Pendidikan Ibadah Muhammad Hasbi Ash - Shiddieqy
Pendidikan Ibadah Muhammad Hasbi Ash - Shiddieqy
                                               ABSTRACT
This research is focused on Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy’s Thinking of Religious
Education. Specifically in religious education resources, purpose, curriculum, method,
evaluation, its relevance to Islamic education, these cases is an effort to find how is
religious education concept in Islamic education contexts. To get the data, the writer
used library research that founded sources of data from various readings either primer
or secondary data. After researching data then it analyzed by using data analysis method
(content analysis or istimbathiyah) to describe the real communication content
objectively, systematically and quantitatively in getting resources of primer and
secondary sources. The result of this research will find very ideal concept formulation,
which has relation with religious education according to Muhammad Hasbi Ash
Shiddieqy. The characteristic of this thinking will be appear well from various aspects
such as; cognitive, affective, and piskomotoric. He said that religious education is an
effort in giving awareness to human beings so that to obey in Allah. While the aim of
religious education is to be ‘abid (Allah people) that obey him. In religious curriculum,
he devided two kinds of religious, they are; mahdah and ghairu mahdah also there are
two methods namely targhib and tarhib and the religious education is the last valuation
of a human being, he changed or not his moral is very determined in doing worship,
that is all depend on belonging knowledge and it will get in Islamic education.
                                                ABSTRAK
Fokus penelitian ini adalah pemikiran pendidikan Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy
mengenai landasan pendidikan ibadah, tujuan, kurikulum, metode, evaluasi dan
relevansinya terhadap pendidikan Islam. Hal ini sebagai usaha untuk melihat bagaimana
konsep pendidikan ibadah dalam konteks pendidikan Islam. Pendekatan yang
digunakan dalam mencari data pada penelitian ini adalah studi riset kepustakaan
(library research) dengan tahapan pokok yang menelusuri sumber-sumber data dari
berbagai bacaan baik yang bersifat primer maupun yang bersifat skunder. Setelah
penelusuran data dilakukan, maka akan dianalisis dengan menggunakan metode analisis
data (content analysis atau istimbathiyah), berupa pelukisan isi komunikasi yang nyata
secara objektif, sistematik dan kualitatif terhadap bahan yang didapati dari sumber data
primer dan skunder. Hasil penelitian ini akan menemukan formulasi konsep yang sangat
ideal terkait dengan pendidikan ibadah menurut seorang ulama fiqh seperti Muhammad
Hasbi Ash Shiddieqy. Karakteristik pemikiran ini akan terlihat baik dari segi kognitif,
afektif, maupun psikomotorik. Muhammad Hasbi Ash Siddieqy mengatakan,
pendidikan ibadah merupakan usah memberi kesadaran kepada manusia untuk taat
kepada Allah. Sedangkan tujuan pendidikan ibadah adalah untuk menjadi ‘abid (hamba
Allah) yang taat. Dalam kurikulum ibadah Hasbi membagi dua macam yaitu ibadah
mahdah dan ghairu mahdah, metode juga Hasbi membentuk dua metode yaitu metode
targhib dan tarhib adapun evaluasi ibadah merupakan penilaian akhir seorang hamba
berubah atau tidaknya itu sangat ditentukan oleh ibadah yang dilakukan. Tentu semua
itu juga tergantung ilmu yang dimiliki, dan ilmu akan didapatkan dalam pendidikan
Islam.
I. PENDAHULUAN
    Pendidikan suatu hal yang amat penting dan harus diperhatikan oleh setiap negara,
karena pendidikan akan memajukan suatu bangsa dan negara. Adapun pendidikan
nasional bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang
beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur,
berkepribadian mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, berdisiplin, beretos
kerja, profesional, bertanggung jawab dan produktif serta sehat jasmani dan rohani.
Sehingga ia mampu membangun dirinya dan masyarakat sekelilingnya serta dapat
memenuhi kebutuhan pembangunan nasional dan bertanggung jawab atas
pembangunan bangsa. (Indonesia, 1993)
   Pendidikan merupakan hak setiap warga Negara. Oleh karena itu peningkatan mutu
pendidikan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses pengembangan
sumber daya manusia, harus dilakukan secara terencana, terarah, dan intensif, sehingga
mampu menyiapkan bangsa Indonesia memasuki era globalisasi yang sarat dengan
persaingan. (Ikhtiono, 2018)
   Rasa iman dan takwa jauh lebih ditinggalkan, maka di sinilah sangat diperlukan
bimbingan dan pendidikan agama yang lebih baik dalam rangka menjadikan manusia
hidup yang sesuai dengan apa yang diharapkan oleh sang pencipta. Apalagi
menyangkut hubungan dengan sang pencipta, membutuhkan tatanan ilmu
pengetahuan yang memadai dan cukup untuk menempuh kesuksesan seorang hamba
menjumpai sang khaliqnya.
    Berbicara tentang pemikiran pendidikan ibadah tentu sangat menarik sekali, karena
pendidikan merupakan sumber utama untuk memperbaiki moralitas manusia dan
pendidikan tidak bisa dipisahkan dari manusia itu sendiri. Dilihat dari berbagai sisi
aturan dan tata cara kehidupan masyarakat masih banyak yang tidak paham dengan
tatalaksana kehidupan yang sempurna, maka dari itu sangat perlu bimbingan dan
arahan melalui pendidikan-pendidikan yang bisa dijadikan sumber perubahan masa
depan.
mendapatkan ilmu dalam ibadah itu harus membutuhkan pendidikan yang baik dan
dari sumber yang jelas, tanpa ada rasa ketidakpedulian terhadap ilmu yang memang
wajib untuk dipelajari supaya dalam mengamalkannya tidak ada yang merasa keliru.
   Landasan dan dasar pendidikan ibadah yang dikemukakan oleh Prof. Dr. Teungku
Muhammad Hasbi Ash Shidieqy berlandaskan kepada Al-Qur’an dan Al-Sunah, benar-
benar digunakan sebagaimana mestinya. Dengan atas dasar itulah penulis munculkan
kembali tokoh masa silam yang dapat kita jadikan sumber pendidikan yang merujuk
kepada Al-Qur’an dan Assunnah, supaya kita dapat menemukan titik keberhasilan
dalam melaksanakan ibadah itu sendiri
    Sebagaimana yang diharapkan, Pendidikan dalam ibadah ini, sangat amat penting
dikaji melalui pengkajian dan pemikiran tokoh-tokoh yang sudah terkenal dan populer,
bahkan tulisan dan pemikirannya dapat diterima oleh kalangan masyarakat luas, dan
layak di jadikan sebagai sumber pengetahuan baik kehidupan dunia maupun akhirat.
Tokoh yang hendak penulis kajikan pada artikel ini adalah Muhammad Hasbi Ash
shidieqy yang sudah pernah populer tulisannya yaitu tentang pemikirannya tentang
banyak hal dalam ilmu-ilmu Ibadah khususnya.
   Setelah penulis telusuri, belum ditemukan karya tulis yang membahas sama persis
dengan tema yang sedang diteliti. Atas dasar itulah, penulis menggali konsep
pendidikan ibadah Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy , sehingga bisa dijadikan sumber
pengembangan ilmu pendidikan ibadah di kalangan akademisi dan masyarakat.
    Penelitian ini berkaitan dengan pemikiran Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy yaitu
ulama yang hidup di era kemerdekaan. Metode yang digunakan adalah metode
kualitatif, di mana data-data dikumpulkan dengan cara mengumpulkan sumber-sumber
tertulis berupa dokumen dalam bentuk buku-buku dan dokumen lainnya. Metode yang
digunakan dalam mencari data kepustakaan (library research), yaitu dengan cara
menelusuri sumber-sumber data dari berbagai bacaan, baik yang bersifat primer
maupun skunder. Kajian kepustakaan ini bertujuan untuk mengumpulkan data dan
informasi dengan bantuan macam-macam material yang terdapat di perpustakaan, baik
yang bersifat manual, maupun digital.
    Penelitian ini mengambil objek ide yang merupakan gagasan atau pemikiran
Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy tentang pendidikan ibadah, yang termuat secara
mendalam dalam karya-karyanya. Sumber data penelitian ini terdiri dari dua sumber,
yaitu sumber primer (primary sources) dan sumber skunder (secondary sources).
Adapun sumber primer diambil dari karya-karya Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy yang
berhubungan langsung dengan masalah pendidikan Ibadah. Karya-karya tersebut
adalah: a. Kuliah Ibadah, Ibadah Ditinjau Dari Segi Hukum dan Hikmah, Pedoman
Shalat, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Pengantar Fiqih Muamalah.
    Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy lahir di Lhokseumawe, Aceh Utara 10 Maret 1904
di tengah keluarga ulama pejabat. Dalam tubuhnya mengalir darah campuran Arab.
Dari silsilahnya diketahui bahwa beliau keturunan ke-37 dari Abu Bakar ash-Shiddieq.
Anak dari pasangan Teungku Amrah, puteri Teungku Abd Al-Aziz pemangku jabatan
Qadhi Chik Maharaja Mangkubumi dan Al-Hajj Teungku Muhammad Husen ibn
Muhammad Mas’ud. (Shiddieqy, 2010)
    Dari titik berangkat kenyataan sosial dan politik seperti itulah pemikiran fiqh
Indonesia hadir, ia terus mengalir dan disosialisasikan oleh Hasbi. Menurutnya, hukum
Islam harus mampu menjawab persoalan-persoalan baru, khususnya dalam segala
cabang dari muamalah, yang belum ada ketetapan hukumnya. Ia harus mampu hadir
dan bisa berpartisipasi dalam membentuk gerak langkah kehidupan masyarakat. Para
ulama (lokal) dituntut untuk memiliki kepekaan terhadap kebaikan (sense of
mashlahah) yang tinggi dan kreativitas yang penuh dengan tanggung jawab dalam
upaya merumuskan alternatif fiqh baru yang sesuai dengan situasi dan kondisi
masyarakat yang dihadapinya.
    Nalar pemikiran yang digunakan oleh Hasbi dengan gagasan fiqh Indonesia adalah
satu keyakinan bahwa prinsip-prinsip hukum Islam sebenarnya memberikan ruang gerak
yang lebar bagi pengembangan dan ijtihad-ijtihad baru. Menurutnya, hingga tahun
1961, salah satu faktor yang menjadi penghambat adalah adanya ikatan emosional yang
begitu kuat (fanatik, ta‘ashshub) terhadap mazhab yang dianut oleh umat Islam. Dan
untuk membentuk fiqh baru ala Indonesia, diperlukan kesadaran dan kearifan lokal
yang tinggi dari banyak pihak, terutama ketika harus melewati langkah pertama, yaitu
melakukan refleksi historis atas pemikiran hukum Islam pada masa awal
perkembangannya. Perspektif ini mengajarkan bahwa hukum Islam baru bisa berjalan
dengan baik jika ia sesuai dengan kesadaran hukum masyarakat. Yakni, hukum yang
dibentuk oleh keadaan lingkungan atau dengan kebudayaan dan tradisi setempat (adat
dan ‘urf), bukan dengan memaksakan format hukum Islam yang terbangun dari satu
konteks tertentu kepada konteks ruang dan waktu baru. Maka, kita dapat
menyimpulkan bahwa ide fiqh Indonesia yang telah dirintis olehnya berlandaskan pada
konsep bahwa hukum Islam (fiqh) yang diberlakukan untuk umat Islam Indonesia
adalah hukum Islam yang sesuai dan memenuhi kebutuhan rakyat Indonesia, selama itu
tidak bertentangan syari’at.
    Dalam pandangan Hasbi, pemikiran hukum Islam harus berpijak pada prinsip
mashlahah mursalah, keadilan, kemanfaatan, serta sadd-u ‘l-zarî‘ah. Semua prinsip itu,
merupakan prinsip gabungan dari setiap madzhab. Maka, untuk memberikan
pemahaman yang baik, ia menawarkan metode analogi-deduktif –satu model istinbat
hukum yang pernah dipakai oleh Imam Abû Hanîfah – untuk membahas satu
permasalahan yang tidak ditemukan ketentuan hukumnya dalam khazanah pemikiran
klasik. Dengan demikian, untuk memudahkan penerapan metode di atas, ia
menggunakan pendekatan sosial-kultural-historis dalam segala proses pengkajian dan
penemuan hukum Islam.
     Salah satu contoh kasus, adalah perdebatan Hasbi dengan A. Hasan tentang boleh
tidaknya jabat tangan antara laki-laki dan perempuan. Terlepas dari tidak adanya dalil
pasti dan alasan yang rasional tentang pengharaman jabatan tangan antara laki-laki dan
perempuan maka ia berpendapat bahwa tradisi jabat tangan antara laki-laki dan
perempuan bukan sesuatu yang berbahaya untuk dilakukan. (Shiddieqy, 1994). Dalam
sisi lain tentang masalah ibadah shalat Hasbi mengatakan, sebesar-besar ibadat yang
mendekatkan para ‘abid (hamba) kepada ma’budnya (sebesar-besar persembahan yang
   Dari hal tersebut maka, Hasbi Ash Shiddieqy menguraikan beberapa item yang
mengulas tentang pendidikan ibadah agar dapat menemukan titik tolak ukur dalam
pengembangan diri seorang hamba terhadap sang pencipta.
   Segala gerak langkah manusia dalam menjalani kehidupan ini, tentu tidak dapat
dipisahkan dengan kehidupan kemajemukan, dalam arti tidak dapat hidup berdiri
sendiri melainkan harus saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya. Dengan
menjaga kehidupan yang baik dan sempurna maka hidup yang demikian itu berarti
hidup dalam sisi ibadah.(Kulsum, 2002)
    Dalam pelaksanaan ibadah Hasbi Ash Siddieqy mengatakan, ada dua landasan dasar
pendidikan ibadah sebenarnya tidak lain dari dasar ajaran Islam, yaitu Al-Qur’an dan
al-Hadits.
a. Al-Qur’an
   Menurut Hasbi Ash-Shiddieqy al-Qur’an mengandung makna yang luas dan banyak
pendapat tentang pengertiannya itu, ringkasnya dapat dikatakan bahwa Al-Qur’an itu
Wahyu Ilahi yang diturunkan kepada Muhammad saw. yang telah disampaikan kepada
umatnya dengan jalan mutawatir, yang di hukum kafir orang-orang yang
mengingkarinya. (Shiddieqy, 2012)
   Dari padanya diambil segala pokok-pokok syari’at dan cabang-cabangnya. Juga dari
padanya dalil-dalil syar’i mengambil tenaganya. Dengan demikian dipandang bahwa
Al-Qur’an itu dasar yang kulli bagi syari’at dan pengumpul segala hukum. Allah swt.
berfirman:
    Al-Qur’an bukan hasil rekayasa manusia, ia semata-mata Firman Allah Swt. yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. hal ini dinyatakan sendiri oleh Alllah SWT.
dalam surat Al-Maidah ayat 16 sebagai berikut:
b. Al-Hadits
    Dalam lapangan pendidikan, Al-Hadits mempunyai dua faedah yang sangat besar
yaitu:
    Sedangkan pengertian Hadits itu sendiri mengandung empat unsur, yakni perkataan,
perbuatan, pernyataan, dan sifat-sifat atau keadaan-keadaan Nabi Muhammad saw.
yang lain, yang semuanya disandarkan Nabi saja, tidak termasuk hal-hal yang
disandarkan kepada sahabat dan tidak pula kepada tabi’in.(Rahman, 1991)
    Hadits adalah dasar hukum Islam yang kedua setelah Al-Qur’an . Hadits menjelaskan
secara terperinci hal-hal yang ada dalam Al-Qur’an yang sifatnya masih global atau
masih berupa perumpamaan, karena Al-Qur’an di ciptakan oleh Allah berupa ajaran-
ajaran yang masih global agar dapat diterapkan dalam berbagai masa dan keadaan,
semua ajaran Islam yang belum dijelaskan dalam Al-Qur’an secara terperinci diuraikan
oleh Nabi baik lewat perkataan, perbuatan dan pernyataan.
   Pendidikan ibadah ini juga diterangkan dalam beberapa hadits Nabi saw. di
antaranya adalah:
     Ibnu Abi Umar telah menceritakan kepada kita, Sofyan bin Uyainah dari Su’air bin
     Khimsi at-Tamimi dari Habib bin Abi Tsabit dari Ibnu Umar berkata: Rasulullah saw.
     bersabda: Islam dibangun atas lima dasar: membaca syahadat (bersaksi) bahwa
     sesungguhnya tidak ada Tuhan selain Allah dan sesungguhnya Nabi Muhammad itu
     adalah utusan-Nya, mendirikan shalat, membayar zakat, puasa bulan Ramadhan,
     dan naik haji ke Baitullah”.(Tirmidzi, n.d.)
   Dalam Hadits di atas tersirat makna bahwa kita sebagai umat Nabi Muhammad saw.
diperintahkan agar mempercayai dan meyakini bahwa tiada Tuhan selain Allah dan
Nabi Muhammad adalah utusan-Nya, hal itu diikuti dengan mempercayai ciptaan Allah
dan semua yang akan terjadi di alam semesta.
   Ibadah adalah jalan mensyukuri nikmat Allah. Atas dasar inilah, tidak diharuskan
bagi manusia, baik oleh syara’ maupun akal untuk beribadah kepada selain Allah.
Karena Allah sendiri yang berhak menerimanya, sebab Allah sendiri yang memberikan
nikmat yang paling besar kepada makhluk, yaitu hidup, wujud dan semua hal yang
berhubungan dengannya. Dan yakin dengan seyakin-yakinnya, bahwa Allah yang
memberikan nikmat kepada seluruh makhluk. Maka mensyukuri nikmat yang telah
diberikan itu wajib. Dengan yakin pula, bahwa Tuhan menimbulkan bencana atas
hamba-Nya di dalam dunia ini dan akan memberi balasan yang setimpal di akhirat kelak
kepada mereka yang taat dan maksiat masing-masing menurut yang layak mereka
peroleh.
    Asy-Syafi’i mengatakan, makna ayat tersebut ialah apakah manusia mengira bahwa
mereka tidak diperintah dan dilarang? Mereka disuruh dan dilarang. Atas dasar itulah
berlaku pahala dan siksa. Mengerjakan perintah dan menjauhi dosa adalah inti ibadah.
(Shiddieqy, 2010)
   Jika direnungi hakikat ibadah, maka yakin bahwa perintah beribadah pada
hakikatnya berupa peringatan bagi manusia untuk menunaikan kewajiban terhadap
Maha yang telah melimpahkan karunia-Nya. Allah Swt. berfirman:
     Dengan terang Nabi saw. menjelaskan bahwa ibadah adalah hak Allah yang wajib
kita laksanakan dengan sewajarnya. Mu’adz ra. mengatakan:
    “Pada suatu hari aku duduk di belakang Nabi atas kendaraannya (keledainya), maka
    beliau berkata: “Hai Mu’adz tahukah engkau apa hak Allah atas hamba dan hak
    hamba terhadap Allah? Aku menjawab: Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.
    Berkata Nabi saw.: Hak Allah atas hamba, ialah mereka menyembah-Nya dengan
     segala keesaan-Nya, dan mereka tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu. Dan hak
     hamba terhadap Allah, ialah Allah tidak akan mengazab orang yang tidak
     menyekutukan-Nya dengan sesuatu”. (HR. Bukhari dan Muslim ).
   Dalam pembahasan metode ibadah ini, Hasbi Ash Shiddieqy mengkaji beberapa
metode yang dapat menghasilkan kajian bersifat ilmiah seperti yang diharapkan. Dari
pengkajiannya menggunakan tiga metode sebagai berikut:
a. Metode Istidlal
1. Hendaklah dipilih soal yang penting, lalu diterangkan pendapat para Mujtahidin,
   terutama pendapat imam-imam yang empat.
3. Hendaklah dikemukakan dasar dan kaidah yang dipegangi oleh imam tersebut.
   Dengan demikian, mahasiswa-mahasiswa dapat membandingkan pendapat-
   pendapat itu satu sama lain dan mereka dapat mengetahui dalil-dalil atau pegangan
   para mujtahid.
b. Metode Qudwah
    Metode ini mencontohkan langsung dengan menjelaskan secara detail dalam satu-
satu perkara ibadah. Contohnya dalam melaksanakan shalat, Hasbi Ash Shiddieqy
menjelaskan mulai dari Thaharah beliau jelaskan hingga rinci bagaimana cara
melakukan taharah atau wudhu yang baik. Begitu pula dengan shalat, secara berurutan
Hasbi menjelaskan. Mulai dari takbir, bagaimana mengangkat tangan ketika takbiratul
ihram hingga sampai ketika salam, yang terpenting ibadah shalat dilakukan adalah
secara tuma’ninah yang sempurna agar ibadah yang dilakukan tidak menjadi sia-sia.
Menjadi khusyuk dalam ibadah itu adalah hal yang dianjurkan bahkan wajib, agar
ibadah menjadi sempurna Sebagaimana Allah berfirman dalam surat Al-Baqarah, ayat
45.
    Ayat ini menunjukkan bahwa sungguh tercela orang-orang yang tidak khusyuk.
Dicelanya orang yang tidak khusyuk, memberi pengertian bahwa khusyuk adalah wajib.
Di antara yang diyakini dengan mudah mengenai khusyuk dalam ayat di atas, adalah
khusyuk dalam shalat.(Shiddieqy, 2010)
    Ada beberapa gambaran yang dijelaskan dalam metode targhib dan tarhib ini,
terhadap pembalasan atas orang-orang yang melaksanakan shalat dan
meninggalkannya. Beberapa metode tersebut Hasbi Ash Shiddieqy menjelaskan bahwa:
1. Orang yang menzalimkan diri yaitu orang yang sangat berlaku ceroboh terhadap
   shalatnya, yakni tidak menyempurnakan wudhunya, tidak menjaga waktu-
   waktunya, batasan-batasannya dan rukun-rukunnya. Imbalan yang diperoleh adalah
   siksa.
5. Orang yang apabila berdiri untuk shalat, hatinya penuh dengan rasa cinta dan
   kebesaran Allah swt. seakan-akan ia melihat Allah swt. dengan mata kepalanya.
   Waswas dan gubrisan-gubrisan hati tidak ada pada hatinya hijab tersingkap
   antaranya Tuhannya. Imbalannya didekatkan kepada Allah. Keutamaan dan
   kebesaran golongan ini, lebih besar dari apa yang ada di antara langit dan
   bumi.(Shiddieqy, 2001)
    Beberapa metode inilah yang dijelaskan Hasbi Ash Shiddieqy, yang bisa menjadi
ukuran bagi setiap muslim dalam melaksanakan ibadah. Allah telah memberi petunjuk
dan pelajaran kepada manusia agar senantiasa selalu menjaga ketaatan dan ketakwaan
kepada Allah melalui ibadah. Maka jika ibadah shalat ditinggalkan dengan sengaja atau
tidak melakukan sama sekali, Allah akan memberi ganjaran siksa. Begitu juga bagi yang
selalu menjaga dan melaksanakan
    ibadah, maka Allah akan membalasnya dengan pahala. Semua ibadah yang
dilakukan akan dibalas sesuai dengan apa yang diperbuat.
   Sikap dan perilaku umat Islam terhadap shalat amat beragam, ada yang
melaksanakan shalat dan ada yang tidak. Ada pula yang kadang-kadang shalat kadang-
kadang tidak, merasa tanpa berdosa apabila meninggalkan shalat. Hal ini menunjukkan
bahwa tidak mengerti dengan perintah yang seharusnya wajib dilaksanakan.
Ada beberapa hal yang terdapat pada diri manusia yang melaksanakan ibadah yaitu:
    Pertama, terciptanya jiwa yang jernih, dengan membaca kitabullah dan membaharui
ingatan kepada-Nya dan menambah terhunjamnya iman ke dalam lubuk jiwa dengan
jalan bermunajat dengan Tuhan yang mempunyai kekuasaan dan kebesaran.
    Sifat jelek yang terbesar adalah mengingkari adanya Tuhan dan sebesar-besar
munkar adalah mempersekutukan Tuhan. Apabila orang yang melakukan shalat masih
melakukan perbuatan yang jelek dan tidak berubah akhlaknya maka berarti belum
sempurna shalatnya. Dan bila orang-orang yang telah berubah perilakunya dengan baik
maka sudah bagus shalatnya. Baik buruknya perilaku seseorang tergantung pada amal
ibadah yang dia kerjakan. Hasilnya dapat dilihat dari firman Allah di atas yang telah
jelas.
                                       IV.         KESIMPULAN
Pendidikan ibadah menurut Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy merupakan suatu usaha
untuk memberikan kesadaran dalam beribadah kepada manusia agar mengerti eksistensi
dirinya sebagai hamba Allah. Landasannya bersumber kepada dua sumber dasar yaitu
Al-Qur’an dan Hadits. Tujuannya ialah ibadah hak Allah dan wajib dipatuhi, ibadah
ghayah (tujuan) hidup manusia, dan ibadah sebagai perintah. Kurikulumnya ada dalam
bentuk ibadah mahdah dan ghairu mahdah. Metodenya dengan cara istidlal, qudwah,
targhib dan tarhib. Evaluasinya dengan cara melihat akhlaknya, jika akhlaknya bagus
maka bagus ibadahnya dan jika akhlaknya rusak berarti harus diperbaiki kembali
ibadahnya. Secara umum pemikiran Hasbi Ash Shiddieqy dalam pendidikan ibadah
sangat relevan dengan pendidikan Islam, dari pengertian pendidikan yang sama dan
juga landasan yang tidak berbeda serta tujuannya, kurikulum, metode dan evaluasinya.
V. DAFTAR PUSTAKA