0% found this document useful (0 votes)
46 views14 pages

ID Efektivitas United Nations Missions Organization in The Demorcatic Republic of T

This document summarizes a research paper on the effectiveness of the United Nations Organization Mission in the Democratic Republic of Congo (MONUC) in conflicts in the DRC. The research finds that MONUC was ineffective in achieving its goals of protecting civilians, as it failed to prevent mass killings, rapes and human rights abuses during periods of conflict from 1999-2010. While MONUC's mandate expanded over time in response to escalating violence, it did not have the capability to curb the sporadic conflicts or protect civilians as intended. The research uses theories of international organization effectiveness to analyze MONUC's performance against its mandates.

Uploaded by

Streaming Bola
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as DOCX, PDF, TXT or read online on Scribd
0% found this document useful (0 votes)
46 views14 pages

ID Efektivitas United Nations Missions Organization in The Demorcatic Republic of T

This document summarizes a research paper on the effectiveness of the United Nations Organization Mission in the Democratic Republic of Congo (MONUC) in conflicts in the DRC. The research finds that MONUC was ineffective in achieving its goals of protecting civilians, as it failed to prevent mass killings, rapes and human rights abuses during periods of conflict from 1999-2010. While MONUC's mandate expanded over time in response to escalating violence, it did not have the capability to curb the sporadic conflicts or protect civilians as intended. The research uses theories of international organization effectiveness to analyze MONUC's performance against its mandates.

Uploaded by

Streaming Bola
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as DOCX, PDF, TXT or read online on Scribd
You are on page 1/ 14

EFEKTIVITAS UNITED NATIONS MISSIONS ORGANIZATION IN THE

DEMORCATIC REPUBLIC OF THE CONGO (MONUC) DALAM KONFLIK DI


REPUBLIK DEMOKRASI KONGO

Oleh:
Abdul Latif1
Ahmad Jamaan2

Email and Phone: [email protected] / +628 5271 777 42

Jurusan Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Riau Kampus Bina Widya km. 12,5 Simpang Baru-Pekanbaru 28293
Telp. (0761) 63277, 23430

Abstract

This research describes effectiveness of MONUC while maintained their missions


as peacekeeper in Democratic Republic of the Congo. It examines the missions that
MONUC did during 1999 until 2010. MONUC is a peacekeeping mission authorized by
United Nations Security Council. Its initial aims were to watch the implementation of
Lusaka Ceasefire Agreement, ceasefire agreement of Congo War II. Later, its aims were
expanded due to the complexity of conflicts in Democratic Republic of the Congo until
June 2010. Its capability also changed from the traditional peacekeeper based on
Chapter VI UN Charter became more robust mission, adopted from Chapter VII UN
Charter. However, the presence of MONUC in Democratic Republic Congo was unable
to prevent to massive victims of the sporadic conflicts. Mass murder, rape, looting, and
other human right abusive acts, occurred in the country left MONUC had nothing much
to do. This research is a qualitative research. It uses the library research method with
that collecting secondary data from books, journals, and internet. It uses international
organization theory and organization effectiveness to explain MONUC during working
its mandates. The result of this research shows MONUC was ineffective on its missions. It
failed to protect the civilians as protection is its ultimate goal in the country.

Keyword: Democratic Republic of the Congo, effectiveness, MONUC, peacekeeping,


rebellion

Pendahuluan
Pasukan Perdamaian PBB, atau yang dikenal sebagai pasukan peacekeeping, merupakan
suatu pasukan yang berada di bawah komando Dewan Keamanan PBB melalui Department of
Peacekeeping Operations. Pasukan perdamaian ini dikirim oleh Dewan Keamanan PBB dengan

1
Mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Riau Angkatan
2009.
2
Dosen Jurusan Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Riau.

1
tugas secara umum untuk menjaga dan mengawasi proses perdamaian di negara-negara anggota
PBB. Pasukan ini bertugas di negara atau wilayah yang dituju berdasarkan dengan mandat-
mandat yang diberikan oleh Dewan Keamanan PBB.3
Kedatangan MONUC ke Republik Demokrasi Kongo pada awalnya hanya mengawasi
proses perdamaian. Pasukan tersebut pada awal penugasannya hanya beranggotakan 80 orang
perwakilan PBB yang melakukan mediasi terhadap pihak yang menadatangani Perjanjian
Lusaka.4 Namun karena di negara tersebut ternyata masih belum sepenuhnya dalam kondisi
damai, maka Dewan Keamaman meningkatkan peran MONUC di negara itu. MONUC
mengalami pengembangan dalam hal jumlah pasukan hingga mencapai sedikitnya 20.586
pasukan bersenjata pada 2010 5 . Setelah beberapa kali mengalami penambahan mandat,
perlindungan terhadap sipil ini menjadi prioritas utama dari MONUC.
Keefektifan MONUC dapat dikaji menggunakan teori efektivitas organisasi internasional
karena MONUC itu sendiri dapat digolongkan sebagai organisasi internasional. Organisasi
internasional memiliki tiga peran utama yakni sebagai instrumen, arena dan sebagai aktor. 6
Sedangkan Amitav Etzioni mengemukakan dalam tulisan Mayang Sari bahwa yang berjudul
“efektivitas organisasi dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan organisasi dalam usaha
untuk mencapai tujuan atau sasaran.” 7 Organisasi internasional dapat diteliti keefektifannya
berdasarkan variabel-variabel yang ada pada organisasi tersebut. Menurut Frank Biermann dan
Steffen Bauer8, keefektifan dari organisasi internasional dapat dibagi menjadi beberapa titik
pandang analitis yang membedakan variabel struktural yang terkait dengan desain organisasi
internasional tersebut, antara lain kompetensi formal, keterikatan dengan reim internasional,
kesesuaian dengan masalah, sumberdaya yang dimiliki, dan keterlibatan pemangku kepentingan.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-analitis. Metode ini digunakan untuk
memberikan gambaran mengenai fakta yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Teknik
pengumpulan data penelitian dilakukan melalui studi kepustakaan dan literatur atau library
research dalam hal ini pengumpulan data dilakukan melalui media cetak maupun media
elektronik. Data-data dalam hal ini berasal dari data primer berupa jurnal penelitian serta data
sekunder berupa buku, media cetak atau elektronik, dan dokumen resmi. Selain itu data
penelitian juga diperoleh melalui browsing internet yang meliputi situs-situs resmi, seperti; situs
resmi pemerintah, universitas atau lembaga survey

Sejarah Konflik di Republik Demokrasi Kongo


Republik Demokrasi Kongo memiliki sejarah konflik yang cukup panjang. Sejak awal
kemerdekaan, telah terjadi perseteruan kepentingan yang sering berujung kepada pertumpahan
darah. Selain itu, wilayah negara tersebut yang kaya akan sumber daya alam membuat banyak
3
Department of Peacekeeping Operations. Diakses di https://www.un.org/en/peacekeeping/about/dpko/ pada 30
Desember 2013.
4
UN Security Council, Report of the Secretary-General on the United Nations Preliminary Deployment in the
Democratic Republic of the Congo, S/1999/790, 15 July 1999.
5
MONUC Facts and Figures. Diakses di https://www.un.org/en/peacekeeping/missions/past/monuc/facts.shtml pada
2 Januari 2014
6
Clive Archer, International Organozations, 3rd Edition, New York: Routledge, 2001, hal 68-79
7
Amitav Etzioni, 1982, Organisasi-Organisasi Modern, dalam Mayang Sari, “Ketidakefektifan United Nations
Human Rights Council (UNHRC). Studi Kasus: Pelanggaran HAM di Tibet (2008-2009)”, Skripsi S-1 Jurusan Ilmu
Hubungan Internasional, Pekanbaru: Universitas Riau, 2011, hlm. 12-13.
8
Frank Biermann & Steffen Bauer, Assessing the Effectiveness of Intergovernmental Organization in International
Environmental Politics. Hlm. 189-193, diakses di http://glogov.net/images/doc/BiermannReplaceWP15.pdf pada 19
Februari 2013

2
pihak luar ingin menguasainya. Pengelolaan yang buruk atas negara itu juga memperparah
kondisi negara tersebut
Republik Demokrasi Kongo merupakan salah satu negara bekas jajahan bangsa Eropa
yang tetap mengalami kekacauan meskipun telah memperoleh kemerdekaan. Negara itu
memperoleh kemerdekaan setelah Belgia memberikan dan mengakui kedaulatan kepada
perwakilan dari negara Kongo di Belgia. Perwakilan Kongo yang hadir di Belgia yakni Joseph
Kasavubu yang diangkat menjadi presiden dan Patrice Lumumba yang menjabat sebagai perdana
menteri.
Pada 30 Juni 1960, di Leopoldville9 dilangsungkan upacara kemerdekaan Kongo yang
juga dihadiri oleh Raja Belgia pada saat itu, Raja Baudoin. Pada kesempatan itu Lumumba
menyampaikan pidato membangkitkan rasa nasionalisme Kongo. Ia bahkan secara eksplisit
menyatakan bahwa kesengsaraan masyarakat Kongo merupakan akibat dari kolonialisme
Belgia, 10 Pidato tersebut menjadi tanda bagi Belgia bahwa Lumumba sangat membenci
keberadaan Belgia di neganya. Belgia menganggap pidato yang disampaikan Lumumba sebagai
penghinaan yang sengaja dilontarkan kepada Belgia di hadapan dunia.
Pasca kemerdekaan, terjadi perebutan kekuasaan pada pemerintahan Republik Demokrasi
Kongo. Perbedaan pendapat sering terjadi antara Kasavubu dan Lumumba. Kasavubu yang
bersifat lebih kooperatif dengan Belgia sering berbeda pendapat dengan Lumumba yang sangat
nasionalis. Lumumba juga sangat tidak menyukai pejabat-pejabat pemerintah yang berasal dari
Belgia. Oleh sebab itu Lumumba dengan kekuasaan yang dimilikinya mengganti pejabat dari
Belgia dengan orang asli Kongo. Salah satu yang diangkat oleh Lumumba yakni Joseph Desire
Mobutu sebagai Panglima Perang Republik Demokrasi Kongo.
Selain elit politik Pemerintah Republik Demokrasi Kongo yang berjalan tidak harmonis,
juga terjadi kekacauan di sektor militer. Banyak para tentara yang ikut berjuang meperoleh
kemerdekaan Kongo merasa kecewa terhadap pemerintah, karena perasalahan gaji dan sistem
kenaikan pangkat. Apa yang mereka harapkan atas pemerintah yang baru ini tidak terbukti. Hal
ini terjadi karena pemerintah masih berada di bawah kontrol Belgia. Sebuah pertemuan di
Leopoldville memprotes tentang kedudukan Belgia dan menginginkan afrikanisasi sistem militer
di negara tersebut.
Pada 11 Juli 1960, Moise Tshombe mengambil kesempatan pada saat kondisi Negara
Kongo sedang kacau untuk mengumumkan pemisahan Provinsi Katanga. Tshombe pada saat itu
juga didukung oleh Belgia dengan tujuan dapat membantu memperoleh kemerdekaan Katanga.
Di lain sisi, untuk mengamankan kepentingannya, pasukan Belgia mengusir tentara Kongo dari
provinsi tersebut. Secara tidak langsung, tidakan Belgia ini mengakui kemerdekaan Provinsi
Katanga. Negara menjadi lepas kendali. Kekacaun dan keributan bermunculan di kota-kota besar.
Militer yang sebelumnya merupakan kelompok yang bisa diandalkan menjadi kelompok yang
liar dan berbahaya. Katanga bahkan mengancam akan merobek persatuan Kongo jika tidak
menarik pasukannya dari wilayahnya.
Kekacauan di Pemerintahan Kongo menjadi semakin kacau dengan adanya intervensi
Belgia. Lumumba menyalahkan Belgia dan menyatakan mereka dalang atas kekacauan ini. Ia
juga memutuskan hubungan diplomatik dengan Belgia. Lumumba meminta PBB untuk
membantunya menghadapi apa yang disebutnya sebagai Agresi Belgia. Merespon permintaan
Lumumba, berdasarkan resolusi 1430, 14 Juli 1960, Dewan Keamanan PBB membentuk United
9
Pada 1971 Mobutu mengganti nama Leopoldville menjadi Kinshasha
United Nations Missions in the Congo (ONUC), diakses di http://www.polity.co.uk/up2/casestudy/onuc_case_study
10

pada 18 Desember 2012

3
Nations Mission in the Congo (ONUC) dan mengirimkan total 19.828 pasukan ke Kongo. 11
Lumumba bahkan akan meminta bantuan ke Uni Soviet jika Belgia tidak segera meninggalkan
Beberapa waktu kemudian Belgia mulai menarik pasukannya, namun Tshombe menginginkan
mereka untuk tetap tinggal di Katanga untuk alasan keamanan.
Kekacauan yang terjadi pada elit politik Republik Demokrasi Kongo membuat Kolonel
Joseph Mobutu melakukan tindakan yang ekstrim. Pada 14 September 1960, Mobutu atas nama
angkatan darat mengambil alih kekuasaan. Ia menyatakan penetralan Kasavubu, Lumumba, dan
politisi lainnya dan memanggil pulang semua yang mengikuti latihan di luar negeri untuk
membantunya mengelola Kongo dan kembali menjalin kerjasama dengan PBB. Mobutu berjanji
akan memperbaiki kondisi negara dengan cara militer dan mengembalikan Kasavubu ke kursi
presiden. Namun pada 1965, Mobutu mulai melakukan kudeta untuk merebut pemerintahan.
Pada 1971, Mobutu berhasil menguasai seluruh Republik Demokrasi Kongo hingga ke
seluruh pedalaman. Ia kemudian mengganti nama Kongo menjadi lebih Afrika, yakni menjadi
Repbulik Zaire. Ia juga merubah beberapa nama kota, seperti Leopoldville menjadi Kinshasha,
mengubah nama-nama jalan dan mereformasi sistem pemerintahan yang ada. Pada bulan 1972 ia
mengubah namanya dari Joseph Desire Mobutu menjadi Mobutu Sese Seko Koko Ngbendu Wa
Za Banga.12
Mobutu berkuasa selama 32 tahun dan memimpin Zaire secara sangat otoriter. Ia hanya
memperbolehkan satu partai dalam pemerintahan dan selalu menekan lawan-lawan politiknya. Ia
juga mengeruk kekayaan negara hanya untuk kepentingan diri dan keluarganya saja. Pada tahun
1984 kekayaannya dtaksir sekitar 4 miliar USD yang disimpannya di Swiss. 13 Oleh sebab itu
Zaire mengalami inflasi yang tinggi hingga 6000% per tahun. Mobutu juga menyuap angkatan
bersenjata agar tidak memberontak kepadanya.
Gelombang pemberontakan akhirnya muncul terhadap pemerintahan Mobutu pada 1996.
Salah satu kelompok anti-Mobutu ini yang dipimpin oleh Laurent Monsengwo dan Etienne
Thisekedi, lawan politiknya yang sempat dijebloskan ke penjara. Kekacauan ini mulai membuat
kesehatan Mobutu terganggu. Pada saat kondisi terpuruk yang dialami oleh Zaire, pemberontak
yang dibantu Rwanda mencoba menguasai timur Zaire. Masa ini dikenal dengan Perang Kongo I
Salah satu penyebab serangan yang dilancarkan oleh Tutsi adalah karena Mobutu pernah
memberikan bantuan kepada Hutu yang melakukan genosida di Rwanda tahun 1994. Dan juga
karena Mobutu tidak memperlakukan pengungsi Tutsi dengan baik saat mereka melarikan diri
dari Rwanda.14
Pada 16 Mei 1997, pasukan pemberontak bersatu di bawah pimpinan Laurent Desire
Kabila. Mereka berhasil merebut Kinshasha menggulingkan rezim Mobutu yang telah berkuasa
selama 32 tahun. Pada saat itu Laurent Kabila mendeklarasikan diri sebagai presiden dan
mengubah nama Zaire kembali menjadi Republik Demokrasi Kongo.
Berakhirnya Perang Kongo I setelah Laurent Kabila mendeklarasikan dirinya sebagai
Presiden Republik Demokrasi Kongo ternyata tidak membuat konflik berakhir di negara tersebut.
Uganda dan Rwanda yang membantu Laurent Kabila dalam menggulingkan rezim Mobutu
berbalik kembali melawan sekutu lamanya. Pemerintah kembali kacau setelah Perang Kongo II
11
Ibid.
12
Emdievi Y.G. Alejandro, 41 Diktator Zaman Modern: Mengejar Ambisi, Menuai Tragedi, Jakarta: Visimedia,
2007, hal 127
13
Leonce Ndikumana & James K. Boyce, Congo's Odious Debt: External Borrowing and Capital Flight in Zaire.
Hal 195. Diakses di http://www.peri.umass.edu/fileadmin/pdf/ADP/Congo_s_Odious_Debts_01.pdf pada 3 Januari
2014
14
Emdievi Y.G. Alejandro Op.cit Hlm. 127

4
pecah pada tahun 1998. Pemberontakan ini juga bermula di kawasan Kivu dan dimotori oleh
kelompok Rassemblement Congolais pour la Democratie/ Congolese Rally for Democration
(RCD)15. Pemberontakan ini dengan cepat menyebar ke seantero Kongo. Negara-negara tetangga
seperti Angola, Chad, Namibia, dan Zimbabwe ikut membantu pemerintah Republik Demokrasi
Kongo untuk mengatasi pemberontakan tersebut, namun tidak memberikan hasil yang
diharapkan oleh pemerintah.
Pada Juli 1999, suatu pertemuan diadakan di Lusaka, Namibia, yang dihadiri oleh
pemimpin Uganda, Rwanda, Republik Demokrasi Kongo, Burundi, Angola, dan Namibia untuk
membicarakan gencatan senjata. Fokus utama dari pembicaraan ini adalah menghentikan kontak
bersenjata di teritorial Republik Demokrasi Kongo dan melucuti persenjataan kelompok-
kelompok yang bertikai.
Kekacauan yang terjadi di Republik Demokrasi Kongo juga membuat Dewan Keamanan
PBB mengeluarkan Resolusi nomor 1234 tahun 1999 yang menyatakan bahwa pertikaian di
negara tersebut telah mengancam perdamaian dan keamanan di kawasan Great Lake, Afrika
Tengah. Oleh karena itu, Dewan Keamanan PBB menginginkan pihak-pihak yang bertikai segera
menghentikan tindakan kekerasan dan melakukan proses pelucutan senjata. PBB mengirimkan
beberapa personil untuk mengawasi proses perdamaian tersebut. Namun, proses perdamaian
tersebut tidak berjalan dengan lancar sehingga PBB menambahkan jumlah personil dan
membentuk MONUC untuk mengawasi serta melindungi penduduk sipil serta personil PBB.

Dewan Keamanan PBB dan Peacekeeping


Dewan Keamanan PBB merupakan badan PBB yang anggotanya memiliki
tanggungjawab untuk menjaga perdamaian dan keamanan dunia. Dewan Keamanan PBB ini
terdiri dari lima belas negara anggota yang terdaftar sebagai negara anggota PBB. Sebelas negara
anggota Dewan Keamanan PBB ini terdiri dari lima anggota tetap dan sepuluh anggota tidak
tetap. Sepuluh anggota tidak tetap ini dipilih tiap dua tahun oleh Majelis Umum. Sedangkan lima
negara anggota tetap memiliki status permanen dan juga memiliki hak khusus di Dewan
Keamanan PBB. Anggota tetap ini terdiri dari Rusia, Cina, Perancis, Inggris, dan Amerika
Serikat.
Untuk mempertanggungjawabkan fungsinya, Dewan Keamanan PBB memiliki
wewenang besar dalam hal menjaga keamanan dunia. Dewan Keamanan PBB dapat melakukan
intervensi terhadap suatu perselisihan jika badan tersebut menganggap peristiwa itu mengganggu
perdamaian dan keamanan dunia. Dewan Keamanan PBB akan menawarkan solusi damai
terhadap peristiwa tersebut seperti melakukan negosiasi, mediasi, arbitrasi, rekonsiliasi, dan
usaha lainnya untuk mengakhiri perselisihan secara damai. 16 Namun adakalanya usaha damai
gagal, maka Dewan Keamanan PBB berwenang untuk memberikan sanksi ekonomi, komunikasi,
atau diplomatik kepada pihak yang bersangkutan.17 Bahkan jika diperlukan, Dewan Keamanan
PBB dapat menggunakan kekuatan militer demi menjaga atau mengembalikan perdamaian dan
keamanan di daerah tersebut.18
Dalam melaksanakan fungsi peacekeeping ini, ada tiga prinsip dasar yang harus
dijalankan oleh pasukan tersebut berdasarkan Petunjuk Umum Operasi Peacekeeping tahun 1995

15
United Nations Missions in the Congo (ONUC) Loc cit.
16
UN Charter, Chapter VI Article 33, Diakses di http://www.un.org/en/documents/charter/chapter1.shtml pada 3
November 2013,
17
Ibid. Chapter VII Article 41
18
Ibid. Article 42

5
dan Doktrin Capstone tahun 1998. Prinsip dasar tersebut yakni persetujuan pihak berkonflik,
tidak memihak, dan tanpa menggunakan kekerasan.19
Dalam prinsip Operasi Pasukan Perdamaian tradisional, setiap pasukan perdamaian dapat
mengintervensi satu konflik jika pihak yang terlibat memberikan persetujuan. Tidak dibenarkan
adanya pasukan luar yang ikut campur kedalam konflik. Namun, seiring perkembangan masa,
pasukan perdamaian memiliki kemungkinan untuk mengintervensi tanpa adanya persetujuan
terlebih dahulu dari pihak yang berkonflik. Konsep in dinamakan Responsibility to Protect.
Konsep ini berasal dari pemikiran dimana setiap negara memiliki kewajiban untuk menjaga
perdamaian di teritorialnya masing-masing. Namun jika negara tersebut tidak ingin atau tidak
mampu melaksanakannya, tanggung jawab ini diambil oleh komunitas yang lebih luas, dalam hal
ini komunitas internasional.
Prinsip tidak memihak atau impartiality merupakan prinsip yang baru dalam operasi
pasukan perdamaian. Dalam operasi peacekeeping yang lebih tradisional, prinsip yang digunakan
dalam berurusan dengan pihak yang berkonflik adalah netralitas. Meskipun serupa, kedua prinsip
ini memiliki perbedaan yang cukup besar dalam implementasinya. Netralitas menunjukkan sifat
abstain dalam bertindak. Artinya pihak ketiga, untuk menjaga netralitas, tidak boleh mengambil
sikap tertentu yang cenderung terhadap suatu golongan. Sedangkan impartiality menujukkan
suatu prinsip sikap dalam melakukan sesuatu. Sehingga, pasukan perdamaian dapat melakukan
tindakan berdasarkan kebutuhan objektif dari pihak yang terlibat konflik. Prinsip ini
memungkinkan Dewan Keamanan PBB melakukan perlindungan terhadap pihak yang tertindas.
Pelarangan penggunaan kekuatan atau prohibition of the use of force juga merupakan
salah satu prinsip tradisional di operasi peacekeeping. Di awal berdirinya PBB, pasukan
perdamaian hanya dapat menggunakan kekuatan militer untuk melindungi diri dan
penggunaannya sangat dibatasi. Hingga sejak pertengahan tahun 90-an, barulah Dewan
Keamanan PBB mulai mengirimkan pasukan perdamaian dengan mandat yang dapat
menggunakan kekuatan militer. Contohnya yakni United Nations Operation in Somalia
(UNISOM, 1993) dan United Nation Protection Force in Bosnia (UNPROFOR, 1995). Kedua
misi perdamaian ini secara teori dapat menggunakan kekuatan militer untuk melindungi
penduduk sipil, namun gagal karena pada kenyatannya beberapa warga sipil terbunuh dalam
krisis tersebut. Hingga pada setelah tahun 2000 penggunaan kekuatan militer oleh pasukan
perdamaian menjadi hal yang dibutuhkan.
Selama beberapa tahun sejak tugas pertamanya pada 1948, pasukan perdamaian lebih
cenderung menggunakan cara konvensional dalam menyelesaikan konflik (Tercantum dalam
Piagam PBB Chapter VI: Pacific Settlement of Disputes). Prinsip tersebut yakni membutuhkan
perizinan untuk intervensi, netralitas, dan tanpa penggunaan kekuatan militer. Namun, pada
tahun 1990an, peacekeeper mulai menggunakan kekuaan militer dalam menjalankan misinya
(Chapter VII: Action with Respect to Threats to the Peace, Breaches of the Peace, and Acts of
Aggression).20
Ada beberapa pemicu yang menyebabkan perubahan orientasi dari operasi peacekeeping
ini. Pemicu tersebut mengubah pecekeeper yang sebelumnya relatif lemah menjadi lebih tegas
dan kuat. Penyebabnya antara lain Resolusi Dewan Keamanan PBB 1289 dan 1291, Laporan
Pertemuan Panel Dewan Keamanan PBB (Brahimi Report), dan sejarah kegagalan peacekeeper
melindungi penduduk sipil.

Julie Raynaert MONUC/MONUSCO and Civilian Protection in the Kivu, Interns & Volunteers Series Hlm. 10
19

United Nations Department of Peacekeeping Operations and Department of Field Support. Civil Affairs
20

Handbook. New York. 2012. Hal 15-16

6
Perubahan yang terjadi dari operasi peacekeeping ini terlihat dari implementasinya di
lapangan. Pada tahap awal, pasukan perdamaian dengan konsep traisional hanya dimandatkan
untuk mengawasi implementasi perjanjian damai dari pihak yang bertikai. Pengawasan ini juga
dapat dilakukan atas permintaan dan izin dari pihak yang bertikai. Namun setelah adanya evolusi
dari peacekeeping, peran mereka menjadi lebih luas. Tidak hanya menjadi observer, tetapi juga
melindungi penduduk sipil, melindungi situs-situs sejarah dan lingkungan, mencegah konflik
lanjutan, menegakkan HAM, dan mandat-mandat lain yang diberikan oleh Dewan Keamanan
PBB.
Dalam operasi perdamaian PBB, ada tahapan-tahapan yang dilakukan dalam
menyelesaikan konflik yang terjadi di satu negara atau antar negara. Tahapan tersebut bisa
dilakukan secara berkelanjutan atau hanya terfokus pada satu tahapan. Tahapan pertama resolusi
konflik oleh Dewan Keamanan PBB yakni21Conflict Prevention. Tahapan ini merupakan proses
pencegahan perselisihan dalam satu negara atau negara berubah menjadi konflik yang lebih besar.
Idealnya, pada tahap ini dibuat peringatan awal, pengumpulan informasi, dan analisis konflik.
Peacemaking merupakan proses pendamaian pihak yang tengah berkonflik. Bentuk tindakannya
seperti pemanggilan pihak-pihak yang berperang untuk mengosiasikan perdamaian dalam suatu
perundingan. Peacekeeping merupakan proses untuk menjaga dan mempertahankan situasi
damai dimana kondisi saat itu masih tegang. Konflik masih dapat terjadi kapan saja dan pihak-
pihak yang berkonflik belum menurunkan kewaspadaannya satu sama lain. Selama bertahun-
tahun peacekeeping telah berubah dari konsep tradisional yang hanya mengawasi gencatan
senjata dan dipisahkan dari kekuatan milter menjadi model yang lebih kompleks. Peace
Enforcement meliputi pengkondisian situasi damai, melalui perintah Dewan Keamanan PBB,
dengan cara koersif kepada pihak yang berkonflik, termasuk menggunakan kekuatan militer.
Aksi ini dilakukan untuk mengembalikan situasi damai atas usaha dari pihak-pihak yang
mengancam perdamaian dunia. Peacebuilding memberikan fasilitas dan bantuan kepada otoritas
di daerah berkonflik untuk mempertahankan situasi damai. Peacebuilding ini merupakan proses
kompleks, dan bersifat jangka panjang untuk menciptakan kondisi damai yang berkelanjutan.
Proses ini juga memberikan kemampuan kepada otoritas untuk mengatur pemerintahan
sementara dan mencegah timbulnya konflik lanjutan.

Awal Masuk MONUC dan Evolusi Mandatnya


MONUC merupakan salah satu dari pasukan perdamaian yang pernah dibentuk oleh
Dewan Keamanan PBB. MONUC dikirim ke Republik Demokrasi Kongo dengan tugas awal
untuk mengawasi implementasi Perjanjian Lusaka. Namun seiring terjadinya perubahan-
perubahan situasi di negara tersebut, Dewan Keamanan PBB beberapa kali memodifikasi mandat
MONUC sesuai dengan yang diperlukan.
MONUC hingga akhir masa tugasnya memiliki 20.586 personil yang terdiri dari 18.653
tentara, 704 pengawas militer (military observer), dan 1.229 polisi untuk mengamankan
Republik Demokrasi Kongo. Selain pasukan yang disahkan oleh PBB tersebut, MONUC juga
dibantu oleh 973 personil sipil internasional, 2.783 staf sipil lokal, dan 641 relawan PBB.22
Setelah enam negara yang terlibat dalam Perang Kongo menandatangani Perjanjian
Lusaka pada 10 Juli 1999, Sekretaris Jenderal PBB, Kofi Annan merekomendasikan kepada
Dewan Keamanan PBB untuk membantu Republik Demokrasi Kongo dan negara lainnya

21
Ibid. hal 17-18
22
MONUC Facts and Figures. Loc cit.

7
menerapkan isi perjanjian tersebut. Annan, dalam laporannya, meminta Dewan Keamanan PBB
untuk:23
1. Bekerjasama dengan Joint Military Commision (JMC) dan Organization of
African Union (OAU) untuk mengimplementasikan Perjanjian Lusaka
2. Mengamati dan memonitori gencatan senjata
3. Melakukan investigasi setiap pelanggaran terhadap perjanjian dan memastikan
setiap pihak memenuhi isi perjanjian
4. Mengawasi penarikan mundur pasukan-pasukan asing seperti yang disebutkan
dalam perjanjian
5. Mengawasi pasukan-pasukan yang dikirim untuk mengamankan wilayah bekas
konflik
6. Menyediakan dan menjaga bantuan kemanusian dan melindungi orang yang
kehilangan tempat tinggal, pengungsi, dan korban perang lainnya.
7. Memberikan informasi kepada anggota perjanjian tentang keberadaan pasukan
perdamaian
8. Mengumpulkan senjata dari penduduk sipil dan mengamankannya
9. Menjadwalkan dan mengawasi proses penarikan mundur tentara asing bersama
JMC dan OAU
10. Melakukan verifikasi terhadap seluruh informasi, data, dan aktivitas yang
berkaitan dengan militer
Pada awal pengasan MONUC, Dewan Keamanan PBB mengutus MONUC masih
berdasarkan Chapter VI Piagam PBB dalam melakukan tugas peacekeeping. Landasan ini
membuat MONUC memiliki banyak keterbatasan dalam mengawasi proses perdamaian di
Republik Demokrasi Kongo. MONUC tidak dapat ikut campur kedalam suatu isu tanpa adanya
permintaan, MONUC tidak dapat menggunakan kekuatan militer, serta tidak diizinkan untuk
memihak salah satu pihak. Kondisi ini membuat awal penugasan MONUC tidak berjalan dengan
baik sesuai harapan.
Karena kurangnya informasi mengenai kondisi sebenarnya di Republik Demokrasi
Kongo, Dewan Keamanan PBB sulit untuk mengelurakan mandat sesuai dengan kebutuhan di
lapangan. Beberapa kali Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi-resolusi untuk
menambah mandat dari MONUC, menambah jumlah pasukan, dan memperpanjang masa
tugasnya. Dewan Keamanan PBB juga melakukan evolusi terhadap kemampuan MONUC
menjadi pasukan peacekeeper yang lebih tegas dengan mengadopsi Chapter VII Piagam PBB.
MONUC tidak lagi berperan sebagai peacekeeper, tetapi juga peacemaker, dan peacebuilder.
Hal ini menunjukkan bahwa Dewan Keamanan PBB masih belum mampu menentukan tindakan
yang tepat untuk membawa kondisi damai kepada Republik Demokrasi Kongo.
Selama masa tugas MONUC di Republik Demokrasi Kongo, tidak kurang dari 60
resolusi yang dikeluarkan oleh Dewan Keamanan PBB terkait dengan misi MONUC. 24
Mayoritas dari resolusi tersebut ialah penambahan mandat terhdap MONUC dalam menjalankan
misinya. MONUC bertugas hingga tahun 2010 sebelum digantikan oleh MONUSCO sebagai
pasukan perdamaian yang baru.

23
UN Security Council, Report of the Secretary-General on the United Nations Preliminary
Deployment in the Democratic Republic of the Congo. Loc cit.
24
United Nations Documents on MONUC. Diakses di
http://www.un.org/en/peacekeeping/missions/past/monuc/resolutions.shtml pada 4 Januari 2014

8
Ketidakefektifan MONUC
Selama MONUC menjalankan misinya, ada beberapa kegagalan yang dihadapi oleh
MONUC. Kegagalan yang paling krusial yakni MONUC tidak mampu mencegah timbulnya
pelanggaran-pelanggaran HAM terhadap penduduk sipil di Republik Demokrasi Kongo.
Mayoritas pelanggaran ini terjadi di bagian timur negara tersebut. Pelanggaran tersebut tidak
hanya dilakukan oleh para pemberontak, namun juga oleh oknum tentara nasional yang tidak
disiplin. Posisi MONUC yang berada di ujung tanduk ini membuat masyarakat sipil tidak lagi
merasakan perlindungan yang dijanjikan oleh MONUC.
Salah satu konflik yang dihadapi MONUC adalah krisis yang terjadi di Provinsi Ituri. Di
provinsi itu sendiri sebelumnya telah terjadi konflik antar suku, yakni Hema dan Lendu yang
memperebutkan tanah sengketa. Sengketa ini terjadi sejak tahun 1999 dan kehadiran pasukan
Uganda di wilayah itu semakin memperkeruh suasana. Pada tahun 2003, ketika pasukan Uganda
mundur dari Ituri, wilayah ibukota Ituri yang mengalami kekosongan kekuasaan menyebabkan
munculnya pemberontakan.untuk mengambil alih kekuasaan. Konflik sipil pun terjadi di wilayah
tersebut untuk mendapatkan kekuasaan atas Ituri oleh kelompok pemberontak.25
Sebagai respon dari kerusuhan tersebut, MONUC mengirimkan 713 tentara asal Uruguay
untuk mengamankan wilayah tersebut. Pasukan yang dikirim oleh MONUC tersebut ternyata
tidak memiliki persiapan dan gambaran mengenai keadaan Ituri yang sangat kacau. Kondisi ini
menyebabkan pasukan tersebut tidak berhasil mencegah pembantaian lebih 400 orang dari Hema
dan Lendu dalam waktu dua minggu. Keberadaan MONUC juga tidak memberikan banyak
pengaruh terhadap pertikaian dua suku tersebut. Meskipun demikian, MONUC berhasil
menyelamatkan 11.000 penduduk sipil yang melarikan diri ke pengungsian di Bandara Ituri.
MONUC yang tidak bisa melindungi penduduk sipil di Ituri dari para milisi, membuat
Dewan Kemanan PBB harus mengelurarkan Resolusi 1484 (2003) tentang pengiriman pasukan
militer internasional untuk melindungi penduduk sipil Ituri. Operasi ini dikenal sebagai operasi
Artemis.26 Dalam operasi ini Uni Eropa dan PBB membentuk Interim Emergency Multinational
Force (IEMF) yang diberi ototritas menggunakan kekuatan militer untuk melindungi penduduk
sipil dan personil PBB. Pasukan yang berkekuatan penuh dengan persenjataan lengkap tersebut
untuk sementara berhasil meredam krisis di Ituri.
Pada saat Operasi Artemis tersebut berakhir dengan ditariknya IEMF, Dewan Keamanan
PBB menambah pasukan militer MONUC untuk mengamankan wilayah Ituri dan juga Kivu.
Kedua wilayah tersebut merupakan wilayah yang rawan dengan konflik sipil. Dewan Keamanan
PBB membentuk Ituri Brigade yang terdiri dari 4.800 pasukan militer dengan persenjataan
lengkap yang berpatroli dari Ituri hingga Kivu.27 Tujuan dari pembentukan brigadir ini adalah
untuk mengakhiri kekerasan di Ituri. Pasukan ini dibekali juga dengan mandat Bab VII Piagam
PBB dimana pasukan ini dapat menggunakan kekerasan jika diperlukan untuk melindungi sipil
dan personil PBB.
Selain di Ituri, krisis juga terjadi di Bukavu. Bukavu merupakan ibukota Provinsi Kivu
Selatan, dimana kisis yang terjadi di kota tersebut sempat mereda pada tahun 2003. Namun pada
tahun 2004, ketika pasukan Republik Demokrasi Kongo, Armed Forces of the Democratic
Republic of the Congo (FARDC), berintegrasi dengan RCD-Goma, ketegangan mulai meningkat
di Bukavu. Pemberontak yang dipimpin oleh Laurent Nkunda dan Kolonel Jules Mutebusi mulai

25
Julie Reyeaert Op cit. Hlm. 15
26
UN Security Council, Resolution 1484, S/RES/1484 (2003) 30 May 2003
27
Holt Berkman, Protecting Civilians on the Ground, Hlm. 8-9 Diakses di
http://www.stimson.org/images/uploads/research-pdfs/Chap_8-The_Impossible_Mandate-Holt_Berkman.pdf

9
memasuki Bukavu dan pada saat itu juga mucul pertikaian antara pemberontak dan FARDC.
Pasukan MONUC yang ditugaskan di Bukavu hanya terdiri atas 800 orang tentara sedangkan di
daerah itu ribuan pemberontak melakukan aksi terror ke seantero kota. FARDC juga saat itu
berusaha menduduki Bukavu.
Dalam krisis tersebut, 2.000 orang mencari perlindungan ke kamp MONUC. Sekitar
30.0 orang melarikan diri ke Rwanda dan Uganda dan tercatat dalam pertikaian tersebut 88
orang meninggal dunia. Penduduk dan pemerintah Republik Demokrasi Kongo menyayangkan
kondisi ini terjadi karena MONUC berada di konflik tersebut. Saat krisis tersebut berlangsung,
muncul gelombang protes anti-MONUC untuk pertama kalinya. Unjuk rasa terjadi di beberapa
kota besar seperti di Kinshasha dan sekitarnya. Unjuk rasa tersebut memprotes keberadaan
MONUC yang tidak bisa menjadi penjaga perdamaian di Republik Demokrasi Kongo dan
membiarkan ratusan warga tewas di wilayah tugasnya. Kondisi ini membuat posisi MONUC
semakin sulit dengan keterbatasannya.
Menanggapi kekurangan pasukan yang dialami oleh MONUC, Dewan Keamaman
kembali menambah jumlah pasukan pada Oktober 2004 yakni sebesar 5.900 pasukan militer
hingga total pasukan yang ada di Republik Demokrasi Kongo berjumlah 16.700 orang. MONUC
juga dibekali mandat yang lebih tegas dalam penggunaan kekuatan militer untuk melindungi sipil
dan personil PBB dari kelompok bersenjata baik yang dari luar maupun dalam negeri.28
Dari awal tahun 2005, MONUC yang diberikan madat tegas untuk mengamankan kondisi
konflik, mulai melakukan tindakan-tindakan agresif bahkan dalam sejarah Peacekeeping
Operation. Pada Juni 2005, MONUC secara agresif telah melucuti 1.500 pasukan milisi yang ada
di wilayah Kivu. Nationalist and Integrationist Front (FNI) membalas dan mengepung markas
MONUC di Kivu dan membunuh sembilan orang peacekeeper. Merespon serangan tersebut,
pasukan MONUC menyerbu markas FNI dengan persenjataan lengkap dan sedikitnya 60 milisi
FNI terbunuh.29
MONUC juga menyerbu Forces Démocratiques de Libération du Rwanda (FDLR),
pemberontak Hutu yang berhubungan dengan tragedi genosida di Rwanda tahun 1994. Pasukan
MONUC, dengan menggunakan helikopter tempur, terbang menuju pangkalan FDLR dan
meminta mereka untuk menyerahkan persenjataannya. Namun, meskipun MONUC berhasil
mengurangi ruang gerak dari FDLR, tidak semua pasukan mereka berhasli dilucuti.30
Pasca Pemilihan Umum tahun 2006, kondisi Republik Demokrasi Kongo juga tidak
sepenuhnya aman dari pelanggaran HAM. Penduduk sipil masih merasakan ancaman terhadap
keselamatan diri mereka. Meskipun kekacauan tidak sebanyak pasca pemilihan umum,
pemerintah transisi saat ini cukup kooperatif dengan MONUC dalam menangani beberapa aksi
pemberontak yang sporadis.
Aktifitas MONUC yang agresif dan proaktif melaksanakan mandat Dewan Keamanan
PBB sejak 2005 menjadi berkurang semenjak terbentuknya pemerintahan baru. Pemilahan umum
yang berlangsung pada tahun 2006 mengubah posisi MONUC yang sebelumnya dimandatkan
unduk melindungi sipil, kini menjadi lebih terbatas. Pemilihan umum tersebut merubah status
Republik Demokrasi Kongo menjadi negara berdaulat dan berkewajiban melindungi
penduduknya. Sekretearis Jenderal PBB juga menekankan bahwa peran MONUC dalam
membantu FARDC harus dibatasi.

28
UN Security Council, Resolution 1565, S/RES/1565 (2004) October 2004
29
Holt Berkman Loc cit. Hlm. 11
30
Ibid.

1
Pada Januari 2008, Konferensi Goma diadakan untuk mengakhiri konflik yang terjadi di
Kivu Utara dan Selatan. Konferensi ini diikuti oleh Pemerintah, perwakilan provinsi, dan 22
kelompok pemberontak, salah satunya yakni CNDP yang merupakan ancaman terbesar di
wilayah itu. Namun, pada Oktober hingga November 2008 terjadi kontak senjata antara FARDC
dan CNDP. CNDP berhasil memukul mundur FARDC dan ke ibukota untuk menguasai Goma.
MONUC yang berada di wilayah Kivu Utara pada saat itu hanya memiliki 6.000 pasukan.
Kekurangan jumlah pasukan ini membuat MONUC tidak mampu melindungi penduduk sipil,
hanya sebagain yang berada di pusat kota yang berhasil diamankan.
Di tempat yang berbeda di Provinsi Kivu Utara, tepatnya di Kiwanja, CNDP juga
berusaha mengambil alih kota kecil tersebut. MONUC yang berada di kota tersebut bahkan lebih
kecil, hanya 120 pasukan. Akibatnya 67 orang sipil dilaporkan tewas ketika CNDP menduga
mereka merupakan kelompok oposisi mereka.

Penyebab Ketidakefektifan MONUC


MONUC sebagai organisasi internasional dapat dilihat kefektifannya berdasarkan
variabel struktural yang terkait dengan desain organisasi internasional tersebut. Berdasarkan teori
yang dikemukakan oleh Frank Biermann dan Steffen Bauer, maka dapat dilihat aspek-aspek
yang mempengaruhi efektivitas suatu organisasi internasional antara lain:
1. Kompetensi formal merupakan kemampuan dari suatu organisasi untuk mengikat
anggota-anggotanya dengan memindahkan sebagian kedaulatan negara anggota
kepada organisasi. Kompetensi formal yang dimiliki MONUC tidak cukup besar.
MONUC tidak mampu mengikat para pihak yang terlibat di konflik Kongo dan
memaksa mereka sesuai dengan kehendak MONUC,
2. Tingkat pemandatan rezim, yakni seberapa besar organisasi tersebut terikat
terhadap rezim internasional. MONUC sangat terikat dengan Dewan Keamanan
PBB. MONUC tidak dapat bertindak diluar apa yang telah dimandatkan oleh
Dewan Keamanan PBB. Padahal, apa yang dimandatkan oleh Dewan Keamanan
PBB tidak seluruhnya dapat diterapkan di kondisi Republik Demokrasi Kongo.
3. Struktur keorganisasi yang ada dalam organisasi internasional. MONUC memiliki
struktur organisasi yang rumit. Sebenarnya jika dilihat dari internal MONUC,
tidak banyak hierarki di dalamnya. Sehingga MONUC cukup fleksibel dalam
menjalankan dan mendelegasikan tugas. Namun, yang menjadikan struktur
keorganisasian MONUC rumit yakni keterikatannya dengan Dewan Keamanan
PBB.
4. Kesesuaian dengan masalah atau tujuan. Tujuan pengiriman MONUC tidak sesuai
dengan kondisi yang ada di Republik Demokrasi Kongo. Negara tersebut
membutuhkan entitas yang kuat dan mampu menghentikan pertikaian yang ada.
Namun, peran MONUC hanya sebagai pihak ketiga yang mengawasi proses
perdamaian di negara tersebut.
5. Ketersediaan sumber daya. Sumber daya yang dimiliki MONUC tidak cukup
untuk menghentikan kekacauan yang ada di Republik Demokrasi Kongo,
terutama dalam jumlah pasukan. Pasukan MONUC kerap kalah jumlah dalam
menghadapi pemberontak bersenjata sehingga MONUC tidak mampu melindungi
sipil secara efektif.
6. Keterlibatan kelompok kepentingan dalam kegiatan organisasi. Keterlibatan
kelompok kepentingan dalam misi perdamaian MONUC cukup menyulitkan

1
MONUC. Baik itu pasukan pemberontak maupun pasukan pemerintah, keduanya
berpotensi sebagai ancaman terhadap penduduk sipil di Republik Demokrasi
Kongo.
Berdasarkan aspek-aspek di atas, dapat diketahui bahwa peran MONUC di Republik
Demokrasi Kongo tidak efektif. Ada beberapa kegagalan dimana MONUC tidak dapat
melindungi penduduk sipil dari tidakan pelanggaran HAM oleh kelompok militan. MONUC
tidak mampu menjalankan misi-misinya dengan baik karena adanya beberapa kelemahan dalam
tubuh organisasi tersebut.

Penutup
Organisasi internasional dapat dikatakan efektif apabila organisasi tersebut dapat
merealisasikan tujuan-tujuan yang mereka miliki. Untuk mewujudkan tujuannya, ada beberapa
variabel yang harus dimiliki oleh organisasi internasional. Variabel tersebut yakni kompetensi
formal yang dimiliki organisasi keterikatan organisasi terhadap rezim internasional, struktur
organisasi, kesesuaian dengan masalah, ketersediaan sumberdaya, dan keterlibatan kelompok
kepentingan. Jika organisasi internasional tersebut dapat memaksimalkan variabel ini, maka
organisasi tersebut dapat dengan mudah mencapai tujuannya.
MONUC merupakan salah satu pasukan perdamaian yang dibentuk oleh Dewan
Keamanan PBB. Pembentukan MONUC bertujuan untuk mengawasi proses demiliterisasi dan
pengkondisian damai di Republik Demokrasi Kongo. Namun, seiring dengan berjalannya masa
tugas MONUC, Dewan Keamanan PBB melakukan beberapa kali penambahan mandat kepada
MONUC. Dari beberapa kali refisi mandat, perlindungan sipil menjadi prioritas utama bagi
MONUC.
Namun, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, MONUC beberapa kali gagal
melindungi penduduk sipil dari pembunuhan dan pelanggaran HAM lainnya. Atas kejadian
tersebut, penulis menyimpulkan bahwa MONUC tidak efektif dalam menjalankan misinya di
Republik Demokrasi Kongo. Kegagalan MONUC tersebut diakibatkan oleh beberapa variabel
yang telah penulis jelaskan sebelumnya di atas.

1
Daftar Pustaka
Buku
Alejandro, E. Y. (2007). 41 Diktator Zaman Modern: Mengejar Ambisi, Menuai Tragedi.
Jakarta: Visimedia.
Archer, C. (2001). International Organization, 3rd Edition. New York:
Routledge. Kamandoko, G. (2008). Buku Serba Tahu: Edisi Senior. Jakarta: PT.
Buku Kita.
Sari, M. (2011). Ketidakefektifan United Nations Human Rights Council (UNHRC). Studi Kasus:
Pelanggaran HAM di Tibet (2008-2009). Skripsi S-1 Hubungan International.
Pekanbaru: Universitas Riau.
United Nations Department of Peacekeeping Operations and Department of Field Support.
(2012). Civil Affair Handbook. New York.

Dokumen dan Jurnal


Holt Berkman, Protecting Civilians on the Ground, Hlm. 8-9 Diakses di
http://www.stimson.org/images/uploads/research-pdfs/Chap_8-
The_Impossible_Mandate-Holt_Berkman.pdf
Frank Biermann & Steffen Bauer, Assessing the Effectiveness of Intergovernmental Organization
in International Environmental Politics. Hlm. 189-193, diakses di
http://glogov.net/images/doc/BiermannReplaceWP15.pdf pada 19 Februari 2013
UN Security Council, Report of the Secretary-General on the United Nations Preliminary
Deployment in the Democratic Republic of the Congo, S/1999/790, 15 July 1999.
UN Security Council, Resolution 1484, S/RES/1484 (2003) May 2003
UN Security Council, Resolution 1565, S/RES/1565 (2004) October 2004

Situs
Department of Peacekeeping Operations. Diakses di https://www.un.org/en/peacekeeping/
about/dpko/ pada 30 Desember 2013.
MONUC Facts and Figures. Diakses di https://www.un.org/en/peacekeeping/missions
/past/monuc/facts.shtml pada 2 Januari 2014
United Nations Missions in the Congo (ONUC), diakses di http://www.polity.co.uk/up2/
casestudy/onuc_case_study pada 18 Desember 2012

1
Leonce Ndikumana & James K. Boyce, Congo's Odious Debt: External Borrowing and Capital
Flight in Zaire. Hal 195. Diakses di http://www.peri.umass.edu/fileadmin/pdf/
ADP/Congo_s_Odious_Debts_01.pdf pada 3 Januari 2014
UN Charter, Chapter VI Article 33, Diakses di http://www.un.org/en/documents/charter/
chapter1.shtml pada 3 November 2013,
United Nations Documents on MONUC. Diakses di http://www.un.org/en/peacekeeping/
missions/past/monuc/resolutions.shtml pada 4 Januari 2014

You might also like