0% found this document useful (0 votes)
118 views15 pages

Pilihan Teknik Graft Konjungtiva Pada Prosedur Eksisi Pterygium Serial Kasus. Annisak Fitriyana

This document reports on three case studies of different conjunctival autograft techniques used to treat pterygium. Case 1 involved a 50-year-old woman who underwent sliding flap pterygium excision and conjunctival autograft for her right eye. Case 2 was a 32-year-old man who underwent rotational flap pterygium excision for his left eye. Case 3 was a 55-year-old woman who underwent modified conjunctival autograft for double head pterygium in her left eye. The summary examines different surgical excision and conjunctival graft techniques for treating pterygium based on the grades of pterygium and surgeon's preference.

Uploaded by

gr6f8fmwpp
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
0% found this document useful (0 votes)
118 views15 pages

Pilihan Teknik Graft Konjungtiva Pada Prosedur Eksisi Pterygium Serial Kasus. Annisak Fitriyana

This document reports on three case studies of different conjunctival autograft techniques used to treat pterygium. Case 1 involved a 50-year-old woman who underwent sliding flap pterygium excision and conjunctival autograft for her right eye. Case 2 was a 32-year-old man who underwent rotational flap pterygium excision for his left eye. Case 3 was a 55-year-old woman who underwent modified conjunctival autograft for double head pterygium in her left eye. The summary examines different surgical excision and conjunctival graft techniques for treating pterygium based on the grades of pterygium and surgeon's preference.

Uploaded by

gr6f8fmwpp
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
You are on page 1/ 15

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN


PUSAT MATA NASIONAL RUMAH SAKIT MATA CICENDO
BANDUNG

Laporan Kasus : Pilihan Teknik Graft Konjungtiva pada Prosedur Eksisi


Pterygium, Serial Kasus
Penyaji : Annisak Fitriyana
Pembimbing : dr. Angga Fajriansyah, SpM(K)

Telah diperiksa dan disetujui oleh


Pembimbing Unit Infeksi Imunologi

dr. Angga Fajriansyah, SpM(K)

Rabu, 30 Juni 2021

Pukul 13.00 WIB


1

DIFFERENT CONJUNCTIVAL AUTOGRAFT TECHNIQUES IN


PTERYGIUM SURGICAL EXCISION, A CASE SERIES

Abstract
Introduction : Pterygium is a common ocular surface pathology characterized by a wing-
shaped fibrovascular growth that extends from the conjunctiva onto the nasal, temporal,
or both aspects of the cornea. There are many techniques available for pterygium removal,
from simple excision to excision and repair of the defect with modified techniques including
simple conjunctival autograft, modified conjunctival autograft, conjunctival sliding flap
and conjunctival rotational flap.
Purpose : To review case series and to comprehend different surgical excision and
conjunctival graft techniques for treatment of pterygium.
Case series : Case 1. A 50-year-old woman presented with a grade II pterygium in both of
her eyes. A raised lesion was observed on the nasal conjunctiva that extended slightly onto
the nasal cornea. She was undergone sliding flap pterygium excision for her right eye. Case
2. A 32-year-old man presented with a grade II pterygium in his left eye. He had first
noticed the changed appearance on his left eye that increased in size and was spreading
across his left eye. He was then undergone rotational flap pterygium excision for his left
eye. Case 3 A-55-year old woman presented with a grade II-III double head pterygium, she
was later undergone modified conjunctival autograft double head pterygium excision for
his left eye.
Conclusion : The choices of surgical excision techniques for pterygium depends on the
grades of the pterygium and operator’s preference.
Keywords : Pterygium, conjunctival autograft, conjunctival sliding flap, conjunctival
rotational flap, modified conjunctival autograft.

I. Pendahuluan
Pterygium merupakan pertumbuhan jaringan fibrovaskular berbentuk sayap
yang meluas dari konjungtiva ke bagian nasal dan atau temporal dari kornea.
Kejadian pterygium umum terjadi diseluruh dunia terutama pada negara-negara
beriklim tropis yang berada dekat dengan garis equator atau disebut sebagai
“pterygium belt”. Prevalensi pterygium secara global mencapai 5-12%, sedangkan
satu dari sepuluh orang dewasa diatas 21 tahun di Asia dapat mengalami pterygium.
Penelitian yang dilakukan oleh Gazzard G et al mengenai prevalensi pterygium di
Indonesia khususnya di provinsi Sumatera menunjukan pterygium terjadi 16.1%
lebih banyak pada usia diatas 40 tahun. Berbagai faktor risiko dapat memicu
terjadinya pterygium dengan paparan sinar ultraviolet menjadi faktor risiko utama.
Patogenensis dari pterygium sampai saat ini masih belum sepenuhnya diketahui.
Konjungtivalisasi kornea pada pterygium terjadi akibat paparan sinar ultraviolet
kronik yang merangsang kerusakan sel induk limbal serta dapat memicu
2

peningkatan regulasi sitokin proinflamasi dan faktor pertumbuhan yang menjadi


faktor utama terbentuknya pterygium.1–6
Terapi pembedahan pada pterygium diindikasikan jika terdapat peradangan
berulang, penurunan tajam penglihatan yang menginduksi astigmat, gangguan
pemakaian lensa kontak, gangguan gerak bola mata, kecurigaan kearah neoplasia
dan indikasi kosmetik. Terdapat beberapa teknik bedah eksisi pterygium
diantaranya eksisi bare sklera, pencangkokan jaringan menggunakan graft
konjungtiva, transplantasi membran amnion dan autograft limbal-konjungtiva.
Eksisi pterygium yang meninggalkan sklera tetap terbuka dikaitkan dengan risiko
rekurensi, perforasi, terbentuknya granuloma serta komplikasi pada kornea seperti
dellen dan neovaskularisasi, sehingga eksisi pterygium yang meninggalkan sklera
tetap terbuka telah ditinggalkan. Terdapat beberapa teknik menutup bare sklera
setelah eksisi pterygium menggunakan konjungtiva, diantaranya : conjunctival
autograft (CAG), conjunctival sliding flap, conjunctival rotational flap dan
modified conjunctival autograft. 7–10
Tujuan penulisan ini adalah untuk melaporkan serial kasus dan memahami
berbagai teknik graft konjungtiva pada prosedur eksisi pterygium untuk tatalaksana
kasus pterygium primer dalam praktik klinis di Unit Infeksi dan Imunologi Pusat
Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung.

II. Kasus 1
Ny. D 50 tahun datang dengan keluhan kedua mata terdapat selaput sejak satu
tahun SMRS. Keluhan disertai dengan rasa mengganjal dan kedua mata sering
merah hilang timbul terutama jika terkena angin dan debu. Pasien merupakan ibu
rumah tangga, riwayat sering terpapar sinar matahari diakui pasien saat bekerja
sebagai penjual sayur keliling lima tahun yang lalu. Pasien sudah pernah berobat ke
RSUD Majalaya dikatakan terdapat selaput dan disarankan untuk operasi. Pasien
kemudian dirujuk ke RSMC.
Hasil pemeriksaan pada tanggal 28 April 2021 didapatkan tanda vital dalam
batas normal. Pada pemeriksaan oftalmologi didapatkan tajam penglihatan mata
kanan 0.4 pinhole 1.0 dan penglihatan mata kiri 1.0. Pemeriksaan tekanan bola mata
3

dengan menggunakan tonometer non kontak mata kanan 12mmHg dan mata kiri
14mmHg. Pemeriksaan segmen anterior palpebra pada mata kanan dan kiri dalam
batas normal, konjungtiva bulbi mata kanan dan kiri pada bagian nasal didapatkan
adanya pterygium grade II, pemeriksaan kornea mata kanan dan kiri bagian nasal
didapatkan adanya pterygium head. Bilik mata depan mata kanan dan kiri
didapatkan Van Herrick grade III dengan flare dan cell negatif. Pada pemeriksaan
pupil dan iris mata kanan dan kiri didapatkan bulat dan tidak terdapat sinekia.
Pemeriksaan lensa pada mata kanan agak keruh dan pada mata kiri didapatkan
jernih. Pasien didiagnosa dengan pterygium gr II ODS + KSI OD. Pasien
direncanakan untuk dilakukan tindakan eksisi pterygium + CAG OD dalam MAC.

(a) (b)

Gambar 2.1 Klinis mata kanan Ny. D. Gambar (a) mata kanan Ny. D
sebelum operasi. Gambar (b) mata kanan Ny. D setelah operasi
Dikutip dari : PMN RS Mata Cicendo

Pada tanggal 5 Mei 2021 dilakukan eksisi pterygium + CAG OD dalam MAC.
Tindakan eksisi pterygium dilakukan dengan teknik conjunctival sliding flap.
Pertama, dilakukan injeksi lidokain pada pterygium mata kanan dan dilakukan
eksisi badan pterygium pada daerah nasal mata kanan, selanjutnya dilakukan eksisi
kepala pterygium dengan menggunakan blade No.15 pada kornea hingga bersih.
Dilakukan pengambilan graft konjungtiva dengan menginjeksikan lidokain pada
daerah konjungtiva bulbi superior, selanjutnya dilakukan pengguntingan
konjungtiva bulbi superior pada daerah limbus membentuk huruf “L”. Graft
konjungtiva yang telah digunting kemudian ditarik ke arah bare sklera dengan
posisi limbus to limbus. Dilakukan hecting interrupted menggunakan ethylon 10.0
sebanyak sepuluh suture dan dilakukan pengguntingan sisa flap yang menutupi
kornea. Pasien diberikan terapi pasca operasi obat tetes antibiotik berisi Polymixin
4

B Sulfate 10.000IU, Neomycin Sulphate 3.5mg, Dexamethasone 1.0mg 6xOD,


aritifical tears 6xOD dan Asam Mefenamat 3x500mg.

Gambar 2.2 Intraoperasi mata kanan Ny. D. Gambar (a) teknik pengguntingan
graft berbentuk huruf “L”. Gambar (b) teknik sliding flap pada bare
sklera mata kanan Ny.D. Gambar (c) hecting interrupted pada flap.
Gambar (d) Hasil akhir operasi pterygium teknik sliding flap Ny. D.
Dikutip dari : PMN RS Mata Cicendo

III. Kasus 2
Tn. C 35 tahun datang dengan keluhan mata kiri terdapat selaput sejak 12 tahun
SMRS, selaput bermula muncul di bagian putih bola mata dan dirasakan semakin
melebar kebagian hitam bola mata sejak 1 tahun. Keluhan disertai dengan rasa
mengganjal, terasa kering dan berair pada mata kiri. Pasien juga mengeluhkan mata
kiri sering merah hilang timbul terutama jika terkena angin sejak satu tahun
terakhir, serta sedikit mengganggu penglihatan. Pasien merupakan seorang supir
travel. Pasien mengaku sering terpapar sinar matahari saat melakukan olahraga bola
di lapangan. Pasien mengaku belum pernah memeriksakan keluhannya ke dokter
mata sebelumnya.
Hasil pemeriksaan pada tanggal 19 Mei 2021 didapatkan tanda vital dalam
batas normal. Pada pemeriksaan oftalmologi didapatkan tajam penglihatan mata
kanan 1.0 dan penglihatan mata kiri 0.4 pinhole 1.0. Pemeriksaan tekanan bola mata
dengan menggunakan tonometer non kontak mata kanan 15mmHg dan mata kiri
14mmHg. Pemeriksaan segmen anterior palpebra pada mata kanan dan kiri dalam
batas normal, konjungtiva bulbi mata kanan dalam batas normal dan mata kiri pada
bagian nasal didapatkan adanya pterygium grade II. Pemeriksaan kornea mata
5

kanan didapatkan adanya sikatriks dan pada kornea mata kiri bagian nasal
didapatkan adanya pterygium head. Bilik mata depan mata kanan dan kiri
didapatkan Van Herrick grade III dengan flare dan cell negatif. Pada pemeriksaan
pupil dan iris mata kanan dan kiri didapatkan bulat dan tidak terdapat sinekia.
Pemeriksaan lensa pada mata kanan dan kiri didapatkan jernih. Pasien didiagnosa
dengan pterygium gr II OS + Susp refractive error OS dan direncanakan untuk
dilakukan tindakan eksisi pterygium + CAG OS dalam MAC.

(a) (b)

Gambar 3.1 Klinis mata kiri Tn. C. Gambar (a) mata kiri Tn. C
sebelum operasi. Gambar (b) mata kiri Tn. C setelah
operasi
Dikutip dari : PMN RS Mata Cicendo

Pada tanggal 25 Mei 2021 pasien dilakukan tindakan eksisi pterygium + CAG
OS dalam MAC. Tindakan eksisi pterygium dilakukan dengan teknik conjunctival
rotational flap. Pertama, dilakukan injeksi lidokain pada pterygium mata kiri,
selanjutnya dilakukan eksisi kepala pterygium pada daerah nasal mata kiri dan
dilakukan eksisi kepala pterygium dengan menggunakan blade No.15 pada kornea
hingga bersih. Selanjutnya diberikan 5 FU pada bagian bare sklera mata kiri.
Dilakukan pengambilan graft konjungtiva dengan menginjeksikan lidokain pada
daerah konjungtiva bulbi superior, selanjutnya dilakukan pengguntingan
membentuk huruf “U” pada sisi temporal, superior dan limbus pada bagian
konjungtiva bulbi. Sisi graft konjungtiva yang telah digunting kemudian ditarik ke
bagian bare sklera. Dilakukan hecting interrupted menggunakan ethylon 10.0
sebanyak delapan suture. Pasien diberikan terapi pasca operasi obat tetes antibiotik
berisi Polymixin B Sulfate 10.000IU, Neomycin Sulphate 3.5mg. Dexamethasone
1.0mg 6xOS, artificial tears 6xOS dan Asam Mefenamat 3x500mg.
6

Gambar 3.2 Intraoperasi mata kiri Tn. C. Gambar (a) Pemberian 5FU pada bare
sklera. Gambar (b), (c) dan (d) teknik pengguntingan graft berbentuk
huruf “U”. Gambar (e) teknik rotational flap kearah bare sklera.
Gambar (f) Hasil akhir operasi pterygium teknik rotational flap Tn. C.
Dikutip dari : PMN RS Mata Cicendo

IV. Kasus 3
Ny. R 55 tahun datang ke poli infeksi dan Imunologi RSMC dengan keluhan
utama terdapat selaput pada kedua sisi mata kiri sejak 2 tahun, selaput dirasakan
semakin melebar sejak 1 tahun terakhir. Keluhan disertai dengan rasa mengganjal
dan merah hilang timbul terutama jika terkena debu dan angin. Pasien merupakan
seorang ibu rumah tangga, riwayat terpapar sinar ultraviolet diakui oleh pasien saat
aktif sebagai kader di daerah rumahnya dalam memberi penyuluhan kepada warga.

(a) (b) (c)

Gambar 4.1 Klinis mata kiri Ny. R. Gambar (a) mata kiri Ny. R sebelum
operasi. Gambar (b) dan (c) mata kiri bagian nasal dan temporal
Ny. R setelah operasi
Dikutip dari : PMN RS Mata Cicendo

Hasil pemeriksaan pada tanggal 10 Maret 2021 didapatkan tanda vital dalam
batas normal. Pada pemeriksaan oftalmologi didapatkan tajam penglihatan mata
kanan 1.0 dan penglihatan mata kiri 1.0. Pemeriksaan tekanan bola mata dengan
menggunakan tonometer non kontak mata kanan 14mmHg dan mata kiri 16mmHg.
7

Pemeriksaan segmen anterior palpebra pada mata kanan dan kiri dalam batas
normal, konjungtiva bulbi mata kanan dalam batas normal dan mata kiri pada
bagian nasal didapatkan adanya pterygium gr III dan bagian temporal didapatkan
adanya pterygium gr II. Pemeriksaan kornea mata kanan dalam batas normal dan
pada kornea mata kiri bagian nasal dan temporal didapatkan adanya pterygium
head. Bilik mata depan mata kanan dan kiri didapatkan Van Herrick grade III
dengan flare dan cell negatif. Pada pemeriksaan pupil dan iris mata kanan dan kiri
didapatkan bulat dan tidak terdapat sinekia. Pemeriksaan lensa pada mata kanan
dan kiri didapatkan jernih. Pasien didiagnosa dengan double head pterygium grade
II-III OS dan direncanakan untuk dilakukan tindakan eksisi double head pterygium
+ CAG OS dalam MAC.

Gambar 4.2 Intraoperasi mata kiri Ny. R. Gambar (a) dan (b) tahap eksisi double
head pterygium. Gambar (c) pengukuran graft konjungtiva superior
dengan menggunakan kaliper. Gambar (d) dan (e) prose pengguntingan
graft konjungtiva. Gambar (f) graft konjungtiva digunting menjadi dua
bagian. Gambar (g) dan (h) pemasangan graft pada bare sklera sisi
temporal dan nasal. Gambar (i) hasil akhir operasi pterygium Ny. R
Dikutip dari : PMN RS Mata Cicendo

Pada tanggal 15 Maret 2021 pasien dilakukan tindakan eksisi double head
pterygium + CAG OS dalam MAC. Tindakan eksisi pterygium dilakukan dengan
teknik horizontally modified conjunctival autograft. Pertama dilakukan injeksi
lidokain pada pterygium pada sisi nasal dan temporal mata kiri, selanjutnya
dilakukan eksisi badan pterygium pada daerah nasal dan temporal mata kiri
kemudian dilakukan eksisi kepala pterygium menggunakan blade No.15 pada
8

kedua sisi kornea hingga bersih. Dilakukan pengambilan graft konjungtiva dengan
terlebih dahulu mengukur daerah konjungtiva bulbi superior dengan kaliper.
Dilakukan pengguntingan pada sisi nasal, temporal dan superior pada konjungtiva
yang telah diukur tanpa memotong daerah limbus.
Konjungtiva bulbi superior yang telah digunting kemudian dibagi menjadi
dua bagian secara horizontal, satu bagian digunakan untuk menutup bare sklera sisi
nasal dan bagian lainnya digunakan untuk menutup bare sklera pada bagian
temporal. Selanjutnya dilakukan hecting interrupted menggunakan ethylon 10.0
pada kedua sisi graft konjungtiva. Pasien diberikan terapi pasca operasi obat tetes
antibiotik berisi Polymixin B Sulfate 10.000IU, Neomycin Sulphate 3.5mg,
Dexamethasone 1.0mg 6xOS, artificial tears 6xOS dan Asam Mefenamat
3x500mg.

V. Diskusi
Pterygium adalah kelainan permukaan okular ditandai dengan proliferasi
fibrovaskular yang dapat menginvasi kornea. Paparan sinar ultraviolet menjadi
faktor utama terjadinya pterygium yang menyebabkan kerusakan lokal pada sel
induk limbal dan konjungtivalisasi fokal pada kornea. Gejala dari pterygium dapat
berupa sensasi benda asing, kongesti (kemerahan), iritasi, dan penglihatan buram.
Pterygium dapat muncul sebagai lesi dengan ukuran bervariasi pada setiap individu.
Letak lesi pterygium didominasi pada daerah nasal, hal ini disebabkan oleh karena
cahaya yang datang dari arah medial dapat langsung menuju kornea sedangkan
bayangan hidung mengurangi intensitas cahaya yang ditransmisikan ke limbus
bagian temporal.1,4,11,12 Tanda dan gejala dari ketiga pasien adalah terdapatnya
selaput pada mata yang semakin lama semakin melebar, rasa mengganjal dan mata
merah hilang timbul dengan adanya faktor risiko paparan sinar ultraviolet.
Terdapat beberapa klasifikasi preoperative untuk menentukan derajat
pterygium. Berdasarkan ketebalan badan pterygium dan visibilitas pembuluh darah
episklera, Tan et al mengklasifikasikan derajat pterygium menjadi T1 : Atrofi,
yakni jika pembuluh darah episklera yang mendasari tidak tertutup oleh badan
pterygium. T2 : Intermediate, yakni jika pembuluh darah epikslera yang mendasari
9

sebagian tertutup oleh badan pterygium, dan T3 : Fleshy, yakni jika pembuluh darah
episklera yang mendasari sepenuhnya tertutup oleh badan pterygium. Berdasarkan
morfologi dari karunkel Liu et al mengklasifikasikan derajat pterygium menjadi C1
yakni jika karunkel berbentuk kubah yang meninggi, C2 jika bentuk karunkel sama
seperti derajat C1 namun lipatan seminlunar sudah mencapai limbus, dan C3 saat
karunkel telah berbentuk pipih. Berdasarkan keterlibatan kornea pterygium
diklasifikasikan menjadi grade I yakni pterygium yang berada diantara limbus dan
titik tengah antara limbus dan margin pupil, grade II yakni jika kepala pterygium
telah berada diantara titik tengah antara limbus dan margin pupil, grade III jika
pterygium telah melewati batas pupil.3,13,14 Berdasarkan keterlibatan kornea ketiga
pasien didiagnosa dengan pterygium grade II sebab kepala pterygium pada ketiga
pasien telah berada diantara titik tengah antara limbus dan margin pupil.
Tatalaksana pembedahan pterygium sampai saat ini masih menjadi pilihan
baku emas. Indikasi pembedahan pterygium diantaranya tajam penglihatan turun
akibat astigmatisme, ancaman keterlibatan axis visual, iritasi berulang dan indikasi
kosmetik. Teknik bedah eksisi pterygium diantaranya eksisi bare sklera,
pencangkokan jaringan menggunakan graft konjungtiva, transplantasi membran
amnion dan autograft limbal-konjungtiva. Langkah pertama pembedahan
pterygium dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan eksisi badan pterygium
dengan gunting konjungtiva. Eksisi kepala pterygium dari kornea menggunakan
crescent blade harus dilakukan secara hati-hati menuju limbus, hal tersebut
bertujuan untuk membersihkan sisa pterygium dari jaringan kornea di bawahnya
dengan membiarkan lapisan Bowman tetap utuh. Meninggalkan sklera tetap
terbuka setelah eksisi pterygium berhubungan dengan rekurensi pada 32%-88%
kasus pterygium primer, untuk mengatasi hal tersebut telah banyak dikembangkan
prosedur pembedahan dengan modifikasi teknik yang lebih baru. Teknik yang
paling umum digunakan untuk menutup bare sklera adalah dengan cangkok bebas
dari konjungtiva bulbi mata yang sama. Terdapat beberapa teknik untuk menutup
bare sklera setelah eksisi pterygium menggunakan cangkok konjungtiva
diantaranya : conjunctival autograft (CAG), conjunctival sliding flap, conjunctival
rotational flap, dan modified conjunctival autograft. 8,15,16 Pada ketiga pasien telah
10

dilakukan eksisi pterygium + CAG atas indikasi ancaman keterlibatan axis visual
dan keluhan iritasi berulang.

Gambar 5.1 Ilustrasi teknik conjunctival sliding flap


Dikutip dari Cantor et al11

Teknik conjunctival sliding flap dilakukan dengan cara menutup bare sklera
menggunakan flap yang diambil dari sisi limbus konjungtiva bulbi superior. Flap
yang telah digunting membentuk huruf “U” kemudian digeser kearah bare sklera
dan dijahit dengan benang vycril 8.0 atau ethylon 10.0 seperti pada gambar 5.1.
Penelitian yang dilakukan oleh Kurna et al yang membandingkan antara teknik
conjunctival sliding flap, hecting primer, dan graft amnion menyimpulkan bahwa
teknik conjunctival sliding flap merupakan teknik yang efisien dan efektif untuk
mengurangi rekurensi dalam tatalaksana bedah eksisi pterygium primer.16,17 Pada
kasus Tn. C telah dilakukan eksisi pterygium dengan teknik conjunctival sliding
flap.

Gambar 5.2 Ilustrasi teknik conjunctival rotational flap


Dikutip dari Bilge AD7

Pada teknik conjunctival rotational flap setelah dilakukan eksisi badan dan
kepala pterygium, pengambilan graft dilakukan dengan terlebih dahulu mengukur
area konjungtiva bulbi superior dengan lebar 1mm lebih besar dari ukuran bare
11

sklera, kemudian dilakukan pengguntingan graft konjungtiva berbentuk huruf “L”.


Area graft yang telah digunting kemudian ditarik dengan cara merotasikan graft
kearah bare sklera seperti pada gambar 5.2. Penelitian yang dilakukan oleh Bilgin
et al yang membandingkan antara teknik conjunctival rotational flap dan
conjunctival autograft menyimpulkan bahwa kedua teknik memiliki tingkat
efektivitas yang sama dalam mencegah rekurensi, sedangkan penelitian yang
dilakukan oleh Kim et al dan Muller et al menyimpulkan bahwa teknik conjunctival
rotational flap memiliki efektivitas lebih baik dalam mencegah rekurensi
dibandingkan dengan teknik conjungtival autograft.7,8,11,17 Pada kasus Tn. C telah
dilakukan eksisi pterygium dengan teknik conjunctival rotational flap.

Gambar 5.3 Ilustrasi teknik vertically modified conjunctival autograft


Dikutip dari Shreesha et al9

Terdapat beberapa pertimbangan dalam pengambilan keputusan tindakan


operasi pada kasus double head pterygium, seperti apakah kedua bagian pterygium
harus ditangani secara bersamaan atau terpisah. Tindakan eksisi pada kasus double
head pterygium secara bersamaan sering dilakukan karena dianggap lebih efisien.
Teknik graft konjungtiva pada kasus double head pterygium diantaranya
horizontally modified conjunctival autograft dan vertically modified conjunctival
autograft. Setelah eksisi dilakukan pada kedua sisi pterygium, graft kemudian
diambil dari bagian konjungtiva bulbi superior dan dibagi menjadi dua bagian baik
secara horizontal maupun vertical pada teknik modified conjunctival autograft.
Graft pada vertically modified conjunctival autograft dapat diletakan dengan atau
tanpa orientasi limbus to limbus seperti pada gambar 5.3. Teknik pengambilan graft
pada horizontally modified conjunctival autograft dilakukan sama seperti teknik
12

vertically modified conjunctival autograft namun graft dibagi dua secara horizontal
kemudian digunakan untuk menutup kedua sisi bare sklera seperti pada gambar 5.4.
Penelitian yang dilakukan oleh Kodavoor et al yang membandingkan antara teknik
horizontally modified conjunctival autograft dan vertically modified conjunctival
autograft menyimpulkan bahwa kedua teknik memiliki tingkat rekurensi yang
rendah yakni 5.2% dan 4.04%.9,18–20 Pada kasus Ny. R dilakukan eksisi double head
pterygium dengan teknik horizontally modified conjunctival autograft.
Teknik PERFECT atau Pterygium Extended Removal Followed by Extended
Conjunctival Transplantation merupakan salah satu teknik bedah eksisi pterygium.
Terdapat tiga langkah utama pada teknik PERFECT. Langkah pertama, dilakukan
eksisi pada badan dan kepala pterygium, pemotongan tenon secara luas, dan
pemotongan plika semilunaris untuk membuat bare sklera. Langkah kedua adalah
membuat graft luas tanpa mengikutsertakan tenon dari konjungtiva bulbi superior.
Langkah ketiga adalah melakukan rekonstruksi pada bare sklera dengan graft
konjungtiva. 10,14,21

Gambar 5.4 Ilustrasi teknik horizontally modified conjunctival autograft


Dikutip dari Maheswari et al20

VI. Simpulan
Terdapat beberapa pilihan teknik graft konjungtiva pada prosedur eksisi
pterygium, diantaranya conjunctival sliding flap, conjunctival rotational flap, dan
modified conjunctival autograft. Teknik modified conjunctival autograft dilakukan
pada kasus double head pterygium yang terdiri dari horizontally modified
conjunctival autograft dan vertically modified conjunctival autograft. Pemilihan
teknik graft konjungtiva pada bare sklera berdasarkan dari derajat pterygium dan
preferensi operator.
13

DAFTAR PUSTAKA

1. Gazzard G. Pterygium in Indonesia: prevalence, severity and risk factors. Br J


Ophthalmol. 2016 Dec 1;86(12):hlm 1341–6.
2. Babu DrGR, Manjula DrB, Ashakiran DrP. Case Series of Pterygium Excision and
Conjunctival Autograft - No Suture, No Glue Technique and Review of Literature.
IOSR J Dent Med Sci. 2016 Aug;15(08):hlm 31–3.
3. Ting DSJ, Liu Y-C, Patil M, Ji AJS, Fang XL, Tham YC, et al. Proposal and
validation of a new grading system for pterygium (SLIT2). Br J Ophthalmol. 2020
Aug 11; 3(15); hlm 831.
4. Serra HM, Suarez MF, Maccio JP, Esposito E, Urrets-Zavalia JA. Pterygium: A
Complex and Multifactorial Ocular Surface Disease. A Review on its Pathogenic
Aspects. In: Rare Diseases. Avid Science; 2018. hlm 02–37.
5. Van Acker SI, Haagdorens M, Roelant E, Rozema J, Possemiers T, Van Gerwen V,
et al. Pterygium Pathology: A Prospective Case-Control Study on Tear Film
Cytokine Levels. Mediators Inflamm. 2019 Nov 12;2019:hlm 1–11.
6. Young AL, Cao D, Chu WK, Ng TK, Yip YWY, Jhanji V, et al. The Evolving Story
of Pterygium. Cornea. 2018 Nov;37(1):hlm 55–7.
7. Bilge AD. Comparison of conjunctival autograft and conjunctival transposition flap
techniques in primary pterygium surgery. Saudi J Ophthalmol. 2018 Apr;32(2):hlm
110–3.
8. Bı̇ Lgı̇ N B, Şı̇ Mşek A. Comparison of Conjunctival Rotational Flap and
Conjunctival Autograft Techniques in Pterygium Surgery. Turk Klin J Ophthalmol.
2018;27(1):hlm 35–8.
9. Kodavoor S, Soundarya B, Dandapani R. Comparison of vertical split conjunctival
autograft with and without limbus to limbus orientation in cases of double-head
pterygium—A retrospective analysis. Indian J Ophthalmol. 2020;68(4):hlm 573.
10. Hirst LW, Smallcombe K. Double-Headed Pterygia Treated With P.E.R.F.E.C.T
for PTERYGIUM. Cornea. 2017 Jan;36(1):hlm 98–100.
11. Cantor LB, Rapuano CJ, McCannel CA. Clinical Approach to Depositions and
Degenerations of the Conjunctiva, Cornea, and Sclera. In: Basic and Clinical
Science Course : External Disease and Cornea. American Academy of
Ophthalmology;hlm 112–355.
12. Clearfield E, Hawkins BS, Kuo IC. Conjunctival Autograft Versus Amniotic
Membrane Transplantation for Treatment of Pterygium: Findings From a Cochrane
Systematic Review. Am J Ophthalmol. 2017 Oct;182:hlm 8–17.
13. Maheswari S. Pterygium-induced corneal refractive changes. Indian J Ophthalmol.
2007;55(5):hlm 383–6.
14. Hirst LW. Cosmesis after Pterygium Extended Removal followed by Extended
Conjunctival Transplant as Assessed by a New, Web-Based Grading System.
Ophthalmology. 2015 Sep;118(9):hlm 1739–46.
15. Gulani AC, Gulani AA. Cosmetic Pterygium Surgery: Techniques and Long-Term
Outcomes. Clin Ophthalmol. 2020 Jun;Volume 14:hlm 1681–7.
16. Young AL, Kam KW. Pterygium: Surgical Techniques and Choices. Asia-Pac J
Ophthalmol. 2019 Nov;8(6):hlm 422–3.
14

17. Kurna SA, Altun A, Aksu B, Kurna R, Sengor T. Comparing Treatment Options of
Pterygium: Limbal Sliding Flap Transplantation, Primary Closing, and Amniotic
Membrane Grafting. Eur J Ophthalmol. 2016 Jul;23(4):hlm 480–7.
18. Kodavoor S, Ramamurthy D, Tiwari N, Ramamurthy S. Double-head pterygium
excision with modified vertically split-conjunctival autograft: Six-year long-term
retrospective analysis. Indian J Ophthalmol. 2017;65(8):hlm 700.
19. Duman F, Kosker M. Surgical Management of Double-Head Pterygium Using a
Modified Split-Conjunctival Autograft Technique. Semin Ophthalmol. 2017 Sep
3;32(5):hlm 569–74.
20. Maheshwari S. Split-Conjunctival Grafts for Double - head Pterygium. Indian J
Ophthalmol. 2015;53(1):hlm 53.
21. Liu H-Y, Chen Y-F, Chen T-C, Yeh P-T, Hu F-R, Chen W-L. Surgical result of
pterygium extended removal followed by fibrin glue-assisted amniotic membrane
transplantation. J Formos Med Assoc. 2017 Jan;116(1):hlm 10–7.

You might also like