SENI: ANTARA BENTUK DAN ISI
Widyabakti Sabatari
Pendidikan Tata Busana FT UNY
Abstract
When a new art work is created, it usuaIly causes the emergence of
new definitions of art, which are based on different points of view and
interpretations. Therefore, it is difficult to give an ideal definition of art. The
scope of art is so wide and the facet is so various that art has plural meanings.
There are always incomplete and incomprehensive views of art. There are also
many different branches of art. On account of its wide scope, the philosophy of
art is badly needed as a way to comprehend and analyze matters related to art and
its definitions.
Based on a view that there is no difference between art and beauty,
every beautiful thing isan art and on the contrary somethingthat has the values of
art is certainly beautiful. This view causes overlapping descriptions of art
meanings. Accordingly, art and beauty often replace each other in the world of
art. The question is then about the meaning of art and of beauty, and its forms and
shapes.
To create an art work, it is impossible to neglect materials that form it.
An art work is physical but the shape itself is not necessarily regarded as art.
Whether a physical shape has art values depends on the values inside. These
inner values, the so-called art content values, are the first to catch by art
appreciators and lovers. In comprehending an art work, the Forms of Fashion
Base and the Form and Content in the Fashion Work is applicable to analyse an
art's form and conent.
Key words: art, fonn and content
A. Pendahuluan
Setiap munculnya karya seni akan melahirkan batasan-batasan seni yang
beraneka ragam sesuai dengan cara pandang serta penafsiran yang berbeda-beda
pula, sehingga sulit untuk memberikan batasan-batasan seni yang ideal. Seperti
pendapat Soedarso Sp. yang mengatakan bahwa seni amat luas cakupannya dan
bermacam-macam sekali fasetnya, seperti cerita orang buta yang ingin melihat
gajah. Terjadi suatu pandangan orang tentang seni yang tidak lengkap dan tidak
menyeluruh (Soedarso, 2005 : 1).Banyakkalangan dari disiplin ilmuyang berbeda
yang berusaha memberikan defmisi tentang seni, namun karena seni memiliki
cakupan yang luas sehingga seni memiliki arti yangjamak.
Begitu luasnya cakupan tentang seni sehingga tilsafat seni sangat
diperlukan sebagai salah satu piranti untuk memahami dan menelaah halikhwal
yang berkaitan dengan seni dan detinisinya. Tulisan ini tidak bermaksud untuk
menelusuri alur filsafat seni secara terperinci serta mendetail, tetapi akan mensinergikan
Seni: Antara Bentuk dan Isi (Widyabakti Sabatari)
250
251
~w~m\Fj\~9nWhpendapat dan pandanian ~an~ diharapkan marnpu memberikan
klarifikasiterhadapsuatupengertianmengenai"seni,bentukdanisi"nya.
Begitu banyak definisi tentang seni dari yang paling sederhana sampai
dengan definisi yang berusaha menyentuh esensi seni. Sebagaimana yang
dikemukakan oleh ahli filsafat dan budaya, bahwa... "seni adalah segala macam
keindahan yang diciptakan oleh manusia", maka menurut jalan pikiran ini seni
adalah suatu produk keindahan, suatu usaha manusia untuk menciptakan yang
indah-indah yang dapat mendatangkan kenikmatan (Soedarso, 1990: 1).
Dalarn buku Tinjauan Seni, Ki Hajar Dewantara mengemukakan bahwa
seni adalah segala perbuatan manusia yang timbul dari hidup perasaannya yang
bersifat indah, hingga dapat menggerakkan jiwa perasaan manusia lainnya. Seni
dipandang sebagai sarana komunikasi perasaan manusia. Sedangkan Akhdiat K.
Miharja menyebut seni sebagai kegiatan rohani manusia yang merefleksi realitet
(kenyataan) dalam suatu karya yang berkat bentuk dan isinya mempunyai daya
untuk membangkitkan pengalaman tertentu dalarn alarn rohani penerimanya.
Dalarn definisi ini dengan tegas dijelaskan dengan tegas bahwa seni adalah
kegiatan rohani, dan bukan semata-matakegiatanjasmani. Keutuhan suatu ciptaan
karya seni sangat ditentukan oleh keterlibatan rohani senimannya dalam berkarya,
yang dapat menggetarkan cita rasa baik si pencipta maupun penikmatnya.
Sementara itu Thomas Munro berpandangan bahwa seni adalah alat buatan
manusia untuk menimbulkan efek-efek psikologis atas manusia lain yang
melihatnya. Efek tersebut mencakup tanggapan-tanggapan yang berujud
pengarnatan, pengenalan, imajinasi yang rasional maupun yang emosional.
Pandangan ini menekankan kegiatan rohani di pihak penerima, seni hams
ditanggapi dengan serius dan dengan segenap fungsi jiwa yang ada (Soedarso,
1990: 3-5).
Berdasarkan beberapa pandangan ini, dalam kenyataannya dapat
dikaitkan dengan seni-seni tradisional yang diciptakan untuk memenuhi rasa
indah. Seperti misalnya seni batik yang diciptakan untuk mengungkapkan pikiran
dan perasaan manusia ke dalam motif-motif yang indah dan memiliki arti simbolik
tertentu, yang dapat menggerakkan hati, memberi semangat hidup dan harapan-
harapan bagi si pemakai. Demikian halnya dengan sebuah lagu yang dinyanyikan
dengan alunan suara yang merdu, sehingga dapat menyejukkan hati dan perasaan
orang yang mendengarnya. Ataupun ukiran-ukiran kayu yang dipasang pada
dinding ruang tamu, merupakan hiasan yang menambah semarak pemandangan
dan menyenangkan hati bagi yang melihatnya. Akan tetapi menjadi hal yang
sangat berbeda apabila dihadapkan pada seni modern yangjustru sarna sekali tidak
indah dan tidak mengenakkan. Sarna halnya bila kita membandingkan sebuah
lukisan pemandangan yang bercorak naturalistik karya Basoeki Abdullah dengan
Imaji, VolA,No.2, Agustus 2006: 250- 262
252
karya Marcel Duchamp yang berjudul "Fountain", benar-benar merupakan
suguhan nilai dengan cita rasa yang berbeda dalam penikmatannya.
Bila kita cermati lebihjauh, ada faktor penyebab terjadinya kesenjangan
seperti itu. Faktor terdekat yang dimaksud adalah faktor ''persepsi'', di mana
pandangan masyarakat umum yang menganggap bahwa tidak adanya perbedaan
antara seni dan keindahan. Segala sesuatu yang indah selalu dianggap seni,
demikian pula sebaliknya sesuatu yang merniliki nilai seni pasti indah. Hal ini
menyebabkan setiap deskripsi umum terhadap kesenian selalu terjadi tumpang
tindih terrninologinya. Herbert Read dalam bukunya The Meaning of Art
terjemahan Soedarso Sp., menyatakan :
Hampir semua kekeliruan konsepsi kita tentang seni ditimbulkan oleh
kurang ajegnya penggunaan kata-kata seni dan keindahan. Yang jelas
bahwa kedua kata itu selalu salah dalam penggunaannya. Kita selalu
beranggapan bahwa semua yang indah adalah seni, atau sebaliknya,
bahwa semua seni itu indah; dan, yang tidak indah bukanlah seni,
kejelekan berartiketiadaan seni (Soedarso, 2000: 3).
Atas dasar pemikiran ini, andaikan seni dan indah harns menempatkan diri
pada posisinya masing-masing dalam menyatakan keberadaan suatu karya atau
benda seni, kemudian muncul pemyataan apakah yang dimaksud dengan indah
atau keindahan itu, dan bagaimanakah bentuk serta wujudnya?
Mengacu kepada fenomena dan realitas keindahan yang ada serta terlepas
dari subyektifitas yang dimiliki, A.A.M. Djelantik menggolongkan defmisi
keindahan menjadi dua, yaitu keindahan alarni atau keindahan yang tidak dibuat
oleh manusia serta keindahan yang diciptakan dan diwujudkan oleh manusia.
Barang-barang buatan manusia secara umum kita menyebutnya sebagai barang
kesenian (Djelantik, 2001 : 1-2). Pemikiran tersebut menegaskan adanya
keindahan memiliki ciri atau sifat alamiah, dan keindahan yang berkaitan dengan
ciptaan manusia digolongkan dalamkarya seni sebagai ciptaankreatifberdasarkan
keahliannya.
Melihat dari sudut pandang yang lain seni dianggap sebagai kemahiran
seseorang dalam mengungkapkan perasaan, yang dalam hal ini hasil dari kegiatan
itu harns merupakan suatu keutuhan dan kebulatan organis antara unsur yang satu
dengan yang lainnya sehingga mencapai kesatuan, seperti dijelaskan The Liang
Gie bahwa seni dan hasil karya seni haruslah merupakan suatu kebulatan yang
bersifat organis... bahwa dalam suatu bentuk merupakan kesatuan organis, setiap
bagian atau unsur memainkan peranan yang tidak hanya dalam rangka dirinya
sendiri, melainkanjuga dalam rangka semua bagian atau unsur lainnya. Tidak ada
bagian yang dapat berdiri sendiri, melainkan harus bersama-sama bagian lainnya
yang membentuk kesatuan organis(Liang Gie, 1996 : 18-20).
Seni: Antara Bentuk dan Isi (Widyabakti Sabatari)
---- ---
253
Sebagai hasil penelitiannya dalarn bidang ilrnu seni, Soedarso Sp.
rnemberikan rumusan sementara terhadap definisi-definisi seni yang ada, seperti
yang dinyatakannya sebagaiberikut:
Seni adalah segala kegiatan dan hasil karya manusia yang mengutarakan
pengalaman batinnya yang karena disajikan secara unik dan menarik
memungkinkan timbulnya penga-Iaman atau kegiatan batin pula pada diri
orang lain yang menghayatinya. Hasil karya ini lahirnya bukan karena
dido-rong oleh hasrat memenuhi kebutuhan hidup manusia yang paling
pokok, melainkan oleh kebutuhan spiritualnya, untuk melengkapi dan
menyempumakan derajat kemanusiaannya. Dengan batasan seperti ini
kiranya apa saja yang layak un-tuk disebut seni dapat masuk kedalamnya
(Soedarso, 2000: 2).
Berdasarkan kesimpulan tersebut dapat diturunkan suatu pengertian
bahwa kata seni termasuk kebutuhan akan seni itu, memiliki konteks yang terpisah
dengan kebutuhan manusia yang pokok. Dalam hal ini seni terkadang dianggap
suatu kebutuhan yang eksklusif, yang akan ada dan akan dibutuhkan apabila
kebutuhan pokok dalam hidup tidakmenjadi pemikiran yang utama lagi.
Akhirnya, dari pemaparan oleh beberapa ahli tersebut diperoleh suatu
pemahaman bahwa batasan seni yang ideal tidak akan pernah terwujud. Masing-
masing merniliki cara tersendiri dalam pengungkapannya yang berbeda satu
dengan lainnya.
B. Bentuk dan Isi
Mendeskripsikan bentuk dan isi suatu obyek adalah bagian kedua dari
proses analisis terhadap obyek tersebut. Dalam kaitan ini tentu yang akan dibahas
adalah bentuk dan isi suatu karya seni. Untuk mengantisipasi kerancuan yang
terjadi dalam pembahasan, terlebih dahulu diuraikan permasalahan yang paling
utama rnenyangkut apa sesungguhnya pengertian bentuk itu dan apa pula yang
terkait dengan isi.
Dalam kehidupan sehari-hari selalu dijumpai bermacam-macam benda
dengan beraneka ragam bentuk, baik bentuk yang berdimensi dua ataupun bentuk
yang berdimensi tiga. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, bentuk berarti rupa,
wujud. Sedang dalam bahasa Inggris disebut form. Menurut A.A.M. Djelantik
bahwa pengertian wujud mengacu pada kenyataan yang nampak secara kongkrit
(dapat dipersepsi dengan mata atau telinga) maupun kenyataan yang tidak nampak
secara kongkrit (abstrak) yang hanya bisa dibayangkan seperti suatu yang
diceriterakan atau dibaca dalam buku (Djelantik, 200 I: 17) Selanjutnya dikatakan
bahwa dalam seni rupa pemakaian kata wujud, sebagai istilah yang umum untuk
semua kenyataan-kenyataan yang terwujud.
Imaji, Vo1.4, No.2, Agustus 2006 : 250 - 262
254
Untuk membentuk suatu karya seni tak mungkin lepas dari materi atau
bahan yang membentuknya. Dalam hal ini Mudji Sutrisno SJ membedakan istilah
materi (matter) dengan material (materials). Material adalah bahan yang
digunakan untuk menghasilkan hal-hal yang indrawi, tetapi materi musik adalah
suaranya bukan peralatan musiknya, materi puisi adalah suara tertentu dan bukan
pembacanya (Sutrisno, 1993: 137). Pandangan ini juga disepakati oleh Jakob
Sumardjo yang mengatakan bahwa sebuah benda seni hams memiliki wujud agar
dapat diterima secara indrawi (dilihat, didengar, atau didengar dan dilihat) oleh
orang lain. Benda seni itu suatu wujud fisik, tetapi wujud fisik itu sendiri tidak
serta merta menjadi karya seni. Berseni dan tidaknya suatu wujud fisik ditentukan
oleh nilai yang ada di dalamnya (Sumardjo, 2000: 115).Dalam hal ini suatu wujud
atau benda dapat disebut bernilai seni apabila ada sikap estetik subyek
pengamatnya, karena benda seni itu sendiri mengandung kemampuan untuk
merangsang diberikannya nilaioleh subyeknya.
Nilai yang biasa ditemukan dalam karya seni ada dua, yakni nilai bentuk
(indrawi) dan nilai isi (dibalik yang indrawi). Nilai bentuk inilah yang pertama-
tama ditangkap oleh penerima atau penikmat seni dan serta merta dapat
membangkitkan kepuasan dan kegembiraan. Selanjutnya penikmat menangkap
perasaan tertentu atau bangkitnyaperasaan tertentu oleh bentuk tadi, disini muncul
apa yang disebut nilai "isi" seni. Artinya bentuk dapat mengembangkan gagasan
dan pesan yang akhirnya diterima oleh penikmat, teIjadilah komunikasi nilai seni.
Memahami bentuk dan isi juga sangat dekat dengan gagasan Louis
Sullivan, seorang arsitek dari Chicago yang terkenal dengan slogan "Form
Follows Function" (bentuk mengikuti fungsi). Merupakan sebuah gagasan yang
diterapkan ke dalam seni arsitektur atau pada barang-barang produksi pabrik.
Pernyataan yang menjadi sebuah aksioma, sebuah prinsip pertama untuk semua
disain modern. Pernyataan ini mengandung maksud bahwa bentuk dan
penampilan luar dari setiap barang, di disain mengikuti atau merupakan suatu hasi
pengoperasian dari fungsinya. Bertitik tolak dari postulat ini, kita dapat
memperoleh hubungan-hubungan nyata : Sesuatu benda seharusnya seperti apa
adanya dan sesuai denganuntuk apa bentuk itu dibuat (Feldman, 1991:267).
Berkait dengan permasalahan di atas, dikemukakan oleh Soedarso Sp.
bahwa: Seperti diketahui, dalam rangka menyelamatkan slogan" Form Follows
Function" yang terkenal itu Victor memasukkan enam unsur dalam fungsi, yaitu
use, need, method, telesis, aestetics, dan association (Soedarso, 2000: 34) Victor
Papanek mengemukakan keenam unsur tersebut melalui diagram Kompleksitas
Fungsi(Papanek, 1973:20).
Seni: Antara Bentuk dan Isi (Widyabakti Sabatari)
----
255
Berdasarkan paparan di atas terlihat bahwa tak mungkin memisahkan
antara aspek bentuk dan isi dalam seni. Bentuk seni juga isi seni itu sendiri.
Bagaimana bentuknya, begitulah isinya. Tidak ada seniman yang menciptakan
sebuah karya seni tanpa kesadaran. Ia meneiptakan sebuah benda seni karena ada
sesuatu yang ingin disampaikan kepada orang lain, entah perasaannya, suasana
hatinya, pemikirannya dan sebagainya, semua dinyatakan lewat bentuk yang
sesuai dengan maksud isi hatinya tadi.
C. Bentuk bentukDasar Busana.
Untuk memahami bentuk dasar busana perlu kiranya penulis ketengahkan
terlebih dahulu istilah "bentuk" yang biasa dipergunakan dalam tata busana.
Bentuk dapat dibedakan menjadi dua, yaitu bentuk bebas dan bentuk geometris.
Bentuk bebas adalah bentuk-bentuk yang tidak dapat diukur, seperti : tumbuh-
tumbuhan, binatang, awan, gelombang laut dan sebagainya. Sedang bentuk
geometris seperti : segi empat panjang, segi tiga, kerueut, lengkaran dan silinder
(Chodiyah, 1982: 18)Dalam arti yang lain bentuk geometris adalah bentuk-bentuk
yang berdasarkanilmu ukur.
Busana yang dipakai sehari-hari merupakan gabungan dari bermaeam-
maeam bentuk, antara lain: bentuk luar dari busana (siluet), bentuk kerung leher,
bentuk kerah, bentuk lengan, bentuk rok, bentuk eelana, bentuk-bentuk hiasan
busana dan pelengkap busana. Bentuk yang terdapat pada busana, dapat bentuk
geometris ataupun bentuk bebas.
Untuk memahami " isi " dapat melalui sumber inspirasi atau ide yang
terlihat dan tereermin dalam raneangan disain busananya. Beberapa sumber
inspirasi dalam peneiptaan disain busana pada dasarnya dapat di bagi menjadi tiga,
yaitu : (1) Sumber Sejarah dan Penduduk Asli; (2) Sumber dari Alam; dan (3)
Sumber dari Pakaian Kerja (Kamil, 1986: 30-33). Sumber Sejarah dan Penduduk
Asli dapat berupa pakaian nasional penduduk dunia atau pakaian daerah. Sumber
dari alam termasuk benda-benda alam seperti aneka tumbuhan, berbagai jenis
binatang, gelombang laut dan segala isinya, bentuk-bentuk geometris, dan lain-
lain. Sedang sumber dari Pakaian kerja dapat diwujudkan dalam pakaian yang ada
hubungannya dengan sport, profesi, jabatan, ataupun tanda-tanda kepangkatan.
Imaji, Vol.4, No.2, Agustus 2006 : 250 - 262
256
Intinya apa pun yang ada dalam alam ini dapat dijadikan bumber ide dalam
penciptaan disain busana. Syair lagu, peristiwa nasional dan internasional, bahkan
kejadian alam yang mengerikan pun dapat menjadi gagasan yang menarik untuk
dituangkan dalam karya.
Melalui asal usul busana disebutkan bahwa bentuk awal busana adalah
cawat atau celana yang dibuat dari daun atau kulit binatang. Dalam perkembangan
selanjutnya bersamaan dengan penemuan bahan-bahan busana yang lain seperti
serat linen, wol, kapas, sutra dan lain-lain, muncul bentuk-bentuk dasar busana
yang lain, yaitu celemek panggul, kutang atau tunika, kaftan, ponco dan draperi.
Bentuk busana dahulu sangat sederhana yang berbentuk segi empat atau segi
empat panjang sesuai kebutuhan. Pelopor penemuan itu adalah bangsa Mesir dan
bangsa Babylonia.
Celana telah dipakai oleh manusia pada zaman kuno, mulanya dipakai
oleh orang-orang yang tinggal di pegunungan atau orang yamg bepergian dengan
menunggang kuda. Penggunaan celana ada yang dijahit dan ada yang tanpa dijahit
seperti tampak pada gambar.
Gambar 1. Bentuk Dasar Celana
Celemek panggul adalah sejenis bentuk dasar busana yang terdiri dari
sehelai kain yang berbentuk segi empat. Cara mengenakannya dengan melilitkan
satu atau beberapa kali pada tubuh bagian bawah, dari pinggang sampai di sekitar
lutut atau sampai menutup mata kaki. Penggunaan celemek panggul ini berbeda-
beda di beberapa negara. Di Indonesia celemek panggul berupa sarung dan kain
pan]ang.
a. Celemek panggul pria Mesir
b. Celemek panggul dengan hiasan Celemek wanita
..)... kepala berupa sabuk raja Mesir Mesir berupa rok
Plisse
Gambar 2. Bentuk Dasar Celemek Panggul
Seni: Antara Bentuk dan Isi (Widyabakti Sabatari)
----
257
Bentuk kutang atau bentuk kemeja disebut juga tunika. Bentuk ini dalam
bahasa Inggris disebut robe. Tunika dibuat dari sehelai kain segi empat panjang
berukuran dua kali panjang antara bahu dan mata kaki; atau ukuran pendek untuk
tunika pendek. Kain itu dilipat dua menurut arah panjangnya dengan lipatan
disebelah atas. Pada pertengahan lipatan dibuat lubang leher dengan belahan
pendek untuk bagian muka. Sisi-sisinya dijahit dari bawah hingga kira-kira 25 em
sebelum lipatan. Bagian yang tidak dijahit menjadi lubang lengan. Tunika
dikenakan dari bagian kepala dengan melewati lubang leher dan lengan dikeluar-
kan dari lubang lengan.
Ada beberapa maeam bentuk Tunika, yaitu:
1) Bentuk asli dengan perubahan pada sisinya, pada bahu tunika ini dibuat lebih
sempit dan sisinya mengembang ke bawah
2) Bentuk tunika dengan perubahan mulai dari lubang lengan yang disebut tunika
berbentuk T
3) Bentuk tunika yang terbuka bagian atasnya dan memakai ban bahu disebut
kalasiris. Bentuk tunika banyak dipakai oleh bangsa Barat maupun bangsa
Timur. Tunika dapat dikenakan seeara lepas dan longgar dan ada pula yang
dikenakan dengan sabuk.
8M.""d.., 'III8N
o a-
T...a. 4iMIRpftIwt
6eJA:..It
~iM,.y.IaM
II D
aU" Tuib .~tt.A 1",-1 T. T
6U
-,. ... w. 4'WItlAcJulria.
ot
Gambar 3. Maeam-maeam Bentuk Tunika
Kaftan merupakan kelanjutan perkembangan tunika. Kaftan adalah
busana yang berasal dari selembar kain berbentuk segi empat yang dijahit kedua
sisinya hingga bagian yang tidak dijahit ditinggalkan terbukauntuk lubang lengan,
diberi lubang untuk leher, dengan belahan yang panjang sampai ke bawah. Inilah
letak perbedaannya dengan tunika. Cara mengenakannya tidak perlu melalui
kepala.
Imaji, Vol.4, No.2, Agustus 2006 : 250 - 262
258
& -- r.p..
" K.f..,. krNaolatT cli"'-'-II~""" I......
e. KIIft8.4~""4t"""tf"lt4I
Gambar 4. Bentuk Dasar Kaftan
Ponco adalah sejenis busana yang lahir di benua Amerika. Ponco dibuat
dari kain segi empat dan diberi lubang ditengah untuk memasukkan kepala. Sisi
baju tidak dijahit. Terdapat bermacam-macam ponco yaitu ponco bahu dan ponco
panggul. Ponco bahu berbentuk pendek dan ponco panggul berbentuk panjang
sampai panggul. Cara mengenakannya berbeda-beda. Ada ponco yang dikenakan
dengan ujung kain terdapat pada bahu dan tengah muka, dan ada pula ponco yang
dikenakan dalam bentuk lurns.
.. lknr,,11 tUutII pon~o
b. Ponco dike_Ic4I1luru.
Gambar 5. Bentuk Dasar Ponco
Draperi adalah kain panjang yang dililitkan atau disampirkan di badan
tanpa dijahit. Cara mengenakannya dengan melilitkan dan melangsaikan kain itu
pada badan sedemikian rupa sehingga terbentuk lipatan-lipatan atau kerutan yang
lemas. Draperi tidak ada jahitan, oleh karena itu kain dapat dikenakan dalam
berbagai cara. Mengenakan draperi merupakan seni tersendiri. Bentuk draperi
disebut sebagai bentuk dasar busana yang plastis, artinya busana yang memberi
banyak kemungkinan cara mengenakannya. Bentuk ini tidak menghalangi
Seni: Antara Bentuk dan Isi (Widyabakti Sabatari)
- ---- ----
259
ucr~inn rubuh dnn rn~rnpYnrBi~iinQ~q~nt~rsendiri. Draperi men~alami
pengembangan yang namanya disesuaikan dengan cara mengenakannya. Ada
pep/os, toga, tebennedansari.
Top
~.~ 1 !)
'''i
[J . 't
,:11
I
!I
(A,.mC"!!:CIIG,U1I
IWphu
'I~
I
~
~\ I
. ~ s.I ,. Sori.,..
l s.I ,. ...
Cos.n ,.......
Gambar 6. Bentuk Dasar Draperi dan Pengembangannya
Keterangan : Gambar 1 sampai dengan 6 diambil dari buku Pengetahuan
Pakaian(Roesbani,1983:22-34).
Bentuk-bentuk dasar busana itu kemudian mengalami perkembangan
yang berabad-abad sampai pada bentuk yang kita lihat sekarang ini, dan akan terns
berkembang selama manusia masih membutuhkan.
D. Bentuk dan Isi dalam Karya Busana
Pada penjelasan terdahulu, bentuk dan isi dalam karya seni belum
dipaparkan secara aplikatif, artinya belum diterapkan dalam karya seni tertentu.
Berikut ini adalah contoh penerapan bentuk dan isi yang disampaikan lewat karya
busana.
Gambar 7. Bentuk Segi Empat dan Segi Empat Panjang.
Imaji, VolA,No.2, Agustus 2006 : 250 - 262
260
Gambar 8. Bentuk Segi Tiga dan Kerucut
Gambar 9. Bentuk Lingkaran dan Setengah Lingkaran
Keterangan: Gambar 7,8 dan 9 diambil dari buku Colour and Design
Rancangan karya adi busana yang mengambil ide dari keindahan dan
suasana dalam laut yang diberi judul "Pesta Laut". Gagasan dan keinginan
perancang untuk menggambarkan isi dan keadaan dalam laut, dituangkan dalam
hiasan-hiasan yang indah dengan wama-warna laut yang menawan. Tampak
bentuk-bentuk seperti kuda laut, kerang, ikan, bintang laut dan gelombang laut.
Busana ini dirancang dengan pengembangan paduan bentuk celemek panggul
pada rok, bentuk kaftan pada blazer,dan bentuk kutang pada kemben.
Gambar 10.
Seni: Antara Bentuk dan Isi (Widyabakti Sabatari)
- -- - --
261
Sebuah rancangan karya adi busana yang mengambil inspirasi dari
kesenian rakyat jathilan, yang diberi judul "Jaran Kepang". Setelan rok dan blus
yang dikembangkan dari bentuk eelemek panggul dan kaftan yang dikemas ke
dalam busana pesta yang anggun. Keinginan peraneang untuk mengangkat
kesenian rakyat dituangkan dalam omamen- yang menarik dan aktual. Bentuk
hiasan jaran kepang, jalinan tali,jumbai, dan rambut kuda menjadi sebuah hiasan
yang enak dipandang. Untuk menambah kesan glamour diberi tebaran batu
manikam dan payet-payet.
Gambar 11.
Keterangan: Gambar 10 dan 11 diambil dari buku Seni Sulam Harry Darsono
E. Penutup
Demikian akhir dari penulisan tentang "Seni : Antara Bentuk dan Isi".
Membiearakan masalah bentuk dan isi merupakan kedwisatuan aspek yang utuh,
artinya tidak mungkin memisahkan antara aspek bentuk dan isi dalam seni. Bentuk
seni juga isi bentuk itu sendiri, bagaimana bentuknya begitulah isinya. Aplikasinya
pada raneangan busana, aspek bentuk tampak pada bentuk luar dari busana (siluet),
kerung leher, kerah, lengan, rok, eelana, hiasan busana dan pelengkap busana, dan
sebagainya. Sedang aspek isi terlihat pada gagasan, ide, kesan dan suasana yang
ingin dimuneulkan, misi atau pesan yang ingin disampaikan, dan lain sebagainya,
yang seeara garis besar mengarah kepuasan batin si peraneang dalam mewujudkan
karyanya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih jauh dari
sempuma, namun penulis berharap dari yang sedikit dan keeil ini bermakna besar
bagi orang lain yang memerlukan dan ingin mengenallebih dekat dengan busana.
Kritik dan saran yang membangun sangat dinantikan demi perbaikan tulisan ini.
Semoga bermanfaat.
Imaji, VolA, No.2, Agustus 2006 : 250 - 262
262
DAFTARPUSTAKA
AAM. Djelantik, Estetika: Sebuah Pengantar, Masyarakat Seni Pertunjukan
Indonesia, Bandung, 2001
Bernice G. Chambers MA, Colour And Design, Prentice Hall Inc., New York,
1951.
Chodiyah dan Wisri A Mamdy, Disain Busana, Depdikbud Dirjen Pendasmen,
Jakarta, 1982.
Edmund Burke Feldman, "Seni: Ujud dan Gagasan",TeIjemahan Sp. Gustami,
Fakultas Seni Rupa dan Disain ISI, Yogyakarta, 1991.
Harry Darsono, Seni Sulam Harry Darsono Embroidery, Sarana Bakti Semesta,
Jakarta, 1992.
Jakob Sumardjo, Filsafat Seni, ITB, Bandung, 2000.
Mudji Sutrisno SJ,Estetika: FilsafatKeindahan, Kanisius, Yogyakarta, 1993.
Read, Herbert, Seni: Arti Dan Problematiknya, Terjemahan Soedarso Sp, Duta
Wacana University Press, Yogyakarta, 2000
Soedarso Sp., Sejarah Perkembangan Seni Rupa Moderen, CV Studio Delapan
Puluh Enterprise, Jakarta, Bekerjasama dengan Badan Penerbit ISI
Yogyakarta, 2000.
, Tinjauan Seni: Sebuah Pengantar Untuk Apresiasi Seni, Saku Dayar
Sana,Yogyakarta, 1990
, Sejarah Perkembangan Seni Rupa Modern, cv. Studio Delapan Puluh
Enterprice, Jakarta, Bekerjasama dengan Badan Penerbit ISI Yogyakarta,
2000
, "Beberapa Definisi Seni", Bahan Kuliah Teori Seni, Program Pasca
Sarjana ISI Yogyakarta, 2004.
, "Seni Kriya ISI Yogyakarta Mengantisipasi Masa Depan", Katalog,
Pameran Kriya Seni 2000, Galeri Nasional Indonesia, Jakarta 9 - 15
Nopember.
Sri Ardiati Kamil, Fashion Design, c.v. Barn, Jakarta, 1986.
The Liang Gie, Filsafat Seni: Sebuah Pengantar, Pusat Belajar Ilmu Berguna,
Yogyakarta, 1996.
Victor Papanek, Designfor The Real World: Human Ecology and Social Change,
Bantam, Random House Inc., London, 1973
Wasia Roesbani dan Roesmini Soerjaatmadja, Pengetahuan Pakaian, Proyek
Pengadaan Buku Pendidikan Menengah Kejuruan, Jakarta, 1983
Seni: Antara Bentuk dan Isi (Widyabakti Sabatari)