1 Aceh
1 Aceh
Harvina, S.Sos
Balai Pelestarian Nilai Budaya Aceh
Jalan Tuwanku Hasyim Banta Muda No.17 Banda Aceh
Email: [email protected]
Abstrak
Tulisan ini menguraikan tentang sumang dalam masyarakat Gayo. Sumang dapat
diartikan sebagai tidak seirama, berbeda, tidak cocok, tidak serasi atau tidak sesuai
dengan adat. Sumang sebagai sebuah kearifan yang dimiliki oleh masyarakat Gayo
mengatur norma tentang tata cara bergaul, bertingkah laku dan berinteraksi dengan
sesamanya. Namun, yang menjadi fokus dalam penelitian ini ialah bagaimana peranan
sumang sebagai pembentuk budi pekerti masyarakat Gayo. Untuk mendeskiripsikan
peran sumang maka digunakan metode kualitatif dengan melakukan pengamatan,
wawancara, ditambah dengan studi pustaka. Dengan lokasi dari penelitian sumang ialah
di Takengon dimana masyarakat Gayo berada. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
sumang memiliki peran yang penting bagi seseorang dalam berperilaku baik, berakhlak
dalam setiap kehidupan sosial masyarakat Gayo.
Kata Kunci: Sumang, masyarakat Gayo, budi pekerti.
Abstract
This article describes the sumang in Gayo society. Sumang can be interpreted as not
rhythmic, different, incompatible, mismatched or incompatible with sumang as a wisdom
owned by the Gayo community to regulate the norms of how to get along, behave and
interact with each other. However, the focus of this research is how the role of sumang as a
form of Gayo community character. To describe the role of sumang, qualitative methods
are used by conducting field studies, interviews, and literature.The research location of
sumang is in Takengon where the Gayo community is located. The results of this study
indicate that sumang has an important role for someone in behaving well, having morality
in every social life.
Keynote: Sumang, Gayo community, noble character.
A. PENDAHULUAN
Pesatnya kemajuan teknologi yang diikuti oleh perkembangan budaya dan
zaman yang serba instan dan cepat, manusia menghadapi berbagai masalah sosial yang
cukup kronis. Akhir-akhir ini kondisi masyarakat cukup memprihatinkan akibat
kurangnya pendidikan akhlak serta budi pekerti. Hal ini dapat dicontohkan dengan
beredarnya sebuah video yang memperlihatkan seorang siswa sekolah berani melawan
guru yang menegurnya. Kegiatan sehari-hari yang dijalankan juga memiliki aturan,
seperti cara makan, cara berbicara, cara berpakaian, cara duduk dan juga cara
1
Seminar Hasil Penelitian BPNB Seindonesia
bersosialisasi terdapat budi pekerti dan tata krama yang harus dijalankan. Namun, yang
disayangkan perilaku serta budi pekerti anak zaman sekarang cenderung bertutur kata
yang kurang baik dan terkadang mereka bertingkah laku kurang sopan terhadap orang
yang lebih tua, berbicara keras dan berlaku kasar terhadap guru.
Saat ini banyak orang yang tidak lagi peduli dengan lingkungan sekitar, seakan-
akan mereka membiarkan hal-hal yang kurang beradab terjadi di hadapan mereka.
Padahal, pendidikan budi pekerti ditanam oleh orangtua dan keluarga, serta lingkungan
secara langsung. Oleh karena itu, Indonesia sebagai bangsa yang berperadaban timur
hendaknya mempunyai fondasi yang kuat dalam membentuk sebuah karakter hingga
dapat menciptakan berbudi pekerti dan berakhlak mulia. Memiliki karakter dan berbudi
pekerti yang berakhlak mulia adalah keinginan setiap bangsa dan negara. Pentingnya
pembangunan karakter telah disadari oleh pemerintah yang tertuang dalam Undang-
Undang Nomor 17 tahun 2007. Dalam materinya pemerintah bertekad untuk
membangun karakter bangsa dalam setiap bidang (Nuraida, 2016:61).
Membangun masyarakat yang berkarakter dan berbudi pekerti tentulah bukan
perkara yang mudah. Namun, masyarakat Gayo sebagai salah satu etnis yang ada di
Indonesia mereka memiliki sebuah fondasi yang kuat dalam pembentukan budi pekerti
seseorang. Mereka memiliki sistem budaya yang telah lama hidup dalam masyarakatnya
yang dinamakan sumang. Sumang, muncul dalam kehidupan masyarakat Gayo bermula
dari sikap mendidik dan membina manusia menjadi manusia yang paripurna yaitu
terkumpulnya seluruh potensi intelektual, rohani dan fisik yang ada pada diri manuisa
(Syukri, 2017: 412).
Dalam sumang terdapat nilai baik dan buruk, benar dan salah, dikarenakan
sumang membentuk pergaulan hidup yang berlandaskan ajaran Islam dan adat-istiadat.
Sumang mengandung hal-hal yang dilarang atau tidak sopan. Menurut C. Snouck
Hurgronje bahwa budaya sumang dan adat istiadat masyarakat Gayo adalah hasil
pengalaman-pengalaman hidup dari masalah-masalah yang dihadapi, dari tata cara yang
ditemui, yang pada akhirnya dijadikan suatu ketetapan hukum yang terus hidup dari
generasi ke generasi (Syukri, 2017:407). Dalam konsep sumang terdapat aturan
bagaimana cara seseorang bergaul antara kerabat, dengan masyarakat agar tercipta
masyarakat yang berakhlak, berkarakter, beretika, aman, damai dan sejahtera. Dengan
menerapkan sumang dalam kehidupan diharapkan dapat menghindari perbuatan yang
menyimpang dari tata karma yang berlaku dalam masyarakat.
Adapun penelitian ini dilakukan sebagai bahan referensi untuk masyarakat
mengenai suatu kearifan berupa sumang dalam masyarakat Gayo. Sedangkan tujuan
penelitian ini adalah mendeskripsikan apa itu sumang, jenis sumang, dan menganalisis
bagaimana peranan sumang dalam kehidupan masyarakat Gayo. Dalam penelitian ini
juga menggunakan beberapa teori dasar mengenai karakter serta budi pekerti.
Penanaman budi pekerti dan karakter merupakan bagian terpenting dalam sebuah
bangsa agar menghasilkan generasi penerus yang memiliki moral dan berakhlak mulia.
Baik dan buruknya karakter seseorang terjadi melalui kebiasaan-kebiasaan yang telah
seseorang contoh sejak usia dini. Tingkah laku yang baik, jujur dan bertanggung jawab ia
dapatkan dari lingkungan sekitar, contoh terkecilnya ialah keluarga. Karakter menurut
Linckona adalah sifat alami seseorang dalam merespon situasi secara bermoral, yang
dimanifestasikan dalam tindakan nyata melalui tingkah laku yang baik, jujur,
bertanggung jawab, menghormati orang lain, dan lainnya (Nuraida, 2016: 62).
2
Seminar Hasil Penelitian BPNB Seindonesia
B. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif. Menurut Sukmadinata
pendekatan kualitatif merupakan prosedur penelitian yang mengahsilkan data
deskriptif berupa data-data tertulis atau lisan dari orang-orang dan dari perilaku yang
diamati oleh peneliti secara holistik (Sukmadinata, 2007:73). Fakta yang diperoleh
secara mendalam digunakan untuk pemecahan masalah. Dalam pemecahan masalah
tersebut sekaligus diberikan evaluasi. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui
wawancara dan studi pustaka.
1) Wawancara
Wawancara digunakan karena ingin menggali keterangan yang lebih mendalam
tentang objek penelitian melalui pendapat, kesan, pengalaman, pikiran, pengetahuan,
dan sebagainya dari informan. Wawancara dilakukan dengan cara tanya jawab sambil
bertatap muka dengan informan atau orang yang dimintai informasi berkaitan dengan
objek yang diteliti, dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara. Informan
yang dipilih adalah orang yang diperkirakan menguasai dan memahami sumber dan
informasi tentang Sumang.
2) Studi pustaka
Studi pustaka dilakukan dengan cara mempelajari dan mencatat bagian-bagian
yang dianggap penting dari berbagai tulisan yang relevan dengan objek yang diteliti.
Sumber-sumber tertulis yang digunakan dalam penelitian ini, seperti buku dan jurnal.
Pengumpulan data tertulis dilakukan melalui sejumlah bacaan di perpustakaan, seperti
Perpustakaan dan Arsip Aceh Tengah. Di perpustakaan tersebut, penulis banyak
mendapatkan buku yang berkaitan dengan budaya Gayo secara umum sehingga penulis
hanya mengambil atau mengkopi bagian-bagian tertentu yang berkaitan dengan objek
penelitian. Selain memfotokopi, penulis juga memfoto dengan menggunakan HP pada
lembaran-lembaran tertentu yang berkaitan dengan objek penelitian.
3
Seminar Hasil Penelitian BPNB Seindonesia
4
Seminar Hasil Penelitian BPNB Seindonesia
begitu, tulisan dari Dr. C. Snouk Hurgronje memberikan nilai tambahan bagi ilmu
pengetahuan (M. Affan Hasan, dkk, 1980:24).
1. Sumang
Setiap masyarakat mempunyai caranya tersendiri dalam mengatur hubungan
sosial mereka antara sesama. Hal ini dikarenakan, setiap masyarakat mempunyai aturan
dan ketentuan yang di pandang baik oleh masyarakat tersebut. Begitu juga halnya,
dengan masyarakat Gayo. Masyarakat Gayo merupakan masyarakat yang sangat
bersahaja, bagi mereka adat dan aturan yang mereka ciptakan telah mendarah daging.
Joni mengungkapkan bahwa keterkaitan hukum dengan adat dan agama bagai dua sisi
mata uang yang tidak dapat dipisahkan (wawancara Joni tgl 09 Mei 2018). Adat
pagarnya agama, sehingga adat akan selalu mereka jalankan. Adat yang baik tentu
adanya yang menuju pada peradaban yang luhur bagi masyarakat Gayo.
Hadirnya sumang dalam kehidupan masyarakat Gayo dikarenakan adanya
keinginan dari masyarakat agar adat istiadat tetap berjalan. Landasan yang rapuhlah
yang menyebabkan robohnya suatu adat istiadat. Oleh karena itu, sumang dianggap
sebagai dasar dan landasan hidup masyarakat Gayo dalam beradat. Apa yang dianggap
berlainan atau berpengaruh buruk, masyarakat pasti akan menolaknya, sebab ada
pengendali sosial yang mengatur tingkah laku seseorang dalam masyarakat yang
disebut dengan sumang. Sumang sendiri dapat diartikan sebagai perbuatan atau tingkah
laku yang melanggar nilai dan norma agama Islam dan adat Gayo (Mahmud Ibrahim,
dkk, 2010:87). Sumang terbagi atas empat, yaitu sumang kenunulen (sumbang ketika
duduk), sumang percerakan (sumbang dalam mengucapkan kata-kata), sumang
pelangkahan (sumbang dalam perjalanan), dan sumang pengengonen (sumbang dalam
penglihatan).
Menurut penuturan salah seorang informan bahwa sumang awalnya terjadi dari
‘Tertib Bermajelis Umet Bermulia’ atau disebut dengan Primestika,1 yaitu (1) teratur, (2)
rapih, (3) saling menghargai, (4) sumang, kemali, jisjengkat dan madu endet. Primestika
ini dimaksudkan untuk mengambil yang tiga dan tinggalkan yang empat. Meninggalkan
yang empat berarti meninggalkan kebiasaan jelek yang terdapat dalam sumang. Sumang
menjadi pagar untuk kita lebih beradab dalam kehidupan sehari-hari. Ada beberapa
contoh sumang dalam kehidupan kita sehari-hari sebagai berikut: (wawancara
Syarifuddin Hamid tgl 11 Mei 2018).
1. Sumang Kenunulen.
Sumang kenunulen merupakan sumang dalam adab duduk, misalnya dalam satu
ruangan setiap orang masing-masing dapat merasa diri di bagian mana sebaiknya
mengambil tempat duduk. Orang yang lebih tua biasanya duduk di bagian uken
(tidak dekat dengan pintu masuk), para orang tua akan duduk berkelompok.
Seorang anak tidak boleh duduk bersimpuh atau jumpa lutut dengan ayah atau
mertuanya, sang anak harus memiliki sifat sungkan terhadap orang tuanya.
1
5
Seminar Hasil Penelitian BPNB Seindonesia
Begitu juga dengan menantu perempuan tidak boleh duduk berdekatan dengan
mertua laki-lakinya dan juga sebaliknya menantu laki-laki juga tidak boleh
berdekatan duduknya dengan mertua. Selain itu, peralatan makan juga tidak
boleh bersamaan dengan milik mertua. Namun, dikatakan kemali bila seorang
anak kandung yang memakai peralatan makan orang tuanya.
2. Sumang Perceraken.
Sumang perceraken merupakan sumang dalam hal berbicara yang tidak pada
tempatnya atau yang tidak pantas untuk di ucapkan. Contoh dari sumang
perceraken ialah seorang saudara perempuan berbicara secara bebas dan
terbuka mengenai seorang perempuan atau laki-laki. Seorang istri dengan
tetangga di sebelah rumahnya yang laki-laki bercerita seolah-olah laksana suami
istri. Begitu juga remaja putra dan putri bercerita yang tidak pantas di depan
orang.
3. Sumang Pelangkahen
Sumang pelangkahen maksudnya adalah sumang dalam perjalanan. Contoh
sumang pelangkahen ialah seorang janda berjalan keluar rumah hingga menjadi
perhatian orang terutama kaum pria karena yang ia kenakan dan bila ia
berbicara dengan lawan jenisnya seakan-akan ia berusaha untuk mencuri
perhatiannya. Sepasang muda-mudi yang berjalan bergandengan tangan di
tempat umum padahal mereka belum muhrim.
4. Sumang Penengonen
Sumang penengonen ialah sumang dalam penglihatan, maksudnya bila seseorang
melihat sesuatu yang tidak baik atau tidak pada tempatnya. Contohnya melihat
aurat laki-laki atau perempuan, atau seorang laki-laki mengintip tempat
pemandian yang diperuntukkan bagi perempuan atau sebaliknya. Ada juga
seperti seorang lelaki memandang perempuan dan sebaliknya secara nakal,
seperti mengedip mata, dan lainnya.
6
Seminar Hasil Penelitian BPNB Seindonesia
Sumang mengatur agar seorang bapak dapat bertanggung jawab terhadap keluarganya.
Begitu juga dengan seorang anak untuk dapat patuh dan hormat kepada bapak atau
ibunya. Maka dengan adanya sumang perbuatan sopan santun dapat terjadi.
Bagaimanapun dalam kehidupan keluarga harus ada saling hormat-menghormati dan
sikap tanggung jawab dalam setiap angggota keluarga. Kebiasaan sopan santun ini tidak
hanya berlaku dalam keluarga, tetapi juga di lingkungan luar.
2. Etika
Bila telah menerapkan sumang dalam kehidupan sehari-hari, akan tergambar
dalam tingkah laku seseorang sehari-hari. Ia akan lebih beretika dalam pergaulannya
sehari-hari, misalnya etika dalam bertamu, etika seseorang duduk, berbicara dengan
santun dengan memperhatikan siapa lawan bicaranya. Dengan mematuhi aturan
sumang maka seseorang itu akan lebih bermoral dan beretika dalan kehidupannya.
Dalam pergaulan sesama kerabat juga ada berlaku sumang. Hal ini dapat terlihat dari
larangan bergaul, hidup berteman atau hidup bersahabat dengan bebas. Merupakan hal
yang tabu bergaul secara bebas antara pria dan wanita yang bukan mahramnya. Selain
itu, dalam kehidupan bermasyarakat terkadang juga dapat terjadi sumang. Hal ini dapat
terlihat dari tingkah laku seseorang yang berlaku tidak baik, seperti mencuri, membuat
keonaran dalam masyarakat atau mengadu domba antar tetangga. Ini semua merupakan
perbuatan sumang.
3. Religius
Mengikuti aturan dalam sumang jelas mendidik seseorang untuk menjadi taat
pada aturan agama. Hal ini dikarenakan, dalam aturan sumang terdapat prinsip
keterpaduan antara agama dan adat-istiadat masyarakat Gayo. Sehingga antara agama
dan adat-istiadat itu berjalan seiringan, seperti ungkapan Gayo berupa: agama urum
edet lagu zat urum sifet (agama dan adat seperti zat dan sifat); edet kin peger, agama kin
senuwet (adat jadi pagar, agama sebagai tanaman); kuet edet mumerala agama
(penguatan adat dapat memelihara pelaksanaan ajaran agama). Ajaran sumang yang
telah ditanamkan kepada seseorang jelas dapat membentengi dirinya dengan nilai-nilai
agama yang terdapat dalam sumang.
7
Seminar Hasil Penelitian BPNB Seindonesia
8
Seminar Hasil Penelitian BPNB Seindonesia
untuk tidak mengulangi perbuatan sumang, ia juga harus meminta maaf kepada warga
kampung setempat dalam upacara adat sebelum atau setelah jamuan makan, serta ia
juga harus menyatakan secara tertulis di muka umum bahwa yang bersangkutan tidak
mengulangi perbuatan sumang (Mahmud Ibrahim, dkk, 2010:91).
D. PENUTUP
Sumang sebagai identitas dan landasan hidup masyarakat Gayo telah menjadi
bagian dalam perjalanan hidup dan budaya masyarakat Gayo. Sumang menjadi tolok
ukur bagi seseorang untuk berperilaku baik, berakhlak dalam setiap kehidupan sosial
masyarakat Gayo. Dalam sumang juga terdapat sejumlah peraturan yang harus diikuti
oleh masyarakat yang bersangkutan. Seperti yang kita ketahui bahwa karakter dan budi
pekerti yang berakhlak mulia sudah sulit di temui saat ini, sehingga dengan menerapkan
budaya sumang dalam kehidupan sehari-hari diharapkan dapat menciptakan
masyarakat yang berkarakter dan berbudi pekerti luhur.
Sumang di tinjau dari segi jenis, sumang didasarkan pada sifat manusia dalam
perbuatan dan gerak-gerik. Perbuatan dan gerak-gerik di anggap dapat menimbulkan
ketidakharmonisan dengan kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat. Perbuatan dan
gerak-gerik dimaksud adalah penglihatan, perkataan, perjalanan, dan duduk. Dari
perbuatan dan gerak-gerik tersebut muncullah istilah pada jenis sumang, yaitu sumang
Dari sinilah peran sumang tercipta, yaitu ingin mendidik dan membina
manusianya menjadi manusia yang berkarakter dan berbudi pekerti luhur dalam diri
manusia. Sumang sangat berperan dalam pembentukan budi pekerti karena dalam
sumang terdapat aturan dan bertingkah laku. Adanya sumang dalam masyarakat Gayo di
rancang untuk mencegah terjadinya perbuatan sumang berat. Dengan demikian, sumang
berperan sebagai sistem pendidikan sosial kemasyarakatan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku-Buku
Hasan, M. Affan, dkk. 1980. Kesenian Gayo dan Perkembangannya. Balai Pustaka Jakarta.
Ibrahim, Mahmud dan AR. Hakim Aman Pinan. 2010. Syariat dan Adat Istiadat. Yayasan
Makamam Mahmuda Takengon.
Ibrahim, Mahmud. 2013. Nilai-Nilai Pendidikan Islam Dalam Adat Gayo. Al-Mumtaz
Institute Banda Aceh.
Melalatoa, Junus M. 2001. Didong Pentas Kreativitas Gayo. Yayasan Asosiasi Tradisi Lisan
dan Yayasan Obor Indonesia Jakarta.
Nuraida, Nia. 2016. Pengembangan Nilai-Nilai Karakter Melalui Pendidikan Pencak Silat
Untuk Anak Usia Dini. Jurnal Tunas Siliwangi. Vol.2 No.1 April 2016.
9
Seminar Hasil Penelitian BPNB Seindonesia
Salim, Izhar. Pendidikan Budi Pekerti Untuk Generasi Bangsa. Jurnal Pendidikan Sosiologi.
FKIP Universitas Tanjung Pura Pontianak.
Su’dadah. 2014. Pendidikan Budi Pekerti Integrasi Nilai Moral Agama Dengan Pendidikan
Budi Pekerti. Jurnal Kependidikan. Vol.11 No.1 Mei 2014.
Sukmadinata, Nana S. 2007. Metode Penelitian Pendidikan. Remeja Rosdakarya Bandung.
Syukri.2017. Budaya Sumang dan Implementasinya Terhadap Restorasi Karakter
Masyarakat Gayo Di Aceh. Jurnal Miqot. Vo.XIL No.2 Juli-Desember 2017.
Wiradnyana, Ketut, dan kawan. 2011. Merangkai Identitas Gayo. Yayasan Pustaka Obor
Indonesia Jakarta.
2. Sumber Lisan
Wawancara dengan Joni, Takengon, Mei 2018.
Wawancara dengan Syarifuddin Hamid, Bintang, 11 Mei 2018.
Wawancara dengan Susilawati, Bintang, 11 Mei 2018.
10