0% found this document useful (0 votes)
80 views16 pages

Pendidikan Ibadah Muhammad Hasbi Ash - Shiddieqy

This document summarizes Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy's views on religious education. It discusses his perspectives on the foundations, purpose, curriculum, methods, and evaluation of religious education and its relevance to Islamic education. The key aspects of his thinking that are highlighted include: (1) Religious education aims to create awareness and obedience to God, (2) The curriculum divides religious practices into obligatory and non-obligatory categories, (3) The methods include encouragement and deterrence, (4) Religious education and practice determine a person's moral evaluation.

Uploaded by

Dull Lim
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
0% found this document useful (0 votes)
80 views16 pages

Pendidikan Ibadah Muhammad Hasbi Ash - Shiddieqy

This document summarizes Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy's views on religious education. It discusses his perspectives on the foundations, purpose, curriculum, methods, and evaluation of religious education and its relevance to Islamic education. The key aspects of his thinking that are highlighted include: (1) Religious education aims to create awareness and obedience to God, (2) The curriculum divides religious practices into obligatory and non-obligatory categories, (3) The methods include encouragement and deterrence, (4) Religious education and practice determine a person's moral evaluation.

Uploaded by

Dull Lim
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
You are on page 1/ 16

TAWAZUN

JURNAL PENDIDIKAN ISLAM


http://ejournal.uika-bogor.ac.id/index.php/TAWAZUN
Vol. 12, No. 1, Juni 2019, e-ISSN: 2654-5845, hlm. 20-35
DOI: 10.32832/tawazun.v12i1.1902

PENDIDIKAN IBADAH MUHAMMAD HASBI ASH- SHIDDIEQY


Abdul Kahar
Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Muhammadiyah Aceh Barat Daya, Indonesia
[email protected]

ABSTRACT
This research is focused on Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy’s Thinking of Religious
Education. Specifically in religious education resources, purpose, curriculum, method,
evaluation, its relevance to Islamic education, these cases is an effort to find how is
religious education concept in Islamic education contexts. To get the data, the writer
used library research that founded sources of data from various readings either primer
or secondary data. After researching data then it analyzed by using data analysis method
(content analysis or istimbathiyah) to describe the real communication content
objectively, systematically and quantitatively in getting resources of primer and
secondary sources. The result of this research will find very ideal concept formulation,
which has relation with religious education according to Muhammad Hasbi Ash
Shiddieqy. The characteristic of this thinking will be appear well from various aspects
such as; cognitive, affective, and piskomotoric. He said that religious education is an
effort in giving awareness to human beings so that to obey in Allah. While the aim of
religious education is to be ‘abid (Allah people) that obey him. In religious curriculum,
he devided two kinds of religious, they are; mahdah and ghairu mahdah also there are
two methods namely targhib and tarhib and the religious education is the last valuation
of a human being, he changed or not his moral is very determined in doing worship,
that is all depend on belonging knowledge and it will get in Islamic education.

Keywords: Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy’s; Religious; Education

ABSTRAK
Fokus penelitian ini adalah pemikiran pendidikan Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy
mengenai landasan pendidikan ibadah, tujuan, kurikulum, metode, evaluasi dan
relevansinya terhadap pendidikan Islam. Hal ini sebagai usaha untuk melihat bagaimana
konsep pendidikan ibadah dalam konteks pendidikan Islam. Pendekatan yang
digunakan dalam mencari data pada penelitian ini adalah studi riset kepustakaan
(library research) dengan tahapan pokok yang menelusuri sumber-sumber data dari
berbagai bacaan baik yang bersifat primer maupun yang bersifat skunder. Setelah
penelusuran data dilakukan, maka akan dianalisis dengan menggunakan metode analisis
data (content analysis atau istimbathiyah), berupa pelukisan isi komunikasi yang nyata

Diterima: Juni 2019. Disetujui: Juni 2019. Dipublikasikan: Juni 2019 20


Pendidikan Ibadah Muhammad Hasbi Ash- Shiddieqy

secara objektif, sistematik dan kualitatif terhadap bahan yang didapati dari sumber data
primer dan skunder. Hasil penelitian ini akan menemukan formulasi konsep yang sangat
ideal terkait dengan pendidikan ibadah menurut seorang ulama fiqh seperti Muhammad
Hasbi Ash Shiddieqy. Karakteristik pemikiran ini akan terlihat baik dari segi kognitif,
afektif, maupun psikomotorik. Muhammad Hasbi Ash Siddieqy mengatakan,
pendidikan ibadah merupakan usah memberi kesadaran kepada manusia untuk taat
kepada Allah. Sedangkan tujuan pendidikan ibadah adalah untuk menjadi ‘abid (hamba
Allah) yang taat. Dalam kurikulum ibadah Hasbi membagi dua macam yaitu ibadah
mahdah dan ghairu mahdah, metode juga Hasbi membentuk dua metode yaitu metode
targhib dan tarhib adapun evaluasi ibadah merupakan penilaian akhir seorang hamba
berubah atau tidaknya itu sangat ditentukan oleh ibadah yang dilakukan. Tentu semua
itu juga tergantung ilmu yang dimiliki, dan ilmu akan didapatkan dalam pendidikan
Islam.

Kata kunci : Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy; pendidikan; ibadah

I. PENDAHULUAN

Pendidikan suatu hal yang amat penting dan harus diperhatikan oleh setiap negara,
karena pendidikan akan memajukan suatu bangsa dan negara. Adapun pendidikan
nasional bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang
beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur,
berkepribadian mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, berdisiplin, beretos
kerja, profesional, bertanggung jawab dan produktif serta sehat jasmani dan rohani.
Sehingga ia mampu membangun dirinya dan masyarakat sekelilingnya serta dapat
memenuhi kebutuhan pembangunan nasional dan bertanggung jawab atas
pembangunan bangsa. (Indonesia, 1993)

Pendidikan merupakan hak setiap warga Negara. Oleh karena itu peningkatan mutu
pendidikan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses pengembangan
sumber daya manusia, harus dilakukan secara terencana, terarah, dan intensif, sehingga
mampu menyiapkan bangsa Indonesia memasuki era globalisasi yang sarat dengan
persaingan. (Ikhtiono, 2018)

Pendidikan adalah proses pengembangan dan pembentukan manusia melalui


tuntunan dan petunjuk yang tepat dalam segala aspek kehidupan. Tugas itu terutama
dilimpahkan kepada manusia pada tingkatan yang berbeda. Jadi, pendidikan berarti
suatu proses pengembangan dan penuntun kecerdasan manusia untuk mencapai
kematangan dan derajat yang dicita-citakan. Manusia tak akan bisa hidup teratur dan
hidup baik tanpa pendidikan, inilah yang mengarahkan manusia kepada kebenaran
yang dapat mengatur hidupnya lebih sempurna.

Tawazun, Vol. 12, No. 1, Juni, 2019 21


Abdul Kahar

Pendidikan yang berbasis agama akan memberikan perlindungan rasa aman,


kenyamanan, ketenangan batin dan ketenteraman diri dalam mengisi tata laku
keseharian dalam kehidupan. Semakin kurang ilmu agamanya semakin jauh manusia
dari sang khalidnya, apa lagi tidak mempunyai ilmu agama sedikit pun tidak bisa di
bayangkan, sementara kita lihat di zaman sekarang ini, juga sangat banyak orang-orang
yang sudah berilmu pun rentan melakukan kecurangan-kecurangan dan kedhaliman-
kedhaliman ini menandakan ilmu tidak berkecukupan, hanya kepintaran dari satu sisi
sementara sisi keagamaan tidak ditanamkan semestinya.

Rasa iman dan takwa jauh lebih ditinggalkan, maka di sinilah sangat diperlukan
bimbingan dan pendidikan agama yang lebih baik dalam rangka menjadikan manusia
hidup yang sesuai dengan apa yang diharapkan oleh sang pencipta. Apalagi
menyangkut hubungan dengan sang pencipta, membutuhkan tatanan ilmu
pengetahuan yang memadai dan cukup untuk menempuh kesuksesan seorang hamba
menjumpai sang khaliqnya.

Secara historis pertumbuhan dan perkembangan pendidikan yang menyangkut


dengan masalah pendidikan ibadah, sangat terkait erat dengan kegiatan dakwah
Islamiyah. Pendidikan Islam dalam berbagai tingkatannya.

Melalui pendidikan inilah, masyarakat dapat memahami, menghayati dan


mengamalkan ajaran Islam sesuai dengan ketentuan Al-Quran dan As-Sunah, khususnya
menyangkut dengan ibadah itu sendiri, yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.
Sehubungan dengan itu, tingkat kedalaman pemahaman, penghayatan dan pengamalan
masyarakat terhadap pelaksanaan ibadah, amat tergantung pada tingkat kualitas
pendidikan dan pelajaran ibadah yang diterimanya. Pendidikan tersebut dapat
berkembang sesuai dengan kemampuan dan keinginan seseorang dalam belajar dan
mencari ilmu demi tercapainya tingkatan nilai ibadah yang lebih baik.

Berbicara tentang pemikiran pendidikan ibadah tentu sangat menarik sekali, karena
pendidikan merupakan sumber utama untuk memperbaiki moralitas manusia dan
pendidikan tidak bisa dipisahkan dari manusia itu sendiri. Dilihat dari berbagai sisi
aturan dan tata cara kehidupan masyarakat masih banyak yang tidak paham dengan
tatalaksana kehidupan yang sempurna, maka dari itu sangat perlu bimbingan dan
arahan melalui pendidikan-pendidikan yang bisa dijadikan sumber perubahan masa
depan.

Walaupun masyarakat telah mempunyai kebudayaan-kebudayaan lain yang


mempengaruhi namun para tokoh-tokoh dapat pula memunculkan pendapat baru.
Karena itu kita mendapati dua penyebab yang mempengaruhi perkembangan
pendidikan di daerah-daerah. Pertama lingkungan dan kedua sistem yang ditempuh
oleh para pendidik dan perancang pendidikan.

Dalam pembahasan ini penulis mengungkap pemikiran Hasbi Shiddieqy tentang


pendidikan ibadah, karena itu diperlukan perhatian bagaimana seorang mukmin
melakukan ibadah tanpa memiliki ilmu yang cukup tentang ibadah itu sendiri. Untuk

22 Tawazun, Vol. 12, No. 1, Juni, 2019


Pendidikan Ibadah Muhammad Hasbi Ash- Shiddieqy

mendapatkan ilmu dalam ibadah itu harus membutuhkan pendidikan yang baik dan
dari sumber yang jelas, tanpa ada rasa ketidakpedulian terhadap ilmu yang memang
wajib untuk dipelajari supaya dalam mengamalkannya tidak ada yang merasa keliru.

Landasan dan dasar pendidikan ibadah yang dikemukakan oleh Prof. Dr. Teungku
Muhammad Hasbi Ash Shidieqy berlandaskan kepada Al-Qur’an dan Al-Sunah, benar-
benar digunakan sebagaimana mestinya. Dengan atas dasar itulah penulis munculkan
kembali tokoh masa silam yang dapat kita jadikan sumber pendidikan yang merujuk
kepada Al-Qur’an dan Assunnah, supaya kita dapat menemukan titik keberhasilan
dalam melaksanakan ibadah itu sendiri

Sebagaimana yang diharapkan, Pendidikan dalam ibadah ini, sangat amat penting
dikaji melalui pengkajian dan pemikiran tokoh-tokoh yang sudah terkenal dan populer,
bahkan tulisan dan pemikirannya dapat diterima oleh kalangan masyarakat luas, dan
layak di jadikan sebagai sumber pengetahuan baik kehidupan dunia maupun akhirat.
Tokoh yang hendak penulis kajikan pada artikel ini adalah Muhammad Hasbi Ash
shidieqy yang sudah pernah populer tulisannya yaitu tentang pemikirannya tentang
banyak hal dalam ilmu-ilmu Ibadah khususnya.

Setelah penulis telusuri, belum ditemukan karya tulis yang membahas sama persis
dengan tema yang sedang diteliti. Atas dasar itulah, penulis menggali konsep
pendidikan ibadah Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy , sehingga bisa dijadikan sumber
pengembangan ilmu pendidikan ibadah di kalangan akademisi dan masyarakat.

II. METODE PENELITIAN

Penelitian ini berkaitan dengan pemikiran Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy yaitu
ulama yang hidup di era kemerdekaan. Metode yang digunakan adalah metode
kualitatif, di mana data-data dikumpulkan dengan cara mengumpulkan sumber-sumber
tertulis berupa dokumen dalam bentuk buku-buku dan dokumen lainnya. Metode yang
digunakan dalam mencari data kepustakaan (library research), yaitu dengan cara
menelusuri sumber-sumber data dari berbagai bacaan, baik yang bersifat primer
maupun skunder. Kajian kepustakaan ini bertujuan untuk mengumpulkan data dan
informasi dengan bantuan macam-macam material yang terdapat di perpustakaan, baik
yang bersifat manual, maupun digital.

Setelah penelusuran data dilakukan, akan dianalisis dengan menggunakan metode


analisis isi (content analysis atau istimbathiyah) yaitu berupa pelukisan isi komunikasi
yang nyata secara objektif, sistematik, dan kualitatif terhadap bahan-bahan yang
didapat dari sumber data primer dan sekunder. Sebagaimana dikemukakan oleh Hosti
(1969), bahwa content analysis adalah teknik apa pun yang digunakan untuk menarik
kesimpulan melalui usaha menemukan karakteristik pesan, dan dilakukan secara objektif
dan sistematis.

Tawazun, Vol. 12, No. 1, Juni, 2019 23


Abdul Kahar

Penelitian ini mengambil objek ide yang merupakan gagasan atau pemikiran
Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy tentang pendidikan ibadah, yang termuat secara
mendalam dalam karya-karyanya. Sumber data penelitian ini terdiri dari dua sumber,
yaitu sumber primer (primary sources) dan sumber skunder (secondary sources).
Adapun sumber primer diambil dari karya-karya Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy yang
berhubungan langsung dengan masalah pendidikan Ibadah. Karya-karya tersebut
adalah: a. Kuliah Ibadah, Ibadah Ditinjau Dari Segi Hukum dan Hikmah, Pedoman
Shalat, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Pengantar Fiqih Muamalah.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Temuan Penelitian

Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy lahir di Lhokseumawe, Aceh Utara 10 Maret 1904
di tengah keluarga ulama pejabat. Dalam tubuhnya mengalir darah campuran Arab.
Dari silsilahnya diketahui bahwa beliau keturunan ke-37 dari Abu Bakar ash-Shiddieq.
Anak dari pasangan Teungku Amrah, puteri Teungku Abd Al-Aziz pemangku jabatan
Qadhi Chik Maharaja Mangkubumi dan Al-Hajj Teungku Muhammad Husen ibn
Muhammad Mas’ud. (Shiddieqy, 2010)

Pada masa awal persiapan kemerdekaan Republik Indonesia, perbincangan tentang


hukum Islam dari aspek fiqh semakin surut karena semua umat Islam disibukkan dengan
pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Namun, kesibukan tersebut
tidak pernah membuat Hasbi ikut terlena untuk melupakan agenda pembaruan hukum
Islam di Indonesia kendatipun banyak para pembaru Muslim di masanya yang
mendirikan organisasi-organisasi kemasyarakatan (Ormas).

Berdasarkan hal tersebut, wacana yang dikembangkan dalam pemikiran keislaman


menjadi kurang empiris dan mengakibatkan terbengkalainya sederet nomenklatur
permasalahan sosial-politik yang terjadi di masyarakat, yang telah menggerakkan
Soekarno untuk ikut memberikan kritik terhadap kerangka pikir yang selama ini dipakai
oleh para ulama. Kungkungan pola pikir para ulama yang berpacu pada fahm-u ‘l-‘ilm
li ‘l-inqiyâd ketika memahami doktrin hukum Islam yang terdapat di dalam khazanah
literatur klasik membuat eksistensi hukum Islam tampak resistan, tidak mampu mematri
diri, dan sebagai konsekuensinya ia menjadi pancera bagi persoalan sosial-politik. Para
ulama secara umum telah melupakan sejarah dan menganggap bahwa mempelajari
sejarah tidaklah begitu penting sehingga kritik atas dimensi ini menjadi tidak ada.
Dengan demikian, pandangan mereka terhadap fiqh adalah sebagai kebenaran
ortodoksi mutlak, yang absolutitasnya menegasikan kritik dan pengembangan, dan
bukan sebagai pemikiran yang bersifat nisbi, yang membutuhkan kritik dan
pengembangan. Maka, perlulah sebuah pemikiran dan pandangan baru yang dapat
menggeser paradigma dari pola fahm-u ‘l-‘ilm li ‘l-inqiyâd ke pola fahm-u ‘ilm li ‘l-
intiqâd.

24 Tawazun, Vol. 12, No. 1, Juni, 2019


Pendidikan Ibadah Muhammad Hasbi Ash- Shiddieqy

Dari titik berangkat kenyataan sosial dan politik seperti itulah pemikiran fiqh
Indonesia hadir, ia terus mengalir dan disosialisasikan oleh Hasbi. Menurutnya, hukum
Islam harus mampu menjawab persoalan-persoalan baru, khususnya dalam segala
cabang dari muamalah, yang belum ada ketetapan hukumnya. Ia harus mampu hadir
dan bisa berpartisipasi dalam membentuk gerak langkah kehidupan masyarakat. Para
ulama (lokal) dituntut untuk memiliki kepekaan terhadap kebaikan (sense of
mashlahah) yang tinggi dan kreativitas yang penuh dengan tanggung jawab dalam
upaya merumuskan alternatif fiqh baru yang sesuai dengan situasi dan kondisi
masyarakat yang dihadapinya.

Nalar pemikiran yang digunakan oleh Hasbi dengan gagasan fiqh Indonesia adalah
satu keyakinan bahwa prinsip-prinsip hukum Islam sebenarnya memberikan ruang gerak
yang lebar bagi pengembangan dan ijtihad-ijtihad baru. Menurutnya, hingga tahun
1961, salah satu faktor yang menjadi penghambat adalah adanya ikatan emosional yang
begitu kuat (fanatik, ta‘ashshub) terhadap mazhab yang dianut oleh umat Islam. Dan
untuk membentuk fiqh baru ala Indonesia, diperlukan kesadaran dan kearifan lokal
yang tinggi dari banyak pihak, terutama ketika harus melewati langkah pertama, yaitu
melakukan refleksi historis atas pemikiran hukum Islam pada masa awal
perkembangannya. Perspektif ini mengajarkan bahwa hukum Islam baru bisa berjalan
dengan baik jika ia sesuai dengan kesadaran hukum masyarakat. Yakni, hukum yang
dibentuk oleh keadaan lingkungan atau dengan kebudayaan dan tradisi setempat (adat
dan ‘urf), bukan dengan memaksakan format hukum Islam yang terbangun dari satu
konteks tertentu kepada konteks ruang dan waktu baru. Maka, kita dapat
menyimpulkan bahwa ide fiqh Indonesia yang telah dirintis olehnya berlandaskan pada
konsep bahwa hukum Islam (fiqh) yang diberlakukan untuk umat Islam Indonesia
adalah hukum Islam yang sesuai dan memenuhi kebutuhan rakyat Indonesia, selama itu
tidak bertentangan syari’at.
Dalam pandangan Hasbi, pemikiran hukum Islam harus berpijak pada prinsip
mashlahah mursalah, keadilan, kemanfaatan, serta sadd-u ‘l-zarî‘ah. Semua prinsip itu,
merupakan prinsip gabungan dari setiap madzhab. Maka, untuk memberikan
pemahaman yang baik, ia menawarkan metode analogi-deduktif –satu model istinbat
hukum yang pernah dipakai oleh Imam Abû Hanîfah – untuk membahas satu
permasalahan yang tidak ditemukan ketentuan hukumnya dalam khazanah pemikiran
klasik. Dengan demikian, untuk memudahkan penerapan metode di atas, ia
menggunakan pendekatan sosial-kultural-historis dalam segala proses pengkajian dan
penemuan hukum Islam.

Salah satu contoh kasus, adalah perdebatan Hasbi dengan A. Hasan tentang boleh
tidaknya jabat tangan antara laki-laki dan perempuan. Terlepas dari tidak adanya dalil
pasti dan alasan yang rasional tentang pengharaman jabatan tangan antara laki-laki dan
perempuan maka ia berpendapat bahwa tradisi jabat tangan antara laki-laki dan
perempuan bukan sesuatu yang berbahaya untuk dilakukan. (Shiddieqy, 1994). Dalam
sisi lain tentang masalah ibadah shalat Hasbi mengatakan, sebesar-besar ibadat yang
mendekatkan para ‘abid (hamba) kepada ma’budnya (sebesar-besar persembahan yang

Tawazun, Vol. 12, No. 1, Juni, 2019 25


Abdul Kahar

dipersembahkan hamba kepada Tuhannya), dan seteguh-teguh shilat (perhubungan)


yang menghubungkan makhluq, manusia dengan khaliqnya, perlulah diberikan semua
contoh-contoh yang baik, istimewa para penuntun dan para pembimbing memberikan
tuntunan dan pimpinan yang sempurna, kepada rakyat, saudara-saudara yang
mengerjakan shalat dengan tata tertib yang jauh dari nizham (aturan) yang benar, jauh
dari cara yang diperbuat Rasul saw.

Dari hal tersebut maka, Hasbi Ash Shiddieqy menguraikan beberapa item yang
mengulas tentang pendidikan ibadah agar dapat menemukan titik tolak ukur dalam
pengembangan diri seorang hamba terhadap sang pencipta.

1. Pengertian Pendidikan Ibadah

Pendidikan ibadah adalah suatu usaha untuk memberikan kesadaran beribadah


kepada manusia agar mengerti tentang eksistensi dirinya sebagai seorang hamba Allah.
Dengan tunduk yang setinggi-tingginya.(Shiddieqy, 2010)

2. Landasan Pendidikan Ibadah

Segala gerak langkah manusia dalam menjalani kehidupan ini, tentu tidak dapat
dipisahkan dengan kehidupan kemajemukan, dalam arti tidak dapat hidup berdiri
sendiri melainkan harus saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya. Dengan
menjaga kehidupan yang baik dan sempurna maka hidup yang demikian itu berarti
hidup dalam sisi ibadah.(Kulsum, 2002)

Dalam pelaksanaan ibadah Hasbi Ash Siddieqy mengatakan, ada dua landasan dasar
pendidikan ibadah sebenarnya tidak lain dari dasar ajaran Islam, yaitu Al-Qur’an dan
al-Hadits.

a. Al-Qur’an

Menurut Hasbi Ash-Shiddieqy al-Qur’an mengandung makna yang luas dan banyak
pendapat tentang pengertiannya itu, ringkasnya dapat dikatakan bahwa Al-Qur’an itu
Wahyu Ilahi yang diturunkan kepada Muhammad saw. yang telah disampaikan kepada
umatnya dengan jalan mutawatir, yang di hukum kafir orang-orang yang
mengingkarinya. (Shiddieqy, 2012)

Dari padanya diambil segala pokok-pokok syari’at dan cabang-cabangnya. Juga dari
padanya dalil-dalil syar’i mengambil tenaganya. Dengan demikian dipandang bahwa
Al-Qur’an itu dasar yang kulli bagi syari’at dan pengumpul segala hukum. Allah swt.
berfirman:

‫اَّللُ ُثُم إِلَْي ِه يُْر َجعُو َن‬


‫ين يَ ْس َمعُو َن ۘ َوالْ َم ْوتَ ٰى يَْب َعثُ ُه ُم م‬‫ذ‬ِ ‫إِمَّنَا يست ِجيب الم‬
َ ُ َْ َ
“Tidaklah kami alpakan sedikit pun dalam Al-Kitab”. (QS. Al-An’am[6]: 38).

26 Tawazun, Vol. 12, No. 1, Juni, 2019


Pendidikan Ibadah Muhammad Hasbi Ash- Shiddieqy

Al-Qur’an merupakan landasan sekaligus sumber ajaran Islam, secara keseluruhan


sebagai pola hidup dan menjelaskan apa yang harus diperbuat dalam kehidupan
manusia untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. (Razak, 1984)

Al-Qur’an bukan hasil rekayasa manusia, ia semata-mata Firman Allah Swt. yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. hal ini dinyatakan sendiri oleh Alllah SWT.
dalam surat Al-Maidah ayat 16 sebagai berikut:

ِ ‫ضوانَه سبل ال مس ََلِم وُُيْ ِرجهم ِمن الظُّلُم‬


‫ات إِ ََل النُّوِر ِبِِ ْذنِِه‬ ْ ِ ‫اَّللُ َم ِن اتمبَ َع‬
‫ر‬ ‫م‬ ِِ‫ي ه ِدي ب‬
‫ه‬
َ َ ِّ ُ ُ َ َ ُ ُ ُ َ َْ
‫اط ُّم ْستَ ِقي ٍم‬
ٍ ‫وي ه ِدي ِهم إِ َ َٰل ِصر‬
َ ْ ْ ََ
“Dengan kitab Itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keredaan-Nya
ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang
itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan
menunjuki mereka ke jalan yang lurus”. (QS. Al-Maidah: 16).

Al-Qur’an adalah petunjuk-Nya yang apabila dipelajari akan membantu kita


menemukan nilai-nilai yang dapat dijadikan pedoman bagi penyelesaian berbagai
problem hidup. Apabila dihayati dan diamalkan akan menjadi pikiran, rasa dan karsa
dan mengarah pada realitas keimanan yang dibutuhkan bagi stabilitas dan
ketenteraman hidup pribadi dan masyarakat.(Shihab, 1998)

Pendidikan ibadah diterangkan dalam beberapa ayat, di antaranya yang dijadikan


konsepsi pada penelitian ini, yaitu surat Ali-Imran ayat 56-58. Tentang bagaimana Nabi
Isa mengajak kaum untuk menyembah Allah dan mengikuti ajaran Rasul serta balasan
yang diberikan pada orang beriman dan tidak beriman.

b. Al-Hadits

Hadits merupakan penafsiran Al-Qur’an dalam praktik ataupun penerapan ajaran


Islam secara faktual dan ideal. Hal ini mengingatkan bahwa pribadi Nabi saw.
merupakan perwujudan dari Al-Qur’an yang ditafsirkan untuk manusia serta ajaran
Islam yang dijabarkan dalam kehidupan sehari-hari.(Qardhawi, 1993)

Dalam lapangan pendidikan, Al-Hadits mempunyai dua faedah yang sangat besar
yaitu:

1. Menjelaskan sistem pendidikan Islam yang terdapat di dalam Al-Qur’an dan


menerangkan hal-hal kecil yang tidak terdapat di dalamnya.

2. Menyimpulkan metode pendidikan dari kehidupan Rasulullah saw. bersama para


sahabatnya, perlakuannya terhadap anak-anak dan penanaman keimanan ke dalam
jiwa yang dilakukan.(Nahlawi, 1989)

Tawazun, Vol. 12, No. 1, Juni, 2019 27


Abdul Kahar

Sedangkan pengertian Hadits itu sendiri mengandung empat unsur, yakni perkataan,
perbuatan, pernyataan, dan sifat-sifat atau keadaan-keadaan Nabi Muhammad saw.
yang lain, yang semuanya disandarkan Nabi saja, tidak termasuk hal-hal yang
disandarkan kepada sahabat dan tidak pula kepada tabi’in.(Rahman, 1991)

Hadits adalah dasar hukum Islam yang kedua setelah Al-Qur’an . Hadits menjelaskan
secara terperinci hal-hal yang ada dalam Al-Qur’an yang sifatnya masih global atau
masih berupa perumpamaan, karena Al-Qur’an di ciptakan oleh Allah berupa ajaran-
ajaran yang masih global agar dapat diterapkan dalam berbagai masa dan keadaan,
semua ajaran Islam yang belum dijelaskan dalam Al-Qur’an secara terperinci diuraikan
oleh Nabi baik lewat perkataan, perbuatan dan pernyataan.

Pendidikan ibadah ini juga diterangkan dalam beberapa hadits Nabi saw. di
antaranya adalah:
Ibnu Abi Umar telah menceritakan kepada kita, Sofyan bin Uyainah dari Su’air bin
Khimsi at-Tamimi dari Habib bin Abi Tsabit dari Ibnu Umar berkata: Rasulullah saw.
bersabda: Islam dibangun atas lima dasar: membaca syahadat (bersaksi) bahwa
sesungguhnya tidak ada Tuhan selain Allah dan sesungguhnya Nabi Muhammad itu
adalah utusan-Nya, mendirikan shalat, membayar zakat, puasa bulan Ramadhan,
dan naik haji ke Baitullah”.(Tirmidzi, n.d.)

Dalam Hadits di atas tersirat makna bahwa kita sebagai umat Nabi Muhammad saw.
diperintahkan agar mempercayai dan meyakini bahwa tiada Tuhan selain Allah dan
Nabi Muhammad adalah utusan-Nya, hal itu diikuti dengan mempercayai ciptaan Allah
dan semua yang akan terjadi di alam semesta.

3. Tujuan Pendidikan Ibadah

Tujuan pendidikan ibadah merupakan upaya untuk mendapatkan ilmu tentang


ibadah itu sendiri bagi manusia, agar dapat melaksanakan ibadah dengan sempurna.
Sebab, dalam kegiatan apa pun bentuknya pasti akan memiliki tujuan. Hal itu wajib
untuk dilakukan. Karena, ibadah merupakan kewajiban manusia untuk
melaksanakannya atas perintah Allah SWT. maka dari itu, Hasbi Ash Shiddieqy
mengatakan bahwa ada tiga tujuan dalam melaksanakan ibadah yaitu:

a. Ibadah adalah Hak Allah dan Wajib Dipatuhi.

Ibadah adalah jalan mensyukuri nikmat Allah. Atas dasar inilah, tidak diharuskan
bagi manusia, baik oleh syara’ maupun akal untuk beribadah kepada selain Allah.
Karena Allah sendiri yang berhak menerimanya, sebab Allah sendiri yang memberikan
nikmat yang paling besar kepada makhluk, yaitu hidup, wujud dan semua hal yang
berhubungan dengannya. Dan yakin dengan seyakin-yakinnya, bahwa Allah yang
memberikan nikmat kepada seluruh makhluk. Maka mensyukuri nikmat yang telah
diberikan itu wajib. Dengan yakin pula, bahwa Tuhan menimbulkan bencana atas
hamba-Nya di dalam dunia ini dan akan memberi balasan yang setimpal di akhirat kelak

28 Tawazun, Vol. 12, No. 1, Juni, 2019


Pendidikan Ibadah Muhammad Hasbi Ash- Shiddieqy

kepada mereka yang taat dan maksiat masing-masing menurut yang layak mereka
peroleh.

b. Ibadah Ghayah (tujuan) Hidup Manusia

Hasbi Ash Shiddieqy menjelaskan bahwa, ibadah adalah ghayah (tujuan)


dijadikannya jin, manusia dan makhluk lainnya. Allah Swt. berfirman:

ِ ‫اْلنس إِمَّل لِي عب ُد‬ ِْ ‫وما خلَ ْقت‬


‫ون‬ ُ ْ َ َ ِْ ‫اْل من َو‬ ُ َ ََ
Aku tidak jadikan jin dan manusia, melainkan supaya beribadah kepada-Ku”. (QS.
Adz-Dzariyat: 56).

‫نسا ُن أَن يُْت َرَك ُس ًدى‬ ِ ‫ََيس‬


َ ‫ب ْاْل‬
ُ َ َْ ‫أ‬
“Apakah manusia mengira bahwa manusia itu akan dibiarkan demikian saja”. (QS.
Al-Qiyamah: 36).

Asy-Syafi’i mengatakan, makna ayat tersebut ialah apakah manusia mengira bahwa
mereka tidak diperintah dan dilarang? Mereka disuruh dan dilarang. Atas dasar itulah
berlaku pahala dan siksa. Mengerjakan perintah dan menjauhi dosa adalah inti ibadah.
(Shiddieqy, 2010)

c. Ibadah Sebagai Perintah

Untuk mewujudkan ibadah seorang hamba, Tuhan memerintahkan hamba


beribadah kepada-Nya. Tuhan mengeluarkan perintah-Nya tersebut, sebenarnya adalah
suatu keutamaan-Nya yang besar kepada kita.

Jika direnungi hakikat ibadah, maka yakin bahwa perintah beribadah pada
hakikatnya berupa peringatan bagi manusia untuk menunaikan kewajiban terhadap
Maha yang telah melimpahkan karunia-Nya. Allah Swt. berfirman:

‫ين ِمن قَ ْبلِ ُك ْم لَ َعلم ُك ْم تَتم ُقو َن‬ ِ‫م‬ ِ‫م‬


َ ‫ماس ْاعبُ ُدوا َربم ُك ُم الذي َخلَ َق ُك ْم َوالذ‬
ُ ‫ََي أَيُّ َها الن‬
“Wahai segala manusia, beribadahlah kamu kepada Tuhanmu, yang telah
menjadikan kamu dan telah menjadikan orang-orang yang sebelummu, supaya yang
demikian itu menyiapkan kamu untuk bertakwa kepada-Nya”. (QS. Al-Baqarah: 21).

Dengan terang Nabi saw. menjelaskan bahwa ibadah adalah hak Allah yang wajib
kita laksanakan dengan sewajarnya. Mu’adz ra. mengatakan:
“Pada suatu hari aku duduk di belakang Nabi atas kendaraannya (keledainya), maka
beliau berkata: “Hai Mu’adz tahukah engkau apa hak Allah atas hamba dan hak
hamba terhadap Allah? Aku menjawab: Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.
Berkata Nabi saw.: Hak Allah atas hamba, ialah mereka menyembah-Nya dengan

Tawazun, Vol. 12, No. 1, Juni, 2019 29


Abdul Kahar

segala keesaan-Nya, dan mereka tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu. Dan hak
hamba terhadap Allah, ialah Allah tidak akan mengazab orang yang tidak
menyekutukan-Nya dengan sesuatu”. (HR. Bukhari dan Muslim ).

4. Kurikulum Pendidikan Ibadah

Kurikulum merupakan sebuah program untuk mencapai pada tingkat tujuan


keberhasilan dalam melakukan sesuatu. Dalam pembahasan kurikulum pendidikan
ibadah ini, Hasbi Ash Shiddieqy menjelaskan secara garis besar saja. Akan tetapi dapat
diringkaskan dalam bentuk kurikulum yang lebih mengarah pada pokok-pokok
pembahasan ibadah tersebut. Ibadah dapat dibagi dua sifat yaitu ibadah mahdah dan
ghairu mahdah. Ibadah mahdhah atau ibadah khusus adalah ibadah yang apa saja yang
telah ditetapkan Allah akan tingkat, tata cara dan perincian-perinciannya. Dan
sedangkan ibadah ghairu mahdhah atau ibadah umum adalah segala amalan yang di
izinkan oleh Allah. Perbedaan di antara keduanya adalah ibadah mahdhah wajib terus
ditunaikan walaupun sudah lewat waktunya. Sedangkan ghairu mahdhah apabila sudah
keluar waktunya, tidak diwajibkan lagi untuk menunaikannya.(Shiddieqy, 2010)

Tabel 1. Ibadah Mahdah dan Ghairu Mahdhah


Ibadah Mahdah Ibadah Ghairu Mahdah
Bentuk Contoh Bentuk Contoh
1.Ibadah yang Shalat dan puasa 1. Melaksanakan fardhu- Membajak,
dikaitkan syara’ Ramdhan. fardhu kifayah yang menanam,
dengan waktu bersangkutan dengan menenun dan
tertentu dan kemaslahatan dunia bertukang
terbatas. apabila diniatkan ibadah Sedekah
akan mendapatkan
pahala.

2. Ibadah yang Ibadah haji 2. Melakukan sikap Tolong


tidak boleh kebersamaan sesama menolong
diqadha, kecuali mukmin yang
sama dalam mengandung nilai ibadah
waktunya.-
3 Ibadah yang Bersuci atau 3. Berbuat amar makruf Berdakwah
dilihat waktu berwudu nahi munkar yang
pelaksanaannya mengandung nilai ibadah
bukan waktu
wajibnya
4. Ibadah yang Tayamum 4. Pekerjaan yang kita Belajar
sudah ditetapkan sebagai lakukan dengan niat yang menuntut ilmu
syara’ sebagai pengganti air mulia yang di akhirat
pengganti yang lain, akan diberi balasan akan
apabila tidak ada mendapatkan satu derajat
saat dibutuhkan di bawah Nabi

30 Tawazun, Vol. 12, No. 1, Juni, 2019


Pendidikan Ibadah Muhammad Hasbi Ash- Shiddieqy

5. Ibadah yang Umrah bisa 5. Ibadah yang ringan Menyingkirkan


dapat menghasilkan masuk dalam diberi balasan pahala oleh duri di tengah
dua bentuk ibadah haji. Allah dan ampunan jalan
dengan sekali apabila kita
pelaksanaan melakukannya

6. Ibadah yang Mandi hadas 6. Ibadah yang Memberi


telah diwajibkan disyariatkan untuk nafkah kepada
syara’ untuk kemaslahatan dunia dan istri,
melaksanakannya tidak bersangkut dengan
sebelum melakukan kemaslahatan akhirat
yang lain secara langsung

7. Ibadah yang Shalat-shalat 7. Ibadah yang tidak Sedekah


tidak dikategorikan Sunah di luar terputus pahalanya
pelaksanaannya shalat wajib dan diberikan oleh Allah
dengan ada’ (saat zikir
itu juga) dan tidak
dengan qada.
8. Ibadah-ibadah Nadzar 8. Ibadah yang kadarnya Memberi
yang dapat tidak dibatasi oleh syara’ makan orang
dilaksanakan atas lapar, memberi
dasar suatu syarat. pakaian kepada
orang yang
telanjang
9. Ibadah yang Kurban dan 9. Ibadah yang Menjaga
boleh diselesaikan hadnya yang bersangkutan dengan kebersihan
(diqadha) dalam dinazarkan kemaslahatan dunia yang lingkungan, aksi
berbagai waktu mempunyai nilai-nilai sosial dalam
pahala bencana alam

10. Ibadah yang Zakat binatang,


wajib segera emas dan zakat
dilaksanakan tumbuh-
apabila telah sampai tumbuhan
kadarnya.

5. Metode Pendidikan Ibadah

Dalam pembahasan metode ibadah ini, Hasbi Ash Shiddieqy mengkaji beberapa
metode yang dapat menghasilkan kajian bersifat ilmiah seperti yang diharapkan. Dari
pengkajiannya menggunakan tiga metode sebagai berikut:

a. Metode Istidlal

Metode ini menggunakan metode Karomah madzhab dengan langkah-langkah


sebagai berikut:

1. Hendaklah dipilih soal yang penting, lalu diterangkan pendapat para Mujtahidin,
terutama pendapat imam-imam yang empat.

Tawazun, Vol. 12, No. 1, Juni, 2019 31


Abdul Kahar

2. Hendaklah dikemukakan hujah-hujah yang dipegangi oleh masing-masing imam


dan cara-cara mereka beristidlal.

3. Hendaklah dikemukakan dasar dan kaidah yang dipegangi oleh imam tersebut.
Dengan demikian, mahasiswa-mahasiswa dapat membandingkan pendapat-
pendapat itu satu sama lain dan mereka dapat mengetahui dalil-dalil atau pegangan
para mujtahid.

4. Hendaklah mahasiswa dituntun kepada kesanggupan untuk mengkritik dan


menyelidiki pendapat imam madzhab.

b. Metode Qudwah

Metode ini mencontohkan langsung dengan menjelaskan secara detail dalam satu-
satu perkara ibadah. Contohnya dalam melaksanakan shalat, Hasbi Ash Shiddieqy
menjelaskan mulai dari Thaharah beliau jelaskan hingga rinci bagaimana cara
melakukan taharah atau wudhu yang baik. Begitu pula dengan shalat, secara berurutan
Hasbi menjelaskan. Mulai dari takbir, bagaimana mengangkat tangan ketika takbiratul
ihram hingga sampai ketika salam, yang terpenting ibadah shalat dilakukan adalah
secara tuma’ninah yang sempurna agar ibadah yang dilakukan tidak menjadi sia-sia.
Menjadi khusyuk dalam ibadah itu adalah hal yang dianjurkan bahkan wajib, agar
ibadah menjadi sempurna Sebagaimana Allah berfirman dalam surat Al-Baqarah, ayat
45.

ِ ِ ْ ‫ص ََلةِ ۚ وإِنمها لَ َكبِريةٌ إِمَّل علَى‬ ‫استَعِينُوا ِِبل م‬


‫ني‬
َ ‫اْلَاشع‬ َ َ َ َ ‫ص ِْْب َوال م‬ ْ ‫َو‬
“Carilah pertolongan dengan kesabaran dan shalat, dan sesungguhnya shalat itu
sungguh besar (berat) melainkan atas orang-orang yang khusyuk

Ayat ini menunjukkan bahwa sungguh tercela orang-orang yang tidak khusyuk.
Dicelanya orang yang tidak khusyuk, memberi pengertian bahwa khusyuk adalah wajib.
Di antara yang diyakini dengan mudah mengenai khusyuk dalam ayat di atas, adalah
khusyuk dalam shalat.(Shiddieqy, 2010)

c. Metode Targhib dan Tarhib

Ada beberapa gambaran yang dijelaskan dalam metode targhib dan tarhib ini,
terhadap pembalasan atas orang-orang yang melaksanakan shalat dan
meninggalkannya. Beberapa metode tersebut Hasbi Ash Shiddieqy menjelaskan bahwa:

1. Orang yang menzalimkan diri yaitu orang yang sangat berlaku ceroboh terhadap
shalatnya, yakni tidak menyempurnakan wudhunya, tidak menjaga waktu-
waktunya, batasan-batasannya dan rukun-rukunnya. Imbalan yang diperoleh adalah
siksa.

32 Tawazun, Vol. 12, No. 1, Juni, 2019


Pendidikan Ibadah Muhammad Hasbi Ash- Shiddieqy

2. Orang yang menjaga dan memelihara waktu-waktunya, batasan-batasannya, rukun-


rukunnya yang zhahir, juga whudhunya, semua tidak melawan nafsunya yakni tidak
melawan gubrisan-gubrisan di dalam hatinya, bershalat dalam keadaan waswas dan
aneka rupa pikiran yang mencederakan shalat. Imbalannya di buat perkiraan.

3. Orang yang memelihara segala batasan-batasannya dan rukun-rukunnya, serta


berdaya upaya menolak waswas dan gubrisan-gubrisan hati dia, terus menerus
berusaha melawan godaan agar tidak dapat mencederai shalatnya. Imbalannya
dimaafkan.

4. Seluruh himmahnya dipergunakan dengan sepenuh hatinya untuk shalat,


imbalannya mendapat pahala.

5. Orang yang apabila berdiri untuk shalat, hatinya penuh dengan rasa cinta dan
kebesaran Allah swt. seakan-akan ia melihat Allah swt. dengan mata kepalanya.
Waswas dan gubrisan-gubrisan hati tidak ada pada hatinya hijab tersingkap
antaranya Tuhannya. Imbalannya didekatkan kepada Allah. Keutamaan dan
kebesaran golongan ini, lebih besar dari apa yang ada di antara langit dan
bumi.(Shiddieqy, 2001)

6. Seseorang yang terus-menerus meninggalkan shalat dengan perasaan enteng, tidak


merasa menyesal dan tidak merasa perlu bertobat, maka orang itu dipandang kafir.
Karena meninggalkan shalat yang semacam ini, meniadakan iman. (Shiddieqy, 2001)

Beberapa metode inilah yang dijelaskan Hasbi Ash Shiddieqy, yang bisa menjadi
ukuran bagi setiap muslim dalam melaksanakan ibadah. Allah telah memberi petunjuk
dan pelajaran kepada manusia agar senantiasa selalu menjaga ketaatan dan ketakwaan
kepada Allah melalui ibadah. Maka jika ibadah shalat ditinggalkan dengan sengaja atau
tidak melakukan sama sekali, Allah akan memberi ganjaran siksa. Begitu juga bagi yang
selalu menjaga dan melaksanakan

ibadah, maka Allah akan membalasnya dengan pahala. Semua ibadah yang
dilakukan akan dibalas sesuai dengan apa yang diperbuat.

6. Evaluasi Pendidikan Ibadah

Sikap dan perilaku umat Islam terhadap shalat amat beragam, ada yang
melaksanakan shalat dan ada yang tidak. Ada pula yang kadang-kadang shalat kadang-
kadang tidak, merasa tanpa berdosa apabila meninggalkan shalat. Hal ini menunjukkan
bahwa tidak mengerti dengan perintah yang seharusnya wajib dilaksanakan.

Ada beberapa hal yang terdapat pada diri manusia yang melaksanakan ibadah yaitu:

Pertama, terciptanya jiwa yang jernih, dengan membaca kitabullah dan membaharui
ingatan kepada-Nya dan menambah terhunjamnya iman ke dalam lubuk jiwa dengan
jalan bermunajat dengan Tuhan yang mempunyai kekuasaan dan kebesaran.

Tawazun, Vol. 12, No. 1, Juni, 2019 33


Abdul Kahar

Kedua, membesarkan Tuhan yang disembah, amalan-amalan shalat mengandung


pekerjaan-pekerjaan yang nyata mewujudkan kesempurnaan khudhu’ dan
kesempurnaan ta’dhim. Ketiga, menjauhkan diri dari fahsya dan munkar, yang demikian
ini dilakukan dengan ucapan dan perbuatan. Para Mushollin menghindarkan sifat jelek
dari dirinya dengan gerakan-gerakan shalat. Yakni apabila seseorang telah bisa
melaksanakan shalat dengan khusyuk dan khudhu’, tertanamlah dalam jiwanya cinta
kepada kebajikan. Inilah yang merupakan kandungan firman Allah Swt. dalam surat Al-
Ankabut, ayat 45

‫ص ََلةَ تَْن َه ٰى َع ِن الْ َف ْح َش ِاء َوالْ ُمن َك ِر‬


‫إِ من ال م‬
“Laksanakanlah shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah (dari perbuatan-
perbuatan) keji dan munkar”.

Sifat jelek yang terbesar adalah mengingkari adanya Tuhan dan sebesar-besar
munkar adalah mempersekutukan Tuhan. Apabila orang yang melakukan shalat masih
melakukan perbuatan yang jelek dan tidak berubah akhlaknya maka berarti belum
sempurna shalatnya. Dan bila orang-orang yang telah berubah perilakunya dengan baik
maka sudah bagus shalatnya. Baik buruknya perilaku seseorang tergantung pada amal
ibadah yang dia kerjakan. Hasilnya dapat dilihat dari firman Allah di atas yang telah
jelas.

IV. KESIMPULAN
Pendidikan ibadah menurut Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy merupakan suatu usaha
untuk memberikan kesadaran dalam beribadah kepada manusia agar mengerti eksistensi
dirinya sebagai hamba Allah. Landasannya bersumber kepada dua sumber dasar yaitu
Al-Qur’an dan Hadits. Tujuannya ialah ibadah hak Allah dan wajib dipatuhi, ibadah
ghayah (tujuan) hidup manusia, dan ibadah sebagai perintah. Kurikulumnya ada dalam
bentuk ibadah mahdah dan ghairu mahdah. Metodenya dengan cara istidlal, qudwah,
targhib dan tarhib. Evaluasinya dengan cara melihat akhlaknya, jika akhlaknya bagus
maka bagus ibadahnya dan jika akhlaknya rusak berarti harus diperbaiki kembali
ibadahnya. Secara umum pemikiran Hasbi Ash Shiddieqy dalam pendidikan ibadah
sangat relevan dengan pendidikan Islam, dari pengertian pendidikan yang sama dan
juga landasan yang tidak berbeda serta tujuannya, kurikulum, metode dan evaluasinya.

34 Tawazun, Vol. 12, No. 1, Juni, 2019


Pendidikan Ibadah Muhammad Hasbi Ash- Shiddieqy

V. DAFTAR PUSTAKA

Ikhtiono, G. (2018). PENDIDIKAN SEBAGAI PROSES PENYIAPAN WARGA NEGARA.


Tawazun: Jurnal Pendidikan Islam, 8(1), 71-82.
Indonesia, M. P. R. (1993). GBHN 1993 – 1998 / TAP / MPR / NOMOR II MPR 1993.
Jakarta: Sinar Grafika.
Kulsum, U. (2002). Pengaruh Disiplin Ibadah Shalat Terhadap Prestasi Belajar Siswa
SMU NEG. 1, SMU NEG. 5, Dan SMU NEG. 7 Kota Bogor,. Universitas Ibn
Khaldun Bogor.
Nahlawi, A. A. (1989). Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam. Bandung:
Diponegoro.
Qardhawi, Y. Al. (1993). Bagaimana Memahami Hadits Nabi saw. (M. al-Baqir,
Trans.). Bandung: Karisma.
Rahman, F. (1991). Ikhtiar Musthalahul Hadits. Bandung: al-Ma’arif.
Razak, N. (1984). Dinul Islam. Bandung: al-Ma’arif.
Shiddieqy, M. H. A. (1994). Koleksi Hadits-hadits Hukum Jilid 1. Jakarta: PT Magenta
Bhakti Guna.
Shiddieqy, M. H. A. (2001). Pedoman Shalat. Semarang: Pustaka Rizki Putra.
Shiddieqy, M. H. A. (2010). Kuliah Ibadah. Semarng: Pustaka Rizki Putra.
Shiddieqy, M. H. A. (2012). Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir.
Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra.
Shihab, M. Q. (1998). Wawasan Al-Qur’an. Bandung: Mizan.
Tirmidzi, I. (n.d.). Sunan Tirmidzi. Beirut: Darul Fikri.

Tawazun, Vol. 12, No. 1, Juni, 2019 35

You might also like