0% found this document useful (0 votes)
79 views11 pages

Tatalaksana Penggunaan Lensa Kontak Pada Pasien Miopia Gravior - Siti Aisyah

This document reports a case of managing a 19-year-old man with myopic gravior (high myopia) using contact lenses. The patient had visual acuity of 1/60 in both eyes that improved to 1.0 with strong spectacle corrections. After being fitted with contact lenses, his visual acuity reduced to 0.8 in the right eye and 0.63 in the left eye. The goals of contact lens fitting include patient satisfaction and a good fit. Soft contact lenses are important for maximizing comfort and minimizing effects on ocular physiology in patients with high myopia.
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
0% found this document useful (0 votes)
79 views11 pages

Tatalaksana Penggunaan Lensa Kontak Pada Pasien Miopia Gravior - Siti Aisyah

This document reports a case of managing a 19-year-old man with myopic gravior (high myopia) using contact lenses. The patient had visual acuity of 1/60 in both eyes that improved to 1.0 with strong spectacle corrections. After being fitted with contact lenses, his visual acuity reduced to 0.8 in the right eye and 0.63 in the left eye. The goals of contact lens fitting include patient satisfaction and a good fit. Soft contact lenses are important for maximizing comfort and minimizing effects on ocular physiology in patients with high myopia.
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
You are on page 1/ 11

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS


PADJADJARAN PUSAT MATA NASIONAL RUMAH
SAKIT MATA CICENDO BANDUNG

Laporan Kasus : Tatalaksana Penggunaan Lensa Kontak pada


Pasien Miopia Gravior
Penyaji : Siti Aisyah
Pembimbing : dr. Susanti Natalya Sirait., Sp.M(K)., MKes.

Telah diperiksa dan disetujui oleh


Pembimbing

dr. Susanti Natalya Sirait., Sp.M(K).,


MKes.

Senin, 14 September 2020


Pukul 07.30 WIB
CONTACT LENSES FOR PATIENTS WITH MYOPIC
GRAVIOR

ABSTRACT
Introduction : Myopia is a refractive error which results from an incident
parallel rays of light are brought to a focus in front of the retina. Myopia
can be classified by degree of myopia, myopia gravior or high myopia is a
condition in which the spherical equivalent objective refractive error ≥-
6.00 D or axial length ≥26.5 mm. High myopia is associated with
comorbidities that increase the risk of severe and irreversible loss of
vision. Undercorrected myopia is the most common cause of vision
impairment,
Purpose : To report the use of contact lenses for patients with myopic
gravior.
Case Report : A 19 years old man consulted to Refractive, Low Vision and
Contact Lens Unit at Nasional Eye Center Cicendo Eye Hospital in 25th
August 2020. Visual acuity for both of the eyes were 1/60. Best corrected
visual acuity of the right eye was 1.0 with pinhole (-) using correction S -
13.50 and the left eye was 1.0 using correction S -12.00 C -0.50 x10. Near
vision acuity was 0.8 M at 30 cm without addition. Patient was diagnosed
as myopic gravior ODS. Patient was managed with spectacles and contact
lenses. But there’s reduced visual acuity after contact lens fitting, right eye
was 0.8 and left eye was 0.63.
Conclusion : The goals of lens fitting include patient satisfaction and
good fit. Soft contact lens fit is important in maximizing comfort and
minimizing any effects on ocular physiology.

Keywords: Contact lens, Myopia, Gravior.


1

I. Pendahuluan

Miopia merupakan suatu kelainan refraksi dimana sinar sejajar dari


jarak tak terhingga akan difokuskan di bagian anterior dari retina. Miopia
telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang signifikan di seluruh
dunia. Miopia gravior didefinisikan bila memiliki sferikal ekuivalen lebih
dari sama dengan -6.00 D atau panjang aksial lebih dari sama dengan 26.5
mm. Miopia gravior berhubungan dengan elongasi progresif dan berlebih
dari bola mata yang mengakibatkan berbagai perubahan pada fundus
posterior, dan meningkatkan risiko miopia patologis, menyebabkan
terjadinya komplikasi kehilangan penglihatan seperti pada ablatio retina,
macular degeneration dan glaukoma. Prevalensi miopia dan miopia
gravior meningkat secara global pada tingkat yang mengkhawatirkan.
Lebih dari 285 juta orang di dunia memiliki gangguan penglihatan dan
42% dari hal ini diakibatkan karena kelainan refraksi yang tidak dikoreksi.
Berdasarkan studi epidemiologi menunjukkan bahwa masing-masing
miopia dan miopia gravior mempengaruhi 27% (1893 juta) dan 2,8% (170
juta) dari populasi dunia, pada tahun 2010. Studi lain menunjukkan
prevalensi miopia tertinggi terdapat di Asia Timur dan banyak terjadi pada
usia dewasa muda. Miopia yang tidak terkoreksi merupakan penyebab
utama gangguan penglihatan. Baik faktor lingkungan dan genetik berperan
dalam perkembangan miopia.1-6
Tatalaksana untuk kelainan refraksi miopia dapat dibagi menjadi empat
kategori intervensi yaitu optikal, farmakologis, lingkungan atau perilaku
dan bedah refraktif. Masing-masing pilihan tatalaksana miopia memiliki
kelebihan dan kekurangan yang disesuaikan dengan kondisi pasien dan
bertujuan untuk menekan progresifitas dari miopia.4-7 Laporan kasus ini
bertujuan untuk membahas tatalaksana penggunaan lensa kontak pada
pasien miopia gravior dengan astigmatisme miopia kompositus.
2

II. Laporan Kasus

Seorang laki-laki berusia 19 tahun datang ke poliklinik refraksi Pusat


Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo pada hari Selasa, 25 Agustus
2020 dengan keluhan kontrol untuk penggantian kacamata dan lensa
kontak. Dari anamnesis didapatkan keluhan bahwa kacamata dan lensa
kontak yang digunakan sebelumnya sudah tidak nyaman. Mata kanan
dirasakan lebih buram dibandingkan dengan mata kiri. Mata kanan dan kiri
buram dirasakan sejak 12 tahun yang lalu, pasien menggunakan kacamata
yang diperiksakan terlebih dahulu 6 bulan lalu di RS Mata Cicendo dengan
ukuran OD: S -13.00 dengan tajam penglihatan 0.8 dan OS: S-10.50 C-
1.75x 29 dengan tajam penglihatan 0.5.
Pasien menggunakan kacamata sejak usia 9 tahun. Pasien menggunakan
kacamata untuk kegiatan dirumah. Pekerjaan pasien adalah barista dan saat
bekerja pasien selalu menggunakan lensa kontak. Pasien tidak memiliki
riwayat operasi mata sebelumnya. Riwayat alergi, hipertensi dan diabetes
disangkal.
Pemeriksaan fisik pasien dalam keadaan baik, tanda vital dan status
generalis dalam batas normal. Pemeriksaan status oftalmologis
menunjukan posisi bola mata ortotropia, pergerakan bola mata baik ke
segala arah dan tekanan intraokular palpasi kedua mata dalam batas
normal. Pemeriksaan objektif dengan refraktometer pupil kecil diperoleh
hasil mata kanan S -14.25 dan mata kiri S -13.25 C -1.75 x 8. Pemeriksaan
subjektif didapatkan visus dasar mata kanan 1/60 dengan pinhole 0.1
dengan koreksi terbaik S -13.50= 1.0 dan visus mata kiri 1/60 dengan
pinhole 0.1 dengan koreksi terbaik S -12.00 C -0.50 x 10 = 1.0.
Pemeriksaan dekat secara binokuler didapatkan hasil 0.8 M dalam jarak
baca 30 cm. Jarak antar pupil untuk penglihatan dekat 64 dan penglihatan
jauh 66 mm.
Pemeriksaan anterior bola mata dengan menggunakan slitlamp di kedua
mata dalam batas normal. Pemeriksaan posterior dengan menggunakan
direct ophtalmoscope dalam batas normal. Penilaian kualitas air mata pada
kedua mata dengan tes Schirmer 1 didapatkan 10 mm, tes tear break up
3

time (TBUT) didapatkan >10’ dan Horizontal Visible Iris Diameter


(HVID) 10 mm. Proses fitting lensa kontak dilakukan berdasarkan hasil
pemeriksaan refraksi dan keratometer. Parameter yang harus diukur saat
fitting adalah diameter, base curve, dan kekuatan (power). Diameter lensa
kontak didapatkan dari hasil pengukuran HVID ditambah 2 mm yaitu 10
mm ditambah 2 mm menjadi 12 mm. Pemeriksaan keratometer dilakukan
untuk menilai base curve lensa kontak yang akan digunakan oleh pasien.
Hasil keratometer didapatkan nilai K1 dan K2 yang dihitung dalam dioptri
dan milimeter, pada mata kanan nilai K1 = 7.84 mm/43.00 D dengan K2 =
7.67 mm/44.00 D dan pada mata kiri K1 = 7.80 mm/43.25 D dengan K2 =
7.80 mm/43.25 D.
Konversi kekuatan silindris pada pasien dilakukan dengan cara
menghitung sferikal equivalent. Ukuran sferis pada mata kiri yang
didapatkan pada pasien ini adalah S -12.25, lalu dengan memperhitungkan
jarak vertex mata kanan menjadi S -11.00 dan mata kiri S -10.00 dengan
base curve 8.8 dan diameter 14 mm pada kedua mata. Visus yang
didapatkan pada pasien setelah menggunakan lensa kontak pada mata
kanan 0.8 dan mata kiri 0.63, pemeriksaan pada kedua mata menjadi 0.8.
Evaluasi fitting lensa kontak dilakukan dengan pemeriksaan
menggunakan slitlamp untuk melihat sentrasi dan pergerakan. Hasil
slitlamp menunjukkan sentrasi baik, pergerakan lensa kontak saat mata
berkedip dalam batas normal. Pasien kemudian didiagnosis dengan Miopia
Simpleks OD + Astigmatisme Myopia Kompositus OS + Miopia Gravior
ODS dengan tatalaksana pemberian lensa kontak dan kacamata.

III. Diskusi
Miopia dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis berdasarkan fitur
anatomisnya yaitu miopia aksial yang diakibatkan oleh aksial mata yang
terlalu panjang untuk kekuatan refraktifnya dan miopia refraktif dimana
miopia terjadi karena tingginya kekuatan dioptri dari sistem refraktif.
Berdasarkan derajatnya miopia diklasifikasikan menjadi miopia ringan (<-
3.00 D), sedang (-3.00 D sampai -6.00 D) dan miopia tinggi/miopia
4

gravior (>-6.00 D). Hasil pemeriksaan pada pasien didapatkan kelainan


refraksi miopia pada kedua mata dengan kekuatan >-6.00 D sehingga
pasien ini didiagnosis dengan miopia gravior ODS.4,5,8
Kelainan miopia disertai dengan astigmatisme dapat terjadi karena
adanya perbedaan radius meridian dari kelengkungan kornea.
Astigmatisme merupakan suatu kondisi optikal mata dimana sinar dari
suatu objek tidak bisa fokus pada satu titik karena terdapat dua garis fokal.
Astigmatisme berdasarkan derajatnya dapat diklasifikasikan menjadi
astigmatisme ringan (0.5 – 1.0 D), sedang (1.0 – 2.5 D), dan berat (>2.5
D). Astigmatisme diklasifikasikan berdasarkan kelainan refraksi yang
menyertai dengan posisi hasil bayangan yang jatuh dengan posisi retina.
Pada pasien ini terdapat kelainan astigmatisme miopia kompositus pada
OS yang terjadi akibat dua garis fokal terletak didepan retina sehingga
bayangan yang terbentuk jatuh didepan retina.3,5,8
Tatalaksana untuk kelainan refraksi miopia ada berbagai jenis, salah
satunya adalah intervensi optikal yang terdiri dari pemberian kacamata
maupun lensa kontak. Kacamata akan selalu menjadi pilihan utama dalam
mengkoreksi miopia karena paling mudah dan aman. Kacamata harus
segera diresepkan setelah miopia ditemukan dan pasien dianjurkan kontrol
setiap enam bulan kemudian untuk dilihat perkembangannya. Miopia yang
tidak terkoreksi dapat meningkatkan progresivitas miopia.2,5,8
Lensa kontak memiliki perbedaan refraktif utama dibandingkan dengan
kacamata yaitu memiliki jarak verteks yang lebih dekat sehingga ukuran
bayangan retina yang terbentuk lebih sedikit mengalami perubahan dan
menghasilkan kualitas penglihatan lebih baik dibanding kacamata.
Kelebihan lensa kontak lainnya memiliki lapang pandang yang lebih luas
dan secara kosmetik lensa kontak juga lebih baik dan lebih mudah
digunakan untuk aktivitas sehari-hari terutama saat berolahraga. Lensa
kontak memiliki efek prismatik yang lebih kecil karena gerakan dari lensa
kontak relatif lebih kecil. Kekurangan lensa kontak pada koreksi miopia
yaitu meningkatkan baik kebutuhan akomodasi maupun konvergensi
dalam memfokuskan melihat objek dalam jarak dekat. Lensa kontak
5

membutuhkan perawatan khusus dalam penggunaannya karena dapat


menimbulkan risiko infeksi.3,9-10
Lensa kontak untuk koreksi miopia memiliki beberapa pilihan,
diantaranya soft contact lenses, rigid gas-permeable contact lenses, soft
multifocal (MF) contact lenses dan lensa ortokeratologi. Lensa kontak
lunak atau soft contact lenses (SCL) adalah jenis lensa kontak yang paling
sering digunakan, memiliki keunggulan periode adaptasi yang relatif lebih
singkat, waktu penggunaan yang fleksibel, kenyamanan, juga memiliki
beberapa jenis lensa sesuai lama waktu pemakaian seperti lensa
disposable.3,8-9
Indikasi pemberian lensa kontak bisa berdasarkan indikasi optik yaitu
untuk koreksi kelainan refraksi seperti pada miopia, anisometropia,
astigmatisme. Indikasi terapeutik untuk permukaan okular seperti pada
bandage contact lens dan indikasi kosmetik pada kondisi seperti aniridia,
ocular albinism. Kontraindikasi lensa kontak yaitu iritasi kronis pada
kelopak, konjungtiva, kornea, adanya kelainan pada segmen anterior,
gangguan lakrimasi, higienitas yang buruk, kesulitan dalam penggunaan
lensa kontak, riwayat penyakit autoimun atau immunocompromised, alergi
kronik dan penggunaan obat mata dalam jangka panjang. Pada pasien ini
memiliki indikasi optik karena lensa kontak diberikan untuk mengkoreksi
kelainan refraksi miopia.3,5,9
Fitting lensa kontak bertujuan untuk memberikan kepuasan pada pasien
dengan memiliki penglihatan yang baik (tidak berfluktuasi dengan gerakan
mengedip ataupun pergerakan mata), dan memiliki ukuran lensa yang
sesuai (posisi lensa terletak di sentral dan bergerak hanya 0.5-1 mm pada
tiap kedipan). Terdapat tiga parameter dalam fitting lensa kontak yaitu
diameter, base curve dan kekuatan lensa. Ketiga parameter tersebut harus
di evaluasi setelah proses fitting. Diameter lensa kontak didapat dengan
menjumlahkan hasil pengukuran HVID ditambah 2 mm. Pemeriksaan
keratometer dilakukan untuk menilai base curve dari lensa kontak yang
akan digunakan. Hasil dari keratometer didapatkan nilai penjumlahan K1
dan K2 yang dibagi menjadi dua, lalu ditambahkan konstanta sesuai jenis
6

merk lensa kontak untuk mendapat ukuran base curve. Kekuatan lensa
kontak didapatkan setelah pengukuran refraksi subjektif kemudian hasil di
konversi ke tabel jarak vertex yang terdapat di tabel 1.3-5

Tabel 1. Vertexing Chart untuk mengkonversi resep kacamata untuk lensa


kontak
Kekuatan Kacamata Kekuatan Lensa Kontak
-5.00 -4.75
-6.00 -5.50
-8.00 -7.25
-10.00 -9.00
-14.00 -12.00
+5.00 +5.25
+8.00 +6.50
+10.00 +9.00
+14.00 +17.00
Dikutip dari: Cantor LB3

Pada pasien ini dilakukan fitting lensa kontak. Hasil pengukuran HVID
10 mm sehingga didapatkan diameter 12 mm. Penentuan base curve
setelah dilakukan keratometer yaitu mata kanan 8.55 mm, dan mata kiri
8.60 mm. Lensa kontak trial yang tersedia di PMN RS Mata Cicendo
memiliki diameter 14 mm dan base curve 8.80 mm. Kekuatan (power)
lensa kontak setelah dikonversi ke tabel jarak vertex untuk mata kanan S-
13.50 menjadi S -11.00 dan mata kiri S-12.25 menjadi S-10.00. Pasien
dilakukan pemeriksaan fluoresens di depan slit lamp dan didapatkan well-
fit. Setelah itu dilakukan pemeriksaan tajam penglihatan jauh dengan lensa
trial menggunakan ukuran tersebut dan didapatkan hasil tajam penglihatan
jauh terbaik mata kanan 0.8 dan mata kiri 0.63.3,10-11
Fitting lensa kontak sangat penting untuk memaksimalkan kenyamanan
dan meminimalkan efek samping pada fisiologi mata. Karakteristik yang
paling penting adalah lens tightness dan corneal overlap. Lens tightness
dinilai dengan tes push-up dan merupakan prediktor terbaik untuk overall
fit yang dinilai dengan mengukur radius base curve lensa (BC). Corneal
overlap diperlukan untuk kenyamanan dan menghindari iritasi mekanis
kornea dari tepi lensa, dapat dinilai dengan mengukur diameter lensa.
Sentrasi lensa dianggap sebagai kunci karakteristik fitting yang dievaluasi
secara sistematis selama penilaian fitting lensa kontak. Penurunan tajam
7

penglihatan saat menggunakan lensa dibandingkan menggunakan


kacamata dapat disebabkan beberapa hal yaitu kontaminasi lensa, kelainan
refraksi yang tidak terkoreksi, defek material lensa, fitting yang tidak
sesuai, dehidrasi lensa dan berlebihnya lakrimasi. Pada pasien ini
kemungkinan penurunan visus bisa karena fitting lensa yang tidak sesuai
atau kesalahan dalam pemeriksaan refraksi subjektif sehingga terdapat
kelainan refraksi yang tidak terkoreksi. Pemeriksaan refraksi subjektif
harus dilakukan dengan efisien dan akurat.3,10-13

Tabel 2. Karakteristik Fitting untuk Lensa Kontak Lunak


Kriteria Tight Optimum Loose
Kenyamanan Awalnya baik, terasa Baik Buruk
lelah saat memakai
Sentrasi Baik atau buruk Baik Desentrasi
Post-blink movement Sedikit atau tidak 0.2-0.4 mm >0.4 mm
ada
Lag on version or Sedikit atau tidak 0.2-0.4 mm >0.4 mm
upgaze ada
Tightness on push-up Sulit untuk Mudah digerakkan Sangat mudah
digerakkan dan dan kembali digerakkan dan
lambat kembali Kembali dengan
cepat
Peripheral fit Indentasi Sejajar Edge stand-off
konjungtiva
Penglihatan Stabil atau lebih stabil Bervariasi
jelas setelah
mengedip
Dikutip dari: Efron N14

Pasien diedukasi mengenai penggunaan SCL meliputi cara penggunaan


lensa kontak, penggunaan tetes mata, cara membersihkan dan perawatan
lensa kontak yang benar harus disampaikan dengan jelas kepada pasien
agar tidak terjadi komplikasi. Selanjutnya pasien disarankan untuk kontrol
6 bulan kemudian.
8

IV. Simpulan
Kelainan refraksi miopia merupakan kelainan refraksi yang paling
sering terjadi. Miopia gravior adalah suatu keadaan mata bila memiliki
spherikal ekuivalen lebih dari sama dengan -6.00 D atau panjang axial lebih
dari sama dengan 26,5 mm. Tatalaksana miopia dapat dilakukan dengan
pemberian intervensi optikal, farmakologis, lingkungan (perilaku) dan
bedah refraktif. Masing-masing tatalaksana memiliki kelebihan dan
kekurangan. Intervensi optikal terdiri dari pemberian kacamata dan lensa
kontak. Kelebihan penggunaan lensa kontak yaitu memberikan lapang
pandang yang lebih luas dan memiliki jarak vertex yang lebih pendek
sehingga kualitas penglihatan lebih baik dibandingkan kacamata.
Daftar Pustaka

1. Chen Q, He J, Hu Guangyi, Xu Xian, Lv Hanyi,Yao Yin, et al.


Morphological Characteristics and Risk Factors of Myopic
Maculopathy in an Older High Myopia Population—Based on the
New Classification System (ATN). Am J Ophthalmol 2019;208:356–
366.
2. Holden B. The Impact of Myopia And High Myopia. World Health
Organisation. 2015.13–20.
3. Cantor LB, Rapuano CJ, McCannel CA. Basic and Clinical Science
Course Section 3 : Clinical Optics. American Academy of
Opthalmology: San Fransisco; 2019-2020. hlm. 248-81.
4. Shukla Y. Management of Refractive Errors and Prescription of
Spectacles. Edisi ke-1. Jaypee Brothers Medical Publisher:
India;2015. Hlm 33-48.
5. Benjamin WJ, Borish IM. Borish’s Clinical Refraction. Edisi ke-2. St.
Louis: Butterworth-Heinemann; 2006. hlm. 3-20.
6. Mori K, Kurihara T, Uchino M, Torii H, Kawashima M, Hiroyasu Iso,
et al. Myopia and Its Associated Factors in JPHC-NEXT Eye Study: A
Cross-Sectional Observational Study. J. Clin. Med. 2019; 8, 1788; 1-
15.
7. Wildsoet C, Chia A, Cho P, Guggenheim J, Read S, Sankaridurg P,et
al. IMI – Interventions for Controlling Myopia Onset and Progression
Report. Invest Ophthalmol Vis Sci. 2019;60:M106–M131.
8. Ang M, Wong T. Updates on Myopia : A Clinical Perspective.
Springer Open: Singapore; 2020. Hlm 289-302.
9. Zhu Q, Liu Y, Tighe S, Zhu Y, Lu F, Hu Min. Retardation of Myopia
Progression by Multifocal Soft Contact Lenses. International Journal
of Medical Sciences. 2019; 16(2): 198-202.
10. Young G, Hall L, Sulley A, Osborn L, Wolffsohn J. Inter-relationship
of Soft Contact Lens Diameter Base Curve Radius, and Fit. Optom
Vis Sci 2017;94:458-465.
11. Gasson A, Morris J. The Contact Lens Manual : A Practical Guide to
Fitting. Edisi ke-4. London : Butterworth Heinemann Elsevier; 2010.
hlm 75-108.
12. Bennett E, Henry V. Clinical Manual of Contact Lenses. Edisi ke-4.
USA : Lippincott Williams & Wilkins; 2014.hlm 251-340.
13. Agarwal S, Agarwal A, Agarwal A. Dr Agarwals’ Textbook on
Contact Lenses. Edisi ke-1. New Delhi : Jaypee Brothers Medical
Publishers;2005. Hlm 116-157.
14. Efron N. Contact Lens Practice. Edisi ke-3. Australia : Elsevier; 2018.
Hlm 86-94.

You might also like