votes)
82 views22 pages

Tafsir Kontekstual Maqoshidi

The document discusses Muhammad al-Ghazali's method for revealing the maqasid (objectives) of the Quran. It explores the main aspects of his method by answering several questions, such as whether he had a special approach and what the advantages and characteristics of the method were. The results showed that al-Ghazali offered five methods for revealing the Quranic maqasid.

Uploaded by

JUBRI YANTO
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
0% found this document useful (0 votes)
82 views22 pages

Tafsir Kontekstual Maqoshidi

The document discusses Muhammad al-Ghazali's method for revealing the maqasid (objectives) of the Quran. It explores the main aspects of his method by answering several questions, such as whether he had a special approach and what the advantages and characteristics of the method were. The results showed that al-Ghazali offered five methods for revealing the Quranic maqasid.

Uploaded by

JUBRI YANTO
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
You are on page 1/ 22

Metode Muhammad Al-Ghazali dalam Menggali Maqasid Alquran

Abdul Mufid
STAI Khozinatul Ulum Blora
e-mail: [email protected]

Abstract
This study aims to explore the main milestones of the method used by Muhammad al-Ghazali to reveal the
Qur'anic maqasid by answering a number of questions as follows: Does al-Ghazali have a special method
in approaching the Qur'anic maqasid? If it turns out there really is a special method, what are the
advantages and characteristics of the method? What are the main features? How far the method was
successfully applied in several studies and studies of the Koran. This research aims to explore the main
milestones of the method used by Muhammad al-Ghazali to reveal the Qur'anic maqasid by answering a
number of questions as follows: Does al-Ghazali have a special method in approaching the Qur'anic
maqasid? If it turns out there really is a special method, what are the advantages and characteristics of the
method? What are the main features? How far the method has been successfully applied in several studies
and studies of the Koran. The result s showed that al-Ghazali offered five methods to be able to reveal the
qur’anic maqasid. First, deep reflection on the qur’anic texts and optimizing reason. Second, the use of
two mechanisms at the same time, namely inductive thinking and analysis, and tracking various texts and
signs that indicate the existence of maqasid. Third, a thorough reading of the revelation texts so that they
are holostic, not literal and sectarian. Fourth, always mingle with the Koran while interrogating the
verses to explore the depth of their meaning. Fifth, devoting the ability to produce fiqh of reality

Keywords: Qur’anic Studies, Muhammad al-Ghazali, the Qur’anic Maqasid

Abstrak
Penelitian ini bertujuan menggali tonggak utama dari metode yang digunakan Muhammad al-Ghazali
untuk mengungkap maqasid Alquran dengan menjawab sejumlah pertanyaan sebagai berikut: Apakah al-
Ghazali memiliki metode khusus dalam mendekati maqasid Alquran? Bila ternyata memang ada metode
khusus, apa kelebihan dan karakteristik metodenya itu? Apa saja fitur utamanya? Sejauhmana metode itu
berhasil diterapkan dalam beberapa riset dan kajiannya terhadap Alquran?. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa al-Ghazali menawarkan lima metode untuk dapat menyingkap maqashid Alquran. Pertama,
perenungan yang mendalam atas teks-teks Alquran dan mengoptimalkan akal. Kedua, penggunaan dua
mekanisme sekaligus, yakni berpikir induktif dan analisis, serta melacak berbagai teks dan tanda yang
menunjukan adanya maqasid. Ketiga, pembacaan menyeluruh terhadap teks-teks wahyu sehingga holistik,
tidak literal dan sektarian. Keempat, selalu bercengkerama dengan Alquran sembari menginterogasi ayat-
ayatnya untuk mengeksplorasi kedalaman maknanya. Kelima, mencurahkan kemampuan untuk
memproduksi fikih realitas.

Kata Kunci: Studi Alquran, Muhammad al-Ghazali, Maqasid Alquran

Pendahuluan menghadapi segala persoalan hidup dan


Al-Qur’an merupakan petunjuk dan kehidupannya sepanjang zaman, yang tak
pedoman bagi umat manusia dalam layu oleh waktu dan tak lekang oleh zaman,
Abdul Mufid
METODE MUHAMMAD AL-GHAZALI DALAM MENGGALI MAQASID ALQURAN

serta – meminjam istilah Quraish Shihab – bertolak belakang dengan visi utamanya
dapat berdialog dengan seluruh generasi yaitu membawa petunjuk bagi makhluk
manusia, guna memperoleh kebahagiaan hidup.3
hidup di dunia maupun akhirat. Diakui bahwa akses menuju
Abdullah Darâz dalam al-Nabâ’ al- kebenaran ilmiah di berbagai bidang ilmu
‘Azîm menggambarkan al-Qur’an sebagai membutuhkan pendekatan yang jelas dan
batu intan yang setiap sudutnya akurat berdasarkan aturan ilmiah dan
memancarkan cahaya berbeda. Dengan prosedur yang diterapkan, mengidentifikasi
demikian, Alquran merupakan kitab suci langkah-langkah awal dan mengeksplorasi
yang memiliki muatan multi-perspektif.1 hasilnya. Jika tidak demikian, maka yang
Sebagai petunjuk dalam kehidupan akan terjadi adalah kesia-siaan dari
umat Islam, al-Qur’an tidak hanya cukup absurditas. Oleh karena itu sebuah
dengan membaca dengan suara yang indah pemikiran apapun akan bermanfaat dan
dan fasih, tetapi selain memahami harus berpengaruh bila disertai dengan metode.
ada upaya konkret dalam memeliharanya. Perbincangan seputar tujuan pokok
Alquran tidak boleh dibiarkan begitu saja syariah (maqâshid al-syarî‘ah) menjadi isu
sebagai koleksi atau apapun nama dan penting dan populer beberapa dekade
bentuknya, tanpa penjagaan dan terakhir ini. Terutama melalui proyek
pemeliharaan yang serius dari umatnya.2 pemikiran maqâshid yang dikembangkan di
Keistimewaaan yang dimiliki Alquran Magribi melalui beberapa tokohnya seperti
tidak mengandung makna bahwa itulah Thâhir ibn ‘Âsyûr, ‘Alâl al-Fâsi, Raysûnî,
tujuan diturunkan Alquran kepada dan lain sebagainya. Kajian tentang pokok
manusia. Terlebih jika dimaknai Alquran syariah ini dalam perkembangannya
diturunkan untuk menampakkan bergeser pada kajian tentang tujuan pokok
ketidaksanggupan manusia untuk Alquran atau dikenal dengan maqâshid
menandingi kehebatan Alquran. Membatasi Alquran. Bila maqâshid al-syarî‘ah lebih
fungsi penurunan Alquran seperti ini sangat menfokuskan diri pada pemahaman hukum
Islam, maka mâqâshid Alquran berupaya
1 Wahyudi, Tafsir Sufi: Analisis Epistemologi Ta’wil
al-Ghazali dalam Kitab Jawahir al-Qur’an, jurnal Ushuluddin,
Vol. 26, No. 1 (Januari-Juni, 2018), 45.
2 Ali Akbar dan Hidayatullah Ismail, Metode 3 Syahrul Rahman, Pro Kontra I’jaz ‘Adady dalam al-

Tahfidz al-Qur’an di Pondok Pesantren Kabupaten Kampar, jurnal Qur’an, jurnal Ushuluddin, Vol. 25, No. 1 (Januari-Juni,
Ushuluddin, Vol. 24, No. 1 (Januari-Juni, 2016), 92. 2017), 36.

27
El-Afkar Vol. 9 Nomor. 1, Januari-Juni 2020

memahami konsep, aturan, dan tafsir mengambil kesimpulan hukum.5 Sementara


Alquran. Ini artinya, cakupan mâqâshid itu maqasid Alquran merupakan basis dan
Alquran melampaui persoalan hukum yang arah dalam menafsirkan Alquran.
hanya menjadi bagian kecil dari Alquran. Metode dalam bahasa Arab disebut
Kajian tentang mâqâshid Alquran manhaj. Kata manhaj itu sendiri secara
merupakan isu lama yang hingga kini etimologi memiliki banyak makna, di
masih menjadi perhatian pemikir Muslim antaranya sebagaimana dijelaskan dalam
kontemporer. Bahkan tidak sedikit kajian Lisan al-‘Arab bahwa kata manhaj bentukan
seputar mâqâshid Alquran menjadi bagian dari kalimat fi’il (kata kerja) nahaja dan
yang tidak terpisah dari kajian maqâshid al- anhaja. Seperti dalam kalimat anhaja at-tariqu
syarî‘ah kontemporer yang belakangan yang artinya jalan itu terang dan jelas.
menjadi tren baru di dalam kajian Alquran. Sementara itu manhaj dan minhaj berarti
Apa yang kemudian dikenal dengan tafsir jalan yang jelas dan lurus.6 Disebutkan
maqâshîdî menjadi tren dalam kajian dalam al-Mu’jam al-Wasit, bahwa asal kata
Alquran. Sebagai sebuah tren, kajian tafsir manhaj adalah nahaja, seperti dalam contoh
maqâshîdî digunakan untuk membaca isu-isu nahaja fulanun al-amra nahjan yang artinya
kontemporer dalam kajian Alquran, tidak fulan telah menjelaskan persoalan. Ada pula
terkecuali isu kebebasan beragama.4 contoh kalimat nahaja at-tariqa yang artinya
Maqasid Alquran sangat erat menempuh jalan atau cara. Sementara itu
kaitannya dengan tafsir. Sebab tafsir kata nahjun artinya menempuh jalur yang
merupakan upaya untuk melakukan jelas.7
identifikasi terhadap kandungan Alquran Secara terminologi, manhaj adalah
dengan teliti dan cermat. Jalaludin as-Suyuti jalur yang diambil oleh peneliti untuk
mendefinisikan tafsir dengan disipin ilmu mencapai tujuan, atau metode berinteraksi
yang berfungsi memahami Kitabullah yang dengan topik-topik yang disajikan untuk
diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad penelitian dan kajian. Metode merupakan
SAW dengan menjelaskan maknanya dan pola pemikiran dan pengalaman yang

5 Jalaludin as-Suyuti, al-Itqan fi Ulum Alquran,

(Kairo: Dar as-Salam, 1998), 174.


6 Ibnu Manzur, Lisan al-‘Arab, vol. 14 (Beirut: Dar

4 Ah. Fawaid, Maqasid al-Qur’an dalam Ayat Sadir, 2003), 366.


Kebebasan Beragama Menurut Penafsiran Thaha Jabir al-‘Alwani, 7 Akademi Bahasa Arab di Kairo, al-Mu’jam al-

jurnal Madania, Vol. 21, No. 2, (Desember 2017), 113-114. Wasit (Beirut: Dar al-Hadis, 1980), 957.

28
Abdul Mufid
METODE MUHAMMAD AL-GHAZALI DALAM MENGGALI MAQASID ALQURAN

berhubungan dengan beberapa bidang ahli hadis misalnya, hanya membatasi


pengetahuan humanis yang berjalan secara misinya dan membatasi minatnya pada
teratur menuju hasil tertentu. Abdurrahman ilmu-ilmu hadis saja, jauh dari pandangan
Badawi mendefinisikan manhaj dengan seni yang holistik terhadap nilai-nilai Islam.
mengorganisir serangkaian ide dengan Begitu pula institusi fikih yang hanya
benar, baik untuk mengungkapkan berkonsentrasi pada lingkup ibadah dan
kebenaran ketika kita tidak tahu, atau hal-hal yang terkait dengannya, sehingga
menunjukkannya kepada orang lain ketika dari institusi tersebut dapat dijadikan
kita mengetahuinya.8 Mahdi Fadlullah bingkai untuk kegiatan rasionalnya dan
mendefiniskan manhaj dengan alat yang jarang sekali melenceng jauh dari bidang
digunakan peneliti untuk mencapai tujuan fikih.11
dan menemukan kebenaran atau Dikatakan sebagai sebuah
mendapatkan pengetahuan.9 kecerobohan, bila di era modern seperti
Ilmu-ilmu keislaman yang muncul sekarang ini tidak dapat mengungkap teori
dalam lingkup Alquran10 dan bercabang ke maqasid Alquran dalam sejarah ilmu-ilmu
banyak spesialisasi, seperti tafsir, fikih, keislaman dan tidak pula menemukan
kalam, tasawuf, dan lainnya memiliki metode tertentu untuk mendeteksi dan
metode-metode tertentu dalam berinteraksi memanfaatkan maqasid tersebut. Hal itu
dengan Alquran. Oleh sebab itu masing- berbanding terbalik dengan kalangan ulama
masing keilmuan tersebut memiliki metode sebelumnya dan para reformis yang telah
khusus dalam mengkaji Alquran maupun berupaya keras meletakkan metodologi
ulumul qur’an. Kebanyakan metode ilmiah dan kontrol metodologis yang
tersebut berpijak dan hanya membatasi berguna untuk mengendalikan penelitian di
pada orientasi ilmiah, serta mencoba dalamnya, serta menekankan perlunya
dengan berbagai cara untuk menaklukkan pendekatan ilmiah yang jelas untuk
teks-teks Alquran. Maka dari itu institusi berinteraksi dengan Alquran, dan di antara
para ulama yang menjadikan maqasid
8 Abdurrahman Badawi, Manahij al-Bahs al-‘Ilmi,
Alquran sebagai bagian terbesar dari
cet. III (Kuwait: Wakalah al-Matbu’ah, 1977), 4.
9 Mahdi Fadlullah, Usul Kitabah al-Bahs wa Qawa’id

at-Tahqiq, cet. II (Beirut: Dar at-Tali’ah, 1998), 12.


10 Muhammad Sami an-Nasyar, Nasy’ah al-Fikr al-

Falsafi fi al-Islam, cet. V, vol. 1 (Kairo: Dar al-Ma’arif, 1971), 11 Muhammad al-Ghazali, Kaifa Nata’amalu ma’a

295. Alquran, cet. VII (Kairo: Nahdah, 2005), 37-38.

29
El-Afkar Vol. 9 Nomor. 1, Januari-Juni 2020

perhatiannya adalah syaikh Muhammad al- berinteraksi dengan teks-teks yang berpijak
Ghazali. dari pengetahuan metodologis.12
Minat dan konsentrasi Muhammad Metode Muhammad al-Ghazali
al-Ghazali yang jelas terhadap maqasid dalam menggali maqasid Alquran berpijak
Alquran dan berbagai masalah yang terkait pada sejumlah mekanisme:
dengannya, serta keyakinan al-Ghazali pada 1. Perenungan yang mendalam,
kebutuhan umat yang mendesak untuk gagasan yang gigih dalam
menemukan dan memanfaatkan maqasid merenungi teks-teks Alquran, serta
Alquran, membuat Muhammad al-Ghazali memfungsikan akal untuk meng-
harus berbanding lurus dengan fokus pada ungkap rahasia dan misterinya.
perumusan metode yang ideal untuk 2. Muhammad al-Ghazali member-
mengungkap dan memantau maqasid lakukan dua mekanisme, yakni
tersebut. Menurut al-Ghazali, di dalam berpikir induktif dan analisis, serta
hadis terdapat ruang besar yang memuat melacak berbagai teks dan tanda
metode untuk mengungkap maqasid yang menunjukkan adanya maqasid.
Alquran. Muhammad al-Ghazali meyakini 3. Muhammad al-Ghazali berpegang
bahwa maqasid yang penarikan pada pembacaan menyeluruh
konklusinya berasal dari Kitabullah terhadap teks-teks wahyu yang
membutuhkan adanya metode khusus yang melampaui semua bentuk
sepadan dalam hal karakter antara maqasid pembacaan yang tidak mampu
dengan Alquran, konsisten dengan menemukan universalitas wahyu,
dimensinya, dan sesuai dengan kehendak sebagaimana pembacaan yang tidak
Allah. Hal ini pernah diungkapkan Taha holistik, literal, dan sektarian serta
Jabir al-‘Ulwani, bahwa metodologi itu bentuk-bentuk pembacaan lainnya
layaknya penyusun pengetahuan yang yang salah memahami dimensi
mengembalikan hal banyak kepada hal maqasid bagi misi kerasulan.
yang satuan, mutasyabih (masih samar) 4. Sehari-hari bercengkerama dengan
dikembalikan kepada yang muhkam (jelas). Alquran sembari menginterogasi
Metodologi membutuhkan kesadaran ayat-ayatnya untuk mengeksplorasi
kognitif tentang metode-metode 12 Taha Jabir al-‘Ulwani, Maqasid asy-Syariah, cet. I

(Beirut: Dar al-Hadi, 2001), 48.

30
Abdul Mufid
METODE MUHAMMAD AL-GHAZALI DALAM MENGGALI MAQASID ALQURAN

kedalamannya dan menyelami Alquran, tidak berpandangan yang


makna-maknanya yang samar. komprehensif, dan tidak ber-
5. Muhammad al-Ghazali berpijak dari pengetahuan yang mendalam
krisis keterbelakangan peradaban mengenai berbagai dimensi wahyu.
yang memukul keras umat atas Artikel ini penulis
sebab kehilangan spirit maqasid, dedikasikan sebagai bentuk upaya
mencurahkan kemampuan untuk untuk menyingkap rambu-rambu
menarik konklusi penyebab besar yang dijadikan tendensi
tergelincirnya umat dari teks-teks Muhammad al-Ghazali dalam
wahyu, atau dengan term yang lebih menggali metode untuk
familier disebut fikih realitas. mengungkap maqasid Alquran
Berpijak dari sejumlah dengan menjawab sejumlah research
mekanisme di atas, maka question, di antaranya apakah
Muhammad al-Ghazali menolak Muhammad al-Ghazali memiliki
untuk mengadopsi metode ilmu- metode khusus untuk mendekati
ilmu keislaman klasik, seperti maqasid Alquran? Apabila al-
metode yang ditempuh para ulama Ghazali memang mempunyai
usul fikih, fukaha, ahli bahasa, ahli metode khusus, apa keistimewaan
ilmu kalam, para ulama tasawuf dan dan karakteristiknya? Apa rambu-
lain sebagainya. Muhammad al- rambu besarnya? Sebatas mana
Ghazali berpandangan bahwa metode al-Ghazali dapat
terdapat perbedaan yang sangat luas diaplikasikan dalam riset dan kajian
antara metode ilmu-ilmu keislaman Alquran?
klasik dengan tuntutan yang
dikehendaki maqasid Alquran yang Al-Ghazali dan Review Terhadap
memiliki karakteristik khusus. Pada Metodologi Riset Ilmu-ilmu Keislaman
konteks inilah Muhammad al- Klasik
Ghazali mengkritik metode-metode Muhamad al-Ghazali menghapus

klasik yang dianggapnya tidak secara total metode-metode yang dipakai

memenuhi tuntutan maqasid para ulama klasik lintas keilmuan; ilmu

31
El-Afkar Vol. 9 Nomor. 1, Januari-Juni 2020

fikih, bahasa, kalam, tasawuf, tafsir, dan sebenarnya yang selalu diingatkan oleh
ulumul qur’an.13 Muhammad al-Ghazali Umar ‘Abid Hasanah kepada al-Ghazali
meyakini bahwa mayoritas ulama disaat bertanya kepadanya mengenai
melupakan topik maqasid Alquran, media-media keamanan yang dapat
berlebihan dalam memberikan perhatian menjamin kita mampu menembus
terhadap hal-hal yang parsial, membatasi kebenaran bersama Alquran secara
keluasan ruang gerak Alquran dari berbagai langsung tanpa melibatkan karya-karya
sudut (pemikiran atau kehidupan), dan ulama sebelumnya. Umar ‘Abid Hasanah
melarang umat Islam untuk menembus berujar:
horizon yang lainnya. Ia mengatakan: “Bagaimana kita mendapatkan
manfaat dari metode-metode itu
“Saya selalu mengikuti dan
untuk kembali kepada sumber yang
memikirkan banyak hal yang telah
asli (Alquran). Apakah warisan
mereka tulis dalam segala disiplin
metodologis ini wajib bagi kita,
ilmu; ilmu kalam, tasawuf, dan
padahal bukankah ia merupakan
akhlaq. Semoga Allah memberi
bentuk ijtihad yang mewujudkan
manfaat kepada saya atas karya-
berbagai dimensi yang bagus untuk
karya para ulama. Hanya saja saya
mencapai visi Alquran? Apakah kita
mendapati kenyataan-kenyataan
boleh melompatinya dari atas dan
di sini dan di sana. Maka dari itu
kita berinteraksi langsung dengan
tidak ada satupun aliran yang saya
teks? Jadi sebenarnya apa sarana
pegangi, dan saya tak melihat
keamanan bagi kita untuk
seorang pun yang tanpa dosa.”14
berinteraksi dengan teks?”15

Terlepas dari relevansi kritik yang


Penulis memandang bahwa
dilontarkan al-Ghazali ini, namun yang
membesar-besarkan kritik terhadap hasil
perlu digarisbawahi bahwasanya
ijtihad ulama masa lalu itu boleh, namun
mengesampingkan karya-karya
tidak bisa diterapkan untuk hasil ijtihad
peninggalan ulama masa lalu dan
semua bidang keilmuan. Memang betul
melampauinya secara total serta
berlebih-lebihan dalam kritik dapat
mengingkari nilai-nilai positif yang
menguras tenaga pelakunya pada banyak
ditanamkan, maka akan menghasilkan
hal yang parsial dan berurusan dengan
nalar-nalar Islam yang berbahaya. Itulah
masalah imajiner yang mungkin tidak akan
13 Muhammad al-Ghazali, Kaifa Nata’amalu ma’a
terjadi sama sekali dalam realitas. Itulah
Alquran, cet. 7 (Kairo:Nahdah Misr li at-Tiba’ah, 2005), 35.
14 Muhammad al-Ghazali, Sirru Ta’akhkhur al-‘Arab

wa al-Muslimin (Kairo: Dar ar-Rayyan li at-Turas, 1987), 73. 15 Al-Ghazali, Kaifa Nata’amalu ma’a Alquran, 46.

32
Abdul Mufid
METODE MUHAMMAD AL-GHAZALI DALAM MENGGALI MAQASID ALQURAN

yang diisyaratkan al-Ibrahimi dalam bahwa kebanyakan ijtihad ulama masa lalu
pernyataannya: itu sesuai konteks peradaban saat itu.
“Sayang sekali kampanye-kampanye Menurut penulis, disinilah bisa
yang menyeru kekerasan dan
dikatakan bahwa berbagai ijtihad ulama
menganggap jihad, namun tanpa
musuh. Sungguh keterlaluan tempo dulu belum mampu mengungkap
kegembiraan di atas kegembiraan,
maqasid Alquran. Ketidakmampun mereka
padahal jelas cara perolehannya
tidak melalui ekspansi maupun bukan berarti akal pikiran para ulama saat
raihan kemenangan. Sangat
itu belum mampu menciptakan metode-
menyesalkan, bagi kecerdasan yang
hampir dapat menyembuhkan metode khusus, melainkan memang belum
penghalang yang tak terlihat, seperti
ada kebutuhan yang menuntut
kecerdasan Abu Bakar al-Baqilani,
Fakhrudin ar-Razi, Abu Huzail, dan diciptakannya metode baru. Bahkan karena
Ibu Mu’allim. Telah hilang suatu
kebutuhan pada saat itu tidak memerlukan
kemanfaatan yang takkan
kembali.”16 metode seperti itu. Inilah yang membuatnya
tertinggal dalam kemunculannya di era
Adapun hal lain yang mendesak
modern, di mana kebutuhan untuk itu kuat
untuk dijawab adalah pertanyaan apakah
dan mendesak karena adanya krisis
metode-metode yang berbeda dan beragam
peradaban yang mencekik sehingga umat
itu ketika awal dicetuskan, tujuan jangka
mencari sendiri jalan keluar darinya. Hanya
panjangnya adalah mendekati maqasid
saja umat tidak menemukan cara lain selain
Alquran? Menurut penulis, fakta yang tidak
mengungkap maqasid dan
dapat diabaikan adalah ketika metode-
mengaktifkannya untuk menghindari
metode itu dibuat, maka ia memiliki
ketergelinciran.
bidang-bidang tertentu tempat bergeraknya,
sehingga kita tidak mampu mencatat
Fitur Metode al-Ghazali dalam
berbagai kekurangan dan memintanya agar Mengungkap Maqasid Alquran
keluar dari bidang garapannya untuk Dengan mengikuti tulisan-tulisan
selanjutnya dipaksakan agar mencari Muhammad al-Ghazali, nampak keseriusan
maqasid Alquran. Perlu dicatat pula, dan ketertarikannya yang mendalam
tentang pendekatan yang jelas dan ketat
16 Muhammad Basyir al-Ibrahimi, Asar al-Imam untuk mengakses dunia maqasid Alquran,
Muhammad al-Basyir al-Ibrahimi, cet. I (Beirut: Dar al-Gharb
al-Islami, 1997), 167.

33
El-Afkar Vol. 9 Nomor. 1, Januari-Juni 2020

dan meneliti dengan perangkat ilmiah serta dan intelektualis bagi metode al-Ghazali
syarat-syarat metodologis yang dapat tersebut. Maka dari itu menurut al-Ghazali,
menjamin tercapainya hasil yang tidak mungkin dapat mendekati maqasid
diinginkan. Maqasid tersebut menurut al- Alquran tanpa berpijak dari persepsi ini,
Ghazali memiliki metode khusus yang karena pandangan yang universal dan
berpijak pada pembacaan Alquran secara komprehensif itulah yang memungkinkan
komprehensif sebagai satu kesatuan yang al-Ghazali untuk bergerak ke arah ini.
menyeluruh dan terintegrasi serta saling Jika diasumsikan al-Ghazali
bahu membahu antara satu dengan yang berpijak dari pandangan yang parsial dan
lainnya. persepsi yang bersifat lokal tentang
Beberapa pondasi dasar yang Alquran, maka al-Ghazali tidak akan
melatarbelakangi terbentuknya metode dan berhasil mendekati maqasid Alquran.
pemikiran al-Ghazali dalam mendekati Karena pandangan yang parsial biasanya
Alquran adalah sebagai berikut: akan mengarah pada banyaknya pendapat
1. Berpegang pada pandangan yang dan hukum, serta kontradiksi dan
universal dan komprehensif. inkonsistensi. Abdul Majid an-Najjar
Termasuk pondasi terpenting yang mengungkapkan:
menjadi dasar pendekatan al-Ghazali “Apabila sebuah pemikiran
didasarkan pada pertimbangan yang
adalah keberpihakannya pada pembacaan
parsial, maka seorang pemikir akan
teks-teks wahyu secara universal dan menemukan dirinya bertentangan
dengan orang lain. Karena ia akan
komprehensif yang melampaui semua
tetap menjadi tahanan pandangan
bentuk pembacaan yang tidak mampu parsialnya. Sementara pada
kesempatan yang sama, orang lain
mengenali keuniversalan wahyu. Secara
juga mengeluarkan keputusannya
aksiomatis, setiap metode itu lahir dan yang parsial pula. Sehingga masing-
masing berakhir di lembah
berasal dari landasan filosofis dan
pertikaian yang tidak bisa bertemu
intelektual yang menggambarkan satu sama lain. Oleh karena itu
tertahannya akal dalam hal-hal yang
wataknya, serta memetakkan batas-batas
parsial adalah sebuah hasil yang
dan keterkaitan yang melingkupinya. negatif, tidak hanya dalam tataran
pengetahuan saja, melainkan juga
Sementara itu pandangan yang universal
pada level sosial. Beda lagi bila
dan komprehensif adalah landasan teoretis

34
Abdul Mufid
METODE MUHAMMAD AL-GHAZALI DALAM MENGGALI MAQASID ALQURAN

mendasarkan pada pertimbangan pencarian hal-hal parsial dan absen dari


yang komprehensif.”17
pandangan holistik tentang sumber-sumber
wahyu, yakni Kitabullah dan sunnah, serta
Alquran telah memperingatkan
merupakan penyebab utama perpecahan
terhadap pembacaan dispersif yang
dan manipulasi di antara umat Islam. Abdul
menghilangkan teks-teks suci dari sisi nilai,
Majid an-Najjar mengungkapkan:
dampak, dan efektifitasnya dalam
“Mungkin sebagian besar yang
kehidupan manusia. Alquran QS. Al-Hijr:
dialami umat ini yang berupa
90-91 juga telah memberitahu bahwa orang- perpecahan, banyak cobaan, dan
sulit untuk bangkit, adalah muncul
orang musyrik ketika menyetujui sebagian
dari sikap-sikap yang didasarkan
sesuatu, sementara sebagian musyrik pada dalil-dali syar’i yang parsial,
tanpa ada pandangan yang
lainnya menentang, maka mereka tidak
komprehensif.”19
mendapat manfaat apapun. Abu as-Sa’ud
mengungkapkan: Al-Ghazali mengatakan:
“Penyebutan parsialisasi Alquran “Ketertarikan pada hal-hal yang
dengan kata ta’dhiyah, yang makna kontroversial (khilafiyah) adalah
aslinya adalah memisahkan anggota termasuk warna dari karakter masa
tubuh yang masih melekat dan kanak-kanak yang suram, dan
bernyawa dengan tujuan untuk termasuk penyimpangan yang
menghilangkan nyawanya dan merelakan diri berpisah dengan
membatalkan namanya, bukan keluarganya dari bidang kebenaran
murni membagi-bagi atau yang banyak beban menuju bidang
memisahkan, menunjukkan lain yang tidak sulit dan tidak ada
sempurnanya keburukan yang telah beban tugas berat. Sesungguhnya
mereka perbuat terhadap orang-orang ahli Alquran
Alquran.”18 mengkhianatinya dengan
pengkhianatan yang tidak bermoral.
Mereka meninggalkannya ketika
Mengacu pada persepsi inilah
mereka senang dengan kata-kata
Muhammad al-Ghazali mengkritik dengan palsu dan kontroversi yang konyol.
Mereka tenggelam dalam keadaan
sangat pedas terhadap metode ilmiah para
koma yang aneh dari beberapa
ulama klasik yang tenggelam dalam pembahasan yang tidak diketahui
oleh ulama generasi awal. Dan jika
mereka mengetahuinya, mereka
17 Abdul Majid an-Najjar, Maqasid Alquran fi Bina
tidak akan pernah berhasil, juga
al-Fikr al-‘Umrani, jurnal Islamiyah al-Ma’rifah, Vol. 89, No. 33
(2017), 88.
18 Muhammad bin Muhammad Abu as-Sa’ud,

Irsyad al-‘Aql as-Salim ila Mazaya Alquran al-Karim (Tafsir Abi 19 Abdul Majid an-Najjar, Maqasid Alquran fi Bina

as-Sa’ud), vol. 5 (Beirut: Dar Ihya’ at-Turas, t.t.), 92. al-Fikr al-‘Umrani, 89.

35
El-Afkar Vol. 9 Nomor. 1, Januari-Juni 2020

tidak dapat mendirikan yang holistik, visi yang komprehensif, dan


peradaban.”20
menembus spirit Alquran merupakan dua
sisi dari mata uang yang sama, yang
Dari situlah al-Ghazali menyeru
menetapkan kerangka teoretis bagi metode
dan mendesak untuk melampaui bentuk-
pendekatan maqasid al-Ghazali.
bentuk ijtihad dan pembacaan; parsial,
Atas dasar itulah banyak dijumpai
literal, dan doktrinal, yang dapat
dalam beberapa tulisan Muhammad al-
menyebabkan kesalahan dalam memahami
Ghazali yang menekankan perlunya
dimensi maqasid Alquran dan mengakses
mematuhi semangat Alquran dan berpijak
dari zahirnya teks menuju maksud dan
darinya dalam rangka pendekatan terhadap
tujuannya, bergantung pada konsepsi
poros-poros Alquran, maqasid umum, dan
holistik yang akan berkontribusi kuat untuk
keseluruhan dimensi Alquran. Al-Ghazali
memberi pencerahan kepada umat
mengarahkan agar merujuk ke era Nabi dan
mengenai tempat-tempat yang negatif, dan
fase sejarah setelahnya yang mana umat
membimbingnya ke jalan yang paling
Islam terus menerus berhubungan dengan
efektif untuk keluar dari krisis
Kitabullah secara sadar dan menetapi
peradabannya.
arahannya. Oleh karena itu efek Alquran
2. Menembus spirit Alquran dan
dalam kehidupan mereka sangat
melampaui bentuk ijtihad formal
mengesankan. Al-Ghazali mengungkapkan:
Pendekatan maqasid terhadap
“Ketika orang-orang Arab membaca
Alquran mengharuskan bisa menembus ke
Alquran, mereka secara otomatis
dalam jiwanya, menyebur ke berubah menjadi umat yang
mengerti syura dan membenci tirani
kedalamannya, dan mengkaji berbagai
menjadi umat yang berkeadilan
problematika dan permasalahan dalam sosial dan tidak berlaku sistem kasta
menjadi umat yang membenci
kerangka spirit Alquran. Spirit Alquran juga
diskriminasi rasial, membenci moral
membentuk dasar intelektual dan teoretis kesombongan dan keangkuhan.
Umat yang memperkenalkan
untuk metode ini, dan pendekatan yang
peradaban baru bagi dunia. Umat
berhasil untuk maqasid Alquran harus yang menghidupkan kembali
humanisme dan mengangkat
diwujudkan dalam masalah ini. Pandangan
statusnya.”21
20 Muhammad al-Ghazali, Turasuna al-Fikri fi Mizan

asy-Syar’i wa al-‘Aql, cet. 5 (Kairo: Dar asy-Syuruq, 2003), 7-


10. 21 Al-Ghazali, Kaifa Nata’amalu ma’a Alquran, 28.

36
Abdul Mufid
METODE MUHAMMAD AL-GHAZALI DALAM MENGGALI MAQASID ALQURAN

Inilah yang membuat al-Ghazali


Faktor-faktor inilah dan faktor
berani mengkritik arah formal yang
lainnya yang memalingkan dari tujuan
berkaitan dengan membaca Alquran secara
utama, yaitu refleksi dan perenungan
tartil, menetapkan aturan-aturan dalam
terhadap Alquran. Praktik-praktik formal
membacanya, menetapkan tajwid tempat
yang menguras umat dari upaya-upaya
keluarnya huruf, melepas semua kesedihan
besar sepanjang sejarahnya yang panjang
dengan membaca Alquran, mencurahkan
telah membuat umat Muslim kurang
semua usaha untuk membuat syakal
mempertimbangkan ayat-ayat Alquran
(harakat),22 menghafal semua qiraat
secara optimal, melihat maknanya, dan
(bacaan), melantunkan kata demi kata dan
mengantisipasi cakrawalanya.
kalimat demi kalimat dalam Alquran,
3. Pembacaan yang mendalam
mengaitkan Alquran dengan pemakaman
terhadap teks dan melampaui
dan acara-acara, duduk untuk membaca
pembacaan yang literal
atau mendengarkan layaknya seseorang
Sisi ketiga dari beberapa sisi
yang duduk untuk mendengarkan musik
metode al-Ghazali dalam aspek teoretis dan
dan lagu sembari mengingat bahwa tragedi
konseptualnya adalah perlunya
umat Islam dalam hubungan mereka
melanjutkan pemahaman yang mendalam
dengan Alquran adalah karena mereka
tentang teks dan melampaui semua
tidak menyadari apa yang mereka baca
pembacaan literal yang menghalangi akses
Alquran. Al-Ghazali mengungkapkan:
menuju dimensi Alquran secara
“Hikmahnya sangat jauh antara
kata-kata yang kita ucapkan dan arti komprehensif dan tujuan umum teks.
yang menyertainya. Berapa banyak
Al-Ghazali sendiri sering
dari kita bagaikan burung beo yang
dari mulutnya mengalir kata-kata ditemukan berdiri bersama para pengikut
hebat. Namun jika Anda pergi
tren ini sembari menganggap cacat mereka
mencari fakta-faktanya di hati
orang-orang tersebut, maka Anda karena pandangan mereka yang sempit,
menemukan kekosongan atau
kedangkalan pemikiran mereka, serta
kekontrasan. Sayangnya, sebagian
besar perlakuan kita terhadap Tuhan pengabaian mereka terhadap makna utama
berasal dari mata jahat ini.”23
teks dan maksud terdalamnya. Padahal teks
22 Al-Ghazali, Kaifa Nata’amalu ma’a Alquran, 15. itu sendiri cakrawalanya yang luas, dan
23 Muhammad al-Ghazali, Raka’iz al-Iman Baina al-
‘Aql wa al-Qalb (Kairo: Dar asy-Syuruq, 2001), 107-108.

37
El-Afkar Vol. 9 Nomor. 1, Januari-Juni 2020

jangkauan pandangannya jauh ke depan di sekitarnya dan juga tidak dapat


sehingga mampu menghubungkan antara menempatkan teks sesuai kebutuhan teks
yang ada sebelum teks datang dan setelah dan kemaslahatan umat. Semakin mereka
teks ada. Itulah makna yang terkandung lemah dalam memahami isi dan tujuan teks-
dalam ucapan asy-Syatibi berikut ini: teks wahyu, maka mereka akan menjadi
“Ketahuilah, jika Allah menjauhkan lebih terikat pada formalitas-formalitas, dan
pemahaman atau keilmuan dari
akan mereduksi agama di dalamnya.25
suatu kaum, maka penyebabnya
adalah karena mereka hanya melihat Dalam konteks ini, pada banyak
hal yang tampak dan tidak
kesempatan Syaikh al-Ghazali telah
mempertimbangkan apa yang
dimaksud oleh-Nya. Sebaliknya, jika memanggil dan menyeru secara tegas
Allah memberikan pengetahuan
bahwa tidak ada sunnah tanpa fikih, dan
kepada suatu kaum, maka hal itu
dikarenakan mereka memahami teks yang ada di tangan kita mencerminkan
kehendak Allah dalam khitab-Nya.
pandangannya yang komprehensif dan
Dan kehendak Allah tersebut tidak
tampak dari luar.”24 mendalam tentang masalah ini. Al-Ghazali
mengungkapkan:
Menurut al-Ghazali meneliti
“Anda lihat orang-orang bodoh
masalah ini mudah dilacak. Selama datang mendekati sunnah, tetapi ia
sejatinya jauh dari sunnah. Itulah
beberapa dekade, al-Ghazali terus menerus
contoh orang yang mendistorsi teks
menyerukan perlunya refleksi yang dari posisinya yang semula.”26
mendalam terhadap teks-teks Alquran.
Berdasarkan keterangan di atas,
Menurutnya pula refleksi yang mendalam
maka dapat diambil kesimpulan bahwa
pada teks Alquran adalah satu-satunya cara
kerangka teoretis dan intelektual bagi
yang dapat membuka cakrawala luas bagi
metode al-Ghazali dalam memahami
umat. Al-Ghazali menegaskan bahwa
maqasid Alquran itu didasarkan pada tiga
orang-orang yang menjadi tahanan teks dan
pilar yang membentuk landasan
berinteraksi bersamanya secara literal, maka
intelektualnya. Oleh karena itu pandangan
mereka tidak dapat memahami implikasi
dan maqasid dari teks, dan pada saat yang
25 Mahmud ‘Abduh, Muhammad al-Ghazali Da’iyah
sama mereka tidak dapat membaca realitas an-Nahdah al-Islamiyyah, cet. 1 (Beirut: Markaz al-Hadarah li
Tanmiyah al-Fikr al-Islami, 2009), 89.
26 Muhammad al-Ghazali, Ma’a Allah Dirasat fi ad-
24 Asy-Syatibi, al-Muwafaqat fi Usul al-Fiqh, vol. 4 Da’wah wa ad-Du’ah, cet. 4 (Damaskus: Dar al-Qalam, 2000),
(Beirut: Dar al-Ma’rifah, t.t.), 214. 192.

38
Abdul Mufid
METODE MUHAMMAD AL-GHAZALI DALAM MENGGALI MAQASID ALQURAN

yang universal dan komprehensif, berpendapat bahwa faktor terbesar yang


kemampuan untuk menembus spirit menimpa kaum muslimin sepanjang sejarah
Alquran, mampu melampaui ijtihad-ijtihad adalah menyia-nyiakan pandangan
formal, memiliki kekuatan pemahaman, dan metodologis untuk pembangunan yang
mampu melampaui pembacaan yang literal, berperadaban yang menempatkan mereka
semuanya membentuk kerangka teoretis berada dalam pandangan parsial,
bagi metodenya. Dan metode apapun dalam ambiguitas metode, dan perannya tumpang
pandangan al-Ghazali bila masih terpaku tindih, serta berikutnya hilangnya
pada aturan-aturan dan prinsip-prinsip efektivitas.27 Karena dimensi metodologis
formal, maka tidak akan berhasil mencapai menurut banyak pengkaji adalah inti dari
maqasid Alquran. setiap upaya perubahan, esensial, dan
fundamental. Tanpa itu akan berubah
Perangkat-perangkat Prosedural Bagi menjadi perbedaan dan kekacauan yang
Metode al-Ghazali dalam Mendekati tidak berarti.28
Maqasid Alquran 1. Tafsir tematik menjadi pengantar
Melalui pembacaan terhadap menuju pendekatan maqasid
karya-karya Muhammad al-Ghazali, dapat Tafsir tematik termasuk ilmu baru
dilihat sejumlah perlengkapan dan yang membahas tentang berbagai masalah
prosedur metodologis yang dianggap al- dan maqasid Alquran. Termasuk
Ghazali sebagai pondasi metodenya. Oleh karakteristik tafsir tematik yang paling
karena itu berkomitmen pada sejumlah menonjol adalah menghimpun unsur-unsur
perlengkapan dan prosedur metodologis ini tema yang sama berdasar ektensi Alquran.
memungkinkan peneliti untuk membuat Mustafa Muslim mendefinisikan tafsir
pendekatan yang benar terhadap maqasid tematik dengan ilmu yang berurusan
Alquran. Sebaliknya, tidak adanya dengan permasalahan-permasalahan yang
komitmen terhadap sejumlah perlengkapan sesuai dengan maqasid Alquran melalui
dan prosedur metodologis, baik sebagian
maupun seluruhnya, akan membuat
27 Ahmad Salam, al-Ab’ad al-Manhajiyyah li al-‘Amal
pendekatan ini tidak cukup sistematis. Hal
al-Islami, jurnal al-Ummat, vol. 67, (Maret, 1986), 26.
28 Tib Burghus, al-Ab’ad al-Manhajiyyah li Isykaliyah
inilah yang ditegaskan Ahmad Salam yang
at-Taghyir al-Hadari wa Darurah al-Manhaj, cet. 1 (Al-Jaza’ir:
Dar al-Yanabi’ li an-Nasyr wa al-I’lam, 1993), 9.

39
El-Afkar Vol. 9 Nomor. 1, Januari-Juni 2020

satu surat atau lebih.29 Sementara al-Ghazali mendalam untuk mengungkap


alasan-alasan teks, keterkaitan teks,
mendefinisikannya dalam pernyataannya:
hikmah dan petunjuk teks, serta
“Tafsir tematik memiliki dua tipe dilalahnya dengan menggunakan
baru dalam memberikan pelayanan kacamata Alquran itu sendiri untuk
terhadap Kitabullah. Pertama, mendapatkan bakat mengenali
melacak permasalahan yang ada di maqasid Alquran.” 31

dalam Alquran dan menjelaskannya


sesuai perspektif wahyu yang turun
Al-Ghazali berpendapat bahwa tafsir
selama hampir seperempat abad.
Kedua, pandangan yang menetrasi tematik dapat membantu seorang muslim
dalam surat yang sama untuk
untuk mengetahui isi Alquran dengan baik,
mengetahui poros yang ada di
sekitarnya, dan beberapa utas menemukan korelasi tersembunyi dengan
tersembunyi yang menjadikan
menghimpun ayat-ayat dan surat-surat
awalnya sebagai pendahuluan untuk
yang terakhir, dan yang terakhir dalam satu konteks, menancapkan dalam
mengkonfirmasi dari yang
benak seorang muslim tentang pandangan
pertama.” Atau dengan kata lain,
membentuk gambar yang cepat yang holistik dan komprehensif, serta
terhadap fitur-fitur semua surat.30
menuntunnya sampai tujuan dengan sikap
yang Qur’ani. Tafsir tematik ini tidak
Tafsir tematik merupakan ilmu
muncul kecuali bagi orang yang memiliki
yang konsen dalam menafsirkan Kitabullah
pengalaman berteman yang lama dan
dengan mengamati kesatuan tematik dalam
koeksistensi yang permanen kepada
beberapa surat dan ayat, serta merenungkan
Kitabullah dengan disertai keahlian ilmiah
hubungan di antara ayat dan surat tersebut.
dan tulusnya niat. Karena sebuah
Tidak diragukan lagi bahwa terdapat
pengalaman akan mematangkan berbagai
hubungan yang kuat antara tafsir tematik
permasalahan dan pertanyaan. Sementara
dengan maqasid secara umum. Sebab tafsir
keabadian berteman dengan Alquran akan
tematiklah pintu masuk paling fundamental
menerangi hidayah dan jawaban-jawaban.
untuk mengungkap maqasid. Abdul Hamid
Oleh karena itu tidak ada yang mampu
Mahmud Ghanim mengungkapkan:
dengan tafsir tematik selain seorang alim
“Kajian tematis merupakan metode
yang paling mengena dan

29 Mustafa Muslim, Mabahis fi at-Tafsir al-Maudui,

cet. 4 (Beirut: Dar al-Qalam, 2005), 16.


30 Muhammad al-Ghazali, Turasuna al-Fikri fi Mizan 31 Abdul Hamid Mahmud Ghanim, at-Tafsir al-

asy-Syar’i wa al-‘Aql, cet. 5 (Kairo: Dar asy-Syuruq, 2003), 128. Maudu’i, jurnal al-Bayan, vol. 165, (Agustus, 2001), 19.

40
Abdul Mufid
METODE MUHAMMAD AL-GHAZALI DALAM MENGGALI MAQASID ALQURAN

yang mengamalkan ilmunya dan jujur yang bagian-bagian Alquran, mengumpulkan


berupaya keras dalam kehidupannya.32 bagian-bagian tersebut, dan
Oleh karena itu al-Ghazali menganalisisnya, serta mengeluarkan
mengaitkan serius antara tafsir tematik korelasi-korelasi untuk sampai kepada
dengan maqasid Alquran. Ia berupaya keras komprehensifitas yang kompleks dalam
mengaplikasikan hasil pemahamannya ke membentuk maqasid besarnya. Metode
dalam realitas umat, menciptakan solusi induksi adalah salah satu metode heuristik
yang bersumber dari hasil pembacaan yang digunakan akal manusia dalam
terhadap maqasid Alquran, sehingga dalam melakukan penarikan konklusi. Hasil dari
arena ini al-Ghazali sering melakukan study penarikan kesimpulan dengan cara induksi
tour yang diabadikan dalam sejumlah adalah bergesernya akal dari pandangan
karyanya33 bertemakan seputar tafsir parsial ke pandangan universal.34 Hal
tematik dan sebagian problematika senada juga dikatakan Ibnu as-Subuki,
Alquran. bahwa metode induksi adalah menetapkan
2. Penggunaan dua metode, yakni hukum secara umum karena
induksi dan analisis untuk keberadaannya di sebagian besar bagian-
mendekati maqasid bagiannya.35
Penggunaan mekanisme induksi dan Al-Ghazali menegaskan bahwa
analisis, serta melacak teks-teks dan mengamati maqasid Alquran sangat
petunjuk-petunjuk yang berbeda membutuhkan metode induksi ini untuk
merupakan salah satu perangkat prosedural membantu pengkaji Kitabullah guna
dalam metode al-Ghazali. Mekanisme menemukan dan menangkap benang
induksi menempati posisi istimewa dalam tersembunyi yang menghubungkan antara
metodenya. Terbukti bahwa al-Ghazali satu ayat dengan ayat yang lainnya, serta
berpegang padanya disaat mengkaji membimbing ke arah pandangan holistik
Alquran, menggunakannya dalam melacak yang menunjukkannya kepada maqasid
yang didistribusikan di antara maknanya,
32 Yunus Milal, Manhaj asy-Syaikh Muhammad al-
Ghazali fi Ta’amulihi ma’a Alquran, Disertasi, Universitas al- 34 Ismail Husni, Nazariyah al-Maqasid ‘Inda al-Imam

Jaza’ir, 2010, 181. Muhammad at-Tahir ibn ‘Asyur, cet. 1 (Virginia: Al-Ma’had al-
33 Muhammad al-Ghazali, Nahwa Tafirin ‘Alami li al-Fikri al-Islami, 1995), 354.
Maudu’iyyin li Suwar Alquran al-Karim, cet. 4 (Kairo: Dar asy- 35 Ali bin Abdul Kafi as-Subuki, al-Ibhaj fi Syarh al-

Syuruq, 2000). Lihat pula Muhammad al-Ghazali, Nazrat fi Minhaj, vol. 3, cet. 1, (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1404
Alquran, cet. 5 (Kairo: Nahdah Misr, 2005). H), 173.

41
El-Afkar Vol. 9 Nomor. 1, Januari-Juni 2020

dan tidak ada yang dapat mengungkap bercampur dengan agamanya, sehingga kita
beberapa rahasia yang terkandung di hampir mencatat buku-bukunya dengan
dalamnya kecuali orang-orang yang telah judul-judulnya. Dan dengan topik buku-
menyelami secara mendalam, induksi yang bukunya kita dapat mengenali kapan buku
lama, dan analisis yang benar. itu ditulisnya. Karena al-Ghazali hidup di
3. Menggunakan fikih realitas masanya dan bergabung dengannya. Hidup
Realitas yang sudah berubah, setiap dan berinteraksi dengan masanya.
hari selalu menghadirkan problem-problem Berinteraksi dengan akal yang berafiliasi
baru dan melontarkan pertanyaan yang kepada kebudayaan Islam, dan dengan hati
kontras, membuat para peneliti maqasid yang penuh dengan kehangatan iman.36
Alquran harus menyelami kedalaman Muhammad al-Ghazali berangkat
realitasnya untuk mengklarifikasi dari realitas sembari merenungkan sumber-
rahasianya dan menyerap realitas yang sumber syar’i, bertanya-tanya kepada
sedang terjadi guna menentukan berbagai sumber-sumber syar’i tersebut, serta
kebutuhan yang nyata bagi masyarakat, dan meminta pendapat seputar kejadian di
memantau kekhawatiran-kekhawatiran sekelilingnya. Semua itu dilakukan
mendesak yang menghantui banyak orang. Muhammad al-Ghazali supaya dapat
Berpijak dari situlah perlu kiranya memberi keputuasan hukum berdasarkan
menggandeng fikih realitas untuk sumber yang sah, dan membuat batasan
mendekati maqasid. yang bernuansa syar’i. Kemudian
Kenyataan Islam yang memburuk, selanjutnya kembali ke realitas dengan
hidup dalam krisis peradaban yang membawa solusi hukum yang tepat sesuai
mencekik di berbagai bidang, seperti dengan ijtihadnya37 dalam kerangka
politik, ekonomi, sosial, dan budaya, terus pandangan maqasid yang komprehensif
menerus membangkitkan perasaan al- dan mendalam.
Ghazali dan memenuhi hatinya dengan Orang yang mengikuti semua karya
kesedihan dan kepedihan. Dialah yang al-Ghazali, ceramah-ceramahnya, dan
menjalani realitasnya dengan semua 36 Muhammad Yunus, Tajribah asy-Syaikh
Muhammad al-Ghazali fi Tajdid al-Fikr al-Islami, cet. 1 (Kairo:
anggota badannya. Syekh al-Ghazali hidup Maktabah as-Saqafah ad-Diniyah, 2012), 4.
37 Mahmud Abduh, Muhammad al-Ghazali Da’iyah
berinteraksi dengan zamannya, dunianya an-Nahdah al-Islamiyyah, cet. 1 (Beirut: Markaz al-Hadarah li
Tanmiyah al-Fikr al-Islami, 2009), 61.

42
Abdul Mufid
METODE MUHAMMAD AL-GHAZALI DALAM MENGGALI MAQASID ALQURAN

beberapa dialognya, akan menemukan penggerak dalam kehidupana kita. Adapun


kedalaman kegundahan peradaban yang menaruh Alquran di museum-museum dan
membebani umat ini. Muhammad al- kantor karena mengharap berkah, atau
Ghazali melukiskan dengan gambaran membuka mushaf dan membaca satu ayat
suram untuk kehidupan realitasnya. Al- ataupun beberapa ayat, lalu berakhir begitu
Ghazali mengungkapkan: “Umat ini saja, maka yang demikian itu tidak boleh.39
merupakan seperlima dari dunia dalam hal Muhammad al-Ghazali sangat
sensus. Anda mencarinya ke dalam bidang percaya bahwa bermeditasi pada realitas
pengetahuan, namun Anda tidak manusia dan memanfaatkan kisah-kisah
mendapatinya. Anda mencarinya ke dalam Alquran yang menceritakan perjalanan
arena produksi, namun Anda juga tidak umat manusia sepanjang sejarahnya yang
menemukannya. Anda mencarinya ke mewariskan fikih realitas dapat membantu
dalam model-model moral yang baik, kita untuk menggunakannya guna
kerjasama yang efektif, kebebasan yang mengungkap maqasid Alquran.
tidak dapat digugat, dan keadilan yang Muhammad Al-Ghazali mengungkapkan
lembut, namun Anda kembali dengan bahwa andaikata mau bermeditasi pada
tangan kosong”38 sementara para musuhnya kisah-kisah Alquran, dan mengambil
berlomba-lomba di bidang kehidupan dan darinya berupa hukum-hukum,
menghimpun kekuatan, seperti di bidang sebagaimana halnya mengambil hukum
ilmiah, militer, dan politik, serta dari ayat wudhu atau ayat mandi –
memotongnya dengan langkah-langkah mengambil hukum-hukum dari realitas
yang menyebabkan kesedihan, praktis dalam sejarah manusia adalah lebih
keputusasaan, dan frustasi. penting dan lebih pantas karena bersifat
Oleh karena itu al-Ghazali menyeru universal. Selain itu juga karena berkaitan
untuk menggunakan fikih realitas dalam dengan peradaban-, maka sungguh umat
rangka menemukan maqasid dan Islam selamanya tidak akan berada dalam
menciptakan perkawinan antara realitas kehinaan.40
dengan teks Alquran. Sudah seharusnya
menjadikan Alquran sebagai kekuatan
39 Muhammad al-Ghazali, Nahwa Tafsirin
38 Muhammad al-Ghazali, Turasuna al-Fikr fi Mizan Maudu’iyyin li Suwar Alquran al-Karim, 60.
asy-Syar’i wa al-‘Aqli, 7. 40 Al-Ghazali, Kaifa Nata’amalu ma’a Alquran, 183.

43
El-Afkar Vol. 9 Nomor. 1, Januari-Juni 2020

4. Penggunaan pandangan dan teks Alquran untuk memahami,


meditasi adalah perangkat untuk merenungkan, dan menggali hukum adalah
mengungkap maqasid Alquran termasuk bentuk taqarrub yang paling
Sesungguhnya perenungan yang agung, perbuatan yang paling mulia, dan
mendalam dan pertimbangan yang terus kewajiban yang paling wajib. Sesuai firman
menerus terhadap teks-teks Alquran, serta Allah dalam QS. Shad: 29 yang berbunyi:
ِ ‫ك مبارٌك لِيدَّبَّروا آَيتِِه ولِي تَ َذ َّكر أُولُو ْاْلَلْب‬
‫اب‬ ِ ِ
memanfaatkan akal untuk menyibak َ َ َ َ َ ُ َ َ َُ َ ‫اب أَنَْزلْنَاهُ إلَْي‬ ٌ َ‫كت‬
rahasia-rahasia dan misterinya yang
Artinya: Ini adalah sebuah kitab
tersembunyi adalah termasuk perangkat yang Kami turunkan kepadamu
lain dari beberapa perangkat prosedural penuh dengan berkah supaya
mereka memperhatikan ayat-
yang dimiliki metode al-Ghazali dalam ayatnya dan supaya mendapat
mengungkap maqasid Alquran. Al-Ghazali pelajaran orang-orang yang
mempunyai fikiran.
percaya bahwa Kitabullah adalah teks yang
senantiasa terbuka bagi umat Islam di setiap As-Sa’di mengatakan: ‫ ِل َي َّدب َُّروا آ َيا ِت ِه‬,
tempat dan waktu yang membimbing inilah hikmah dari diturunkannya Alquran
mereka menuju jalan yang paling lurus supaya manusia memperhatikan ayat-
dalam mengatur urusan mereka, serta ayatnya, lalu menggali ilmu yang
menemukan solusi yang efektif untuk dikandungnya, menganalisa rahasia dan
masalah mereka yang muncul. hikmahnya. Sebab dengan memperhatikan
Sebab ketika kehidupan sudah dan menganalisa maknanya serta berfikir
berubah, dan kondisi kehidupan menjadi berulang-ulang, dapat menemukan berkah
baru, maka makna refleksi, fakta, dan dan kebaikan. Hal ini menujukkan anjuran
penyebab juga diperbarui. Ketika untuk memperhatikan Alquran, dan yang
kemampual akal semakin aktif dan demikian itu termasuk ibadah yang paling
wawasan manusia dalam menyibak rahasia- agung. Pembacaan Alquran yang disertai
rahasia alam semesta, maka pintu-pintu perenungan itu lebih utama daripada cepat
perenungan yang bermanfaat akan terbuka
baginya, dan misteri makna yang
tersembunyi dari kata-kata Alquran akan
terungkap. Oleh karena itu menekuni teks-

44
Abdul Mufid
METODE MUHAMMAD AL-GHAZALI DALAM MENGGALI MAQASID ALQURAN

membacanya dan tidak dapat menghasilkan maksud diturunkannya Alquran.42


tujuan.41 Pandangan akal telah membimbing al-
Ghazali untuk mengungkap maqasid
Oleh sebab itu perenungan termasuk
Alquran yang dimuat dalam ayat-ayat
salah satu perangkat prosedural penting
Alquran. Al-Ghazali berfikir panjang bila
yang diandalkan oleh Muhammad al-
berhadapan dengan teks-teks Alquran guna
Ghazali dalam mengungkap beberapa
menggali makna terdalam dan tujuannya.
tujuan Alquran dengan menerapkan
pertimbangan akal terhadap ayat-ayat,
Kesimpulan
terlibat dalam perenungan kata-kata yang
Berdasarkan pemaparan di atas,
ada dalam ayat dan mengeksplorasi
maka dapat diambil benang merah
maknanya, menganalisis isinya,
mengenai metode al-Ghazali dalam
membandingkan antara ayat yang satu
mengungkap maqasid Alquran. Metode
dengan ayat lainnya, serta memberikan
Muhammad al-Ghazali terdiri dari dua
pertimbangan yang diperlukan untuk
aspek, yakni aspek teori dan aspek
sampai kepada maqasid yang jauh.
prosedural praktis dalam kerangka integrasi
Tidak mengherankan, karena
sisi teori dan praktek. Al-Ghazali telah
Muhammad al-Ghazali sendiri percaya
sampai pada kesimpulan bahwa berbagai
bahwa Alquran telah melepaskan akal
metodologi riset pada bidang keilmuan
sepenuhnya tanpa batas, dan ia juga
Islam masa lalu tidak mampu menemukan
menyeru agar menggunakan akal, dan
maqasid Alquran atas sebab pandangan
memperingatkan untuk tidak mengganggu
yang holistik terhadap maqasid dan
fungsinya. Al-Ghazali merevolusi kekakuan
hilangnya pandangan komprehensif
teks dan literal teks yang mengabaikan
terhadap Alquran.
peran akal. Al-Ghazali mencela kaum
Dalam rangka membangun metode
muslimin yang membaca Alquran hanya
baru untuk mendekati maqasid Alquran,
mengharap berkah dan seakan-akan
maka al-Ghazali menyeru kepada seluruh
pengulangan pengucapan kata-kata
umat Islam perlunya melampaui semua
Alquran tanpa merenungi maknanya adalah
pembacaan yang parsial, literal, formal, dan
41 Abdurrahman bin Nasir as-Sa’di, Taisir al-Karim
ar-Rahman fi Tafsir Kalam al-Mannan, cet. 2 (Kairo: Maktabah
Taufiqiyah, 2015), 782. 42 Muhammad al-Ghazali, Nazarat fi Alquran, 5.

45
El-Afkar Vol. 9 Nomor. 1, Januari-Juni 2020

doktrinal, serta langsung kembali kepada Al-Ghazali telah mengaplikasikan


teks Alquran dengan tanpa ada media yang metodenya itu ke dalam beberapa karyanya
menghalanginya. yang berbeda-beda, terutama ketiga
Menurut Muhammad al-Ghazali, karyanya; al-Mahawir al-Khamsah li Alquran
sebuah metode memberikan urgensi tinggi al-Karim, Nahwa Tafsir Maudu’i li Suwar
dalam mendekati maqasid Alquran sampai Alquran al-Karim, dan Kaifa Nata’amalu ma’a
batas yang mungkin pantas dikatakan Alquran.
bahwa al-Ghazali berpandangan tidak ada
maqasid tanpa metode yang jelas rambu- Referensi

rambunya dan fitur yang jelas. 1. ‘Abduh, Mahmud. Muhammad al-


Ghazali Da’iyah an-Nahdah al-Islamiyyah.
Rambu-rambu besar bagi metode al- cet. 1. Beirut: Markaz al-Hadarah li
Ghazali dalam mendekati maqasid Alquran Tanmiyah al-Fikr al-Islami, 2009.
2. ‘Ulwani (al), Taha Jabir. Maqasid asy-
terdiri dari dua sisi pokok. Sisi pertama Syariah. cet. 1. Beirut: Dar al-Hadi, 2001.
adalah aspek teori yang menggambarkan 3. Abduh, Mahmud. Muhammad al-Ghazali
Da’iyah an-Nahdah al-Islamiyyah. cet. 1.
sifat metode dan karakteristiknya. Beirut: Markaz al-Hadarah li Tanmiyah
Sementara itu sisi kedua adalah aspek al-Fikr al-Islami, 2009.
4. Abu as-Sa’ud, Muhammad bin
prosedural yang berpijak pada sejumlah Muhammad. Irsyad al-‘Aql as-Salim ila
perangkat aplikatif. Muhammad al-Ghazali Mazaya Alquran al-Karim (Tafsir Abi as-
Sa’ud). vol. 5. Beirut: Dar Ihya’ at-Turas,
berpijak pada hipotesanya bahwa tafsir t.t.
tematik Alquran dapat menjadi prosedur 5. Akademi Bahasa Arab di Kairo. al-
Mu’jam al-Wasit. Beirut: Dar al-Hadis,
awal yang cocok untuk mengungkap 1980.
maqasid Alquran mengingat adanya 6. Ali Akbar dan Hidayatullah Ismail,
Metode Tahfidz al-Qur’an di Pondok
korelasi yang kuat di antara keduanya. Pesantren Kabupaten Kampar, jurnal
Metode induksi mencerminkan salah Ushuluddin, Vol. 24, No. 1 (Januari-
Juni, 2016), 92.
satu perangkat prosedural yang penting 7. Badawi, Abdurrahman. Manahij al-Bahs
dalam mengungkap maqasid Alquran al-‘Ilmi. cet. 3. Kuwait: Wakalah al-
Matbu’ah, 1977.
dengan cara melacak bagian-bagiannya, 8. Burghus, Tib. Al-Ab’ad al-Manhajiyyah li
mengumpulkannya, menganalisisnya, dan Isykaliyah at-Taghyir al-Hadari wa
Darurah al-Manhaj. cet. 1. Al-Jaza’ir: Dar
mengeluarkan semua korelasi untuk al-Yanabi’ li an-Nasyr wa al-I’lam, 1993.
mencapai komprehensifitas yang kompleks.

46
Abdul Mufid
METODE MUHAMMAD AL-GHAZALI DALAM MENGGALI MAQASID ALQURAN

9. Fadlullah, Mahdi. Usul Kitabah al-Bahs 23. Milal, Yunus. Manhaj asy-Syaikh
wa Qawa’id at-Tahqiq. cet. 2. Beirut: Dar Muhammad al-Ghazali fi Ta’amulihi ma’a
at-Tali’ah, 1998. Alquran. Disertasi. Al-Jaza’ir:
10. Fawaid, Ah. Maqasid al-Qur’an dalam Universitas al-Jaza’ir, 2010.
Ayat Kebebasan Beragama Menurut 24. Muslim, Mustafa. Mabahis fi at-Tafsir al-
Penafsiran Thaha Jabir al-‘Alwani, jurnal Maudui. cet. 4. Beirut: Dar al-Qalam,
Madania, Vol. 21, No. 2, (Desember 2005.
2017), 113-114. 25. Najjar (al), Abdul Majid. Maqasid
11. Ghazali (al), Muhammad. Kaifa Alquran fi Bina al-Fikr al-‘Umrani, jurnal
Nata’amalu ma’a Alquran. cet. 7. Kairo: Islamiyah al-Ma’rifah, Vol. 89, No. 33
Nahdah, 2005. (2017), 88.
12. . Kaifa Nata’amalu ma’a Alquran. cet. 7. 26. Rahman, Syahrul. Pro Kontra I’jaz
Kairo: Nahdah Misr li at-Tiba’ah, 2005. ‘Adady dalam al-Qur’an, jurnal
13. . Ma’a Allah Dirasat fi ad-Da’wah wa ad- Ushuluddin, Vol. 25, No. 1 (Januari-
Du’ah. cet. 4. Damaskus: Dar al-Qalam, Juni, 2017), 36
2000. 27. Sa’di (al), Abdurrahman bin Nasir.
14. . Nahwa Tafirin Maudu’iyyin li Suwar Taisir al-Karim ar-Rahman fi Tafsir Kalam
Alquran al-Karim. cet. 4. Kairo: Dar asy- al-Mannan. cet. 2. Kairo: Maktabah
Syuruq, 2000. Taufiqiyah, 2015.
15. . Nazrat fi Alquran. cet. 5. Kairo: Nahdah 28. Salam, Ahmad. al-Ab’ad al-Manhajiyyah
Misr, 2005. li al-‘Amal al-Islami, jurnal al-Ummat,
16. . Raka’iz al-Iman Baina al-‘Aql wa al-Qalb. vol. 67, (Maret, 1986), 26.
Kairo: Dar asy-Syuruq, 2001. 29. Sami Nasyar (al), Muhammad. Nasy’ah
17. . Sirru Ta’akhkhur al-‘Arab wa al- al-Fikr al-Falsafi fi al-Islam. cet. 5, vol. 1.
Muslimin. Kairo: Dar ar-Rayyan li at- Kairo: Dar al-Ma’arif, 1971.
Turas, 1987. 30. Subuki (al), Ali bin Abdul Kafi. Al-Ibhaj
18. . Turasuna al-Fikri fi Mizan asy-Syar’i wa fi Syarh al-Minhaj. vol. 3, cet. 1. Beirut:
al-‘Aql. cet. 5. Kairo: Dar asy-Syuruq, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1404 H.
2003. 31. Suyuti (al), Jalaludin. Al-Itqan fi Ulum
19. Husni, Ismail. Nazariyah al-Maqasid Alquran. Kairo: Dar as-Salam, 1998.
‘Inda al-Imam Muhammad at-Tahir ibn 32. Syatibi (al). Ibrahim bin Musa. Al-
‘Asyur. cet. 1. Virginia: Al-Ma’had al- Muwafaqat fi Usul al-Fiq. vol. 4. Beirut:
‘Alami li al-Fikri al-Islami, 1995. Dar al-Ma’rifah, t.t..
20. Ibrahimi (al), Muhammad Basyir. Asar 33. Wahyudi. Tafsir Sufi: Analisis
al-Imam Muhammad al-Basyir al-Ibrahimi. Epistemologi Ta’wil al-Ghazali dalam Kitab
cet. 1. Beirut: Dar al-Gharb al-Islami, Jawahir al-Qur’an, jurnal Ushuluddin,
1997. Vol. 26, No. 1 (Januari-Juni, 2018), 45.
21. Mahmud Ghanim, Abdul Hamid. At- 34. Yunus, Muhammad. Tajribah asy-Syaikh
Tafsir al-Maudu’i, jurnal al-Bayan, vol. Muhammad al-Ghazali fi Tajdid al-Fikr al-
165, (Agustus, 2001), 19. Islami. cet. 1. Kairo: Maktabah as-
22. Manzur, Ibnu. Lisan al-‘Arab. vol. 14. Saqafah ad-Diniyah, 2012.
Beirut: Dar Sadir, 2003.

47

You might also like