100% found this document useful (1 vote)
131 views11 pages

Perlindungan Hukum Terhadap Hak Cuti Pekerja Perempuan Hamil

This document summarizes a study on the legal protections for the leave rights of pregnant women workers in Indonesia. The study examines cases of miscarriage and infant mortality at an ice cream company in Bekasi. It finds that while the company grants leave rights to pregnant employees in accordance with the law, the implementation is not fully in line with the law due to the lack of a collective labor agreement. As a result, workers' rights are not fully realized. The legal protections provided under Law No. 13-2003 include criminal sanctions and fines for employers who violate workers' rights. The study concludes that the form of legal protection for pregnant women workers should be through clearly defined rights and obligations.
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
100% found this document useful (1 vote)
131 views11 pages

Perlindungan Hukum Terhadap Hak Cuti Pekerja Perempuan Hamil

This document summarizes a study on the legal protections for the leave rights of pregnant women workers in Indonesia. The study examines cases of miscarriage and infant mortality at an ice cream company in Bekasi. It finds that while the company grants leave rights to pregnant employees in accordance with the law, the implementation is not fully in line with the law due to the lack of a collective labor agreement. As a result, workers' rights are not fully realized. The legal protections provided under Law No. 13-2003 include criminal sanctions and fines for employers who violate workers' rights. The study concludes that the form of legal protection for pregnant women workers should be through clearly defined rights and obligations.
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
You are on page 1/ 11

Jurnal Hukum Bisnis Bonum Commune

Volume 4 Nomor 1
Februari 2021
Rismaenar Triyani
Dwi Desi Yayi Tarina
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK CUTI PEKERJA PEREMPUAN HAMIL
(STUDI PADA PERUSAHAAN ES KRIM DI BEKASI)
Rismaenar Triyani1, Dwi Desi Yayi Tarina2

Abstract
This study aims to determine how the implementation of the provision of leave rights for pregnant women
workers by companies, one of which is an ice cream company in Bekasi and what form of legal protection is
provided by the government to protect pregnant women workers if their leave rights are not fulfilled. This study
on cases of miscarriage and infant mortality at an ice cream company in Bekasi is the basis for research on how
to apply the provision of leave rights and protection for pregnant women workers in these companies in
accordance with Law No. 13-2003. The method used by the researcher is the normative juridical method that is
included in the interview, focusing on legal provisions such as laws, and literature related to legal protection of
workers after which it is linked to the case that is the subject of the review. The results showed that the rights
granted by ice cream companies to pregnant women workers regarding reproductive rights, namely the right to
leave are in accordance with statutory provisions and the status of workers as indefinite time workers or
permanent workers, only the implementation is still not in accordance with the provisions. Law No. 13-2003,
this is influenced by the absence of a collective labor agreement (PKB) between employers and workers / labor
unions which makes workers not know exactly what rights and obligations are obtained outside of Law No. 13-
2003 so that workers or laborers suffer losses because they cannot get their rights in full. Legal protection
provided by Law No. 13-2003 is in the form of criminal sanctions and/or fines imposed on employers who violate
statutory provisions. The form of legal protection for pregnant women workers is the provision of rights and
obligations.
Keywords: legal protection; pregnant women workers; reproductive rights
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penerapan pemberian hak cuti bagi pekerja
perempuan hamil yang dilakukan oleh para perusahaan salah satunya adalah perusahaan es krim di
Bekasi serta bentuk perlindungan hukum apa yang diberikan pemerintah untuk melindungi para
pekerja perempuan hamil jika tidak terpenuhi hak cuti nya. Kajian mengenai kasus keguguran dan
kematian bayi pada perusahaan es krim di Bekasi ini menjadi dasar penelitian bagaimana penerapan
pemberian hak cuti dan perlindungan bagi pekerja perempuan hamil pada perusahaan tersebut sesuai
dengan UU No. 13-2003. Metode yang dipakai oleh peneliti ialah metode yuridis normatif yang
disertakan oleh wawancara, berfokus pada ketentuan hukum seperti undang-undang, dan literatur-
literatur berhubungan dengan perlindungan hukum terhadap pekerja setelah itu dihubungkan
dengan kasus yang menjadi pokok ulasan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian hak yang
dilakukan oleh perusahaan es krim terhadap pekerja perempuan hamil mengenai hak reproduksi,
yaitu hak cuti nya sudah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan status pekerja sebagai
pekerja waktu tidak tertentu atau pekerja tetap, hanya penerapannya masih belum berjalan sesuai
ketentuan UU No. 13-2003, hal ini dipengaruhi oleh tidak adanya perjanjian kerja bersama (PKB)
antara pengusaha dengan organisasi serikat pekerja/buruh yang menjadikan buruh tidak mengetahui
secara pasti hak dan kewajiban apa yang didapatkan diluar dari UU No. 13-2003 sehingga pekerja
atau buruh mengalami kerugian karena tidak dapat mendapatkan hak nya secara penuh.
Perlindungan hukum yang diberikan oleh UU No. 13-2003 berupa sanksi pidana dan/atau denda
yang dijatuhkan kepada pihak pengusaha yang melanggar ketentuan perundang-undangan. Bentuk
perlindungan hukum bagi pekerja perempuan hamil berupa pemberian hak dan kewajiban.
Kata kunci: pekerja perempuan hamil; hak reproduksi; pekerja perempuan hamil; perlindungan
hukum

1 Fakultas Hukum Universitas Pembanguan Nasional Veteran Jakarta, Jl. RS Fatmawati Raya, Pondok
Labu, Kec. Cilandak, Depok, Jawa Barat 12450 | [email protected].
2 Fakultas Hukum Universitas Pembanguan Nasional Veteran Jakarta, Jl. RS Fatmawati Raya, Pondok

Labu, Kec. Cilandak, Depok, Jawa Barat 12450 | [email protected].

98
Perlindungan Hukum Terhadap Hak Cuti…

Pendahuluan
Manusia yang melakukan pekerjaan pada dasarnya disebut sebagai seorang pekerja.
Definisi pekerja sendiri berbeda dengan definisi tenaga kerja, setiap orang yang mampu
memenuhi kebutuhan sendiri maupun orang lain dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU No. 13-2003)
sedangkan, dalam Pasal 1 angka 3 nya disebutkan bahwa penerima upah atau imbalan
dalam bentuk lain dengan melakukan pekerjaan disebut pekerja atau buruh. Dengan
demikian dapat diartikan bahwa pekerja adalah setiap orang yang melakukan pekerjaan dan
mendapatkan upah atau imbalan lain.3 Bangsa Indonesia memiliki konsep tersendiri
mengenai bekerja dalam suatu hubungan industrial yang berbeda dengan bangsa lain.
Bekerja di Indonesia bukan hanya sekedar untuk mencari nafkah semata, melainkan sebuah
pengabdian manusia kepada Tuhan Yang Maha Esa dan bakti terhadap sesama manusia,
masyarakat, bangsa dan negara. Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa bekerja sebagai
bentuk pengabdian kepada Tuhan serta bangsa dan negara.
Pada dunia kerja tidak ada hal yang membedakan antara pekerja laki-laki dan
perempuan, keduanya memiliki kesempatan kerja yang sama untuk mendapatkan pekerjaan
yang dapat menghasilkan barang atau jasa agar mendapatkan imbalan atau upah sehingga
dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Secara normatif memang pekerja perempuan dan
pekerja laki-laki menikmati persamaan hak, namun secara keseluruhan keadaan pekerja
perempuan masih jauh dari harapan, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Apabila
secara yuridis formal hak perkerja perempuan telah terjamin dan diatur oleh konstitusi,
karena merupakan tanggung jawab negara untuk melindungi perempuan sebagai warga
negara untuk dapat menikmati hak asasi dan kebebasan dasarnya. 4 Maka dari itu
seharusnya perlindungan hak-hak perempuan beserta penerapan hak asasi manusia (HAM)
terhadap perempuan dapat terlaksana. Kenyataannya, kasus pelanggaran hak asasi manusia
perempuan masih terjadi, salah satunya ketimpangan gender.5 Tidak jarang terjadi
ketimpangan gender antara pekerja laki-laki dan perempuan. Ketimpangan gender di
bidang tenaga kerja dapat dilihat pada Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)
perempuan dan laki-laki. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pada Februari 2017
masih terdapat perbedaan gender yang besar antar TPAK. Indikator TPAK laki-laki pada
Februari 2017 sebesar 83,05%, sedangkan untuk perempuan hanya 55,04%. Pekerja
perempuan dibayar lebih rendah dari pekerja laki-laki, yaitu hanya sekitar 77,85 dari gaji
yang diterima pekerja laki-laki.6 Adanya diskriminasi pekerjaan antara pekerja perempuan
dan laki-laki ini yang menyebabkan pekerja perempuan mendapatkan bayaran atau upah

3 Hadis T. R., “Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Waktu Tertentu Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan”; Ideas: Jurnal Pendidikan, Sosial, dan Budaya, 6.2
(2020), 203-212 <https://www.jurnal.ideaspublishing.co.id/index.php/ideas/article/view/267>
4 Panjaitan A.A., Purba C. S., “Tantangan Yang Dihadapi Perempuan Di Indonesia: Meretas Ketidak-

adilan Gender”; Jurnal Hukum Media Bhakti, 2018, 70-95 <http://journal.fhupb.ac.id/index.php/j-


hmb/article/view/21>
5 Adityarani N. W., “Hak Cuti Melahirkan Bagi Pekerja Perempuan Sebagai Penerapan Hukum Hak

Asasi MAnusia Dan Perlindungan Hukum Bagi Perempuan Di Indonesia”; Jurnal Fundamental Justice,
1.1 (2020), 14-20 <https://journal.universitasbumigora.ac.id/index.php/fundamental/article/view/-
631>
6 Susiana S., “Perlindungan Hak Pekerja Perempuan Dalam Perspektif Feminisme”; Jurnal DPR, 8.2

(2017), hlm.208.

99
Jurnal Hukum Bisnis Bonum Commune
Volume 4 Nomor 1
Februari 2021
Rismaenar Triyani
Dwi Desi Yayi Tarina
lebih rendah karena mayoritas dari perempuan lebih banyak melakukan pekerjaan pada
bidang yang kemampuannya rendah akibat dari akses pendidikan yang berbeda, sehingga
berpengaruh dengan pendapatannya. Peningkatan jumlah angkatan kerja sebesar 2,39 juta
terjadi pada Februari 2018, menjadikan TPAK meningkat 0,18% dari sebelumnya.7 Hal ini
terjadi dan terlihat seperti biasa saja di Indonesia karena tata nilai sosial budaya di negara
kita ini yang umumnya lebih mengutamakan laki-laki sebagai pencari nafkah utama dari
pada perempuan dengan pandangan bahwa peran perempuan hanya sebagai pekerja
domestik dan bukan sebagai pencari nafkan utama.
Perlindungan hukum bagi tenaga kerja memang diperlukan, mengingat kesetaraan
dan keadilan dibidang ketenagakerjaan sering di abaikan oleh pemerintah. Salah satu yang
perlu diperhatikan ialah mengenai hak reproduksi pekerja perempuan. Hak reproduksi
adalah hak khusus yang berkaitan dengan fungsi reproduksi yang melekat pada diri wanita,
hak reproduksi pekerja perempuan sering diabaikan yang akhirnya pekerja perempuan
mengalami diskriminasi gender. Oleh karena itu, guna tercapainya perlindungan bagi
pekerja perempuan diberlakukan peraturan khusus, seperti pelarangan kerja untuk pekerja
perempuan saat malam hari, pelarangan melakukan pekerjaan yang mengancam kesehatan
moral perempuan atau melanggar hak reproduksinya (ketentuan mengenai menstruasi,
maternitas, cuti hamil atau keguguran), karena setiap perempuan yang dalam masa
kehamilannya termasuk kedalam kelompok masyarakat rentan dan berhak memperoleh
perlindungan lebih baik untuk dirinya maupun kandungannya. Pasal 49 ayat (2) Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU No. 39-
1999) mengatur bahwa perempuan berhak mendapatkan perlindungan khusus dalam
pelaksanaan pekerjaan atau profesinya terhadap hal-hal yang dapat mengancam
keselamatan dan/atau kesehatannya berkenaan dengan fungsi reproduksi perempuan.
Selain itu pada Pasal 49 ayat (3) UU No. 39-1999 dinyatakan bahwa hak khusus yang
melekat pada diri perempuan dikarenakan fungsi reproduksi dijamin dan dilindungi oleh
hukum.8 Akan tetapi pemberian perlindungan khusus tersebut tidak selamanya
dilaksanakan dengan baik oleh para pengusaha.
Salah satu kasus perusahaan yang tidak memberikan dan menerapkan perlindungan
khusus terhadap pekerja perempuan hamil sesuai undang-undang ketenagakerjaan yang
ditentukan pemerintah adalah PT Alpen Food Industry yang bergerak dibidang food and
beverage industry yang kurang memperhatikan pekerja perempuan dan mengakibatkan
terjadi 13 kasus keguguran dan 5 kematian bayi sebelum dilahirkan pada tahun 2019, dan
bertambah kembali satu kasus keguguran serta satu kasus kematian bayi pada awal tahun
2020. Total kasus pada PT. Alpen Food Industry keseluruhan sebanyak 21 kasus. Hal ini
disebabkan karna pemberian beban kerja yang tidak sesuai dengan kondisi pekerja seperti
mengangkat gulungan plastik seberat 15 kilogram, tidak memberikan makanan dan

7 Badan Pusat Statistik, Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Februari 2020, (Berita Resmi Statistik, 2020)
hlm.20
8 Mustari M., Bakhtiar B., “Implementasi Nilai Kemanusiaan Dan Nilai Keadilan Pada Pekerja Perem-

puan (Analisis Terhadap Undang-Undang Ketenagakerjaan)”; SUPREMASI: Jurnal Pemikiran, Peneli-


tian Ilmu-ilmu Sosial, Hukum dan Pengajarannya, 15.1 (2020), 36-44 <https://ojs.unm.ac.id/supre-
masi/article/view/13484>.

100
Perlindungan Hukum Terhadap Hak Cuti…

minuman dengan gizi yang cukup, serta dipersulitnya pengajuan cuti hamil dan melahirkan
maupun keguguran oleh perusahaan.9 Penyebab dari kasus ini telah menimbulkan
kecemasan terhadap pekerja perempuan hamil yang menjadikan tekanan darahnya
meningkat sehingga memicu terjadinya preeklampsia dan keguguran. 10 Oleh karena itu,
merujuk terhadap inti dari Pasal 82 UU No. 13-2003 tentang pengaturan hak cuti bagi
perempuan hamil atau melahirkan dan keguguran diberikan waktu istirahat selama 1,5 (satu
setengah) bulan baik sebelum dan sesudah melahirkan dan juga setelah mengalami
keguguran sesuai dengan anjuran bidan atau dokter kandungannya. Hal ini juga dipertegas
oleh Pasal 49 ayat (3) huruf f dan huruf g Peraturan Daerah Kabupaten Bekasi Nomor 4
Tahun 2016 tentang Ketenagakerjaan. Pada peraturan yang telah dibuat ini, sudah sangat
jelas bahwa pihak perusahaan harus memberikan waktu istirahat kepada pekerja
perempuan yang sedang dalam masa kehamilan sebagai bentuk penerapan hak asasi
manusia dan perlindungan bagi pekerja perempuan hamil.
Kasus fatal yang terjadi pada PT. Alpen Food Industry disebabkan karena pihak
perusahaan tidak memiliki aturan khusus terkait perlindungan terhadap pekerja perempuan
sehingga dapat menyebabkan bahaya ergonomis potensial. Kewajiban menjaga kondisi kerja
yang mendukung untuk meningkatkan jaminan keselamatan kerja merupakan tanggung
jawab karyawan dan perusahaan sebagai pencegahan kecelakaan kerja.11 Setiap tempat kerja
atau kegiatan yang bisa menimbulkan tekanan terhadap fisik dan jiwa ataupun perlakuan
yang tidak pantas terhadap bagian tubuh seseorang menyebabkan ketidaknyamanan dalam
bekerja. Perempuan hamil dengan segenap perubahan dalam tubuhnya lebih sensitif
terhadap ketidaknyamanan dalam bekerja. Seperti beban tanggung jawab berlebihan,
ketidakserasian jam istirahat, pengaturan jadwal kerja yang buruk, dan tata ruang kerja yang
buruk dapat dikendalikan dengan peraturan yang ditetapkan oleh perusahaan. Mengenai
penempatan kerja sesuai jenis pekerjaan bagi pekerja perempuan hamil dapat disesuaikan
dengan beban kerjanya, agar pengendalian terhadap potensi terjadinya kejadian fatal seperti
pada kasus dapat diminimalisir. Pengendalian yang dilakukan dengan cara pengkajian
penerapan perlindungan hukum saat proses pekerjaan berlangsung dapat terencana dan
terprogram secara matang.
Penelitian dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Hak Cuti Pekerja
Perempuan Hamil (Studi Pada Perusahaan Es Krim di Bekasi)” ini belum pernah dilakukan
oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Tetapi, permasalahan mengenai perlindungan hukum
terhadap pekerja perempuan dan hak reproduksi memang pernah dilakukan penelitian oleh
beberapa orang, diantaranya Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Wanita Untuk Memperoleh
Hak-Hak Pekerja Dikaitkan Dengan Kesehatan Reproduksi, yang diteliti oleh Djakaria M
pada Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 3 Nomor 1 Tahun 2018, dengan rumusan masalah
bagaimana perlindungan hukum terhadap keselamatan, kesehatan dan hak-hak reproduksi

9 Sarinah, “Rangkuman Kasus AICE”, https://fsedar.org/rangkuman-kasus-aice/ (diakses pada


tanggal 20 Oktober 2020, Pukul 19:00 WIB)
10 Saputri I. S., Yudianti I., “Tingkat Kecemasan Ibu Hamil Trimester III Berdasarkan Kelompok Faktor

Resiko Kehamilan”; Jurnal Midwifery Update (MU), 2.1 (2020), 16-23 <http://jurnalmu.poltekkes-
mataram.ac.id/index.php/jurnalmu/article/view/72>
11 Gamal N. L., Taneo S. Y. M., Halim L, “JOB SATISFACTION AS A MEDIATION VARIABLE IN

THE RELATIONSHIP BETWEEN WORK SAFETY AND HEALTH (K3) AND WORK
ENVIRONMENT TO EMPLOYEE PERFORMANCE”; Jurnal Aplikasi Manajemen, 16.3 (2018), 486-493
<https://jurnaljam.ub.ac.id/index.php/jam/article/view/1268>

101
Jurnal Hukum Bisnis Bonum Commune
Volume 4 Nomor 1
Februari 2021
Rismaenar Triyani
Dwi Desi Yayi Tarina
pekerja wanita?12 Dalam penelitian ini hanya berfokus tentang hak pekerja wanita secara
keseluruhan dengan kesehatan produksi, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh penulis
hanya untuk hak cuti pekerja perempuan hamil pada PT. Alpen Food Industry.
Perlindungan Hukum Hak Kesehatan Reproduksi Perempuan, yang diteliti oleh Utari Dewi
Fatimah pada Jurnal Hukum Sasana Volume 5 Nomor 2 Tahun 2020, dengan rumusan
masalah bagaimana perlindungan hukum terhadap hak kesehatan reproduksi perempuan?13
Dalam penelitian ini lebih memfokuskan terhadap perlindungan kesehatan reproduksi
perempuan secara keseluruhan, sedangkan yang dilakukan penulis hanya pada kesehatan
kehamilan pekerja perempuan pada salah satu perusahaan yaitu PT. Alpen Food Industry.
Perlindungan Hukum Bagi Tenaga Kerja Perempuan Sebagai SPG (Sales Promotion Girls)
Studi Pada Perusahaan Depstore Kota Banda Aceh, yang diteliti oleh Khairani dan Lisna
Safarni pada Gender Equality: International Journal of Child nad Gender Studies Volume 5 Nomor
1 Tahun 2019, dengan rumusan masalah bagaimana perlindungan bagi pekerja perempuan
khususnya sebagai SPG di berbagai mall Kota Banda Aceh?14 Dalam penelitian ini lebih
memfokuskan terhadap SPG (Sales Promotion Girls) tanpa melihat kondisi pekerja
(hamil/tidak), sedangkan fokus penelitian yang dilakukan penulis adalah pekerja/buruh
perempuan hamil.
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dan mengkaji lebih lanjut dengan rumusan masalah: “bagaimana penerapan hak cuti bagi
pekerja perempuan hamil oleh perusahaan es krim di Bekasi?” yang penerapannya diatur
oleh UU No. 13-2003 sehingga dapat membawa kemanfaatan bagi pekerja dan perusahaan
guna meminimalisir terjadinya resiko kecelakaan kerja yang berpengaruh terhadap
operasional perusahaan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis, dalam salah satu
perusahaan yakni perusahaan es krim di Bekasi ini justru memberikan kesulitan terhadap
pekerja perempuan yang sedang hamil dalam proses untuk mendapatkan waktu istirahat
atau cuti dengan adanya pembuatan surat pernyataan yang berisikan bahwa pihak pekerja
tidak akan menuntut apapun pada perusahaan jika terjadi suatu hal yang tidak dinginkan,
lalu surat tersebut harus ditulis tangan dan ditanda tangani diatas materai 6000, membuat
para pekerja perempuan hamil sulit mengajukan hak nya tersebut mengingat terdapat
pernyataan “tidak akan menuntut apapun pada perusahaan jika terjadi suatu hal yang tida
diinginkan” dimana pernyataan tersebut menjadi pertimbangan pekerja perempuan hamil
terhadap kelangsungan pekerjaannya.

12 Djakaria M, “Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Wanita Untuk Memperoleh Hak-Hak Pekerja
Dikaitkan Dengan Kesehatan Reproduksi”; Jurnal Bina Mulia Hukum, 3.1 (2018).
13 Utari Dewi Fatimah, “Perlindungan Hukum Hak Kesehatan Reproduksi Perempuan” ; Jurnal

Hukum Sasana, 5.2 (2020), 212-233 <http://ejurnal.ubharajaya.ac.id/index.php/SASANA/article/vie-


w/101>
14 Khairani K., Safarni L., “Perlindungan Hukum Bagi Tenaga Kerja Perempuan Sebagai SPG (Sales

Promotion Girls), Studi Pada Perusahaan Depstore Kota Banda Aceh”; Gender Equality: International
Journal of Child and Gender Studies, 5.1 (2019), 105-116 <https://jurnal.ar-
raniry.ac.id/index.php/equality/article/view/5382>

102
Perlindungan Hukum Terhadap Hak Cuti…

Metode Penelitian
Metode dalam penelitian ini adalah metode penelitian yuridis normatif merupakan
riset yang dilaksanakan dengan mengkaji penelitian hukum positif seperti, undang-undang,
literatur-literatur atau bahan hukum tertulis lainnya untuk menyelesaikan suatu
permasalahan dalam penelitian normatif.15 Penunjang data penelitian ini didapatkan dengan
wawancara salah satu kuasa hukum pihak pekerja atau buruh.
Hasil Penelitian Dan Pembahasan
Penerapan Hak Cuti Pekerja Perempuan Hamil
Perusahaan yang baik, bertanggungjawab dan terintegritas harus selalu memberikan
perhatian lebih kepada pekerja karena menjadi sumber daya tumpuan penggerak kemajuan
perusahaan, salah satunya adalah perhatian terhadap pekerja perempuan hamil. Perhatian
lebih yang harus diberikan oleh perusahaan terhadap pekerja perempuan hamil ialah berupa
perlindungan terhadap hak reproduksinya. Dimana hak reproduksi ini mencakup hak cuti
menstruasi, hamil, melahirkan, dan gugur kandungan. Pada dasarnya hak yang diberikan
perusahaan es krim di Bekasi ini kepada pekerja atau buruh perempuannya sudah setara
dengan hak pekerja atau buruh perempuan pada perusahaan di Indonesia lainnya, yang
sudah sesuai dengan peraturan dalam UU No. 13-2003 seperti mendapatkan perlakuan
sama, cuti menstruasi, melahirkan atau keguguran kandungan dan hak-hak dasar lainnya.
Hanya saja pada penerapan dilapangannya masih tidak sesuai dengan ketentuan yang
berlaku sehingga mengakibatkan timbul permasalahan yang merugikan pekerja atau buruh.
Kerugian yang timbul akibat tidak diterapkannya hak cuti bagi pekerja perempuan
hamil, menyebabkan gangguan pada kesehatan para pekerja dan janin yang ada dalam
kandungannya. Dimana hal ini dapat mempengaruhi kinerja para pekerja yang akan
semakin menurun mengingat kondisi dari tubuhnya yang semakin melemah sehingga
mengancam keselamatan bagi pekerja perempuan dan juga bayi yang sedang di
kandungnya. Pekerja perempuan yang sedang hamil memiliki hak untuk menyampaikan
kepada perusahaan atau tempat dimana ia bekerja apabila pekerjaan yang diterima nya
dapat membahayakan kehamilannya.16 Hanya saja masih banyak pekerja perempuan yang
merasa sungkan atau takut untuk mengemukakan pendapatnya dengan alasan takut
kehilangan pekerjaannya. Padahal secara hukum setiap orang berhak mengemukakan
pendapatnya dengan tetap menghargai hak orang lain dan tidak melanggar hukum. Maka
dari itu pemerintah memberikan solusi dalam bentuk perlindungan mengenai peraturan cuti
hamil dan melahirkan yang harus diterapkan oleh perusahaan, yaitu pekerja perempuan
berhak mendapatkan istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum melahirkan dan 1,5
(satu setengah) bulan setelah melahirkan, hal ini diatur dalam Pasal 82 ayat (1) UU No. 13-
2003.17 Oleh karena itu, akan lebih baik jika dari pihak keluarga ataupun pekerja dan/atau
buruh menyertakan bukti tertulis kelahiran anak kepada pihak perusahaan mengenai cuti
ini. Walaupun dalam undang-undang ketenagakerjaan tertulis jelas bahwa pekerja

15 Efendi, Jonaedi, Ibrahim, Johnny, Metode Penelitian Hukum : Normatif dan Empiris, Kedua (Jakarta :
Kencana, 2018), hlm.234
16 Adiyanti A., Nanda N. “Studi Kasus Wanita Bekerja Menjelang Masa Melahirkan”; Jurnal RAP (Riset

Aktual Psikologi Universitas Negeri Padang), 9.2 (2018), 118-127 <http://ejournal.unp.ac.id/index.ph-


p/psikologi/article/view/102208>
17 Banjarani D. R., Andreas R., “Perlindungan dan Akses Hak Pekerja Wanita di Indonesia: Telaah

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Atas Konvensi ILO”; Jurnal HAM,
10.1 (2019), 115-126 < https://ejournal.balitbangham.go.id/index.php/ham/article/view/556/pdf>

103
Jurnal Hukum Bisnis Bonum Commune
Volume 4 Nomor 1
Februari 2021
Rismaenar Triyani
Dwi Desi Yayi Tarina
perempuan yang dalam masa istirahat atau cuti berhak mendapatkan upah secara penuh,
tetapi pada kenyataannya hal ini masih sering tidak diterapkan oleh perusahaan dan
menimbulkan permasalahan baru bagi pekerja. Permasalahan baru yang timbul karena tidak
diberikannya upah kepada pekerja yang sedang dalam waktu istirahat dan/atau cuti
memiliki efek tidak langsung yang mempengaruhi produktivitas pekerja, seperti
berkurangnya kemampuan untuk memenuhi kebututuhan primer secara optimal. Padahal
setiap pekerja berhak mendapatkan upah untuk menjalani kehidupan yang layak, hal ini
didasari pada Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 (UUD NRI Tahun 1945) intinya menyatakan setiap warga negara berhak mendapatkan
penghidupan yang layak.18 Apabila upah tidak diberikan secara penuh, maka kebututuhan
primer pekerja tidak dapat terpenuhi secara optimal sehingga tidak akan tercapainya
kehidupan yang layak bagi pekerja perempuan yang sedang menjalani cuti menstruasi,
hamil, melahirkan dan gugur kandungan dan jika ini tetap terjadi akan sangat
mempengaruhi pertumbuhan jumlah pekerja perempuan miskin di Indonesia yang akan
semakin meningkat.
Pekerja perempuan yang dalam masa kehamilan trimester pertama sangat rentan
mengalami keguguran baik akibat pekerjaan maupun hal lain diluar pekerjaan, dengan
adanya hal tersebut maka pemerintah memberikan perlindungan yang meringankan untuk
pekerja perempuan yang apabila mengalami keguguran dalam bentuk mendapatkan hak
cuti selama 1,5 (satu setengah) bulan dengan disertai surat keterangan dari dokter
kandungan atau bidan. Hal ini telah diatur dalam Pasal 82 ayat (2) UU No. 13-2003.19 Pada
realitanya, perusahaan es krim ini belum menerapkan peraturan mengenai cuti keguguran
dengan baik, sehingga para pekerja perempuan yang mengalami keguguran terpaksa harus
tetap bekerja dan tidak memiliki waktu istirahat sesuai yang telah ditentukan UU No. 13-
2003. Padahal, sanksi bagi perusahaan yang tidak memberikan hak cuti hamil, melahirkan,
dan keguguran sudah ditetapkan sangat jelas pada Pasal 185 UU No.13-2003 berupa sanksi
pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 4 tahun dan/atau denda paling
sedikit Rp.100.000.000 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.400.000.000 (empat ratus
juta rupiah). Dimana dengan adanya sanksi ini, seharusnya pihak perusahaan dapat
menerapkan hak cuti hamil, melahirkan, dan keguguran sesuai ketentuan yang telah
ditetapkan kepada pekerja perempuan hamil agar terhindar dari sanksi tersebut.
Peran pekerja perempuan yang sekaligus seorang ibu sangat penting terhadap
pertumbuhan dan perkembangan seorang anak pada awal kehidupannya. Salah satu peran
penting seorang ibu ialah memberikan gizi yang baik berupa ASI eksklusif kepada anaknya,
hal ini membuat pemberian hak cuti melahirkan sangat krusial karena hak cuti melahirkan
memiliki hubungan yang erat dengan hak menyusui yang menjadikan kedua hak ini perlu
diberikan secara bersamaan untuk saling melengkapi. Hak pemberian ASI telah diatur pada

18 Puspitawati D., Darmadha I. N., “PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM SEBAGAI PEKERJA


GOJEK BAGI PENYANDANG DISABILITAS TUNA RUNGU DALAM UNDANG-UNDANG
NOMOR 13 TAHUN 2003”; Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum, 7.11 (2019), 1-15 <
19 Soh haji, “Tinjauan Yuridis Mengenai Hak-Hak Khusus Pekerja Perempuan Berdasarkan Undang-

Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan”; Administrative & Governance Journal, 2.3
(2019), 454-469 < https://ejournal2.undip.ac.id/index.php/alj/article/view/6489>

104
Perlindungan Hukum Terhadap Hak Cuti…

Pasal 83 UU No. 13-2003 dimana pekerja diperbolehkan untuk menyusui atau memompa
ASI pada jam kerja serta disediakan ruangan menyusui.20 Selain pada UU No. 13-2003
peraturan mengenai pemberian waktu untuk pekerja perempuan yang menyusui juga telah
dijelaskan dalam Pasal 10 Konvensi 183 Tahun 2000 Konvensi tentang Revisi Terhadap
Konevnsi Tentang Perlindungan Maternitas (Revisi), 1952 (Konvensi 183). Tetapi, pada
implementasinya kebutuhan penyediaan fasilitas ramah ibu hamil dan menyusui masih
kurang diperhatikan oleh perusahaan yang menjadikan para pekerja perempuan hamil dan
menyusui kesulitan untuk mendapatkan haknya. Begitu juga dengan tidak adanya
peraturan pada undang-undang ketenagakerjaan terkait sanksi bagi perusahaan yang tidak
memberikan kesempatan pekerja perempuan untuk memompa ASI dan/atau menyusui
anaknya, menjadikan tidak adanya perlindungan bagi hak menyusui pekerja perempuan
yang mengakibatkan gizi untuk anak tidak dapat terpenuhi dengan baik dan perusahaan
dapat mengesampingkan hak pekerja perempuan tersebut. Segala peraturan yang telah
ditentukan berkenaan dengan hak pekerja perempuan memang sudah ditentukan dalam
undang-undang ketenagakerjaan, tetapi untuk menguatkan peraturan tersebut perlu
didukung oleh peraturan lainnya, seperti peraturan daerah dan peraturan perusahaan yang
penerapannya dapat disesuaikan juga dengan perjanjian kerja. Perjanjian kerja adalah
perjanjian antara pekerja atau buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat
syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak pekerja.21 Menurut pernyataan salah satu
kuasa hukum serikat pekerja atau buruh yang tergabung dalam Federasi Serikat Buruh
Demokratik Kerakyatan (F-SEDAR), pada perusahaan es krim tersebut, status pihak pekerja
awalnya adalah pekerja waktu tertentu. Perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) didasarkan
atas jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu, dibuat secara tertulis serta harus
menggunakan bahasa Indonesia dan huruf latin.22 Pihak pekerja waktu tertentu mendapat
Surat Keterangan (SK) pengangkatan sebagai pekerja waktu tidak tertentu atau pekerja tetap
setelah masa kerja kurang lebih 3 tahun. Dalam surat keterangan pengangkatan karyawan
tetap hanya tercantum dasar hukum yaitu UU No. 13-2003 dan anggaran dasar dari
perusahaan eskrim tersebut sebagai pertimbangan penetapan status pekerja dari pekerja
waktu tertentu menjadi pekerja waktu tidak tertentu atau pekerja tetap beserta adanya data
diri untuk kebutuhan sumber daya manusia pada perusahaan eskrim tersebut.
Berdasarkan penelitian isi dari Surat Keterangan (SK) pengangkatan karyawan tetap
ini sudah memuat sekurang-kurangnya nama dan alamat pekerja, tanggal mulai aktifnya
bekerja, jenis pekerjaan atau jabatan yang diberikan dan mulai berlakunya surat keterangan
tersebut. Dimana hal-hal yang dimuat dalam surat keterangan tersebut sudah sesuai dengan
selayaknya surat keterangan dibuat. Walaupun perubahan status terhadap pekerja dari
pekerja tidak tertentu menjadi pekerja waktu tidak tertentu atau pekerja tetap tidak merubah
hak dasar pekerja sesuai dalam UU No.13-2003 telah dijelaskan setiap pekerja mendapatkan

20 Marpaung T. R., “Kewajiban Pengusaha Menyediakan Ruang dan Waktu Laktasi Bagi Pekerja
Wanita Menyusui”; Jurist-Dicition, 3.6 (2020), 2343-2358 < https://e-journal.unair.ac.id/JD/artic-
le/view/22975>
21 Satria B. F., “Kewajiban Perusahaan Untuk Mencatatkan Pekerjaan Waktu Tertentu Pada Dinas

Ketenagakerjaan”; Jurnal Notaire, 3.3 (2020), 305-326 <https://e-journal.unair.ac.id/NTR/article/-


view/22838>
22 Efendi Z., Susetiyo W., “Analisis Kontrak Kerja Di Kantor Notaris: Tinjauan Undang-Undang No.13

Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan”; Jurnal Supremasi, 8.2 (2018), 50-64 <https://ejournal.unisbabl-
itar.ac.id/index.php/supremasi/article/view/487>

105
Jurnal Hukum Bisnis Bonum Commune
Volume 4 Nomor 1
Februari 2021
Rismaenar Triyani
Dwi Desi Yayi Tarina
hak atas upah yang layak, hak istirahat dan cuti, hak atas pemberhentian kerja (PHK), dan
hak mogok kerja.23 Tetapi, pencatuman hak beserta kewajiban pekerja secara rinci tetap
harus dilakukan agar tidak merugikan baik pihak pekerja atau buruh maupun pihak
perusahaan.
Penerapan pelaksanaan hak cuti bagi pekerja perempuan juga dipengaruhi oleh
pencantuman hak beserta kewajiban yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan para
pekerja atau buruh, maka dari itu perlu dibentuk adanya perjanjian kerja bersama yang
dilakukan antara pihak perusahaan dengan organisasi serikat pekerja atau buruh. Perjanjian
kerja bersama (PKB) merupakan suatu kesepakatan tertulis dengan menggunakan bahasa
Indonesia yang dibuat secara bersama-sama antara pengusaha atau beberapa pengusaha
dengan organisasi serikat pekerja atau buruh yang sudah terdaftar pada instansi yang
bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan.24 Perjanjian kerja bersama ini merupakan
sarana untuk membentuk kesepakatan baru berdasarkan atas kesepakatan pengusaha
dengan pihak pekerja atau buruh yang tidak diatur dalam undang-undang yang akan
menjadi sebuah peraturan apabila sudah terdapat kesepakatan dan dicantumkan dalam
perjanjian kerja bersama serta mengikat kedua belah pihak untuk dilaksanakan. Tetapi,
kenyataannya masih terdapat perusahaan yang tidak membuat perjanjian kerja bersama
antara serikat pekerja atau buruh, salah satunya perusahaan eskrim ini. Sehingga pekerja
atau buruh tidak bisa menuntut secara hukum mengenai hak dan kewajibannya yang
membuat pekerja atau buruh merasa dirugikan akibat tidak adanya perjanjian kerja bersama
(PKB).
Dengan tidak adanya pembuatan perjanjian kerja bersama pada perusahaan eskrim ini
membuat penerapan hak cuti terhadap pekerja perempuan hamil tidak berjalan dengan baik,
yang tentu membuat perusahaan mendapatkan manfaat guna meraih keuntungan yang
diraih dalam bentuk kestabilan produksi terhadap barang atau jasa yang akan
dipasarkannya. Lalu, dengan tidak adanya penambahan pekerja untuk menggantikan
pekerja yang cuti juga menjadi utilitas lain bagi perusahaan untuk dapat menghemat biaya
upah yang harus dikeluarkannya. Kemudian, terkait tujuan pemberian hak cuti hamil atau
melahirkan dan keguguran ialah sebagai upaya mendukung pemerintah menjaga kesehatan
reproduksi perempuan demi meningkatkan derajat hidup masyarakat.25 Oleh karena itu,
pengusaha harus memenuhi hak cuti bagi pekerja perempuan hamil yang telah diatur
undang-undang serta disetujui kedua belah pihak dalam perjanjian kerja maupun perjanjian
kerja bersama untuk pemenuhan hak asasi manusia dan mentaati peraturan yang telah
ditentukan oleh pemerintah, baik pemerintah daerah maupun pusat.

23 Azis A., Handrini A., Basri H., “Perlindungan Hukum Hak Pekerja Pada Perjanjian Kerja Waktu
Tertentu Dalam Ketenagakerjaan”; Jurnal Surya Kencana Satu: Dinamika Masalah Hukum dan Keadilan,
10.1 (2019), 59-74 <http://www.openjournal.unpam.ac.id/index.php/sks/article/view/3175/2476>
24 Aisha B. D., “Pemutusan Hubungan Kerja Yang Didasarkan Pada Pelanggaran Perjanjian Kerja

Besama” ; Jurist-Diction, 2.1 (2019), 63-76 < https://e-journal.unair.ac.id/JD/article/view/12098>


25 Adityarani N. W., “Hak Cuti Melahirkan Bagi Pekerja Perempuan Sebagai Penerapan Hukum Hak

Asasi Manusia Dan Perlindungan Hukum Bagi Perempuan Di Indonesia”; Jurnal Fundamental Justice,
1.1 (2020), 14-20

106
Perlindungan Hukum Terhadap Hak Cuti…

Kesimpulan
Hak pekerja perempuan memang telah dijamin dalam berbagai macam peraturan
perundang-undangan, baik nasional maupun konvensi internasional sebagai bentuk
perlindungan yang diberikan oleh pemerintah terhadap pekerja perempuan yang
menenekankan tujuan hukum untuk memberikan kesejetahteraaan khususnya pada hak
reproduksi seperti hak cuti hamil, melahirkan dan gugur kandungan. Tetapi, pelaksanaan
terhadap mekanisme penerapan hak tersebut terbukti masih belum terpenuhi secara utuh
terutama yang dilakukan oleh perusahaan eskrim di Bekasi ini. Dibutuhkan peraturan lain
diluar peraturan perundang-undangan seperti peraturan daerah, peraturan perusahaan serta
perjanjian kerja dan/atau perjanjian kerja bersama (PKB) untuk menunjang perlindungan
khusus terhadap hak dan kewajiban pekerja perempuan hamil agar tidak merugikan
pekerja.
Para pekerja perempuan berhak mendapatkan perlindungan dan perlakuan yang sama
tanpa adanya perbedaan sesuai dengan prinsip hak asasi manusia yang diatur dalam Pasal 3
ayat (3). Dengan adanya tindakan PT. Alpen Food Industry yang mengabaikan hak-hak
pekerja perempuan terutama pada hak reproduki selain dapat dikatakan sebagai
pelanggaran hak asasi manusia, juga melanggar ketentuan UU No. 13-2003.
Daftar Pustaka
Badan Pusat Statistik, Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Februari 2020, (Berita Resmi Statistik,
2020).
Susiana, Sali. “Perlindungan Hak Pekerja Perempuan Dalam Perspektif Feminisme.” Jurnal
DPR, vol. 8, no. 2, 2017, p. 208.
Dr. Mustari, M.Hum. "Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Perempuan." p. 202.
Adityarani, Nadhira Wahyu. “HAK CUTI MELAHIRKAN BAGI PEKERJA PEREMPUAN
SEBAGAI PENERAPAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA DAN PERLINDUNGAN
HUKUM BAGI PEREMPUAN DI INDONESIA.” Jurnal Fundamental Justice, 2020,
doi:10.30812/fundamental.v1i1.631.
Adiyanti, Adiyanti, and Nanda Nanda. “STUDI KASUS WANITA BEKERJA MENJELANG
MASA MELAHIRKAN.” Jurnal RAP (Riset Aktual Psikologi Universitas Negeri Padang),
2018, doi:10.24036/rapun.v9i2.102208.
Aisha B. D. “Pemutusan Hubungan Kerja Yang Didasarkan Pada Pelanggaran Perjanjian
Kerja Besama.” Jurist-Diction, 2019, doi:10.20473/jd.v2i1.12098.
Azis A., Handrini A., Basri H., “Perlindungan Hukum Hak Pekerja Pada Perjanjian Kerja
Waktu Tertentu Dalam Ketenagakerjaan." Jurnal Surya Kencana Satu: Dinamika Masalah
Hukum dan Keadilan, 2019, doi:10.32493/jdmhkdmhk.v10i1.3175
Banjarani, Desia Rakhma, and Ricco Andreas. “Perlindungan Dan Akses Hak Pekerja Wanita
Di Indonesia: Telaah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
Atas Konvensi ILO.” Jurnal HAM, 2019, doi:10.30641/ham.2019.10.115-126.
Djakaria, Mulyani. “PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEKERJA WANITA UNTUK
MEMPEROLEH HAK-HAK PEKERJA DIKAITKAN DENGAN KESEHATAN
REPRODUKSI.” Jurnal Bina Mulia Hukum, 2018.
Efendi Z., Susetiyo W.“Analisis Kontrak Kerja Di Kantor Notaris: Tinjauan Undang-Undang
No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan." Jurnal Supremasi, 2018, doi:10.3-
547/supremasi.v.8i2487.
Fatimah, Utari Dewi. “PERLINDUNGAN HUKUM HAK KESEHATAN REPRODUKSI

107
Jurnal Hukum Bisnis Bonum Commune
Volume 4 Nomor 1
Februari 2021
Rismaenar Triyani
Dwi Desi Yayi Tarina
PEREMPUAN.” Jurnal Hukum Sasana, 2020, doi:10.31599/sasana.v5i2.101.
Gamal N. L., Taneo S. Y. M., Halim L. “JOB SATISFACTION AS A MEDIATION VARIABLE
IN THE RELATIONSHIP BETWEEN WORK SAFETY AND HEALTH (K3) AND
WORK ENVIRONMENT TO EMPLOYEE PERFORMANCE.”Jurnal Aplikasi Manaje-
men, 2018, doi:10.21776/ub.jam.2018.016.03.13.
HADIS, Trisno R. "Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Waktu Tertentu Bedasarkan
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan." Ideas: Jurnal
Pendidikan, Sosial, dan Budaya, 2020, doi:10.32884/ideas.v6i2,267.
Khairani K., Safarni L. “Perlindungan Hukum Bagi Tenaga Kerja Perempuan Sebagai SPG
(Sales Promotion Girls) Studi Pada Perusahaan Depstore Kota Banda Aceh." Gender
Equality: International Journal of Child and Gender Studies, 2020, doi:10.22373/equalit-
y.v5i1.5382.
Panjaitan A.A., Purba C. S., “Tantangan Yang Dihadapi Perempuan Di Indonesia: Meretas
Ketidakadilan Gender”; Jurnal Hukum Media Bhakti, 2018, doi:10.32501/jhmb.v2i1.21.
Marpaung, Timothy Ronald. “Kewajiban Pengusaha Menyediakan Ruang Dan Waktu
Laktasi Bagi Pekerja Wanita Menyusui.” Jurist-Diction, 2020, doi:10.20473/jd.v3i6.2-
2975.
Mustari, Mustari, and Bakhtiar Bakhtiar. “IMPLEMENTASI NILAI KEMANUSIAAN DAN
NILAI KEADILAN PADA PEKERJA PEREMPUAN (Analisis Terhadap Undang-
Undang Ketenagakerjaan).” SUPREMASI: Jurnal Pemikiran, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial,
Hukum Dan Pengajarannya, 2020, doi:10.26858/supremasi.v15i1.13484.
Puspitawati D., Darmadha I. N., “PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM SEBAGAI
PEKERJA GOJEK BAGI PENYANDANG DISABILITAS TUNA RUNGU DALAM
UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003”; Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum,
2019, doi:10.24843/KM.2019.v07.i03.p11.
Saputri I. S., Yudianti I. "Tingkat Kecemasan Ibu Hamil Trimester III Berdasarkan Kelompok
Faktor Resiko Kehamilan." Jurnal Midwifey Updat (MU), 2020, doi:10.32807/jmu.v2i1.72.
Satria B. F. "Kewajiban Perusahaan Untuk Mencatatkan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
Pada Dinas Ketenagakerjaan." Jurnal Notaire, 2020, doi:10.20473/ntr.v3.i3.22838.
Sonhaji, Sonhaji. “Tinjauan Yuridis Mengenai Hak-Hak Khusus Pekerja Perempuan
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.”
Administrative Law and Governance Journal, 2019, doi:10.14710/alj.v2i3.454-469.
Sarinah. “Rangkuman Kasus Aice.” https://fsedar.org/rangkuman-kasus-aice/(diakses
pada tanggal 20 November 2020).

108

You might also like