0% found this document useful (0 votes)
33 views8 pages

ID Analisis Kelayakan Finansial Dan Non Fin

1) The study analyzes the financial and non-financial feasibility of copra businesses in Siduwonge Village, Randangan Subdistrict, Pohuwato Regency. 2) Financially, the copra business is feasible with an NPV of Rp9.2 million, IRR of 20.11%, Gross B/C ratio of 1.27, Net B/C ratio of 3.38, and payback period of 7 years 6 months. 3) Non-financially, the copra business was assessed based on market, technical, and management aspects, finding that farmers sell directly to buyers, most have their own land, and planning is done before harvesting but they are
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
0% found this document useful (0 votes)
33 views8 pages

ID Analisis Kelayakan Finansial Dan Non Fin

1) The study analyzes the financial and non-financial feasibility of copra businesses in Siduwonge Village, Randangan Subdistrict, Pohuwato Regency. 2) Financially, the copra business is feasible with an NPV of Rp9.2 million, IRR of 20.11%, Gross B/C ratio of 1.27, Net B/C ratio of 3.38, and payback period of 7 years 6 months. 3) Non-financially, the copra business was assessed based on market, technical, and management aspects, finding that farmers sell directly to buyers, most have their own land, and planning is done before harvesting but they are
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
You are on page 1/ 8

JurnalJurnal Perspektif

Perspektif Pembiayaan
Pembiayaan dan Pembangunan
dan Pembangunan DaerahDaerah Vol.4,2 April-Juni
Vol. 2 No. No. 1, Juli -2015
September 20142338- ISSN:
ISSN: 4603
2338- 4603

Analisis Kelayakan Finansial dan Non Finansial pada Usaha Kopra di Desa
Siduwonge Kecamatan Randangan Kabupaten Pohuwato

Yuriko Boekoesoe; Amelia Murtisari; Yenni Umar


Jurusan Agribisnis Fakultas Ilmu-Ilmu Pertanian Universitas Negeri Gorontalo

Abstract
The purpose of this study were: 1). To determine whether the copra business financially
worth the effort in the Village District of Randangan Siduwonge Pohuwato. 2). To
determine whether the effort is worth the effort copra nonfinancial Siduwonge Village
District of Randangan Pohuwato. This study was conducted in May to July. This type of
research is survey research. The data obtained in this study is that the data in the form of
primary and secondary data. Sampling will be done against the 30 respondents using
purposive sampling. The analysis used is the financial analysis of the Net Present
Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Gross B / C Ratio, Net B / C Ratio and
Payback Period. The results showed 1). Financially copra business in the Village District
of Randangan Pohuwato Siduwonge worth the effort with 9.2 Million NPV, IRR
(20.11%), Gross B / C ratio (1.27), Net B / C ratio (3.38 ) and payback period of 7 years
6 months. 2). In non-financial businesses in the village copra Siduwonge District of
Randangan Pohuwato divided on several aspects which are as follows: a). Aspects of the
Market. In a marketing system for businesses in the Village Siduwonge copra,
farmers sell directly to buyers who typically have long subscription. Where the
buyer directly come to the farmers who sell the copra. b). Technical Aspects. In this
technical aspect of the farmers in the village siduwonge almost all have their own land as
many as 25 people, but there are also some who rent land that is 5 people. c). Management
aspects. In the management aspect of the planning is done before the process of harvesting
coconuts into copra to be produced, the farmers in the village siduwonge not incorporated
in the organization and for the direction and supervision in accordance with the land held
by the copra farmers and for supervision also aims to work performed by farm workers
in accordance with a predetermined agreement.

Keywords: Feasibility, Financial, Non-Financial, Copra

I. PENDAHULUAN subsektor pertanian yang mempunyai


peluang sangat besar untuk dijadikan
Sektor pertanian memang peranan
andalan ekspor. Pembangunan dibidang
penting dalam perekonomian Indonesia.
perkebunan diarahkan untuk lebih
Lebih dari setengah angkatan kerja
mempercepat laju pertumbuhan produksi
Indonesia menumpuhkan hidupnya pada
baik dari perkebunan besar, swasta
sektor pertanian. Sektor pertanian juga
maupun perkebunan negara, mendukung
dijadikan faktor utama dalam peningkatan
pembangunan industri, serta meningkat-
devisa Negara melalui ekspor. Inilah yang
kan pemanfaatan dan kelestarian Sumber
menjadi sorotan dimana seharusnya
Daya Alam (SDA) berupa tanah dan
Indonesia lebih memperhatikan dan
air. Peranan sektor perkebunan yang
mengembangkan sektor pertanian diban-
demikian besar bagi peningkatan
dingkan sektor lainnya Dinas Pertanian,
pemanfaatan petani dan penyediaan bahan
(2010) dalam Dwinda, (2011). Sektor
baku untuk industri dalam negeri serta
perkebunan merupakan salah satu

193
Jurnal Perspektif Pembiayaan dan Pembangunan Daerah Vol. 2 No. 4, April-Juni 2015 ISSN: 2338- 4603

sebagai sumber devisa negara ( Bustanul, digunakan maka samakin baik pula
2001 dalam Dwinda, 2011). tanaman kelapa yang dihasilkan dan
Perkebunan adalah usaha pertanian pada akhirnya akan meningkatkan
besar yang produksinya dituju-kan untuk produktivitas kopra (Warisno, 2003:15
menghasilkan tanaman ekspor. dalam Sadrun Ahmad 2014:1).
Perkebunan muncul pada akhir abad ke- Provinsi Gorontalo memiliki sumber
19 dan merupakan khas “anak masa daya alam yang melimpah, sehingga
kolonial”. Perkebunan sendiri terletak di daerah tersebut memiliki peluang yang
daerah yang berpenduduk jarang, sebab cukup besar dalam pengembangan sektor
kalau tidak harus dilakukan aksi pertanian. Selain itu juga dilihat dari
pemindahan/penggurusan secara besar- jumlah penduduk yang ada di Provinsi
besaran untuk mendapatkan lahan yang Gorontalo sebagian besar adalah bermata
luas (Planck, 1988:75). pencaharian sebagai petani yang sebagian
Kelapa dalam atau Cocos nucifera besar mengusaha-kan komoditas
merupakan komoditas yang strategis pangan, perkebunan, dan Hortikultura.
memiliki peran sosial, budaya dan Provinsi Gorontalo, berda-sarkan data
ekonomi dalam kehidupan masyarakat yang ada, hasil tanaman perkebunan
Indonesia. Manfaat tanaman kelapa tidak yang paling dominan adalah tanaman
saja terletak pada daging buahnya yang kelapa dengan produksi sebesar 61.192
dapat diolah menjadi santan, kopra dan ton, diikuti oleh tebu dan kemiri yang
minyak kelapa, tetapi seluruh bagian masing-masing berproduksi 28.602 ton
kelapa mempunyai manfaat besar. dan 10.070 ton. Berdasarkan luas panen
Demikian besar manfaat tanaman kelapa dan produksi tanaman perkebunan
sehingga ada yang menamakannya menurut Provinsi Gorontalo khusus
sebagai “Pohon kehidupan” (the tree of komoditas kelapa tahun 2008-2012
life) atau “pohon yang sangat masing-masing untuk tahun 2008 luas
menyenangkan” (a heaven tree) (Asnawi panen 58.954 Ha dengan produksi 56.505
dan Darwis, 1985 dalam Basmar, 2008). ton, tahun 2009 luas panen 63.154 Ha
Kelapa memiliki berbagai nama daerah. dengan produksi 58.723 ton, tahun 2010
Secara umum, buah kelapa dikenal luas panen 41.179 Ha dengan produksi
sebagai coconut, orang Belanda 58.804 ton, tahun 2011 luas panen 41.816
menyebutnya kokosnoot atau klapper, Ha dengan produksi 59.746 ton, dan tahun
sedangkan orang Prancis menyebutnya 2012 luas panen 65.666 Ha dengan
cocotier. Perdagangan minyak kelapa produksi 61.192 ton (Badan Pusat Statistik
antara Ceylon dan Inggris maupun antara Provinsi Gorontalo, 2013).
Indonesia dan Belanda dimulai sejak Pada tahun 2012, penggunaan lahan
berdirinya VOC (Verenigde Oost Indische untuk pertanian di Kabupaten Pohuwato
Compagnie). Karena perdagangan sebesar 405.355 hektar. Bila dirinci
minyak kelapa dan kopra terus me- menurut penggunaannya, lahan yang
ningkat, maka para penanaman modal paling luas adalah yang digunakan untuk
asing di Indonesia, terutama Belanda tegal/kebun yaitu sebesar 41.375 hektar.
mulai tertarik untuk membuat perkebunan Pada tahun 2012, Produksi kelapa di
kelapa sendiri. Pengembangan agribisnis Pohuwato sebesar 25.018,52 ton pada
kelapa melalui penyediaan bibit unggul tahun 2012. Berdasarkan data Pohuwato
diharapkan akan membantu para petani dalam angka Tahun 2012 secara umum
dalam penanaman kelapa yang lebih luas panen (ha) dan produksi (ton)
optimal karena bibit unggul akan tanaman perkebunan khusus komoditas
mempengaruhi produktivitas kopra. kelapa di Kecamatan Randangan adalah
Semakin baik bibit unggul yang dengan luas lahan 2.450 ha, dengan

194
Jurnal Perspektif Pembiayaan dan Pembangunan Daerah Vol. 2 No. 4, April-Juni 2015 ISSN: 2338- 4603

produksinya 3.675 ton (Badan Pusat lain, yakni Analisis NPV, IRR, Gross B/C
Statistik Kabupaten Pohuwato, 2013). Ratio, Net B/C Ratio dan Payback Period.
Desa Siduwonge merupakan salah Lebih jelasnya masing-masing analisis
satu desa yang ada di Kecamatan kelayakan finansial usaha kopra dapat
Randangan yang memiliki luas wilayah dilihat pada Tabel 1 analisis berikut:
30,00 km2 dan memiliki jumlah
penduduk 1.006 jiwa. Desa Siduwonge Tabel 1. Kelayakan Finansial Usaha Kopra di
juga salah satu desa yang memiliki Desa Siduwonge Kecamatan Randangan
Kabupaten Pohuwato, 2014.
tanaman perkebunan khusus komoditas
kelapa dengan produksi yang cukup untuk Analisis Nilai Kriteria
dapat meningkatkan pendapatan dari Finansial
pada petani kelapa yang ada di Desa NPV 9,2 (+) layak
Siduwonge (Badan Pusat Statistik diusahakan
Kecamatan Randangan, 2013). IRR 20,11% > bunga 15% layak
Mengacu pada uraian tersebut Gross B/C Ratio 1,27 > 1 layak
diatas, maka tujuan penelitian ini adalah Net B/C Ratio 3,38 > 1 layak
untuk mengetahui kelayakan usaha kopra Payback Period (7 thn 6 bln) Layak
secara finansial dan non-finansial di Desa Sumber: Data Diolah, 2014.
Siduwonge Kecamatan Randangan
Kabupaten Pohuwato Berdasarkan Tabel 1 diperoleh
hasil dari analisis kelayakan finansial
II. METODE PENELITIAN adalah sebagai berikut.
1. Analisis NPV
Penelitian dilaksanakan Di Desa Pada analisis kelayakan
Siduwonge, Kecamatan Randangan, finansial usaha kopra diperoleh hasil
Kabupaten Pohuwato dan berlangsung perhitungan NPV dengan tingkat suku
selama 2 bulan yaitu bulan Mei sampai bunga sebesar 15% menghasilkan nilai
Juli 2014. Data yang diperoleh dalam NPV sebesar 9,2 (Rp. 9.278.536,669)
penelitian ini adalah data yang berupa data yang berarti usaha kopra ini
primer dan sekunder. Pengambilan menguntungkan atau layak untuk
sampel di lakukan terhadap 30 orang dikembangkan karena menghasilkan nilai
responden dengan menggunakan positif atau lebih dari 0. Hal ini
Purposive Sampling. Purposive Data disebabkan karena usaha kopra di Desa
yang dikumpulkan selanjutnya diklasifi- Siduwonge sudah berkembang dan
kasi dan dianalisis menggunakan kriteria sudah lama berusahatani kelapa
investasi secara finansial dan non kemudian dikembangkan menjadi usaha
finansial. Secara finansial dianalisis kopra, dilihat dari segi produksi dan
melalui analisis Net Present Value (NPV), permintaan dari konsumen (agen) yang
Internal Rate of Return (IRR), Gross B/C dominan berasal dari luar desa tersebut.
Ratio, Net B/C Ratio, Payback Ratio. 2. Analisis IRR
Secara non finansial dianalisis melalui IRR dinyatakan dalam persen
analisis pasar dan manajemen. (%) yang merupakan tolak ukur dari
keberhasilan suatu usaha. Untuk
III. HASIL DAN PEMBAHASAN mengetahui sejauh mana usaha kopra
Analisis Finansial Usaha Kopra ini dapat memberikan keuntungan,
Suatu usaha yang dijalankan dalam digunakan analisis IRR. Pada usaha kopra
jangka panjang biasanya perlu diketahui ini diperoleh IRR 20,11 %, yang
kelayakannya dengan menggunakan alat menunjukkan bahwa investasi pada
analisis kelayakan finansial atau kriteria tingkat suku bunga bank (DF) 15% layak
investasi. Alat kriteria investasi antara dan menguntungkan, karena IRR lebih
195
Jurnal Perspektif Pembiayaan dan Pembangunan Daerah Vol. 2 No. 4, April-Juni 2015 ISSN: 2338- 4603

besar dari tingkat suku bunga (DF) yang Pasar dapat dikatakan sebagai
telah ditetapkan. Hal ini disebabkan tempat bertemunya pembeli dan penjual,
karena usaha kopra yang ada di Desa dimana terjadinya transaksi jual beli yaitu
Siduwonge dari segi produksi yang kebutuhan yang harus dipenuhi baik
didapatkan oleh petani kopra keuntungan barang atau jasa. Dalam sistem
yang didapat dari panen tahun ke tahun pemasaran untuk usaha kopra di Desa
rata-rata terbilang menguntungkan. Siduwonge, para petaninya melakukan
3. Analisis Gross B/C Ratio penjualan secara langsung kepada
Analisis kelayakan finansial pembeli atau agen yang biasanya telah
usaha kopra menghasilkan nilai Gross B/C lama berlangganan. Untuk penjualan
Ratio sebesar 1,27 atau > 1, dimana kopra tersebut dijual dalam bentuk kg
manfaat (penerimaan) yang diperoleh dan dengan jumlah yang besar sesuai
lebih besar dari biaya yang dikeluarkan, dengan jumlah kopra yang ada, kopra
sehingga usaha kopra layak untuk yang dimiliki oleh petani tersebut dijual
dilanjutkan. Hal ini disebabkan biaya semua pada agen tanpa ada lagi yang
(proses pemeliharaan, pemanjatan, disisakan, untuk kopra yang ada di
pencungkilan, pengangkutan, Desa Siduwonge dijual dengan harga
pengasapan) yang dikeluarkan lebih kecil yang berubah-ubah dari harga yang
dibandingkan pendapatan yang diterima terendah yaitu Rp. 3100 sampai dengan
oleh petani kopra. harga yang tertinggi yaitu Rp. 9400.
4. Analisis Net B/C Ratio Dimana pembeli atau agen tersebut
Pada analisis Net B/C Ratio yang langsung datang ke tempat petani yang
dihasilkan dalam usaha kopra adalah menjual kopra tersebut. Dalam transaksi
sebesar 3,38 atau >1, dimana manfaat penjualan ini tidak menggunakan
yang diperoleh lebih besar dari biaya yang perantara atau yang biasa disebut
dikeluarkan, sehingga usaha kopra layak tengkulak dan selama melakukan
untuk dilanjutkan. Hal ini disebabkan penjualan ini, para petaninya tidak
karena biaya yang dikeluarkan oleh para mengalami kesulitan apapun, mengingat
petani kopra relatif kecil daripada transaksi jual beli dilakukan secara
pendapatan yang diterima oleh petani langsung.
kopra yang terbilang menguntungkan. 2. Aspek Manajemen
5. Payback Period Dalam melakukan kegiatan
Analisis Payback Period usaha para petani yang ada di Desa
dihitung dengan cara menghitung waktu Siduwonge, sebelumnya harus ada
yang diperlukan pada saat total arus kas kegiatan perencanaan sebelum usahanya
masuk sama dengan total arus kas keluar. dilakukan dan melaksanakannya sebaik
Pada analisis Payback Period diketahui mungkin agar tidak terjadi suatu
bahwa jangka waktu pengembalian modal kesalahan yang nantinya akan merugikan
investasi yang diperlukan dalam usaha kegiatan usaha tersebut. Kegiatan usaha
kopra adalah 7 tahun 6 bulan. Hal ini dapat dikelola secara baik dengan
disebabkan karena usaha kopra di Desa menerapkan konsep fungsi-fungsi
Siduwonge, dalam hal ini modal yang manajemen:
dikeluarkan oleh petani hanya pada awal a. Perencanaan
usaha (tahun pertama berusahatani) jadi Kegiatan usaha yang dijalankan
untuk tingkat pengembalian dapat oleh petani tentunya memiliki
dikembalikan dalam waktu yang singkat. perencanaan yang telah dilakukan
sebelum usahanya dilaksanakan
Analisis Non Finansial tujuannya agar kegiatan usahanya dapat
1. Aspek Pasar berjalan sesuai dengan yang diharapkan.

196
Jurnal Perspektif Pembiayaan dan Pembangunan Daerah Vol. 2 No. 4, April-Juni 2015 ISSN: 2338- 4603

Untuk perencanaan petani di Desa luas lahan dari 0,5-1 yaitu dilakukan
Siduwonge, sebelum kegiatan usahanya sendiri oleh petani kopra tetapi untuk luas
dilaksanakan para petani menyiapkan lahan 2-8 dilakukan oleh seorang mandor
semua yang dibutuhkan untuk proses yang telah dipercaya. Kegiatan
pemanenan kelapa sampai menjadi pengarahan yang dilakukan khusus pada
kopra terutama untuk tenaga kerja serta kegiatan usahatani kelapa ini yaitu pada
untuk tempat produksinya dalam hal ini tenaga kerja/buruh tani yang disewa pada
seperti tempat pengasapan. saat proses kegiatan panen dari awal
b. Organisasi seperti pemanjatan, pencukilan buah
Petani kopra yang ada di Desa kelapa dan pemanjatan hingga menjadi
Siduwonge tidak memiliki struktur kopra. Pemilik atau petani kopra
organisasi dalam hal ini yaitu tidak sebagian besar hanya mengandalkan
tergabung dalam kelompok tani, tenaga kerja pada saat pemanenan,
sebagian besar petani melaksanakan sedangkan petani yang memiliki luas
kegiatan usahanya secara individu. Para lahan besar mereka mengandalkan
petani yang ada di Desa Siduwonge seseorang yang disebut „mandor‟ untuk
juga lebih memilih untuk melakukan mengarahkan para tenaga kerja/buruh tani
usahanya secara sendiri-sendiri tanpa pada saat penen dilakukan. Untuk
harus tergabung dalam kelompok tani. kegiatan pengawasan dalam aktivitas
c. Pengarahan dan Pengawasan kegiatan khususnya panen, para petani
Pengarahan adalah untuk biasanya langsung mengawasi jalannya
melihat bagaimana cara pekerja atau kegiatan panen dimana tenaga
buruh tani melakukan pekerjaannya kerja/buruh tani yang disewa tersebut
dalam hal ini proses pemanenan, melakukan kegiatan panennya mulai dari
sedangkan untuk pengawasan ialah pemanjatan, mencungkil buah kelapa,
proses untuk mengukur dan menilai dan kegiatan pengasapan, selebihnya
pelaksanaan tugas apakah telah sesuai dilakukan sendiri atau pemilik.
dengan rencana. Pengawasan diperlukan Pengawasan ini dilakukan dengan
dalam melihat apakah dari rencana yang tujuan agar pekerjaan yang dilakukan
telah dilaksanakan tersebut dapat oleh buruh tani sesuai dengan
memenuhi sasaran yang telah dibuat atau kesepakatan yang telah ditetapkan.
belum. Berikut disajikan dalam Tabel 4 d. Evaluasi
aspek manajemen dalam hal ini Dalam kegiatan usaha kopra
pengarahan dan pengawasan yang ini, para petani perlu melakukan
dilakukan oleh petani kopra dibawah ini: kegiatan evaluasi agar dapat diketahui hal-
hal apa yang perlu diperbaiki,
Tabel 2. Pengarahan dan Pengawasan Pada ditingkatkan maupun diatur kembali baik
Usaha Kelapa Kopra di Desa Siduwonge, Kec.
Randangan, Kabupaten Pohuwato, 2014.
dari penanaman hingga pemasaran. Dari
seluruh kegiatan dari awal sampai akhir
Luas Lahan Petani Keterangan usaha kopra dalam ini, rata-rata para
(Ha) (Orang) petani memiliki kendala yaitu sebagian
0,5 – 1 15 Menggunakan Mandor besar pada saat kegiatan panen dimana
2–8 15 Petani sendiri mereka kesulitan dalam hal biaya untuk
Jumlah 30 tenaga kerja/buruh tani dan juga harga
Sumber : Data diolah, 2014 kopra yang seringkali mengalami
Tabel 2. menunjukkan bahwa fluktuasi harga dari yang terendah yaitu
untuk kegiatan pengarahan dan Rp. 3100 sampai dengan harga yang
pengawasan didasarkan atas luas lahan tertinggi yaitu Rp. 9400. Tetapi para
yang dimiliki oleh petani kopra, untuk petani juga mengakui bahwa usaha

197
Jurnal Perspektif Pembiayaan dan Pembangunan Daerah Vol. 2 No. 4, April-Juni 2015 ISSN: 2338- 4603

kopra tersebut menguntungkan dan sudah buruh tani sesuai dengan


bisa memenuhi kebutuhan para petani. kesepakatan yang telah ditetapkan.
Saran
KESIMPULAN DAN SARAN 1. Agar para petani lebih mengusahkan
kopra karena tanaman ini layak untuk
Kesimpulan digunakan dilihat dari hasil NPV, IRR,
1. Secara finansial usaha kopra di Gross B/C Ratio, Net B/C Ratio dan
Desa Siduwonge Kecamatan Payback Period.
Randangan Kabupaten Pohuwato 2. Diharapkan juga untuk para pemerintah
layak untuk diusahakan dengan nilai daerah setempat dan Dinas Pertanian dan
NPV 9,2 Juta, IRR (20,11%), Gross Perkebunan agar kiranya dapat
B/C Ratio (1,27), Net B/C Ratio membantu para petani yang ada di
(3,38) dan Payback Period 7 tahun 6 Desa Siduwonge Kecamatan
bulan Randangan Kabupaten Pohuwato dan
2. Secara non finansial usaha kopra di juga lebih bisa memperhatikan
Desa Siduwonge Kecamatan masyarakat terutama petani.
Randangan Kabupaten Pohuwato
terbagi dari beberapa aspek yaitu
sebagai berikut:
1) Aspek Pasar
Dalam sistem pemasaran untuk
usaha kopra di Desa Siduwonge,
para petaninya melakukan
penjualan secara langsung
kepada pembeli yang biasanya
telah lama berlangganan. Dimana
pembeli tersebut langsung datang
ke tempat petani yang menjual
kopra tersebut. Dalam transaksi
penjualan ini tidak menggunakan
perantara, dan selama melakukan
penjualan ini, para petaninya
tidak mengalami kesulitan
karena mengingat transaksi jual
beli dilakukan langsung pada agen
pembeli kopra.
2) Aspek Manajemen
Dalam aspek manajemen ini
dilakukan perencanaan sebelum
proses pemanenan kelapa yang
akan diproduksi menjadi kopra,
para petani yang ada di desa
siduwonge tidak tergabung dalam
organisasi dan untuk pengarahan
dan pengawasan sesuai dengan
luas lahan yang dimiliki oleh petani
kopra tersebut dan untuk
pengawasan juga bertujuan agar DAFTAR PUSTAKA
pekerjaan yang dilakukan oleh REFERENCES

198
Jurnal Perspektif Pembiayaan dan Pembangunan Daerah Vol. 2 No. 4, April-Juni 2015 ISSN: 2338- 4603

Ashari, Suci Nola. (2006). Analisis Kasmir dan Jakfar. (2012). Studi
Kelayakan Finansial Konversi Kelayakan Bisnis. Prenada Media
Tanaman Kayu Manis Menjadi Group. Jakarta.
Kakao di Kecamatan Gunung Kuke, Lian. Hastuti. (2013). Analisis
Raya Kabupaten Kerinci Provinsi Kelayakan usaha Kelapa dalam Di
Jambi. Skripsi. Program Studi Desa Bionga Kecamatan Limboto
Ekonomi Pertanian Dan Sumerdaya Kabupaten Gorontalo. Skripsi.
Fakultas Pertanian Universitas Jurusan Agribisnis Fakultas
Institute Pertanian Bogor. Pertanian Universitas Negeri
Badan Pusat Statistik Kabupaten Gorontalo.
Pohuwato. (2013). Laporan Manulu, Heriyanto. (2007). Analisis
Tahunan. Gorontalo Badan Pusat Finansial usaha Wortel Di Desa
Statistik Kecamatan Randangan. Sukadame Kecamatan Tigapana
2013. Laporan Tahunan. Gorontalo Kabupaten Karo. Skripsi.
Badan Pusat Statistik Provinsi Departemen sosial Ekonomi
Gorontalo. 2013. Laporan Tahunan. Pertanian Fakultas Pertanian
Gorontalo Universitas Sumatera Utara Medan.
Basmar, Agustanto. (2008). Arahan Nurasa, Tjetjep dan Supriatna, ade.
Pengembangan Kawasan Usaha (2002). Analisis Kelayakan
Agro Terpadu Berbasis Komoditas Finansial Lada Hitam (Studi Kasus
Kelapadi Kabupaten Lampung Di Provinsi Lampung) Jurnal.
Barat. Tesis. Program Studi Ilmu Pusat Penelitian dan
Perencanaan Wilayah Fakultas Pengembangan Sosial Ekonomi
Institute Pertanian Bogor. Pertanian.
Darmanto. (2013). Analisis Biaya Dan Patty, Zeth. (2010). Kontribusi Komoditi
Pendapatan usaha Kelapa Kopra Terhadap Pendapatan Rumah
dalam Di Desa Jatimulya Tangga Tani Di Kabupaten
Kecamatan Wonosari Kabupaten Halmahera Utara. Jurnal. Politeknik
Boalemo. Skripsi. Jurusan Perdamaian Halmahera – Tobelo.
Agribisnis Fakultas Pertanian Planck, Ulrich. (1993). Sosiologi
Universitas Negeri Gorontalo. Pertanian. Yayasan Obor Indonesia.
Dwinda, Octa Diyan. (2011). Analisis Jakarta. Profil Desa Siduwonge.
Finansial Pengunaan Bibit 2012. Laporan Tahunan. Gorontalo.
Bersertifikasi Dan Bibit Tidak Purmono, Irwan. (2008). Analisis
Bersertifikasi Pada Komoditi kelayakan finansial dan ekonomi
Kelapa Sawit Perkebunan Rakyat Di agribisnis nanas (Kasus:
Kecamatan Luhak Nan Duo Kecamatan Sipahutar, Kababupaten
Kabupaten Pasaman Barat. Skripsi. Tapanuli Utara, Sumatera Utara).
Program Studi Agribisnis Fakultas Skripsi. Program studi ekonomi
Pertanian Universitas Andalas. pertanian dan sumberdaya Fakultas
Hilipito, A. (2013). Analisis Kelayakan pertanian Institut Pertanian Bogor.
Finansial dan Sensitivitas Usaha Rindyani, R. (2011). Analisis Kelayakan
Ternak Ayam Finansial Budidaya Melon
Junaidi, J. (2014). Statistik Deskriptif Hidroponik PT.Mekar Unggul Sari
dengan Microsoft Office Excel. Cileungsi Bogor. Skripsi. Program
Jambi. Fakultas Ekonomi dan Studi Agribisnis Fakultas Sains
Bisnis UNJA Dan Teknologi Universitas Isam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

199
Jurnal Perspektif Pembiayaan dan Pembangunan Daerah Vol. 2 No. 4, April-Juni 2015 ISSN: 2338- 4603

Subandi. 2012. Ekonomi Pembangunan.


Alfabeta. Bandung.
Wening Kusuma, Parama Tirta
Wulandari. (2012). Analisis
Kelayakan Finansial Pengembangan
Usaha Kecil Menengah (Ukm) Nata
De Coco Di Sumedang Jawa Barat.
Jurnal.

200

You might also like