Soekarno, Nasakom, Dan Buku Di Bawah Bendera Revolusi Sebagai Materi Ajar Pelajaran Sejarah SMA
Soekarno, Nasakom, Dan Buku Di Bawah Bendera Revolusi Sebagai Materi Ajar Pelajaran Sejarah SMA
net/publication/337577228
Soekarno, Nasakom, dan Buku Di Bawah Bendera Revolusi Sebagai Materi Ajar
Pelajaran Sejarah SMA
CITATIONS READS
0 94
1 author:
Ema Agustina
Universitas Pendidikan Indonesia
3 PUBLICATIONS 0 CITATIONS
SEE PROFILE
All content following this page was uploaded by Ema Agustina on 28 September 2021.
RESEARCH ARTICLE
To cite this article: Agustina, E. (2019). Soekarno, Nasakom, dan buku di Bawah bendera Revolusi sebagai materi ajar
Pelajaran Sejarah SMA. HISTORIA: Jurnal Pendidik dan Peneliti Sejarah, 3 (1), 2019, 1-12, DOI: 10.17509/historia.
v3i1.20908
Naskah diterima : 15 Agustus 2019, Naskah direvisi : 17 September 2019, Naskah disetujui : 31 oktober 2019
Abstract
The book entitled “Di Bawah Bendera Revolusi” is Sukarno’s original idea. He wrote an article about three concepts of pre
independence movement namely ideology of Nationalism, Islamism, and Marxism which were then known as NASAKOM
in 1926. Soekarno only took the essential elements of Marxism,that was his method of thinking which was called historical
materialism to be combined with two other elements which contained aspect of modernity needed by Indonesian citizen.
From the excerpt of Soekarno’s opinion about Nationalism, Islamism, and Marxism, it seems that he tried to look for
compatible aspects from those three ideologies became power to achieve unity. Soekarno then made this idea as struggle
device to establish NKRI. This should be discussed deeper in any history subjects especially for Senior high school. Soekarno’s
thought about NASAKOM which was written in many Senior High School textbooks was only discussed partly so it can lead
to the misinterpretation about Soekarno and his thought.
Abstrak
Buku dengan judul “Di Bawah Bendera Revolusi” merupakan buah pemikiran dari Soekarno. Ideologi nasionalisme,
islamisme, dan marxisme yang kemudian dikenal dengan NASAKOM merupakan tiga konsep gerakan pra kemerdekaan
yang ditulis oleh Soekarno pada tahun 1962. Hanya elemen yang terpenting dari marxisme yang diambil Soekarno yaitu
metode berpikirnya yang kemudian disebut dengan historis materialisme dan diramu dengan dua elemen yang mengandung
aspek modernitas. Hal tersebut dianggap Soekarno diperlukan bagi bangsa Indonesia. Dari beberapa kutipan pendapat
Soekarno tentang konsep nasionalisme, islamisme, dan marxisme dapat diketahui bahwa ia berusaha mencari titik temu
dari ketiga ideologi tersebut agar menjadi suatu kekuatan dalam mencapai persatuan. Ide ini kemudian dijadikan Soekarno
sebagai alat perjuangan untuk mendirikan NKRI. Hal tersebut sebaiknya dikupas cukup mendalam pada pembelajaran
sejarah khususnya di Sekolah Menengah Atas. Pemikiran Soekarno tentang nasakom yang tercantum pada buku teks sejarah
SMA hanya sekilas sehingga dapat menimbulkan salah tafsir tentang Soekarno dan pemikirannya.
Revolusi sebagai materi ajar pada mata pelajaran perkembangan pemikiran Soekarno. Terdapat 61 artikel
sejarah di SMA. Aspek yang telah dikaji pada penelitian yang dimuat dalam buku yang ditulis oeh Soekarno ini.
sebelumnya memperkaya materi tentang nasakom Karena alasan politis pada masa orde baru yakni masa
sebagai buah pemikiran Soekarno meskipun pada kajian kepemimpinan Soeharto, buku gubahan Soekarno
ini fokus dengan materi nasakom yang ditulis sendiri menjadi bagian dari buku yang terlarang. Hal ini terjadi
oleh Soekarno. karena buku tersebut diindikasi dapat membangkitkan
Pembelajaran sejarah khususnya pada tingkat ideologi yang terlarang, yaitu ideologi komunis. Akan
Sekolah Menengah tidak terlepas dari peranan buku teks. tetapi, larangan tersebut sudah tidak berlaku setelah
Bahkan bisa dikatakan guru masih sangat terpacu dan runtuhnya kepemimpinan Soeharto dan buku Soekarno
bertumpu pada buku teks. Padahal menurut Hasan (2012, justri dicetak kembali pada tahun 2014.
hlm. 87), bahwa dalam penerapan pembelajaran sejarah Soekarno menyatakan bahwa begitu tragisnya
pada kurikulum 2013 tidak menuntut guru untuk hanya orang-orang Eropa menjajah Asia dan mengeksploitasi
terpaku pada buku teks saja, melainkan guru ataupun kekayaan di Asia untuk dijadikan sumber-sumber
siswa harus berperan aktif dalam mengumpulkan kekayaan di negara asal mereka. Meskipun begitu Spirit
sumber informasi tidak hanya dari buku teks namun of Asia masih kekal, roh Asia tetap akan hidup seperti
bisa juga dari beberapa sumber lainnya. Guru dan layaknya api yang tidak padam. Tragedi inilah yang akan
siswa berperan aktif dalam mengumpulkan informasi, menjadi modal awal bagi pergerakan rakyat Indonesia,
kemudian informasi tersebut diolah, merekonstruksi meskipun maksud dan tujuannya sama, yakni
data ataupun fakta serta nilai, menampilkan hasil mencapai persatuan namun tetap memiliki tiga sifat,
rekonstruksi dan memproses pengembangan nilai-nilai diantaranya ialah nasionalis, islamis dan marxistis.
dari fakta tersebut, menumbuhkembangkan nilai-nilai Dengan mempelajari dan mencari hubungan dari
budaya dan karakter pada diri mereka melalui berbagai ketiga sifat tersebut, membuktikan bahwa dalam suatu
macam kegiatan belajar yang terjadi baik di kelas, di negeri jajahan tidak aka nada gunanya jika berseteru
sekolah, maupun tugas yang terdapat di luar sekolah. hanya karena perbedaan ideologis. Hal ini membuktikan
Artikel yang telah ditulis oleh Soekarno tentang juga, jika dari tiga gelombang tersebut mampu untuk
gagasan ideologi nasionalisme, islamisme, dan marxisme bekerja sama menjadi satu gelombang yang sangat besar
yang sebelumnya dimuat dalam surat kabar Suluh dan sangat kuat, dan menjadi sebuah ombak besar yang
Indonesia Muda tahun 1926 kemudian buah pikiran tidak bisa ditahan terjangannya. Perkara berhasil ataupun
tersebut juga dikumpulkan dalam buku dengan judul tidak, yang terpenting adalah kita telah menjalankan
“Di Bawah Bendera Revolusi” jilid pertama, ini juga kewajiban dan usaha yang berat dan mulia, dan bukan
bisa dijadikan sebagai sumber informasi yang valid dan juga kita yang menentukannya. Kita juga tidak boleh
dapat dijadikan materi pembelajaran sejarah di Sekolah berputus asa dalam berupaya dan berusaha untuk
Menengah Atas. kewajiban dalam mempersatukan gelombang perbedaan
tersebut. Karena yang mestinya diyakini adalah persatuan
Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme pada Buku di dengan tujuan nantinya dapat mewujudkan terkabulnya
Bawah Bendera Revolusi impian yang besar yaitu Indonesia Merdeka (Soekarno,
Buku dengan judul “Di Bawah Bendera Revolusi” 1964).
merupakan kumpulan pikiran dan gagasan Soekarno Nasakom merupakan jiwa yang berisikan tiga
yang dituangkan dalam tulisan pada saat proklamasi kekuatan yang menurut Soekarno dapat berdiri tegak
kemerdekaan Indonesia belum terlaksana. Cita-cita bersama menjadi satu kesatuan untuk mencapai
dalam membangun bangsa Indonesia yang merdeka persatuan. Nasionalisme yang pada hakikatnya memiliki
dan berdaulat dari seorang proklamator tersirat dalam keinginan untuk hidup menjadi satu golongan dan satu
ide atau gagasan yang dirangkum dalam kumpulan bangsa. Bukannya mengharapkan dan mengharuskan
tulisannya. Dalam buku ini pula telah terlihat jelas yang nasionalis berubah menjadi lebih islamis atau
bagaimana Soekarno menjunjung tinggi rasa persatuan. condong ke marxis, bukan pula menjadikan mereka
Dari beberapa tulisan Soekarno, sebagian pernah dimuat yang marxis dan memiliki ideologi islamis itu menjadi
oleh media massa diantaranya Suluh Indonesia Muda berbalik ke nasionalis, namun sebenarnya yang ingin
dan Fikiran Rakyat, akan tetapi terdapat pula artikel dicapai ialah kerukunan dan persatuan dari ketiga
yang belum pernah dipublikasikan dan kumpulan golongan tersebut.
tulisan tersebut disusun secara sistematis dan kronologis. Sang proklamor percaya akan pepatah “rukun
Hal tersebut dilakukan dengan tujuan agar pembaca membikin sentausa” bahwa sesungguhnya banyak jalan
lebih dimudahkan dalam mengikuti dan memahami menuju arah persatuan, hanya saja seberapa kuat untuk
HISTORIA: Jurnal Pendidik dan Peneliti Sejarah, p-issn:2620-4789 | e-issn:2615-7993
59
Ema Agustina
Soekarno, Nasakom, dan Buku di Bawah Bendera Revolusi sebagai Materi Ajar pada Mata Pelajaran Sejarah SMA
melawan semua perbedaan dan besarnya keseganan dari juga tidak sepaham dengan marxisme yang sebenarnya
semua pihak yang berkaitan dalam pergerakan tersebut maka saat itu juga kaum islamis justru tidak mampu
(Soekarno, 1964). berpijak di Sirothol Mustaqim dan mereka juga
Nasionalis yang sangat sejati adalah nasionalis tidak akan bisa menyelamatkan Islam dari kenistaan
yang memiliki cinta yang besar terhadap tanah airnya maupun kerusakan. Sebenarnya Soekarno tidak
dan bersendi dan berakar pada pengetahuan yang luas pernah menyatakan bahwa Islam itu berorientasi pada
atas susunan dunia dan segala riwayatnya bukan timbul materialism, bahkan ia mengungkapkan bahwa Islam itu
karena semata-mata dari kesombongan dan keangkuhan bahkan melebihi bangsa itu sendiri. Menurutnya Islam
bangsa belaka. Nasionalis tidak berarti ia harus chauvinis yang sejati justru memiliki tabiat dan nilai sosialistis
dan menolak pemahaman yang cenderung sempit yang kemudian menjadikan nasionalis sebagai suatu
justru dapat memicu perpecahan. Nasionalis yang bukan kewajiban. Islam yang sebenarnya akan mengharuskan
hanya hasil adaptasi dari nasionalisme Barat namun bagi para pemeluknya untuk mencintai dan bekerja
juga tumbuh dari rasa cinta terhadap manusia dan juga keras untuk negeri yang ia tinggali. Selain itu, ia juga
kemanusiaan. wajib mencintai dan bekerja keras untuk rakyat dimana
Nasionalisme yang berorientasi ke-Timur-an ia hidup dan menetap (Soekarno, 1964).
jugalah yang mengilhami seorang Mahatma Gandhi, Seyid Djamaluddin El Afghani telah banyak
C.R.Das, Arabindo Ghose, Mustafa Kamil, Dr. Sun Yat mengkhutbahkan tentang paham nasionalilsme dan
Sen. Serupa dengan itu, Indonesia terilhami bahwa paham patriotisme, kemudian disebutkan “fanatisme”
nasionalisme ke-Timur-an adalah sesungguhnya sangat sebagai musuhnya. Ia disebut sebagai pendekar Pan
berbeda dan justru menolak pada nasionalisme ke- Islamisme yang banyak berbicara tentang rasa hormat
Barat-an yang berorientasi pada hal yang duniawi seperti terhadap diri sendiri, sifat yang budi luhur, sikap
yang dikatakan oleh Bipin Chandra Pal. Bahwasanya menghormati suatu bangsa dan dianggap musuhnya
hanya ideologi nasionalis ke-Timur-an yang sejatinya sebagai chauvinism. Dimana-mana, terutama di Mesir
yang pantas bagi nasionalis timur. Nasionalisme Eropa ia disebut sebagai “Bapak Nasionalisme Mesir”. Selain
ataupun nasionalisme menurut C.R.Das yang justru Seyid Djamaluddin, terdapat pula beberapa tokoh yang
memiliki sifat saling serang, suatu nasionalisme yang juga berperan dalam menanamkan rasa nasionalisme
cenderung mengejar kepentingan mereka sendiri, dan cinta terhadap bangsa yakni Arabi Pasha, Ali
mengejar keuntungan ataupun kerugian, paham Pasha, Mohammad Ali, Mustofa Kamil, Ahmad Bey
nasionalis yang seperti inilah yang nantinya dapat Agayeff, Shaukat Ali, dan Mohammad Farid Bey. Selain
membinasakan (Soekarno, 1964). itu, mereka juga disebut sebagai Panglima Islam yang
Soekarno mengakui bahwa ia memperdalam mendengungkan tentang rasa cinta akan bangasa.
masalah nasionalisme dan juga masalah ekonomi dari Pemimpin-pemimpin yang islamis hendaknya dapat
Sun Yat Sen yang merupakan tokoh gerakan nasionalis dijadikan teladan bagi islamis yang sangat fanatik dan
dari China yang kemudian menerbitkan buku yang cenderung memiliki pemikiran yang kurang terbuka
berjudul San Min Chu-I. Selain itu, ia juga membaca sehingga mereka enggan untuk merapatkan diri
tentang Karl Marx dan Thomas Jefferson. Mungkin pada bangsa yang memiliki gerakan yang nasionalis
karena itu juga ia pada akhirnya harus menghadapi (Soekarno, 1964).
sasaran dari salahnya pengertian dan persepsi. Seperti Demikian pula Soekarno menyakini bahwa kaum
yang ia kemukakan dalam buku Di Bawah Bendera islamis itu juga dapat merapat diri dengan mereka
Revolusi (hlm. 175): yang marxis, meskipun pada dasarnya dua pihak ini
“pernah saja terangkan, bagaimana seorang jelas memiliki landasan yang sangat berbeda. Sungguh
pemimpin, Jean Jaures jang bukan komunis, djuga memilukan tatkala adanya perpecahan dan permusuhan
menghendaki demokrasi politk dan demokrasi dikarenakan perebedaan diantara kelompok marxis dan
ekonomi. Dan dalam karangan saja dulu sudah kelompok islamis. Timbulnya permusuhan dari para
saja katakana pula, bahwa Dr. Sun Yat Sen mentjela masrxis dan islamis merupakan bukti bahwa pergerakan
demokrasi yang demikian itu.” akhirnya terbelah dan saling memerangi satu sama
Selanjutnya mengenai konsep islamis menurut lainnya.
Soekarno, konsep Islam yang sesungguhnya justru tidak Pertarungan antar saudara ini juga yang membuat
mengandung azas yang anti akan nasionalis, begitupun kekuatan pergerakan menjadi terbuang sia-sia, yang
anti sosialis tentunya ia juga tidak akan bertabiat seperti mestinya kekuatan pergerakan bangsa makin lama
itu. Apabila kaum islamis memusuhi paham nasionalis makin kuat. Tidak ada halangan yang krusial bagi
yang dianggap memiliki keluasan budinya selanjutnya ia persahabatan kaum marxis dan muslim. Sejatinya
seorang islamisme seharusnya tertanam juga nilai-nilai mereka akan tetap bermusuhan dengan pergerakan
sosialistis. Sosialis itu sendiri tidak berarti bermakna nasionalis ataupun islamis di Asia (Soekarno, 1964).
marxistis dan sosialisme Islam sangat berbeda dengan Adapun teori marxisme telah mengalami perubahan
azas marxisme. Sosialisme Islam cenderung berazas dan memang seharusnya begitu, hal ini dikarenakan
spiritualisme sedangkan sosialisme marxisme lebih Marx dan Engels bukan merupakan “nabi-nabi” yang
menjurus pada hal yang berazas materialism. Meskipun membuat semua aturan yang dapat dipakai untuk segala
demikian, sebagai kebutuhan untuk mencapai persatuan zaman. Teori-teori tersebut mesti diperbaharui seiring
bahwa seorang islamis tentunya adalah ia juga adalah dengan perkembangan zaman yang sudah mengalami
orang yang sosialistis maka hal tersebut cukup untuk banyak perubahan. Taktik dan strategi yang telah dirubah
menjadi suatu bukti bahwa kedua hal yang berbeda kemudian terdapat pula perubahan teori, hal inilah
dapat disatukan persepsinya (Soekarno, 1964). yang pada akhirnya menjadi alasan bagi kaum marxis
Mereka yang islamis tentunya harus mengingat mendukung serta menyongkong pergerakan nasional
bahwa kapitasime merupakan musuh bersama bagi secara bersungguh-sungguh. Mereka memahami bahwa
marxisme dan kaum islamis. Terdapat pula teori yang apabila pergerakan marxis yang ada di Asia maka sudah
disusun oleh Karl Marx dan Friedrich Engels yang dikenal semestinya ia tidak sama seperti pergerakan marxis yang
dengan teori meerwaarde. Hal ini untuk menjelaskan ada di Eropa dan sudah seharusnya jika bersatu dalam
tentang asal muasal terjadinya kapitalisme. Makna dari melakukan perlawan bagi mereka yang feodalisme.
meerwaarde ialah kondisi dimana hasil pekerjaan orang Di negara-negara Asia, kaum buruh memiliki
lain yang dimakan dan tidak ada pembagian keuntungan keleluasaan untuk menjalan berbagai pergerakan
untuk kaum buruh yang pada dasarnya merekalah sosialistis. Oleh karena itu, diperlukan negara yang
yang bekerja dan mencari keuntungan tersebut. Jika merdeka dan kaum itu juga dibutuhkan untuk mempunya
meerwaarde pada paham marxisme maka dalam Islam national autonomie (otonomi nasional). Menurut Otto
dikenal dengan riba. Pokok utama dari semua peraturan Bauer, otonomi ini merupakan hal yang harus menjadi
yang kaitannya dengan kapitalis mengacu pada konsep tujuan bagi perjuangan proletary karena hal tersebut
meerwaarde tadi. Untuk memerangi kapitalisme maka bagian yang sangat penting bagi politik mereka. Maka
kaum marxisme memerangi meerwaarde hingga ke akar- dari itu, otonomi nasional menjadi hal yang utama
akarnya. Oleh karena itu, menurut Soeakarno bahwa untuk diperjuangan oleh pergerakan buruh yang ada di
tidak layak untuk islamis sejati memusuhi paham marxis Asia (Soekarno, 1964).
yang memerangi peraturan meerwaarde dimana Islam Tumbuhnya rasa nasionalisme dihati para buruh
juga sebenarnya memerangi hal tersebut (Soekarno, di Indonesia juga dipengaruhi oleh pergerakan marxis,
1964). hal ini dikarenakan modal yang tertanam di Indonesia
Pergerakan marxistis di Indonesia pada saat sebagian besar bersumber dari modal asing. Pemimpin-
itu tidak berhaluan dengan nasionalistis dan ingkar pemimpin marxis di negeri Tiongkok dapat dijadikan
pula terhadap gerakan yang berazaskan ke-Islam- teladan dimana ia menyokong usaha kaum nasionalis
an. Bahkan beberapa waktu sebelumnya, perbedaaan karena mereka menyadari bahwa yang pertama-
tersebut menjadi pemantik terjadinya suatu perpecahan. tama dibutuhkan adalah persatuan dan kemerdekaan
Tinggalkanlah nasionalisme, hilangkanlah politik cinta nasional. Begitu juga halnya bahwa tidak sepantasnya
tanah air, kuburkanlah politik keagamaan, seperti itulah kaum marxis itu bermusuhan dengan pergerakan
konflik perbedaan yang terjadi. Sebaliknya, nasionalistis islamis, tidak pantas memerangi pergerakan yang pada
dan islamis juga tiada henti mencaci pihak marxis, dasarnya mereka sama-sama bersikap anti kapitalisme,
dianggap pergerakan yang “mungkir” akan Tuhan. anti riba, dan anti meerwaarde. Tidak sepantasnya
Satu sama lain saling berselisih, saling tuduh menuduh, pula pergerakan memerangi pergerakan lainnya yang
tidak sepahaman dan saling tidak mendengarkan. dengan jelas ingin mencapai kemerdekaaan, persamaan,
Namun berbeda dengan marxis yang terbaharukan, persaudaraan, mengejar nationale autonomie (Soekarno,
ia cenderung dapat beriringan dengan nasionalis 1964).
begitupun dengan islamis yang terdapat di Asia. Strategi Elemen terpenting yang diserap oleh Soekarno
marxisme baru justru membantu dan mendukung dari marxisme adalah metode berpikirnya (historis
pergerakan-pergerakan yang dilakukan oleh nasionalis materialism), hal ini kemudian diramu bersamaan
dan islamis dengan sepenuhnya. Marxis yang statis dan dengan elemen lainnya yang memiliki kandungan
tidak terbuka dengan perkembangan zaman serta tidak modernitas dan sangat dibutuhkan oleh Indonesia yakni
memahami tentang taktik yang telah berubah maka nasionalisme maupun demokrasi. Dengan ini Soekarno
mewujudkan marhaenisme. Menurutnya, marhaernisme
HISTORIA: Jurnal Pendidik dan Peneliti Sejarah, p-issn:2620-4789 | e-issn:2615-7993
61
Ema Agustina
Soekarno, Nasakom, dan Buku di Bawah Bendera Revolusi sebagai Materi Ajar pada Mata Pelajaran Sejarah SMA
adalah marxisme yang dapat diimplementasikan dan Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme pada Materi
dianggap cocok dengan kondisi dan situasi yang ada Ajar di Sekolah Menengah Atas
di Indonesia. Bukan hanya menerapkan marxisme, Dari cuplikan-cuplikan pendapatnya yang berkenaan
Soekarno juga memiliki kreatifitas dan keberanian dengan nasionalisme, islamisme, dan marxisme
dalam merevisi marxis untuk disesuaikan dengan menunjukkan bahwa Soekarno berusaha mencari titik
kondisi Indonesia. Salah satu yang ingin ia wujudkan temu agar ketiga paham tersebut dapat diaplikasikan
ialah mengelakkan dominannya peran kaum proletar dengan positif. Meskipun jika ditinjau dengan lebih
yang kemudian digantikan oleh marhaen. Berbeda dalam titik-titik tersebut tidaklah didasarkan atas alasan
dengan proletar yang mampu untuk mengadakan alat- yang cukup kuat. Ia berusaha menyatukan dalam suatu
alat produksi meskipun dalam skala kecil, marhaen “common denominator” dan menghasilkan kekuatan.
merupakan kaum yang cukup sulit untuk memiliki hal Tindakan tersebut merupakan pencerminan dari sifat
tersebut karena mereka adalah kaum yang melarat di sinkretisme Jawa yaitu cara menyatukan hal-hal yang
Indonesia (Soekarno, 1964). berbeda-beda dalam suatu wadah (Dahm, 1969).
Perjuangan kelas dan strata yang merupakan bagian Konsep sinkretisme ketiga ideologi tersebut pada
dari teori marxis adalah salah satu teori yang tidak dasarnya berangkat dari pertentangannya terhadap
diaplikasikan oleh Soekarno. Hal tersebut dikarenakan kapitalisme dan imperalisme. Kebenciannya terhadap
ia berpandangan bahwa persatuan dari berbagai kapitalisme terlihat dari kritiknya, menurut Soekarno
golongan itulah yang sesungguhnya dibutuhkan oleh (2001) dalam buku Indonesia menggugat, kapitalisme
Indonesia dan hal ini dapat dijadikan modal dalam adalah:
menyingkirkan kolonialisme yang telah berserikat “…sistem pergaulan hidup yang timbul dari cara
dengan imperialism dan kapitalisme. Marx yang tidak produksi yang memisahkan kaum buruh dari
suka akan nasionalisme sangat berbeda dengan Soekarno alat-alat produksi,kapitalisme timbul dari cara
karena baginya nasionalisme merupakan bagian yang produksi yang tidak sampai ke tangan kaum buruh
penting dalam perlawanan terhadap kapitalisme dan melainkan jatuh di dalam tangan kaum majikan.
Imperialisme yang terdapat di Indonesia. Meskipun Kapitalisme, oleh karenanya pula menyebabkan
begitu, ia adalah pengikut tradisi pemikirna Marxis, ini akumulasi kapital, konsentrasi kpaital, sentralisasi
dikarenakan oleh cara berpikirnya memperlihatkan ciri kapital, Kapitaslisme mempunyai arah kepada
dari cara berpikir tersebut seperti caranya dalam melihat verelending…(kemiskinan).”
sesuatu dengan titik pandang cara produksi (mode of Soekarno tidak sampai menjadi seorang komunis
production). Memiliki pandangan yang maju ke depan meskipun ia sangat anti kapitalis. Hal ini ia ungkapkan
merupakan bagian dari marhaenisme. Marhaenisme dalam beberapa kesempatan: “Dalam bidang politik,
adalah antithesis dari imperialisme yang mempratikan Soekarno adalah nasionalis. Dalam bidang ideology,
keserakahan dalam menguras sumber daya alam dan aku menjadi sosialis. Aku katakan, aku bukanlah
kekayaan di Indonesia (Soekarno, 1964). komunis. Aku seorang sosialis. Aku seorang kiri”. Bagi
Dengan perjalanan yang tidak begitu sempurna Soekarno, orang-orang kiri sebenarnya adalah orang
namun Soekarno tetap mencoba untuk menunjukkan yang justru memiliki kemauan agar terjadi perubahan
bukti bahwa ketiga paham Nasakom tersebut dapat dalam kekuasaan yang dikendalikan oleh imperialis dan
berjalan beriringan di negeri jajahan, pada beberapa kapitalis. Nasionalise hendaknya diikuti dengan keadilan
bagian ia dapat salingn menutupi satu sama lainnya. sosial, karena tanpa itu maka ia menjadi bukan apa-
Dengan jalan yang tidak mudah, bisa membuktikan apa dan nihil semata. Ia juga mengungkapkan bahwa
bahwa hal tersebut bisa dijadikan teladan bagi sosialisme dengan Declaration of Independence-nya AS
pemimpin di negeri lain. Soekarno dengan keyakinan dapat dicari dan diambil persamaannya. Persamaan
teguh dengan terang benderang menampakkan cita- pada sisi spiritual antara Islam dan Kristen kemudian
cita untuk menjadi satu kesatuan. Ia juga yakin jika persamaan ilmiah dari Karl Marx, persamaan tersebut
pemimpin-pemimpin besar yang ada di Indonesia sadar menurut Soekarno dapat diadopsi. Setelah itu dapat
akan pentingnya persatuan. Karena dengan persatuan diramu dengan memasukkan unsur gotong royong
itulah dapat membawa Indonesia ke arah kebesaran yang berperan sebagai jiwa ideologi. Dari hasil ramuan
dan kemerdekaan. Meskipun terdapat perbedaan dalam tersebut maka dapat melahirkan sosialisme Indonesia
pemikiran, kemauan dari masing-masing pihak namun (Adams, 2018).
ia menunjukkan bahwa persatuan dapat terwujud Fakta tentang Soekarno dan pemikirannya seperti
(Soekarno, 1964). yang terurai di atas tidak sepenuhnya didapatkan di
sekolah. Padahal hal tersebut sebaiknya tersampaikan kita
siswa khususnya siswa di sekolah menengah atas, di mana pergerakan), baik yang berbasis komunis maupun
mereka sudah mampu dalam menganalisis dan berpikir yang nasionalis, (baik yang agamis maupun yang
kritis. Informasi yang mereka dapatkan hendaknya sekuler), guna menghadapi penjajahan pemerintah
jangan terbatas dengan materi yang telah tersedia di Hindia Belanda. Namun sayangnya pada tahun
dalam buku teks saja. Menurut Heychael dalam Maman 1926 dan awal tahun 1927 PKI dengan ambisinya
(2018, hlm. 98) bahwa buku teks sejarah ialah sebagai melakukan gerakan sendiri melawan kekuasaan
bentuk dari implementasi pewacanaan identitas nasional Belanda dan akhirnya dapat dihancurkan oleh
dan teks-teks yang terdapat di dalamnya bisa dipastikan Belanda.
mengakomodir sebagian dari pengetahuan yang utuh Kemudian pada buku sejarah kelas XII semester 1
dan menyisihkan bagian pengetahuan lainnya. Begitu terdapat sedikit materi yang berkaitan dengan nasakom
juga buku teks yang digunakan di sekolah, ideologi seperti yang terlihat di bawah ini:
kenegaraan dengan perantara kebijakan pendidikan dan Soekarno yakin bahwa gerakan komunisme bisa
kebijakan kurikulum sangat mempengaruhi buku teks dikendalikan, sedangkan Hatta sangat menentang
tersebut. Seperti halnya pembelajaran tentang ideologi gerakan komunisme dan menganggapnya sebagai
marxisme ataupun komunisme yang di larang pada bahaya laten yang harus dilenyapkan. Presiden
masa pemerintahan orde baru. Materi tersebut dianggap Soekarno kemudian berusaha mendesak para
sebagai sesuatu yang kontroversial. tokoh partai PNI, Masyumi, NU dan PSII agar mau
Purwanto (2009) membedakan sejarah kontroversial menerima wakil PKI atau pun simpatisannya untuk
menjadi dua bagian yaitu sejarah kontrovesial politis duduk dalam kabinet. Namun kehendak Presiden
dan sejarah kontroversial keilmuan. Ia menyebutkan Soekarno tersebut tidak bisa diterima oleh tokoh-
bahwa sejarah kontroversial politis mengacu pada azas tokoh dari ketiga partai tersebut (Sadirman A.M.
kepentingan dari pemerintah. Hal ini dilakukan sebagai dan Lestringsih, 2017, hlm. 58-59).
upaya dalam mempertahankan kekuasaannya. Berbeda Dapat dilihat bahwa dengan hanya mengacu
halnya dengan sejarah kontroversial keilmuan yang pada buku teks, bukan tidak mungkin justru akan
justru bersangkutan dengan tidak mampunya secara menimbulkan salah persepsi pada peserta didik. Maka
historiografis maupun metodologis dalam melaksanakan sangat diperlukan kekayaan sumber informasi yang
konstruksi begitupun rekonstruksi tentang masa lalu harus digali baik guru maupun siswa.
terkait dengan subjektifitas yang lemah dan pemaknaan Pembelajaran tentang ideologi marxisme yang
terhadadp pembelajaran sejarah. Kontroversi dalam merupakan bagian dari konsep nasakom bukan berarti
materi pembelajaran sejarah sangat kental pada masa untuk menumbuhkan kembali bibit ideologi tersebut
pemerintahan Orde Baru, dimana peran Soekarno kepada anak didik akan tetapi menjadi pembelajaran bagi
dan hasil ide, gagasan, serta pemikirannya seperti peserta didik tentang Soekarno dan pemikirannya. Serta
tersamarkan bahkan beberapa bagian dilarang termasuk menjadi pelurusan fakta sejarah di mana Soekarno disalah
materi yang berkaitan dengan nasakom. Namun seiring artikan sebagai seorang komunis padahal ia sendiri telah
perkembangan politik dan pemegang kekuasaan, hal menentang hal tersebut. Telah diungkapkan sebelumnya
tersebut sedikit mengalami perubahan meskipun memori bahwa Soekarno bukan seorang komunisme, ia justru
kolektif yang telah terbentuk sulit untuk dihilangkan. berusaha untuk mempersatukan ideologi-ideologi
Berikut ini adalah materi yang berkaitan dengan tersebut untuk kepentingan bangsa agar tidak terjadi
nasakom yang terdapat pada buku teks sejarah kelas XI perpecahan meskipun ideologi komunisme dianggap
semester 1 (Sadirman A.M. dan Lestringsih, 2017, hlm bertentangan dengan ideologi bangsa Indonesia.
203):
Dalam rangka merealisasikan gagasan tentang SIMPULAN
persatuan itu, Ir. Sukarno ingin membentuk wadah Pembelajaran sejarah hendaknya bukan sarana untuk
persatuan dengan memadukan aliran nasionalisme, menjustifikasi suatu fakta ataupun peristiwa dengan
Islam dan marxisme, sehingga merupakan kekuatan kaitan benar atau salahnya peristiwa sejarah tersebut
moral dan nasionalisme yang kokoh. Gagasan namun lebih berorientasi pada penanaman nilai yang
tentang persatuan dan kerja sama antarorganisasi dapat diserap oleh siswa dari peritiwa tersebut. Dengan
itu sudah lama didengungkan oleh PI. Bahkan referensi yang lebih kaya maka siswa diharapkan dapat
“persatuan” menjadi salah satu asas perjuangan PI. memahami bahwa setiap ideologi memiliki kekurangan
Tahun 1926 Moh. Hatta dengan tegas menyatakan dan kelebihan. Nasakom yang bukan sekedar konsep
perlunya diciptakan “blok nasional” yang terdiri Soekarno namun juga sebuah ideologi yang berusaha
atas partai-partai politik (organisasi-organisasi di diterapkan meskipun hal tersebut mengalami
HISTORIA: Jurnal Pendidik dan Peneliti Sejarah, p-issn:2620-4789 | e-issn:2615-7993
63
Ema Agustina
Soekarno, Nasakom, dan Buku di Bawah Bendera Revolusi sebagai Materi Ajar pada Mata Pelajaran Sejarah SMA
kegagalan. Ideologi nasakom khususnya yang dianggap Maman, M. S. (2018). Identitas nasional dalam buku teks
ideologi kiri, meskipun dianggap berbahaya dan dapat pelajaran sejarah SMA. HISTORIA: Jurnal Pendidik
menghancurkan bangsa namun pada dasarnya bukanlah dan Peneliti Sejarah, I (II), 97-104.
ideologinya yang berbahaya akan tetapi oknum yang Pamudyaningtyas, B.M. (2011). Gagasan soekarno
menyelewengkan ideologi tersebutlah yang berbahaya tentang nasakom dan sosialisasinya pada tahun
(Winata, 2017). 1960-1965. Tesis Universitas Sanata Dharma. Tidak
diterbitkan
REFERENSI Purwanto, B. (2009). Gagalnya historiografi
Abdurakhman, Arif. P, Linda. S., dan Susanto. Z indonesiasentris. Yogyakarta: Ombak
(Kontributor). (2015). Sejarah indonesia untuk Sadirman A.M. dan Lestringsih, A.D (Kontributor).
SMA/MA/SMK/MAK Kelas XII Semester I. Jakarta: (2017). Sejarah indonesia untuk SMA/MA/SMK/
Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, MAK kelas XI semester I. Jakarta: Pusat Kurikulum
Kemendikbud. dan Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud.
Adams, C. (2018). Bung karno penyambung lidah rakyat Soekarno. (1964). Di bawah bendera revolusi, jilid I.
indonesia (edisi revisi). Jakarta: Yayasan Bung Karno (Cetakan Ketiga). Jakarta: Panitia Penerbit Di
dan Yogyakarta: Media Pressindo. Bawah Bendera Revolusi.
Cenne, A.A. (2016). Pemikiran politik soekarno tentang Soekarno. (1983). Indonesia menggugat. Jakarta:
nasakom rentang 1959-1966. Skripsi Unhas, tidak Departemen Penerangan Republik Indonesia.
diterbitkan. Tabroni, R. (2015). Komunikasi politik soekarno
Dahm, B. (1969). Sukarno and the struggle for indonesia mengguncang dunia lewat pidato dan tulisan.
independence. Ithaca and London: Cornell Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
University Press. Winata, L dan Purwaningsih, S.M. (2017). Nasakom
Feith, H. (1995). Soekarno dan militer dalam demokrasi sebagai ideologi negara 1956-1965. Jurnal Avatara,
terpimpin. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. V (III), 728-737.
Feith, H dan L. Castles. ed. (1988). Pengantar dalam Yanlua, M.A. (2017). Studi perbandingan pemikiran
pemikiran politik indonesia 1945-1965. Jakarta: Nasakom bung karno dan piagam madinah dalam
LP3ES , pp. xiI-Ixvii. konteks indonesia. Skripsi UIN Alauddin Makasar:
Hasan, S.H. (2012). Pendidikan Sejarah Untuk Tidak diterbitkan
Memperkuat Pendidikan Karakter. Jurnal Paramita,
V (I), 81-95. ISSN: 0854-0039.
Kasenda, P. (2014). Sukarno, marxisme & leninisme:akar
pemikiran kiri dan revolusi indonesia. Depok:
Komunitas Bambu.