0% found this document useful (0 votes)
36 views11 pages

1165 3900 1 PB

This document discusses a study on measuring the utilization of capitation funds provided to public health centers (Puskesmas) in Indonesia and their achievement of minimum health service standards. Some key points: - Puskesmas receive capitation funds totaling 8.53 trillion rupiah in 2017 from Indonesia's National Health Insurance program to provide health services. However, utilization of these funds varies between Puskesmas. - The study examines the relationship between capitation fund amounts, referred to as SiLPA funds, and achievement of minimum health service standards in Puskesmas in Cirebon City from 2017-2018. - Statistical analysis found no significant difference in achievement of minimum health service standards
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
0% found this document useful (0 votes)
36 views11 pages

1165 3900 1 PB

This document discusses a study on measuring the utilization of capitation funds provided to public health centers (Puskesmas) in Indonesia and their achievement of minimum health service standards. Some key points: - Puskesmas receive capitation funds totaling 8.53 trillion rupiah in 2017 from Indonesia's National Health Insurance program to provide health services. However, utilization of these funds varies between Puskesmas. - The study examines the relationship between capitation fund amounts, referred to as SiLPA funds, and achievement of minimum health service standards in Puskesmas in Cirebon City from 2017-2018. - Statistical analysis found no significant difference in achievement of minimum health service standards
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
You are on page 1/ 11

Gorontalo

Journal of Public Health


Volume 3 – No. 2 – Oktober 2020
P-ISSN: 2614-5057, E-ISSN: 2614-5065
Pengukuran Utilitas Dana Kapitasi Puskesmas Dengan
Capaian Standar Pelayanan Minimal Kesehatan di
Indonesia
Measuring Operation Cost Utility Of Public-Health
Center With Minimum Health Service Standard
Achievement in Indonesia

Imam Sumardjoko, Muhammad Heru Akhmadi*


Program Studi Kebendaharaan Negara, Politeknik Keuangan Negara STAN,
Banten, Indonesia
*email : [email protected]

Abstract

The JKN program is a big step towards creating wider access to health services to
the community. This program has covered around 60 percent of the total population
of Indonesia. Public-Health Center (Puskesmas) is the largest entry-level health
facilities that receives capitation funds for 8.53 trillion rupiah in 2017. Utilization of
capitation funds varies from each Puskesmas. Payment of capitation funds has an
increasing trend in line with the number of BPJS Health membership which is
increasing towards universal health coverage. This study explores the utilization of
Puskesmas capitation funds and health minimum service standard achievements.
The research data covers the Puskesams in Cirebon City during the period 2017-
2018. The variables that measure are SiLPA capitation funds, and minimum health
service standards. Hypothesis formulation states there are differences in the
achievement of minimum health service standards in the health sector in entry-level
health facilities which have a low capitation SiLPA fund and a puskesmas that has
a high SiLPA value. The Lilliefors test calculation results for the research sample
yielded an L value of 0,1725 with normally distributed data. Homogeneity testing
showed a homogeneous variant value with an F hit of 0,297. The results shows
that there was no variance in the achievement of minimum health service
standards of Public-Health Center in Cirebon City.

Keywords; health; public spending; utilization

Abstrak

Program JKN menjadi langkah besar untuk menciptakan akses layanan


kesehatan yang lebih luas kepada masyarakat. Program ini telah mencakup
sekitar 60 persen dari total penduduk Indonesia. Puskesmas merupakan FKTP
terbesar yang memperoleh dana kapitasi dengan nilai Rp 8,53 triliun pada tahun
2017. Pemanfaatan dana kapitasi beragam pada setiap Puskesmas. Pembayaran
dana kapitasi memiliki tren peningkatan seiring dengan jumlah kepesertaan
BPJS Kesehatan yang bertambah menuju universal health coverage. Kajian ini
mendalami pemanfaatan dana kapitasi Puskesmas dan capaian SPM Kesehatan.
Data penelitian mencakup Puskesams di Kota Cirebon selama periode tahun
2017-2018. Penelitian ini melibatkan variabel SiLPA dana kapitasi dan standar
pelayanan minimal kesehatan. Rumusan hipotesis menyatakan terdapat
perbedaan capaian standar pelayanan kesehatan minimal bidang kesehatan pada
FKTP yang mempunyai SiLPA dana kapitasi rendah dengan puskesmas yang
memiliki nilai SiLPA tinggi. Hasil perhitungan uji Lilliefors untuk sampel

80
Gorontalo Journal of Public Health. Vol 3(2) Oktober 2020
P-ISSN : 2614-5057 E-ISSN: 2614-5065

penelitan menghasilkan nilai L yaitu 0,1725 dengan data berdistribusi normal.


Hasil pengujian menunjukkan bahwa tidak terdapat varians capaian standar
minimal pelayanan kesehatan pada Puskesmas di Kota Cirebon.

Kata kunci; belanja public; kesehatan; pemanfaatan

PENDAHULUAN
Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan mendasar bagi masyarakat.
Hakikat declaration of human rights menyebutkan pemeliharaan kesehatan dan
perlindungan sosial menjadi hak asasi yang paling fundamental dan
memperoleh pengakuan dari seluruh negara. WHO telah mendorong tercapainya
Universal Health Coverage sebagai setiap warga masyarakat dijamin dapat
mengakses layanan kesehatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang
berkualitas dengan biaya terjangkau. Sejalan dengan amanat deklarasi dan
cakupan kesehatan, pemerintah menetapkan Undang-undang Nomor 24 Tahun
2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Nasional.
BPJS Kesehatan menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN) sesuai klausul amanat Undang-undang tersebut. Penyelenggaraan
jaminan kesehatan nasional mengusung asas kemanusiaan, manfaat serta
berkeadilan bagi seluruh warga. Kutzin (2013) manyatakan layanan kesehatan
dipastikan dapat memberikan solusi bagi masyarakat yang mengalami kesulitan
finansial. Program JKN menjadi langkah besar untuk menciptakan akses
layanan kesehatan yang lebih luas kepada masyarakat.
Laporan Pengelolaan Program Jaminan Sosial Kesehatan Tahun 2018,
program tersebut telah mampu mencakup sekitar 78,5 persen dari total
penduduk Indonesia sejumlah 265.185.520 jiwa. Artinya sekitar 208,05 juta
jiwa penduduk telah memiliki jaminan kesehatan sekaligus merupakan jaminan
sosial dengan jumlah terbesar di dunia. Pendapatan iuran kepesertaan jaminan
kesehatan didominasi oleh Penerima Bantuan Iuran (PBI) dengan persentase
31,1%, selanjutnya Peserta Penerima Upah Badan Usaha 29,9%, Peserta
Penerima Upah Pemerintah 17,7%, Peserta Bukan Penerima Upah sebesar
10,9% pada tahun 2018. Proporsi kepesertaan yang berasal dari integrasi
Jamkesda berkontribusi sebesar 8,3%. Total pendapatan BPJS dari iuran
kepesertaan mencapai Rp.81,9 Triliun. Sistem kesehatan nasional menyatakan
pembayaran layanan kesehatan bersifat pribadi kecuali untuk masyarakat
miskin yang dibayar oleh pemerintah.
BPJS Kesehatan mempunyai kewajiban untuk menyalurkan manfaat
layanan kesehatan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam program
JKN. Layanan kesehatan BPJS harus mengimplementasikan sistem kendali
mutu pelayanan yang bertujuan untuk efisiensi dan efektifitas jaminan
kesehatan. Pelaksanaan sistem kendali mutu pelayanan dan pembayaran
dilakukan dengan penyaluran kapitasi. Sulastomo (2005) menyatakan kapitasi
diarahkan pada upaya penguatan pencegahan dan promotif kesehatan sehingga
terjadi perubahan orientasi pelayanan dari kuratif menjadi preventif.
Tarif kapitasi menggambarkan rentang nilai pembayaran biaya kesehatan
untuk setiap fasilitas kesehatan tingkat pertama yang mengacu pada seleksi dan
kredensial berdasarkan peraturan perundangan. Penyalurkan dana kapitasi
ditujukan kepada FKTP yang telah menjalankan layanan kesehatan secara
komprehensif kepada peserta JKN. Pengaturan besaran dana kapitasi
didasarkan pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 59 Tahun 2014 tentang
Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan
Kesehatan Nasional. Puskesmas memperoleh pembayaran dana kapitasi.
Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016

81
Sumardjoko & Akhmadi, utilitas, dana kapitasi, standar pelayanan

terkait penggunaan dana kapitasi jaminan kesehatan nasional untuk jasa


pelayanan kesehatan dan dukungan biaya operasional.
Puskesmas dengan status non BLUD memperoleh dukungan pendanaan
JKN melalui dana kapitasi. Perencanaan pemanfaatan dan penggunaan dana
kapitasi pada FKTP Puskesmas merujuk pada aturan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 44 Tahun 2016 terkait pedoman manajemen puskesmas.
Regulasi tersebut merupakan amanat dari Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 32 Tahun 2014. Sebagian besar pemanfaatan dana kapitasi
digunakan untuk pembayaran jasa pelayanan kesehatan dengan porsi 60%.
Sedangkan sisanya sebesar 40% dimanfaatkan penggunaannya untuk
dukungan operasional.
Pembayaran jasa layanan dokter menggunakan dana kapitasi dengan
pertimbangan distribusi penyakit dan biaya pengobatan pada layanan primer
tidak mempunyai variasi yang besar. Kajian Thabrany (2014) mengemukakan
pembayaran jasa dokter umum/dokter gigi layanan primer dilakukan dengan
cara lump sum. Berdasarkan data Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) pada bulan
Maret 2017, jumlah dokter umum sebanyak 118.173, dokter gigi sejumlah
28.710, dokter spesialis sejumlah 32.947 dan jumlah dokter gigi spesialis
sebanyak 3.178. Dengan demikian total jumlah dokter di Indonesia sekitar
183.008 orang. Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2017 mencapai 267
juta jiwa. Rasio dokter dengan penduduk mencapai angka perbandingan 1:1.459
pada tahun tersebut. Sebagai perbandingan dengan negara India, rasio jumlah
dokter dengan total penduduk mencapai 1:1.800 pada tahun 2013.
Salah satu permasalahan dalam melaksanakan program JKN adalah jumlah
pendapatan yang bersumber dari kepesertaan BPJS Kesehatan tidak sebanding
dengan total dana yang dikeluarkan untuk membayar kapitasi dan klaim
fasilitas kesehatan lanjutan sehingga berimplikasi terjadinya defisit. Permalahan
mismatch pengelolaan JKN tidak dapat dihindari sebagai akibat penetapan
besaran iuran yang diputuskan pemerintah masih di bawah ambang batas
perhitungan auktaria. Pemerintah mempertimbangkan aspek ekonomis dan
politis.
Simulasi perhitungan yang dilakukan oleh BPJS Kesehatan menunjukkan
besaran iuran per orang per bulan (PPOB) rata-rata sebesar Rp 27.000,00
sedangkan klaim yang dibayarkan rata-rata per peserta PPOB sebesar Rp
33.000,00. Berdasarkan simulasi tersebut terjadi defisit sebesar Rp 6.000,00.
Apabila total kepesertaan BPJS Kesehatan mencapai 145 juta jiwa maka defisit
yang dialami mencapai 840 miliar rupiah.
Potret defisit JKN dalam rangka perluasan layanan akses kesehatan yang
berkeadilan dimulai sejak program ini diluncurkan pada tanggal 1 Januari
2014. Berdasarkan ikhtisar kinerja keuangan Dana Jaminan Sosial Kesehatan
tahun 2018, aktivitas DJS Kesehatan mengalami defisit mencapai Rp.14,45
Triliun.
Sejak penerapan JKN pada tahun 2014, program tersebut telah memiliki
kepesertaan sekitar 208.054.199 sampai dengan tanggal 31 Desember 2018.
Jenis penyelenggara layanan kesehatan yang paling dominan adalah fasilitas
kesehatan tingkat pertama termasuk FKTP gigi dengan jumlah sebesar 23.298
unit, selanjutnya fasilitas kesehatan penunjang yaitu optik dan apotek sejumlah
3.405 serta fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan sebanyak 2.455.
Jumlah FKTP didominasi oleh Puskesmas yang berjumlah 9.933 unit.
Penggunaan dana kapitasi pada 45 kabupaten/kota memperlihatkan sisa
penggunaan dana kapitasi yang besarnya bervariasi setiap tahunnya. Hasil
laporan sisa penggunaan dana kapitasi sejumlah Rp5,49 triliun dari penerimaan
sejumlah Rp.6,71 triliun pada 45 kab/kota. Pada tahun 2018, penyaluran dana
kapitasi untuk FKTP di 34 provinsi mencapai Rp.13,2 triliun. Selama periode

82
Gorontalo Journal of Public Health. Vol 3(2) Oktober 2020
P-ISSN : 2614-5057 E-ISSN: 2614-5065

tersebut, penggunaan dana kapitasi pada FKTP sebesar Rp. 10,6 triliun atau
80,98% dari total dana kapitasi yang dapat digunakan oleh FKTP. Sisanya
sebanyak Rp 2,5 triliun dicatat dalam SiLPA pemerintah daerah.
Terjadinya SiLPA dana kapitasi pada puskesmas baik berstastus BLUD
maupun non BLUD menjadi perhatian pemangku kepentingan di penyelenggara
jaminan kesehatan. Permasalahan defisit keuangan BPJS kesehatan
menyebabkan adanya usulan pengaturan optimalisasi pemanfaatan dana
kapitasi kesehatan di puskesmas yang telah tercatat sebagai pendapatan
daerah. Aspek penting yang perlu mendapat analisis adalah penyebab terjadinya
SiLPA dana kapitasi di pemda disebabkan oleh pengelolaan keuangan, teknis
atau adanya faktor eksternal di luar puskesmas.
Teori risiko menjelaskan terjadinya situasi yang mempunyai probabilitas
penyimpangan dari tujuan yang telah ditentukan sehingga mengakibatkan
ketidaknyamanan. Teori tersebut dikembangkan oleh Vaughan dalam
fundamental of risk and insurance pada tahun 1982. Kejadian tertentu dapat
memperbesar kemungkinan terjadinya bahaya dan memperbesar beban
kerugian yang ditimbulkan (Naron, 2008). Aktifitas asuransi berkaitan erat
dengan risiko karena dengan pengalihan risiko dapat dideteksi deskripsi dan
ramalan atas suatu prospek di masa mendatang (Hansell, 1979).
SiLPA pemerintah daerah yang bersumber dari dana kapitasi menunjukkan
tingkat utilitas dana kapitasi di bawah penyalurannya. SiLPA dana kapitasi yang
rendah menggambarkan pemanfaatan dana kapitasi terserap optimal. Rumusan
hipotesis yang dibangun dalam kajian ini adalah apakah terdapat kesamaan
capaian standar pelayanan minimum kesehatan antara FKTP yang memiliki
SiLPA dana kapitasi rendah dengan fasilitas kesehatan dengan SiLPA dana
kapitasi tinggi.

METODE
Penelitian ini menggunakan desain mixed method dengan pendekatan case
control. Dalam rangka memperdalam hasil pengujian case control diperlukan
kombinasi eksploratif. Pendekatan ini ditujukan untuk memperoleh hasil kajian
yang lebih komprehensif. Eksploratif merupakan langkah menemukan lebih
detail dan dalam berkaitan dengan aspek-aspek lain yang terjadi atas
permasalahan yang diteliti (Ibrahim, 2015).
Populasi penelitian adalah 402 unit yang memperoleh dana kapitasi pada
FKTP pemerintah. Penentuan sampel penelitian menggunakan teknik purposive
sampling atas daerah penerima dana kapitasi. Pertimbangan purposive sampling
didasarkan pada kewilayahan dana kapitasi BPJS Kesehatan. Data penelitian
mencakup Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama di wilayah Cirebon selama
periode tahun 2016-2018 dengan mengambil sampel 22 Puskesmas pada selama
periode penelitian. Data sekunder merupakan seri runtut waktu kumpulan
informasi yang disajikan secara periodik. Pengumpulan data sekunder
bersumber dari pemerintah daerah, BPJS Kesehatan dan Kementerian
Keuangan serta publikasi lainnya yang relevan dengan kajian.
Penelitian ini melibatkan variabel SiLPA dana kapitasi, indeks kapasitas
fiskal daerah sebagai variabel bebas dan standar pelayanan minimal kesehatan
sebagai variabel terikat. Variabel SiLPA dana kapitasi merupakan sisa lebih
perhitungan anggaran yang memperhitungkan selisih lebih antara realisasi
penerimaan dan anggaran pengeluaran dana kapitasi untuk satu periode
anggaran setelah memperhitungkan pembiayaan neto.
Variabel kapasitas fiskal merupakan kemampuan keuangan daerah yang
tercermin dari pendapatan daerah setelah dikurangi belanja pegawai. Variabel
standar pelayanan minimal kesehatan (SPM) adalah jenis dan mutu pelayanan
dasar kesehatan yang berhak didapatkan oleh masyarakat pada taraf minimal.

83
Sumardjoko & Akhmadi, utilitas, dana kapitasi, standar pelayanan

Pengukuaran pemanfaatan dana kapitasi menggunakan pendekatan kualitatif


dan kuantitatif. Analisis kualitatif yang digunakan adalah teknik Rapid
Assesment Procedures (RAP).
Teknik tersebut merupakan penilaian cepat untuk memperoleh informasi
yang mendalam tentang hal apa saja yang melatar belakangi perilaku objek
penelitian dalam waktu yang relatif singkat. Teknik ini dipopulerkan oleh
Schrimshaw dan Hurtado. Teknik RAP melakukan pengambilan sejumlah kecil
responden yaitu informan. Pemilihan informan dilakukan secara purposive
sesuai dengan permasalahan dan sasaran penelitian. Metode pengumpulan data
RAP melalui Indepth Interview yang dilakukan pada perorangan dan Focus Group
Discusison. Informan untuk mendukung penelitian ini adalah pejabat pada
Badan Keuangan Daerah Kota Cirebon. Peserta FGD berasal dari BKD Kota
Cirebon dan perwakilan pukesmas dengan jumlah sekitar 7 orang.
Analisis kuantitatif dilakukan untuk menguji hipotesis dalam kajian ini.
Pengujian hipotesis penelitian dilakukan dengan teknik analisis bivariat yang
diperkuat dengan Uji Independent Sample T-Test untuk melihat perbedaan
antara dua kelompok sampel. Independent sample t-test merupakah jenis
pengujian statistika yang bertujuan untuk membandingkan rata-rata dua grup
yang tidak saling berpasangan atau tidak saling berkaitan. Pengujian ini
merupakan bagian dari statistik inferensial parametrik yang harus terpenuhi
berbagai asumsi sebelum dilakukan uji hipotesis.
Persyaratan pengujian independent sample T-Test adalah data distribusi
normal. Pengujian normalitas data untuk menentukan penggunaan statistik
parametrik atau non parametrik. Apabila nilai p-value lebih besar dibandingkan
level signifikansi α=0,05 maka dapat disimpulkan sampel bersumber dari
populasi yang terdistribusi normal. Apabila kedua sampel tidak menunjukkan
normalitas data maka uji hipotesis perbandingan dilakukan dengan metode
statistik non parametrik yaitu Uji Mann Whitney.
Persyaratan kedua dalam uji Independent Sample T-Test adalah homogenitas
varian populasi. Homogenitas diperlukan untuk manarik generalisasi simpulan
akhir dari sampel terhadap populasinya. Data yang homogen mencerminkan
kelompok sampel bersumber dari populasi yang sama. Apabila perolehan nilai p-
value < 0,05 pada level signifikan α=0,05 maka disimpulkan varian sampel
homogen. Apabila hasil varian menunjukkan varian kedua sampel tidak
homogen maka pengujian hipotesis tetap dapat dilakukan dengan pengambilan
keputusan berdasarkan tabel output equal variances not assumed.
Asumsi berikutnya yang digunakan dalam uji Independent Sample T-Test
adalah kedua sampel yang diambil tidak termasuk dalam karakteristik
berpasangan. Jumlah data sampel penelitian yang dilibatkan kurang dari 30.
Apabila data sampel penelitian lebih dari 30 maka pengujian hipotesis
menggunakan analisis Uji z (Santoso, 2014).

HASIL DAN PEMBAHASAN


Puskesmas sebagai fasilitas kesehatan tingkat pertama mempunyai tugas
pokok menyelenggarakan kesehatan primer sekaligus gatekeeper yang pertama
kali berhubungan dengan peserta JKN. Puskesmas memberi pelayanan yang
berkelanjutan, paripurna dan melakukan koordinasi rujukan layanan dengan
fasilitas kesehatan yang lainnya atau lanjutan. Proses pelayanan puskesmas
ditentukan oleh ketersediaan dan kepatuhan pada standar pelayanan perilaku
tenaga kesehatan yang melayani, kecukupan suplai obat-obatan dan alat
kesehatan. Salah satu pendanaan penyediaan sarana dan prasarana FKTP
ditunjang dengan dana kapitas BPJS Kesehatan.
Berdasarkan pasal 1 Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2014, dana
kapitasi adalah besaran pembayaran per bulan yang dibayar kepada

84
Gorontalo Journal of Public Health. Vol 3(2) Oktober 2020
P-ISSN : 2614-5057 E-ISSN: 2614-5065

fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) berdasarkan jumlah peserta yang


terdaftar tanpa memperhitungkan jenis dan jumlah pelayanan kesehatan. Dana
kapitasi yang disalurkan kepada 22 Puskesmas di Kota Cirebon sebesar
Rp.16,56 Miliar selama periode tahun 2018.
Penelitian ini menggunakan data yang diperoleh laporan keuangan UPT
Puskesmas di Pemerintah Kota Cirebon. Dana kapitasi yang diterima oleh FKTP
selanjutnya dikategorikan menjadi dua group yakni low dan high. Penentuan
puskesmas yang masuk dalam kategori tersebut didasarkan pada basline
average dana kapitasi sepanjang periode kajian.
Mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 19 Tahun 2014 tentang
Penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional ditujukan seluruhnya
untuk jasa pelayanan medis dan dukungan biaya operasional pelayanan
kesehatan. Pendanaan ini diharapkan dapat mendukung terciptanya layanan
minimal di Puskesmas yang terus membaik.
Pengelompokan objek penelitian Puskesmas di Kota Cirebon tersebut, angka
capaian memperhatikan nilai kapitasi BPJS Kesehatan dan capaian standar
pelayanan minimum yang dijalankan FKTP sepanjang periode penelitian. Sampel
penelitian Puskesmas yang dilibatkan dalam penelitian ini berjumlah sebanyak
22 unit dengan statistik deskriptif sebagai berikut :

Tabel 1 Statistik Deskriptif


Mea Std.
Source N Min Max
n Dev
Group 1 60,4 85,7
98,4 9,74
Low 4 9 4
Group 56,7 91,8 83,8
8 11,39
High 8 8 6

Nilai rata-rata Puskesmas yang memperoleh dana kapitas BPJS Kesehatan


group low lebih besar dibandingkan goup high, yaitu 85,74 untuk group low dan
83,86 untuk group high. Angka standar deviasinya group low juga lebih kecil
dibandingkan dengan group high, yaitu 9,74 dan 11,39 untuk group high. Hal ini
mengindikasikan bahwa puskesmas di kota cirebon dengan klasifikasi group
high lebih bervariasi dibandingkan dengan capaian dimensi standar pelayanan
minimum untuk Puskesmas dengan klasifikasi group low. Kedua sampel
klasifikasi puskesmas tersebut memiliki bentuk kecondongan ke kiri dari kurva
normalnya dengan group low lebih kecil nilai skewness dibandingkan dengan
group high.
Sebelum dilakukan pengujian uji beda capaian dimensi SPM Kesehatan,
terlebih dahulu dilakukan pengujian prasyarat yaitu uji normalitas dan uji
homogenitas. Tahapan ini menjadi penentu pendekatan statistika yang
digunakan dengan parametrik atau non parametrik. Pengujian normalitas
dilakukan untuk mendeteksi data yang diperoleh dari hasil penelitian
berdistribusi normal atau tidak. Data kajian yang berdistribusi normal
mempunyai tingkat signifikansi ≥ 0,05, dan apabila nilai tingkat signifikansi <
0,05 maka disimpulkan data tersebut berdistribusi normal.
Pengujian normalitas dapat dilakukan dengan berbagai teknik analisis.
Dalam uji normalitas data, jika data berdistribusi normal maka akan dianalisis
dengan uji statistik parametrik. Sedangkan apabila data tidak berdistribusi
normal maka akan dianalisis dengan uji statistik non parametrik. Uji normalitas
ini menggunakan Lilliefors.
Metode pengujian liliefors digunakan apabila datanya tidak dalam distribusi
frekuesi data bergolong. Pada metode liliefors setiap data xi diubah menjadi

85
Sumardjoko & Akhmadi, utilitas, dana kapitasi, standar pelayanan

bilangan baku zi. Uji lilliefors digunakan bila ukuran sampel (n) lebih kecil dari
30. Rumusan hipotesis yang dibangun untuk pengujian normalitas:
Ho : sampel berasal dari populasi berdistribusi normal
H1 : sampel tidak berasal dari populasi berdistribusi normal
Tingkat kesalahan α = 0,05.
Pengujian tingkat signifikansi membandingkan nilai terbesar |F(zi)-S(zi)|
dengan nilai tabel Lilliefors. Jika nilai |F(zi)-S(zi)| terbesar kurang dari nilai
tabel Lilliefors, maka Ho diterima. Apabila nilai |F(zi)-S(zi)| terbesar lebih besar
dari nilai tabel Lilliefors, maka kesimpulannya Ho ditolak. Pengujian normalitas
menghasilkan nilai berikut :

Tabel 2 Pengujian Normalitas - Lilliefors


N α L Ltab Concl.
2 0,0 0,172 0,18 Ho
Group
2 5 5 4 ditolak

Hasil perhitungan uji normalitas dengan Lilliefors untuk sampel penelitan


menghasilkan nilai L yaitu 0,1725 dan Asymp.Sign sebesar 0,05. Berdasarkan
tabel L untuk jumlah sampel sesuai data kajian ini diperoleh angka Ltab sebesar
0,184. Hal ini menunjukkan nilai Ltab ≥ L maka dapat disimpulkan bahwa data
sampel penelitian berdistribusi normal. Pengujian prasyarat normalitas
mengarahkan pendekatan uji beda menggunakan statistika parametrik.
Prasyarat kedua adalah mendeteksi homogenitas. Pengujian homogenitas
dilakukan untuk mendeteksi data sampel penelitian pada puskesmas
mempunyai nilai varian yang sama atau tidak. Penarikan simpulan nilai varian
yang sama atau bersifat homogen apabila tingkat signifikan melebihi atau sama
dengan 0,05.
Apabila taraf signifikansi <0,05 maka data disimpulkan tidak mempunyai
nilai varian yang sama atau tidak homogen. Rumusan hipotesis untuk pegujian
homegenitas adalah sebagai berikut :
Ho : sampel data mempunyai varian yang sama
H1 : sampel data mempunyai varian yang tidak sama
Hasil perhitungan uji homogenitas terhadap data sampel untuk puskesmas
di Kota Cirebon sepanjang periode kajian adalah sebagai berikut :

Tabel 3 Pengujian Homogenitas


N α F hit F tab Concl.
2 0,0 0,297 Ho
Group 0,731
2 5 1 diterima

Dengan demikian F hit < F Tab dengan angka 0,297 < 0,731. Pengujian ini
membuktikan data mempunyai nilai varian yang homogen pada tingkat
signifikan 0,05. Kedua klasifikasi puskesmas memiliki varian data yang sama
sehingga memenuhi prasyarat untuk difference test. Dengan demikian pengujian
capaian standar pelayanan minimal kesehatan Puskesmas untuk klasifikasi
group low dan group high dapat menggunakan pengujian statistika parametrik
kerena data berdistribusi normal dan homogen.
Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan analisis uji beda
independent sample t test. Pengujian t- test yang dilakukan dalam penelitian ini
adalah capaian standar pelayanan minimal puskesmas yang menerima dana
kapitasi JKN dengan dua kelompok yaitu low dan high. Independent sample t
test tentang pemanfaatan dana kapitasi di FKTP Puskesmas dilihat dari

86
Gorontalo Journal of Public Health. Vol 3(2) Oktober 2020
P-ISSN : 2614-5057 E-ISSN: 2614-5065

perbedaan hasil capaian standar pelayanan minimal kesehatan layanan primer.


Capaian standar pelayanan minimal bertujuan untuk menyediakan layanan
dasar minimal yang diselenggarakan Puskesmas dalam memberi layanan primer
kepada masyarakat.
Pengambilan simpulan atas pengujian hipotesis dirumuskan pada
independent sample t-test. Rumusan hipotesis yang akan diuji melalui Ho
adalah tidak terdapat perbedaan rata-rata capaian satndar pelayanan minimal
kesehatan pada FKTP dengan SiLPA dana kapitasi yang rendah dengan faskes
yang mempunyai SiLPA tinggi. Sedangkan H1 adalah terdapat perbedaan
capaian standar pelayanan kesehatan minimal bidang kesehatan pada FKTP
yang mempunyai angka SiLPA dana kapitasi rendah dengan faskes yang
memiliki nilai SiLPA tinggi.
Hasil perhitungan independent sample t test dengan df=0,005 pada capaian
standar pelayanan minimal kesehatan puskesmas adalah sebagai berikut :

Tabel 4 Independent Sample T Test


N t hit t tab Concl.
2 0,562 2,100 Ho
SPM
2 2 1 diterima

Hipotesis yang dibangun dalam penelitian ini adalah dua arah two tail. Hasil
pengujian independent sample t test menunjukan p-value sebesar 0,5622 dan t
tabel (t critical) sebesar 2,1001.Dengan demikian hasil ini membuktikan
menerima Ho. Tidak terdapat perbedaan rata-rata capaian standar pelayanan
minimal kesehatan pada FKTP dengan SiLPA dana kapitasi yang rendah dengan
faskes yang mempunyai SiLPA tinggi. Fakta ini membuktikan bahwa varians
capaian standar pelayanan minimal antara dua kelompok Puskesmas di Kota
Cirebon adalah sama atau homogen. Tingkat capaian pelayanan standar
pelayanan minimal kesehatan yang memadai juga didukung oleh peran serta
masyarakat. Dana kapitasi BPJS Kesehatan bukan penentu tunggal. Penelitian
Budi (2010) menemukan model pembiayaan kesehatan dengan out of pocket
dapat menghasilkan kualitas layanan yang lebih tingi dibandingkan dengan
asuransi.
Geografi wilayah Kota Cirebon terletak di daerah Pantai Utara Provinsi Jawa
Barat bagian Timur berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah. Kota Cirebon
terletak pada posisi 108,33° Bujur Timur dan 6,41° Lintang Selatan pada Pantai
Utara Pulau Jawa, dengan ketinggian 5 meter dari permukaan laut. Luas
wilayah administrasi sekitar 37,358 Km°. Kota Cirebon beriklim tropis dengan
suhu udara berkisar antara 23,4°C-33,6°C dan jumlah curah hujan adalah
2.751 mm/tahun.
Jumlah FKTP Puskesmas di Kota Cirebon sebanyak dua puluh dua unit
yaitu Puskesmas Sitopeng, Pesisir, Kesambi, Perumnas Utara, Pulasaren,
Pekalangan, Pegambiran, Larangan, Argasunya, Astanagarib, Cangkol,
Gunungsari, Jagasatru, Jalan Kembang, Kejaksan, Nelayan, Pamitran, Drajat,
Kalijaga Permai, Kali Tanjung, Kesunean, Majasem dan Sunyanaragi.
Puskesmas memperoleh pendanaan dari beberapa sumber pendanaan antara
lain APBN dalam bentuk Bantuan Operasional Kesehatan, APBD dan BPJS
Kesehatan dalam bentuk Dana Kapitasi.
BOK dan Dana Kapitasi JKN sebagian besar digunakan oleh Puskesmas
untuk mendanai kegiatan operasional. Kapitasi menjadi sumber penopang
Puskesmas dalam memberikan layanan primer. Pada tahun 2018, Puskesmas di
wilayah Kota Cirebon memeperoleh dana kapitasi JKN sebesar Rp.16,56 Miliar.
Sedangkan pengeluaran dana kapitasi JKN yang diperuntukkan untuk jasa

87
Sumardjoko & Akhmadi, utilitas, dana kapitasi, standar pelayanan

pelayanan dan dukungan operasional sebesar Rp.15,27 Miliar. Dengan demikian


pada akhir tahun 2018, angka SiLPA dana kapitasi JKN untuk keseluruhan
Puskesmas Wilayah Cirebon sebesar Rp.1,29 Miliar.
Pendanaan APBD kepada puskesmas lebih ditujukan untuk kegiatan fisik
seperti pembangunan gedung, pembelian alat-alat kesehatan dan obat-obat.
Dengan demikian Puskesmas lebih mengandalkan pemanfaatan dana kapitasi
untuk kegiatan layanan primer. Puskemas memiliki perencanaan kegiatan
selama satu tahun. Perencanaan ini juga dilakukan untuk pemanfaatan dana
kapitasi JKN.
Perencanaan dana kapitasi yang tidak akurat menjadi salah satu pemicu
munculnya SiLPA di Puskesmas. Perencanaan kegiatan Puskesmas sampai
dimulai pada tahun anggaran sebelumnya. Sedangkan pembayaran dana
kapitasi JKN ditetapkan setiap bulan yang besarnya cenderung fluktuatif.
Pembayaran kapitasi JKN setiap bulannya menunjukkan angka yang
berbeda. Kondisi ini menyulitkan bagi puskesmas untuk melakukan estimasi
pendapatan dana JKN selama satu tahun berjalan. Puskesmas Kota Cirebon
menganggarkan pendapatan dana kapitasi JKN tahun 2018 sebesar Rp 14,46
Miliar. Sedangkan realisasi penyaluran dana kapitasi JKN yang dibayarkan
kepada Puskesmas sejumlah Rp.16,56 Miliar pada periode kajian. Fakta ini
memperlihatkan anggaran pendapatan dana kapitasi JKN berbeda dengan
realisasi pendapatan dana kapitasi JKN sebesar Rp.2,09 Miliar atau gap sebesar
14,5%. Proses penganggaran dimulai dari tahun sebelumnya.
Faktor lain yang mendorong terjadinya angka SILPA dana kapitasi JKN
adalah jumlah kepesertaan JKN yang terdaftar pada FKTP Puskesmas. Fakta di
Kota Cirebon adalah jumlah penduduk pada waktu malam hari lebih sedikit
dibandingkan pada siang hari. Fenomena ini timbul sebagai konsekuensi daerah
perkotaan yang banyak warga daerah penyangga untuk bekerja di Kota Cirebon.
Pekerja commuter tersebut cenderung mengalihkan FKTP rujukan kepesertaan
dialihkan ke Kota Cirebon dari sebelumnya di kota asal. Banyaknya pengalihan
kepesertaan JKN menyebabkan perencanaan anggaran pendapatan dana
kapitasi menjadi sulit akurasi.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa tidak ada perbedaan capaian
standar pelayanan minimal kesehatan Puskesmas antara kelompok puskesmas
yang mempunyai SiLPA tinggi dan puskesmas dengan SiLPA rendah. SiLPA yang
besar tidak selalu mencerminkan kinerja layanan primer yang diselenggarakan
oleh puskesmas menjadi buruk. SiLPA dana kapitasi JKN belum mengganggu
capaian standar pelayanan minimal di Kota Cirebon selama periode penelitian.
Hasil pengujian ini sejalan dengan beberapa penelitian sebelumnya. Rusyidiana
(2013) menyatakan pengeluaran biaya kesehatan yang tinggi pada fasilitas
kesehatan tidak selalu mampu meningkatkan derajat kesehatan. Penelitian
Roberts, Donna, Chang dan Robin (2004) mengemukakan tingginya pengeluaran
kesehatan tidak selalu mempunyai hubungan yang disgnifikan dengan performa
kesehatan. Penelitian ini dilakukan pada 21 negara berkembang.
SiLPA dana kapitasi JKN dipicu oleh akurasi perencanaan pendapatan dana
kapitasi JKN dengan gap sebesar 14,5% pada tahun 2018. Kendala
perencaanaan dana kapitasi JKN adalah perubahan anggaran di pertengahan
tahun akibat fluktuasi bulanan pembayaran dana kapitasi JKN. Kondisi ini
mengakibatkan perencaanan yang semulanya telah matang disusun mengalami
perubahan nilai nominal atau bahkan pengurangan yang tidak signifikan. Hal
inilah yang mengakibatkan sisa dana kapitasi Puskesmas bisa terjadi. Puskes-
mas dapat merencanakan kegiatan yang menjadi prioritas utama sehingga
proses pemanfaatan dana kapitasi JKN dapat lebih baik.
Sebagai upaya optimalisasi pemanfaatan dana kapitasi JKN, puskesmas
harus memiliki check list sederhana kebutuhan alat kesehatan atau barang

88
Gorontalo Journal of Public Health. Vol 3(2) Oktober 2020
P-ISSN : 2614-5057 E-ISSN: 2614-5065

sehingga tidak diperlukan waktu yang lama dalam persetujuan pengajuan


kebutuhan kepada Dinas Kesehatan di Kota Cirebon. Sumber daya manusia
mendukung pemanfaatan dana kapitasi. Permenkes No. 21 tahun 2016, salah
satu item yang diperbolehkan dalam penyerapan dana kapitasi itu adalah untuk
Jasa Pelayanan minimal 60%. Sesuai dengan Pasal 38 Peraturan Presiden
Nomor 111 Tahun 2013 tentang Perubahan Perpres 12 Tahun 2013, BPJS
Kesehatan wajib membayarkan kapitasi kepada Fasilitas Kesehatan Tingkat
pertama paling lambat tanggal lima belas setiap bulan berjalan.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, sampai saat ini pelaksaan
program JKN dan pemanfaatan dana kapitasi Puskesmas tahun 2018,
Puskesmas di wilayah Kota Cirebon yang menjadi objek penelitian sudah
menjalankan aturan sebagaimana mestinya. Peraturan yang ada sesuai
kebutuhan dalam pengelolaan dana kapitasi di Puskesmas. Regulasi yang
dibuat oleh pemerintah Pusat dan daerah menjadi pedoman Puskesmas untuk
melakukan serangkaian kegiatan dalam pemanfaatan, penatausahaan dan
pertanggungjawaban dana kapitasi JKN.
Namun terdapat beberapa masalah dalam pemanfaatan dana kapitasi
jaminan kesehatan nasional antara lain program dan kegiatan yang dijalankan
oleh Puskesmas semakin yang kompleks. Penelitian Yulianto (2017)
membuktikan bahwa realisasi dana kapitasi yang rendah pada puskesmas
ditentukan oleh berbagai faktor antara lain program yang dijalankan puskesmas
terlalu kompleks, perubahan anggaran yang mendekati akhir tahun serta
keterlambatan pemahaman terhadap regulasi baru. Penelitian tersebut
dilakukan di beberapa Puskesmas Kota Lubuklinggau pada periode tahun 2014-
2016. Pemberlakuan kompetensi berbasis kinerja juga mendorong puskesmas
untuk menjalankan kegiatan yang ketat. Persoalan selanjutnya terkat
perubahan anggaran untuk biaya tambahan akibat perubahan realisasi
pendapatan dana kapitasi persetujuannya mendekati akhir tahun anggaran.
Kondisi tersebut mengakibatkan Puskesmas kesulitan merealisasikan
belanja dana kapitas JKN sampai dengan tahun anggaran berakhir. Peraturan-
peraturan yang mengatur pemanfaatan dana kapitasi puskesmas pada awal
tahun pelaksanaan jaminnan kesehatan nasional memunculkan kehati-hatian
dari FKTP maupun Dinas Kesehatan dalam menggunakan dana kapitasi.
Perlunya koordinasi yang lebih intens antara Dinas Kesehatan, Puskesmas,
BPJS Kesehatan, dan instansi terkait yang berhak melakukan optimalisasi
pemanfaatan dana kapitasi JKN.

PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat
perbedaan rata-rata capaian standar pelayanan minimal kesehatan pada FKTP
dengan SiLPA dana kapitasi yang rendah dengan faskes yang mempunyai SiLPA
tinggi. Fakta ini membuktikan bahwa tidak terdapat varian capaian standar
pelayanan minimal antara dua kelompok Puskesmas di Kota Cirebon adalah
sama atau homogen.
Pemerintah dan penyelenggaran jaminan kesehatan nasional perlu
melakukan reformulasi sistem pembayaran dana kapitasi JKN kepada FKTP
puskesmas tanpa mengurangi pendapatan dana kapitasi sebagai dukungan
pendanaan penyelenggaraan layanan kesehatan primer di daerah. Sisa
penggunaan dana kapitasi JKN dalam bentuk SiLPA merupakan penerimaan
pembiayaan daerah yang dapat dimanfaatkan penggunaannya untuk
menunjang layanan kesehatan pada puskesmas.

89
Sumardjoko & Akhmadi, utilitas, dana kapitasi, standar pelayanan

DAFTAR PUSTAKA
BPJS Kesehatan. (2019). Laporan Pengelolaan Program dan Laporan Keuangan
Jaminan Sosial Kesehatan Tahun 2018. Jakarta.
Budi, H.S. (2010). Hubungan Antara Sistem Pembiyaan Dengan Kualitas
Pelayanan Di Puskesmas Slokogimo Wonogir. Surakarta : UNS.
Hansell, D.S. (1979). Elements of Insurance. London: Pearson Higher Education.
Ibrahim. (2015). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Kutzin, Joseph. (2013). Health Financing for Universal Coverage and Health
System Performance : Conceps and implication policy.
Naron, H.S. (2008). Introduction To Insurance. Phnompenh: The Asean
Development Bank.
Republik Indonesia. (2011). Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
Republik Indonesia. (2013). Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 Tentang
Jaminan Kesehatan.
Republik Indonesia. (2014). Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2014 Tentang
Pengelolaan dan Pemanfaatan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional
pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah.
Republik Indonesia. (2016). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016
Tentang Penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Untuk
Jasa Pelayanan Kesehatan dan Dukungan Biaya Operasional Pada Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah.
Republik Indonesia. (2016). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 44 Tahun 2016
Tentang Pedoman Manajemen Puskesmas.
Roberts, R., Donna, Chang, C.F. & Robin, R.M. (2004). Technical Efficiency in
the Use of Health Care Resources: A Comparison of OECD Countries.
Health Policy. 55–72.
Rusyidiana, A. S. (2013). Mengukur Tingkat Efisiensi dengan Metode Data
Envelopment Analysis (DEA). Bogor : Tim SMART Consulting.
Santoso, & Singgih. (2014). Statistik Multivariat, Edisi Revisi, Konsep dan
Aplikasi dengan SPSS. Jakarta : Penerbit PT. Elex Media Komputindo.
Scrimshaw, S. C. & Hurtado, E. (1987). Rapid assessment procedures for
nutrition and primary health care. Anthropological approaches to improving
programme effectiveness.
Sulastomo, Dr, MPH. (1997). Ausuransi Kesehatan dan Managed Care. Jakarta :
PT (Persero) Ausransi Kesehatan Indonesia;
Thabrany, H. (2014). Jaminan Kesehatan Nasional. Jakarta: PT.Raja Grafindo
Persada;
Thabrany, H. (2015). Jaminan Kesehatan Nasional. Edisi Kedua. Jakarta: Raja
Grafindo Persada;
Vaughan, E.J. & Vaughan T. M. (2007). Fundamentals Of Risk And Insurance
Tenth Edition. John Wiley & Sons: United States
Yulianto, M., & Nadjib, M. (2017). Pemanfaatan Dana Kapitasi oleh Puskesmas
di Kota Lubuklinggau Tahun 2014-2016. Jurnal Ekonomi Kesehatan
Indonesia. Vo.2 No.1.

90

You might also like