0% found this document useful (0 votes)
54 views25 pages

Analisis Kualitas Pelayanan Dalam Menciptakan Kepuasan Konsumen Di English Ivy Coffee Jogja

1) The document discusses analyzing service quality to create customer satisfaction at English Ivy Coffee in Yogyakarta. It focuses on quality control efforts in the hospitality industry. 2) Service quality is complex and consists of five elements: reliability, responsiveness, assurance, empathy, and tangibles. Poor service quality can cause losses for companies. 3) When a hotel business can create customer satisfaction, it provides benefits like harmonious company-customer relationships, a good basis for repeat purchases and customer loyalty creation.

Uploaded by

iman kandias
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
0% found this document useful (0 votes)
54 views25 pages

Analisis Kualitas Pelayanan Dalam Menciptakan Kepuasan Konsumen Di English Ivy Coffee Jogja

1) The document discusses analyzing service quality to create customer satisfaction at English Ivy Coffee in Yogyakarta. It focuses on quality control efforts in the hospitality industry. 2) Service quality is complex and consists of five elements: reliability, responsiveness, assurance, empathy, and tangibles. Poor service quality can cause losses for companies. 3) When a hotel business can create customer satisfaction, it provides benefits like harmonious company-customer relationships, a good basis for repeat purchases and customer loyalty creation.

Uploaded by

iman kandias
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
You are on page 1/ 25

ANALISIS KUALITAS PELAYANAN DALAM

MENCIPTAKAN KEPUASAN KONSUMEN DI


ENGLISH IVY COFFEE JOGJA
(Studi Tentang Upaya Pengendalian Mutu dalam Usaha Hospitality)

Agung Setiawan1 , dan Ahmad Hasani2


1, 2, 3
STP AMPTA YOGYAKARTA
1
Email: [email protected]
2
Email: [email protected]

ABSTRAC
Customer satisfaction is the level of conformity between the
desired product and / or service with the received reality. The degree of
conformity is the result of the assessment conducted by the guests based
on their knowledge and experience. Customer satisfaction is determined
by the quality of service desired so that quality assurance becomes a top
priority and makes the benchmark of the company's competitive
advantage. To get an idea of consumer satisfaction, it is important to
know the meaning of service quality.
Quality of service is something complex consists of five
elements, namely: Reliability, Responsiveness, Assurance, Empathy, and
Tangible. The poor quality of service provided by the service provider to
the customer has been realized to cause many losses suffered by the
company. Those who are disappointed not only leave the company, but
also will tell the disadvantages of the service received to others. In
addition, the company will spend more on getting one new customer. The
lack of service quality in the economy is the highest price that grows very
fast, rather than real product prices.
When in a hotel business is able to create customer
satisfaction, customer satisfaction can provide benefits such as the
relationship between the company and its customers to be harmonious,
providing a good basis for repurchase and creation of customer loyalty,
and forming a word of mouth recommendation that profitable for the
company.
This is because consumers who come to the Hotel have
different motivation or encouragement in utilizing the services offered on
the renting of rooms, utilizing existing facilities such as meeting facilities,
entertainment and more, the privileges offered by the Hotel will be an
indicator for customer satisfaction so that the company needs to improve
the quality of its services.

Kata Kunci: Quality, Service, Loyality

PENDAHULUAN
Kegiatan pemasaran saat ini menjadi sangat penting bagi
usaha perhotelan, restoran, cafe, karena usaha tersebut
merupakan usaha jasa pelayanan yang cukup rumit
pengelolaannya dan menyediakan berbagai fasilitas yang dapat
digunakan oleh tamu-tamunya. Disamping itu, usaha dalam bidang
jasa juga dapat menunjang kegiatan para usahawan yang sedang
melakukan perjalanan usaha atau para wisatawan yang melakukan
perjalanan untuk mengunjungi daerah-daerah tujuan wisata,
membutuhkan tempat untuk makan, minum, dan hiburan. Oleh
karena itu, cafe merupakan salah satu bentuk usaha bidang jasa
yang mengedepankan kualitas pelayanan bagi para pelanggannya.
Semakin tinggi tingkat persaingan, tingkat kompleksitas
pasar dan tamu yang semakin kritis akan pasar mengakibatkan
kegiatan pemasaran pada dunia bisnis perlu dikelola secara
profesional. Karena keberhasilan perusahaan di bidang jasa
khususnya cafe, bergantung pada kemampuannya untuk
memenuhi kebutuhan dan selanjutnya untuk memuaskan
konsumen. Pada awalnya setiap tamu memiliki kebutuhan,
keinginan, dan tujuan yang berbeda. Kenyataan ini mendorong
timbulnya konsep pangsa pasar. Artinya kita berusaha
mendapatkan sekelompok orang di pasar sasaran untuk
memasarkan produk dan/atau jasa pelayanan hotel sesuai dengan
harapan tamu sehingga konsumen akan merasa puas, dan akan
terus menerus mengkonsumsi jasa pelayanan dari cafe tersebut.
Kepuasan pelanggan adalah tingkat kesesuaian antara
produk dan/atau jasa pelayanan yang diinginkan dengan
kenyataan yang diterima. Tingkat kesesuaian tersebut adalah hasil
penilaian yang dilakukan oleh tamu berdasarkan pada
pengetahuan dan pengalamannya. Kepuasan pelanggan ditentukan
oleh kualitas jasa yang dikehendaki sehingga jaminan kualitas
menjadi prioritas utama dan dijadikan tolok ukur keunggulan daya
saing perusahaan. Untuk memperoleh gambaran tentang kepuasan
konsumen, maka perlu diketahui arti kualitas pelayanan.
Kualitas pelayanan adalah sesuatu yang komplek terdiri dari
lima unsur, yaitu: Reliabilitas, Responsiveness, Assurance,
Empathy, dan Tangible. Buruknya kualitas jasa yang diberikan
penyedia jasa kepada pelanggan telah disadari mengakibatkan
banyaknya kerugian yang dialami oleh perusahaan. Mereka yang
kecewa tidak hanya meninggalkan perusahaan, tetapi juga akan
menceritakan keburukan jasa yang diterima kepada orang lain.
Selain itu perusahaan akan lebih banyak mengeluarkan biaya
untuk mendapatkan satu orang pelanggan baru. Kurangnya
kualitas jasa dibidang ekonomi merupakan harga tertinggi yang
tumbuh sangat cepat, dari pada harga produk nyata.
Bila dalam usaha cafe mampu menciptakan kepuasan
pelanggan, maka kepuasan pelanggan dapat memberikan manfaat
diantaranya hubungan antara perusahaan dan pelanggannya
menjadi harmonis, memberikan dasar yang baik bagi pembelian
ulang dan terciptanya loyalitas pelanggan, serta membentuk suatu
rekomendasi dari mulut ke mulut (word of mouth) yang
menguntungkan bagi perusahaan.
Paiwisata telah terbukti mampu menjadi solusi dalam menopang
ekonomi Negara Indonesia. Banyak industri pariwisata di berbagai daerah
telah terbukti mampu menciptakan lapangan kerja, menciptakan peluang
usaha baru, meningkatkan pendapatan daerah dan kesejahteraan sosial-
ekonomi pada umumnya (Hermawan, 2016a; dan Hermawan, 2016b).
Trend dalam ekonomi global saat ini, usaha jasa mendominasi
ekonomi global. Usaha jasa terbukti mampu menyumbang Gross
Domestik Bruto (GDP) global terbesar. Industri jasa termasuk pariwisata
dan hospitality industry menyubang sebesar 64% GDP Global, diikuti
industri manufaktur 32%, kemudian sisanya sebanyak 4% disumbang
industri pertanian/ agriculture (Lovelock, 2011).

KAJIAN LITERATUR
Usaha Hospitality
Dari beberapa litaratur keilmuan maupun asal kosa katanya,
diperoleh difinisi hospitality dalam berbagai pemahaman yang memiliki
sedikit perbedaan. Diantara berbagai pengertian yang ada adalah
sebagai berikut :
1. Secara etimologi, kata hospitality berasal dari bahasa Proto-Italic
(yang merupakan cikal bakal bahasa latin) “hospes”. Kata
“hospes” tersebut merupakan gabungan kata “hostis” yang berarti
orang asing, dan “postis” yang berarti tuan rumah.
2. Hospitality berasal dari bahasa Latin “hospitum” (atau kata
sifatnya hospitalis), yang berasal dari hospes, yang artinya “tamu”
atau “tuan rumah”. Konsep ini juga dipengaruhi oleh kata Yunani
“xenos”, yang menunjuk kepada orang asing yang menerima
sambutan atau yang melakukan penyambutan terhadap orang lain
(Hershberger, 1999). Hospitality dalam pengertian nomor 1 dan 2
diatas dimaknai dalam dimensi subjek/ pelaku .
3. Hospitality berasal dari kata “hospes” yang berarti tamu.
Hospitalitas berarti sikap sebagai tuan rumah yang baik. Sering
diartikan sebagai keramah-tamahan orang yang suka menjamu,
akrab dan dapat menciptakan suasana santai (Nouwen, 1998).
Hospitality dalam pengertian ini dimaknai sebagai bentuk kata
kerja.
4. Sedangkan dalam bahasa Inggris hospilality didifinisikan sebagai
kata friendly yang artinya “ramah” yang murah hati atau
dermawan dan memberikan hiburan kepada tamu atau orang baru.
Kadang-kadang sering digunakan untuk memberikan perlakuan
istimewa terhadap tamu yang tinggal dan menggunakan fasilitas.
Adapun industry hospitality dapat diartikan sebagai bentuk
perusahaan yang terlibat dalam penyediaan jasa untuk tamu
(Concierge Oxford Dictionary).
5. Hospitality dalam Kamus Inggris-Indonesia, memiliki makna
keramah-tamahan, kesukaan/kesediaan menerima tamu (Echols,
1976).
6. Hospitality merupakan interaksi antara tuan rumah dengan tamu
pada saat yang bersamaan mengkonsumsi makanan dan minuman
serta akomodasi (Webster, 2000).
7. Hospitality adalah sikap keramah-tamahan dalam artian merujuk
pada hubungan antara guest/tamu dan host/tuan rumah/penyedia
jasa dan juga merujuk pada aktivitas/kegiatan keramahtamahan
yaitu : penerimaan tamu, dan pelayanan untuk para tamudengan
kebebasan dan kenyamanan (Yudik B).
8. Menurut Mill (1990) :“The hospitality of an area is the general
feeling of welcome that tourists receive while visiting the area.
People do not want to go where they do not feel welcome.” Jika
diartikan secara bebas adalah tempat dimana wisatawan dapat
merasa diterima ketika mengunjungi tempat itu. Orang-orang tidak
akan datang jika mereka merasa tidak diterima.
9. Hospitality memiliki arti keramah-tamahan, kesopanan, keakraban
dan juga rasa saling menghormati. Jika dikaitkan dengan industry
pariwisata, dapat diibaratkan bahwa hospitality merupakan roh,
jiwa, semangat dari pariwisata. Tanpa adanya hospitality dalam
pariwisata, maka seluruh produk yang ditawarkan dalam
pariwisata itu sendiri seperti benda mati yang tidak memiliki nilai
untuk dijual (Pendit dalam Ambarwati, 2017)
Hospitality bukan hanya soal keramah-tamahan seperti dalam arti
sempit bahasa (hospitable). Namun hospitality yang merupakan
pengetahuan dan seni yang kompleks dalam menjual jasa, yaitu jasa
dengan pelayanan yang penuh rasa hormat dan penuh rasa kemanusiaan
sesuai kebutuhan jiwa manusia yang ingin dihormati dan dihargai
sebagai manusia seutuhnya yang memiliki akal dan budi (Hermawan,
Brahmanto, & Hamzah, 2018).
Bisnis hospitality bukan hanya tentang menjual kamar-kamar hotel
kelas elit, ataupun menjual makanan-makanan enak untuk sekedar
memenuhi kebutuhan perut. Akan tetapi bisnis hospitality adalah bisnis
yang membutuhkan jiwa atau ruh dalam sendi-sendi operasionalnya.
Hospitality adalah mengenai bagaimana menciptakan produk mati
menjadi hidup, sehingga langsung dapat menyentuh perasaan pelanggan
sebagai manusia yang juga memiliki jiwa (ruh) (Hermawan et al., 2018).
Usaha hospitality sebagai usaha jasa (pelayanan) memiliki karakter
yang lebih spesifik dalam operasionalnya. Menurut beberapa ahli
setidaknya hospitality memiliki 7 karakteristik khusus yang sedikit
berbeda jika dibandingkan bentuk usaha jasa lain. Tujuh karakteristik
khusus tersebut meliputi :
1. Intangibility
Intangibility merupakan segala hal yang dapat memberikan rasa
kehangatan kepada tamu sebagai manusia, serta kesediaan untuk
menyenangkan hati orang lain (Sulastiyono, 2008). Intangibility juga
didefinisikan sebagai variabel produk yang tidak nyata, atau sesuatu
yang susah diterjemahkan menggunakan panca indera (pengecap,
indera melihat, pendengar, dan indera peraba), akan tetapi masih
dapat dirasakan dan dialami oleh jiwa manusia melalui akal dan
perasaan, yang menentukan kepuasan (Hermawan et al., 2018).
2. Simultaneity
Simultan berarti proses produksi dan konsumsi terjadi pada saat
yang bersamaan. Pengertian lainya adalah dari Robert G. Murdick
dkk (1990) dalam Hermawan dkk (2018) menyatakan bahwa
pelayanan dapat berbentuk barang dan jasa, pada umumnya
dikonsumsi dan diproduksi secara bersamaan.
Dalam usaha jasa, pelanggan merupakan input. Jasa atau pelayanan
yang disediakan oleh penyedia jasa tidak dapat dilaksanakan tanpa
kehadiran pelanggan sebagai input pelayanan tersebut (Ariani,
2009).
Secara lebih tegas, produk hospitality hanya dapat diproduksi pada
saat bersamaan dengan waktu konsumsi pelanggan, “Proses
melayani hanya akan terjadi jika sudah ada yang akan dilayani”,
dalam hal ini waktu konsumen menikmati produk jasa juga
berpartisipasi dalam proses pembuatan (Hermawan et al., 2018).
3. Heterogeneity
Yoeti (2004) mengatakan bahwa “Jasa tidak memiliki standar ukuran
yang objektif.” Variable yang menentukan puas dan tidak puas dari
masing-masing konsumen juga akan sangat beragam, sangat relatif,
serta sangat subyektif, walaupun terhadap satu produk hospitality
yang sama (Hermawan et al., 2018).
Zeithaml dan Bitner (1996) mengatakan bahwa dampak dari karakter
produk hospitality yang heterogen menjadikan produk hospitality
akan sangat tergantung pada kinerja masing masing staf dalam
memberikan pelayanan.
4. Perisability
Perisable mengandung arti bahwa produk hospitality tidak dapat
disimpan (Lovelock, 2011). Juga dapat berarti bahwa produk
hospitality tersebut tidak bertahan lama (Hermawan et al., 2018).
5. Tangible
Tangible atau “komponen produk nyata” adalah segala sesuatu yang
dapat dilihat, disentuh/ diraba, diukur dan dihitung (Sulastiyono,
2011).
Secara umum komponen produk nyata ini termasuk tempat, desain
furniture, seragam karyawan, fasilitas-fasilitas, serta berbagai aspek
nyata lain yang memperngaruhi kepuasan pelanggan.
6. Immovability
Karakteristik produk hospitality selanjutnya adalah immovable, yang
memiliki arti tidak dapat dipindahkan (Hermawan et al., 2018).
Artinya bahwa produk hospitality hanya dapat dinikmati atau
dikonsumsi di tempat dimana produk hospitality itu dibuat.
7. Inseparability
Philip Kotler (dalam Yoeti, 2004) dan Lovelok (2011) memberi
batasan service, sebagai suatu aktivitas yang memberikan manfaat
yang ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain dalam bentuk
tidak nyata (intangible) dan tidak menimbulkan perpindahan
kepemilikan (Inseparability). Dalam bisnis hospitality, pengalaman,
kebanggaan dan naiknya nilai diri akibat manfaat produk hospitality,
merupakan sesuatu yang dibeli (Lovelock, 2011).

Pelayanan Hospitality
Yoeti (2004) mendefinisikan jasa (service) sebagai suatu produk
yang tidak nyata (intangible) dari hasil kegiatan timbal balik antara
pemberi jasa (producer) dan penerima jasa (consumer) melalui suatu
atau beberapa aktifitas untuk memenuhi kebutuhan pelanggan.
Kotler & Makens (1999) memberi batasan tentang pelayanan/
service sebagai suatu aktivitas yang memberikan manfaat, yang
ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain dalam bentuk tidak nyata
(intangible) dan tidak menimbulkan perpindahan kepemilikan
Zeithaml dan Bitner (1996) memberi batasan tentang pelayanan/
service sebagai berikut : “service is include all economic activities whose
output is not a physical product or contraction is generally consumed at
that time it is produced and provides added value in forms (such as
convenience, amusement, confort or health”. Jika diartikan secara bebas,
pelayanan memiliki makna sebagai bentuk aktifitas ekonomi yang
hasilnya bukan merupakan produk dalam bentuk fisik, atau berupa
kontruksi/ barang, yang biasa dikonsumsi pada saat yang bersamaan
dengan waktu produksi sambil memberikan nilai tambah misalnya
kenyamanan, hiburan, kesenangan, atau kesehatan.
Menurut teori beberapa ahli pelanggan menilai kualitas pelayanan
hospitality melalui dimensi-dimensi pelayanan sebagai tolok ukurnya,
yaitu:
1. Realibilitas (realibility), adalah kemampuan untuk memberikan secara
tepat dan benar jenis pelayanan sesuai yang telah dijanjikan kepada
pelanggan.
2. Responsif (Responsiveness), yaitu kesadaran atau keinginan untuk
bertindak capat dalam membantu pelanggan dan memberikan
pelayanan tepat waktu.
3. Kepastian/jaminan (Assurance), adalah pengetahuan dan kesopan
santunan serta kepercayaan diri pegawai. Dimensi assurance
memiliki ciri-ciri: kompetensi untuk memberikan pelayanan dan
memiliki sifat respek kepada tamu.
4. Empati (Empathy), memberikan perhatian individu kepada tamu
secara khusus. Dimensi empati memiliki ciri-ciri : kemauan untuk
melakukan pendekatan, memberikan perlindungan dan usaha untuk
mengerti keinginan, kebutuhan dan perasaan tamu.
5. Kemampuan akses (Access), kemampuan pendekatan dan kontak
mata
6. Courtesy, kesopanan, rasa Hormat, pertimbangan dan keramahan
personil kontak pelanggan
7. Communication, menjaga informasi dalam bahasa mereka dapat
memahami
8. Keamanan, kebebasan dari risiko, bahaya atau diragukan
9. Memahami / mengetahui pelanggan membuat upaya untuk
mengetahui kebutuhan pelanggan.
10. Nyata (Tangibles) yaitu sesuatu yang Nampak atau yang nyata yaitu:
penampilan para pegawai yang rapi, fasilitas peralatan yang bersih
dan higyene, peralatan fasilitas penunjang yang berfungsi baik dan
lain sebagainya (Parasuraman dkk., dalam Saleh & Ryan, 1991; dan
Zeithaml & Bitner, 1996).

Pengendalian Mutu
Pengertian Mutu/kualitas mencakup segala keistimewaan atau
keunggulan yang memberikan kepuasan total kepada konsumen,
meliputi keunggulan dalam kualitas produk, harga, ketepatan waktu,
pelayanan, keamanan dan pertimbangan moral.
Banyak pakar dalam organisasi yang mencoba mendifinisikan
kualitas berdasarkan sudut pandang masing-masing, sebagai berikut:
1. Mutu merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan
dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang
memenuhi atau melebihi harapan.
2. Difinisi konvensional dari kualitas biasanya menggambarkan
karakteristik langsung dari suatu produk, seperti performansi,
keandalan, mudah dalam penggunaan dan estetika. Sedangkan
difinisi strategik menyatakan bahwa kualitas adalah segala
sesuatu yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan
pelanggan (meeting the needs of customers)
3. Quality Vocabulary (ISO 8402): kualitas didefinisikan sebagai
totalitas dari karakteristik suatu produk yang menunjang
kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang
dispesifikasikan atau ditetapkan. Kualitas sering diartikan
sebagai kepuasan pelanggan atau konformansi terhadap
kebutuhan atau persyaratan
4. Performance to the standard expected by the customer.
5. Meeting the customer needs the first time and every time
6. Providing our customers with products and services
consistently meet their needs and expectations.
7. Doing the right thing right the first time, always striving for
improvement, and always satisfying the customers
8. The meaning of excellence
9. Continuous good product which a customer can trust
10.Not only satisfying customers, but delighting them innovating
creating.

Meskipun tidak ada difinisi yang bisa diterima secara universal


mengenai kualitas, namun dasar pengertiannya terdapat persamaan
yaitu dalam unsurnya sebagai berikut:
1. Kualitas/mutu meliputi usaha memenuhi atau melebihi harapan
pelanggan.
2. Kualitas/mutu mencakup produk, jasa, manusia, proses dan
lingkungan.
3. Kualitas merupakan suatu kondisi yang selalu berubah
(misalnya apa yang dianggap merupakan kualitas saat ini
mungkin dianggap kurang berkualitas pada masa mendatang).

Kualitas Pelayanan
Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berpengaruh
dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi
atau melebihi harapan (Tjiptono, 2001). Sehingga definisi kualitas
pelayanan dapat diartikan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan dan
keinginan konsumen serta ketepatan penyampaiannya dalam
mengimbangi harapan konsumen (Tjiptono, 2007).
Kualitas pelayanan (service quality) dapat diketahui dengan cara
membandingkan persepsi para konsumen atas pelayanan yang nyata-
nyata mereka terima / peroleh dengan pelayanan yang sesungguhnya
mereka harapkan / inginkan terhadap atribut-atribut pelayanan suatu
perusahaan. Jika jasa yang diterima atau dirasakan (perceived service)
sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas pelayanan dipersepsikan
baik dan memuaskan, jika jasa yang diterima melampaui harapan
konsumen, maka kualitas pelayanan dipersepsikan sangat baik dan
berkualitas.Sebaliknya jika jasa yang diterima lebih rendah daripada yang
diharapkan, maka kualitas pelayanan dipersepsikan buruk.
Menurut Kotler (2002:83) definisi pelayanan adalah setiap tindakan
atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain,
yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan
kepemilikan apapun. Produksinya dapat dikaitkan atau tidak dikaitkan
pada satu produk fisik. Pelayanan merupakan perilaku produsen dalam
rangka memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen demi tercapainya
kepuasan pada konsumen itu sendiri. Kotler juga mengatakan bahwa
perilaku tersebut dapat terjadi pada saat, sebelum dan sesudah
terjadinya transaksi. Pada umumnya pelayanan yang bertaraf tinggi akan
menghasilkan kepuasan yang tinggi serta pembelian ulang yang lebih
sering. Kata kualitas mengandung banyak definisi dan makna, orang
yang berbeda akan mengartikannya secara berlainan tetapi dari
beberapa definisi yang dapat kita jumpai memiliki beberapa kesamaan
walaupun hanya cara penyampaiannya saja biasanya terdapat pada
elemen sebagai berikut:
1. Kualitas meliputi usaha memenuhi atau melebihkan harapan
pelanggan.
2. Kualitas mencakup produk, jasa, manusia, proses dan
lingkungan
3. Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah.

Kepuasan Pelanggan
Kepuasan wisatawan adalah tingkat perasaan seseorang setelah
membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakan dibandingkan dengan
harapannya (Kotler dan Makens, 1999).
Dalam bukunya yang lain, Kotler (2002) mendefinisikan kepuasan
sebagai perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah
membandingkan antara persepsi/ kesannya terhadap kinerja (atau hasil)
suatu produk dan harapan-harapannya. Kepuasan tentang produk
dibandingkan dengan harapan wisatawan sebelum menikmati produk
hospitality dan pariwisata.
Kepuasan telah begitu lama menjadi perhatian para ahli pemasaran,
karena wisatawan yang puas akan cenderung loyal terhadap suatu
produk atau jasa. Kepuasan pelanggan merupakan faktor penentu,
apakah suatu bisnis akan berkelanjutan atau tidak (Hermawan, 2017a).
Begitu juga dalam usaha hospitality dan pariwisata, upaya untuk
menciptakan kepuasan wisatawan juga menjadi perhatian serius para
pengelola usaha.
METODE PENELITIAN
Artikel ini ditujukan untuk menggali lebih dalam tentang “PENGARUH
KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN KONSUMEN PADA
ENGLISH IVY COFFEE JOGJA”.

Metode penelitian yang digunakan merupakan metode desktiptif


kualitatif. Selain itu pendekatan kualitatif digunakan untuk memperoeh
gambaran diskriptif yang lebih luas mengenai fenomena yang diamatai
(Moleong, 2004). Karena, pendekatan kualitatif dipandang mampu
menggali pemaknaan terhadap fenomena secara lebih mendalam
(Creswell, 1994).
Lokasi penelitian di Jalan Sidomukti, Condong Catur, Depok, Sleman,
Yogyakarta. Sedangkan waktu pelaksanaanya telah dilakukan pada
tanggal 18 Maret 2018 sampai tanggal 20 Maret 2018.
Sebagai jaminan kevalidan data, dilakukan kroscek menggunakan 3
sumber data, biasa dikenal sebagai triangulasi (Hermawan, 2017b).
Responden yang menjadi narasumber utama adalah Bapak Christiandes
Yonathan selaku pemilik/ pengelola English Ivy Coffee Jogja dan kepada 2
pengunjung atas nama Hestu Nugroho dan Azaria Putri Meida.
Teknik pecarian data digunakan adalah wawancara, pengamatan,
serta kegiatan dokumentasi berupa pencatatan, dan foto-foto.
Analisis data digunakan mengacu pada kaidah-kaidah metodologi
kualitatif secara umum seperti reduksi, penyajian data, verifikasi serta
triangulasi data (Moleong, 2004; dan Brahmanto, Hermawan, & Hamzah,
2017)

HASIL DAN PEMBAHASAN


Berdasarkan data yang kami peroleh dengan metode wawancara
dan dokumentasi, terdapat keselarasan antara teori-teori yang telah
dikemukakan di atas. Seperti teori hospitality mengenai keramah
tamahan, meskipun hanya dalam arti sempit keramah tamahan, akan
tetapi teori tersebut benar-benar diterapkan di lapangan.
English Ivy Coffee Jogja yang terdapat di Jalan Sidomukti, Condong
Catur, Depok, Sleman, Yogyakarta ini berada di sekitar area persawahan,
sehingga dari segi lokasi dan konsep yang diusung English Ivy Coffee
Jogja sangat menarik. Pengunjung dimanjakan dengan suasana
ketenangan di sekirar area persawahan. Di samping itu, apabila hari
cerah, pada saat matahari terbenam, pengunjung juga dapar menikmati
langsung sunset yang berada di ufuk barat cakrawala, tepatnya di bagian
belakang English Ivy Coffee Jogja. Hal tersebut tentu menjadi bonus yang
dapat dinikmati oleh pelanggan dan suatu hal simple yang dapat
membuat pelanggan kembali lagi ke English Ivy Coffee Jogja.
Produk utama dari English Ivy Coffee Jogja yaitu single origin
coffee dan pastry. Single origin yaitu kopi yang berasal dari suatu daerah
tertentu. Dinamakan single origin karena dari setiap daerah memiliki
karakteristik kopi yang berbeda-beda. English Ivy Coffee Jogja tentu
mendatangkan kopi-kopi dengan kualitas yang terbaik, demi
mendapatkan secangkir kopi terbaik pula untuk para pelanggannya.
Dalam pembuatannya pun dibuat oleh seorang barista berpengalaman.
Metode yang digunakan adalah dengan manual brew seperti V60,
Vietnam Drip, Kalita, Tubruk, dan Frenh Press. Untuk produk pastry juga
terdapat beberapa macam seperti almond croissant, cheese croissant,
danish raisin, paw choco, dan pain au choco. Untuk menu pendukung
lainnya ada coffee bassed dan non-coffee seperti aneka macam blend
(gambaran menu terdapat di lampiran foto).
Segmen pelanggan dari English Ivy Coffee Jogja yaitu mulai dari
anak sekolah atau kuliah, orang-orang kantoran, dan juga para orang-
orang yang memiliki hobi fotografi. Suasana tenang yang dihadirkan oleh
English Ivy Coffee Jogja membuat para pelanggan khusus nya anak
sekolah dan anak kuliah lebih fokus dalam mengerjakan tugas, terlebih
English Ivy Coffee Jogja memberikan fasilitas wi-fi yang cukup kencang
sehingga lebih memanjakan para pelanggan. Untuk orang-orang
kantoran juga dapat sekedar menghilangkan penatnya selama bekerja
dengan menikmati secangkir kopi dan pastry di English Ivy Coffee Jogja.
Suasana tenang pun dapat dinikmati di tempat ini, terlebih apabila
mendekati matahari terbenam, pesonanya seakan dapat merefresh
pikiran kita. Di samping itu, para pelanggan yang memiliki hobi fotografi
juga dapat memaksimalkan skill nya dengan mengambil gambar di setiap
sudut dari cafe karena memang English Ivy menawarkan konsep yang
menarik untuk dijadikan tempat berfoto ria, bahasa kekininannya tak lain
dan tak bukan adalah instagramable. Hal ini juga dibuktikan oleh seorang
artis, Kak Virzha yang memilih English Ivy Coffee Jogja sebagai tempat
syuting untuk video klip single terbarunya yang berjudul Tentang Rindu.
(link video: https://www.youtube.com/watch?v=75aBKInkybs )
Dari segi pelayanan, karena English Ivy Coffee Jogja menggunakan
self service, para pelayan di English Ivy menekankan pada penghafalan
nama-nama pelanggan, sehingga pelanggan akan merasa tersanjung
karena nama adalah sebaik-baik harta yang dimiliki oleh seseorang, dan
para pelayan di English Ivy menyadari itu. Melalui hal yang dianggap
sepele tersebut, menghafal nama orang justru menjadi senjata yang
ampuh untuk meningkatkan kepuasan pelanggan. Loyalitas pelanggan
pun semakin terasa karena English Ivy menawarkan “loyalty card”.
Loyalty card tersebut memberikan keuntungan kepada para pelanggan,
salah satu diantaranya yaitu pelanggan akan mendapatkan minuman
gratis ketika stempel yang terdapat di loyalty card telah penuh satu
baris. Hal tersebut juga menjadi senjata yang baik untuk meningkatkan
loyalitas pelanggan terhadap English Ivy Coffee Jogja.
Disamping dari segi pelayanan yang begitu mengutamakan mutu
pelayanan itu sendiri, English Ivy Coffee Jogja juga menggunakan bahan
baku untuk produk-produknya yang memiliki kualitas yang baik. Bahan
baku yang bagus tentu akan menghasilkan produk yang bagus pula. Hal
tersebut juga menjadi keunggulan English Ivy yang senantiasa
mempertahankan kualitas produknya dengan menggunakan bahan baku
yang memiliki kualitas baik. Tidak hanya dalam segi bahan baku saja
yang dipertahankan dengan kualitas baik, akan tetapi dalam
penyimpanan hingga pengolahan menjadi produk siap saji untuk
konsumen pun dijaga kualitas dan konsistensinya. Misal dari segi
penentuan atau kalibrasi pembuatan espresso pun hanya dilakukan oleh
satu orang yaitu Head Barista yang bertanggung jawab di English Ivy. Hal
tersebut dilakukan agar konsistensi kualitas dan rasa dari espresso yang
dihasilkan stabil dan sesuai standard yang telah ditentukan oleh owner
English Ivy.

KESIMPULAN
Dari paparan di atas, penulis dapat menarik kesimpulan
bahwasannya antara kualitas pelayanan amat sangat menentukan
kepuasan pelanggan. Teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli pun
sangat baik apabila dapat diterapakan semaksimal mungkin oleh para
pemberi jasa. Seperti yang dilakukan oleh para karyawan di English Ivy
yang dapat memaksimalkan pelayanan melalui pelayanan simple namun
memberikan arti yang begitu dalam bagi pelanggan. Hal tersebut lah
yang membuat pelanggan memiliki keinginan yang kuat untuk kembali
lagi ke English Ivy Coffee Jogja.
English Ivy pun tidak hanya menjaga kualitas pelayanannya saja,
akan tetapi juga menjaga konsistensi dari kualitas produk yang
dihasilkan. Bahan baku yang bagus, konsistensi kualitas produk yang
bagus, serta pengolahan yang bagus sangat memaksimalkan apa yang
dihasilkan dan apa yang dapat diberikan kepada pelanggan. Ditambah
dengan loyalty card yang seakan-akan memperkuat hubungan antara
pelanggan dengan English Ivy dan seluruh crew yang ada di dalamnya.

SARAN
Tidak ada gading yang tak retak, begitupun penelitian ini. Kepada
para pembaca, penulis memohon maaf apabila terdapat kekurangan dan
kekeliruan di dalam makalah yang penulis buat ini. Karena penulis sendiri
hanyalah manusia yang bisa melakukan kesalahan. Kritik dan saran yang
bersifat membangun penulis harapkan dari pembaca sekalian untuk
menyempurnakan makalah ini. Akhir kata semoga makalah yang penulis
buat ini dapat bermanfaat untuk pembaca sekalian.
DAFTAR PUSTAKA
Ariani, D. W. (2009). Manajemen Operasi Jasa. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Brahmanto, E., Hermawan, H., & Hamzah, F. (2017). Strategi
Pengembangan Kampung Batu Malakasari sebagai Daya Tarik Wisata
Minat Khusus.
Creswell, J. W. (1994). Research Design–Qualitative, Quantitative, and
Mixed Method. London: SAGE Publications.
Echols, J. M. (1976). Kamus Inggris-Indonesia= An English-Indonesian
dictionary/oleh John M. Echols dan Hassan Shadily. Cornell University
Press PT Gramedia.
Fiifi, A. (2017). Hotel Resort dengan Pendekatan Arsitektur Ekologis di
Batu Malang. Universitas Sebelas Maret.
Hermawan, H. (2016a). Dampak Pengembangan Desa Wisata
Nglanggeran Terhadap Ekonomi Masyarakat Lokal. Jurnal Pariwisata,
3(2), 105–117.
Hermawan, H. (2016b). Dampak Pengembangan Desa
Wisatanglanggeran Terhadap Sosial Budaya Masyarakat Lokal. In
Seminar Nasional Ilmu Pengetahuan dan Komputer (SNIPTEK) Nusa
Mandiri (pp. 426–435). Bandung Indonesia: SNIPTEK 2016. Retrieved
from http://konferensi.nusamandiri.ac.id/prosiding/index.php/sniptek/
issue/view/1%0A
Hermawan, H. (2017a). Pengaruh Daya Tarik Wisata, Keselamatan dan
Sarana Wisata Terhadap Kepuasan serta Dampaknya terhadap
Loyalitas Wisatawan : Studi Community Based Tourism di Gunung Api
Purba Nglanggeran. Wahana Informasi Pariwisata : Media Wisata,
15(1), 562–577.
Hermawan, H. (2017b). Pengembangan Destinasi Wisata pada Tingkat
Tapak Lahan dengan Pendekatan Analisis SWOT. Jurnal Pariwisata,
4(2), 64–74.
Hermawan, H., Brahmanto, E., & Hamzah, F. (2018). Pengantar
Manajemen Hospitality. Jawa Tengah: PT Nasya Expanding
Management.
Hershberger, M. (1999). A Christian view of hospitality: Expecting
surprises. Herald Press.
Kotler, P. (2002). Manajemen Pemasaran, terjemahan Hendra Teguh,
edisi Millenium, cetakan pertama (1st ed.). Jakarta: Prenhalindo.
Kotler, Philip. 2002. Manajemen Pemasaran di Indonesia : Analisis,
Perencanaan, Implementasi dan Pengendalian. Salemba Empat. Jakarta.
Kotler, P., & Makens, J. C. (1999). Marketing for Hospitality and Tourism,
5/e. Pearson Education India.
Lovelock, C. (2011). Services Marketing, 7/e. Pearson Education India.
Mill, R. C. (1990). Tourism: the international business. Prentice-Hall
International, Inc.
Moleong, L. (2004). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda
Karya.
Nouwen, H. J. M. (1998). Reaching out: A Special edition of the spiritual
classic including Beyond the Mirror. Zondervan.
Prihatno. (2017). Modul Kuliah Pengendalian Mutu. Yogyakarta: STP
AMPTA Yogyakarta.
Saleh, F., & Ryan, C. (1991). Analysing service quality in the hospitality
industry using the SERVQUAL model. Service Industries Journal,
11(3), 324–345.
Sulastiyono, A. (2011). Manajemen penyelenggaraan hotel: seri
manajemen usaha jasa sarana pariwisata dan akomodasi. Bandung:
Alfabeta.
Tjiptono, Fandy. 2001. Strategi Pemasaran. Edisi Pertama. Andi
Ofset.Yogyakarta.
Tjiptono, Fandy. 2007. Strategi Pemasaran. Edisi Pertama. Andi Ofset.
Yogyakarta.
Webster, K. (2000). Environmental management in the hospitality
industry: a guide for students and managers. Cengage Learning
EMEA.
Yoeti, O. A. (2004). Strategi pemasaran hotel. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Zeithaml, V. A., & Bitner, M. J. (1996). Services Marketing. New York:
McGrawHill. New York: McGrawHill.
LAMPIRAN

You might also like