0% found this document useful (0 votes)
71 views59 pages

Skripsi - Febri Isni Prajayana - Kajian Konversi Limbah Padat Jerami Padi Menjadi Biogas

This document is a thesis written in Indonesian titled "Study of Conversion of Solid Rice Straw Waste into Biogas" by Febri Isni Prajayana. The thesis discusses converting rice straw, an agricultural waste product in Indonesia, into biogas through fermentation. Key points include: - Rice straw production in Indonesia reached 80 million tons in 2005 and 84 million tons in 2010, but most is not utilized. - The study aims to design an fermentation process to convert rice straw waste into biogas and characterize the digestate and leachate products. - Fermentation with 75% new feed and 25% digestate produced the most gas (302 liters/kg VS), followed by 100
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
0% found this document useful (0 votes)
71 views59 pages

Skripsi - Febri Isni Prajayana - Kajian Konversi Limbah Padat Jerami Padi Menjadi Biogas

This document is a thesis written in Indonesian titled "Study of Conversion of Solid Rice Straw Waste into Biogas" by Febri Isni Prajayana. The thesis discusses converting rice straw, an agricultural waste product in Indonesia, into biogas through fermentation. Key points include: - Rice straw production in Indonesia reached 80 million tons in 2005 and 84 million tons in 2010, but most is not utilized. - The study aims to design an fermentation process to convert rice straw waste into biogas and characterize the digestate and leachate products. - Fermentation with 75% new feed and 25% digestate produced the most gas (302 liters/kg VS), followed by 100
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
You are on page 1/ 59

KAJIAN KONVERSI LIMBAH PADAT JERAMI PADI

MENJADI BIOGAS

SKRIPSI

FEBRI ISNI PRAJAYANA

F34061166

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011
CONVERSION OF RICE STRAW SOLID WASTE INTO BIOGAS

Febri Isni Prajayana, Muhammad Romli, and Suprihatin


Departemen of Agroindustrial Technology, Faculty of Agriculturual Technology, Bogor
Agricultural University, IPB Darmaga, PO Box 220, Bogor, West Java, Indonesia
Phone +62 819 2758 007, e-mail: [email protected].

ABSTRACT
Indonesia produced 80 million tons of rice straw in 2005. It increased to 84 million tons
in 2010. Most of the biomass have not been used. On the other side, the need of energy increases
,thereby demanding for alternative renewable energy. Rice straw can be fermented to produce
biogas, as a one of source of renewable energy. The purposes of this research are to design
fermentation process to convert rice straw solid waste to produce biogas, to get the best mode of
feed addition, and to get the characteristics of products (digestate and leachate ) from
fermentation process. The experiment are conducted in 1,5 liter and 10 liter reactors.
Fermentation of rice straw with feed addition 75% of new feeds and 25 % digestate can produce
302 liter gas /kg VS higher than fermentation of rice straw from all new feeds (268 liter gas/kg
VS) and fermentation from 50% new feeds and 50% digestate (119lite gasr/kg VS). The
decomposition of organic materials into biogas is indicated by reduction of organic material and
COD. The characteristics of digestate from fermentation process with all new feeds are 76,9%
moisture; 8,1% inorganic materials; nitrogen(N) 0,7 %; carbon (C) 36,2%; phosphate (P2O5)
0,2%; and pH 7. The characteristicsof digestate from fermentation process with 50% new feeds
and 50% digestate are 75,5% moisture, 8,9% inorganic materials; nitrogen(N) 0,4%; carbon (C)
34,4%; phosphate (P2O5) 0,2%; and pH 8,3. The characteristics of digestate from fermentation
process with 75% new feeds and 25% digestate are 78% moisture; 8,3% inorganic materials;
nitrogen(N) 1,1 %; carbon (C) 21,6%; phosphate (P2O5) 0,5%; and pH 8,3. The characteristics of
leachate from fermentation process with all new feeds are: nitrogen(N) 0,27 ppm; carbon (C)
0,2%; phosphate (P2O5) 67 ppm; and pH 7,3. The characteristics of leachate from fermentation
process with 50% new feeds and 50% digestate are: nitrogen(N) 104 ppm; carbon (C) 2,8%;
phosphate (P2O5) 64 ppm; and pH 7,8. The characteristics of leachate from fermentation process
with 75% new feeds and 25 % digestate are: nitrogen(N) 98 ppm; carbon (C) 0,3 %; phosphate
(P2O5) 68 ppm; and pH 7,6. The digestate from fermentation process can be used as organic
fertilizer.

Keywords : rice straw, biogas, leachate, digestate.


FEBRI ISNI PRAJAYANA. F34061166. Kajian konversi Limbah Padat Jerami Padi Menjadi
Biogas. Di bawah bimbingan Muhammad Romli dan Suprihatin. 2011

RINGKASAN

Jerami merupakan bagian vegetatif dari tanaman padi (batang, daun, dan tangkai malai).
Pada waktu tanaman dipanen, jerami adalah bagian tanaman yang tidak diambil. Produksi gabah
nasional adalah 54 juta ton (2005), sehingga diperkirakan sekitar 80 juta ton jerami dihasilkan.
Pada tahun 2010 diperkirakan produksi gabah 57 juta ton, sehingga akan dihasilkan 84 juta ton
jerami padi. Disisi lain kebutuhan energi terus meningkat, sehingga menimbulkan kelangkaan
karena sumber energi bersifat tidak terbarukan. Oleh karena itu perlu dikembangkan alternatif
energi baru terbarukan, yang salah satunya adalah biogas. Biogas dapat dihasilkan dari fermentasi
bahan-bahan organik pada jerami padi oleh bakteri anaerobik. Pemanfaatan jerami untuk produksi
biogas bisa meningkatkan nilai tambah jerami dan sumber energi terbarukan.
Penelitian ini bertujuan untuk merancang proses fermentasi untuk mengkonversi limbah
padat jerami padi menjadi biogas, mendapatkan rasio penambahan feed terbaik dan melakukan
karakterisasi pada produk yang dihasilkan, yaitu : gas, digestat dan lindi. Penelitian pendahuluan
dilakukan untuk mengetahui produksi gas dari jenis jerami baru dan jerami busuk, serta untuk
mengetahui pengaruh pengaturan suhu pada produksi biogas. Penelitian utama dilakukan dengan
menggunakan reaktor kapasitas 10 liter yang dilengkapi penampung lindi untuk
meresirkulasikanya kembali ke dalam reaktor, pengukur gas, pengatur suhu pada selang mesofilik
dan lubang sampling. Rasio feed yang ditambahkan adalah 50% dan 75%. Karakterisasi digestat
dan lindi hasil fermentasi meliputi: parameter nitogen (N), karbon (C), Phospat (P2O5), pH, kadar
abu, dan kadar air.
Jerami padi yang baru, dapat menghasilkan biogas 20 ml/hari, lebih banyak dibandingkan
jerami busuk, yaitu 17 ml/hari. Pengaturan suhu fermentasi pada suhu mesofilik dapat
meningkatkan produksi biogas pada dari jerami padi dari 20 ml/hari menjadi 56 ml/hari.
Produksi biogas terbesar dihasilkan oleh perlakuan penambahan feed 75%, yaitu 302
liter/kg VS, diikuti dengan perlakuan awal (100% feed baru) 268 liter/ kg VS dan perlakuan
penambahan feed 50% 119 liter/kg VS. Proses penguraian bahan organik menjadi biogas dapat
terlihat melalui penurunan nilai COD pada semua perlakuan, baik pada bahan padat ataupun pada
air lindi yang dihasilkan.
Produk hasil fermentasi limbah jerami padi (digestat) pada perlakuan awal memiliki kadar
air 76,9%, Kadar abu 8,1%, nitrogen (N) 0,7 %, karbon (C) 36,3%, phospat (P2O5) 0,2%, dan pH
7. Pada perlakuan penambahan feed 50% memiliki karakteristik, yaitu : kadar air 75,5%; kadar abu
8,9%; nitrogen (N) 0,4%; karbon (C) 34,4%; phospate (P2O5) 0,2%; dan pH 8,3. Pada perlakuan
penambahan feed 75% memiliki karakteristik, yaitu : kadar air 78%; kadar abu 8,3%; nitrogen (N)
1,1 %; karbon (C) 21,6 %; phospate (P2O5) 0,5%; dan pH 8,3. Hasil fermentasi limbah jerami padi
berupa lindi pada perlakuan awal memiliki karakteristik, yaitu : nitrogen (N) 0,2 ppm; karbon (C)
0,2 %; phospate (P2O5) 68 ppm; dan pH 7,3. Pada perlakuan penambahan feed 50% memiliki
karakteristik yaitu : nitrogen (N) 104 ppm; karbon (C) 2,8%; phospate (P2O5) 64 ppm dan pH 7,8.
Pada perlakuan penambahan feed 75% memiliki karakteristik yaitu : nitrogen (N) 98 ppm; karbon
(C) 0,3 %; phospate (P2O5) 68 ppm dan pH 7,6. Karakteristik digestat hasil fermentasi limbah
jerami padi mendekati standar mutu (SNI) kompos sehingga dapat dipergunakan sebagai pupuk
organik.
KAJIAN KONVERSI LIMBAH PADAT JERAMI PADI
MENJADI BIOGAS

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Isntitut Pertanaian Bogor

Oleh
FEBRI ISNI PRAJAYANA
F34061166

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011
Judul Skripsi : Kajian Konversi Limbah Padat Jerami Padi Menjadi Biogas
Nama : Febri Isni Prajayana
NIM : F34061166

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir . Muhammad Romli, M.Sc,st Prof. Dr-Ing. Ir. Suprihatin


NIP 19601205 198609 1 001 NIP 19631221 199003 1 002

Mengetahui :
Ketua Departemen

Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti


NIP 19621009 198903 2 001

Tanggal lulus :
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Kajian Konversi
Limbah Padat Jerami Padi Menjadi Biogas adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan
Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar
Pustaka di badian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2011


Yang membuat pernyataan

Febri Isni Prajayana


F34061166
© Hak cipta milik Febri Isni Prajayana
Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari


Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi,
microfilm, dan sebagainya
BIODATA PENULIS

Penulis bernama Febri Isni Prajayana, dilahirkan di Jambi, 19


Februari 1989. Ayah bernama Mulyono dan Ibu bernama
Munjayanah. Penulis merupakan putra kedua dari empat (4)
bersaudara. Pendidikan dasar hingga menengah penulis selesaikan
di Jambi, SD 111 Muara Bulian, SLTP 3 Batang Hari, dan SMA
Titian Teras Jambi. Penulis diterima di IPB melalui jalur Undangan
Saringan Masuk IPB (USMI) pada tahun 2006 dan bergabung
dengan Departemen Teknologi Industri Pertania IPB (TIN). Selama menempuh pendidikan
menengah pertama (SMP) dan menengah atas (SMA) penulis aktif di Organisasi Intra Sekolah
(OSIS) sebagai wakil ketua (2004-2005) dan berbagai kegiatan ekstra sekolah seperti drum band,
dan olimpiade sains. Selama kuliah penulis aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas
Teknologi Pertanian periode 2007-2008 sebagai staf departemen Advokasi, Forum Bina Islami
Fakultas Teknologi Pertanian periode 2007-2008 sebagai staff Departemen Kajian Pangan Halal
dan aktif di Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri Pertanian (HIMALOGIN) periode 2008-
2009 sebagai Ketua. Selain itu penulis juga aktif di Himpunan Mahasiswa Jambi (2008-2009)
sebagai Ketua.Pada bulan Februari 2010 penulis melakukan kegiatan praktek lapang di PT.
Goodyear Indonesia Tbk, Bogor, Jawa barat, dengan tema “Mempelajari Sistem Pengolahan
Limbah Industri di PT. Goodyear Indonesia Tbk”. Pada tahun 2010, penulis melakukan penelitian
sebagai tugas akhir dengan judul “Kajian konversi Limbah Padat Jerami Padi Menjadi Biogas” di
Laboratorium Teknologi dan manajemen Lingkungan Departemen TIN IPB
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan kehadapan Allah SWT atas karuniaNYA sehingga skripsi ini
dapat diselesaikan. Penelitian dengan judul Kajian Konversi Limbah Padat Jerami padi Menjdi
Biogas ini dilaksanakan di Laboratoriun Teknologi dan Manajemen Lingkungan TIN IPB sejak
bulan Maret 2010 sampai Februari 2011.
Dengan telah selesainya penelitian hingga tersusunya skripsi ini, penulis ingin
menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Dr. Ir. Muhammad Romli, M.Sc,st. sebagai dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan dan arahan sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik.
2. Bapak Prof. Dr-Ing. Ir. Suprihatin. sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan arahan
dan bimbingan selama penelitian.
3. Bapak Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak
masukan bagi kesempurnaan skipsi ini.
4. Aziz Wildan dan Mas Angga yang telah banyak membantu dan memberikan masukan dalam
penelitian ini.
5. Pak Yogi, selaku laboran TML yang telah banyak membantu dalam urusan teknis di Lab.
TML.
6. Mbak Ajizah, Yana dan Winda yang banyak membantu dalam proses penelitian.
7. Ari, Muthi, Ariya, Randi, Asto, Nunu, Faisal, dan seluruh teman-teman TIN 43 atas
kerjasama dan persahabatan yang dilalui selama perkuliahan.
8. Teman-teman PPSDMS Reg. 5 Bogor atas persahabatan dan motivasi yang selalu diberikan
dalam keseharian penulis.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kekhilafan dalam skripsi ini.
Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi
kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat dan
memberikan kontribusi nyata dalam perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, Maret 2011

Febri Isni Prajayana

vi
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ………………………………………………………………… vi
DAFTAR TABEL …………………………………………………………………….. viii
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………………….. ix
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………………….. x
I. PENDAHULUAN ………………………………………………………………. 1
A. LATAR BELAKANG ………………………………………………………. 1
B. TUJUAN ……………………………………………………………………. 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………………….. 3
A JERAMI PADI……………………………………………………………… 3
B BIOGAS ……………………………………………………………………. 4
1. Pengertian Biogas …………………………………………………….. 4
2. Tahapan Pembentukan Biogas ………………………………………... 5
3. Faktor Yang Mempengaruhi Biogas …………………………………. 7
C PUPUK ORGANIK ………………………………………………………… 8
III. METODE PENELITIAN ……………………………………………………… 10
A ALAT DAN BAHAN ………………………………………………………. 10
B METODOLOGI ……………………………………………………………. 10
1. Penelitian Pendahuluan ………………………………………………... 10
2. Penelitian Utama ………………………………………………………. 11
A. Desain Reaktor Biogas ……………………………………………... 11
B. Perlakuan Percobaan ………………………………………….. 14
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………………………… 16
A KARAKTERISTIK BAHAN……………………………………………….. 16
B PENELITIAN PENDAHULUAN ………………………………………….. 17
C PENGARUH PENAMMBAHAN FEED PADA KINERJA FERMENTASI
ANAEROBIK PADA REAKTOR 10 LITER ……………………………… 18
1. Produksi Gas ………………………………………………………….. 18
2. Perubahan COD ………………………………………………………. 20
3. Penurunan Kadar Bahan Organik (Volatile Solid) ……………………… 22
4. Perubahan pH …………………………………………………………. 23
5. Karakteristik Produk Hasil Fermentasi ……………….. ……………. 24
D RANCANGAN REAKTOR BIOGAS …………………………………….. 25
1. Aplikasi Penelitian ……………………………………………………. 25
2 Rancangan Reaktor …………………………………………………… 26
V. KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………………………… 28
A KESIMPULAN …………………………………………………………….. 28
B SARAN …………………………………………………………………….. 28
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………. 29
LAMPIRAN …………………………………………………………………………… 32

vii
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Data perkiraan produksi jerami diberbagai negara ……………………. 3
Tabel 2. Komposisi biogas ……………………………………………………… 4
Tabel 3. Bahan baku biogas ……………………………………………………... 5
Tabel 4. Karakteristik bahan baku limbah jerami padi ………………..………… 16
Tabel 5. Laju pembentukan gas ……………………...………………………….. 22
Tabel 6. Karakteristik digestat hasil fermentasi ………………………………… 24
Tabel 7. Karakteristik air lindi hasil fermentasi ………………………………… 25
Tabel 8. Standar kualitas kompos ………………………………………………. 25

viii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Fermentasi anaerobik bahan organik menjadi gas metan ……………. 5
Gambar 2. Reaktor biogas skala 1,5 L …………………………………………… 10
Gambar 3. Diagram alir penelitian pendahuluan ………………………………… 11
Gambar 4. Desain reaktor biogas 10 L …………………………………………... 12
Gambar 5. Foto reaktor biogas 10 L ……………………………………………... 13
Gambar 6. Unit pengukur volume lindi ………………………………………….. 13
Gambar 7. Diagram alir penelitian utama ………………………………………... 15
Gambar 8. Produksi gas kumulatif dari jerami …………………………………... 17
Gambar 9. Laju produksi gas pada suhu terkendali pada 32 o C ………………... 18
Gambar 10. Produksi gas harian ………………………………………………….. 19
Gambar 11. Volume gas kumulatif ……………………………………………….. 19
Gambar 12. Perubahan COD bahan padat ………………………………………… 21
Gambar 13. Perubahan COD lindi ………………………………………………… 21
Gambar 14. Perubahan bahan organik (Volatile Solid)……………………………. 22
Gambar 15. Perubahan pH pada bahan padat …………………………………….. 23
Gambar 16. Perubahan pH lindi …………………………………………………... 24
Gambar 17. Rancangan Reaktor Biogas ……….. ………………………………… 27

ix
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1. Data penurunan bahan organik (volatile solid) …………………….. 32
Lampiran 2. Data produksi gas harian …………………………………………….. 33
Lampiran 3. Data produksi gas kumulatif …………………………………………. 35
Lampiran 4. Data pH digestat……………………………………………………… 37
Lampiran 5. Data pH lindi………………………………………………………….. 38
Lampiran 6. Data COD bahan padat ………….. ………………………………….. 39
Lampiran 7. Data COD lindi ………………………………………………………. 40
Lampiran 8 Prosedur analisis kimia fermentasi …………………………………... 41
Lampiran 9. Neraca massa proses fermentasi ……………………………………... 43

x
I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Jerami merupakan bagian vegetatif dari tanaman padi (batang, daun, dan tangkai
malai). Pada waktu tanaman dipanen, jerami adalah bagian tanaman yang tidak diambil.
Jumlah produksi jerami padi cukup banyak, bergantung pada luas tanam padi. Perbandingan
antara bobot gabah yang dipanen dengan jerami padi (grain straw ratio) pada saat panen
pada umumnya 2:3. Pada saat produksi gabah nasional 54 juta ton pada tahun 2005, berarti
terdapat 80 juta ton jerami yang dihasilkan pada tahun tersebut, pada tahun 2010
diperkirakan produksi jerami padi sampai 84 juta ton (Makarim 2007).
Di Indonesia pada umumnya, jerami belum dinilai sebagai produk yang memiliki
nilai ekonomi. Petani mengumpulkan dan menumpuk jerami dipinggir sawah dan
membiarkan siapa saja untuk mengambil jerami. Pada sistem usaha tani intensif, jerami padi
sering dianggap sebagai sisa tanaman yang mengganggu pengolahan tanah dan penanaman
padi. Banyak petani yang membakar jerami setelah beberapa hari panen. Sedikit yang jeli
melihat jumlah jerami yang besar memanfaatkannya untuk peternakan (pakan dan alas
ternak), pupuk organik maupun kerajinan tangan. Namun, ini minim sekali dibandingkan
dengan jumlah produksi jerami yang sangat besar. Peningkatan nilai manfaat jerami perlu
dilakukan, mengingat potensi yang sangat besar dan tidak akan habis-habisnya selama padi
(beras) masih menjadi salah satu makanan pokok manusia.
Di sisi lain, strategi pemerintah mensubstitusi sebagian kebutuhan energi fosil
dengan energi alternatif terbarukan dari sumber nabati (BBN/Bahan Bakar Nabati), seperti
biodiesel dari minyak sawit kasar (CPO/crude palm oil) atau jarak pagar (Jatropha curcas,
L.), singkong dan tebu, telah menyebabkan kompetisi dengan kebutuhan pangan dan
berpotensi mengancam ketahanan pangan.
Salah satu alternatif untuk memecahkan kedua masalah tersebut di atas adalah
pemanfaatan sumberdaya yang selama ini belum dikelola secara maksimum di dalam sistem
pertanian. Ketersediaan limbah pertanian (biomasa) di Indonesia merupakan suatu potensi
sumberdaya untuk memproduksi energi alternatif terbarukan. Jerami padi mengandung
kurang lebih 39% selulosa dan 27,5% hemiselulosa. Kedua bahan polisakarida ini dapat
dihidrolisis menjadi senyawa yang lebih sederhana. Hasil hidrolisis tersebut selanjutnya
dapat difermentasi menjadi ethanol atau metana.
Jerami selama ini belum dimanfaatkan secara optimum, dan berpotensi untuk
dikonversi menjadi biogas. Nilai konversi jerami menjadi biogas mencapai 250-350 liter/kg
berat kering (Arati 2009). Gas metan (biogas) sangat potensial untuk dimanfaatkan sebagai
sumber energi pengganti bahan bakar dari energi fosil. Daerah-daerah pedesaan di Indonesia
merupakan pusat produksi pertanian dan sumber bahan baku biogas berupa limbah pertanian
berupa jerami padi.
Pada proses fermentasi bahan, pada umumnya produksi biogas yang banyak
dilakukan menggunakan sistem batch, dan memerlukan waktu yang panjang. Untuk
mendapatkan produksi biogas yang lebih baik dan waktu tinggal (retention time) yang lebih
cepat fermentasi bahan dilakukan dengan penggunaan kembali digestat dari proses fermentasi
jerami sebagai stater pada proses fermentasi bahan berikutnya. Penggunaan kembali sebagian

1
digestat ini diharapkan dapat mempercepat proses penguraian dan produksi biogas dari bahan
jerami.
Lebih jauh pemanfaatan jerami dapat tidak hanya sebatas konversi menjadi biogas,
namun juga terdapat potensi perolehan kembali unsur hara melalui daur ulang bahan pasca
terkonversi menjadi biogas dalam bentuk pupuk padat organik dan air lindi (pupuk cair) hasil
proses anaerobik. Melalui fermentasi media padat pada fermentasi limbah padat jerami padi
diharapkan bisa menghasilkan biogas dan pupuk organik.

B. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan :


1. Merancang proses fermentasi untuk mengkonversi limbah jerami padi menjadi biogas.
2. Mendapatkan rasio penambahan feed terbaik dalam kinerja fermentasi limbah padat
jerami padi menjadi biogas.
3. Melakukan karakterisasi produk hasil proses fermentasi.

2
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. JERAMI PADI

Jerami merupakan bagian vegetatif dari tanaman padi (batang, daun, dan tangkai
malai). Pada waktu tanaman dipanen, jerami adalah bagian tanaman yang tidak diambil.
Bobot Jerami padi merupakan fungsi dari ketersediaan air, varietas, nisbah gabah/jerami, cara
budidaya, kesuburan tanah, musim, iklim dan ketinggian tempat. Jerami terdiri atas daun,
pelepah daun, ruas atau buku. Ketiga unsur ini relatif kuat karena mengandung silika dan
selulosa yang tinggi sehingga pelapukanya memerlukan waktu. Namun jika diberi perlakuan
tertentu akan mempercepat terjadi perubahan strukturnya (Makarim 2007).
Produksi jerami padi di Indonesia juga merupakan salah satu yang terbesar. Pada
Tabel 1 berikut dapat dilihat data produksi jerami padi diberbagai negara.

Tabel 1. Data perkiraan produksi jerami diberbagai negara


Negara Luas Panen Produksi Prakiraan Produksi Jerami
(‘000 ha) (‘000 Ton) (‘000 Ton)’)
Cina 30.503 190.168 285.252
India 44.600 161.500 242.250
Indonesia 11.523 51.000 76.500
Bangladesh 10.700 35.821 53.732
Vietnam 7.655 32.554 48.831
Thailand 10.048 23.403 35.105
Myanmar 6.211 20.125 30.188
Filipina 4.037 12.415 18.623
Jepang 1.770 11.863 17.796
Brasil 3.672 11.168 16.752
Amerika Serikat 1.232 8.669 13.004
Korea Selatan 1.072 7.067 10.600
Pakistan 2.312 7.000 10.500
Nepal 1.550 4.030 6.045
Nigeria 2.061 3.277 4.916
‘) angka perkiraan, berdasarkan grain ratio 2:3
Sumber : Maclean et al. (2002) didalam Makarim (2007)

Di Indonesia rata-rata kadar hara jerami padi adalah 0,4% N; 0,02 %P; 1,4 %K; dan 5,6%
Si (Makarim 2007). Jerami padi mengandung 40-43% C (Makarim 2007).
Fermentasi biogas dapat dibuat dari berbagai residu tanaman dan sumber bahan organik,
termasuk jerami padii. Setiap kilogram jerami dihasilkan 0,25 m3 gas metan dan residunya
mengandung 38 % C (Makarim 2007). Jerami relatif sulit terdekomposisi. Hanya 9-16 % dari
produksi total, sehingga untuk mempercepat produksi gas jerami perlu dikomposkan terlebih
dahulu (Makarim 2007).

3
B. BIOGAS

1. Pengertian Biogas

Biogas adalah campuran gas yang dihasilkan dari aktivitas bakteri metanogenik
pada kondisi anaerobik atau fermentasi bahan-bahan organik (Wahyuni 2010). Biogas
merupakan produk dari pendegradasian substrat organik secara anaerobik. Karena proses
ini menggunakan kinerja campuran mikroorganisme dan tergantung terhadap berbagai
faktor seperti suhu, pH, hydraulic retention, rasio C:N dan sebagainya sehingga proses ini
berjalan lambat (Yadvika et al. 2004).
Menurut Indiartono (2006), teknologi biogas pada dasarnya memanfaatkan
proses pencernaan yang dilakukan oleh bakteri metanogen yang produknya berupa gas
metan (CH4) yang mencapai 60 %. Bakteri ini bekerja pada lingkungan yang tidak ada
udara (anaerob), sehingga proses ini juga disebut pencernaan anaerob (anerob digestion).
Pada tabel 2 berikut terdapat komposisi biogas.

Tabel 2. Komposisi biogas


No Komponen Gas Rumus Kimia Persentase (%)
1 Methana CH 55 – 75 %
4

2 Karbon Dioksida CO 25 – 45 %
2
3 Karbon Monoksida CO 0 – 0.3 %
4 Nitrogen N 1–5%
2
5 Hidrogen H 0–3%
2

6 Hidrogen Sulfida HS 0.1 – 0.5 %


2

7 Oksigen O sedikit
2

Sumber : Karellas (2010)

Menurut Wahyuni (2010), satu (1) m3 setara dengan elpiji 0,46 kg, Minyak tanah
0,62 liter, minyak solar 0,52 liter, bensin 0,80 liter, dan kayu bakar 3,5 kg.
Bahan baku biogas dapat berasal dari segala kotoran binatang, termasuk manusia.
Sampah organik juga dapat digunakan sebagai bahan pokok pembuatan biogas (Aprianti
2007). Menurut (Meynell 1976) semua bahan organik yang terdapat dalam tanama,
karbohidrat, selulosa adalah salah satu bahan baku biogas. Selulosa secara normal mudah
dicerna oleh bakteri, tapi selulosa dari beberapa dari beberapa bahan tanaman sedikit sulit
didegradasi bila dikombinasikan dengan lignin. Lignin merupakan molekul kompleks
yang memiliki bentuk rigid dan struktur berkayu dari tanaman, dan bakteri hampir tidak
dapat mencernanya. Pada Tabel 3 di bawah ini, terdapat beberapa bahan yang dapat
digunakan untuk menghasilkan biogas yang berasal dari tumbuhan maupun dari kotoran
hewan.

4
Tabel 3. Bahan baku biogas
Bahan Produksi biogas Kadar Metana Waktu
(L/kg TS*) dalam Biogas (%) Tinggal
(hari)
Pisang (buah dan daun) 940 53 15
Rumput 450-530 55-57 20
Jagung (batang secara 350-500 50 20
keseluhan)
Jerami (dicacah) 250-350 58 30
Tanaman rawa 380 56 20
Kotoran ayam 300-450 57-70 20
Kotoran domba 180-220 56 20
Kotoran sapi 190-220 68 20
Sampah (fraksi organik) 380 56 25

*) TS= total solids / bahan kering


Sumber: Arati (2009)

2. Tahapan Pembentukan Biogas

Menurut Gijzen (1987), dekomposisi anaerobik pada biopolymer organik


kompleks menjadi gas metan dilakukan oleh aktivitas kombinasi mikroba. Secara umum
dekomposisi ini dapat digolongkan dalam empat reaksi, yaitu ; hidrolisis, asidogenesis,
asetogenesis dan metanogenesis. Pada Gambar 1 tampak beberapa tahap mekanisme
dekomposisi anaerobik pada bahan organik.

TAHAP I TAHAP 2 TAHAP 3 TAHAP 4


Selulase (Hidrolisis) (Asidogenesis) (Asetogenesis) (Metanogenesis)
Polimer
Karbohidrat

Bakteri Asam Bakteri Bakteri


Senyawa
Lipase Organik Asetat CH4+CO2
Lemak Terlarut
Asam Alkohol Asetat Metan

Protease
Protein

Sumber : De Wilde dan Vanhille (1985)

Gambar 1. Fermentasi anaerobik bahan organik menjadi gas metan

5
Penjelasan dari mekanisme dekomposisi anaerobik bahan organik, seperti tampak
pada Gam bar 1, adalah sebagai berikut :

1. Hidrolisis
Menurut Yadvika et al. (2004), dalam tahapan hidrolisis terjadi pemecahan
enzimatis dari bahan yang tidak mudah larut seperti lemak, polisakarida, protein,
asam nukleat dan lain-lain menjadi bahan yang mudah larut. Protein dihidrolisis
menjadi asam-asam amino, karbohidrat menjadi gula-gula sederhana, sedang lemak
diurai menjadi asam rantai pendek (Yani dan Darwis 1990).
Pemecahan ini dilakukan oleh sekelompok bakteri anaerobik seperti
Bactericides dan Clostridia maupun bakteri fakultatif, seperti Streptoccoci (Yadvika
et al. 2004). Dan dibantu oleh enzim selulolitik, lipolitik, proteolitik dan lainya
sehingga mempercepat dekomposisi polimer menjadi monomer-monomer (NAS
1977)
Ikatan alfaglikosidik umumnya terdapat pada sebagian besar polimer seperti
pati dan glikogen yang dapat dihidrolisis oleh amylase. Pectin lebih mudah
didegradasi oleh pektinase atau amylase, dedangkan protein oleh protease atau
peptidase. Selulosa merupakan senyawa yang resisten terhadap reaksi hidrolisis,
namun ikatan beta(1-4)-glikosidik pada unit D-glukosa yang terdapat dalam selulosa
dapat dihidrolisis oleh selulase. Selulase merupakan komleks enzim selulolitik yang
terdiri dari eksoglukanase, endoglukanase dan selobiase (beta-glukosidase) (Khan
1980).

2. Asidogenesis
Pada tahap asidogenesis, bakteri menghasilkan asam, mengubah senyawa
rantai pendek hasil proses pada tahap hidrolisis menjadi asam asetat, hidrogen dan
karbondioksida. Bakteri tersebut merupakan bakteri anaerobik yang dapat tumbuh
dan berkembang pada keadaan asam. Untuk menghasilkan asam asetat bakteri
tersebut memerlukan oksigen dan karbon yang diperoleh dari oksigen yang terlarut
dalam larutan, pembentukan asam dalam kondisi anaerobik sangat penting untuk
membentuk gas metan oleh mikroorganisme pada proses selanjutnya. Selain itu,
bakteri tersebut juga mengubah senyawa yang bermolekul rendah menjadi alkohol,
asam organik, asam amino, karbondioksida, H2S dan sedikit gas metan (Amaru
2004).
Menurut Bryant (1981) produk terpenting dalam tahapan asidogenesis adalah
asam asetat, asam propionate, asam butirat, H2 dan CO2. Selain itu dihasilkan
sejumlah kecil asam formiat, asam laktat, asam valerat, methanol, etanol, butadienol
dan aseton.
Bakteri pembentuk asam biasanya dapat bertahan dalam kondisi yang
mendadak daripada bakteri penghasil metan. Bakteri ini jika dalam kondisi
anaerobik, mampu menghasilkan makanan pokok untuk penghasil gas metan dan
aktifitas enzim yang dihasilkan terhadap protein dan asam amino akan
membebaskan garam-garam amino yang merupakan satu-satunya sumber nitrogen
yang dapat diterima oleh bakteri pengahasil metan (Yani dan Darwis 1990).

6
3. Asetogenesis
Tidak semua produk asetogenesis dapat dipergunakan secara langsung pada
tahap metanogenesis, Bryant (1987) dan Hashimoto (1980), mengemukakan bahwa
alkohol dan asam volatile rantai pendek tidak dapat langsung dipergunakan sebagai
substrat pembentuk metan, tetapi harus dirombak dulu oleh bakteri asetogenik
menjadi asetat, H2 dan CO2.
Asam lemak yang teruapkan dari hasil asidogenesis digunakan sebagai energi
oleh beberapa baktei obligat anaerobik. Tetapi bakteri-bakteri tersebut hanya mampu
mendegradasi asam lemak menjadi asam asetat. Salah satunya adalah degradasi
asam propionate oleh Synthrophobacter wolini (Weismann 1991). Produk yang
dihasilkan ini menjadi substrat pada pembentukan gas metan oleh bakteri
metanogenik. Setelah asidogenesis dan asetogenesis, diperoleh asam asetat,
hidrogen, dan karbondioksida yang merupakan hasil degradasi anaerobik bahan
organik.

4. Metanogenesis
Metanogenesis merupakan tahap akhir dari semua tahap konversi anaerobik
dari bahan organik menjadi metan dan karbondiokasida. Pada tahap awal
pertumbuahanya, bakteri metanogenik bergantung pada ketersediaan nitrogen dalam
bentuk ammonia dan jumlah substrat yang digunakan. Pada tahap metanogenesis,
bakteri metnogenik mensintesis senyawa dengan berat molekul rendah menjadi
senyawa dengan berat molekul tinggi. Sebagai contoh, bakteri ini menggunakan
hidrogen, CO2 dan asam asetat untuk membentuk metana dan CO2. Bakteri
penghasil asam dan gas metan bekerjasama secara simbiosis. Bakteri penghasil asam
membentuk keadaan lingkungan yang ideal untuk bakteri penghasil metana.
Sedangkan bakteri pembentuk gas metan menggunakan asam yang dihasilakn
bakteri penghasil asam. Tanpa adanya proses simbiotik tersebut, akan menciptakan
kondisi toksik bagi mikroorganisme penghasil asam (Amaru 2004).

3. Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Biogas

1. Ketersediaan Substrat
Menurut Yani dan Darwis (1990), Kebutuhan nutrient dalam pencernaan
anaerobik meliputi karbon, nitrogen, hidrogen, dan fosfor. Nutrisi terpenting adalah
karbon dan nitrogen. Rasio optimum C/N yaitu 20:1 sampai 30:1. Nilai rasio C/N
tergantung pada komposisi substrat yang digunakan dalam pembuatan biogas.
Kandungan nitrogen yang besar, seperti kotoran manusia dan hewan dapat
ditambahkan sampah organik yang banyak mengadung karbon untuk menghasilkan
rasio C/N optimum.

2. Kadar Air.
Menurut Van Buren (1979), agar dapat beraktifitas normal, bakteri
pengghasil biogas memerlukan substrat dengan kadar air 90% dan kadar padatan 8-
10%. Jika bahan yang digunakan merupakan bahan berjenis kering, maka perlu
ditambah air, tetapi jika substratnya berbentuk lumpur, maka tidak perlu
penambahan banyak air.

7
3. Kondisi Anaerob
Penguraian senyawa organik pada kondisi aerob akan menghasilkan CO2,
bila pada kondisi anaerob akan menghasilkan gas metan (Mazumdar 1982). Dalam
hal pembuatan biogas maka udara sama sekali tidak diperlukan dalam reaktor.
Keberadaan udara menyebabkan gas CH4 tidak akan terbentuk. Untuk itu maka
reaktor biogas harus dalam keasadaan tertutup rapat.
Menurut Yani dan Darwis (1990), oksigen dapat membunuh bakteri
anaerobik penghasil gas metan. Bakteri metanogen termasuk mikroorganisme
anaerobik yang sangat sensitive terhadap oksigen, diketahui pertumbuhanya akan
terhambat dalam konsentrasi oksigen terlarut 0,01 mg/l.

4. Derajat Keasaman
Nilai pH terbaik untuk suatu digester yaitu berkisar 7,0. Bila pH dibawah 6,5
aktifitas mikroba akan menurun dan dibawah 5,0 fermentasi akan terhenti (Yani dan
Darwis 1990).

5. Temperatur
Gas metana dapat diproduksi pada tiga kisaran temperature sesuai dengan
sifat dan karaketeristik bakteri yang ada. Bakteri psyhrophilic 0-7 oC, bakteri
meshophilic pada temperature 13-40 oC, sedangkan thermophilic pada temperature
55-60 oC (Fry 1974)
Aktifitas bakteri dalam digester untuk menghasilkan gas tergantung pada
temperature lingkungan. Meskipun gas dapat dihasilkan pada suhu 20-40oC,
dekomposisi yang lebih cepat akan diperoleh dengan menaikan suhu diogester
hingga 40-60 oC. tetapi digester dengan suhu mesofilik merupakan terbaik, karena
suhu 21-40oC lebih mudah dijaga, kadar H2S yang dihasilkan lebih rendah dan
bakteri mesofilik lebih toleran fluktuasi suhu. Suhu optimum untuk mikroba
penghasil biogas antara 30-35oC (Yani dan Darwis 1990).

6. Inhibitor
Kapasitas suatu senyawa dapat menghambat aktivitas proses didalam
digester, tergantung pada konsentrasinya. Diantaranya senyawa yang bersifat toksik
pada konsentrasi tinggi adalah sulfide, logam terlarut, antibiotic, alkali tanah
(natrium, kalsium, magnesium) dan ammonia. Sebagian senyawa tersebut terlarut
dan bersifat toksik pada pH rendah (Wise et al. 1987).

C. PUPUK ORGANIK

Pengomposan (composting) didefinisikan sebagai dekomposisi biologis dan


stabilisasi dari bahan organik pada suhu termofilik sebagai hasil dari produksi panas secara
biologis dengan hasil akhir berupa produk yangcukup stabil dalam bentuk padatan (agregat)
komplek (Haug 1980). Menurut Rao (1994), proses dekomposisi bahan organik adalah proses
perombakan bahan organik yang melibatkan organism pengurai dalam kondisi anaerobic
maupun aerobic, baik itu mikroorganisme primer maupun skunder yang menghasilkan asam-
asam organik.

8
Menurut Indriani (1999), kompos merupakan semua bahan organik yang telah
mengalami degradasi sehingga erubah bentuk dan sudah tidak dikenali bentuk aslinya,
berwarna kehitam-hitaman dan tidak berbau.

9
III. METODE PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT

Bahan utama yang diperlukan adalah limbah padat pertanian berupa jerami padi dari
wilayah Bogor. Jerami dikecilkan ukuranya (dicacah) hingga + 2 cm. Bahan lain adalah
bahan-bahan kimia untuk analisis COD, TS, VS, TKN, dan PO4.
Peralatatan yang digunakan adalah reaktor digester anaerobik skala laboratorium
yang berbahan flexiglass dengan pirantinya, dan peralatan untuk analisa parameter yang diuji
seperti COD analyzer, Kjeldahl apparatus, pH meter, spektrofotometer, pompa, dan alat-alat
gelas lainnya.

B. METODOLOGI

1. Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui karakteristik bahan, tren
produksi biogas pada skala kecil dan pengaruh pengaturan suhu (mesofilik) terhadap
produksi biogas.
Karakterisasi bahan yang dilakukan adalah : kadar air, kadar abu, kadar nitrogen
(metode kjeldahl), COD, total solid (TS) dan total volatile solid (TVS). Pengukuran tren
produksi dilakukan dengan menggunakan reaktor skala kecil, dengan ukuran 1, 5 liter
(Gambar 2). Bahan yang difermentasikan adalah jerami padi kering dan jerami busuk
(dibiarkan tiga bulan disawah) yang telah dicacah (2 cm) dengan penambahan air (kadar
air 70 %) dan berat 0,5 kg.
Pada penelitian pendahuluan tahap pertama bahan difermentasikan dalam reaktor
tanpa pengaturan suhu (suhu lingkungan) dengan bahan yang digunakan adalah jerami
kering dan jerami busuk. Lama waktu tinggal bahan adalah 45 hari (sampai gas tidak
dihasilkan). Dari penelitian pendahuluan pertama ini didapatkan data produksi gas dari
bahan jerami kering dan jerami busuk.

Gambar 2. Reaktor biogas skala 1,5 L

10
Penelitian pendahuluan kedua, bahan yang memproduksi biogas terbanyak dari
hasil penelitian pendahuluan sebelumnya difermentasikan dengan pengaturan suhu
(mesofilik), guna mendapatkan data produksi gas yang terbaik dari bahan jerami kering
dan jerami busuk pada kondisi suhu yang dibuat konstan (mesofilik) dan suhu
lingkungan. Pada Gambar 3 berikut adalah diagram alir proses penellitian pendahuluan
yang dilakukan.

Jerami padi

Pengecilan ukuran
sampai 2-5 cm

Bahan baku 500 g

Fermentasi anaerobik pada suhu


lingkungan dan pengaturan pada
suhu mesofilik.

biogas Kompos dan


pupuk cair

Pengukuran jumlah
biogas yang
Analisis : kadar air, kadar abu,
terbentuk
TS, TVS, pH, COD, N, P

Gambar 3. Diagram alir penelitian pendahuluan

2. Penelitian Utama

A. Desain Reaktor Biogas

Penelitian utama dilakukan dengan menggunakan reaktor biogas skala 10 liter.


Hasil penelitian pendahuluan digunakan untuk mengetahui karakteristik baha, pengaruh
suhu pada produksi gas optimal. Berikut adalah gambar desain reaktor yang digunakan ;

11
Ket : (A) Penampung gas; (B) Digester, (C) Penampung air lindi

Gambar 4. Desain reaktor biogas 10 liter

Pada Gambar 4 terlihat bahwa reaktor biogas yang digunakan terdiri atas tiga
bagian yaitu : Bagian penampung gas (A), digester (B), dan Bagian penampung cairan
lindi. Bahan (limbah jerami padi) akan difermentasikan di dalam bagian digester (A)
yang dilengkapi dengan elemen pemanas (heater) dan pengatur suhu, guna menjaga
suhu pada kisaran 35-40 0C (mesofilik). Selain itu juga terdapat pengontrol suhu
(thermometer) dan lubang sampling. Pada proses fermentasi bahan akan dihasilkan gas
yang akan mengalir ke atas melalui pipa menuju tempat penampungan gas (bagian B).

12
Tempat penampungan gas ini tersambung dengan tabung pengukur gas, pada dua
tabung ini sebelumnya telah diisi dengan air. Cara pengukuran gas yang dihasilkan
adalah dengan menggunakan keseimbangan cairan. Gas yang dihasilkan dari proses
fermentasi pada digester (Bagian A) akan terkumpul pada tabung pengumpul gas,
kemudian menekan air didalamya, sehingga air posisi air pada tabung pengumpul gas
akan turun dan pada tabung pengukur gas posisi air akan naik. Selisih posisi air awal
dan pada tabung pengumpul gas akan turun dan pada tabung pengukur gas posisi air
akan naik. Selisih posisi air awal dan posisi air yang tertekan oleh gas inilah yang
kemudian diukur sebagai volume gas yang dihasilkan dari proses fermentasi.

Unit pengukur gas

Regulator
temperatur
Bioreaktor

Monitor
temperatur

Gambar 5. Foto reaktor biogas 10 L

Gambar 6. Unit pengukur volume lindi

13
Pada Gambar 5 dan Gambar 6 tampak reaktor yang digunakan dalam penelitian,
yang terdiri dari tiga bagian utama, yaitu : Digester (Gambar 5), penampung gas dan
pengukur gas (Gambar 5) dan penampung air lindi (Gambar 6). Air lindi hasil proses
fermentasi didalam digester akan disirkulasi kedalam digester kembali untuk
mempertahankan konsorsium mikroba didalam digester .

B. Perlakuan Percobaan

Bahan jerami yang digunakan adalah jerami yang didapatkan dari persawahan
disekitar Kampus IPB Darmaga, dengan jarak dua minggu setelah dipanen. Bahan
jerami padi dicacah terlebih dahulu dengan ukuran + 2-3 cm. Bobot jerami yang
digunakan adalah satu (1) kg dan penambahan air adalah 3 kg. inokulum yang
digunakan adalah kotoran sapi fresh yang didapat dari peternakan sapi Fakultas
Peternakan IPB. Bobot inokulum kotoran sapi yang ditambahkan adalah sepertiga (1/3)
dari bobot jerami, yaitu 3,35 kg. Berat total bahan yang akan difermentasikan didalam
reaktor biogas adalah 4,35 kg. Di dalam reaktor suhu (temperature) dikontrol pada
suhu 35 oC (Mesofilik optimum) dengan menggunakan pemanas (heater). Reaktor yang
digunakan dalam penelitian ini adalah dua buah sebagai ulangan.
Perlakuan dalam penelitian ini adalah penambahan umpan (feed) baru dalam
proses fermentasi jerami padi menjadi biogas. Sistem fermentasi bahan menjadi biogas
dibuat dengan penambahan sejumlah tertentu bahan jerami padi. Perlakuan penambahan
feed yang akan diamati adalah penambahan feed sebanyak 50% dan 75%. Setelah
fermentasi bahan jerami awal (kontrol) selama 40 hari, kompos yang terbentuk
ditambahkan feed baru dengan perbandingan 50:50 dan 25:75. Perlakuan pertama
adalah penambahan feed sebanyak 50% dari bobot total, artinya sebanyak 2,175 kg
kompos ditambah 2,175 kg bahan baru sebagai feed, kemudian dicampurkan atau
dihomogenkan dan difermentasi anaerobik selama 40 hari. Perlakuan kedua adalah
dengan penambahan 75% bahan baru dan 25% kompos sebagai inokulum. Sistem yang
dengan penambahan feed 50% dan 75% dimaksudkan agar mempercepat dan
meningkatkan produksi biogas. Bahan yang disisakan dari proses fermentasi
sebelumnya akan menjadi inokulum pada fermentasi yang selanjutnya.
Parameter yang diamati meliputi: volume gas, kadar air, kadar abu, TS, TVS, pH
lindi dan bahan, COD lindi dan bahan, kandungan N dan P untuk kompos dan pupuk
cair, volume lindi yang terbentuk. Diagram alir penelitian utama dijelaskan pada
Gambar 7.

14
Jerami padi

Pengecilan ukuran
sampai 2-3 cm

Kotoran sapi Bahan baku 1 kg


0,35 kg dan air 3
kg
Pengukuran TS-TVS bahan,
Fermentasi anaerobik pada COD bahan & lindi, pH
suhu 35-40oC, selama 40 hari bahan&lindi setiap 2 hari
sekali

biogas Kompos dan Analisis : kadar air,


pupuk cair kadar abu, TS, TVS,
pH, COD, N, P
Pengukuran jumlah
biogas yang terbentuk

Kompos yang terbentuk


dijadikan starter dengan
penambahan feed baru
dengan perbandingan 50:50
dan 25:75

Pengukuran TS-TVS
Fermentasi anaerobik pada bahan, COD bahan &lindi,
suhu 35-40oC, selama 40 hari pH bahan&lindi setiap 2
hari sekali

biogas Kompos dan


pupuk cair

Pengukuran jumlah
biogas yang terbentuk
Analisis : kadar air,
kadar abu, TS, TVS,
pH, COD, N, P

Gambar 7. Diagram alir penelitian utama

15
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. KARAKTERISTIK BAHAN

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian adalah jerami yang diambil dari
persawahan di Desa Cikarawang, belakang Kampus IPB Darmaga. Jerami telah didiamkan
sekitar dua minggu setelah panen di areal persawahan. Inokulum yang digunakan adalah
kotoran sapi fresh yang diambil dari kandang sapi Fakultas Peternakan, IPB Darmaga.

Tabel 4. Karakteristik bahan baku limbah jerami padi

Bahan Baku Karakteristik Nilai


Jerami Kering Kadar Air (%) 18,7
Kadar Abu (%) 28
Total Solid (%) 81,3
Total Volatile Solid (db) (%) 65,5
Nitrogen (%) 0,5
Karbon (%) 38

Kotoran Sapi Kadar Air (%) 84,2


Kadar Abu (%) 3,3
Total Solid (%) 15,8
Total Volatile Solid (db) (%) 78,9
Nitrogen (%) 2,4
Karbon (%) 45,8

Campuran Jerami dan kotoran Kadar Air (%) 77,8


Sapi (bahan yang digunakan), Kadar Abu (%) 7,5
dengan perbandingan 3:1 Total Solid (%) 22,2
Total Volatile Solid (db) (%) 67
Nitrogen (%) 1,2
Karbon (%) 40,6
C/N 35,1

Analisis bahan baku yang dilakukan meliputi parameter kadar air, kadar abu, total
padatan, total padatan organik, kadar karbon (C), nitrogen (N), dan rasio C/N. Rasio C/N
merupakan karakteristik penting dalam bahan organik yang nantinya berguna dalam proses
pendegradasian bahan (Sulaeman 2007).
Hasil karakterisasi limbah padat jerami padi menunjukkan bahwa jerami padi terdiri
atas 18,7% air, total solid 81,3%, nitrogen (N) 0,5%, dan karbon (C) 38% seperti tampak
pada Tabel 4. Di Indonesia rata-rata kadar hara jerami padi adalah 0,4% N; 0,02 %P; 1,4 %K;
dan 5,6% Si dan jerami padi mengandung 40-43% C (Makarim 2007).
Guna mengoptimalkan produksi biogas pada penelitian ini ditambahkan dengan
kotoran sapi sebagai inokulum awal, karakteristik kotoran sapi yang digunakan seperti
tampak pada Tabel 4. Bobot kotoran sapi yang ditambahkan adalah 1/3 dari bobot jerami.
Laju produksi biogas dan kandungan CH4 maksimum dihasilkan pada biogas dengan
penambahan inokulum kotoran sapi dalam jerami dengan perbandingan 25% dan 75%
(Hartono dan Kurniawan 2009). Penambahan inokulum kotoran sapi bertujuan untuk

16
meningkatkan kandungan nitrogen dalam bahan, yang akan digunakan untuk pertumbuhan
bakteri dalam proses fermentasi.
Dari sisi kuantitas, jerami padi merupakan salah satu limbah pertanian yang belum
banyak dimanfaatkan di Indonesia. Jerami padi harganya sangat murah dan memiliki
kandungan selulosa yang cukup tinggi yaitu mencapai 39%. Komposisi kimia lainnya yaitu
hemiselulosa 27,5%, lignin 23,5% dan abu 10%. Potensi jerami kurang lebih 1,4 kali dari
hasil panen (Makarim 2007).

B. PENELITIAN PENDAHULUAN

Pada penelitian ini dilakukan fermentasi bahan organik limbah pertanian


menggunakan botol plastik dengan volume 1,5 liter. Bahan yang difermentasikan adalah
jerami padi baru dan jerami padi busuk.
Pada fermentasi bahan organik tahap pertama tidak dilakukan pengaturan suhu (suhu
lingkungan). Gas yang terbentuk pada awal proses fermentasi terbentuk dengan laju yang
tinggi dan kemudian semakin lama semakin menurun. Hal ini disebabkan karena pada awal
fermentasi tersedia lebih banyak bahan organik yang mudah terdegradasi.
Pada Gambar 8 terlihat bahwa produksi gas jerami baru dan jerami busuk
menunjukkan hasil yang berbeda. Hal ini disebabkan karena pada jerami busuk sebagian
bahan organik telah terdegradasi sebelum proses fermentasi. Pada jerami baru produksi gas
mulai mengalami kondisi steady pada hari ke-21 dengan jumlah sekitar 800 ml, sedang pada
jerami busuk terjadi pada hari ke-41 dengan jumlah produksi gas sekitar 800 ml.

1000
Volume Gas Kumulatif (ml)

800

600

400 Jerami
baru
200 Jerami
busuk
0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
Hari ke

Gambar 8. Produksi gas kumulatif dari jerami

Pada fermentasi limbah jerami padi yang kedua dilakukan pengaturan suhu, pada
range suhu mesofilik (30oC- 40 oC). Berdasarkan grafik pada Gambar 9, tampak bahwa laju
produksi gas pada pada suhu terkendali (56 ml/hari) lebih besar dibandingkan dengan laju
produksi gas pada suhu tidak terkendali (20 ml/hari). Menurut Wahyuni (2009), bakteri
metanogen dalam keadaan tidak aktif pada suhu ekstrim tinggi ataupun rendah. Produksi gas
yang baik adalah kisaran mesofilik, dengan suhu optimum 35 0 C. Menurut Price (1981) lebih
efektif temperatur dalam proses anaerobik dikendalikan, karena fluktuasi suhu dapat
menyebabkan proses menjadi kurang baik.

17
1000

Volume Gas Kumulatif


800
600

(ml)
400
200
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121314151617
Hari ke

Gambar 9. Laju produksi gas pada suhu terkendali pada 32 o C.

Berdasarka hasil pengamatan terhadap laju produksi gas pada suhu terkendali dan
pada suhu tidak terkendali, menunjukan bahwa produksi gas pada suhu terkendali (mesofilik)
menghasilkan gas yang lebih besar. Sehingga, pada proses fermentasi bahan pada penelitian
utama menggunakan sistem suhu yang terkendali pada suhu mesofilik.

C. PENGARUH PENAMMBAHAN FEED PADA KINERJA


FERMENTASI ANAEROBIK PADA REAKTOR 10 LITER

1) Produksi Gas

Volume biogas yang dihasilkan dapat diketahui dengan melakukan pengukuran


gas setiap hari. Cara pengukuranya adalah dari selisih volume air pada tabung pengukur,
tekanan gas dari reaktor akan mendorong air yang berada didalam tabung penampung
gas.
Hasil pengamatan, seperti tampak pada Gambar 10, menunjukkan bahwa
produksi gas pada perlakuan awal (100% feed baru) mulai dihasilkan pada hari ke tiga,
sedangkan pada perlakuan penambahan feed 50 % dan 75% gas sudah mulai dihasilkan
pada hari pertama. Produksi gas pada perlakuan kontrol optimum secara umum
berlangsung hingga hari ke 20. Pada perlakuan penambahan feed 50% berlangsung
sampai hari ke 18, sedangkan pada perlakuan penambahan feed 75 % produksi gas
optimum sampai hari ke 28. Produksi gas optimum pada perlakuan awal bisa mencapai
diatas 0,8 L/hari sedangkan pada perlakuan penambahan feed 50% cenderung lebih
tidak stabil, pada produksi optimum juga bisa mencapai di atas 0,8L/hari, dan pada
perlakuan penambahan feed 75% mencapai 1,4 liter/hari sampai hari ke 10 dan rata-rata
0,8 liter/hari pada selang hari ke 10 hingga hari ke 28. Menurut penelitian Kota (2009),
produksi gas optimum dari bahan jerami padi berlangsung pada selang hari ke tujuh
hingga hari ke 21.

18
Volume Gas Harian
2
1.8

Volume Gas Harian (ml)


1.6 awal
1.4
1.2
1 penamba
0.8 han feed
0.6 50%
0.4 penamba
0.2 han feed
0 75%
0 10 20 30 40
Hari ke
Gambar 10. Produksi gas harian

Pengamatan pada produksi gas kumulatif (Gambar 11) menunjukkan bahwa,


produksi gas kumulatif pada fermentasi awal mencapai 20 liter pada hari ke 40. Rata-
rata produksi gas perhari pada perlakuan kontol atau bahan jerami baru adalah 0,5
liter/hari. Hasil ini lebih tinggi dibandingkan dengan produksi gas kumulatif pada
perlakuan penambahan feed 50%, dimana sampai hari ke 40 dihasilkan 10 liter gas, atau
rata-rata dihasilkan gas 0,25 liter/hari. Produksi gas tertinggi dihasilkan oleh perlakuan
dengan penambahan feed 75 %, dimana dihasilkan 23 liter pada hari ke 32. Pada
perlakuan penambahan feed 50% produksi gas, sudah sedikit mulai hari ke 23. Menurut
penelitian Hartono dan Kurniawan (2009), laju produksi biogas yang terbuat dari
komposisi bahan jerami (75%) dan kotoran kerbau (25%) menghasilkan gas 6,5 ml/jam
atau 0,156 liter/hari dengan waktu fermentasi selama 60 hari.

Volume Gas Kumulatif


25
Volume Gas Kumulatif (ml)

20
awal
15
penambahan
10 feed 50%
Penambahan
5 feed 75 %

0
0 5 10 15 20 25 30 35 40
Hari ke
Gambar 11. Volume gas kumulatif

19
Jika dilihat dari grafik produksi gas kumulatif pada Gambar 11, tampak bahwa
kecepatan produksi gas pada sepuluh hari pertama pada perlakuan penambaha feed
50% dan 75% lebih cepat dibandingkan pada perlakuan awal atau kontrol. Hal ini bisa
dikarenakan bahwa proses dekomposisi senyawa organik lebih mudah terjadi pada
perlakuan penambahan feed 50% dan 75 % karena komposisi bahan pada kedua
perlakuan ini sebagaian adalah sisa hasil fermentasi sebelumnya, sehingga senyawa-
senyawa organik yang sulit terdekomposisi lebih sedikit, berbeda dengan kontrol yang
seluruhnya diisi bahan jerami baru. Namun, pada setelah 10 hari produksi gas pada
perlakuan penambahan feed 50% menurun, sedangkan pada kontrol dan penambahan
feed 75% berproduksi lebih banyak. Menurut Makarim (2007), jerami sulit
terdekomposisi sehingga untuk mempercepat produksi gas dari jerami perlu dilakukan
pengomposan terlebih dahulu.
Jika dibandingkan antara volatile solid seperti tampak pada Gambar 14 dengan
produksi gas yang dihasilkan (Gambar 11), maka terlihat ada korelasi positif pada awal
hingga akhir perlakuan, khususnya pada kontrol dan perlakuan penambahan feed 75%,
yaitu produksi biogas dan penurunan volatile solid dari bahan. Namun, sedikit berbeda
pada perlakuan penambahan feed 50% pada hari ke 20 sampai akhir (hari ke 40).
Dimana terjadi penurunan volatile solid bahan, namun gas yang dihasilkan sedikit atau
tidak terjadi peningkatan.
Produksi biogas akan lebih optimum jika fermentasi anaerobik yang dilakukan
benar-benar pada kondisi tanpa oksigen (O2). Beberapa kondisi yang memungkinkan
masuknya oksigen ke dalam reaktor adalah ketika dilakukan pengambilan sampel
bahan padat dari dalam reaktor, resirkulasi lindi, dan pemanenan digestat. Sampel bahan
padat diambil dari lubang sampel yang terdapat pada reaktor. Lindi yang tertampung
dalam tabung penampungan lindi dikeluarkan dari tabung dan dimasukkan kembali ke
dalam reaktor melalui lubang penyaluran lindi memungkinkan bereaksi dengan
oksigen. Proses lainnya yang berpotensi masuknya O2 ke dalam sistem fermentasi
adalah ketika pemanenan digestat diakhir fermentasi. Solusi yang mungkin bisa
dilakukan adalah memperbaiki sistem reaktor yang memungkinkan untuk tidak
masuknya O2 ketika pengambilan sampel padat, yaitu dengan sistem buka-tutup
otomatis pada lubang sampel. Pada proses resirkulasi lindi sebaiknya digunakan pompa
peristaltik untuk menghindari masuknya O2 ke dalam reaktor. Untuk menghindari
masuknya O2 pada bahan saat pemanenan digestat, sebaiknya dilakukan penyemprotan
gas nitrogen pada reaktor sebelum reaktor dibuka.

2) Perubahan COD

Chemical Oxygen Demand (COD) adalah banyaknya oksigen dalam ppm atau
miligram per lilter yang dibutuhkan dalam kondisi khusus untuk mengoksidasi bahan
organik. Dalam proses degradasi bahan organik ini, bakteri akan memanfaatkan
oksigen untuk merombak substrat, sehingga dalam proses ini COD akan mengalami
penurunan.
Berdasarkan hasil pengamatan pada perubahan nilai COD pada sampel padat,
seperti pada Gambar 12, tampak dari semua perlakuan nilai COD bahan padat jerami
mengalami mengalami penurunan pada awal hingga pertengahan waktu percobaan.
Penurunan ini menunjukan terjadi penguraian substrat oleh bakter ataupun

20
mikroorganisme lainya. Pada selang waktu tersebut bakteri berkembang biak untuk
mengurai bahan organik.
Pertengahan hingga akhir perlakuan terlihat adanya perubahan kecenderungan,
yaitu mengalami kenaikan pada semua perlakuan. Kenaikan ini kemungkinan
disebabkan oleh bertambahnya kandungan senyawa organik yang baru terdegradasi
pada pertengahan perlakuan anaerob. Hal ini didukung dengan berkurangnya laju
penurunan VS pada pertengahan hingga akhir perlakuan, dibanding dengan awal
hingga pertengahan perlakuan. Kenaikan nilai COD bahan ini bukan berarti konsumsi
senyawa organik oleh bakteri berhenti, namun laju penguraian senyawa organik
kompleks menjadi senyawa sederhana lebih cepat daripada konsumsi substrta oleh
bakteri.

COD Bahan Padat


12000
10000
COD (mg/kg)

8000 Awal
6000
4000 Penambaha
n feed 50%
2000 Penambaha
0 n feed 75%
0 4 8 12 16 20 24 28 32 36 40
Hari ke

Gambar 12. Perubahan COD bahan padat

Pada pengamatan nilai COD lindi, seperti tampak pada Gambar 13, pada
semua perlakuan mengalami penurunan dari awal hingga akhir perlakuan. Hal ini
berbeda dibandingkan dengan nilai COD pada bahan padat jerami, dimana pada
pertengahan hingga akhir percobaan perlakuan mengalami kenaikan nilai COD. Hal
ini menunjukkan adanya proses perombakan substrat oleh bakteri.

COD lindi jerami


35000
30000
25000 Awal
COD (mg/L)

20000 Penambahan
15000 feed 50%
Penambahan
10000
feed 75%
5000
0
0 4 8 12 16 20 24 28 32 36 40
Hari ke
Gambar 13. Perubahan COD lindi

21
3) Penurunan Kadar Bahan Organik (Volatile Solid)

Sebagian besar padatan total (total solid) dan akan digunakan oleh bakteri untuk
berkembang biak. Padatan yang digunakan ini disebut juga volatile solid (VS) atau
padatan organik. Dengan mengetahui jumlah VS, bisa diketahui besarnya gas yang
dihasilkan dari penguraian bahan organik ini.

Volatile Solid
71.0
70.0
69.0
68.0
67.0 perlakuan
66.0 awal
65.0
VS (%)

64.0 feed 50%


63.0
62.0
61.0
60.0 feed 75%
59.0
58.0
57.0
56.0
0 4 8 12 16 20 24 28 32 36 40
Hari ke

Gambar 14. Perubahan Bahan Organik (Volatile Solid)

Berdasarkan hasil pengamatan volatile solid (Gambar 14), tampak semua


perlakuan menunjukan terjadi penurunan kandungan bahan organik. Hal ini dikarenakan
bahan organik atau volatile solid yang terdapat dalam jerami sebagian terurai menjadi
gas.
Pada Gambar 14, tampak bahan organik atau volatile solid pada perlakuan
kontrol mengalami penurunan sebanyak 7,6%. Hasil ini lebih sedikit dibandingkan
dengan penurunan bahan organik atau volatile solid pada perlakuan penambahan feed
50 %, yaitu sebanyak 8,6 %. Penurunan volatile solid menunjukkan adanya bahan yang
terurai oleh aktivitas bakteri dalam proses fermentasi bahan. Penguraian bahan organik
oleh bakteri dalam proses fermentasi inilah yang menghasilkan biogas.

Tabel 5. Pembentukan gas


Perlakuan Pembentukan Gas
(liter/kg VS)
Kontrol 268
Penambahan Feed 50% 119
Penambahan Feed 75% 302

Laju produksi gas dan penguraian bahan organik pada perlakuan kontrol adalah
268, liter/ kg VS, lebih besar dari laju penguraian bahan organik pada perlakuan
penambahan feed 50% menjadi biogas, yaitu 119 liter/kg VS. Laju pembentukan gas
terbesar dihasilkan oleh perlakuan penambahan feed 75% yaitu 302 liter/kg VS.
Menurut Arati (2009) produksi biogas dengan bahan jerami berkisar antara 250-350
liter/kg TS dengan waktu fermentasi 30 hari.

22
4) Perubahan pH

Pengukuran terhadap pH dilakukan setiap dua hari sekali dengan mengambil


sampel melalui lubang pengambilan sampel. Berdasarkan hasil pengamatan, seperti
tampak pada Gambar 15 dan Gambar 16, menunjukkan bahwa nilai pH awal yang
diukur dari sampel yang baru dimasukan adalah 5,9. Dari hari pertama hingga hari ke
18, nilai pH berselang antara 5,7-5,9. Pada hari ke 20 sampai 30 nilai pH naik menjadi
6,9-7,9 dan sedikit turun pada hari ke 30-40 menjadi nilai pH 7. Nilai pH awal lindi
dari perlakuan ini pada hari pertama hingga hari ke 12 berkisar 6,5-6,9 dan meningkat
menjadi 7,5, stabil sampai hari ke 22 dan naik menjadi 8,2 sampai hari ke 36, kemudian
turun pada kisaran pH 7,3-7,5.
Nilai pH pada perlakuan penambahan feed 50% pada awal dimasukkan sampel
adalah 7,8. Nilai pH awal ini lebih tinggi dari nilai pH perlakuan pertama karena sisa
bahan yang di fermentasikan adalah campuran dari 50% sisa bahan perlakuan pertama
dengan 50% bahan baru (fresh). Nilai pH terus naik hingga hari ke 10 (8,5) dan
cenderung stabil hingga hari ke 30 (8,5-8,9) dan turun pada hari ke-40 menjadi 8,3. pH
lindi pada perlakuan penambahan feed 50% cenderung lebih stabil, diawali dengan nilai
pH 7,7 dan relatif konstan pada kisaran 7,7-8,2 hingga hari ke 40.
Nilai pH pada perlakuan penambahan feed 75% pada awal dimasukkan sampel
adalah 7,7. Nilai pH awal ini lebih tinggi dari nilai pH perlakuan pertama dan relatif
sama dengan perlakuan penambahan feed 50% karena sisa bahan yang di fermentasikan
adalah campuran dari 25% sisa bahan perlakuan kedua dengan 75% bahan baru (fresh).
Nilai pH terus naik hingga hari ke 12 menjadi 8,9.
Nilai pH pada awal perlakuan pertama menunjukan proses pengasaman dan
perombakan bahan organik. Keasaman ini kemungkinan terjadi karena aktivitas bakteri
asetogenik (Buyukkamaci dan Filibeli 2004). Pembentukan asam asetat oleh bakteri
asetogenik penting untuk kelanjutan produksi gas metana pada proses selanjutnya. Hal
ini menunjukkan bahwa masih berada dalam tahap asidifikasi, dimana bakteri asetoneik
mendominasi proses dekommposisi bahan.

pH Bahan
10
9.5
9 Perlakuan
8.5
8 awal
7.5 Penambahan
pH

7
6.5 feed 50%
6 Penambahan
5.5
5 feed 75%
4.5
4
0 10 20 30 40
Hari ke
Gambar 15. Perubahan pH pada bahan padat

23
pH Lindi
10
9.5
9 perlakuan
8.5 awal
8
penambaha
pH 7.5
7 n feed 50%
6.5 penambaha
6 n feed 75%
5.5
5
0 10 20 30 40
Hari ke
Gambar 16. Perubahan pH lindi

Perubahan pH menjadi basa menandakan adanya perombakan bahan organik,


yaitu proses metanogenesis yang menggunakan asam asetat, CO2 dan hidrogen untuk
menghasilkan metana, sehingga nilai keasaman berangsus-angsur akan menuju pH yang
lebih basa. Perubahan pH menjadi 8,5 masih dalam taraf optimum produksi biogas,
karena bakteri methanogen bisa tumbuh pada pH 6,5-8,5 (Buyukkamaci dan filibeli
2004).

5) Karakteristik Produk Hasil Fermentasi

Fermentasi anerobik bahan jerami padi menjadi biogas dilakukan selama 40 hari.
Dari proses fermentasi ini selain dihasikan gas juga akan dihasilkan digestat (kompos)
dan lindi. Sebagian sisa bahan (kompos) dari hasil fermentasi digunakan kembali
sebagai inokulum pada proses perlakuan percobaan pada penelitiaan ini. Limbah padat
jerami padi yang difermentasi telah mengalami proses dekomposisi anaerobik. Secara
teoritis digestat hasil fermentasi bahan bisa digunakan sebagai pupuk organik yang
berguna bagi tanaman, sehingga dapat menggembalikan kembali (daur ulang) unsur
hara kedalam tanaman. Karakteristik kualitas digestat dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Karakteristik digestat hasil fermentasi


No Sampel Kadar Kadar N C (%) P (%) pH
Air Abu (%)
(%) (%)
1 Perlakuan awal 76,9 8,1 0,7 36,3 0,2 7
2 Penambahan feed 50 % 75,5 8,9 0,4 34,4 0,2 8,3
3 Penambahan feed 75 % 78 8,3 1,1 21,6 0,5 8,3

Berdasarkan hasil pengamatan, seperti pada Tabel 6, karakteristik digestat hasil


fermentasi pada perlakuan kontrol memiliki kadar air 76,9%; Kadar abu 8,1%; N 0,7 %;
C 36,3%; P 0,2%; dan pH 7. Pada perlakuan penambahan feed 50% memiliki
karakteristik, yaitu : kadar air 75,5%; kadar abu 8,9%; N 0,4; C 34,4%; P 0,2 %; dan pH
8,3. Pada perlakuan penambahan feed 75% memiliki karakteristik, yaitu : kadar air 78
%; kadar abu 8,3%; N 1,1 %; C 21,6 %; P 0,5 %; dan pH 8,3.

24
Tabel 7. Karakteristik air lindi hasil fermentasi
No Sampel N C (%) P (ppm) pH
(ppm)
1 Perlakuan awal 2700 0,2 68 7,3
2 Penambahan feed 50 % 104 2,8 64 7,8
3 Penambahan feed 75 % 98 0,3 68 7,6

Hasil pengamatan pada lindi hasil fermentasi, untuk perlakuan kontrol


memiliki karakteristik, yaitu : N 0,27 %; C 0,2 %, P 67 ppm; dan pH 7,3. Pada
perlakuan penambahan feed 50% memiliki karakteristik yaitu : N 104 ppm; C 2,8 %; P
64 ppm dan pH 7,8. Pada perlakuan penambahan feed 75% memiliki karakteristik yaitu:
N 98 ppm; C 0,3 %; P 68 ppm dan pH 7,6. Standar kualitas pupuk organik adalah
seperti tampak pada Tabel 8 berikut:

Tabel 8. Standar kualitas kompos

Parameter Satuan Indrasti dan SNI 19-7030-2004 (Standar


Wilmot (2001) mutu kompos)

Total N % 2,5-3,5 0.4


Nisbah C/N - 20-25 10-25
P2O5 % > 0,021 0,1
K2O % > 0,021 0,2
pH - 7-8 6,8-7,5
KTK Meq 100 --
Kadar air. % 35-45 ≤50
P
ada beberapa parameter kualitas pupuk kompos, dari hasil pengamatan pada digestat
hasil fermentasi, pada beberapa parameter mendekati kualitas standar pupuk kompos
sesuai SNI 19-7030-2004. Pada parameter kadar P, N dan pH sesuai dengan standar.
Namun, pada kadar air nilainya masih lebih besar dari pada standar pupuk kompos.
Pada lindi hasil fermentasi nilai kandungan P dan N masih terlalu kecil dibandingkan
dengan standar yang ada. Berdasarkan hasil perbandingan ini dapat diketahui bahwa
digestat, dapat digunakan sebagai pupuk organik. Proses fermentasi limbah padat
jerami padi menjadi selain menghasilkan biogas, juga kompos hasil fermentasinya pun
dapat dimanfaatkan kembali dan dapat mendaur ulang unsur hara kedalam tanah.

D. RANCANGAN REAKTOR BIOGAS

1. Aplikasi Penelitian

Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa jerami dapat dikonversi menjadi salah
satu sumber energi terbarukan, yaitu berupa biogas. Hasil pengamatan pada kinerja
reaktor biogas dengan umpan 4,35 kg, menunjukkan bahwa dengan penggunaan kembali
digestat dari fermentasi sebelumnya sebanyak 25 % dan penambahan 75 % feed baru
menghasilkan gas tertinggi, yaitu 25 liter biogas dengan pembentukan gas 302 liter/kg VS
selama 45 hari. Pada fermentasi pertama dengan menggunakan 100% bahan jerami
dihasilkan gas sebanyak 20 liter dengan pembentukan gas 268 liter/kg VS.

25
Pada aplikasi sistem ini, maka fermentasi pertama dilakukan dengan menggunakan
100% bahan jerami baru dan penambahan kotoran sapi dengan perbandingan dengan
bobot 1/3 dari bobot jerami. Pada fermentasi selanjutya baru dilanjutkan dengan
penggunaan kembali digestat sebanyak 25 % dab feed baru sebanyak 75 %. Potensi
penerapan hasil penelitian ini dalam sekala lebih besar sangat memungkinkan, karena
produksi jerami padi yang sangat besar di Indonesia dan masih belum banyak
dimanfaatkan. Hasil perhitungan neraca massa pada proses fermentasi jerami padi
menjadi biogas untuk masing-masing perlakuan terdapat pada Lampiran 9. Berdasarkan
perhitungan neraca massa tersebut maka dapat diprediksi besarnya gas, digestat dan lindi
yang dihasilkan pada tahap aplikasi dimasyarakat dalam skala besar.
Peningkatan skala reaktor menjadi 1 ton umpan yang dimasukkan, seperti pada
Lampiran 9, dapat menghasilkan sebanyak 4597,7 liter biogas atau 5,64 kg biogas
(densitas biogas 1,227 kg/m3). Digestat yang akan dihasilkan sebanyak 868,649 kg dan
menghasilkan lindi sebanyak 126,21 liter atau 126,21 kg (densitas 1 kg/liter). Pada
fermentasi selanjutnya digunakan kembali digestat dari fermentasi sebelumnya sebanyak
25 % (250 kg) dan 75 % feed baru sebanyak 75 % (750 kg). Pada fermentasi ini akan
dihasilkan gas sebanyak 5747,1 liter atau 7,05 kg (densitas 1,227 kg/m3). Digestat yang
dihasilkan adalah 866,73 kg dan lindi yang dihasilkan adalah 123,45 liter atau 123,45 kg
(densitas 1 kg/liter).
Melalui proses fermentasi jerami padi menjadi biogas ini dapat dihasilkan sumber
energi. Menurut Kota (2009), nilai kalor yang dihasilkan dari biogas, yang dominan
berasal dari gas metan (CH4), adalah 590-700 kilo kalori/m3. Biogas pun sanggup
memabangkitkan listrik sebesar 1,25-1,50 kilo watt hour (kwh). Kandungan kalor dalam
biogas juga dapat digunakan untuk berbagai kegiatan sehari-hari, seperti memasak,
penerangan dan kegiatan lainya.

2. Rancangan Reaktor

Rancangan reaktor untuk penerapan hasil penelitian adalah modifikasi dari


reaktor biogas yang digunakan pada skala penelitian laboratorium, seperti tampak pada
Gambar 17. Reaktor terdiri dari tiga bagian utama, yaitu digester, penampung gas dan
penampung air lindi. Sistem fermentasi yang digunakan adalah fermentasi padat (solid
state fermentation). Pada bagian digester terdiri dari saluran inlet dan outlet, unit
pengaduk dan tempat fermentasi. Pada penampung lindi dilengkapi dengan pompa untuk
mensirkulasi air lindi. Penampung gas sendiri terbuat dari plastik tebal.
Bahan baku awal berupa jerami, air dan kotoran sapi dimasukkan melalui
saluran inlet. Proses pemasukan bahan baku juga diiringi dengan proses pengadukan
untuk meratakan dan proses homogenasi bahan. Volume reaktor adalah 4000 liter, yang
bisa menampung 1 ton umpan. Reaktor tidak dilengkapi dengan pengatur suhu, sehingga
untuk menjaga suhu konstan atau berada pada kisaran suhu mesofilik, reaktor sebaiknya
ditempatkan didalam ruangan atau dipendam didalam tenah. Pengaturan penempatan
dapat disesuaikan dengan kondisi lokasi. Reaktor juga dilengkapi saluran outlet untuk
mengeluarkan digestat, sehingga tidak perlu membongkar semuanya. Bentuk umpan yang
semi padat, membuat proses pengeluaran digestat dengan cara mendorong dari bagian
inlet. Bahan untuk membuat reaktor dapat berupa stainless steel atapun beton.

26
Penampung gas terbuat dari plastik tebal yang ditempatkan dibagian atas reaktor
dengan kapasitas 6000 liter. Proses resirkulasi lindi dapat dilakukan dengan
menggunakan pompa atau juga bisa tanpa menggunakan pompa dengan mengecilkan
ukuran pipa resirkulasi dan memanfaatkan tekanan cairan Gas dari penampung gas
langsung bisa dialirkan ke kompor untuk memasak. Kapasitas umpan 1 ton dapat
menghasilkan gas sebanyak 4500 – 5700 liter biogas. Rancangan reaktor biogas untuk
penerapan dimasyarakat seperti tampak pada Gambar 17.

Keterangan :
A. Bagian penampung gas
B. Digester utama
C. Penampung lindi dan pompa
untuk sirkulasi lindi
D. Pengaduk
E. Inlet
F. Outlet
G. Spray untuk sirkulasi lindi

Gambar 17. Rancangan Biogas

27
V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Limbah padat jerami padi dapat digunakan sebagai bahan untuk memproduksi biogas.
Jerami padi memiliki kandungan bahan-bahan organik yang dapat didekomposisi secara
anerobik menjadi gas metan (CH4) atau biogas. Jerami padi baru dapat menghasilkan biogas
lebih banyak, yaitu 20,27 ml/hari dibandingkan jerami busuk, yaitu 17 ml/hari. Pengaturan
suhu fermentasi pada suhu mesofilik dapat meningkatkan produksi biogas pada dari jerami
padi dari 20,27 ml/hari menjadi 56,24 ml/hari.
Produksi biogas terbesar dihasilkan oleh perlakuan penambahan feed 75%, yaitu 302
liter/kg VS, diikuti dengan perlakuan kontrol 268 liter/ kg VS dan perlakuan penambahan
feed 50% 118,61 liter/kg VS. Proses penguraian bahan organik menjadi biogas dapat terlihat
melalui penurunan nilai COD pada semua perlakuan, baik pada bahan padat ataupun pada air
lindi yang dihasilkan.
Produk hasil fermentasi limbah jerami padi (digestat) pada perlakuan awal memiliki
kadar air 76,9%, Kadar abu 8,1%, nitrogen (N) 0,7 %, karbon (C) 36,3%, P 0,20%, dan pH 7.
Pada perlakuan penambahan feed 50% memiliki karakteristik, yaitu : kadar air 75,5%; kadar
abu 8,9%; nitrogen (N) 0,36; karbon (C) 34,4%; phospat (P) 0,2%; dan pH 8,3. Pada
perlakuan penambahan feed 75% memiliki karakteristik, yaitu : kadar air 78 %; kadar abu
8,3%; N 1,09 %; C 21,6 %; P 0,49 %; dan pH 8,3. Produk hasil fermentasi limbah jerami
padi berupa air lindi pada perlakuan kontrol memiliki karakteristik, yaitu : nitrogen (N) 0,27
ppm; karbon (C) 0,2 %, phospat (P) 67 ppm; dan pH 7,3. Pada perlakuan penambahan feed
50% memiliki karakteristik yaitu : nitrogen (N) 104 ppm; karbon (C) 2,8%; phospat (P) 64
ppm dan pH 7,8. Pada perlakuan penambahan feed 75% memiliki karakteristik yaitu: N 98
ppm; C 0,3 %; P 68 ppm dan pH 7,6. Karakteristik produk hasil fermentasi limbah jerami
padi pada bahan padat mendekati standar mutu (SNI) kompos sehingga dapat dipergunakan
sebagai pupuk organik.

B. SARAN

Adapun saran dari hasil penelitian ini adalah :


1. Perlu diusahakan pengaturan kandungan dan kondisi nutrien pada media awal, seperti
rasio C/N melalui penambahan bahan yang memiliki nilai rasio C/N tinggi, penambahan
buffer dan lainnya.
2. Perlu dilakukan kajian lebih lanjut mengenai komposisi gas yang dihasilkan yang
terkandung didalam biogas.
3. Perlu dilakukan perbaikan dalam kinerja reaktor biogas ini, sehingga meminimalisir
kontak bahan dengan oksigen luar.

28
DAFTAR PUSTAKA

Amaru K. 2004. Rancang Bangun dan Uji Kinerja Biodigester Plastik Polyethilene Skala Kecil
(Studi Kasus Ds. Cidatar Kec. Cisurupan Kab. Garut) [Skripsi]. Bandung: Universitas
Padjajaran.

Aprianti Y. 2006. Pencipta Reaktor Biogas. http://www. tokoindonesia.


com/aneka/penemu/indonesia/andrias-wiji/index.shtml. [23 Des 2010].

Arati J.M. 2009. Evaluating The Economic Feasibility Of Anaerobik Digestion Of Kawangware
Market Waste[Tesis]. Manhattan: Kansas State University.

Bryant M. P. 1987. Microbial metane production, theoritical aspect. J Am Sci 48: 193-200.

Beaven R.P, S.E Cox dan W. Powrie. 2007. Operation and performance of horizontal wells of
leachate control in a waste control. Journal of Geotechnical and Geoenvironmental
Engineering 133: 1040-1047

Buyukkamaci N, Filibeli A. 2004. Volatile fatty acid formation in an anerobic hybrid reaktor.
Process Biochemistry 39: 1491-1494

Buren A. V. 1979. A Chinese biogas Manual. London : Intermediete Technology Publication Ltd.

De Wilde B, S.Vanhille. 1985. Research and Development of Rural Energy in Indonesia. Bogor:
ATA-251.

Fry L.J. 1974. Practical Building of Metrane Power Plant For Rural Energi Independence, 2nd
edition. Hampshire-Great Britain: Chapel River Press.

Gijzen H.J. 1987. Anaerobik Digestion of Cellulosic Wate by Rumen-Derivied Process. Den
Haag: Koninklijke bibliotheek.

Hashimoto A. G, Y. R. Chen, dan Varel R. L. Prior. 1980. Anaerobik Fermentation of beef Catlle
Manure. Colorado: SERI.

Hartono R, Kurniawan T. 2009. Produksi biogas dari Jerami Padi dengan Penambahan Kotoran
Kerbau. Makalah dalam Seminar nasional Teknik Kimia Indonesia, 19-20 Oktober 2009,
Bandung.

Haug R.T. 1980. Composting Engineering. Michigan : Ann Arbor Science.

Indrasti N.S, S. Wilmot. 2001. Standar Mutu Kompos Indonesia. Second Milestone Report
Feasibility Study for Composting in Indonesia. Reid Crowther Internation Indonesia

Indriani Y. H. 1999. Membuat Kompos Secara Kilat. Jakarta : Penebar Swadaya.

Indiartono Y. S. 2006. Reaktor Biogas Skala Kecil/ Menengah.


http://www.indeni.org/content/view/63/48/. [21 Des 2010]

29
Khan A. W. 1980. Cellulolytic Enzyme System of Acetoviobrio Cellulolyticus. J Gen Microb Ecol
121: 499-502.

Karellas S, I. Boukis dan G. Kontopoulos. 2010. Development of an investment decision tool for
biogas production from agriculture waste. Journal Renewable an Sustainable Energy
Reviews 14: 1273-1282

Kota P.R. 2009. Pengembangan Teknologi Biogas Dengan pemanfaatan Kotoran Ternak dan
Jerami Padi Sebagai Alternatif Energi Pedesaan. Bogor: IPB.

Makarim. 2007. Jerami Padi : Pengelolaan dan Pemanfaatan. Bogor: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Pangan.

Mazumdar A. 1992. Consolation of Information. A. Riview of the Literature on promotion of


Biogas Systems, Biogas Handbook. Paris : United Nations Educational Scientific &
Culturafl Organization.

Meynell P. J. 1976. Methane : Planning Digester. Great Britain : Prism Press,

NAS. 1977. Methane Generation from Human, Animal and Agriculture Waste. Washington :
National Academy of Science.

Price E.C, Cheremisinott P.N. 1981. Biogas : Production and Utilization. Michigan : Ann Arbor
Science.

Rao N.S.S.1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Jakarta :Universitas


Indonesia.

Sulaeman D..2007. Pengomposan: Salah satu Alternatif Pengolahan Sampah Organik.


http://agribisnis.deptan.go.id/pustaka/dede[24 Des 2010]

Wahyuni S. 2010. Biogas. Jakarta : Penebar Swadaya.

Weismenn U. 1991. Anaerobik Tratment of Industrial Wastewater. Berlin: Institut fur


Verhahrentechnik.

Wise D. L, A. P. Leunscher dan M. A. Sharaf. 1987. A Laege Scale of Biologically Derived


Metane Process. Dalam M. Moo-Young (ed). 1997. Biomass Convertion Technology.
New York: Pergamon Press.

Yadvika S, Sreekrishnan T.R, Sangeta K, dan Vineet R. 2004. Enchancement of Biogas


Production From Solid Substrat Using Different Techniques- A Riview. J Biore Technol
95:1-10

Yani M, Darwis A. A. 1990. Diktat Teknologi Biogas. Bogor : Pusat Antar Universitas
Bioteknologi-IPB.

30
Lampiran 1. Penurunan bahan organik (volatile solid)

Bahan Organik /volatile solid (%)


Hari ke
Perlakuan awal Penambahan feed 50% Penambahan feed 75%
0 70,2 67,7 63,4
2 66,4 67,7 63,4
4 67,4 67,6 63,3
6 67,0 67,6 62,1
8 67,4 67,2 63,0
10 67,1 67,2 62,0
12 67,4 65,4 62,1
14 67,4 65,1 63,0
16 65,8 64,2 62,1
18 67,0 66,3 61,8
20 67,1 64,9 63,4
22 66,3 64,9 61,7
24 66,5 64,9 61,5
26 65,9 63,0 61,0
28 65,9 63,0 60,1
30 65,9 62,0 59,1
32 67,0 63,4 57,9
34 64,2 63,0 59,1
36 64,8 62,2 60,2
38 64,8 63,3 58,5
40 64,8 61,9 57,8

32
Lampiran 2. Data produksi gas harian

03-Okt 04-Okt 05-Okt 06-Okt 07-Okt 08-Okt 09-Okt 10-Okt 11-Okt 12-Okt 13-Okt
Bahan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Perlakuan awal
Jerami 0,00 0,14 1,28 0,73 0,57 1,67 0,34 0,93 0,79 0,84 1,19
14-Nop 15-Nop 16-Nop 17-Nop 18-Nop 19-Nop 20-Nop 21-Nop 22-Nop 23-Nop 24-Nop
Bahan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Perlakuan penambahan feed 50%
Jerami 1,16 0,70 1,73 0,11 0,24 0,90 0,85 0,23 0,90 0,00 0,00
14-Jan 15-Jan 16-Jan 17-Jan 18-Jan 19-Jan 20-Jan 21-Jan 22-Jan 23-Jan 24-Jan
Bahan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Perlakuan penambahan feed 75 %
Jerami 1,36 0,66 1,64 1,64 0,42 1,22 1,22 1,36 1,36 1,36 0,00

14-Okt 15-Okt 16-Okt 17-Okt 18-Okt 19-Okt 20-Okt 21-Okt 22-Okt 23-Okt 24-Okt
Bahan
12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Perlakuan awal
Jerami 0,93 0,89 0,29 0,57 0,79 0,47 1,30 0,38 0,84 0,00 0,64
25-Nop 26-Nop 27-Nop 28-Nop 29-Nop 30-Nop 01-Des 02-Des 03-Des 04-Des 05-Des
Bahan
12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Perlakuan penambahan feed 50%
Jerami 0,17 0,20 0,17 0,90 0,00 0,79 0,00 0,00 0,00 0,00 0,92
25-Jan 26-Jan 27-Jan 28-Jan 29-Jan 30-Jan 31-Jan 01-Feb 02-Feb 03-Feb 04-Feb
Bahan
12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Perlakuan penambahan feed 75 %
Jerami 0,62 0,68 0,79 0,40 0,45 0,57 0,34 0,68 0,75 0,23 0,45

33
25-Okt 26-Okt 27-Okt 28-Okt 29-Okt 30-Okt 31-Okt 01-Nop 02-Nop 03-Nop 04-Nop
Bahan
23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Perlakuan awal
Jerami 0,00 0,59 0,00 0,69 0,55 0,11 0,43 0,21 0,03 0,23 0,06
06-Des 07-Des 08-Des 09-Des 10-Des 11-Des 12-Des 13-Des 14-Des 15-Des 16-Des
Bahan
23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Perlakuan penambahan feed 50%
Jerami 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
05-Feb 06-Feb 07-Feb 08-Feb 09-Feb 10-Feb 11-Feb 12-Feb 13-Feb 14-Feb 15-Feb
Bahan
23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Perlakuan penambahan feed 75 %
Jerami 0,00 0,68 1,02 0,62 0,57 0,34 0,68 0,37 0,11 0,34 0,45

05-Nop 06-Nop 07-Nop 08-Nop 09-Nop 10-Nop 11-Nop


Bahan
34 35 36 37 38 39 40
Perlakuan awal
Jerami 0,00 0,59 0,00 0,69 0,55 0,11 0,43
17-Des 18-Des 19-Des 20-Des 21-Des 22-Des 23-Des
Bahan
34 35 36 37 38 39 40
Perlakuan penambahan feed 50%
Jerami 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
16-Feb 17-Feb 18-Feb 19-Feb 20-Feb 21-Feb 22-Feb
Bahan
34 35 36 37 38 39 40
Perlakuan penambahan feed 75 %
Jerami 0,00 0,68 1,02 0,62 0,57 0,34 0,68

34
Lampiran 3. Data produksi gas kumulatif

03-Okt 04-Okt 05-Okt 06-Okt 07-Okt 08-Okt 09-Okt 10-Okt 11-Okt 12-Okt 13-Okt
Bahan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Perlakuan awal
Jerami 0,00 0,14 1,41 2,15 2,71 4,39 4,73 5,65 6,44 7,28 8,47
14-Nop 15-Nop 16-Nop 17-Nop 18-Nop 19-Nop 20-Nop 21-Nop 22-Nop 23-Nop 24-Nop
Bahan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Perlakuan penambahan feed 50%
Jerami 1,16 1,87 3,59 3,71 3,95 4,85 5,70 5,92 6,83 6,83 6,83
14-Jan 15-Jan 16-Jan 17-Jan 18-Jan 19-Jan 20-Jan 21-Jan 22-Jan 23-Jan 24-Jan
Bahan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Perlakuan penambahan feed 75 %
Jerami 1,36 2,01 3,65 5,29 5,71 6,93 8,15 9,51 10,86 12,22 12,22

14-Okt 15-Okt 16-Okt 17-Okt 18-Okt 19-Okt 20-Okt 21-Okt 22-Okt 23-Okt 24-Okt
Bahan
12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Perlakuan awal
Jerami 9,39 10,29 10,58 11,15 11,94 12,41 13,71 14,10 14,93 14,93 15,58
25-Nop 26-Nop 27-Nop 28-Nop 29-Nop 30-Nop 01-Des 02-Des 03-Des 04-Des 05-Des
Bahan
12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Perlakuan penambahan feed 50%
Jerami 7,00 7,20 7,37 8,27 8,27 9,07 9,07 9,07 9,07 9,07 9,98
25-Jan 26-Jan 27-Jan 28-Jan 29-Jan 30-Jan 31-Jan 01-Feb 02-Feb 03-Feb 04-Feb
Bahan
12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Perlakuan penambahan feed 75 %
Jerami 12,84 13,52 14,31 14,71 15,16 15,72 16,06 16,74 17,49 17,71 18,17

35
25-Okt 26-Okt 27-Okt 28-Okt 29-Okt 30-Okt 31-Okt 01-Nop 02-Nop 03-Nop 04-Nop
Bahan
23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Perlakuan awal
Jerami 15,58 16,16 16,16 16,85 17,41 17,52 17,95 18,17 18,20 18,43 18,48
06-Des 07-Des 08-Des 09-Des 10-Des 11-Des 12-Des 13-Des 14-Des 15-Des 16-Des
Bahan
23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Perlakuan penambahan feed 50%
Jerami 9,98 9,98 9,98 9,98 9,98 9,98 9,98 9,98 9,98 9,98 9,98
05-Feb 06-Feb 07-Feb 08-Feb 09-Feb 10-Feb 11-Feb 12-Feb 13-Feb 14-Feb 15-Feb
Bahan
23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Perlakuan penambahan feed 75 %
Jerami 18,17 18,84 19,86 20,48 21,05 21,39 22,07 22,44 22,55 22,89 23,34

05-Nop 06-Nop 07-Nop 08-Nop 09-Nop 10-Nop 11-Nop


Bahan
34 35 36 37 38 39 40
Perlakuan awal
Jerami 18,75 18,89 19,16 19,33 19,56 19,78 20,06
17-Des 18-Des 19-Des 20-Des 21-Des 22-Des 23-Des
Bahan
34 35 36 37 38 39 40
Perlakuan penambahan feed 50%
Jerami 9,98 9,98 9,98 9,98 9,98 10,34 10,34
16-Feb 17-Feb 18-Feb 19-Feb 20-Feb 21-Feb 22-Feb
Bahan
34 35 36 37 38 39 40
Perlakuan penambahan feed 75 %
Jerami 23,68 23,91 24,13 24,36 24,47 24,70 24,93

36
Lampiran 4. Data pH digestat

04-Okt 06-Okt 08-Okt 10-Okt 12-Okt 14-Okt 16-Okt 18-Okt 20-Okt 22-Okt 24-Okt
Bahan
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22
Perlakuan awal
Jerami 5,9 5,7 5,9 5,8 5,9 5,9 5,9 5,9 6,1 6,9 7,3
15-Nop 17-Nop 19-Nop 21-Nop 23-Nop 25-Nop 27-Nop 29-Nop 01-Des 03-Des 05-Des
Bahan
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22
Perlakuan penambahan feed 50%
Jerami 7,8 7,9 8,2 8,4 8,5 8,6 8,6 8,7 8,9 8,7 8,2
15-Jan 17-Jan 19-Jan 21-Jan 23-Jan 25-Jan 27-Jan 29-Jan 31-Jan 02-Feb 04-Feb
Bahan
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22
Perlakuan penambahan feed 75 %
Jerami 7,65 7,85 8,05 8,50 8,50 8,80 8,75 8,80 8,75 8,55 8,65

26-Okt 28-Okt 30-Okt 01-Nop 03-Nop 05-Nop 07-Nop 09-Nop 11-Nop


Bahan
24 26 28 30 32 34 36 38 40
Perlakuan awal
Jerami 7,3 7,2 7,9 7,8 6,9 7,6 7 7 7
07-Des 09-Des 11-Des 13-Des 15-Des 17-Des 19-Des 21-Des 23-Des
Bahan
24 26 28 30 32 34 36 38 40
Perlakuan penambahan feed 50%
Jerami 8,5 8,8 8,9 8,7 8,8 9,0 8,5 7,9 8,2
06-Feb 08-Feb 10-Feb 12-Feb 14-Feb 16-Feb 18-Feb 20-Feb 22-Feb
Bahan
24 26 28 30 32 34 36 38 40
Perlakuan penambahan feed 75 %
Jerami 8,8 8,8 8,8 8,5 8,5 8,5 8,4 8,3 8,3

37
Lampiran 5. Data pH lindi

04-Okt 06-Okt 08-Okt 10-Okt 12-Okt 14-Okt 16-Okt 18-Okt 20-Okt 22-Okt 24-Okt
Bahan
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22
Perlakuan awal
Jerami 6,5 6,7 6,3 6,3 6,7 6,9 7,5 7,5 7,4 7,9 8,2
15-Nop 17-Nop 19-Nop 21-Nop 23-Nop 25-Nop 27-Nop 29-Nop 01-Des 03-Des 05-Des
Bahan
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22
Perlakuan penambahan feed 50%
Jerami 7,6 8,1 7,8 7,8 7,9 7,8 8,0 8,1 8,5 8,8 8,7
15-Jan 17-Jan 19-Jan 21-Jan 23-Jan 25-Jan 27-Jan 29-Jan 31-Jan 02-Feb 04-Feb
Bahan
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22
Perlakuan penambahan feed 75 %
Jerami 7,5 7,7 7,6 8,1 8,0 7,5 8,0 7,8 7,8 7,8 7,4

26-Okt 28-Okt 30-Okt 01-Nop 03-Nop 05-Nop 07-Nop 09-Nop 11-Nop


Bahan
24 26 28 30 32 34 36 38 40
Perlakuan awal
Jerami 8,2 8,1 7,9 8 8,8 8,2 8 7,8 7,3
07-Des 09-Des 11-Des 13-Des 15-Des 17-Des 19-Des 21-Des 23-Des
Bahan
24 26 28 30 32 34 36 38 40
Perlakuan penambahan feed 50%
Jerami 8,8 8,6 8,8 8,4 8,2 8,4 7,8 8,6 7,6
06-Feb 08-Feb 10-Feb 12-Feb 14-Feb 16-Feb 18-Feb 20-Feb 22-Feb
Bahan
24 26 28 30 32 34 36 38 40
Perlakuan penambahan feed 75 %
Jerami 7,8 7,7 7,6 7,8 7,7 7,7 7,7 7,5 7,5

38
Lampiran 6. Data COD bahan padat

Nilai COD (ppm)


Hari ke
Perlakuan awal Penambahan feed 50% Penambahan feed 75%
0 5000 6400 8500
2 4800 6300 8500
4 3400 6000 6700
6 4100 4600 3300
8 3360 4800 4500
10 3400 4260 5500
12 3400 5500 4500
14 2800 4000 4500
16 3200 4500 6900
18 6800 6600 6100
20 2800 4000 4800
22 7000 1800 4800
24 4800 2400 6900
26 6800 4700 6900
28 9000 3600 6900
30 9000 7300 5300
32 4400 3200 4600
34 4400 6500 4700
36 5200 7800 3600
38 5400 10500 4800
40 2400 6100 3200

39
Lampiran 7. Data COD lindi

Nilai COD (ppm)


Hari ke
Perlakuan awal Penambahan feed 50% Penambahan feed 75%
2 22500 22750 29000
4 35000 16750 14500
6 17500 11500 10500
8 8750 10500 7500
10 15000 13050 10500
12 15000 13750 5250
14 12500 10000 5500
16 20000 11250 6250
18 20000 7750 8000
20 5000 7750 4000
22 10000 7750 3250
24 10000 6000 3000
26 17500 3750 5500
28 5750 6000 4500
30 8500 4000 5500
32 8500 4250 6000
34 11000 1500 3750
36 13000 1000 6000
38 13500 3000 4000
40 11000 4000 4250

40
Lampiran 8. Prosedur Analisis Kimia Fermentasi

a. Kadar Nitrogen (Metode Kjeldahl) (JICA, 1978)


Sebanyak 25 ml sampel diambil kemudian ditambahkan 50 ml NaOH 6 N lalu dipanaskan
dengan labu Kjeldahl. Amonia yang terbentuk kemudian ditampung, lalu ditambahkan 50 ml asam
borat 2% hingga terbentuk warna hijau. Selanjutnya larutan kemudian dititrasi dengan H 2SO4 0.02
N hingga berwarna ungu. Prosedur tersebut dilakukan juga pada blanko. Kadar nitrogen organik
dihitung dengan persamaan sebagai berikut.

Dengan 0.0211 adalah konsentrasi H2SO4 yang dipakai untuk titrasi, sedangkan 14.007 adalah
konsentrasi air nitrogen.

b. Kadar Fosfor (Metode Ortofosfat/Stannous Chloride) (APHA, 1998)


Sebelum melakukan analisis ortofosfat terlebih dahulu dibuat kurva kalibrasi dengan cara
sebagai berikut. Larutan standar fosfat diencerkan hingga konsentrasi bervariasi dari 0.0 – 2.0
mg/L PO4. Dari masing-masing standar dipipet sebanyak 25 ml dan diukur intensitas warna biru
yang terbentuk akibat pencampurannya dengan larutan amonium molibdat dan SnCl 2 pada panjang
gelombang yang sama (660 – 690 nm). Dibuat kurva kalibrasi antara konsentrasi dan absorbansi.
Kemudian dapatkan persamaan regresi linier dari kurva tersebut.
Untuk mengetahui kadar ortofosfat pada sampel, sebanyak 25 ml sampel diambil kemudian
ditambahkan 1 ml amonium molibdat serta 0.125 (± 3 tetes) SnCl2. Larutan kemudian dikocok
hingga merata, kemudian didiamkan selama 10 menit. Warna biru yang terjadi diukur
intensitasnya pada panjang gelombang 660 – 690 nm. Kadar ortofosfat ditentukan dengan
memasukkan nilai absorbansi hasil pengukuran sampel ke dalam persamaan linier kurva kalibrasi.

c. Pengukuran pH
Pengukuran pH dilakukan dengan pH meter yang telah dikalibrasi.

d. Kadar Abu (SNI 01-2891-1992)


Sampel sebanyak 2 – 3 gram ditimbang dalam cawan porselen yang kering dan telah
diketahui beratnya. Sampel kemudian dipijarkan di dalam tanur pada suhu 550 oC sampai diperoleh
warna abu keputih-putihan. Selanjutnya sampel didinginkan pada desikator lalu ditimbang.

e. Kadar Air (SNI 01-2891-1992)


Sampel sebanyak 3 – 5 gram ditimbang di dalam cawan aluminium kering yang telah
diketahui beratnya. Kemudian dipanaskan di dalam oven pada suhu 105 oC sampai kering (3-5
jam). Setelah kering, cawan berisi sampel kemudian didinginkan di dalam desikator. Setelah
dingin, cawan berisi sampel yang telah kering ditimbang beberapa kali ulangan hingga diperoleh
bobot tetap. Perhitungan kadar air sebagai berikut:

41
Kadar air dalam basis basah:

Kadar air dalam basis kering:

Dimana W adalah bobot contoh sebelum dikeringkan, W1 adalah bobot contoh dan cawan setelah
dikeringkan, sedangkan W2 adalah bobot cawan kosong.

f. Total Padatan (TS) dan Bahan organik (TVS)


Total padatan merupakan hasil pengurangan dari total bahan terhadap kandungan air bahan,
sedangkan Bahan organik adalah kandungan total bahan dikurangi kandungan air bahan dan kadar
abu bahan.

Total padatan (%) = 100 - Kadar air bahan


Total Padatan organic = 100 - (kadar air + kadarabu)

g. Kadar Chemical Oxygen Demand (COD) (APHA, 1998)


Sebanyak 2.5 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung COD mikro, kemudian ditambahkan
1.5 ml larutan K2Cr2O7 dan 3.5 ml pereaksi H2SO4 (asam COD). Setelah itu dipanaskan selama 2
jam pada suhu 148oC. Setelah dingin, larutan dituang ke erlenmeyer 100 ml, kemudian
ditambahkan dengan indikator ferroin 1 – 2 tetes. Larutan kemudian dititrasi dengan larutan Ferro
Aluminium Sulfat (FAS) 0.1 M hingga warna kecoklatan. Proses diulangi pada blanko akuades.
Perhitungan kadar COD dilakukan dengan rumus berikut.

Dimana A adalah ml FAS untuk titrasi blanko, B adalah ml FAS untuk titrasi sampel, dan
M adalah molaritas FAS.
Sebelum digunakan untuk titrasi, larutan FAS perlu distandarisasi. Standarisasi dilakukan sama
seperti langkah-langkah penentuan COD, namun sampelnya adalah akuades, serta tanpa adanya
pemanasan.

42
Lampiran 9. Neraca massa proses fermentasi
Perlakuan Awal (100% Feed Baru)
Biogas
Volume : 20 liter
Densitas : 1,227 kg/m3 (Anonim, 2006)

Bobot gas : 20 liter x 1,227 kg/m3 x 1 m3 = 0,024 kg

100 liter

Umpan Digestat
Jerami : 1 Kg
Kotoran sapi : 0,35 Kg Bobot : 3,78 kg
Air : 3 Kg
Bobot total 4,35 Kg TS : 23,1 %
VS : 64,8 % (db)
TS : 23,4 % Kadar air : 76,9 %
VS : 70,2 % (db)
Kadar air : 76,6 %

Lindi
Volume : 0,537 liter
Densitas : 1 kg/liter (Beaven et al. 2007)

Bobot gas : 0,537 liter x 1 kg/liter = 0,537 kg

43
Penambahan Feed 50%
Biogas
Volume : 10 liter
Densitas : 1,227 kg/m3 (Anonim, 2006)

Bobot gas : 10 liter X 1,227 kg/m3 x 1 m3 = 0,01 kg

100 liter

Digestat
Umpan
Jerami : 2,175 Kg Bobot : 3,56 kg
Digestat : 2,175 Kg
Bobot total 4,35 Kg TS : 22,0 %
%
VS : 61,9 (db)
TS : 22,5 % Kadar air : 78,0 %
VS : 67,7 % (db)
Kadar air : 77,5 %

Lindi
Volume : 0,769 liter
Densitas : 1 kg/liter (Beaven et al. 2007)

Bobot gas : 0,769 liter X 1 kg/liter = 0,769 kg

44
Penambahan Feed 75%
Biogas
Volume : 25 liter
Densitas : 1,227 kg/m3 (Anonim, 2006)

Bobot gas : 25 liter X 1, 227 kg/m3 X 1 m3 = 0,03 kg

100 liter

Digestat
Umpan
Jerami : 3,2625 kg Bobot : 3,77 kg
Digestat : 1,0875 kg
Bobot total 4,35 kg TS : 21,5 %
VS : 57,8 % (db)
TS : 21,3 % Kadar air : 78,5 %
VS : 63,4 % (db)
Kadar air : 78,5 %

Lindi
Volume : 0,549 liter
Densitas : 1 kg/liter (Beaven et al. 2007)

Bobot gas : 0,549 liter X 1 kg/liter = 0,549 Kg

45
Neraca massa fermentasi skala 1 Ton dengan 100% feed baru

Biogas
Volume : (1000 kg x 20 liter) / 4,35 Kg = 4597,7 liter
Densitas : 1,227 kg/m3

Bobot gas : 4597,7011 Liter x 1,227 kg/m3 x 1 m3 = 5,64138 kg

100 liter

Digestat
Umpan
Jerami : 229,89 kg Bobot : 868,149 kg
Kotoran
sapi : 80,46 kg
Air : 689,66 kg
Bobot
total 1000 kg

Lindi
Volume : (1000 kg x 0,549 liter) / 4,35 Kg = 126,21 Liter
Densitas : 1 kg/liter

Bobot gas : 126,21 liter x 1 kg/liter = 126,210 kg

46
Neraca massa fermentasi skala 1 Ton dengan 75% feed baru dan 25 % digestat
Biogas
Volume : (1000 kg x 25 liter) / 4,35 kg 5747,1 liter
Densitas : 1,227 kg/m3

Bobot gas : 5747,1264 liter x 1,227 kg/m3 x 1 m3 = 7,05172 kg

100 liter

Digestat
Umpan
Jerami +
Air : 750 kg Bobot : 866,738 kg
Digestat : 250 kg

Bobot
total : 1000 Kg

Lindi
Volume : (1000 kg x 0,537 liter) / 4,35 kg 123,45 liter
Densitas : 1 kg/liter

Bobot gas : 123,45 liter x 1 kg/liter = 123,45 kg

47

You might also like