0% found this document useful (0 votes)
57 views11 pages

JURNAL

This document summarizes a study that examined the relationship between religiosity and tendencies toward self-injury in early adult women. The study used a quantitative methodology and correlation analysis to assess this relationship in female psychology students aged 18-25. The results found a significant negative correlation (-0.583) between religiosity and self-injury tendencies, indicating that higher religiosity is associated with lower tendencies toward self-injury in early adult women. The hypothesis of a negative relationship between these two variables was supported.
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
0% found this document useful (0 votes)
57 views11 pages

JURNAL

This document summarizes a study that examined the relationship between religiosity and tendencies toward self-injury in early adult women. The study used a quantitative methodology and correlation analysis to assess this relationship in female psychology students aged 18-25. The results found a significant negative correlation (-0.583) between religiosity and self-injury tendencies, indicating that higher religiosity is associated with lower tendencies toward self-injury in early adult women. The hypothesis of a negative relationship between these two variables was supported.
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
You are on page 1/ 11

Hubungan antara Religiusitas dengan Kecenderungan Self injury pada Perempuan Dewasa Awal

Maulidya Dwi Putri Mukti1


Fakultas Psikologi, Universitas 17 Agustus 1945, Jl. Semolowaru 45 Surabaya
Herlan Pratikto2
Fakultas Psikologi, Universitas 17 Agustus 1945, Jl. Semolowaru 45 Surabaya
Akta Ririn Aristawati3
Fakultas Psikologi, Universitas 17 Agustus 1945, Jl. Semolowaru 45 Surabaya
E-mail: [email protected]

Abstract
This study aims to determine the relationship between religiosity and self-injury
tendencies in early adult women. This study uses quantitative methods to achieve the
research objectives. The research subjects used in this study were women or students at the
Psychology faculty of the University of 17 August 1945, Surabaya with criteria aged 18-25 years.
This study uses a quota sampling technique. The measuring instrument used in this study is
the self-injury and religiosity scale which has been modified by the researcher according to
the criteria of the research subject. The research data were analyzed using the Pearson
Product Moment correlation test. The results of the data analysis that have been carried out
show the Pearson Product Moment correlation coefficient of -0.583 with a level of p = 0.000
<0.01, which means that there is a significant negative relationship between religiosity and
self-injury tendencies in early adult women. In this result, it can be interpreted that the higher
the religiosity of early adult women, the lower the tendency to do self-injury, and vice versa.
The hypothesis that there is a negative relationship between religiosity and self-injury
tendencies in early adult women is accepted.
Keywords : Religiosity, Self injury, Early Adult Woman
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan religiusitas dengan
kecenderungan self injury pada perempuan dewasa awal. Penelitian ini menggunakan metode
kuantitatif untuk mencapai tujuan penelitian. Subjek penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah perempuan atau mahasiswi di fakultas Psikologi Universitas 17 Agustus
1945 Surabaya dengan kriteria berusia 18 – 25 tahun. Penelitian ini menggunakan teknik kuota
sampling. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala self injury dan religiusitas
yang telah dimodifikasi oleh peneliti sesuai dengan kriteria subjek penelitian. Data penelitian
dianalisis menggunakan uji korelasi Pearson Product Moment. Hasil penelitian dari analisis
data yang telah dilakukan menunjukkan koefisien korelasi Pearson Product Moment sebesar
-0.583 dengan taraf p = 0.000 <0.01, yang artinya terdapat hubungan negatif yang signifikan
antara religiusitas denga kecenderungan self injury pada perempuan dewasa awal. Pada hasil
ini dapat dimaknai semakin tinggi religiusitas perempuan dewasa awal maka akan semakin
rendah kecenderungan untuk melakukan self injury, begitu juga sebaliknya. Hipotesis yang
menyatakan ada hubungan negatif antara religiusitas dengan kecenderungan self injury pada
perempuan dewasa awal diterima.
Kata Kunci : Religiusitas, Self injury, Perempuan Dewasa Awal

Pendahuluan
Ada banyak hal disetiap fase perkembangan yang dilaui oleh setiap individu. Disetiap
fase tersebut individu akan menemui banyak hal seperti menjumpai masalah – masalah yang
mana akan menuntun untuk menyesuaikan diri dengan segala perubahan dan perkembanfan
– perkembangan yang terbaru. Terlebih dalam fase dewasa awal merupakan fase dimana
merupakan masa transisi yang sangat erat dengan fase remaja akhir. Fase perkembangan
masa dewasa awal dimulai ketika seseorang sudah berusia 18 hingga 25 tahun (Santrock, 2011).
Masa dewasa awal merupakan masa yang beragam seperti fase pencarian jati diri, penentuan,
bereksplorasi, perubahan dalam sikap dan perilaku, penyesuaian diri dalam pola hidup yang
baru. Individu yang sudah tergolong dewasa awal, maka perand an tanggung jawabnya akan
semakin bertambah besar seiring berjalannya waktu.
Perubahan dari masa remaja ke masa dewasa sering kali menjadi salah satu periode
didalam hidup yang memiliki potensi untuk membuat individu mengalami stress (Mahtani et
al., 2018). Penelitian terdahulu mendeskripsikan bahwa kelompok usia dewasa awal yang
mengalami tekanan psikologis tetapi belum mampu mengungkapkan emosinya dapat
mengarahkan individu pada perilaku melukai diri (Kiekens et al., 2017). Individu membutuhkan
strategi coping terhadap stres, namun tidak semua individu mampu memilih strategi koping
yang tepat. Sebagian banyak individu yang memiliki tingkat daya tahan terhadap stres yang
rendah seringkali belum mampu mengatasi konflik yang akhirnya berujung pada stress.
(Safaria & Saputra, 2009). Kondisi ini mampu menimbulkan emosi negatif seperti perasaan
marah, putus asa, kecewa maupun sedih hingga perasaan frustasi, perasaan tidak berdaya
hingga emosi negatif lainnya (Maidah, 2013). Salah satu cara atau strategi coping tidak adaptif
yang dirasa mampu untuk menyalurkan emosi egatif misalnya dengan menyakiti dirinya
sendiri dengan benda tajam seperti silet atau cutter. Tindakan ini termasuk dalam salah satu
strategi coping yang tidak sehat (Stallman, 2020). Berdasarkan jenis kelamin, perilaku self
Injury mayoritas lebih sering dialami perempuan dibandingkan laki-laki (Elvira & Sakti, 2021).
Perempuan dewasa awal pasti akan berhadapan dengan berbagai masalah di dalam
kehidupannya, ada yang mampu mengatasinya dengan baik, cukup baik, hingga masih ada
yang belum mampu menyelesaikan atau mampu menghadapi masalah dengan baik.
Kemudian timbul cara penyelesaian beragam konflik atau coping yang biasa dilakukan sedari
masa kecilnya. Apabila memiliki mekanisme koping yang baik, maka individu dapat
menyelesaikan dengan cara-cara yang positif seperti; individu mamapu berhadapan dan
menyelesaikan amsalah dengan bertemu orang yang bersangkutan, mampu mengelola
perasaan yang kemudian membentu emosi positif dan mampu mengarahkan individu dalam
penyelesaian masalah yang dihadapi. Namun berbeda bagi individu yang belum mampu
menyelesaikan masalahnya dengan baik. Hal ini memiliki banyak dampak yang kurang baik
terlebih bagi dirinya sendiri dan lingkungan sekitar. Individu yang seperti ini akan memiliki
kecenderungan untuk mengambil keputusan dalam menyelesaikan amsalahnya seperti halnya
dengan memendam rasa emosi dan tidak tahu mampu untuk menyalurkannya dengan baik.
Dilandasi dari hasil pengamatan dan wawancara yang telah peneliti lakukan pada
mahasiswi fakultas psikologi di Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya, kelompok perempuan
usia dewasa awal saat mengalami masalah atau suatu tekanan dalam hidup, mereka salurkan
emosinya dengan sebuah tindakan fisik yang kemudian mengarah pada perilaku self injury.
Self injury yang mahasiswa lakukan dikarenakan merasa tertekan dengan lingkungan
pertemanan, merasa tidak berharga, memiliki trauma yang mendalam, stres pendidikan, dll.
Hal ini selaras dengan penelitian yang dilakukan terhadap mahasiswa di Northeast dan
Midwest, bahwasannya diketahui sebesar 10,2% dari 11.529 mahasiswa melakukan self injury,
yang terdiri dari 70,6% perempuan dan 29,4% laki-laki. Self Injury yang pernah dilakukan
diantaranya ialah mencakar atau membuat goresan dengan kuku sebanyak 906 orang,
menyayat bagian tubuh sebanyak 698 orang, membenturkan atau mememcahkan benda
dengan tujuan menyakiti diri sebanyak 466 orang, membenturkan diri sendiri dengan maksud
menyakiti diri sebanyak 288 orang, menggigit sebanyak 303 orang, dan membuat ukiran atau
simbol di bagian tubuh sebanyak 209 orang (Whitlock et al., 2011).
Walsh (2006) berpendapat bahwasannya self injury merupakan suatu perbuatan atau
tindakan seseorang yang disengaja guna menyakiti dirinya sendiri dalam hal mengurangi rasa
sakit yang diakibatkan penderitaan psikologis. Self injury ini juga sering dipilih menjadi suatu
cara yang ampuh untuk mengatasi masalah yang dihadapi. Menurut Knigge, (1999) self injury
merupakan suatu perilaku menyakiti diri sendiri baik suatu perbuatan upaya menghilangkan
rasa sakit emosional atau kesusahan yang dialami. Self injury juga dikenal sebagai perbuatan
guna mengubah suasana hati seseorang dengan cara membuat rasa sakit atau melakukan
tindakan yang merusak jaringan pada tubuh seseorang. Menurut Klonsky & Jenifer, (2007)
Self Injury adalah tindakan yang disengaja untuk melukai diri sendiri tanpa memiliki maksud
untuk bunuh diri, berharap mampu melampiaskan emosi yang menyakitkan. Self Injury
bersifat sementara dan sama sekali tidak pernah bisa mengatasi permasalahan yang
sebenarnya atau yang sedang terjadi. Fenomena self injury sendiri merujuk pada suatu
perilaku individu melukai diri sendiri namun tidak memiliki keinginan untuk bunuh diri
melainkan menjadi suatu solusi dalam menyampaikan, melampiaskan atau menyalurkan
emosi negatif yang dirasakan. Self Injury dipercayai dapat membantu untuk meluapkan atau
melampiaskan emosi negatif yang ada pada individu yang akhirnya membuat individu yang
pernah melakukan self injury merasa lebih tenang sejenak dari perasaan emosional yang
kurang nyaman akibat permasalahan yang terjadi atau dialami.
Menurut walsh (2006) self injury terdiri dari empat 4 aspek, yakni; Berdasarkan
kepribadian, yaitu kurang mampu mengontrol impuls di dalam segala bidang, mempunyai
harga diri yang rendah dan memiliki ambisi untuk mendapatkan kasih sayang dan bisa diterima
orang lain, cara berpikir yang masih kaku. Berdasarkan lingkungan keluarga, yakni pernah
memiliki trauma sewaktu kecil, terhambatnya individu dikarenakan orang tua saat
pembentukan karakter kemudian menginternalisasikan perhatian dan emosi negatif, kurang
mampu dalam menjaga dirinya sendiri. Berdasarkan lingkungan sosial, yakni kurang mampu
dalam menciptakan dan menjaga hubungan yang normal dengan orang baru, individu
cenderung takut untuk melakukan perubahan baik perubhaan tersebut masih dalam konteks
kehidupan sehari-hari amaupun pengalaman baru dengan bentuk apapun.
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya self injury ialah adanya permasalahan
atau perdebatan dalam keluarga, permasalahan dalam hubungan percintaan, pernah
mengalami pelecehan seksual yang menyebabkan trauma, terbiasa merespon dengan reaksi
negatif ketika dihadapkan dengan suatu masalah, upaya pengalihan dari emosi negatif yang
dirasakan, ada peluang pepngaruh dari lingkungan sosial, (Fadhila & Syafiq, 2020). Dampak
dari seseorang melakukan self injury tak lain timbulnya bekas luka pada bagian tubuh dan
merasa puas dalam diri seseorang bagi yang melakukan (Zakaria & Theresa, 2020). Perempuan
banyak mengalami perubahan baik yang bisa kita lihat maupun yang cukup bisa dirasakan bagi
perempuan itu sendiri. Fakta bahwa alasan bagi para perempuan yang pernah melakukan self
injury ialah didasari oleh beberapa faktor seperti tengah bertengkar atau ada perdebatan
dengan kekasih, merasa tidak ada yang memihaknya baik dilingkungan keluarga dan
lingkungan sosial, memiliki kenangan traumatis di lingkungan sosial atau keluarga, self esteem
rendah. Self injury sendiri banyak macamnya dan perilaku yang individu lakukan juga
bermacam -macam. Kiekens dkk. (2017) yang membuktikan peran kepercayaan pribadi sangat
penting terhadap kemampuan dalam mengatur emosi secara efektif sehingga mampu
menghentikan perilaku self injury untuk dilakukan secara berulang. Kepercayaan diri ini bisa
merujuk pada kepercayaan diri individu tersebut, kepercayaan akan agama yang dianut yang
mana nanti akan membantu mengarahkan pada kebiasaan - kebiasaan baik dan pastinya
memiliki manfaat.
Dari penjabaran diatas maka dapat disimpulkan bahwa salah satu faktor yang
mempengaruhi selff injury yakni religiusitas atau kebiasaan dalam mengimplementasikan
nilai-nilai keagamaan yang dianut. Religiusitas mampu mengontrol perilaku atau tindakan-
tindakan kita. Religiusitas seseorang dikatakan baik apabila mampu mengarahkan dan
melakukan hal-hal baik dan bermanfaat sesuai agama yang dianut. Religiusitas seseorang akan
terus meningkat apabila individu tersebut mau dan mampu untuk terus meningkatkan diri
dalam belajar serta mengimplementasikan kebiasaan-kebiasaan yang mana anntinya akan
mengarahkan kita kepada sesuatu yang bermanfaat bagi diri sendiri dan juga orang banyak.
Menurut Huber & Huber (2012), religiusitas merupakan pikiran serta keyakinan individu
disaat memandang dunia sehingga hal ini mampu mempengaruhi perilakunya. Religiusitas
sendiri ialah suatu kebiasaan atau perilaku yang dipupuk sejak kecil dan diimplementasikan
dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan ajaran agama yang di anut. Religiusitas juga bisa
dikatakan suatu kemampuan seseorang dalam mengaplikasikan nilai-nilai keagamaannya
kemudian di terapkan dalam kehidupannya. Menurut Kress (2015) mengatakan bahwa agama
dan spiritual mampu membantu individu dalam meminimalisir rasa ingin untuk melukai diri
sendiri. Hasil dari penelitiannya mengatakan bahwa individu yang memiliki agama atau
religiusitas yang lebih rendah dibandingkan dengan individu yang kurang berpedoman kepada
agama cenderung akan melakukan self injury. Religiusitas merupakan salah satu tahap awal
untuk menemukan mekanisme koping yang baik, hal ini perlu ditanamkan dan dikembangkan
oleh individu itu sendiri dalam kehidupan sehari-hari. Religiusitas juga mampu mempengaruhi
diri sendiri dan juga lingkungan sekitar, oleh karena itu, perana religiusitas sangatlah penting
dalam individu meminimalisir atau mengatasi perasaan atau emosi engatif yang dialami.
Seorang individu mampu berhenti dan tidak pernah memiliki pikiran yang terbesit untuk
melakukan self injury karena tingakt ketertarikan individu terhadap agamanya mampu
membuat individu tersebut menghayati dan menginternalisasikan segala tindakan dan
pandangan hidupnya disesuaikan dengan agama yang dianut.
Penelitian ini dilakukan dengan maksud dan tujuan ingin mengetahui hubungan antara
religiusitas dengan kecenderungan self injury pada perempuan dewasa awal. Didalam
penelitian ini terdapat beberapa manfaat yang mana dengan adanya hasil penelitian ini
diharapkan mampu memberi sumbangan pengetahuan baru lagi bagi para akademisi terlebih
psikologi terkait hubungan religiusitas dengan kecenderungan self injury.
Berdasarkan penjabaran yang sudah peneliti paparkan maka fokus peneliti adalah
melakukan penelitian tentang hubungan antara religiusitas dengan kecenderungan self injury
pada perempuan dewasa awal. Hipotesis yang diajukan peneliti dalam penelitian ini ialah : ada
hubungan negatif antara religiusitas dengan kecenderungan self injury pada perempuan
dewasa awal.

Metode
Penelitian ini menggunakan dua variabel yaitu self injury sebagai variabel y dan
religiusitas sebagai variabel x. Self injury adalah suatu perilaku atau tindakan melukai diri
sendiri namun tidak memiliki keinginan atau niat untuk bunuh diri, tindakan tersebut
merupakan suatu strategi coping yang tidak baik karena dapat menimbulkan bekas luka yang
mana bagi seseorang yang melakukannya merasa mampu dapat melampiaskan emosi
negatifnya. Sedangkan religiusitas merupakan suatu kebiasaan yang dipupuk sejak kecil dan
diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan ajaran agama yang di anut.
Religiusitas juga bisa dikatakan suatu kemampuan seseorang dalam mengaplikasikan nilai-
nilai keagamaannya kemudian di terapkan dalam kehidupannya.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini
menggunakan mahasiswi aktif angkatan 2018-2020 fakultas psikologi yang berusia 18-25 tahun
yang total keseluruhannya berjumlah 468 mahasiswi. Kemudian setelah mendapat data
jumlah keseluruhan mahasiswa dilanjut menentukan jumlah subjek penelitian yang akan
diteliti dengan menggunakan rumus slovin. Subjek penelitian yang didapat setelah
perhitungan rumus slovin sejumlah 216 mahasiswi. Teknik sampling yang digunakan
menggunakan teknik kuota sampling yaitu merupakan teknik untuk menentukan sampel dari
populasi dengan melihat dan mempunyai ciri-ciri tertentu sampai memenuhi jumlah kuota
yang diinginkan. Desain penelitian yang digunakan oleh peneliti yaitu menggunakan metode
korelasional.
Alat ukur yang digunakan skala self injury yang dibuat sendiri oleh peneliti dengan
menggunakan teori dan aspek self injury dari walsh (2006) yang terdiri dari : (1) Berdasarkan
kepribadian, (2) Berdasarkan lingkungan keluarga, (3) Berdasarkan lingkungan sosial.
Sedangkan untuk religiusitas peneliti menggunakan teori dan aspek religiusitas dari Huber,
Huber (2012) yang terdiri dari : (1) Intellect, (2) Ideology, (3) Public Practice, (4) Private Practice,
(5) Experience. Data diambil menggunakan cara membagikan kuesioner yang telah dibuat oleh
peneliti menggunakan google form dengan skala likert dengan empat interval yaitu Sangat
Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS) dan Sangat Tidak Setuju (STS). Kuesioner yang sudah
di susun rapi kemudian dibagikan kepada seluruh mahasiswi melalui grup angkatan dan juga
media sosial yang ada guna mengumpulkan responden sesuai kuota yang diinginkan. Setelah
data tersebar maka didapat 221 mahasiswi yang bersedia menjadi responden dalam penelitian
ini. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan uji pearson
product moment dengan menggunakan bantuan program Statistical Package for the Social
Sciences (SPSS) versi 25.00 for windows.

Hasil
Berdasarkan hasil validasi yang didapatkan dari data yang terkumpul dengan aitem self
injury sebanyak 51 aitem. Pada putaran pertama menunjukkan index corrected item total
correlation bergerak dari angka -0,009 hingga 0,278 dengan 11 item gugur karena memiliki
index corrected item total correlation ≤ 0,3 yaitu item nomor 1, 6, 7, 8, 9, 11, 17, 24, 29, 42, 50
sedangkan pada putaran kedua seluruh item sejumlah 40 item yang tersisa dinyatakan sahih.
Dengan nilai cronbach alpha menunjukkan angka terakhir sebesar 0.936 yang memiliki arti
bahwa alat ukur sudah dapat dinyatakan reliabel. Begitu pula aitem pada skala religiusitas
yang berjumlah sebanyak 49 aitem. Pada putaran pertama menunjukkan index corrected item
total correlation bergerak dari angka -0,099 hingga 0,288 dengan 7 item gugur karena memiliki
index corrected item total correlation ≤ 0,3 yaitu item nomor 3, 5, 6, 7, 10, 14, 39, 45 sedangkan
pada putaran kedua seluruh item sejumlah 42 item yang tersisa dinyatakan sahih. Nilai yang
terdapat di cronbach alpha diperoleh sebesar 0.930 yang berarti bahwa alat ukur religiusitas
dinyatakan reliabel.
Uji prasyarat yang diterapkan peneiliti dalam penelitian ini adalah uji normalitas
sebaran dan uji linieritas. Berdasarkan hasil uji normalitas sebaran menggunakan kolomogrov
Smirnov dengan subjek penelitian lebih dari 100 subjek penelitian diketahui nilai signifikan p =
0.057 dengan syarat ketentuan p>0.05 yang artinya data berdistribusi normal. kemudian
berdasarkan hasil uji linieritas antara religiusitas sebagai variabel x dan self injury sebagai
variabel y diketahui skor F = 0,949 dengan nilai signifikan p = 0,578 (p>0.05) maka hasil
tersebut dapat diartikan bahwa religiusitas dengan kecenderungan self injury pada
perempuan dewasa awal terdapat hubungan yang linier. Analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah uji korelasi pearson product moment dikarenakan memenuhi syarat
menggunakan statistik parametrik. Syarat yang memenuhi ialah berupa data yang
berdsitribusi normal dan memiliki hubungan yang linier antara kedua variabel.

Tabel 1

Hasil uji korelasi pearson product moment

Religiusitas Self Injury


Religiusitas Pearson Correlation 1 -.583**
Sig. (2-tailed) 000
N 221 221

Hal ini didapatkan berdasarkan dari uji korelasi pearson product moment dengan
dibantuan program Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) versi 25.00 for windows.
Kemudian diketahui nilai koefisien korelasi sebesar rxy = -0,583 dengan nilai signifikasi sebesar
p = 0.000 (p<0,01) hasil tersebut menandakan bahwa terdapat hubungan negatif yang sangat
signifikan antara religiusitas dengan self injury.
Tabel 2
Data demografi subjek penelitian berdasarkan usia
Usia Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
18-21 Tahun 118 53.4 53.4 53.4
22-25 Tahun 103 46.6 46.6 100.0
Total 221 100.0 70.1 100.0

Selain dari uji hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini terdapat pula data
demografi. Berdasarkan data yang sudah diolah kepada 221 subjek penelitian, diketahui data
demografi berdasarkan usia terdapat 118 (53.4%) mahasiswi berusia 18-22 tahun dan 103
(46.6%) berusia 23-25 tahun.
Pembahasan
Penelitian ini dilakukan pada mahasiswi fakultas psikologi angkatan 2018-2020 di
Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya yang memiliki kriteria usia dari 18 tahun sampai 25 tahun
dengan jumlah subjek penelitian 221 mahasiswi. Terdapat 118 subjek penelitian yang rentang
usianya di 18-21 tahun, lalu 103 subjek penelitian yang rentang usianya di 22-25 tahun. Penelitian
ini dilakukan secara online dengan menyebarkan link kuesioner google form, hal ini
menjadikan suatu alternatif yang solutif saat pandemi Covid-19.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan hasil yang sangat
signifikan antara religiuisitas dengan kecenderungan self injury pada perempuan dewasa awal
yang dimiliki mahasiswi fakultas psikologi untag surabaya angkatan 2018-2020. Adanya
hubungan negatif yang sangat signifikaan ini menandakan bahwasannya religiusitas yang
dimiliki perempuan dewasa awal di fakultas psikologi cukup tinggi maka kecenderungan self
injury yang dimiliki oleh perempuan dewasa awal semakin rendah, begitu juga sebaliknya jika
religiusitas yang dimiliki perempuan dewasa awal yakni mahasiswi fakultas psikologi rendah
makan akan semakin tinggi pula kecenderungan self injury akan dilakukan.

Hasil penelitian ini selaras dengan didukung oleh penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Natasya Putri Salsabila (2022) tentang Hubungan antara Religiusitas dan
Disregulasi emosi terhadap kecenderungan self injury pada remaja muslim menunjukkan
terdapat hubungan negatif antara religiusitas dan self injury. Analisis dataa dilakukan dengan
menggunakan teknik korelasi Spearman’s Rho pada JASP untuk macOS dengaan hasil sebesat
(=0,252, p = <0,001). Penelitian yang selaras berikutnya yang dilakukan Naufalia Ferryandrena
Sugianto (2020) dengan judul “Pengaruh Disregulasi Emosi, Kesepian, dan Religiusitas
terhadap Perilaku Self Injury pada Remaja”. Hasil penelitiannya adalah terdapat pengaruh
yang signifikan dari disregulasi emosi, kesepian, dan religiusitas terhadap perilaku self injury
pada remaja khususnya pelajar SMP. Didukung juga oleh penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Laila Faried, IGAA Noviekayati dan Sahat Sragih (2018) tentang Efektivitas
pemberian ekspresif writing therapy terhadap kecenderungan self injury ditinjau dari tipe
kepribadian introvert. Hasil uji spearman ditemukan koefisien korelasi sebesar 0,497 dengan
signifikan sebesar 0,72 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara
kepribadian introvert dengan kecenderungan self injury.

Self injury adalah suatu perilaku melukai diri sendiri namun tidak memiliki keinginan
untuk bunuh diri melainkan menjadi suatu solusi dalam menyampaikan, melampiaskan atau
menyalurkan emosi negatif yang dirasakan. Sedangkan religiusitas merupakan suatu
kebiasaan yang dipupuk sejak kecil dan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari sesuai
dengan ajaran agama yang di anut. Religiusitas juga bisa dikatakan suatu kemampuan
seseorang dalam mengaplikasikan nilai-nilai keagamaannya kemudian di terapkan dalam
kehidupannya. Religiusitas juga merupakan keyakinan individu dalam agama dan
melaksanakan apa yang sudah tertuang di kitab suci sesuai dengan agama yang dianut.
Semakin tinggi religiusitas yang dimiliki seorang individu maka akan semakin baik pula dalam
mengendalikan emosi negatif karena hal ini terjadi agama dapat membantu menjadi suatu
kontrol dalam perilaku individu. Mampu mengalihkan emosi negatif tersebut dengan
mengingat, membaca dan mencari cara coping yang baik dan sesuai dengan apa yang
dipelajari di agamanya. Ketika seorang individu memiliki religiusitas yang tinggi, maka perilaku
individu tersebut akan sejalan dengan yang diajarkan di agama yang dianutnya oleh karena itu
mampu menjadi solusi bagi perempuan dewasa awal untuk mengatasi kecenderungan self
injury yang terjadi pada perempuan dewasa awal di fakultas psikologi untag surabaya.

Dari pemaran permasalahan yang sudah dijabarkan maka diketahui bahwa religiusitas
menjadi bagian penting dan berperan besar pada mahasiswi atau perempuan dewasa awal
yang berusia 18-25 tahun dalam meminimalkan kecenderungan self injury untuk terjadi.

Kesimpulan
Penelitian ini tentang hubungan antara religiusitas dengan kecenderungan self injury
pada perempuan dewasa awal yang menggunakanjenis penelitian kuantitatif dengan tujuan
untuk melihat hubungan yang terjadi antara kedua variabel. Subjek penelitian dalam
penelitian ini yaitu mahasiswi psikologi angkatan 2018-2020 di Universitas 17 Agustus 1945
Surabaya. Berdasarkan hasil penelitian menggunakan uji korelasi Product Moment yang telah
dilakukan menunjukkan adanya hubungan negatif yang signifikan tersebut menandakan
apabila religiusitas yang dimiliki oleh mahasiswi psikologi angkatan 2018-2020 tinggi maka
kecenderungan untuk melakukan self injury oleh mahasiswi fakultas psikologi untag surabaya
angkatan 2018-2020 yang memenuhi kriteria usia 18-25 tahun akan semakin rendah. Begitupun
sebaliknya jika religiusitias yang dimiliki rendah maka akan semakin tinggi pula kecenderungan
self injury untuk dilakukan dan dialami.

Saran yang diberikan peneliti, diharapkan menjadi pembelajaran serta evaluasi


bersama untuk menjadi pribadi yang lebih baik kedepannya. Mahasiswa juga disarankan untuk
meningkatkan religiusitas agar bisa memilih strategi coping yang baik. Hal ini bisa ditingkatkan
dengan cara membaca kitab suci sesuai dengan agama yang dianut, melakukan ibadah secara
individual maupun berjamaah, berdiskusimembahas strategi coping yang baik dan buruk,
membacaatau menonton tayangan atau potongan video yang sudah banyak disebarluaskan
guna menjadi suatu langkah yang membantu sebelum melakukan suatu tindakan.
Bagi dosen, agar dapat bekerja sama dengan mahasiswa dengan menyelenggarakan
seperti seminar atau melakukan kerja sama dengan beberapa pihak yang saling berhubungan
untuk mampu memberikan pemahaman lebih lanjut baik untuk lebih mengenal tentang self
injury ataupun cara meningkatkan religiusitas pada mahasiswa. Dosen dapat meminimalisir
kecenderungan self injury terjadi dengan memberikan motivasi-motivasi yang dapat
membantumahasiswanya untuk menginfokan strategi coping yang baik dan terarah.

Bagi peneliti selanjutnya, apabila ingin melakukan penelitian dengan variabel yang
sama diharapkan dapat memperluas penelitiandengan mengungkap variabel-variabel lain
yang mempengaruhi kemungkinan untuk melakukan self injury seperti: kecerdasan
emosional, kebersyukuran, self talk. Peneliti selanjutnya juga diharapkan dapat memperluas
lokasi penelitian dan juga lebih spesifik dalam menentukan subjek penelitian sehingga sebaran
data semakin merata dan mewakili populasi.

Referensi
Elvira, S. R., & Sakti, H. (2022). Eksplorasi Pengalaman Nonsuicidal SelfInjury (Nssi) Pada
Wanita Dewasa Awal: Sebuah Interpretative Phenomenological Analysis. Jurnal
EMPATI, 10(05), 319-327.
Fadhila, N., & Syafiq, M. (20200). Pengalaman Psikologis Self Injury pada Perempuan Dewasa
Awal. Jurnal Penelitian Psikologi, 07(03), 167– 184
Faried, L., Noviekayati, I. G. A. A., & Saragih, S. (2018). Efektivitas pemberian ekspresif writing
therapy terhadap kecenderungan self injury ditinjau dari tipe kepribadian introvert.
Psikovidya, 22(2), 118-131.
Huber, S., & Huber, O. W. (2012). The centrality of religiosity scale (CRS). Religions, 3(3), 710-
724.
Knigge, J. (1999). Self Injury for Teacers. Article of Self Injury. Kettewell.
Klonsky, E. D. (2007). The functions of deliberate self-injury: A review of the evidence. Clinical
psychology review, 27(2), 226-239.
Kiekens, G., Hasking, P., Bruffaerts, R., Claes, L., Baetens, I., Boyes, M., Mortier, P.,
Demyttenaere, K., & Whitlock, J. (2017). What Predicts Ongoing Nonsuicidal Self-
Injury? Journal of Nervous and Mental Disease, 205(10), 762–770.
https://doi.org/10.1097/NMD.0000000000000726
Kress, V. E., Newgent, R. A., Whitlock, J., & Mease, L. (2015). Spirituality/religiosity, life
satisfaction, and life meaning as protective 42 factors for nonsuicidal self‐injury in
college students. Journal of College Counseling, 18(2), 160-174.
Maidah, D. (2013). Self injury pada mahasiswa (studi kasus pada mahasiswa pelaku self
injury). Developmental and Clinical Psychology, 2(1).
Melvin, G. A., & Hasking, P. (2018). Shame Proneness, Shame Coping, and Functions of
Nonsuicidal Self-Injury (NSSI) Among Emerging Adults: A Developmental Analysis.
Emerging Adulthood, 6(3), 159–171. https://doi.org/10.1177/2167696817711350
Safaria, T., & Saputra, N. (2009). Manajemen Emosi. Bumi Aksara.
Stallman, H. M. (2020). Health theory of coping. Australian Psychologist, 55(4), 295-306.
Walsh, B. (2006). Treating self-injury: A practical guide. New York: Guilford Press
Whitlock, J., Muehlenkamp, J., Purington, A., Eckenrode, J., Barreira, P., Abrams, G. B., …
Knox, K. (2011). Nonsuicidal Self-Injury in A College Population: General Trends and
Sex Differences. Journal of American College Health, 59(8), 691–698.
https://doi.org/10.1080/07448481.2010.529626
Zakaria, Z. Y. H., & Theresa, R. M. (2020). FaktorFaktor yang Mempengaruhi Perilaku
Nonsuicidal Self-Injury (NSSI) Pada Remaja Putri. Psikologi Sains Dan Profesi, 4(2), 85–
90. Retrieved from https://jurnal.unpad.ac.id/jpsp/article/view/26404

You might also like