Penerapan Metode Peer Tutoring Untuk Meningkatkan Pemahaman
Konsep Materi Perkalian Bersusun Pada Siswa Kelas III SD
Jhon Tetiwar, Oce Datu Appulembang
[email protected] Universitas Pelita Harapan
The Implementation Of Peer Tutoring Method To Improve Conceptual Understanding On Multiple
Multiplication Material For Grade Iii B Students In Sdn Inpres Harapan
ABSTRACT
In learning Mathematics, conceptual understanding is a primary competency that the
students must acquire, because through understanding the concept the students would
understand what is being learned and are able to apply them thus they can pursue toward the
next materials. However, in the reality of a learning process, the students have not yet
understood the concept correctly. Therefore, the researcher tried to implement the peer
tutoring method. Thus this research is aimed to know that the implementation of peer tutoring
method can improve the conceptual understanding on multiple multiplication of the grade III
B students in SDN Inpres Harapan. The research method used in this research was Classroom
Action Research methodology (CAR) of Kemmis and Taggart spiral model. This research was
conducted upon the students of grade III B in SDN Inpres Harapan on August 2017 until
October 2017 within three cycles. Instruments used in this research were teacher mentor
observation sheet, teacher mentor and peer teacher interview sheet, students’ questionnaire,
as well as students’ comprehension test sheet. Based on the research result, it can be
concluded that the implementation of peer tutoring method can improve the conceptual
understanding on multiple multiplication of the grade III B students in SDN Inpres Harapan.
Keywords: peer tutoring method, conceptual understanding
Article Info
Received date: 12 Juli 2018 Revised date: 27 Agustus 2018 Accepted date: 21 September 2018
PENDAHULUAN
Pendidikan adalah proses seumur hidup yang dapat terjadi di dalam berbagai konteks dan
keadaan yang tidak terbatas (Knight, 2009 hal. 16). Van Brummelen (2009, hal.19) menyampaikan
bahwa pendidikan Kristen bertujuan untuk membantu dan membimbing para siswa menjadi murid
Yesus Kristus yang bertanggung jawab. Seorang guru Kristen harus membantu siswa untuk
mengembangkan setiap bakat unik dan kemampuan yang mereka miliki untuk menghasilkan sesuatu
yang berarti secara pribadi (Van Brummelen, 2009. hal. 22). Salah satu bakat unik dan kemampuan
yang harus dikembangkan adalah kemampuan berpikir (kognitif) siswa.
Berbicara mengenai kemampuan terkhususnya siswa kelas III SD yang mana berada pada
tahap operasional konkret, anak-anak sudah memiliki intelegensi yang merupakan proses
pembentukan pemahaman yang mana anak-anak sudah memiliki kemampuan untuk memahami
aspek-aspek kumulatif, memahami cara mengombinasikan dan kemampuan untuk mengelompokkan
(Piaget (dalam Syah, 2014, hal. 70). Johnson & Medinnus (dalam Desmita 2012, hal. 156) juga
menyampaikan bahwa pada masa ini anak sudah mengembangkan pikiran logis, mulai mampu
memahami operasi dalam sejumlah konsep, seperti 5 x 6 = 30; 30 : 6 = 5 dan mengandalkan logika
untuk memahami alam sekitar.
Berdasarkan teori diatas, maka siswa kelas 3 SD seharusnya sudah memiliki pemahaman
konsep yang baik, salah satunya dalam pembelajaran matematika dengan materi perkalian bersusun
pendek. Materi tersebut sesuai dengan kurikulum 2013 dengan Kompetensi Dasar (KD) yang
digunakan ialah menyatakan suatu bilangan sebagai jumlah, selisih, hasil kali, atau hasil bagi dua
bilangan cacah. KD tersebut menuntut siswa untuk memiliki pemahaman konsep agar mereka dapat
menyatakan suatu bilangan sebagai hasil kali, bagi, jumlah dan selisih.
302
Scholaria: Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 8 No. 3, September 2018: 302-308
Berdasarkan hasil observasi dan mengajar di kelas III B pada SDN Inpres Harapan,
ditemukan bahwa ketika siswa diminta untuk menjelaskan ulang langkah pengerjaan soal, para siswa
belum mampu menjelaskan dengan benar. Selain itu, pada akhir pembelajaran peneliti memberikan
tes kepada siswa tingkat kesulitan soal sampai pada level pemahaman. Hasil yang didapat dari 25
orang siswa, hanya 7 orang (28%) yang mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yakni 62
(lihat Lampiran A-4). Berdasarkan fakta tersebut, maka yang menjadi masalah adalah pemahaman
konsep siswa akan materi yang telah diajarkan.
Menurut Slameto (2010, hal. 65) agar siswa dapat belajar dengan baik, maka metode
mengajar harus diusahakan dengan tepat, efisien, dan efektif. Oleh sebab itu dalam upaya
meningkatkan pemahaman konsep siswa, peneliti menerapkan metode peer tutoring. Penelitian
sebelumnya pernah dilakukan oleh Hakim, Akhdinirwanto dan Ashari (2013) menggunakan metode
demonstrasi oleh tutor sebaya untuk meningkatkan pemahaman konsep IPA siswa kelas VII yang
hasilnya menunjukkan bahwa dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa. Peneliti memilih
menggunakan metode ini dikarenakan sesuai dengan kebutuhan, dan karakteristik siswa di dalam
kelas yaitu senang belajar secara berkelompok dan bertanya kepada temannya dibanding bertanya
kepada guru.
Melalui pembelajaran menggunakan metode peer tutoring, siswa akan belajar dengan
mendapatkan bantuan dan bimbingan dari teman yang pandai, yang berperan sebagai tutor. Hal
tersebut sesuai dengan pendapat Piaget (dalam Sani 2013, hal. 11) bahwa pengetahuan dibentuk
berdasarkan interaksi antara individu dengan lingkungan, dan dalam proses belajar mengutamakan
interaksi dalam kelompok sebaya. Maka dalam pembelajaran dengan metode peer tutoring siswa akan
lebih mudah memahami konsep karena terjadi interaksi di dalam kelompok sebaya dengan
menggunakan bahasa yang lebih sederhana untuk dipahami. Melalui metode peer tutoring ini siswa
dapat saling mengasihi, yang mana mereka saling mengajarkan, menghargai dan mendengarkan. Oleh
sebab itu, di sinilah letak peran seorang guru Kristen dalam pembelajaran. Sebagaimana yang
disampaikan oleh Van Brummelen (2009, hal. 60-61) yaitu menjadikan kelas sebagai komunitas yang
saling menyatakan kasih dan membantu siswa untuk menemukan diri mereka sebagai gambar dan
rupa Allah yang telah ditebus
KAJIAN PUSTAKA
Metode Peer Tutoring
Menurut Sani (2013, hal. 198-199), metode peer tutoring adalah sebuah metode yang
menuntut peserta didik untuk aktif berdiskusi dengan sesama temannya, atau mengerjakan tugas
kelompok dengan bimbingan atau arahan teman yang kompeten. Senada dengan pendapat tersebut,
Sanubari, Yamitnah dan Redjeki (2014, hal. 147) mengemukakan bahwa metode tutor teman sebaya
merupakan metode yang melibatkan siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata untuk
membantu siswa yang lain dalam memahami materi pelajaran. Indrianie (2015, hal. 128) juga
menyampaikan bahwa pembelajaran tutor sebaya adalah bagaimana mengoptimalkan kemampuan
peserta didik yang berprestasi dalam satu kelas untuk mengajarkan atau menularkan kepada teman
sebaya mereka yang kurang berprestasi, sehingga peserta didik yang kurang berprestasi bisa
mengatasi ketertinggalannya.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa metode peer tutoring
adalah metode pembelajaran yang melibatkan seluruh siswa di dalam kelompok secara aktif untuk
berdiskusi, saling mengajarkan, dan mendengarkan arahan atau bimbingan dari siswa yang pandai
sebagai tutor.
Langkah-langkah Penerapan Metode Peer Tutoring
Sani (2013, hal. 201) membagi tahapan penerapan metode peer tutoring menjadi beberapa
tahap, yakni sebagai berikut: 1) Guru menyusun kelompok belajar yang beranggotakan 3 atau 4 orang
dengan kemampuan beragam dan setiap kelompok minimal memiliki satu orang peserta didik yang
memiliki kemampuan tinggi untuk menjadi tutor teman sejawat; 2) Guru menjelaskan tentang cara
penyelesaian tugas melalui belajar kelompok dengan metode peer teaching dan peran dari setiap
anggota kelompok; 3) Guru menjelaskan materi pembelajaran kepada semua siswa dan memberi
peluang tanya jawab apabila terdapat materi yang belum jelas; 4) Guru memberikan tugas dengan
303
Penerapan Metode Peer Tutoring Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Materi Perkalian
Bersusun Pada Siswa Kelas III SD (Jhon Tetiwar, Oce Datu Appulembang)
catatan peserta didik yang kesulitan dalam mengerjakan tugas dapat meminta bimbingan kepada
teman yang ditunjukkan sebagai tutor atau guru; 5) Guru mengamati aktivitas belajar dan memberi
penilaian kompetensi; 6) Guru, tutor dan peserta didik memberikan evaluasi proses belajar mengajar
menetapkan tindakan lanjut kegiatan putaran berikutnya.
Gordon (2005, hal. 7) juga menyebutkan 5 langkah yang harus dilakukan dalam menerapkan
metode peer tutoring: 1) Selecting the tutoring partners and program goals; 2) Designing the tutoring
curriculum; 3) Tutor training; 4) Monitoring the program; 5) Evaluation. Anas (2014, hal. 69) juga
menjelaskan beberapa tahapan penerapan metode peer tutoring antara lain: 1) Merancang perlakuan;
2) Menentukan tutor; 3) Pelatihan kepada tutor yang dilakukan di dalam maupun di luar jam
pelajaran, namun guru juga harus tetap menyampaikan materi kepada semua siswa; 4) Melaksanakan,
siswa (tutee) dan tutor belajar bersama yang mana tutor memberi penjelasan dan membantu
menyelesaikan tugas dari guru; 5) Melakukan evaluasi, yang diawali dengan monitoring kemudian
evaluasi secara continue, untuk mengetahui kesulitan-kesulitan yang dihadapi tutor maupun tutee
selama berjalannya proses pembelajaran.
Berdasarkan pendapat para ahli, maka dapat disimpulkan langkah-langkah penerapan metode
peer tutoring yang juga digunakan peneliti dalam penelitian ini, yakni sebagai berikut: 1) Guru
memilih dan menentukan tutor berdasarkan nilai akademik siswa yang tinggi; 2) Guru menyampaikan
materi pembelajaran kepada semua siswa; 3) Guru memberikan pelatihan bagi siswa yang menjadi
tutor; 4) Guru membagi siswa dalam kelompok yang heterogen dengan jumlah 3-4 orang. Setiap
kelompok memiliki satu orang tutor; 5) Guru menjelaskan peran tutor dan tutee di dalam kelompok;
6) Guru memberikan tugas kepada setiap kelompok; 7) Guru meminta tutor untuk membimbing tutee
(teman) yang mengalami kesulitan; 8) Guru melakukan pemantauan dan membantu kelompok atau
tutor yang kesulitan dalam membimbing; 9) Guru memberikan tes kepada siswa yang dikerjakan
secara individu; 10) Guru memberikan kesimpulan.
Pemahaman Konsep
Pemahaman konsep merupakan suatu kemampuan yang menjadi dasar bagi siswa dalam
mengerjakan matematika (Annajmi, 2016, hal. 2). Senada dengan hal tersebut, Kilpatrick, Swafford &
Findell dalam Afrilianto (2012, hal. 193) menyampaikan bahwa pemahaman konsep (conceptual
understanding) adalah kemampuan dalam memahami konsep, operasi dan relasi dalam matematika.
Sedangkan menurut Widyastuti (2015, hal. 52) pemahaman konsep diartikan sebagai penyerapan arti
suatu materi bahan yang dipelajari. Maka siswa dinyatakan telah memahami sebuah konsep apabila
siswa mampu menyampaikan dan menjelaskan kembali konsep yang diajarkan menggunakan kalimat
sendiri dan bukan menghafal (Ginanjar & Kusmawati, 2016, hal. 266). Senada dengan hal tersebut,
Annajmi (2016, hal. 2) juga menambahkan bahwa seorang siswa memiliki pemahaman konsep yang
baik apabila mampu menjelaskan kembali konsep yang telah dipelajari, memberikan contoh dan
bukan contoh dari konsep serta menggunakan konsep dalam pemecahan masalah.
Berdasarkan penjelasan para ahli, dapat disimpulkan bahwa pemahaman konsep adalah
kemampuan dasar dalam mengartikan suatu konsep yaitu jika dapat menjelaskan ulang konsep yang
telah diterima dengan menggunakan kalimat yang dapat dimengerti serta dapat memecahkan masalah
berkaitan dengan konsep tersebut dan mengaitkan dengan konsep yang lainnya. Pemahaman konsep
matematika pada materi perkalian bersusun sesuai dengan Kompetensi Dasar (KD) yaitu menyatakan
suatu bilangan sebagai jumlah, selisih, hasil kali, atau hasil bagi dua bilangan cacah. Maka indikator
pemahaman konsep yang harus dimiliki siswa adalah 1) Siswa mampu menjabarkan langkah-langkah
operasi perkalian bersusun pendek dengan teknik menyimpan; 2) Siswa mampu menghitung hasil
operasi perkalian bersusun pendek dengan teknik menyimpan
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Menurut
Arikunto, Suhardjono & Supardi, penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh
guru dengan tujuan memperbaiki mutu praktik pembelajaran dikelasnya (2015, hal. 124). Peneliti
akan menerapkan PTK model sprila dari Kemmis dan Taggart. Model penelitian ini terdiri atas empat
tahapan, yaitu: perencanaan (planing), pelaksanaan tindakan (acting), observasi (observation), dan
refleksi (reflection) (Komara, 2012).
304
Scholaria: Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 8 No. 3, September 2018: 302-308
Penelitian dilakukan di sekolah SDN Inpres Harapan-Sentani pada kelas III B dengan jumlah
25 orang siswa yang memiliki kemampuan heterogen. Penelitian ini berlangsung dari bulan Agustus
2017 sampai Oktober 2017 dengan jumlah siklus sebanyak tiga kali. Instrumen yang digunakan untuk
mengukur keterlaksanaan penerapan metode peer tutoring adalah lembar observasi guru mentor,
lembar wawancara guru mentor dan teman sejawat serta lembar angket siswa. Untuk mengukur
tingkat pemahaman konsep siswa, peneliti menggunakan lembar tes pemahaman siswa.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan data valid yang didapat dari hasil triangulasi terhadap ketiga instrumen, yakni
hasil observasi guru mentor, hasil wawancara guru mentor dan teman sejawat serta angket siswa dapat
dilihat tingkat keterlaksanaan penerapan metode peer tutoring yang disajikan pada gambar diagram
berikut ini:
Gambar 1.
Diagram Persentase Keterlaksanaan Metode Peer Tutoring
Diagram di atas menunjukkan bahwa tingkat keterlaksanaan mencapai 100% yang artinya
penerapan metode peer tutoring sudah terlaksana.
Gambar 2.
Diagram Persentase Keterlaksanaan Metode Peer Tutoring pada Siklus II
Melalui gambar 2, menunjukkan bahwa pada siklus II metode peer tutoring sudah terlaksana.
Keterlaksanaan penerapan metode peer tutoring ini juga mampu dipertahankan pada siklus III yang
disajikan pada gambar diagram berikut ini:
305
Penerapan Metode Peer Tutoring Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Materi Perkalian
Bersusun Pada Siswa Kelas III SD (Jhon Tetiwar, Oce Datu Appulembang)
Gambar 3.
Diagram Persentase Keterlaksanaan Metode Peer Tutoring pada Siklus III
Melalui penyajian ketiga diagram di atas, terlihat bahwa penerapan metode peer tutoring
sudah terlaksana dari siklus I sampai siklus III artinya setiap langkah pada metode tersebut
dilaksanakan. Ditegaskan pula berdasarkan hasil wawancara guru mentor dan teman sejawat, peneliti
dalam menerapkan metode peer tutoring di siklus II dan siklus III lebih maksimal dari siklus
sebelumnya. Pencapaian ini tentu berdampak pada pencapaian ketuntasan setiap indikator pemahaman
konsep siswa dari siswa dari siklus I sampai siklus III. Pencapaian ketuntasan setiap indikator
pemahaman konsep disajikan pada gambar diagram berikut ini:
Gambar 4.
Diagram Pencapaian Ketuntasan Setiap Indikator pada Siklus I, Siklus II dan Siklus III
Berdasarkan penyajian data di atas, terlihat bahwa pencapaian ketuntasan siswa pada setiap
indikator pemahaman konsep mengalami peningkatan, yakni: Indikator I pada siklus I mencapai 56%
dari 25 siswa, siklus II mencapai 68% dan siklus III mencapai 92%. Indikator II pada siklus I,
persentase jumlah siswa yang tuntas sebesar 36%, siklus II mencapai 52% dan siklus III mencapai
76%.
Meningkatnya pemahaman konsep siswa disebabkan oleh beberapa faktor yang dilakukan
pada setiap tahapan metode peer tutoring. Salah satunya adalah pada langkah ke-7 yaitu guru
meminta tutor untuk membimbing tutee (teman) yang mengalami kesulitan, peneliti berulang-ulang
meminta tutor untuk membimbing tutee. Sebagai hasilnya, tutor semakin lebih baik dalam
menjalankan perannya di dalam kelompok yakni membimbing dan membantu tutee untuk memahami
konsep. Hal ini tentu sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Vasay (dalam Abdelkarim &
Abuiyada, 2016) bahwa kelebihan metode peer tutoring adalah siswa yang pintar akan menguasai
konsep, sedangkan bagi siswa yang lamban dapat memperbaiki dan mengembangkan pemahaman
mereka.
Peneliti juga sudah berusaha untuk membimbing secara berulang-ulang kelompok yang
kesulitan ketika mengerjakan soal latihan. Hal ini bertujuan untuk mengatasi kebingungan yang
dialami oleh kelompok tersebut atau tutor yang mengajari. Siswa juga diberikan kesempatan untuk
membaca tabel perkalian di dalam proses pembelajaran sehingga dapat memperkuat ingatan mereka
akan hasil perkalian bilangan satu angka yang menjadi syarat sebelum masuk dalam materi perkalian
306
Scholaria: Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 8 No. 3, September 2018: 302-308
bersusun. Hal tersebut senada dengan pendapat Sani (2013, hal. 11) bahwa diperlukan pengetahuan
prasyarat yang dapat dikaitkan dengan pengetahuan baru dalam upaya memudahkan peserta didik
memahami konsep. Selanjutnya kondisi kelas yang semakin nyaman bagi siswa untuk belajar melalui
interaksi.
Terjadinya interaksi antar tutor dan para tutee di dalam kelompok dari siklus ke siklus
sehingga dapat memperbaiki kualitas belajar siswa di dalam kelompok. Setiap tutor berusaha untuk
memahami terlebih dulu materinya agar dapat membimbing tutee atau teman kelompoknya dengan
baik. Hal ini tentunya membuat para tutor semakin mengerti karena menggali lebih lagi sebelum
mengajarkannya. Penelitia juga berusaha untuk menentukan setiap anggota kelompok dengan tepat,
yang mana memperhatikan tingkat kenyamanan siswa di dalam kelompok. Semakin baiknya kualitas
belajar di dalam kelompok sebaya dapat mempengaruhi peningkatan pemahaman konsep siswa karena
terjadinya interaksi yang baik di dalam kelompok. Sebagaimana yang disampaikan oleh Piaget (dalam
Sani, 2013) bahwa pengetahuan dibentuk berdasarkan interaksi antara individu dengan lingkungan
dan dalam proses belajar mengutamakan interaksi dalam kelompok sebaya, buka interaksi dengan
orang yang lebih dewasa. Melalui interaksi antara siswa di dalam kelompok, siswa akan lebih mudah
memahami bahasa teman sebaya karena menggunakan bahasa yang sederhana sehingga mereka dapat
memahami konsep dengan tepat.
Berdasarkan hal tersebut, ketika seorang siswa belajar, mereka seharusnya menerima
informasi sesuai dengan kemampuan mereka untuk memahami informasi. Melalui belajar bersama
teman sebaya, dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa yang diajarkan menggunakan bahasa
yang dapat dengan mudah dimengerti oleh mereka. Oleh sebab itu guru harus memfasilitasi siswa
untuk melakukan interaksi dalam proses belajar. Sanjaya (2009, hal. 198) juga menyampaikan bahwa
guru perlu mengarahkan siswa bisa mengembangkan kemampuan berpikirnya melalui interaksi
mereka. Akan tetapi dalam pembelajaran guru harus berperan lebih dari seorang fasilitator yang hanya
memfasilitasi siswa melainkan membimbing siswa untuk melayani Tuhan dengan cara mau
mendengarkan dan bertanggung jawab (Van Brummelen, 2009, hal. 34-35). Hal tersebut terlihat
melalui pembelajaran menggunakan metode peer tutoring.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa penerapan metode peer tutoring
dapat meningkatkan pemahaman konsep materi perkalian bersusun pendek pada siswa kelas III B di
SDN Inpres Harapan. Peningkatan pencapaian ketuntasan pemahaman konsep terlihat pada
pencapaian ketuntasan siswa terhadap setiap indikator pemahaman konsep. Indikator I pada siklus I
mencapai 56%, kemudian 68% di siklus II dan mencapai 92% pada siklus III. Indikator II mencapai
36% pada siklus I, kemudian di siklus II 52% dan pada siklus III mencapai 76%.
Saran dari penelitian ini adalah agar dalam pelaksanaan peer tutoring, dapat dikembangkan
lagi mengenai bimbingan terhadap tutor dengan memberikan petunjuk yang tepat mengenai tugas dan
tanggugn jawab mereka. Dalam penerapan metode ini, hubungan antar siswa perlu dipertimbangkan
agar dapat lebih maksimal dalam pelaksanaannya.
UCAPAN TERIMAKASIH
Terimakasih kepada pihak SD Kampung Harapan atas kesempatan yang diberikan kepada
peneliti untuk tugas belajar lapangannya sekaligus melakukan penelitian ini. Terimakasih kepada
pihak Teachers College UPH yang telah memberikan kesempatan internship di sekolah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Abdelkarim, R., & Abuiyada, R. (2016). The Effect of Peer Teaching on Mathematics Academic
Achievement of The Undergraduate Students in Oman. Internasional education studies.
IX(5), 124-132.
Afrilianto, M. (2012). Peningkatan Pemahaman Konsep dan Kompetensi Stategis Matematis Siswa
SMP dengan Pendekatan Metaphorical Thinking. Jurnal infinity. I(2). 192-202.
Anas, M. (2014). Mengenal Metode Pembelajaran. Pasuruan: CV. Pustaka Hulwa
307
Penerapan Metode Peer Tutoring Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Materi Perkalian
Bersusun Pada Siswa Kelas III SD (Jhon Tetiwar, Oce Datu Appulembang)
Annajmi. (2016). Peningkatan Kemampuan Pemahaman Konsep Matematik Siswa SMP Melalui
Metode Penemuan Terbimbing Berbantuan Sofware Geogebra. Journal Of Mathematics
Education And Science. II(1), 1-10.
Arikunto, S., Suhardjono, & Supardi. (2015). Penelitian Tindakan Kelas: Edisi Revisi. Jakarta: Bumi
Aksara.
Ginanjar, G., & Kusmawati, L. (2016). Peningkatan Kemampuan Pemahaman Konsep Perkalian
Melalui Pendekatan Pembelajaran Konstruktivisme Pembelajaran Matematika di Kelas 3
SDN Cibaduyut 4. Jurnal pendidikan guru sekolah dasar, I(2), 262-271.
Gordon, E., E. (2005). Peer Tutoring: A Teacher's Resource Guide. Toronto: ScarecrowEducation
Hakim, K. Akhdinirwanto, R., W., & Ashari. (2013). Penerapan Metode Demonstrasi oleh Tutor
Teman Sebaya untuk Peningkatan Pemahaman Konsep IPA Siswa Kelas VII SMP Negeri 9
Purwerejo Tahun Pelajaran 2012/2013. Radiasi, III(2), 174-177.
Indrianie, N., S. (2015). Penerapan Model Tutor Sebaya pada Mata Pelajaran Bahasa Inggris Reported
Speech terhadap Hasil Belajar Peserta Didik MAN Kota Probolinggo. Jurnal kebijakan dan
pengembangan pendidikan, I(1), 126-132.
Knight, G. R. (2009). Filsafat dan Pendidikan: Sebuah Pendahuluan dari Perspektif Kristen. Jakarta:
Universitas Pelita Harapan.
Komara, E. (2012). Penelitian Tindakan Kelas Dan Peningkatan Profesionalitas Guru. Bandung: PT
Refika Aditama
Sani., R. A. (2013). Inovasi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara
Sanjaya, W. (2009). Strategi Pembelajaran: Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta:
Kencana.
Sanubari, F., Yamitnah, S., & Redjeki, T. (2014). Penerapan Metode Pembelajaran Tutor Teman
Sebaya Dilengkapi dengan Media Interaktif Flash untuk Meningkatkan Minat dan Prestasi
Belajar Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 1 Sukoharjo Tahun Pembelajaran 2013/2014 Pada
Materi Larutan Penyangga. Jurnal pendidikan kimia, III(4), 145-154.
Slameto. (2010). Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Van Brummelen, H. (2009). Berjalan dengan Tuhan di dalam kelas: Pendekatan Kristiani untuk
Pembelajaran. Jakarta: Universitas Pelita Harapan.
Widyastuti, E. (2015). Peningkatan Kemampuan Pemahaman Konsep dan Komunikasi Matematis
Siswa dengan Menggunakan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw. Journal mathematics
education, I(1), 50-64.
308