HAKAM; Jurnal Kajian Hukum Islam
p-ISSN : 2829-5803 e-ISSN : 2580-8052
PEMIKIRAN FIQH IMAM MALIK BIN ANAS
Penulis: Abdur Rakib1), Bashori Alwi2)
1)
STAI Nurud Dhalam Sumenep 2)Fakultas Agama Islam Universitas Nurul Jadid
1)
[email protected] 2)
[email protected] ABSTRACT
Many of the salaf scholars have reached their peak in science, fiqh, and wara'-an. Throughout
the history of Islamic legal thought, we certainly know the four Imams of the Jurisprudence
School: Imam Abu Hanifah, Imam Malik bin Anas, Imam Syafi'i, and Imam Ahmad Bin
Hambal. Their schools are still practiced because their works are systematically documented,
and the data is accurate, quoted by their loyal followers. The Medina school of fiqh,
promoted by Malik bin Anas, whose monumental work al-Muwattha, is a hadith book
containing Islamic law, with 1700 legal traditions. This school developed in Morocco and
Andalusia, until now it is still spread throughout North Africa, Egypt, Sudan, Kuwait, Qatar,
and Bahrain. In terms of age, Imam Malik is the imam who ranks second after Abu Hanifa
of the four priests in Islamic law. He was born in the city of Medina in 93 H/712 AD and
died on 10 Rabi'ul Awal in 179 H/798 AD in Medina. Imam Shafi'i, also one of his students,
once said: "Malik is Allah's proof against His creatures." Imam Bukhari said: "The most
authentic isnad in the hadith is Imam Malik from Abi al-Zannad from A'raj from Abu
Hurairah." According to a narration quoted by Munawar Khalil, among Malik's primary
teachers, there were no less than 700 people. Among the many teachers, 300 people are
classified as tabi'in scholars.
keywords: Imam Malik bin Anas, Fiqh, Thought
ABSTRAK
Para ulama salaf, banyak yang telah mencapai puncak dalam bidang keilmuan, fikih,
dan ke-wara’-an. Sepanjang sejarah pemikiran hukum Islam, kita tentunya mengenal Imam-
imam madzhab fikih yang empat, yakni: Imam Abu Hanifah, Imam Malik bin Anas, Imam
Syafi’i dan Imam Ahmad Bin Hambal. Madzhab-mazhab mereka masih tetap diamalkan,
karena karya-karya mereka, terdokumentasikan secara sistematis dan data-datanya akurat,
dinukil oleh para pengikutnya yang setia. Mazhab fikih Madinah, diusung oleh Malik bin
Anas, yang karya monumentalnya al-Muwattha, merupakan kitab hadis yang berisikan hukum
Islam, dengan 1700 hadis hukum. Mazhab ini berkembang di Maroko dan Andalusia, hingga
saat ini masih tersebar diseluruh Afrika Utara, Mesir, Sudan, Kuwait, Qathar, dan Bahrain.
Imam Malik kalau ditinjau dari usianya, adalah imam yang menempati urutan kedua setelah
Abu Hanifah dari imam-imam empat serangkai dalam hukum Islam. Beliau dilahirkan di kota
Madinah pada tahun 93 H/ 712 M, dan wafat tanggal 10 Rabi’ul Awal tahun 179 H/ 798 M
di Madinah. Imam Syafi’i yang juga termasuk salah satu muridnya, pernah mengatakan:
“Malik adalah hujjah Allah atas makhluk-Nya”. Imam Bukhari berkata: “Yang paling shahih
isnadnya dalam hadis, adalah Imam Malik dari Abi al-Zannad dari A’raj dari Abu Hurairah”.
Menurut riwayat yang dinukil oleh Munawar Khalil bahwa, diantara guru imam Malik yang
utama, jumlahnya tidak kurang dari 700 orang. Diantara sekian banyak gurunya itu, terdapat
300 orang yang tergolong ulama tabi’in.
kata kunci: Imam Malik bin Anas, Fiqh, Pemikiran
Volume 6 nomor 1, Juni 2022 | 1
HAKAM; Jurnal Kajian Hukum Islam
p-ISSN : 2829-5803 e-ISSN : 2580-8052
PENDAHULUAN
Para ulama umat Islam terdahulu, yang telah mencapai puncak dalam bidang keilmuan,
fikih, dan ke-wara’-an, tak terhitung jumlahnya. Kita akan terperangah dan berdecak kagum
disaat mendengarkan tentang perihal kehidupan mereka, guru-guru dimana mereka menimba
ilmu dan murid-murid mereka yang terus merasa haus akan ilmu pengetahuan. Sepanjang
sejarah pemikiran hukum Islam, kita tentunya mengenal Imam-imam madzhab fikih yang
empat, yakni: Imam Abu Hanifah, nama lengkapnya, al-Nu’man bin Tsabit (80 – 150 H).
Imam Malik bin Anas (93 – 179 H). Imam Syafi’i, Muhammad bin Idris al-Syafi’i (150 – 204
H) dan Imam Ahmad Bin Hambal (164 – 241 H). Buah pikiran mereka sampai sekarang
masih populer dan madzhabnya masih tetap diamalkan, karena karya-karya mereka yang
monumental, terdokumentasikan secara sistematis dan data-datanya akurat, yang dinukil oleh
para pengikutnya yang setia. Madzhab-madzhab ini, hingga saat ini diamalkan oleh para
pengikutnya secara turun-temurun, yang tersebar diberbagai belahan dunia Islam.
Keempat Imam ini, dari semenjak kecil telah diarahkan dan dimotivasi untuk
menuntut ilmu. Imam Syafi’i misalnya, yang dilahirkan di Gaza dan tidak lama kemudian
ayahnya meninggal. Setelah menginjak umur 2 tahun, ibunya membawanya ke Mekah dan
mengasuhnya disana, dengan maksud supaya beliau bisa belajar ilmu-ilmu agama dari ulama-
ulama terkemuka. Adapun Imam Malik, ibunya telah mengenakan kepadanya ‘imamah sejak
kecil dan memakaikan kepadanya pakaian, yang menjadi ciri khas pakaian ulama pada waktu
itu sembari mengatakan kepadanya: Pergilah ke Rabi’ah belajarlah kepadanya tentang adab,
sebelum engkau mempelajari Ilmunya.
Pada pembahasan makalah ini, ada beberapa topik pembicaraan pokok yang berkaitan
dengan Imam Malik. yakni: Sejarah perkembangan Pemikiran mazhab fikih, Biografi Imam
Malik, Pola pemikiran atau metode istidlal imam Malik dalam istinbath hukum islam.
Perkembangan Pemikiran Mazhab Fikih
Setelah Bangsa Romawi, bangsa Arab adalah satu-satunya bangsa pada Abad
pertengahan yang memunculkan ilmu yurisprudensi, yang darinya berkembang sebuah sistem
yang independen. Sistem ini yang kemudian dikenal dengan fikih, bersumber dari kajian yang
mendalam akan Al-Qur’an dan Hadis. Fiqih adalah, disiplin ilmu yang memuat berbagai
aspek hukum Islam, mencakup seluruh perintah Allah yang tertuang dalam Qur’an dan
diterangkan oleh hadis, kemudian diwariskan kepada generasi selanjutnya. Perintah-perintah
itu meliputi aturan-aturan yang berkenaan dengan praktek ibadah, mu’amalah dan jinayat.
Volume 6 nomor 1, Juni 2022 | 2
HAKAM; Jurnal Kajian Hukum Islam
p-ISSN : 2829-5803 e-ISSN : 2580-8052
Pada perkembangannya, karena semakin meluasnya wilayah kekuasaan Islam, muncul
inovasi baru, yang melahirkan dua prinsip baru pula, yakni: Qiyas dan Ijma’, yang kemudian
disepakati oleh jumhur ulama sebagai sumber hukum Islam, disamping Qur’an dan hadis.
Hal ini juga berangkat dari dialog yang terjadi antara Rasulullah dan Mu’adz bin Jabal, yang
dikirim sebagai qadhi di Yaman dan darinya terangkum sumber-sumber hukum Islam.1
Didasari oleh perbedaan kondisi sosial dan latar belakang budaya serta pemikiran setiap
wilayah, pemikiran hukum Islam berkembang kedalam sejumlah mazhab fikih. Mazhab fikih
Irak misalnya, lebih menekankan pada penggunaan ra’yun yang tentunya berlandaskan Qur’an
dan hadis, dibanding Mazhab fikih Madinah yang lebih memberikan porsi besar kepada
hadis.2 Tokoh yang paling berpengaruh dalam mazhab ini adalah Abu Hanifah, beliau adalah
keturunan Persia yang hidup di Kufah dan Baghdad. Abu Hanifah adalah Imam Mazhab
fikih yang pertama dan tertua dari keempat mazhab yang terkenal dalam hukum Islam. Salah
seorang diantara muridnya yang masyhur adalah Abu Yusuf (w. 798) yang telah mewariskan
kepada kita pendapat utama gurunya dalam karyanya, Kitab al-Kharaj. Mazhab Hanafi
berkembang di Turki, Aghanistan, pakistan, Irak, Brazil, Amerika latin, juga di India dan Asia
Tengah.
Mazhab fikih Madinah, diusung oleh Malik bin Anas, yang karya monumentalnya al-
Muwattha 3 merupakan kitab hadis yang berisikan hukum Islam, dengan 1700 hadis hukum,
beliau mengumpulkan sunnah-sunnah Nabi, membuat rumusan pertama tentang ijma’ ahl al-
Madinah. kitab Muwattha’ menjadi kitab hukum mazhab Maliki. Mazhab ini berkembang di
Maroko dan Andalusia, hingga saat ini masih tersebar diseluruh Afrika Utara, Mesir, Sudan,
Kuwait, Qathar, dan Bahrain.
Antara Mazhab Hanafi dan Mazhab Maliki, muncul mazhab lain yang menjadi poros
tengah. Mazhab ini didirikan oleh Muhammad bin Idris al-Syafi’i. Al-Syafi’i adalah seorang
keturunan Quraisy, beliau pernah berguru kepada imam Malik di Madinah, tempat
aktifitasnya yang paling dominan adalah di Baghdad dan Kairo. Mazhab Syafi’i hingga kini
masih tersebar di Mesir, Yaman, Syiria, India selatan, Malaysia, Filipina dan Indonesia.
Mazhab keempat adalah Hambali, yang diambil dari nama pendirinya, Ahmad bin
Hambal. Beliau adalah salah seorang murid imam Syafi’i dan sangat mengedepankan hadis.
1
Philip K. Hitti, History of The Arabs, Terj. R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi (Jakarta: PT.
Serambi Ilmu Semesta, Cet. 1, 2010), 496-497.
2
Ibn Khaldun, Muqaddimah, jilid 1 dari Kitab al-‘Ibar wa Diwan al-Mubtada’ wa al-Khabar (Kairo, 1248
H), 174-175.
3
Lihat juga karya beliau, al-Mudawwanah al-Kubra (Kairo, 1323 H), 16 Jilid.
Volume 6 nomor 1, Juni 2022 | 3
HAKAM; Jurnal Kajian Hukum Islam
p-ISSN : 2829-5803 e-ISSN : 2580-8052
Pendirian Hambali ini, merupakan benteng yang kokoh terhadap berbagai bentuk serangan
pemikiran Mu’tazilah. Meskipun telah menjadi korban mihnah dan pernah diikat dengan rantai
pada masa al-Ma’mun, serta dipenjara oleh al-Mu’tashim, beliau tetap teguh pada
pendiriannya.4 kitab Musnad-nya berisi lebih dari 28 ribu hadis. Mazhab Hambali tersebar di
Saudi Arabia, Syiria dan sebagian Afrika. Namun, kini mazhab ini tidak memiliki pengikut
dalam jumlah besar diluar kelompok Wahabi.
Biografi Imam Malik Bin Anas
Imam Malik kalau ditinjau dari usianya, adalah imam yang menempati urutan kedua
setelah Abu Hanifah dari imam-imam empat serangkai dalam hukum Islam. Beliau dilahirkan
di kota Madinah pada tahun 93 H/ 712 M, dan wafat pada hari Ahad 10 Rabi’ul Awal tahun
179 H/ 798 M di Madinah pada masa pemerintahan Abbasiyah dibawah kepemimpinan
Harun al-Rasyid. Nama lengkapnya ialah, Abu Abdillah Malik bin Anas bin Malik bin Abu
‘Amir bin al-Harits. Beliau adalah keturunan bangsa Arab yang nasabnya sampai kepada
Qabilah Ashbah, yang berada di sebuah dusun di kota Himyar, Negeri Yaman. Ibunya bernama
Siti al-‘Aliyah binti Syuraikh bin Abd. Rahman bin Syuraikh al-Azdiyyah.5 Pada masa imam
Malik dilahirkan, pemerintahan Islam berada dibawah kekuasaan Sulaiman bin Abdul Malik
(Khalifah Bani Umayyah yang ketujuh). Kakeknya Abu ‘Amir, adalah salah seorang sahabat
Nabi, yang turut menyaksikan segala peperangan yang dihadiri oleh Nabi, selain perang
Badar.6
Imam Malik menuntut ilmu kepada ulama-ulama Madinah, pelajaran pertama yang
diterimanya adalah al-Qur’an, yakni bagaimana cara membaca, memahami makna dan
tafsirnya. Semenjak kecil beliau telah betul-betul menghafal al-Qur’an, lalu beliau mempelajari
hadis-hadis Nabi dengan tekun, sehingga mendapat julukan sebagai ahli hadis. 7 Sebagai
seorang ahli hadis, beliau sangat menghormati dan memuliakan hadis Nabi Muhammad
SAW, diceritakan bahwa: “Imam Malik apabila ingin menyampaikan atau mengajarkan hadis
Nabi kepada orang lain, beliau segera masuk ke kamar mandi lalu bersuci (Berwudhu atau
mandi), memakai wangi-wangian, pakaian yang bersih dan suci, lalu duduk ditempat yang
beliau istimewakan”.8
4
Philip K. Hitti, History of The Arabs ... 498-500.
5
Huzaemah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Mazhab (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, Cet. 1,
1997), 102-103.
6
M. Ali Hasan, Perbandingan Mazhab (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, Cet. 2, 1996), 195.
7
Huzaemah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Mazhab ... 103-104.
8
M. Ali Hasan, Perbandingan Mazhab ... 197.
Volume 6 nomor 1, Juni 2022 | 4
HAKAM; Jurnal Kajian Hukum Islam
p-ISSN : 2829-5803 e-ISSN : 2580-8052
Gurunya yang pertama mengajarinya adalah Abdul Rahman bin Harmuz (w. 117 H),
beliau berguru kepadanya dalam waktu yang cukup lama, sehingga beliau pernah mengatakan:
“Saya berguru kepada Ibn Hurmuz 13 tahun lamanya.” 9 Kemudian beliau belajar ilmu hadis
kepada Imam Nafi’ dan Ibn Syihab al-Zuhry, Syekh-nya dalam bidang ilmu fikih adalah
Rabi’ah bin Abdul Rahman atau dikenal dengan Rabiah al-Ra’yi (w. 136 H). Ketika para syekh-
nya memberikan ijazah bahwa ia boleh meriwayatkan dan memberikan fatwa dalam ilmu
hadis dan fikih, beliau lantas mengatakan: saya tidak akan memberikan fatwa dan
meriwayatkan suatu hadis, sampai diakui dan dibenarkan oleh 70 orang Syekh atau ulama di
bidangnya.10
Imam Syafi’i yang juga termasuk salah satu muridnya, pernah mengatakan: “Malik
adalah hujjah Allah atas makhluk-Nya”. Imam Bukhari berkata: “Yang paling shahih isnadnya
dalam hadis, adalah Imam Malik dari Abi al-Zannad dari A’raj dari Abu Hurairah”. Abu Daud
berpendapat: “yang paling shahih isnadnya adalah, Malik dari Nafi’ dari Ibn ‘Umar, kemudian
urutan selanjutnya Malik dari al-Zuhri dari Salim dari ayahnya, lalu Malik dari Abi al-Zannad
dari A’raj dari Abu Hurairah, semuanya tidak menyebutkan, kecuali riwayat yang berasal dari
Malik, para syekh-nya dan ulama-ulama yang sezaman dengan beliau dan setelahnya telah
sepakat bahawa, Malik adalah Imam dalam hadis, sangat terpercaya dan terjamin kejujuran
periwayatannya.11
Menurut riwayat yang dinukil oleh Munawar Khalil bahwa, diantara guru imam Malik
yang utama, jumlahnya tidak kurang dari 700 orang. Diantara sekian banyak gurunya itu,
terdapat 300 orang yang tergolong ulama tabi’in.12
Pola Pemikiran Imam Malik Dalam Istinbath Hukum Islam
Imam Malik adalah seorang mujtahid dalam bidang ilmu fikih, sebagaimana halnya
imam Abu Hanifah, imam Syafi’i dan Hambali. Karena ketekunan dan kecerdasannya, beliau
menjadi ulama besar, terutama dalam bidang ilmu hadis dan fikih. Al-Dahlawy mengatakan:
“Malik adalah orang yang paling ahli dalam bidang ilmu hadis di Madinah, yang paling
mengetahui keputusan Umar, yang paling mengetahui tentang pendapat-pendapat Abdullah
Ibn ‘Umar, ‘Aisyah R.A. dan sahabat-sahabat lainnya”.
9
Muhammad Abu Zahroh, Tarikh Madzahib Fiqhiyyah (Kairo: Mathba’ah al-Madaniy,tth...), 194.
10
Muhammad al-Khudhariy, Tarikh al-Tasyri’ al-Islamiy (Beirut: Dar al-Fikr, 1995), 133.
11
Muhammad bin al-Hasan al-Hajwiy, al-Fikr al-Sami Fi Tarikh al-Fiqh al-Islamiy (Beirut: Dar al-Kutub
al-‘Ilmiyyah, tth...), 447.
12
Huzaemah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Mazhab ... 104.
Volume 6 nomor 1, Juni 2022 | 5
HAKAM; Jurnal Kajian Hukum Islam
p-ISSN : 2829-5803 e-ISSN : 2580-8052
Pola pemikiran atau metode istidlal imam Malik dalam menetapkan hukum Islam, dapat
dirangkum sebagai berikut:
1. Al-Qur’an al-Karim, pengambilan hukum dari Al-Qur’an meliputi zahir-nya nash atau
keumumannya, mafhum mukhalafah, misalnya: Rasulullah SAW bersabda yang artinya,
pada hewan ternak yang digembalakan ada zakatnya, mafhum mukhalafah-nya, hewan
ternak yang diberi makan dengan biaya sendiri tidak wajib mengeluarkan zakat.13 dan
mafhum al-Aula dengan memperhatikan ‘illat-nya.
2. Al-Sunnah al-Nabawiyyah, menurut Imam malik: apabila dalil syar’i menghendaki
adanya pen-ta’wil-an, maka yang dijadikan pegangan adalah arti ta’wil tersebut. Jika
terdapat pertentangan antara makna zahir al-Qur’an dengan makna yang terkandung
dalam Sunnah, maka yang diambil adalah makna zahir al-Qur’an, tetapi apabila makna
yang dikandung oleh al-Sunnah tadi dikuatkan oleh ijma’ ahl al-Madinah, maka ia lebih
mengedepankan makna yang terkandung dalam Sunnah daripada zahir al-Qur’an,
sunnah yang dimaksud disini adalah Sunnah al-Mutawatirah.
3. Ijma’ Ahl al-Madinah, yaitu ijma’ yang asalnya dari al-Naql, hasil dari mengikuti
Rasulullah SAW, bukan dari hasil ijtihad ahl al-Madinah, seperti tentang ukuran mud, sha’
dan penentuan suatu tempat, seperti tempat mimbar Nabi atau tempat dilakukannya
amalan-amalan rutin seperti adzan ditempat yang tinggi dan lain sebagainya. Ijma’
semacam ini yang dijadikan hujjah oleh imam Malik. Dikalangan Mazhab Maliki, ijma’
ahl al-Madinah lebih diutamakan daripada khabar ahad, sebab menurut mereka ijma’ ahl
al-Madinah merupakan pemberitaan dari jama’ah atau banyak orang, dibanding khabar
ahad yang hanya diberitakan oleh perorangan.14 Dalam hal ini, Imam Malik menukil
perkataan syekhnya Rabi’ah bin Abdul Rahman: “Alfun ‘an alfin khairun min wahidin ‘an
wahidin”.15 Ijma’ ahl al-Madinah ini da beberapa tingkatan:
a. Kesepakatan ahl al-Madinah yang landasannya al-Naql.
b. Amalan ahl al-Madinah sebelum terbunuhnya Utsman bin ‘Affan. Ijma’ ahl al-Madinah
yang terjadi sebelum masa itu merupakan hujjah bagi mazhab Maliki. Hal ini
didasarkan bahwa, belum pernah didapatkan adanya amalan ahl al-madinah di masa-
masa itu yang bertentangan dengan Sunnah Rasulullah SAW.
13
Muhammad Abu Zahroh, Tarikh Madzahib Fiqhiyyah ... 232.
14
Huzaemah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Mazhab ... 104-107.
15
Muhammad Abu Zahroh, Tarikh Madzahib Fiqhiyyah ... 234.
Volume 6 nomor 1, Juni 2022 | 6
HAKAM; Jurnal Kajian Hukum Islam
p-ISSN : 2829-5803 e-ISSN : 2580-8052
c. Amalan ahl al-madinah yang dijadikan pen-tarjih antara dua dalil yang saling
bertentangan. Artinya, ketika bertentangan, maka dalil yang diperkuat oleh amalan
ahl al-madinah yang dijadikan hujjah menurut mazhab Maliki.
d. Amalan ahl al-madinah setelah masa-masa yang menyaksikan langsung amalan Nabi
SAW. Amalan ahl al-madinah seperti ini, tidak bisa dijadikan sebagai hujjah.
4. Fatwa Sahabat, maksudnya sahabat besar yang pengetahuan mereka terhadap suatu
masalah berdasarkan al-Naql. Sahabat yang dimaksud misalnya: Khulafa al-Rasyidin,
Mu’adz, Ubay, Ibnu ‘Umar, Ibnu ‘Abbas dan yang setara dengan mereka. 16 Menurut
imam Malik, para sahabat tidak akan mengeluarkan fatwa, kecuali atas dasar apa yang
betul-betul dipahami dari Rasulullah SAW. Namun beliau mensyaratkan bagi fatwa
sahabat tersebut, tidak boleh bertentangan dengan hadis marfu’. Fatwa sahabat yang
terpenuhi syaratnya tadi, lebih dikedepankan dari pada qiyas.
5. Khabar Ahad dan Qiyas, imam Malik tidak mengakui khabar ahad sebagai sesuatu yang
datang dari Rasulullah, jika khabar tersebut bertentangan dengan sesuatu yang sudah
dikenal luas oleh masyarakat Madinah, kecuali khabar ahad tadi dikuatkan oleh dalil-dali
lain yang qath’iy. Dalam menggunakan khabar ahad, kadang beliau mengedepankan qiyas
daripada khabar ahad, kalau khabar ahad itu tidak dikenal kalangan masyarakat madinah.
Tidak dikenalnya khabar itu oleh masyarakat madinah, membuktikan bahwa khabar
tersebut tidak berasal dari Rasulullah SAW, sehingga dalam hal ini, beliau lebih memilih
menggunakan qiyas.17
6. Al-Istihsan, menurut mazhab Maliki, Istihsan adalah: “Menggali hukum dengan
mengambil maslahah yang merupakan bagian dalam dalil bersifat kully atau menyeluruh
dengan maksud mengutamakan al-Istidlal al-Mursal daripada qiyas, sebab dengan
menggunakan istihsan, tidak berarti hanya mendasarkan pada pertimbangan perasaan
semata, melainkan berdasarkan pertimbangan maksud pembuat syara’ secara
keseluruhan.” Dari definisi tadi jelas bahwa, istihsan lebih mengedepankan maslahah
juz’iyyah atau masalah tertentu dibandingkan dengan dalil kully atau dalil yang umum
atau dengan kata lain, istihsan adalah beralih dari satu qiyas ke qiyas lain yang dianggap
lebih kuat dilihat dari tujuan syari’at diturunkan. Artinya jika terdapat satu masalah yang
menurut qiyas semestinya diterapkan hukum tertentu, tetapi dengan hukum itu ternyata
akan menghilangkan suatu maslahah atau membawa mudharat tertentu, maka ketentuan
16
Muhammad bin al-Hasan al-Hajwiy, al-Fikr al-Sami Fi Tarikh al-Fiqh al-Islamiy ... 461.
17
Huzaemah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Mazhab ... 107-109.
Volume 6 nomor 1, Juni 2022 | 7
HAKAM; Jurnal Kajian Hukum Islam
p-ISSN : 2829-5803 e-ISSN : 2580-8052
qiyas yang demikian, harus dialihkan ke qiyas lain yang tidak berdampak akibat negatif.
Ibnu al-‘Araby, yang bermazhab Maliki mengatakan bahwa, istihsan menurut mazhab
Maliki, bukan berarti meninggalkan dalil dan menetapkan hukum berdasarkan ra’yun
semata, melainkan berpindah dari satu dalil ke dalil lain yang lebih kuat yang
kandungannya berbeda dari dalil yang ditinggalkan tersebut. Dalil yang kedua itu dapat
berwujud ijma’ atau ‘urf atau maslahah mursalah, atau kaidah:Raf’u al-Haraj wa al-
Masyaqqah.
7. Al-Maslahah al-Mursalah, adalah maslahah yang tidak ada dalil khusus yang menganggap
atau membatalkannya,18 yakni kembali kepada tujuan diturunkannya syari’at. Tujuan
syari’at diturunkan dapat diketahui melalui al-Qur’an, hadis atau ijma’. Untuk
menjadikan maslahah mursalah sebagai dasar hukum, ada beberapa syarat yang harus
dipenuhi, diantaranya:
a. Maslahah itu tidak bertentangan dengan pokok-pokok ajaran Islam dan dalil qath’iy.
b. Maslahah itu dapat diterima oleh orang-orang yang berilmu pengetahuan.
c. Hendaknya maslahah itu, mengatasi kesulitan yang telah diakui syari’at
kebenarannya.
d. Bersifat umum dan tidak bertentangan dengan ketentuan nash atau ijma’.19 Contoh
maslahah mursalah: ketika kita melihat dikas negara dan kita mendapatkan bahwa,
dananya tidak mencukupi untuk keperluan negara, seperti honor para tentara dan
guru-guru, maka bagi pemimpin negara hendaknya menarik uang dari para orang
kaya untuk menutupi keperluan negara, demi kepentingan bersama.20
8. Sadd al-Zara’i, imam Malik menggunakan ini sebagai sandaran hukum. Menurut beliau,
semua jalan atau sebab yang menuju kepada yang haram, hukumnya haram, sebaliknya
semua jalan yang menuju kepada yang halal, halal hukumnya.
9. Istishhab, adalah tetapnya suatu ketentuan hukum untuk masa kini atau yang akan
datang, berdasarkan atas ketentuan hukum yang sudah ada di masa lampau. Imam
Malik menjadikannya pula sebagai landasan hukum. Misalnya: seorang yang telah yakin
sudah berwudhu dan dikuatkan lagi, bahwa ia baru saja menyelesaikan shalat shubuh,
kemudian datang keraguan tentang sudah batal atau belum wudhunya, maka hukumnya
adalah belum batal wudhunya, berpegang pada hukum yang pertama.
18
Muhammad Abu Zahroh, Tarikh Madzahib Fiqhiyyah ... 236.
19
Huzaemah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Mazhab ... 109-111.
20
Mushthafa al-Syak’ah, al-Aimmah al-Arba’ah (Beirut: Dar al-Kitab al-Lubnany, 1991), 110.
Volume 6 nomor 1, Juni 2022 | 8
HAKAM; Jurnal Kajian Hukum Islam
p-ISSN : 2829-5803 e-ISSN : 2580-8052
10. Syar’u Man Qablana Syar’un Lana, menurut Qadhy Abul Wahab al-Maliki, bahwa Imam
Malik menggunakannya sebagai landasan hukum. Tetapi menurut Muhammad Musa,
tidak ditemukan secara jelas pernyataan imam Malik tentang hal itu. Menurut Abdul
Wahab Khallaf, bahwa apabila al-Qur’an dan al-Sunnah al-Shahihah menyebutkan
suatu hukum yang pernah diberlakukan pada umat terdahulu melalui para Rasul, dan
hukum-hukum tersebut diaminkan pula dalam al-Qur’an atau al-Sunnah, maka hukum-
hukum tersebut masih berlaku pula bagi kita. Contohnya: Surat al-Baqarah ayat 183,
tentang kewajiban berpuasa. Selanjutnya, jika dalam al-Qur’an dan hadis menyatakan,
bahwa hukum-hukum tersebut telah di-nasakh, maka hukum-hukum tersebut tidak lagi
berlaku bagi kita. Contoh: Syari’at Nabi Musa, tiap orang dari umatnya jika berbuat
maksiyat, tidak boleh lagi bertobat kecuali dengan cara bunuh diri. Hukum tersebut
pernah dipraktekkan Nabi Musa, tetapi tidak berlaku bagi kita, sebagaimana disebutkan
al-Qur’an Surat al-Baqarah, ayat 186.21
KESIMPULAN
Imam Malik adalah imam yang menempati urutan kedua setelah Abu Hanifah. Beliau
dilahirkan di kota Madinah pada tahun 93 H/ 712 M, dan wafat pada tahun 179 H/ 798 M
di Madinah. Nama lengkapnya ialah, Abu Abdillah Malik bin Anas bin Malik bin Abu ‘Amir
bin al-Harits. Beliau adalah keturunan bangsa Arab yang nasabnya sampai kepada Qabilah
Ashbah, yang berada di sebuah dusun di kota Himyar, Negeri Yaman. Gurunya yang pertama
mengajarinya adalah Abdul Rahman bin Harmuz, Kemudian beliau belajar ilmu hadis kepada
Imam Nafi’ dan Ibn Syihab al-Zuhry, Syekh-nya dalam bidang ilmu fiqih adalah Rabiah al-
Ra’yi. Pola pemikiran atau metode istidlal imam Malik dalam menetapkan hukum Islam adalah
dengan menggunakan: al-Qur’an, Sunnah, Ijma’ ahl al-Madinah, Fatwa Sahabat, Khabar
Ahad, Qiyas, al-Istihsan, al-Mashlahah al-Murasalah, Sadd al-Zara’i, Istishab dan Syar’u Man
Qablana Syar’un Lana.
DAFTAR PUSTAKA
Hajwiy (al), Muhammad bin al-Hasan. al-Fikr al-Sami Fi Tarikh al-Fiqh al-Islamiy. Beirut: Dar
al-Kutub al-‘Ilmiyyah, tth...
Hasan, M. Ali. Perbandingan Mazhab. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, Cet. 2, 1996.
21
Huzaemah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Mazhab ... 112-113.
Volume 6 nomor 1, Juni 2022 | 9
HAKAM; Jurnal Kajian Hukum Islam
p-ISSN : 2829-5803 e-ISSN : 2580-8052
Hitti, Philip. K. History of The Arabs, Terj. R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi.
Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, Cet. 1, 2010.
Khaldun, Ibnu. Muqaddimah, jilid 1 dari Kitab al-‘Ibar wa Diwan al-Mubtada’ wa al-Khabar. Kairo,
1248 H.
Khudhariy (al), Muhammad. Tarikh al-Tasyri’ al-Islamiy. Beirut: Dar al-Fikr, 1995.
Syak’ah (al), Mushthafa. al-Aimmah al-Arba’ah. Beirut: Dar al-Kitab al-Lubnany, 1991.
Sunarto, Muhammad Zainuddin, and Karmilah Liana. "Interaksi Wanita Iddah Melalui
Media Sosial." Jurnal Islam Nusantara 4.2 (2021): 160-171.
Yanggo, Huzaemah Tahido. Pengantar Perbandingan Mazhab. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, Cet.
1, 1997.
Zahroh, Muhammad Abu. Tarikh Madzahib Fiqhiyyah. Kairo: Mathba’ah al-Madaniy, tth...
Volume 6 nomor 1, Juni 2022 | 10