Pengaruh Penambahan Tempe dan Tepung Tapioka – Hasanah, dkk
Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.8 No.3: 154-162, Juli 2020
PENGARUH PENAMBAHAN TEMPE DAN TEPUNG TAPIOKA TERHADAP
KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA DAN HEDONIK NUGGET NANGKA MUDA
(Artocarpus heterophyllus LMK)
Physicochemical Characteristics and Hedonic Unripe Jackfruit Nugget
(Artocarpus heterophyllus LMK) with Addition of Tempe and Tapioca Flour
Uswatun Hasanah, Millatul Ulya*, Umi Purwandari
Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura
Jl. Raya Telang, PO BOX 2 Kamal, Bangkalan-Madura
*Penulis Korespondensi, Email:
[email protected] ABSTRAK
Penelitian dilakukan untuk mengetahui pengaruh penambahan proporsi tempe,
tapioka dan interaksi kedua faktor terhadap karakteristik fisikokimia dan hedonik nugget
nangka muda, serta untuk mengetahui perlakuan terbaiknya. Rancangan penelitian yang
digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap 2 faktor yaitu proporsi tempe (0%, 10%, 20%
dan 30%) dan proporsi tapioka (10% dan 20%). Parameter uji antara lain tekstur, kadar air,
kadar lemak dan protein serta uji hedonik. Hasil penelitian menunjukkan proporsi tempe
berpengaruh nyata terhadap hardness, chewiness, kadar protein dan lemak nugget nangka
muda. Proporsi tapioka memberi pengaruh signifikan terhadap kadar air, hardness,
cohesiveness, springiness, gumminess, chewiness, kadar protein, kadar lemak dan tekstur
(hedonik/kesukaan). Interaksi antara proporsi tempe dan tapioka berpengaruh terhadap
kadar protein dan kadar lemak. Perlakuan terbaik yaitu proporsi tempe 30% dan tapioka
20% dihasilkan nugget dengan kadar air sebesar 36.75%, kadar protein sebesar 5.09% dan
kadar lemak sebesar 9.78%.
Kata Kunci : Nangka Muda, Nugget, Tempe, Tapioka
ABSTRACT
This study aims to determine the effect of the proportion of tempe, tapioca and their
interactions on the physicochemical and hedonic characteristics of unripe jackfruit nuggets,
and to determine the best treatment. The study used completely randomized design with 2
factors, namely the proportion of tempe (0%, 10%, 20% and 30%) and the proportion of
tapioca (10% and 20%). Test parameters include water content, texture, fat content, protein
content and hedonic test. The results showed the proportion of tempe significantly affected
hardness, chewiness, protein content and fat content. Tapioca proportion significantly affects
water content, hardness, cohesiveness, springiness, gumminess, chewiness, protein
content, fat content and texture (hedonic). The interaction between the proportion of tempe
and tapioca affects the protein content and fat content. The best treatment is nuggets with
the proportion of tempe 30% and tapioca 20% with water content, protein content and fat
content respectively 36.75%; 5.09% and 9.78%.
Keywords: Nugget, Tapioka,Tempe, Unripe jackfruit
PENDAHULUAN
Nangka muda adalah salah satu komoditas hasil pertanian dengan tingkat
ketersediaannya yang melimpah. Nangka muda memiliki beberapa kandungan gizi yaitu
karbohidrat 23.50%, protein 1.72%, lemak 0.64% dan air 76.20% - 85.20% (Tejpal dan
Parle, 2016). Ketersediaan nangka yang cukup melimpah di daerah Jawa Timur mencapai
154
Pengaruh Penambahan Tempe dan Tepung Tapioka – Hasanah, dkk
Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.8 No.3: 154-162, Juli 2020
116.495 ton/tahun dan di Indonesia mencapai 699.495 ton/tahun (BPS, 2015) dan tidak
disertai pengolahan yang optimal menjadikan nangka muda mudah sekali mengalami
kerusakan.
Perkembangan teknologi yang semakin pesat membuat nangka muda tidak hanya
diolah menjadi produk olahan lodeh, pepes dan gudeg saja, namun juga bisa diolah menjadi
aneka produk olahan modern yang lebih awet, antara lain sebagai bahan substitusi dalam
pembuatan abon ikan gabus (Prihandoko dan Marwati, 2015), dendeng (Muljawan dan
Untung, 2017), bahan dalam pembuatan daging iga tiruan (Prianto, 2014) Nangka muda
juga telah dimanfaatkan oleh Nisa (2013) sebagai sustitusi dalam pembuatan nugget ayam.
Beberapa pemanfaatan nangka muda tersebut masih banyak dikombinasikan dengan unsur
hewani sehingga tidak semua kalangan dapat mencoba aneka produk olahan tersebut. Oleh
karena itu, perlu adanya suatu inovasi pengolahan dalam meningkatkan nilai serta gizi
nangka muda, salah satunya adalah dengan mengolahnya menjadi nugget namun dengan
kombinasi bahan nabati.
Nugget menjadi salah satu jenis makanan yang cukup disukai masyarakat dari
kalangan anak-anak hingga remaja. Nugget yang dijual di pasaran umumnya terbuat dari
daging sapi dan daging ayam. Beberapa orang ada yang tidak menyukai olahan daging
misalnya kalangan vegetarian. Nangka muda sendiri memiliki tekstur yang menyerupai
daging dan rendah lemak, jika nangka muda ini diolah menjadi nugget sudah pasti baik
kalangan vegetarian maupun kalangan non vegetarian dapat mengonsumsinya.
Kadar protein pada nangka muda sangatlah rendah yaitu 1.72% per 100 gramnya.
Untuk meningkatkan kandungan protein pada nugget nangka muda maka ditambahkan
tempe dalam proses pengolahannya. Berdasarkan penelitian Jannah et al. (2016)
penambahan tempe kedelai pada abon nangka muda sebanyak 25% dan 35% dapat
meningkatkan kandungan protein abon yaitu 19.26% dan 39.40%.
Kandungan air pada nangka yang cukup tinggi menjadikan tekstur nugget nangka
muda menjadi lebih lembek, sehingga memerlukan penambahan filler untuk pengikatan air
serta memperbaiki tekstur nugget nangka muda agar lebih padat. Filler berbahan tepung
tapioka dianggap cukup efektif dalam memperbaiki tekstur nugget nangka muda, karena pati
ini memiliki kemampuan mengikat air yang tinggi sehingga nugget nangka yang dihasilkan
memiliki tekstur yang lebih padat. Daya ikat air tepung tapioka dalam pembuatan nugget
ayam petelur afkir diketahui sebesar 52.17% dengan keempukan sebesar 1.02%, lebih
tinggi dibandingkan tepung sagu, maizena dan beras ketan (Komansilan, 2015).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proporsi terbaik dalam menambahkan
tempe dan filler dalam meningkatkan karakteristik fisik, kimia serta sensoris nugget nangka
muda. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengoptimalkan pemanfaatan nangka muda
menjadi produk olahan pangan yang disukai konsumen.
BAHAN DAN METODE
Bahan
Bahan baku yang digunakan adalah nangka muda, tempe, telur, susu, tapioka,
garam, bawang merah, bawang putih, air, merica, tepung panir dan minyak.
Alat
Alat yang digunakan adalah timbangan analitik, meat grinder, blender, pisau,
baskom, dandang, loyang, kompor, cawan petri, kertas minyak, kain saring, kertas saring,
benang, gelas ukur, mortal, pastle dan pengaduk.
Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial
dengan 2 faktor yaitu proporsi tempe dan proporsi filler. Jumlah perlakuan adalah 8
perlakuan diulang 3 kali sehingga total ada 24 unit percobaan.
155
Pengaruh Penambahan Tempe dan Tepung Tapioka – Hasanah, dkk
Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.8 No.3: 154-162, Juli 2020
Tabel 1. Rancangan Percobaan Nugget Nangka Muda
Proporsi Bahan Pengisi/ Filler
Tempe 10% (B1) 20% (B2)
0% (A0) A0B1 A0B2
10% (A1) A1B1 A1B2
20% (A2) A2B1 A2B2
30% (A3) A3B1 A3B2
Tahapan Penelitian
Penelitian dilaksanakan dengan dua tahap, tahap pertama yaitu tahap pembuatan
Nugget Nangka Muda, dan selanjutnya tahap analisis fisikokimia dan hedonik nugget
nangka muda. Proses pembuatan nugget nangka muda dimulai dengan mengupas,
memotong, mencuci, dan mengukus nangka muda selama 30 menit, menghaluskan bumbu-
bumbu, memeras nangka muda menggunakan kain saring kemudian menggilingnya
menggunakan meat grinder. Selanjutnya menggiling tempe menggunakan meat grinder.
Menimbang masing-masing bahan kemudian dicampur hingga kalis. Menuangkan
adonan nugget secara rata pada loyang yang telah dilapisi kertas minyak. Mengukus
adonan selama 45 menit kemudian didinginkan selama 10 menit lalu dipotong
menggunakan ukuran sebesar 3 x 0.50 x 1 cm.
Parameter Penelitian
Parameter fisikokimia meliputi pengujian dengan metode oven kering untuk
mengetahui nilai kadar air, metode Kjeldahl untuk pengujian kadar protein dan metode
soxhlet untuk pengujian kadar lemak (Sumantri, 2007), dan analisis tekstur menggunakan
texture analyzer meliputi parameter hardness, springiness, cohesiveness, gumminess dan
chewiness (Rianti, 2008 dalam Iswara dkk, 2019). Uji sensori dilaksanakan menggunakan
metode Hedonic Scale Score dengan parameter uji rasa, tekstur, aroma, warna dan
kesukaan keseluruhan (Setyaningsih dkk, 2010).
Analisis Data
Analisis data yang digunakan adalah ANOVA (Analysis of Variance) dengan taraf
beda nyata (p<0,05) dengan bantuan software SPSS 16. Apabila hasil dari pengujian
menggunakan ANOVA berpengaruh signifikan maka dilanjutkan dengan uji Duncan. Data
yang diperoleh juga akan digunakan dalam sistem pengambilan keputusan perlakuan
terbaik menggunakan metode CPI/Comparative Performance Index (Marimin, 2004).
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Uji Fisikokimia Nugget Nangka Muda
Nugget nangka muda diuji fisikokimia menggunakan 8 parameter uji yaitu, kadar air,
hardness, springiness, cohesiveness, gumminess, chewiness, kadar protein dan kadar
lemak. Hasil pengaruh proporsi tempe terhadap karakteristik fisikokimia nugget nangka
muda dapat dilihat pada Tabel 2, pengaruh proporsi tapioka terhadap karakteristik
fisikokimia nugget nangka muda pada Tabel 3, dan pengaruh interaksi keduanya pada
Tabel 4.
Tabel 2. Pengaruh Proporsi Tempe terhadap Karakteristik Fisikokimia Nugget Nangka Muda
Proporsi Tempe : Hardness (g) Chewiness Kadar Protein (%) Kadar Lemak (%)
Nangka Muda (%)
0 : 100 1381.92b 457.52ab 2.24a 5.52a
a a
10 : 90 1119.89 360.92 4.55b 5.94b
ab b
20 : 80 1118.11 475.03 4.69c 7.27c
b b
30 : 70 1265.85 507.71 4.89d 8.32d
Ket : Angka dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
156
Pengaruh Penambahan Tempe dan Tepung Tapioka – Hasanah, dkk
Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.8 No.3: 154-162, Juli 2020
Tabel 3. Pengaruh Proporsi Tapioka terhadap Karakteristik Fisikokimia Nugget Nangka
Muda
Proporsi Kadar Kadar
Kadar Hardness Springi Cohesiven Gummi- Chewi-
Tapioka Protein Lemak
Air (%) (g) ness ess ness ness
(%) (%) (%)
10 33.13a 924.26a 0.63a 0.50a 450.89a 284.82a 3.99a 4.52a
20 36.75b 1408.81b 0.74b 0.60b 832.86b 615.21b 4.19b 8.99b
Ket : Angka dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
Tabel 4. Pengaruh Interaksi Tempe dan Tepung Tapioka terhadap Karakteristik Fisikokimia
Nugget Nangka Muda
Proporsi Tempe : Proporsi Tapioka (%) Kadar Protein (%) Kadar Lemak (%)
Nangka Muda (%)
0 : 100 10 2.15e 2.82f
10 : 90 4.49d 3.46e
20 : 80 4.76c 4.96d
30 : 70 4.68bc 6.86c
0 : 100 20 2.33e 8.22b
10 : 90 4.61c 8.42b
20 : 80 4.73b 9.57a
30 : 70 5.09a 9.78a
Ket : Angka dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
Hasil uji kadar air menunjukkan, semakin tinggi proporsi tepung tapioka
menyebabkan kandungan air pada nugget nangka muda juga semakin tinggi. Menurut
Gunawan (2010) tepung tapioka mempunyai kadar amilopektin yang lebih tinggi apabila
dibandingkan dengan tepung terigu. Ketika dipanaskan amilopektin ini akan mengembang
menghasilkan kerapatan yang tinggi serta menghasilkan adonan yang lebih kompak
sehingga mengakibatkan daya ikat air produk juga semakin besar.
Pada parameter nilai hardness, nilai yang diperoleh akan semakin kecil seiring
dengan meningkatnya penambahan proporsi tempe. Kandungan serat pada tempe
menyebabkan terhambatnya proses gelatinisasi pati tapioka (Illene, 2014). Gelatinisasi yang
kurang maksimal menyebabkan ruang-ruang kosong pada nugget kurang terisi dan akhirnya
tekstur nugget menjadi kurang keras dan kurang padat (Puspitasari, 2008). Semakin tinggi
proporsi tapioka maka nilai hardnessnya juga semakin tinggi. Semakin banyaknya proporsi
tapioka mengindikasikan kandungan pati yang ada di dalamnya juga semakin banyak.
Adanya glatinisasi pati akan mengisi ruang-ruang kosong nugget sehingga mengakibatkan
tekstur menjadi semakin padat dan keras (Suseno et al., 2007).
Pada nilai springiness menunjukkan semakin tinggi proporsi tapioka maka nilai
springiness juga semakin tinggi. Tepung tapioka memiliki sifat yang kenyal karena
kandungan amilosa dan amilopektin. Melalui proses gelatinisasi granula pati pada tapioka
akan mengembang sehingga mampu meningkatkan elastisitas produk (Fitriyani, 2017).
Hasil analisis cohesiveness menunjukkan semakin banyak proporsi tapioka maka
nilai cohesiveness juga semakin tinggi. Tepung tapioka memiliki banyak pati dengan
kandungan amilosa dan amilopektin yang mampu berinteraksi secara baik dengan air dan
protein pada nugget (Suseno et al., 2007). Proses pengukusan nugget mengakibatkan
terjadinya proses gelatinisasi yang mampu mengisi ruang-ruang antar komponen bahan
sehingga menghasilkan adonan yang lebih kompak.
Pada parameter nilai gumminess menunjukkan semakin tinggi proporsi tapioka yang
ditambahkan maka mengakibatkan nilai gumminess yang tinggi. Semakin tingginya proporsi
tapioka mengindikasikan kadar amilosa pada nugget juga semakin tinggi sehingga nilai
gumminess yang dihasilkan semakin tinggi pula. Hal tersebut sejalan dengan penelitian
Fitriyani (2017) yang menyebutkan bahwa semakin tinggi proporsi tepung ubi jalar ungu
dalam pembuatan bakso ikan mengakibatkan nilai gumminess bakso juga semakin tinggi.
Penelitian terhadap nilai chewiness menunjukkan semakin besar penambahan
proporsi tempe maka nilai chewiness dari nugget nagka muda meningkat. Proses
pengukusan atau pemanasan menyebabkan pati dan protein yang ada pada tempe
mengikat air dan komponen di sekitarnya. Pati dan protein ini juga akan memenuhi ruang
157
Pengaruh Penambahan Tempe dan Tepung Tapioka – Hasanah, dkk
Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.8 No.3: 154-162, Juli 2020
kosong yang ada pada matriks produk. Hal tersebut menyebabkan struktur matrik menjadi
lebih rapat dan padat sehingga untuk menghancurkannya membutuhkan daya kunyah yang
lebih besar (Prijambodo et al., 2014). Semakin tinggi proporsi tapioka maka nilai chewiness
nugget juga semakin tinggi. Rosyidah (2017) menyebutkan kandungan amilopektin pada
tapioka mampu meningkatkan nilai elastisitas dan kelengketan produk, semakin tinggi
proporsi tapioka yang ditambahkan maka akan meningkatkan daya kunyah produk.
Pada kadar protein nugget nangka muda menunjukkan nilai yang semakin meningkat
seiring dengan tingginya penambahan proporsi tempe. Perlu diketahui tempe sendiri
memiliki protein yang lebih rendah dari kedelai. Menurut Departemen Kesehatan Republik
Indonesia (1995) kandungan protein kedelai dan tempe per 100 gramnya adalah 40.4% dan
12.5%. Adanya pengurangan protein dari kedelai menjadi tempe disebabkan adanya
denaturasi protein sebagai akibat dari proses pengolahan tempe seperti perendaman dan
perebusan (Muthmainna et al., 2016). Semakin besar proporsi tapioka yang ditambahkan
pada nugget maka kadar proteinnya juga semakin tinggi. Tabloid Senior No. 287/14-20
(2005) dalam Djuwardi (2009), kandungan protein tepung tapioka per 100 gramnya adalah
0.5%. Jika nugget dengan proporsi tapioka 10% menghasilkan kadar protein sebesar
3.99%, maka apabila proporsinya ditambah menjadi 20 % akan menghasilkan kadar protein
sebesar 4.12 %. Kadar protein nugget nangka muda dengan proporsi tapioka 20% sebesar
4.19% dianggap mendekati angka 4.12%. Selain itu, pada uji kadar protein, semakin besar
proporsi tempe dan tapioka maka kadar protein nugget juga semakin besar. Tekstur nugget
menjadi lebih padat karena protein tempe akan berikatan kuat dengan tepung tapioka
menyelubungi lemak sehingga akan terbentuk suatu emulsi (Kanoni et al., 2011).
Hasil analisis kadar lemak nugget nangka muda menunjukkan semakin tinggi
proporsi tempe maka kadar lemaknya juga semakin tinggi. Hasil analisa kadar lemak
tersebut sesuai dengan penelitian Afrisanti (2010), yaitu semakin banyak proporsi tepung
tempe yang ditambahkan pada nugget daging kelinci maka kadar lemaknya juga semakin
banyak dan menyebabkan kadar lemaknya berbeda nyata. Umumnya kadar lemak suatu
bahan akan menurun setelah melalui perebusan atau pengukusan. Penurunan ini terjadi
karena adanya kerusakan struktur lemak akibat penggunaan suhu tinggi (Sundari et al.,
2015). Selain itu, penambahan proporsi tapioka yang semakin besar maka kadar lemak
nugget nangka muda yang dihasilkan juga semakin besar. Tabloid Senior No. 287/14-20
(2005) dalam Djuwardi (2009), kandungan lemak tepung tapioka per 100 gramnya adalah
0.3%. Jika nugget dengan proporsi tapioka 10% menghasilkan kadar lemak sebesar 4.52%,
maka apabila proporsinya ditambah menjadi 20 % akan menghasilkan kadar lemak sebesar
4.60%. Kadar lemak nugget nangka muda dengan proporsi tapioka 20% sebesar 8.99%
sangat jauh dari angka 4.60%. Tingginya selisih kadar lemak nugget nangka muda dengan
proporsi tapioka 10% dan 20% ini diduga karena kurangnya ketelitian penguji pada saat
pengujian kadar lemak. Penggunaan sampel uji yang sangat sedikit juga ikut mempengaruhi
ketelitian penguji dalam memperoleh nilai kadar lemak yang valid. Analisis kadar lemak juga
menunjukkan tingginya kadar lemak nugget hanya dipengaruhi oleh tingginya proporsi
tapioka. Proporsi tapioka yang mengalami gelatinisasi akan membuka rongga-rongganya
sebagai jalan keluar udara yang menguap, rongga inilah yang akan mengadsorbsi
kandungan lemak bahan penyusun nugget nangka muda sehingga kadar lemaknya juga
semakin tinggi (Ramadhani dan Erni, 2017).
2. Karakteristik Hedonik Nugget Nangka Muda
Uji Hedonik terhadap Warna
Gambar 1 menunjukkan makin tinggi proporsi tempe dan tapioka maka tingkat
kesukaan panelis terhadap nugget juga semakin tinggi. skor tertinggi tingkat kesukaan
warna adalah nugget dengan perlakuan A3B2, artinya panelis lebih menyukai warna nugget
dengan proporsi tempe 30% dan tapioka 20%.
158
Pengaruh Penambahan Tempe dan Tepung Tapioka – Hasanah, dkk
Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.8 No.3: 154-162, Juli 2020
Gambar 1. Grafik Rerata Kesukaan Warna Nugget Nangka Muda
Uji Hedonik terhadap Aroma
Gambar 2. Grafik Rerata Kesukaan Aroma Nugget Nangka Muda
Berdasarkan Gambar 2 tingginya grafik yang dihasilkan pada uji kesukaan terhadap
warna nugget adalah hampir sama rata, artinya tingkat kesukaan panelis terhadap aroma
pada setiap perlakuan adalah hampir sama. Skor tertinggi kesukaan aroma adalah nugget
dengan perlakuan A1B1, artinya panelis lebih menyukai aroma nugget dengan proporsi
tempe 10% dan tapioka 10%.
Uji Hedonik terhadap Rasa
Gambar 3. Grafik Rerata Kesukaan Rasa Nugget Nangka Muda
Berdasarkan Gambar 3 tingginya grafik yang dihasilkan pada uji kesukaan terhadap
rasa nugget adalah hampir sama rata, artinya tingkat kesukaan panelis terhadap rasa pada
setiap perlakuan adalah hampir sama. Rasa yang ada pada nugget tidak dipengaruhi oleh
proporsi tapioka dan tempe melainkan berasal dari bumbu-bumbu yang ditambahkan pada
159
Pengaruh Penambahan Tempe dan Tepung Tapioka – Hasanah, dkk
Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.8 No.3: 154-162, Juli 2020
nugget. Proporsi bumbu pada setiap perlakuan adalah sama sehingga akan menghasilkan
rasa yang sama pula pada setiap perlakuan.
Uji Hedonik terhadap Tekstur
Tabel 5 menunjukkan semakin tinggi proporsi tapioka maka skor kesukaan panelis
terhadap tekstur nugget juga semakin tinggi. Tepung tapioka memiliki banyak pati dengan
kandungan amilosa dan amilopektin yang mampu berinteraksi secara baik dengan air dan
protein pada nugget (Suseno el al. 2007). Proses pengukusan nugget mengakibatkan
terjadinya proses gelatinisasi yang mampu mengikat air nangka muda yang cenderung
tinggi serta mampu mengisi ruang-ruang antar komponen bahan sehingga menghasilkan
adonan yang lebih kompak.
Tabel 5. Pengaruh Proporsi Tapioka terhadap Kesukaan Tekstur Nugget Nangka Muda
Proporsi Tapioka Tekstur
(%)
10 4.11a
20 4.49b
Ket : Angka dengan huruf yang sama memiliki arti tidak berbeda nyata
Uji Hedonik terhadap Keseluruhan
Berdasarkan Gambar 4 rata-rata skor kesukaan keseluruhan berada pada angka 4,
artinya tingkat kesukaan keseluruhan panelis terhadap nugget nangka muda adalah hampir
sama. Berdasarkan Gambar 4 skor tertinggi tingkat kesukaan keseluruhan berada pada
perlakuan A0B2, artinya panelis lebih menyukai secara keseluruhan nugget dengan proporsi
tempe 0 % dan tapioka 20 %.
Gambar 4. Grafik Rerata Kesukaan Keseluruhan Nugget Nangka Muda
Perlakuan Terbaik berdasarkan Metode CPI
Tabel 6. Metode CPI pada Nugget Nangka Muda
Kriteria
Nilai
Alternatif Kadar Kadar Kadar Alternatif
Air Protein Lemak Cohesiveness Gumminess Springiness Tekstur
A0B1 100.00 100.00 100.00 100.00 162.01 100.00 109.10 108.02
A1B1 92.07 208.84 81.50 113.33 100.00 105.00 109.09 120.09
A2B1 87.74 216.74 56.86 113.33 158.65 105.00 109.09 125.48
A3B1 95.39 217.67 41.11 117.78 163.60 110.00 100.00 126.16
A0B2 86.52 108.37 34.31 124.44 289.47 115.00 114.29 126.32
A1B2 84.93 214.42 33.49 131.11 227.42 125.00 107.79 137.85
A2B2 82.29 220.00 29.47 144.44 264.11 131.67 118.18 147.97
A3B2 83.78 236.74 28.83 131.11 298.21 126.67 123.38 151.38
Bobot
0,1 0,15 0,05 0,2 0,1 0,2 0,2
Kriteria
160
Pengaruh Penambahan Tempe dan Tepung Tapioka – Hasanah, dkk
Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.8 No.3: 154-162, Juli 2020
Tabel 6 menunjukkan nilai alternatif tertinggi adalah nugget dengan perlakuan A3B2,
artinya berdasarkan metode CPI perlakuan terbaik nugget nangka muda adalah nugget
dengan penambahan tempe 30 % dan tapioka 20 %.
SIMPULAN
Proporsi tempe berpengaruh nyata pada kadar protein, hardness, chewiness, dan
kadar lemak. Proporsi tapioka berpengaruh signifikan pada kadar air, kadar protein,
hardness, springiness, cohesiveness, gumminess, chewiness, kadar lemak dan tekstur.
Interaksi antara proporsi tempe dan proporsi tapioka berpengaruh signifikan pada kadar
lemak dan kadar protein. Berdasarkan metode CPI perlakuan terbaik nugget nangka muda
adalah A3B2 yaitu nugget dengan proporsi tempe 30 % dan tapioka 20 %. Kadar air, kadar
protein dan kadar lemak berturut-turut yaitu 36.75 %; 5.09 % dan 9.78 %.
DAFTAR PUSTAKA
Afrisanti, D.W. 2010. Kualitas Kimia dan Organoleptik Nugget Daging Kelinci dengan
Penambahan Tepung Tempe. [Skripsi]. Universitas Sebelas Maret.
Badan Pusat Statistik Indonesia. 2015. Statistik Tanaman Buah-buahan dan Sayuran
Tahunan. Badan Pusat Statistik Indonesia. ISSN: 2088-8406.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Daftar Komposisi Zat Gizi Pangan
Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan.
Djuwardi, A. 2009. Cassava. Jakarta: Grasindo. ISBN 978-979-025-745-0.
Fitriyani, E. 2017. Tepung Ubi Jalar sebagai Bahan Filler Pembentuk Tekstur Bakso Ikan.
Jurnal Galung Tropika. 6:1, 19-32.
Gunawan, F.N. 2010. Pengaruh Kombinasi Filler (Tepung Tapioka-Tepung Beras Ketan dan
Tepung Terigu-Tepung Beras Ketan) dan Bentuk terhadap Karakteristik Kerupuk Putih
Telur. [Skripsi]. Semarang: Universitas Katolik Soegijapranata.
Illene, F. 2014. Sifat Fisikokimia dan Organoleptik Nugget Ikan Tuna dengan Penambahan
Maizena dan Tepung Menjes. [Skripsi]. Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya.
Iswara, J. A, Julianti, E dan Nurminah, M. 2019. Karakteristik Tekstur Roti Manis dari
Tepung, Pati, Serat dan Pigmen Antosianin Ubi Jalar Ungu. Jurnal Pangan dan
Agroindustri 7:4, 12-21.
Jannah, U.Q.A.N., Darimiyya, H. dan Abdul, A. J. 2016. Karakteristik Sensoris dan Kimia
pada Abon Nangka Muda (Artocarpus heterophyllus) dengan Penambahan Tempe.
Agrointek. 10:1, 48-54.
Kanoni, S., Priyanto, T. dan Anggita, E.L. 2011. Karakteristik Nugget Analog Kedelai Hitam
(Glycine max (L.) Merr). Seminar Nasional. ISBN: 978-979-17342-0-2.
Komansilan, S. 2015. Pengaruh Penggunaan Beberapa Jenis Filler terhadap Sifat Fisik
Chicken Nugget Ayam Petelur Afkir. Jurnal Zootek. 35:1, 106-116. ISSN 0852-2626.
Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Penerbit
Grasindo. Jakarta
Muljawan, R.E. dan Untung, S. 2017. Potensi Ekonomi Produk Abon dan Dendeng Nabati.
Jurnal Akses Pengabdian Indonesia. 1:2, 32-38.
Muthmainna, Sri, M.S. dan Supriadi. 2016. Pengaruh Waktu Fermentasi terhadap Kadar
Protein dari Tempe Biji Buah Lamtoro Gung (Leucaena leucocephala. Jurnal
Akademika Kimia. 5:1, 50-54.
Nisa, T.K. 2013. Pengaruh Substitusi Nangka Muda (Artocarpus heterophyllus Lmk)
terhadap Kualitas Organoleptik Nugget Ayam. Food Science and Culinary Education
Journal. 2:1, 63-71.
Prianto, A. P. 2014. Rekayasa Pembuatan Daging Iga Tiruan dari Nangka Muda (Artocarpus
Heterophyllus) sebagai Hidangan Main Course “Sintetic Rib with Mushroom Sauce”.
E-journal Boga. 3:3, 51-57.
161
Pengaruh Penambahan Tempe dan Tepung Tapioka – Hasanah, dkk
Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.8 No.3: 154-162, Juli 2020
Prihandoko, S. dan Marwati. 2015. Pengaruh Substitusi Nangka Muda (Artocarpus
heterophyllus) terhadap Sifat Kimia dan Sensoris Abon Ikan Gabus ( Chanta
striatus. Jurnal Teknologi Pertanian Universitas Mulawarman. 10:2, 58-64.
Prijambodo, O.M., Chatarina, Y.T. dan Anita, M.S. 2014. Karakteristik Fisikokimia dan
Organoleptik Sosis Ayam dengan Proporsi Kacang Merah Kukus dan Minyak Kelapa
Sawit. Jurnal Teknologi Pangan dan Gizi. 13:1, 6-11.
Puspitasari, D. 2008. Kajian Substitusi Tapioka dengan Rumput Laut (Eucheuma cottoni)
pada Pembuatan Bakso. [Skripsi]. Universitas Sebelas Maret.
Ramadhani, F. dan Erni, S.M. 2017. Pengaruh Jenis Tepung Penambahan Perenyah
terhadap Karakteristik Fisikokimia dan Organoleptik Kue Telur Gabus Keju. Jurnal
Pangan dan Agroindustri. 5:1, 38-47.
Rosyidah, A. 2017. Karakteristik Fisikokimia Keju Cedar Olahan dengan Penambahan Filler
Berbasis Singkong. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor.
Setyaningsih, D, Apriyantono, A dan Puspitasari, M. A. 2010. Analisis Sensori untuk Industri
Pangan dan Agro. IPB Press. Bogor.
Sumantri, R. A. 2007. Analisis Makanan. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Sundari, D., Almasyhuri dan Astuti, L. 2015. Pengaruh Proses Pemasakan terhadap
Komposisi Zat Gizi Bahan Pangan Sumber Protein. Media Litbangkes. 25:4, 235-242.
Suseno, T.I.P., Sutarjo, S. dan Ina, M.F. 2007. Pengaruh Jenis Bagian Daging Babi dan
Penambahan Tepung Terigu terhadap Sifat Fisikokimiawi Pork Nugget. Jurnal
Teknologi Pangan dan Gizi. 6:2, 15-25.
Tejpal, A. dan Parle, A. 2016. Jacfruit: a Health Boon. Int. J. Res. Ayurveda Pharm. 7:3, 59-
64.
162