Jurnal Riset Fisika Indonesia
Volume 3, Nomor 1, Desember 2022
ISSN: 2776-1460 (print); 2797-6513 (online)
http://journal.ubb.ac.id/index.php/jrfi/3230
Studi Kinetika Pada Proses Elektrokoagulasi Zat Warna Metilen
Biru
Andrian Saputra*), Yuant Tiandho, Fitri Afriani
Jurusan Fisika, Universitas Bangka Belitung
JL. Kampus Peradapan, Kampus Terpadu Balunijuk Gd. Dharma Penelitian Lt 1, Bangka,
Kepulauan Bangka Belitung, Indonesia 33172
*E-mail korespondensi:
[email protected] Info Artikel: Abstract
Dikirim: The main problem that is generally faced by textile industry players is related to
11 Agustus 2022 the large amount of liquid waste produced. Liquid waste from methylene blue
Revisi: dye cannot be discharged directly into the water because it has a high solubility
18 Desember 2022 level and is non-biodegradable. Therefore, in this study, treatment of methylene
Diterima: blue dye waste was carried out using an easy-to-apply electrocoagulation
19 Desember 2022 method with a high level of efficiency for separating pollutant levels in
wastewater. The next step is the decolorization of methylene blue dye waste with
Kata Kunci: a given voltage variation of 20,25, and 30 volts and variations in the time used
for 1,3,5,10,15,20,25, and 30 minutes. Based on the results of the study, shows
Methylene Blue; that the greater the electric voltage and the longer the electrocoagulation
Electrocoagulation; process is carried out, the higher the decolorization value produced by the
Decolorization; methylene blue dye waste. The results of the decolorization obtained were then
Reaction Kinetics continued by analyzing the reaction rate which showed a change in the
concentration of methylene blue which was directly proportional to the given
time. The reaction rate analysis was carried out using a reaction kinetics model,
namely first order, second order, and BMG. Based on the values generated from
the three reaction kinetics models, the BMG kinetic model is the best reaction
kinetics model because it has a high coefficient determination (R2) of 0,999.
PENDAHULUAN
Industri tekstil merupakan salah satu industri yang berkembang cukup pesat di Indonesia
dan mempunyai potensi untuk terus dikembangkan menjadi industri manufaktur tebesar di
Indonesia [1]. Beberapa produk hasil industri tekstil di Indonesia seperti kain, benang, dan
pakaian jadi tekstil yang terus mengalami peningkatan produksi [2]. Namun, peningkatan
produksi tekstil juga diikuti oleh semakin tingginya jumlah limbah cair yang dihasilkan akibat
proses produksi tersebut. Limbah cair hasil produksi tekstil menimbulkan kandungan residu
pewarna sintetis yang bersifat non-biodegradable dan tingkat kelarutan yang tinggi [3] sehingga
dapat mencemari lingkungan apabila dibuang langsung ke perairan sungai tanpa dilakukan
pengolahan telebih dahulu [4]. Komponen utama yang menyebabkan terjadinya penurunan
kualitas air limbah tekstil yaitu adanya keberadaan bahan pewarna yang terdiri dari berbagai
jenis senyawa kimia yang bersifat karsinogenik dan mutagenik bagi keberlangsungan hidup
manusia [5] serta dapat mengganggu keseimbangan ekosistem di lingkungan akibat banyaknya
Halaman | 1
Jurnal Riset Fisika Indonesia, Vol. 03, No. 01, Desember (2022), Hal. 01-11
organisme yang mati [6]. Pewarna metilen biru merupakan salah satu jenis pewarna sintetis dari
berbagai jenis pewarna yang sering digunakan dalam pewarnaan tekstil [7].
Berdasarkan penelitian terdahulu telah dilakukan berbagai metode secara fisika, kimia, dan
biologi maupun kombinasi diantara metode tersebut dapat dilakukan dalam mengolah limbah
cair tekstil yaitu seperti metode Ozonisasi [8], metode Fenton [9], dan metode Adsorpsi [10].
Namun, metode-metode tersebut memerlukan waktu yang cukup lama dan memerlukan biaya
pengolahan yang cukup besar [11]. Oleh karena itu, diajukan suatu metode dalam pengolahan
limbah cair tekstil yang tidak membutuhkan bahan kimia tambahan dalam pengolahannya dan
biaya pengoperasian yang cukup murah dalam proses pengolahan limbah cair tekstil yaitu
menggunakan metode Elektrokoagulasi [12].
Elektrokoagulasi merupakan suatu metode dalam pengolahan dan pemisahan limbah cair
maupun air baku dengan mengalirkan arus listrik pada kedua plat elektroda yang berada didalam
limbah tersebut [13]. Berbagai jenis limbah cair dapat dilakukan proses elektrokoagulasi untuk
memperbaiki kualitas limbah cair tersebut seperti limbah industri karet [14], limbah cair laundry
[15], limbah cair pabrik tahu [16], dan limbah tekstil pewarna [17].
Pada dasarnya penelitian elektrokoagulasi ini diterapkan pada skala laboratorium.
Penggunaan air metilen biru dalam penelitian ini diperoleh dari serbuk metilen biru yang
kemudian dilarutkan ke dalam air. Sehingga, pada masa yang akan datang dapat diterapkan
untuk skala yang lebih besar seperti pada skala industri dalam pengolahan limbah tekstil pabrik.
Pengembangan ini tentu saja memperhatikan berbagai aspek yang cukup kompleks seperti
jumlah dan luasan plat yang digunakan, jarak antar plat, waktu pengoperasian, biaya
penggunaan listrik yang digunakan, serta seberapa banyak terbentuknya flok pada saat proses
elektrokoagulasi berlangsung [18]. Hal ini secara langsung berpengaruh terhadap efisiensi
dekolorisasi pewarna tekstil tersebut. Proses elektrokoagulasi yang telah dilakukan kemudian
dilanjutkan dengan melakukan analisis kinetika reaksi pada air metilen biru yang telah diolah
untuk mengetahui penyisihan konsentrasi dalam air metilen biru dalam satuan waktu yang
digunakan sebelum dan setelah elektrokoagulasi dilakukan [19]. Laju perubahan konsentrasi ini
dapat dilakukan analisa dengan pemodelan reaksi yang digunakan seperti reaksi orde satu, reaksi
orde dua, dan reaksi Behnajady–Modirshahla–Ghanbery (BMG) [20]. Parameter kinetika reaksi
ini biasanya digunakan oleh pabrik besar dalam mengoperasikan bioreaktor dalam mengolah
limbah cair yang dihasilkan [21]. Pada penelitian sebelumnya telah dilakukan pemodelan kinetika
reaksi pada beberapa jenis air pewarna seperti Tartrazin [22], pewarna Azo Metil Orange [23]
dan pewarna Remazol [24]. Namun, penelitian tentang pemodelan kinetika reaksi pada air
metilen biru dengan proses elektrokoagulasi belum banyak dilakukan.
METODE PENELITIAN
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu serbuk metilen biru, air keran, kertas
label, kertas saring, dan aquadest. Adapun untuk alat yang digunakan seperti kaca, power supply,
plat alumunium, kabel jumper, gelas beaker, gelas ukur, corong gelas, botol sampel, pipet tetes,
dan UV-Vis Spectrophotometer.
Pembuatan Wadah dan Plat Elektrokoagulasi
Penelitian ini menggunakan wadah yang dirancang dan dibuat menggunakan kaca dengan
ukuran 10×10×10 cm yang dapat menampung air metilen biru sejumlah 500 mL. Sedangkan plat
elektroda terdiri dari 2 buah plat yang terbuat dari Alumunium dengan masing- masing
berukuran 8×10 cm dengan diameter plat berukuran 2 cm.
Halaman | 2
Andrian Saputra: Studi Kinetika Elektrokoagulasi Metilen Biru
Gambar 1. Skema proses elektrokoagulasi
Pembuatan Larutan Air Metilen Biru
Pembuatan larutan metilen biru dilakukan dengan mengencerkan sebanyak 0,052 gram
serbuk metilen biru dengan air sebanyak 2000 ml kemudian diaduk selama 5 menit. Setelah itu,
diperoleh larutan metilen biru untuk dilakukan proses elektrokoagulasi.
Pembuatan Larutan Standar Air Metilen Biru
Larutan standar metilen biru dibuat dari larutan metilen yang telah diperoleh kemudian
ditambahkan dengan air keran dengan variasi perbandingan antara air metilen biru dan air keran
yaitu 0:100, 10:90, 20:80, 30:70, 40:60, 50:50, 60:40, dan 70:30 dengan jumlah total larutan
standar untuk satu variasi yaitu 20 ml.
Pengolahan Air Metilen Biru dengan Elektrokoagulasi
Penelitian ini menggunakan aliran listrik dari sumber tegangan listrik PLN dengan arus
listrik DC dialirkan ke tiap plat Alumunium yang terdapat dalam bak elektrokoagulasi yang telah
terisi air metilen biru sebanyak 500 ml dengan perlakuan tegangan sebesar 20, 25, dan 30 Volt.
Jarak antar kedua plat yang digunakan dalam penelitian yaitu sebesar 2 cm dengan variasi waktu
kontak yaitu 1, 3, 5, 10, 15, 20, 25, dan 30 menit. Setelah pengoperasian dengan teknologi
elektrokoagulasi selesai, dilakukan penyaringan dengan menggunakan filter berupa kertas
saring. Setelah proses filtrasi selesai maka dilakukan pengujian UV-Vis Spektrofotometer.
Analisis Kinetika Reaksi dan Dekolorisasi pada Warna Air Metilen Biru
Tahapan terakhir yang dilakukan adalah pembuatan kurva kalibrasi untuk menentukan
konsentrasi standar pada larutan metilen biru yang sebelumnya belum diketahui. Selanjutnya
dianalisis hubungan antara konsentrasi dan absorbansi yang diperoleh dan dilakukan pemodelan
dengan menggunakan kinetika reaksi orde satu, orde dua, dan metode Behnajady–Modirshahla–
Ghanbery (BMG) pada air metilen biru setelah proses elektrokoagulasi. Analisis ini bertujuan
untuk membandingkan konsentrasi awal air metilen biru sebelum dan sesudah pengolahan
menggunakan metode elektrokoagulasi dengan variasi pada waktu dan tegangan serta untuk
mengetahui berapa besar nilai dekolorisasi/penghilangan kepekatan warna pada air metilen
biru. Berikut persamaan dekolorisasi yang digunakan:
𝐶0𝑀𝐵 − 𝐶𝑀𝐵
%𝐷𝑒𝑘𝑜𝑙𝑜𝑟𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖 = × 100%
𝐶0𝑀𝐵
Keterangan:
E : Dekolorisasi (%)
CMB : Konsentrasi metilen biru setelah perlakuan (mg/l)
C0M B: Konsentrasi metilen biru sebelum perlakuan (mg/ l)
Halaman | 3
Jurnal Riset Fisika Indonesia, Vol. 03, No. 01, Desember (2022), Hal. 01-11
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembuatan Kurva Kalibrasi Air Metilen Biru
Kurva absorbansi pada air metilen biru disajikan pada Gambar 2. Dalam kurva tersebut
nilai tertinggi untuk kurva absorbansi berada pada panjang gelombang 664 nm. Nilai panjang
gelombang yang dihasilkan juga sebanding dengan penelitian terdahulu yaitu sebesar 663 – 665
nm [20].
Gambar 2. Kurva absorbansi air metilen biru
Pada Gambar 3. disajikan hubungan antara konsentrasi air metilen biru dan absorbansi
air metilen biru yang menunjukkan bahwa hubungan diantara keduanya bersifat linearitas
dengan nilai koefisien determinasi r2 sebesar 0,994 yang cukup tinggi. Koefisien determinasi r2
menyatakan seberapa baik hubungan antara konsentrasi dan absorbansi larutan standar air
metilen biru. Hasil ini menunjukkan bahwa apabila nilai koefisien determinasi mendekati satu
maka dapat disimpulkan kurva larutan standar yang telah dibuat mempunyai nilai akurasi yang
baik [25].
4
Absorbansi (a.u)
y = 0.0406x + 0.0371
3 R² = 0.9943
2
1
0
0 20 40 60 80
Konsentrasi (%)
Gambar 3. Kurva kalibrasi konsentrasi dan absorbansi air metilen biru
Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4. merupakan kurva nilai absorbansi air metilen
biru dengan tegangan 20 volt pada panjang gelombang sebesar 664 nm dengan variasi waktu
yang diberikan yaitu 1, 3, 5, 10, 15, 20, 25, dan 30 menit maka diperoleh nilai absorbansi secara
berturut-turut yaitu 1.275, 0.684, 0.460, 0.454, 0.414, 0.348, 0.340, dan 0.329. Berdasarkan hasil
ini semakin lama proses elektrokoagulasi dilakukan maka nilai absorbansi dari air metilen biru
akan semakin menurun. Penurunan nilai aborbansi ini dipengaruhi oleh berkurangnya
konsentrasi metilen biru dalam larutan tersebut.
Halaman | 4
Andrian Saputra: Studi Kinetika Elektrokoagulasi Metilen Biru
Gambar 4. Kurva nilai absorbansi air metilen biru setelah proses elektrokoagulasi
dengan tegangan 20 volt
Selanjutnya, Gambar 5 menunjukkan variasi waktu proses elektrokoagulasi secara
berturut-turut sebesar 1, 3, 5, 10, 15, 20, 25, dan 30 menit pada panjang gelombang 664 nm
dengan nilai absorbansi air metilen biru 0.778, 0.709, 0.527, 0.370, 0.339, 0.335, 0.323, dan
0.275. Adapun tegangan yang diberikan sebesar 25 volt. Penurunan nilai absorbansi pada air
metilen biru berbanding lurus dengan semakin berkurang kadar konsentrasi pewarna metilen
biru dalam air tersebut sehingga kepekatan warna air metilen biru setelah proses
elektrokoagulasi berkurang [26].
Gambar 5. Kurva nilai absorbansi air metilen biru setelah proses elektrokoagulasi
dengan tegangan 25 volt
Gambar 6 menyajikan kurva absorbansi air metilen biru pada panjang gelombang 664 nm
dengan waktu proses elektrokoagulasi selama 1, 3, 5, 10, 15, 20, 25, dan 30 menit secara
berturut-turut yaitu 0.648, 0.453, 0.404, 0.299, 0.253, 0.237, 0.228, dan 0.220 pada tegangan 30
volt. Hasil tersebut menunjukkan tingginya penurunan nilai absorbansi air metilen biru
sebanding dengan besar tegangan dan lama waktu proses elektrokoagulasi yang diberikan. Nilai
absorbansi pada air metilen biru pada tegangan 30 volt dan proses elektrokoagulasi selama 30
menit yaitu sebesar 0,220. Nilai absorbansi ini tergolong rendah karena pada proses
elektrokoagulasi terjadi peristiwa reduksi dan oksidasi yang menyebabkan ion Al3+ dilepaskan di
anoda dan bereaksi dengan ion OH- yang kemudian membentuk Al(OH)3 lalu terbentuk flok pada
air metilen biru, kemudian katoda menghasilkan gas H2 yang membawa pengotor setelah melalui
Halaman | 5
Jurnal Riset Fisika Indonesia, Vol. 03, No. 01, Desember (2022), Hal. 01-11
tahapan pengapungan/flotasi [27]. Selain itu, pada proses elektrokoagulasi juga terjadi gaya Van
Der Waals yaitu terjadinya gaya tarik menarik antar kedua ion positif dan negatif yang akhirnya
membentuk flok.
Gambar 6. Kurva nilai absorbansi air metilen biru setelah proses elektrokoagulasi
dengan tegangan 30 volt
Berdasarkan kurva yang ditunjukkan pada Gambar 7, nilai konsentrasi air metilen biru dan
waktu proses elektrokoagulasi menunjukkan bahwa semakin lama proses elektrokoagulasi dan
semakin besar tegangan listrik yang diberikan maka konsentrasi pewarna metilen biru dalam air
akan semakin rendah [28].
(a) (b)
Gambar 7. Nilai dari: (a) konsentrasi dan waktu air metilen biru setelah proses
elektrokoagulasi dengan tegangan 20,25, dan 30 volt ; (b) dekolorisasi air metilen biru
Kinetika Reaksi dan Dekolorisasi Air Metilen Biru
Berdasarkan data yang telah diperoleh dari Gambar 7 konsentrasi pewarna metilen biru
dalam air sudah mengalami penurunan pada waktu elektrokoagulasi 1 menit pertama, kemudian
konsentrasi pewarnanya terus mengalami penurunan dengan variasi waktu yang diberikan
sampai dengan 30 menit. Pada variasi waktu yang diberikan, proses elektrolisis berpengaruh
dengan total muatan listrik yang dihasilkan sesuai dengan hukum Faraday 1 yang menyatakan
bahwa banyaknya jumlah mol listrik yang diberikan pada elektroda sebanding dengan massa zat
yang dihasilkan pada elektroda tersebut. Melalui penelitian ini massa zat yang dihasilkan yaitu
zat pewarna dari metilen biru.
Halaman | 6
Andrian Saputra: Studi Kinetika Elektrokoagulasi Metilen Biru
Adapun untuk dekolorisasi pada air metilen biru terus mengalami peningkatan seiring
dengan semakin besarnya tegangan listrik yang diberikan serta jumlah waktu elektrokoagulasi
yang digunakan. Peningkatan dekolorisasi juga dipengaruhi oleh penggunaan plat alumunium
yang dijadikan sebagai elektroda dalam proses elektrokoagulasi yang kemudian membentuk ion
Al3+ dari anoda dan berikatan dengan ion OH- sebagai katoda lalu mengendapkan partikel
maupun kontaminan dalam air metilen biru. Berdasarkan peristiwa tersebut maka terbentuklah
koagulan yang selanjutnya akan menempel pada kedua plat alumunium tersebut [29]. Beda
potensial listrik yang diberikan yaitu sebesar 20, 25, dan 30 volt juga menentukan seberapa besar
efisiensi dekolorisasi dari zat pewarna air metilen biru. Berdasarkan data yang diperoleh pada
proses elektrokoagulasi dengan diberikan tegangan 30 volt, dekolorisasi pewarna metilen biru
yang dihasilkan sebesar 84-95% bergantung pada variasi waktu yang diberikan yaitu untuk 1 – 30
menit proses elektrokoagulasi tersebut.
Adapun metode analisis yang digunakan dalam menentukan kinetika reaksi pada hasil
dekolorisasi air metilen biru dengan menggunakan model kinetika reaksi orde satu, model
kinetika reaksi orde dua, dan metode kinetika reaksi Behnajady–Modirshahla–Ghanbery (BMG).
Tabel 1. Model kinetika beserta parameter dan koefisien determinasi untuk dekolorisasi air
metilen biru
Variasi Tegangan
Model Kinetika Parameter
20 Volt 25 Volt 30 Volt
-1
k (min ) 1,0108 1,5763 1,8279
Orde 1 2
adj.R 0,946 0,938 0,969
-1
k (min ) 0,0053 0,0061 0,0087
Orde 2 2
adj.R 0,912 0,922 0,919
m 0,3744 0,1806 0,1398
BMG b 1,0675 1,0786 1,0524
adj.R2 0,999 0,995 0,999
Berdasarkan Tabel 1 diketahui nilai dari parameter konstanta maupun nilai koefisien
determinasi (adj.R2) untuk masing-masing model kinetika yang digunakan. Pada model kinetika
orde 1 memiliki nilai k(min-1) = 1.8279, orde 2 memiliki nilai k(min-1) = 0.0087 dan model BMG
memiliki nilai konstanta tertinggi untuk m = 0.3744 dan nilai konstanta terendah untuk b = 1.0524
Berdasarkan nilai dari (adj.R2) maka model kinetika yang paling mendekati 1 yaitu model kinetika
BMG dengan nilai yang diperoleh sebesar 0,999 sehingga model ini merupakan yang terbaik
dibandingkan dengan model kinetika yang lainnya dalam melakukan proses dekolorisasi pada air
metilen biru dengan sistem elektrokoagulasi menggunakan plat alumunium. Hal ini dikarenakan
pada model kinetika BMG memiliki dua konstanta karakteristik yaitu m dan b. Adapun konstanta
m merupakan laju penyisihan metilen biru dan konstanta b merupakan sisa dari konsentrasi
metilen biru tersebut. Berdasarkan Tabel 1, semakin besar tegangan listrik yang diberikan dalam
proses elektrokoagulasi maka semakin kecil pula nilai kontanta m dan b yang diperoleh. Hal ini
dipengaruhi oleh hasil dekolorisasi sebelumnya yaitu semakin tinggi dekolorisasi pada air metilen
biru, air pewarna metilen biru yang dihasilkan mengalami penurunan pada kepekatan warna
dalam air tersebut.
Halaman | 7
Jurnal Riset Fisika Indonesia, Vol. 03, No. 01, Desember (2022), Hal. 01-11
(a) (b)
(c)
Gambar 8. Hasil kinetika reaksi dekolorisasi air metilen biru dengan tegangan 20 volt
menggunakan model (a) orde 1 ; (b) orde 2 ; (c) BMG
(a) (b)
(c)
Gambar 9. Hasil kinetika reaksi dekolorisasi air metilen biru dengan tegangan 25 volt
menggunakan model (a) orde 1 ; (b) orde 2 ; (c) BMG
Halaman | 8
Andrian Saputra: Studi Kinetika Elektrokoagulasi Metilen Biru
(a) (b)
(c)
Gambar 10. Hasil kinetika reaksi dekolorisasi air metilen biru dengan tegangan 30 volt
menggunakan model (a) orde 1 ; (b) orde 2 ; (c) BMG
Berdasarkan hasil perbandingan ketiga model kinetika reaksi yang dianalisis menggunakan
regresi linier dengan hubungan antara konsentrasi dan waktu seperti yang ditunjukkan pada
gambar 8, 9, dan 10, maka terdapat garis hitam dan lingkaran merah. Garis hitam menunjukkan
hasil dari pemodelan yang digunakan yaitu orde 1,2, dan BMG. Sedangkan, lingkaran merah
menunjukkan data hasil dari eksperimen yang telah dilakukan. Melalui penelitian yang telah
dilakukan maka dibandingkan kesesuaian antara nilai pemodelan dan eksperimen. Berdasarkan
ketiga metode yang telah dianalisis, maka model kinetika BMG merupakan model yang paling
sesuai digunakan dikarenakan nilai pemodelan yang dihasilan paling mendekati nilai eksperimen
yang diperoleh. Oleh karena itu, untuk dekolorisasi air metilen biru dapat dilakukan dengan
model BMG dengan metode yang digunakan yaitu elektrokoagulasi.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, besarnya tegangan listrik digunakan dan
waktu elektrokoagulasi memberikan pengaruh yang signifikan terhadap nilai dekolorisasi air
metilen biru. Nilai dekolorisasi tertinggi air metilen biru diperoleh melalui proses
elektrokoagulasi menggunakan tegangan listrik sebesar 30 volt dan waktu elektrokoagulasi
selama 30 menit. Model kinetika BMG merupakan model yang paling sesuai digunakan dalam
proses dekolorisasi pada air metilen biru dengan koefisien determinasi yang diperoleh yaitu
sebesar 0,999.
Halaman | 9
Jurnal Riset Fisika Indonesia, Vol. 03, No. 01, Desember (2022), Hal. 01-11
DAFTAR PUSTAKA
[1] N. R. Arifatunnisa, P. Nursetyowati dan D. Marganinggrum, “Studi Pemanfaatan Limbah
Bottom Ash Sebagai Adsorben Zat Warna Pada Industri Tekstil (Studi Kasus PT. TCI
Kabupaten Bandung,” Jurnal Reka Lingkungan, pp. 35-46, 2021.
[2] A. Riyardi, B. Setiaji, M. I. Hasmarini, T. dan E. Setyowati, “Analisis Pertumbuhan Industri
Tekstil Dan Produk Tekstil Di Berbagai Provinsi Di Pulau Jawa,” University Research
Colloqium, pp. 16-25, 2015.
[3] H. Ferkous, S. Merouani, O. Hamdaoui dan C. Petrier, “Persulfate-Enhanced Sonochemical
Degradation Of Naphtol Blue Black In Water: Evidence Of Sulfate Radical Formation,”
Elsevier, pp. 1-35, 2017.
[4] M. Aqil dan E. Sutariningsih, “Dekolorisasi Pewarna Indigosol Oleh Bakteri Tanah,” dalam
Prosiding Symbion (Symposium On Biology Education), Yogyakarta, 2016.
[5] H. M. F. D, C. L. N dan A. Rostika, “Pengolahan Limbah Zat Warna Tekstil Terdispersi Dengan
Metode Elektroflotasi,” EduChemia (Jurnal Kimia dan Pendidikan), pp. 94-105, 2018.
[6] Y. P. Sari, “Sintesis Dan Karakterisasi Lapisan Tipis TiO2/N dengan Teknik Doctor Blade Dan
Aplikasinya Sebagai Pendegradasi Methylene Blue,” Universitas Jambi, Jambi, 2021.
[7] L. Badriyah dan M. P. Putri, “Kinetika Adsorpsi Cangkang Telur Pada Zat Warna Metilen
Biru,” Alchemy Journal Of Chemistry, pp. 85-91, 2017.
[8] Z. H. Herfiani, A. Rezagama dan M. Nur, “Peengolahan Limbah Cair Zat Warna Jenis
Indigosol Blue (C.I VAT BLUE 4) Sebagai Hasil Produksi Kain Batik Menggunakan Metode
Ozonisasi Dan Adsorpsi Arang Aktif Batok Kelapa Terhadap Parameter COD Dan Warna,”
Jurnal Teknik Lingkungan, pp. 1-10, 2017.
[9] A. R. Priyadi dan N. R. J A R., “Penurunan Kadar COD Dan Warna Limbah Limbah Industri
Tekstil Dengan Metode Elektro-Fenton,” Jurnal Envirotek, pp. 14-23, 2019.
[10] N. “Pengolahan Air Limbah Pewarna Sintetis Dengan Metode Adsorpsi Dan Ultraviolet,”
Jurnal Redoks, pp. 44-50, 2018.
[11] M. Rahmayanti, M. N. Prandini dan G. C. Santi, “Aplikasi Asam Humat Isolasi Tanah Gambut
Kalimantan Sebagai Adsorben Zat Warna Naphtol Blue Black Dan Indigosol Blue: Studi
Perbandingan Model Kinetika Dan Isoterm Adsorpsi,” Jurnal Sains Terapan, pp. 90-98,
2020.
[12] S. D. Nurdandi, F. Afriani dan Y. Tiandho, “Pengaruh Jarak Antar Plat Dalam Penjernihan
Limbah Batik Cual Dengan Metode Elekrokoagulasi,” dalam Prosiding Seminar Nasional
Penelitian & Pengabdian Pada Masyarakat, Bangka Belitung, 2019.
[13] B. L. Devy dan H. A.R., “Pengaruh Beda Potensial Dan Waktu Kontak Terhadap Penurunan
Kadar COD Dan TSS Pada Limbah Batik Menggunakan Metode Elektrokoagulasi,” Jurnal
Teknik Kimia USU, pp. 63-69, 2021.
[14] L. Hermida dan S. , “Pengolahan Limbah Cair Industry Karet Secara Elektrokoagulasi Dengan
Rancangan Percobaan Taguchi Fractional Factorial,” Jurnal Teknologi Dan Inovasi Industri,
pp. 1-5, 2020.
[15] T. R. Kurniati dan M. Mujiburohman, “Pengaruh Beda Potensial Dan Waktu Kontak
Elektrokoagulasi Terhadap Penurunan Kadar COD Dan TSS Pada Limbah Cair Industry,”
dalam Prosiding Bidang MIPA Dan Kesehatan, SUrakarta, 2020.
[16] G. H. Prosperity, N. R. Agustina, D. P. Wardhani dan D. Vitasari, “Penurunan COD Dan TSS
Pada Limbah Cair Tahu Dengan Metode Elektrokoagulasi,” dalam Seminar Nasional
Rekayasa Proses Industri Kimia, Surakarta, 2021.
Halaman | 10
Andrian Saputra: Studi Kinetika Elektrokoagulasi Metilen Biru
[17] A. Sulistyaningsih dan T. A. R., “Peningkatan Efektivitas Elektrokoagulasi Dan Fotokatalis
Pada Proses Degradasi Limbah Batik,” Jurnal Envirous, pp. 9-15, 2020.
[18] T. Hernaningsih, “Tinjauan Teknologi Pengolahan Air Limbah Industri Dengan Proses
Elektrokoagulasi,” Jurnal BPPT, pp. 31-46, 2016.
[19] Rusdianasari, “Model Kinetika Reaksi Adsorbsi Pada Proses Elektrokoagulasi,” Politeknik
Negeri Sriwijaya, Palembang, 2015.
[20] Y. Tiandho, F. Afriani, E. J, R. Lingga dan H. , “Kinetic Evaluation Of Methylene Blue
Decolorization By CuO As A Fenton-Like Catalyst,” IOP Conference Series: Earth and
Environmental Science, pp. 1-6, 2021.
[21] S. M. Rambe, “Penentuan Model Kinetika Reaksi HIdrolisis Pada Limbah Cair Pabrik Kelapa
Sawit Dengan Anaerobic Baffle Reactor,” Jurnal Dinamika Penelitian Industri , pp. 77-84,
2015.
[22] A. Said, “Degradasi Pewarna Tartrazin Dengan Fotokatalis Titanium Dioksida (TiO2),”
Cokroaminoto Journal Of Chemical Science, pp. 21-27, 2021.
[23] J. P. Djawa, B. D. Tawa dan H. E. Wogo, “Degradasi Zat Warna Orange Metil Orange
Menggunakan Besi Valensi Nol,” dalam Seminar Nasional Inovasi Dan Aplikasi Teknologi Di
Industri, Malang, 2018.
[24] K. dan R. Sulistya, “Elektrodekolorisasi Zat Warna Remazol Violet 5R,” Jurnal Kaunia, pp.
11-19, 2014.
[25] W. P. Utomo, Z. V. Nugraheni, A. Rosyidah, O. M. Shafwah, L. K. Naashihah, N. Nurfitria dan
I. F. Ulfindrayani, “Penurunan Kadar Surfaktan Anionik dan Fosfat Dalam Air Limbah
Laundry Di Kawasan Keputih Surabaya Menggunakan Karbon Aktif,” Jurnal Akta Kimia
Indonesia, pp. 127-140, 2018.
[26] N. P. Setianingrum, A. Prasetya dan S. , “Pengurangan Zat Warna Remazol Red Rb
Menggunakan Metode Elektrokoagulasi Secara Batch,” Jurnal Rekayasa Proses, pp. 78-85,
2017.
[27] G. H. Prosperity, N. R. Agustina, D. P. W. dan D. V. , “Penurunan COD dan TSS Pada Cair
Limbah Tahu Dengan Metode ELektrokoagulasi,” dalam Seminar NAsional Rekayasa Proses
Industri Kimia, Surakarta, 2021.
[28] A. Hidayanti, U. I. Afifa, B. Ismuyanto dan J. , “Pengaruh Tegangan Elektrokagulasi dan
Konsentrasi Awal Pewarna terhadap Persentase Penyisihan Remazol Red RB,” Jurnal
Rekayasa Bahan Alam dan Energi Berkelanjutan, pp. 1-9, 2021.
[29] E. R. Ananda, D. Irawan dan S. D. Wahyuni, “Pembuatan Alat Pengolah Limbah Cair Dengan
Metode Elektrokoagulasi Untuk Industri Tahu Kota Samarinda,” Jurnal Teknologi Terpadu,
pp. 54-59, 2017.
[30] Y. Tiandho, W. Sunanda, F. Afriani, A. Indriawati dan T. Handayani, “Accurate model for
temperature dependence of solar cell performance according to phonon energy,” Latvian
Journal of Physics and Technical Sciences, vol. 55, no. 5, pp. 15-25, 2018.
Halaman | 11