2 Jurnal Kel 9 Takeover Dan Tender Offer ANDINI ASTARIANTI SOEMARSONO
2 Jurnal Kel 9 Takeover Dan Tender Offer ANDINI ASTARIANTI SOEMARSONO
MODAL DI INDONESIA
Abstract
Tender Offer is one of the important issues and is closely related to takeover of a
company. This study aims to determine the arrangements for Takeovers and Tender
Offers of foreclosed companies in Indonesia. This journal research is a normative legal
research with a statutory approach. The legal materials used consist of primary legal
materials and secondary legal materials. The findings in this study are First, takeovers
are regulated in Law Number 40 of 2007 concerning Limited Liability Companies,
POJK Number 9/POJK.04/2018 concerning Takeover of Public Companies and Law
Number 8 of 1995 concerning Capital Markets. If the takeover is carried out by a public
company to a public company, the approval of the new controlling shareholder is not
required. Second, the takeover procedure can be carried out by force, which is known as
a hostile takeover. Hostile takeover is not yet fully regulated in Indonesia and its
practice is not prohibited. Then, Tender Offers are divided into mandatory and
voluntary. Voluntary Tender Offers are regulated in POJK No. 54/POJK.04/2015
concerning Voluntary Tender Offers. Mandatory Tender Offers are regulated in POJK
No. 9/POJK.04/2018. Tender Offers become mandatory and must be made for new
controllers of a public company that is taken over, but there are exceptions in certain
circumstances. This journal also discusses one of the exception cases for the Mandatory
Tender Offer that occurred at the Industrial Bank of Korea with PT Bank Agris Tbk. and
PT Bank Mitraniaga Tbk.
Abstrak
Penawaran Tender merupakan suatu masalah yang penting dan sangat berkaitan dengan
pengambilalihan suatu perusahaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaturan Pengambilalihan dan Penawaran Tender terhadap Perusahaan yang diambil
alih di Indonesia. Penelitian jurnal ini merupakan penelitian hukum normatif dengan
pendekatan peraturan perundang-undangan. Bahan hukum yang digunakan terdiri dari
bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Temuan dalam penelitian ini adalah
Pertama, pengambilalihan diatur dalam UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas, POJK Nomor 9/POJK.04/2018 tentang Pengambilalihan Perusahaan Terbuka
serta UU Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Jika dalam hal pengambilalihan
dilakukan oleh perusahaan terbuka kepada perusahaan terbuka, persetujuan dari
pemegang saham pengendali baru tidak diwajibkan. Kedua, tata cara pengambilalihan
dapat dilakukan secara paksa yang disebut sebagai hostile takeover. Hostile takeover
belum sepenuhnya diatur di Indonesia dan tidak dilarang praktiknya. Kemudian,
Penawaran Tender terbagi menjadi yang wajib dan sukarela, Penawaran Tender
Sukarela diatur dalam POJK No. 54/POJK.04/2015 tentang Penawaran Tender Sukarela.
Penawaran Tender Wajib diatur dalam POJK No. 9/POJK.04/2018. Penawaran Tender
wajib dilaksanakan bagi pengendali baru suatu perusahaan terbuka yang diambil alih,
akan tetapi terdapat pengecualian-pengecualian dalam keadaan tertentu. Adapun jurnal
ini juga membahas salah satu kasus pengecualian Penawaran Tender Wajib yang terjadi
pada Industrial Bank of Korea dengan PT Bank Agris Tbk. dan PT Bank Mitraniaga
Tbk.
I. LATAR BELAKANG
Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas (“UUPT”) mendefinisikan Perseroan Terbuka sebagai Perseroan Publik
atau Perseroan yang melakukan penawaran umum saham, sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. Dalam hal pelaksanaan
suatu kegiatan bisnis oleh suatu perusahaan, dimungkinkan dalam prosesnya suatu
perusahaan atau perorangan ingin melakukan pengambilalihan perusahaan terbuka
dengan tujuan menguasai perusahaan terbuka tersebut. Proses tersebut dapat
dikatakan sebagai proses pengambilalihan atau dinamakan take over.
Pengambilalihan perusahaan terbuka atau take over dilakukan dengan cara
pembelian saham dari perusahaan tertentu. Pelaksanaan dan mekanisme take over
sendiri diatur sedemikian rupa dalam POJK Nomor 9/POJK/4.2018 tentang
Pengambilalihan Perusahaan Terbuka. Pengambilalihan perusahaan terbuka ini
akan menimbulkan kewajiban bagi pengendali baru perusahaan tersebut.
Salah satu kewajiban bagi pengendali baru perusahaan tersebut adalah
untuk melakukan Penawaran Tender atau Tender Offer, sebagaimana hal ini
memang dipersyaratkan dalam undang-undang. Salah satu alasan Penawaran
Tender harus dilakukan adalah karena dengan adanya pengambilalihan terhadap
suatu perusahaan terbuka, biasanya menimbulkan adanya kerugian yang dirasakan
oleh Pemegang Saham, terutama Pemegang Saham Publik. Mengenai Penawaran
Tender di Indonesia terdapat dua macam, yaitu Penawaran Tender Wajib dan
Penawaran Tender Sukarela. Mengenai ketentuan Penawaran Tender Wajib diatur
dalam POJK No. 9/POJK.04/2018 tentang Pengambilalihan Perusahaan Terbuka,
dan mengenai ketentuan Penawaran Tender Sukarela diatur dalam POJK No.
54/POJK.04/2015 tentang Penawaran Tender Sukarela. Selanjutnya, sebagaimana
tertera dalam POJK No. 9/POJK.04/2018, Penawaran Tender Wajib tidaklah
bersifat mutlak, hal ini karena terdapat beberapa keadaan di mana dapat
mengecualikan adanya Penawaran Tender Wajib.
Tidak selamanya dalam melaksanakan pengambilalihan akan berjalan
dengan lancar sesuai dengan yang diharapkan karena negosiasi penawaran harga
antara offeror company dengan target company tidak sesuai. Jika target company
bersikeras untuk menolak tawaran dari offeror company sementara offeror company
tetap ingin mengambil alih, maka terdapat kemungkinan terjadinya hostile
takeover. Hostile takeover adalah pengambilalihan paksa perusahaan, di mana
proses akuisisi tidak melalui proses yang sewajarnya dan tidak lewat persetujuan
dewan direksi perusahaan yang menjadi target akuisisi. Target company dipaksa
untuk mengikuti kehendak dari offeror company, sehingga akan terdapat
kompleksitas permasalahan, seperti adanya pihak-pihak yang dirugikan, baik itu
pemegang saham minoritas atau target company itu sendiri. Terdapat banyak
strategi hostile takeover yang dapat dilakukan oleh offeror company, serta taktik
defensif yang dapat dilakukan oleh target company untuk menghalangi takeover
tersebut, bahkan sampai dengan melakukan gugatan di pengadilan. Di Indonesia
sendiri belum terdapat regulasi yang secara spesifik mengatur mengenai hostile
takeover, walaupun sudah banyak praktiknya di Indonesia.
IV. PEMBAHASAN
1. Pengertian Take Over dan Pengaturan mengenai Take Over di Indonesia
Take over merupakan nama lain dari akuisisi atau pengambilalihan.
Menurut Pasal 1 angka 11 UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas, Pengambilalihan atau Akuisisi merupakan perbuatan hukum yang
dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih
saham perseroan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas perseroan
tersebut1. Mekanisme take over perusahaan terbuka sendiri diatur dalam dua
peraturan di Indonesia, yakni UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas dan diatur lebih khusus dalam POJK Nomor 9/POJK.04/2018 tentang
Pengambilalihan Perusahaan Terbuka.
Mekanisme pengambilalihan perusahaan terbuka dalam UU Nomor 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas umumnya diatur dalam Pasal 125.
Pasal 125 ayat (1) mengatur bahwa pengambilalihan dilakukan dengan cara
pengambilalihan saham yang telah dikeluarkan dan/atau akan dikeluarkan oleh
1
Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, TLN No.
4756, LN No. 2007/No. 106, psl. 1 angka 11.
perseroan melalui Direksi Perseroan atau langsung dari pemegang saham.
Maksud dari pengaturan Pasal 125 ayat (1) tersebut yaitu pengambilalihan
saham baru dapat disebut sebagai akuisisi apabila saham yang dibeli tersebut
paling sedikit berjumlah 51% (lima puluh satu persen)2. Apabila pembelian
saham oleh pengakuisisi kurang dari 51%, maka hal tersebut termasuk dalam
jual saham biasa dikarenakan perusahaan target yang akan diakuisisi tidak bisa
dikontrol oleh pengakuisisi tersebut. Hal ini juga lebih lanjut ditegaskan dalam
Pasal 125 ayat (3) bahwa pengaturan pada Pasal 125 ayat (1) tersebut
merupakan pengambilalihan saham yang mengakibatkan beralihnya
pengendalian terhadap perseroan.
Selanjutnya, dalam Pasal 125 ayat (2) diatur bahwa terdapat dua
mekanisme pengambilalihan perseroan terbatas yaitu dilakukan oleh badan
hukum dan dilakukan oleh perorangan. Dalam hal melakukan pengambilalihan
saham oleh badan hukum wajib diwakili oleh direksi dari perusahaan tersebut
dan akan mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap perusahaan yang
dibeli sahamnya tersebut. Proses pengambilalihan saham melalui direksi
perseroan dilakukan dengan proses sebagai berikut: a) Keputusan RUPS; 2)
Pemberitahuan kepada direksi Perseroan; 3) Penyusunan Rancangan
Pengambilalihan; 4) Pengambilalihan ringkasan rancangan; 5) Pengajuan
keberatan kreditor; 6) Pembuatan Akta Pengambilalihan di hadapan notaris; 7)
pemberitahuan kepada menteri dan 8) Pengumuman hasil pengambilalihan3.
Dalam hal pengambilalihan dilakukan melalui Direksi, harus dilakukan
berdasarkan keputusan RUPS yang memenuhi kuorum kehadiran sebagaimana
diatur dalam Pasal 89 UUPT dan pihak yang akan mengambil alih
menyampaikan maksudnya untuk melakukan pengambilalihan kepada Direksi
Perseroan yang akan diambil alih secara langsung4. Direksi juga harus
menyusun rancangan pengambilalihan yang berisikan sekurang-kurangnya: 1)
nama dan tempaet kedudukan dari Perseroang yang akan mengambil alih dan
diambil alih; 2) alasan serta penjelasan Direksi Perseroan yang akan
mengambil alih dan Direksi Perseroan yang akan diambil alih; 4) laporan
keuangan untuk tahun buku terakhir dari Perseroan yang akan mengambil alih
dan Perseroan yang akan diambil alih; 5) tata cara penilaian dan konversi
saham dari Perseroan yang akan diambil alih terhadap saham penukarnya
apabila pembayaran Pengambilalihan dilakukan dengan saham; 6) jumlah
saham yang akan diambil alih; 7) kesiapan pendanaan; 8) neraca konsolidasi
proforma Perseroan yang akan mengambil alih setelah Pengambilalihan yang
disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia; 9)
cara penyelesaian hak pemegang saham yang tidak setuju terhadap
Pengambilalihan; 10) cara penyelesaian status, hak dan kewajiban anggota
Direksi, Dewan Komisaris, dan karyawan dari Perseroan yang akan diambil
alih; 11) perkiraan jangka waktu pelaksanaan Pengambilalihan, termasuk
2
Emil Malik Ibrahim, “Tinjauan Yuridis terhadap Transaksi Reverse Take Over pada PT.
Indofood Sukses Makmur, Tbk. Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan dalam Bidang Pasar Modal
Indonesia”, (Skripsi Sarjana Universitas Indonesia, Depok, 2007), hlm. 47.
3
Rezmia Febrina, “Proses Akuisisi Perusahaan Berdasarkan Undang-undang No 40 Tahun 2007
Tentang Perseroan Terbatas”, Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 4, No. 1, hlm. 169-170.
4
Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, TLN No.
4756, LN No. 2007/No. 106, Ps. 125 ayat (4) dan (5).
jangka waktu pemberian kuasa pengalihan saham dari pemegang saham
kepada Direksi Perseroan; 12) rancangan perubahan anggaran dasar Perseroan
hasil Pengambilalihan apabila ada5.
Pengambilalihan perusahaan terbuka juga diatur dalam UU Nomor 8
Tahun 1995 tentang Pasar Modal, dimana diatur dalam Pasal 84 UU Pasar
Modal, bahwa Emiten atau Perusahaan Publik yang melakukan penggabungan,
peleburan, atau pengambilalihan perusahaan lain wajib mengikuti ketentuan
keterbukaan, kewajaran, dan pelaporan yang ditetapkan oleh Bapepam dan
peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku. Hal ini diatur
dikarenakan pengambilalihan perusahaan terbuka harus dilakukan melalui
pembelian saham.
5
Ibid., Ps. 125 ayat (6).
6
Otoritas Jasa Keuangan, POJK Nomor 9 Tahun 2018 tentang Pengambilalihan Perusahaan
Terbuka, TLN No. 6228, LN No. 114/2018, ps. 4 ayat (2).
7
Ibid., Ps. 4 ayat (3).
8
Ibid., Ps. 4 ayat (4) dan (5).
Dalam hal pengambilalihan berhasil dilaksanakan, pengendali baru
wajib untuk melakukan pengumuman paling sedikit di dalam satu surat kabar
harian berbahasa Indonesia yang berperedaran nasional atau situs web Bursa
Efek, serta menyampaikannya kepada Otoritas Jasa Keuangan dalam waktu
paling lambat satu hari kerja setelah terjadinya pengambilalihan tersebut. 9
Terhadap pengendali baru diwajibkan melakukan Penawaran Tender Wajib,
namun terdapat pengecualiannya yang diatur dalam Pasal 7 ayat (1) POJK No.
9/POJK.04/2018. Mengenai pengumuman terhadap keberhasilan
pengambilalihan yang wajib dilakukan oleh pengendali baru setidak-tidaknya
harus memuat hal-hal berikut: a) jumlah seluruh saham yang diambil alih,
nama pemegang saham yang diambil alih oleh pengendali baru jika
pengambilalihan dilakukan di luar Bursa Efek, harga pengambilalihan per
saham, total nilai pengambilalihan dan total kepemilikan sahamnya; b)
identitas diri dari pengendali baru: c) tujuan pengendalian; d) pernyataan
bahwa pengendali baru adalah kelompok yang terorganisasi, jika pengendali
baru adalah kelompok yang terorganisasi; e) penerima manfaat dari pihak yang
melakukan pengambilalihan, jika pihak tersebut bukan merupakan penerima
manfaat; f) sifat hubungan afiliasi dengan Perusahaan Terbuka, jika terdapat
hubungan afiliasi; dan g) uraian tentang persetujuan dari pihak yang
berwenang, jika diperlukan persetujuan dari pihak yang berwenang.10
Penjelasan Pasal 23 huruf i menyatakan bahwa “perolehan saham oleh
pemegang saham yang melaksanakan haknya sesuai dengan porsi kepemilikan
sahamnya” adalah perolehan saham hasil dari pelaksanaan (exercise)hak
memesan efek terlebih dahulu (HMETD), yang diperoleh oleh pemegang
saham dari Perusahaan Terbuka dan bukan dari pembelian HMETD atau
pengalihan HMETD dari pemegang saham.11
Kemudian, Pasal 23 POJK No. 9/POJK.04/2018 mengatur mengenai
Pengecualian dari pelaksanaan Penawaran Tender Wajib bagi perusahaan
terbuka yang sebagaimana diatur di dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a dan b.
Pengecualian tersebut dapat dilakukan apabila: a) Pengambilalihan terjadi
karena perkawinan atau pewarisan; b) Pengambilalihan yang terjadi karena
pembelian atau perolehan saham Perusahaan Terbuka dalam jangka
waktu setiap 12 (dua belas) bulan dalam jumlah paling banyak 10%
(sepuluh persen) dari jumlah saham yang beredar dengan hak suara yang
sah, oleh Pihak yang sebelumnya tidak memiliki saham Perusahaan Terbuka;
c) Pengambilalihan terjadi karena pelaksanaan tugas dan wewenang dari
badan atau lembaga pemerintah atau negara berdasarkan Undang-Undang;
d) Pengambilalihan terjadi karena pembelian langsung saham yang
dimiliki dan/atau dikuasai badan atau lembaga pemerintah atau negara
sebagai pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf c; e)
Pengambilalihan terjadi karena penetapan atau putusan pengadilan yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap; f) Pengambilalihan terjadi
karena penggabungan usaha, pemisahan usaha, peleburan usaha, atau
pelaksanaan likuidasi pemegang saham; g) Pengambilalihan terjadi karena
9
Ibid., Ps. 7 ayat (1).
10
Ibid., Ps. 7 ayat (2).
11
Ibid., Penjelasan Ps. 23 huruf i.
adanya hibah yang merupakan penyerahan saham tanpa perjanjian untuk
memperoleh imbalan dalam bentuk apapun; h) Pengambilalihan terjadi
karena adanya jaminan utang tertentu yang telah ditetapkan dalam
perjanjian utang piutang, serta jaminan utang dalam rangka restrukturisasi
Perusahaan Terbuka yang ditetapkan oleh badan atau lembaga pemerintah atau
negara berdasarkan Undang-Undang; i) Pengambilalihan terjadi karena
perolehan saham oleh pemegang saham yang melaksanakan haknya sesuai
dengan porsi kepemilikan sahamnya sebagaimana diatur dalam Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan mengenai penambahan modal Perusahaan Terbuka
dengan memberikan hak memesan efek terlebih dahulu; j) Pengambilalihan
yang terjadi karena perolehan saham oleh Pihak dalam pelaksanaan
penambahan modal dalam rangka memperbaiki posisi keuangan sebagaimana
diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penambahan modal
Perusahaan Terbuka tanpa hak memesan efek terlebih dahulu; k)
Pengambilalihan terjadi karena pelaksanaan kebijakan badan atau lembaga
pemerintah atau negara; l) Pelaksanaan Penawaran Tender Wajib akan
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan; m) Pengambilalihan
terjadi karena pelaksanaan penawaran tender sukarela sebagaimana diatur
dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penawaran tender sukarela;
atau n) Pengambilalihan yang telah diungkapkan dalam prospektus penawaran
umum efek bersifat ekuitas sepanjang pengungkapannya telah memenuhi
ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
mengenai bentuk dan isi prospektus dan prospektus ringkas dalam rangka
penawaran umum efek bersifat ekuitas yang dilaksanakan paling lambat 1
(satu) tahun setelah efektifnya pernyataan pendaftaran.12
Pasal 24 POJK No. 9/POJK.04/2018 juga menjelaskan apabila
pengambilalihan terjadi karena penambahan modal Perusahaan Terbuka
dengan memberikan hak memesan efek terlebih dahulu yang tidak
dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf i, maka Pengendali
Baru wajib melaksanakan Penawaran Tender Wajib sesuai dengan Pasal 7 ayat
(1) yang nantinya harus disesuaikan dengan ketentuan pasal 12, pasal 13, dan
pasal 14 POJK tersebut.13 Selain itu, Pasal 26 menyatakan bahwa dalam hal
Pengambilalihan terjadi karena penambahan modal Perusahaan Terbuka tanpa
hak memesan efek terlebih dahulu yang tidak dikecualikan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23 huruf j, maka Pengendali Baru tetap wajib
melaksanakan Penawaran Tender Wajib.14 Lalu, apabila terjadi
pengambilalihan seperti yang disebutkan di dalam Pasal 23, maka Pengendali
Baru wajib melakukan pengumuman mengenai Pengambilalihan di surat kabar
harian berbahasa Indonesia atau situs web Bursa Efek Indonesia berdasarkan
Pasal 28. 15
Sebagaimana yang diatur sebelumnya, bahwa pengambilalihan
perseroan terbatas sesuai dengan UUPT diwajibkan untuk mendapatkan
persetujuan pemegang saham melalui RUPS terlebih dahulu. Namun, dalam
12
Ibid. Ps 23.
13
Ibid. Ps. 24.
14
Ibid. Ps. 26.
15
Ibid. Ps. 28.
hal pengambilalihan perusahaan terbuka tidak diwajibkan untuk memperoleh
persetujuan dari pemegang saham pengendali baru apabila pengendali baru
tersebut juga merupakan perusahaan terbuka.
3. Hostile Takeover
Ada kalanya dalam hal pengambilalihan perusahaan, negosiasi
penawaran harga antara calon pengendali dengan perusahaan target tidak
berjalan dengan lancar, sehingga tidak menghasilkan kesepakatan antara dua
pihak. Di satu sisi target company sudah tidak ingin melanjutkan takeover
tersebut, di lain sisi offeror company bersikeras untuk tetap melanjutkannya.
Dalam posisi tersebut, offeror company dapat saja melakukan pengambilalihan
paksa (hostile takeover) yang dilakukan tanpa kehendak dari perusahaan
target.
Hostile Takeover atau pengambilalihan paksa adalah bentuk akuisisi
suatu perusahaan yang kemudian disebut dengan target company, oleh
perusahaan pengakuisisi yang kemudian disebut dengan offeror company.
Akuisisi tersebut dilakukan tidak melalui proses yang sewajarnya dan tidak
melewati persetujuan dari dewan direksi perusahaan yang menjadi target
akuisisi, maka dari itu, karakteristik utama dari hostile takeover adalah bahwa
manajemen perusahaan target tidak ingin kesepakatan itu terjadi. Karena target
company dipaksa untuk mengikuti kehendak dari offeror company, akan
terdapat kompleksitas permasalahan seperti adanya pihak-pihak yang
dirugikan, baik itu pemegang saham minoritas atau target company itu sendiri.
Direksi dari target company yang tidak setuju atas hostile takeover tersebut
biasanya akan melakukan beberapa taktik defensif dengan tujuan untuk
menghalangi takeover tersebut, bahkan sampai dengan melakukan gugatan di
pengadilan. Beberapa taktik defensif yang dapat dilakukan target company
tersebut adalah:16
a) Stock repurchase, yaitu pembelian dengan target saham yang
diterbitkan sendiri dari pemegang sahamnya;
b) Poison pill, yaitu distribusi hak kepada pemegang saham target untuk
membeli saham target atau pengakuisisi yang menggabungkan diri
dengan harga yang jauh lebih rendah;
c) Staggered board, yaitu keadaan di mana hanya sejumlah direktur
tertentu, biasanya sepertiga, yang dipilih kembali setiap tahun. Ini
adalah pertahanan anti-pengambilalihan yang kuat, yang mungkin lebih
kuat dari yang umum dikenal;
d) Shark repellants, yaitu ketentuan tertentu dalam piagam atau peraturan
target yang menghalangi keinginan pengakuisisi untuk
pengambilalihan yang tidak bersahabat. Pembelaan ini biasanya
melibatkan persyaratan suara mayoritas mengenai penggabungan target
dengan pemegang saham mayoritasnya. Pembelaan ini juga mencakup
ketentuan mencegah pengambilalihan lainnya dalam akta pendirian
atau anggaran rumah tangga target;
16
Biryuk Law, “17 Defenses Against Hostile Takeovers,” https://www.biryuklaw.com/hostile-
takeover-defenses/, diakses 15 Juni 2021.
e) Golden parachutes, yaitu kompensasi tambahan kepada manajemen
puncak target dalam kasus pemutusan hubungan kerja setelah akuisisi
yang tidak bersahabat yang berhasil;
f) Crown jewels, yaitu opsi di mana pihak yang disukai dapat membeli
bagian penting dari target dengan harga yang mungkin kurang dari nilai
pasarnya; dan
g) Lockups, yang mencakup perjanjian tanpa toko, biaya
penghentian/penghancuran, opsi untuk membeli anak perusahaan,
penggantian biaya, dan lain-lain.
Faktor-faktor yang berperan dalam hostile takeover dari sisi akuisisi
sering kali bertepatan dengan faktor pengambilalihan lainnya, seperti
keyakinan bahwa suatu perusahaan mungkin dinilai terlalu rendah secara
signifikan atau menginginkan akses ke merek, operasi, teknologi, atau pijakan
industri perusahaan tersebut. Hostile takeover juga mungkin merupakan
langkah strategis oleh investor aktivis yang ingin melakukan perubahan pada
operasi perusahaan target. Terdapat beberapa strategi yang bisa digunakan
untuk melakukan hostile takeover, yaitu:17
a) Unfriendly offer, yaitu pengambilalihan yang mendadak dan tanpa
negosiasi dengan perusahaan target;
b) Bear hugs, yaitu keadaan di mana offeror company mengajak pihak
target company, tetapi target company tetap waspada terhadap
manipulasi offeror company;
c) Casual pass, yaitu keadaan di mana offeror company berniat
melakukan corporate combination dengan mengajak target company
untuk bernegosiasi;
d) Buy a block, yaitu pengakumulasian blok-blok saham untuk kemudian
menyusun strategi hostile takeover;
e) Proxy fight, yaitu keadaan di mana offeror company meminta kuasa
dari pemegang saham lainnya untuk hadir dalam Rapat Umum
Pemegang Saham;
f) Nominee, yaitu taktik takeover dengan kepemilikan saham secara
pura-pura; dan
g) Trust, yaitu keadaan di mana offeror company berperan sebagai trustor
dengan menunjuk para pemegang sahamnya sebagai trustee dan
menjadi pemegang saham untuk kepentingan trustor yang sekaligus
sebagai beneficiary.
Salah satu contoh keadaan hostile takeover dengan strategi proxy fight
adalah ketika sebuah perusahaan, investor, atau sekelompok investor membuat
penawaran tender untuk membeli saham perusahaan lain dengan harga di atas
nilai pasar saat itu, dewan direksi mungkin akan menolak penawaran tersebut.
Perusahaan yang mengakuisisi dapat mengambil tawaran itu secara langsung
kepada para pemegang saham, yang dapat memilih untuk menerimanya jika
penawaran tersebut cukup tinggi untuk nilai pasar, atau jika mereka tidak
senang dengan manajemen saat ini. Penjualan saham hanya terjadi jika cukup
17
Agus Riyanto, “Hostile Takeover dan Keterbukaan Informasinya,” https://business-
law.binus.ac.id/2018/05/29/hostile-take-over-dan-keterbukaan-informasinya/, diakses 15 Juni 2021.
banyak pemegang saham, biasanya mayoritas, setuju untuk menerima tawaran
tersebut. Dalam proxy fight, kelompok pemegang saham yang berlawanan
membujuk pemegang saham lain untuk mengizinkan mereka menggunakan
suara proxy saham mereka. Jika perusahaan yang membuat tawaran hostile
takeover memperoleh proxy yang cukup, ia dapat menggunakannya untuk
menerima tawaran tersebut.
Regulasi mengenai hostile takeover belum sepenuhnya atau secara
spesifik diatur di Indonesia. Bahkan, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995
tentang Pasar Modal pun tidak mengaturnya. Walaupun begitu, terdapat
ketentuan yang dapat menjadi acuan dilaksanakannya hostile takeover di
Indonesia, yaitu Peraturan No. IX.H.1 Keputusan Ketua Bapepam No.
Kep-264/BL/2011 tentang Pengambilalihan Perusahaan Terbuka tanggal 31
Mei 2011. Keputusan tersebut mengatur mengenai keterbukaan informasi saat
melakukan hostile takeover, dimana offeror company harus mengumumkan
kepada publik mengenai dari mana sumber pendanaan offeror company, siapa
subjek hukumnya, dasar alasan mengapa tertarik untuk melakukan hostile
takeover, serta apa aspek positif dilakukannya hostile takeover tersebut.
Keterbukaan informasi tersebut dilakukan untuk mencegah ekses negatif dari
hostile takeover serta mengedepankan aspek perlindungan pemegang saham,
terutama bagi yang tidak setuju atas pengambilalihan tersebut. Selain itu, juga
terdapat beberapa kasus hostile takeover yang terjadi di Indonesia. Dengan itu,
pelaksanaan hostile takeover di Indonesia tidak dilarang.18
19
Otoritas Jasa Keuangan, POJK tentang Pengambilalihan Perusahaan Terbuka, LN No. 114
Tahun 2018, TLN No. 6228, Ps. 12 ayat 1.
20
Ibid., Ps. 13 ayat 1-2.
21
Ibid., Ps. 13 ayat 3-4.
22
Ibid., Ps. 14.
23
Ibid., Ps. 16 ayat 1.
a) Saham yang dimiliki pemegang saham yang telah melakukan
transaksi pengambilalihan dengan pengendali baru;
b) Saham yang dimiliki pihak lain yang telah mendapatkan
penawaran dengan syarat dan kondisi yang sama dari pengendali
baru;
c) Saham yang dimiliki pihak lain yang pada saat bersamaan juga
melakukan penawaran tender wajib atau penawaran tender
sukarela atas saham perusahaan terbuka yang sama;
d) Saham yang dimiliki pemegang saham utama;
e) Saham yang dimiliki oleh pengendali lain perusahaan terbuka
tersebut; dan
f) Pelaksanaan penawaran tender wajib akan bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan.
Sebagaimana dapat dilihat dalam aturan yang ada di POJK No.
9/POJK.04/2018, tidak diatur adanya batas maksimum dari jumlah
saham publik yang dapat diperoleh oleh Pengendali baru. Dengan tidak
adanya batasan ini maka Pengendali baru dapat memiliki saham publik
sesuai dengan kehendaknya sendiri. Oleh karena itu, dalam POJK No.
9/POJK.04/2018 diatur mengenai ketentuan Pasal 21 ayat (1) POJK No.
9/POJK.04/2018 yang menyatakan bahwa adanya kewajiban bagi
Pengendali baru untuk melakukan pengembalian sebanyak 20% (dua
puluh persen) hanya dengan keadaan jika kepemilikan saham lebih dari
80% (delapan puluh persen). Ketentuan ini ditetapkan dalam POJK No.
9/POJK.04/2018 dengan tujuan untuk mengantisipasi Perusahaan
Terbuka ini berubah menjadi Perusahaan Tertutup dan juga bertujuan
untuk mempertahankan jumlah emiten yang ada di Pasar Modal.24
24
Abigail Frida Christine Chiquita Pasaribu, “Pelaksanaan Penawaran Tender dalam Pasar
Modal dan Akibat Hukumnya di Indonesia,” Justitia et Pax Vol. 36 No. 1 (Juni 2020), hlm. 96.
sasaran, pihak yang melakukan penawaran, harga Penawaran Tender
Sukarela, tata cara pelaksanaan penawaran, dan sebagainya.
Penawaran tender sukarela, dalam pelaksanaannya diatur dalam
BAB V POJK No. 54/POJK.04/2015:
a) Masa Penawaran Tender Sukarela wajib dimulai paling lambat 2
(dua) hari kerja setelah Pernyataan Penawaran Tender Sukarela
menjadi efektif.
b) Masa Penawaran Tender Sukarela adalah paling sedikit 30 (tiga
puluh) hari dan dapat diperpanjang paling lama menjadi 90
(sembilan puluh) hari, kecuali disetujui lain oleh Ketua Bapepam
dan LK.
c) Transaksi Penawaran Tender Sukarela wajib diselesaikan paling
lambat dalam waktu 12 (dua belas) hari setelah masa penawaran
berakhir dengan penyerahan uang atau penyerahan Efek sebagai
penukarnya.
d) Dalam hal persyaratan atau kondisi khusus yang ditetapkan dalam
Penawaran Tender Sukarela tidak dipenuhi, maka Efek yang
ditawarkan wajib dikembalikan dalam waktu paling lambat 12
(dua belas) hari setelah masa Penawaran Tender berakhir.
e) Dalam hal Penawaran Tender Sukarela dibatalkan, maka Efek
yang ditawarkan wajib dikembalikan dalam waktu paling lambat
12 (dua belas) hari setelah pembatalan.
f) Dalam hal Penawaran Tender Sukarela dilaksanakan melalui
penukaran Efek Perusahaan Sasaran dengan Efek lain, maka
Pihak yang melakukan Penawaran Tender Sukarela wajib
memberikan pilihan untuk menerima Efek lain tersebut atau uang
dalam jumlah sebagaimana diatur dalam angka 4 huruf a atau
angka 4 huruf b. LAMPIRAN Keputusan Ketua Bapepam dan
LK Nomor : Kep-263/BL/2011 Tanggal : 31 Mei 2011 DRAFT
11 MARET 2011
g) Dengan memperhatikan batasan masa Penawaran Tender
Sukarela yang diatur dalam huruf b, setiap masa perpanjangan
Penawaran Tender Sukarela wajib dilaksanakan paling sedikit 15
(lima belas) hari dan diumumkan dalam waktu 2 (dua) hari
sebelum masa perpanjangan dimulai. Pengumuman dimaksud
wajib dimuat dalam 2 (dua) surat kabar harian berbahasa
Indonesia, salah satu di antaranya berperedaran nasional dan
mencantumkan jumlah penawaran Efek yang sudah diterima
sampai dengan masa perpanjangan dimulai.
h) Dalam hal jumlah Efek Bersifat Ekuitas yang ditawarkan untuk
dijual atau ditukar melebihi jumlah Efek Bersifat Ekuitas yang
ditetapkan dalam Penawaran Tender Sukarela, maka Pihak yang
melaksanakan Penawaran Tender Sukarela wajib melakukan
penjatahan secara proporsional sebanding dengan partisipasi
setiap Pihak yang melakukan penjualan dalam Penawaran Tender
Sukarela tersebut dengan memperhatikan satuan perdagangan
yang berlaku di Bursa Efek tanpa pecahan.
i) Pihak yang melakukan Penawaran Tender Sukarela wajib
menunjuk Akuntan untuk melakukan pemeriksaan khusus
mengenai kewajaran pelaksanaan penjatahan dan wajib
menyampaikan laporannya kepada Bapepam dan LK dalam
jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal penjatahan
berakhir.
j) Pihak yang akan menjual Efek Bersifat Ekuitas sehubungan
dengan Penawaran Tender Sukarela wajib menyerahkan Efek
tersebut kepada Kustodian yang ditunjuk oleh Pihak yang
melakukan Penawaran Tender Sukarela dan dapat menarik
kembali Efek tersebut setiap saat sebelum Penawaran Tender
Sukarela berakhir.
k) Dengan memperhatikan ketentuan yang diatur dalam huruf b,
perubahan persyaratan Penawaran Tender Sukarela hanya dapat
dilakukan paling lambat 15 (lima belas) hari sebelum Penawaran
Tender Sukarela berakhir. Perubahan tersebut wajib diumumkan
dalam 2 (dua) surat kabar harian berbahasa Indonesia, salah satu
diantaranya berperedaran nasional dan disampaikan kepada pihak
sebagaimana dimaksud dalam angka 2 huruf a pada waktu yang
bersamaan dengan pengumuman tersebut.
l) Pihak yang melakukan Penawaran Tender dilarang membeli atau
menjual Efek Bersifat Ekuitas yang sedang ditawarkan dalam
jangka waktu 15 (lima belas) hari sebelum penerbitan
pengumuman sebagaimana dimaksud dalam angka 2 huruf c
sampai dengan masa Penawaran Tender Sukarela berakhir.
m) Formulir Penawaran Tender Sukarela hanya dapat dibagikan
setelah Pernyataan Penawaran Tender Sukarela efektif. Formulir
Penawaran Tender Sukarela tersebut wajib memuat pernyataan
bahwa Pihak yang menawarkan Efek Bersifat Ekuitas telah
menerima dan membaca Pernyataan Penawaran Tender Sukarela.
n) Dalam masa Penawaran Tender Sukarela, Pihak yang melakukan
Penawaran Tender Sukarela dapat melakukan pengumuman ulang
atas Pernyataan Penawaran Tender Sukarela yang diajukan
kepada Bapepam dan LK.
o) Perusahaan Sasaran dilarang melakukan transaksi yang
semata-mata dilaksanakan dengan tujuan menghalangi perubahan
pengendalian Perusahaan Sasaran dimaksud sebagai akibat
pelaksanaan Penawaran Tender Sukarela dalam jangka waktu
sejak pengumuman sebagaimana dimaksud dalam angka 2 huruf
c sampai dengan masa Penawaran Tender Sukarela berakhir.
p) Pihak yang melakukan Penawaran Tender Sukarela dan
Afiliasinya wajib merahasiakan rencana Penawaran Tender
Sukarela sebelum pengumuman sebagaimana dimaksud dalam
angka 2 huruf c.
q) Pihak yang melakukan Penawaran Tender Sukarela dilarang
menetapkan pembatasan dan persyaratan yang berbeda
berdasarkan penggolongan atau kedudukan Pihak yang menjadi
pemegang Efek Bersifat Ekuitas, kecuali apabila terdapat
perbedaan hak atau manfaat yang melekat pada Efek Bersifat
Ekuitas dimaksud.
r) Pihak yang melakukan Penawaran Tender Sukarela dapat
membuat rencana mengenai kelangsungan atau perubahan
manajemen perusahaan dan karyawan setelah Penawaran Tender
Sukarela, sepanjang hal tersebut tidak merupakan persyaratan
Penawaran Tender Sukarela, dan diungkapkan seluruhnya dalam
Pernyataan Penawaran Tender Sukarela.
Kesuksesan tender offer juga dipengaruhi oleh faktor-faktor
tertentu yaitu:
a) Bid Premium Size
Kesuksesan suatu Tender Offer bergantung pada besarnya
penawaran premi. Dalam hal ini apabila penawar menawar harga
yang tinggi, maka penawaran tersebut akan semakin sukses, oleh
sebab itu premi tawaran yang lebih tinggi akan meningkatkan
jumlah saham yang ditawarkan sehingga kesuksesan Tender Offer
dapat lebih tinggi.
b) Managerial Resistance
Oposisi terhadap manajerial suatu perusahaan dapat menjadi
hambatan dari kesuksesan Tender Offer suatu perusahaan. Hal ini
dapat terjadi dalam beberapa cara, seperti pemotongan daftar
pemegang saham dan sengketa dengan penawar.
c) Persentase Saham yang dimiliki Penawar
Kepemilikan saham dari perusahaan akan menentukan besarnya
pengaruh perusahaan tersebut atas pengendalian perusahaan.
Oleh karena itu, apabila persentase saham yang ditawarkan lebih
besar dibanding saham yang dimiliki perusahaan, maka akan
semakin meningkatkan kesuksesan suatu Tender Offer karena
penawar akan melihat bahwa perusahaan punya kendali yang
lebih kecil terhadap perusahaan tersebut sehingga kemungkinan
untuk mengendalikan perusahaan secara sepihak dapat lebih
dikurangi.
d) Biaya Permohonan
Biasanya penawar akan membayar biaya permohonan kepada
makelar, oleh karena itu besarnya biaya permohonan akan
menentukan tingkat keinginan penawar untuk melakukan Tender
Offer. Oleh karena itu, hal ini menentukan kesuksesan suatu
Tender Offer.
e) Tawaran yang Bersaing
Suatu tawaran akan semakin menarik apabila tawaran tersebut
memiliki harga yang sesuai dan perusahaan yang menawarkannya
memiliki prospek usaha yang menjanjikan. Hal ini tentunya akan
menentukan kesuksesan dari Tender Offer.
5. Contoh Kasus Pengecualian Tender Offer
Untuk memberikan gambaran bagaimana penerapan pengaturan ini
dalam praktiknya, terdapat satu kasus yang terjadi pada tahun 2019.
Sebagaimana penjelasan pada bagian sebelumnya, terdapat beberapa
pengecualian dari kewajiban melakukan tender bagi perusahaan terbuka yang
baru saja menyelesaikan pengambilalihan. Pada tahun 2019, Industrial Bank of
Korea (“Bank IBK”) mengakuisisi 95,79% saham PT Bank Agris Tbk.
sebagaimana dinyatakan dalam Akta Pernyataan Keputusan Rapat No. 24
tanggal 16 Januari 2019 yang dibuat di hadapan Christina Dwi Utami, S.H.,
M.Hum., M.Kn. Notaris di Jakarta Barat yang kemudian telah didaftarkan
pada Daftar Perseroan No. AHU-x0009548.AH.01.11.TAHUN 2019 tanggal
18 Januari 2019.25 Setelahnya, IBK juga membeli 71,68% saham Bank
Mitraniaga berdasarkan Akta Jual Beli dan Pengalihan Hak atas Saham No. 88
tanggal 28 Januari 2019. Dengan demikian, IBK telah menjadi Pemegang
Saham Pengendali pada 2 bank komersial di Indonesia dan akhirnya
menggabungkan dua bank tersebut. Terhadap penggabungan ini telah
didaftarkan Akta Penggabungannya pada Daftar Perseroan No.
AHU-07146.40.20.2014 tanggal 22 Agustus 2019 dan perseroan ini sekarang
menggunakan nama PT Bank IBK Indonesia.26
Berdasarkan Pasal 6 ayat 1 POJK 56/POJK.03/2016, badan hukum
lembaga bank dapat memiliki saham bank lebih dari 40% modal bank
sepanjang disetujui OJK. Sehingga dapat dikatakan bahwa lembaga bank harus
mendapatkan izin dari OJK untuk memiliki saham lebih dari 40% modal bank.
Dalam kasus ini, IBK sendiri telah mendapatkan izin dari OJK untuk
mengakuisisi saham PT Bank Agris Tbk, sebagaimana dikeluarkan dalam
Keputusan Anggota Dewan Komisioner OJK No. KEP-226/D.03/2018 tentang
Izin Akuisisi 95,79% Saham Perseroan oleh IBK tertanggal 20 Desember
2018. Pada tanggal yang sama, IBK juga mengantongi izin untuk melakukan
akuisisi PT Bank Mitraniaga Tbk. berdasarkan Surat Persetujuan Anggota
Dewan Komisioner OJK No. KEP-225/d.03/2018.27
Apabila dikaitkan dengan kewajiban melakukan tender offer, maka PT
Bank IBK Indonesia dapat dikecualikan menurut POJK. Pada Pasal 23 huruf l
POJK No. 9/POJK.04/2018, kewajiban perusahaan untuk melakukan
Penawaran Tender Wajib dikecualikan apabila hal ini akan bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan. Merujuk pada paragraf sebelumnya,
PT Bank IBK Indonesia Tbk sendiri sudah mendapatkan izin akuisisi sebesar
jumlah yang dibelinya. Sehingga jika PT Bank IBK Indonesia Tbk. nantinya
melakukan tender offer, dikhawatirkan akan melebihi izin yang telah diberikan
OJK. Menurut Deputi Komisioner Pengawas Perbankan III OJK Slamet Edy
Purnomo, pengecualian tender offer terhadap saham PT Bank Mitraniaga Tbk
ini sudah sesuai dengan aturan perbankan di OJK dan juga karena tujuan
akhirnya adalah untuk merger atau penggabungan. Akan tetapi, pengecualian
25
PT Bank IBK Indonesia Tbk., “Prospektus Penawaran Umum Terbatas II PT Bank IBK
Indonesia Tbk. Tahun 2020,” https://www.idx.co.id/StaticData/NewsAndAnnouncement/
ANNOUNCEMENTSTOCK/From_EREP/202004/efd777d903_76e40d950e.pdf, diakses 1 Juni 2021.
26
Ibid.
27
Ibid.
ini tidak berarti PT Bank IBK Indonesia Tbk. dilarang untuk melakukan tender
offer. Pada akhirnya, Bank IBK Indonesia melakukan tender offer terhadap
sisa saham PT Bank Mitraniaga Tbk (NAGA) pada tanggal 1 Mei hingga 14
Juni 2019.28
V. Kesimpulan
Berdasarkan uraian sebelumnya, maka disimpulkan bahwa pengambilalihan
atau take over perusahaan terbuka merupakan segala tindakan yang mengakibatkan
terjadinya perubahan pengendali saham perusahaan terbuka. Akibat hukum dari
pengambilalihan ini yaitu hanya sebatas terjadinya peralihan pengendalian
perusahaan terbuka kepada pengambil alih. Take over dilakukan dengan mekanisme
membeli saham mayoritas suatu perusahaan tertentu, mekanisme take over lebih
lanjut diatur dalam POJK No. 9/POJK.04/2018 tentang Pengambilalihan Perusahaan
Terbuka.
Ada kalanya negosiasi penawaran harga antara calon pengendali dengan
perusahaan target tidak berjalan dengan lancar, sehingga tidak menghasilkan
kesepakatan antara dua pihak. Dalam posisi tersebut, calon pengendali dapat saja
melakukan pengambilalihan paksa (hostile takeover) yang dilakukan tanpa
kehendak dari perusahaan target. Regulasi mengenai hostile takeover di Indonesia
belum sepenuhnya diatur, walaupun sudah banyak kasus yang terjadi. Sebagai
acuan, terdapat peraturan yang mengatur mengenai keterbukaan informasi saat
melakukan hostile takeover, yaitu Peraturan No. IX.H.1 Keputusan Ketua Bapepam
No. Kep-264/BL/2011 tentang Pengambilalihan Perusahaan Terbuka tanggal 31 Mei
2011.
Dengan adanya take over atau pengambilalihan ini, maka harus diimbangi
dengan adanya Penawaran Tender atau Tender Offer yang dilakukan oleh Pengendali
Baru dari perusahaan tersebut. Penawaran Tender di Indonesia terbagi menjadi dua,
yaitu Penawaran Tender Wajib dan Penawaran Tender Sukarela. Mengenai
Penawaran Tender ini diatur dalam POJK No. 9/POJK.04/2018 tentang
Pengambilalihan Perusahaan Terbuka, dan mengenai ketentuan Penawaran Tender
Sukarela diatur dalam POJK No. 54/POJK.04/2015 tentang Penawaran Tender
Sukarela. Di mana di dalam pengaturan POJK tersebut diatur, salah satunya,
mengenai prosedur pelaksanaan dari Penawaran Tender Wajib maupun Sukarela.
Penawaran Tender Wajib juga memiliki pengecualian dalam pelaksanaannya yang
diatur di dalam Pasal 23 - Pasal 29 POJK No. 9/POJK.04/2018. Selanjutnya, dalam
pelaksanaan Penawaran Tender Sukarela terdapat beberapa faktor yang dapat
dianggap dapat mempengaruhi kesuksesan, yaitu bid premium size, managerial
resistance, persentase saham yang dimiliki penawar, biaya permohonan, dan
tawaran yang bersaing.
Suatu perusahaan terbuka yang baru selesai melakukan pengambilalihan bisa
dikecualikan dari kewajiban melakukan Penawaran Tender Wajib. Salah satu
alasannya adalah karena jika penawaran tender dilakukan dapat melanggar peraturan
perundang-undangan. Sebagaimana dalam kasus Bank IBK Indonesia yang tidak
28
Monica Wareza, “Hore! Harga Tender Offer Bank Mitraniaga Naik Jadi Rp 409,”
https://www.cnbcindonesia.com/market/20190531105619-17-76090/hore-harga-tender-offer-bank-mitrani
aga-naik-jadi-rp-409, diakses 1 Juni 2021.
diwajibkan melakukan tender offer karena izin kepemilikan saham hanya sebatas
yang diizinkan oleh OJK.
VI. Saran
Pada dasarnya, pengaturan mengenai take over dan tender offer sudah diatur
di beberapa peraturan yang berlaku di Indonesia. Namun, berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan, ditemukan bahwa mengenai hostile takeover hanya ada
peraturan mengenai keterbukaan informasi saat melakukan hostile takeover dan
belum ada peraturan yang mengatur mengenai hostile takeover lebih lanjut secara
spesifik. Oleh karena itu, dapat dikemukakan saran bahwa Pemerintah Indonesia,
yang dalam hal ini OJK dan Bursa Efek Indonesia perlu segera membuat peraturan
mengenai hostile takeover untuk mengisi kekosongan hukum. Hal ini mengingat
bahwa pelaksanaan hostile takeover terus menerus terjadi dan menimbulkan banyak
dampak negatif bagi perusahaan yang diambilalih. Saran yang dapat diberikan
adalah agar OJK dapat mengatur mekanisme penyelesaian dari pelaksanaan hostile
takeover dan kepentingan dari pemegang saham minoritas di dalam peraturan yang
diharapkan akan dibuat mengenai hostile takeover itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Perundang-undangan
Indonesia. Undang-Undang Pasar Modal. UU No. 8 Tahun 1995. LN No. 64 Tahun
1995, TLN No. 3608.
Indonesia. Undang-Undang Perseroan Terbatas. UU No. 40 Tahun 2007. LN No. 106
Tahun 2007, TLN No. 4756.
Indonesia. Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal tentang Pengambilalihan
Perusahaan Terbuka. Keputusan Ketua Bapepam No. Kep-264/BL/2011.
Otoritas Jasa Keuangan. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Penawaran Tender
Sukarela. POJK No. 54/POJK.04/2015. LN No. 405 Tahun 2015, TLN No.
5823.
Otoritas Jasa Keuangan. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Pengambilalihan
Perusahaan Terbuka. POJK No. 9/POJK.04/2018. LN No. 114 Tahun 2018,
TLN No. 6228.
Buku
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif. Depok: Rajawali
Pers, 2019.
Jurnal
Febrina, Rezmia. “Proses Akuisisi Perusahaan Berdasarkan Undang-undang No 40
Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.” Jurnal Ilmu Hukum Vol. 4 No. 1. Hlm.
169-170.
Pasaribu, Abigail Frida Christine Chiquita. “Pelaksanaan Penawaran Tender dalam
Pasar Modal dan Akibat Hukumnya di Indonesia.” Justitia et Pax Vol. 36 No. 1
(Juni 2020). Hlm. 91-108.
Skripsi
Ibrahim, Emil Malik. “Tinjauan Yuridis terhadap Transaksi Reverse Take Over pada PT.
Indofood Sukses Makmur, Tbk. Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan
dalam Bidang Pasar Modal Indonesia”. Skripsi Sarjana Universitas Indonesia.
Depok, 2007.
Artikel
Riyanto, Agus. “Hostile Takeover dan Keterbukaan Informasinya.” https://business-
law.binus.ac.id/2018/05/29/hostile-take-over-dan-keterbukaan-informasinya/.
Diakses 15 Juni 2021.
Biryuk Law. “17 Defenses Against Hostile Takeovers.”
https://www.biryuklaw.com/hostile- takeover-defenses/. Diakses 15 Juni 2021.
PT Bank IBK Indonesia Tbk. “Prospektus Penawaran Umum Terbatas II PT Bank IBK
Indonesia Tbk. Tahun 2020.” https://www.idx.co.id/StaticData/NewsAnd
Announcement/ANNOUNCEMENTSTOCK/From_EREP/202004/efd777d903_
76e40d950e.pdf. Diakses 1 Juni 2021.
Wareza, Monica. “Hore! Harga Tender Offer Bank Mitraniaga Naik Jadi Rp 409.”
https://www.cnbcindonesia.com/market/20190531105619-17-76090/hore-harga-
tender-offer-bank-mitraniaga-naik-jadi-rp-409. Diakses 1 Juni 2021.
LAMPIRAN 1
HASIL DISKUSI
PENILAIAN KELOMPOK