0% found this document useful (0 votes)
25 views10 pages

1 Aceh

PERANAN SUMANG DALAM PEMBENTUKAN BUDI PEKERTI PADA MASYARAKAT GAYO DI ACEH TENGAH (Harvina)

Uploaded by

BPNB Aceh
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as DOCX, PDF, TXT or read online on Scribd
0% found this document useful (0 votes)
25 views10 pages

1 Aceh

PERANAN SUMANG DALAM PEMBENTUKAN BUDI PEKERTI PADA MASYARAKAT GAYO DI ACEH TENGAH (Harvina)

Uploaded by

BPNB Aceh
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as DOCX, PDF, TXT or read online on Scribd
You are on page 1/ 10

Seminar Hasil Penelitian BPNB Seindonesia

PERANAN SUMANG DALAM PEMBENTUKAN BUDI PEKERTI PADA MASYARAKAT


GAYO DI ACEH TENGAH

Harvina, S.Sos
Balai Pelestarian Nilai Budaya Aceh
Jalan Tuwanku Hasyim Banta Muda No.17 Banda Aceh
Email: [email protected]

Abstrak
Tulisan ini menguraikan tentang sumang dalam masyarakat Gayo. Sumang dapat
diartikan sebagai tidak seirama, berbeda, tidak cocok, tidak serasi atau tidak sesuai
dengan adat. Sumang sebagai sebuah kearifan yang dimiliki oleh masyarakat Gayo
mengatur norma tentang tata cara bergaul, bertingkah laku dan berinteraksi dengan
sesamanya. Namun, yang menjadi fokus dalam penelitian ini ialah bagaimana peranan
sumang sebagai pembentuk budi pekerti masyarakat Gayo. Untuk mendeskiripsikan
peran sumang maka digunakan metode kualitatif dengan melakukan pengamatan,
wawancara, ditambah dengan studi pustaka. Dengan lokasi dari penelitian sumang ialah
di Takengon dimana masyarakat Gayo berada. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
sumang memiliki peran yang penting bagi seseorang dalam berperilaku baik, berakhlak
dalam setiap kehidupan sosial masyarakat Gayo.
Kata Kunci: Sumang, masyarakat Gayo, budi pekerti.

Abstract
This article describes the sumang in Gayo society. Sumang can be interpreted as not
rhythmic, different, incompatible, mismatched or incompatible with sumang as a wisdom
owned by the Gayo community to regulate the norms of how to get along, behave and
interact with each other. However, the focus of this research is how the role of sumang as a
form of Gayo community character. To describe the role of sumang, qualitative methods
are used by conducting field studies, interviews, and literature.The research location of
sumang is in Takengon where the Gayo community is located. The results of this study
indicate that sumang has an important role for someone in behaving well, having morality
in every social life.
Keynote: Sumang, Gayo community, noble character.

A. PENDAHULUAN
Pesatnya kemajuan teknologi yang diikuti oleh perkembangan budaya dan
zaman yang serba instan dan cepat, manusia menghadapi berbagai masalah sosial yang
cukup kronis. Akhir-akhir ini kondisi masyarakat cukup memprihatinkan akibat
kurangnya pendidikan akhlak serta budi pekerti. Hal ini dapat dicontohkan dengan
beredarnya sebuah video yang memperlihatkan seorang siswa sekolah berani melawan
guru yang menegurnya. Kegiatan sehari-hari yang dijalankan juga memiliki aturan,
seperti cara makan, cara berbicara, cara berpakaian, cara duduk dan juga cara

1
Seminar Hasil Penelitian BPNB Seindonesia

bersosialisasi terdapat budi pekerti dan tata krama yang harus dijalankan. Namun, yang
disayangkan perilaku serta budi pekerti anak zaman sekarang cenderung bertutur kata
yang kurang baik dan terkadang mereka bertingkah laku kurang sopan terhadap orang
yang lebih tua, berbicara keras dan berlaku kasar terhadap guru.
Saat ini banyak orang yang tidak lagi peduli dengan lingkungan sekitar, seakan-
akan mereka membiarkan hal-hal yang kurang beradab terjadi di hadapan mereka.
Padahal, pendidikan budi pekerti ditanam oleh orangtua dan keluarga, serta lingkungan
secara langsung. Oleh karena itu, Indonesia sebagai bangsa yang berperadaban timur
hendaknya mempunyai fondasi yang kuat dalam membentuk sebuah karakter hingga
dapat menciptakan berbudi pekerti dan berakhlak mulia. Memiliki karakter dan berbudi
pekerti yang berakhlak mulia adalah keinginan setiap bangsa dan negara. Pentingnya
pembangunan karakter telah disadari oleh pemerintah yang tertuang dalam Undang-
Undang Nomor 17 tahun 2007. Dalam materinya pemerintah bertekad untuk
membangun karakter bangsa dalam setiap bidang (Nuraida, 2016:61).
Membangun masyarakat yang berkarakter dan berbudi pekerti tentulah bukan
perkara yang mudah. Namun, masyarakat Gayo sebagai salah satu etnis yang ada di
Indonesia mereka memiliki sebuah fondasi yang kuat dalam pembentukan budi pekerti
seseorang. Mereka memiliki sistem budaya yang telah lama hidup dalam masyarakatnya
yang dinamakan sumang. Sumang, muncul dalam kehidupan masyarakat Gayo bermula
dari sikap mendidik dan membina manusia menjadi manusia yang paripurna yaitu
terkumpulnya seluruh potensi intelektual, rohani dan fisik yang ada pada diri manuisa
(Syukri, 2017: 412).
Dalam sumang terdapat nilai baik dan buruk, benar dan salah, dikarenakan
sumang membentuk pergaulan hidup yang berlandaskan ajaran Islam dan adat-istiadat.
Sumang mengandung hal-hal yang dilarang atau tidak sopan. Menurut C. Snouck
Hurgronje bahwa budaya sumang dan adat istiadat masyarakat Gayo adalah hasil
pengalaman-pengalaman hidup dari masalah-masalah yang dihadapi, dari tata cara yang
ditemui, yang pada akhirnya dijadikan suatu ketetapan hukum yang terus hidup dari
generasi ke generasi (Syukri, 2017:407). Dalam konsep sumang terdapat aturan
bagaimana cara seseorang bergaul antara kerabat, dengan masyarakat agar tercipta
masyarakat yang berakhlak, berkarakter, beretika, aman, damai dan sejahtera. Dengan
menerapkan sumang dalam kehidupan diharapkan dapat menghindari perbuatan yang
menyimpang dari tata karma yang berlaku dalam masyarakat.
Adapun penelitian ini dilakukan sebagai bahan referensi untuk masyarakat
mengenai suatu kearifan berupa sumang dalam masyarakat Gayo. Sedangkan tujuan
penelitian ini adalah mendeskripsikan apa itu sumang, jenis sumang, dan menganalisis
bagaimana peranan sumang dalam kehidupan masyarakat Gayo. Dalam penelitian ini
juga menggunakan beberapa teori dasar mengenai karakter serta budi pekerti.
Penanaman budi pekerti dan karakter merupakan bagian terpenting dalam sebuah
bangsa agar menghasilkan generasi penerus yang memiliki moral dan berakhlak mulia.
Baik dan buruknya karakter seseorang terjadi melalui kebiasaan-kebiasaan yang telah
seseorang contoh sejak usia dini. Tingkah laku yang baik, jujur dan bertanggung jawab ia
dapatkan dari lingkungan sekitar, contoh terkecilnya ialah keluarga. Karakter menurut
Linckona adalah sifat alami seseorang dalam merespon situasi secara bermoral, yang
dimanifestasikan dalam tindakan nyata melalui tingkah laku yang baik, jujur,
bertanggung jawab, menghormati orang lain, dan lainnya (Nuraida, 2016: 62).

2
Seminar Hasil Penelitian BPNB Seindonesia

Poerwadarminta mengartikan karakter sebagai tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan,


akhlak atau budi pkerti yang membedakan seseorang dengan yang lain. Karakter yang
berakhlak mulia selalu dikaitkan dengan budi pekerti. Istilah akhlak juga merupakan
budi pekerti sering diartikan sebagai moralitas yang mengandung pengertian antara lain
adat istiadat, sopan santun, dan perilaku, sedangkan budi sering dartikan sebagai nalar,
pikiran, akal (Salim, hlm 2 & 3). Hal inilah yang memberdakan manusia dengan hewan.
Dalam ensiklopedi pendidikan, budi pekerti diartikan sebagai kesusilaan yang
mencakup segi-segi kejiwaan dan perbuatan manusia, sedangkan manusia susila adalah
manusia yang sikap lahiriyah dan batiniyahnya sesuai dengan norma etik dan moral
(Su’dadah, 2014:136).
Menyimak tulisan di atas menjadikan budaya sumang menjadi sesuatu yang
menarik untuk di tulis. Sumang sebagai bagian dari budaya Indonesia dapat
memberikan kontribusinya bagi pembentukan karakter serta penanaman nila budi
pekerti sehingga dapat membentuk seseorang yang berakhlak mulia. Sebagai fenomena
yang menarik untuk di tulis maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan terkait
dengan sumang yaitu bagaimana peranan sumang sebagai pembentuk karakter dan nilai
budi pekerti.

B. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif. Menurut Sukmadinata
pendekatan kualitatif merupakan prosedur penelitian yang mengahsilkan data
deskriptif berupa data-data tertulis atau lisan dari orang-orang dan dari perilaku yang
diamati oleh peneliti secara holistik (Sukmadinata, 2007:73). Fakta yang diperoleh
secara mendalam digunakan untuk pemecahan masalah. Dalam pemecahan masalah
tersebut sekaligus diberikan evaluasi. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui
wawancara dan studi pustaka.
1) Wawancara
Wawancara digunakan karena ingin menggali keterangan yang lebih mendalam
tentang objek penelitian melalui pendapat, kesan, pengalaman, pikiran, pengetahuan,
dan sebagainya dari informan. Wawancara dilakukan dengan cara tanya jawab sambil
bertatap muka dengan informan atau orang yang dimintai informasi berkaitan dengan
objek yang diteliti, dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara. Informan
yang dipilih adalah orang yang diperkirakan menguasai dan memahami sumber dan
informasi tentang Sumang.
2) Studi pustaka
Studi pustaka dilakukan dengan cara mempelajari dan mencatat bagian-bagian
yang dianggap penting dari berbagai tulisan yang relevan dengan objek yang diteliti.
Sumber-sumber tertulis yang digunakan dalam penelitian ini, seperti buku dan jurnal.
Pengumpulan data tertulis dilakukan melalui sejumlah bacaan di perpustakaan, seperti
Perpustakaan dan Arsip Aceh Tengah. Di perpustakaan tersebut, penulis banyak
mendapatkan buku yang berkaitan dengan budaya Gayo secara umum sehingga penulis
hanya mengambil atau mengkopi bagian-bagian tertentu yang berkaitan dengan objek
penelitian. Selain memfotokopi, penulis juga memfoto dengan menggunakan HP pada
lembaran-lembaran tertentu yang berkaitan dengan objek penelitian.

3
Seminar Hasil Penelitian BPNB Seindonesia

C. HASIL DAN BAHASAN


Tanah Gayo adalah tempat tinggal sebagian besar etnis Gayo. Wilayah asal
masyarakat Gayo ini biasa disebut dengan Dataran tinggi Gayo, yang merupakan bagian
dari tali-temali Bukit Barisan di pulau Sumatera (Melalatoa, 2001:4). Masyarakat etnis
Gayo terbagi dalam tiga kabupaten, yaitu kabupaten Aceh Tengah, Kabupaten Gayo Lues,
sebagian Kabupaten Aceh Timur dan Kabupaten Bener Meriah. Etnis Gayo mempunyai
kebudayaan yang berbeda dengan kebudayaan Aceh, mereka mempunyai bahasa
sendiri, adat-istiadat sendiri yang berbeda dengan adat istiadat Aceh.
Keunikan tanah Gayo ialah di wilayah ini terletak dnau laut tawar nan permai,
dan dalam wilayah ini pula beradanya kawasan Gunung Leuser, suaka alam yang
termasyur. Hutan Leuser juga mewariskan kekayaan alam flora dan fauna kepada dunia,
salah satunya ialah ‘Orang Utan’. Selain itu, sejak masuknya Islam di ke tanah Aceh, baik
kebudayaan Aceh maupun kebudayaan Gayo lebih bernafaskan Islam dalam
kebudayaannya. Walaupun tanah Gayo letaknya di Provinsi Aceh, namun kebudayaan
Gayo memiliki ciri khas tersendiri yang berbeda dengan kebudayaan Aceh. Hal ini
dikarenakan, pada saat zaman kerajaan, pusat Kerajaan berada di Aceh dan penduduk
Aceh jauh lebih besar sehingga memberikan pengaruhnya kepada tanah Gayo. Tidak
hanya pengaruh dari Aceh, masyarakat Gayo juga dipengaruhi oleh etnis Melayu. Hal ini
dikarenakan, penyebaran dan pengembangan dari pendidikan agama Islam yang
tertuang dalam naskah-naskah buku tulisan tangan, surat-menyurat yang sebagian
besar diberikan dan dilakukan dalam bahasa Melayu dengan tulisan Arab di samping
bahasa Aceh atau Gayo ( M. Affan Hasan, dkk, 1980: 23).
Masyarakat Gayo menganut paham patrilineal, yang menarik garis keturunan
dari laki-laki. Umumnya mereka dalam satu rumah didiami oleh satu keluarga batih. Bila
ada keluarga baru mereka umumnya akan membuat rumah di sekita rumah indul, begitu
seterusya, sehingga terbentuk satu kampung yang merupakan satu belah (Ketut
Wiradnyana, 2011:4). Pengertian belah tidak hanya menyangkut hubungan kekerabatan
semata, namun juga berkaitan dengan wilayah atau tempat tinggal dalam satu wilayah
yang sama. Untuk pemimpin kampung disebut dengan reje. Nama-nama belah di Raja
Cik Bebesen ini mempunyai persamaan dengan nama-nama marga di tanah Karo. Selain
persamaan dalam hal belah ada juga persamaan dalam bidang kesenian, seperti dalam
seni tari, seni suara, seni musik, dan lainnya.
Sering dipertanyakan mengenai asal usul etnis Gayo yang sampai sekarang masih
belum jelas. Belum ada penelitian mendalam oleh para ahli mengenai asal-usul etnis
Gayo. Sebuah penelitian yang pernah dilakukan oleh seorang sarjana Belanda bernama
Dr. C. Snouck Hurgronje beberapa tahun sebelum penyerbuan Belanda ke tanah Gayo
dan Alas di tahun 1904 dalam bukunya yang berjudul “het Gajoland en zijne bewoners”
bila diartikan ke dalam bahasa Indonesia sebagai “Tanah Gayo dan Penduduknya” (M.
Affan Hasan, dkk, 1980: 23). Akan tetapi, dalam bukunya ini ia juga belum dapat
mengungkapkan asal usul masyarakat Gayo, kecuali tentang legenda asal usul nenek
moyang masyarakat Gayo. Sebenarnya buku yang diterbitkan oleh Dr. C. Snouck
Hurgornje lebih bersifat unsur politik, dikarenakan buku tersebut untuk kepentingan
politik penjajahan Belanda, di samping untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Namun

4
Seminar Hasil Penelitian BPNB Seindonesia

begitu, tulisan dari Dr. C. Snouk Hurgronje memberikan nilai tambahan bagi ilmu
pengetahuan (M. Affan Hasan, dkk, 1980:24).

1. Sumang
Setiap masyarakat mempunyai caranya tersendiri dalam mengatur hubungan
sosial mereka antara sesama. Hal ini dikarenakan, setiap masyarakat mempunyai aturan
dan ketentuan yang di pandang baik oleh masyarakat tersebut. Begitu juga halnya,
dengan masyarakat Gayo. Masyarakat Gayo merupakan masyarakat yang sangat
bersahaja, bagi mereka adat dan aturan yang mereka ciptakan telah mendarah daging.
Joni mengungkapkan bahwa keterkaitan hukum dengan adat dan agama bagai dua sisi
mata uang yang tidak dapat dipisahkan (wawancara Joni tgl 09 Mei 2018). Adat
pagarnya agama, sehingga adat akan selalu mereka jalankan. Adat yang baik tentu
adanya yang menuju pada peradaban yang luhur bagi masyarakat Gayo.
Hadirnya sumang dalam kehidupan masyarakat Gayo dikarenakan adanya
keinginan dari masyarakat agar adat istiadat tetap berjalan. Landasan yang rapuhlah
yang menyebabkan robohnya suatu adat istiadat. Oleh karena itu, sumang dianggap
sebagai dasar dan landasan hidup masyarakat Gayo dalam beradat. Apa yang dianggap
berlainan atau berpengaruh buruk, masyarakat pasti akan menolaknya, sebab ada
pengendali sosial yang mengatur tingkah laku seseorang dalam masyarakat yang
disebut dengan sumang. Sumang sendiri dapat diartikan sebagai perbuatan atau tingkah
laku yang melanggar nilai dan norma agama Islam dan adat Gayo (Mahmud Ibrahim,
dkk, 2010:87). Sumang terbagi atas empat, yaitu sumang kenunulen (sumbang ketika
duduk), sumang percerakan (sumbang dalam mengucapkan kata-kata), sumang
pelangkahan (sumbang dalam perjalanan), dan sumang pengengonen (sumbang dalam
penglihatan).
Menurut penuturan salah seorang informan bahwa sumang awalnya terjadi dari
‘Tertib Bermajelis Umet Bermulia’ atau disebut dengan Primestika,1 yaitu (1) teratur, (2)
rapih, (3) saling menghargai, (4) sumang, kemali, jisjengkat dan madu endet. Primestika
ini dimaksudkan untuk mengambil yang tiga dan tinggalkan yang empat. Meninggalkan
yang empat berarti meninggalkan kebiasaan jelek yang terdapat dalam sumang. Sumang
menjadi pagar untuk kita lebih beradab dalam kehidupan sehari-hari. Ada beberapa
contoh sumang dalam kehidupan kita sehari-hari sebagai berikut: (wawancara
Syarifuddin Hamid tgl 11 Mei 2018).
1. Sumang Kenunulen.
Sumang kenunulen merupakan sumang dalam adab duduk, misalnya dalam satu
ruangan setiap orang masing-masing dapat merasa diri di bagian mana sebaiknya
mengambil tempat duduk. Orang yang lebih tua biasanya duduk di bagian uken
(tidak dekat dengan pintu masuk), para orang tua akan duduk berkelompok.
Seorang anak tidak boleh duduk bersimpuh atau jumpa lutut dengan ayah atau
mertuanya, sang anak harus memiliki sifat sungkan terhadap orang tuanya.
1

5
Seminar Hasil Penelitian BPNB Seindonesia

Begitu juga dengan menantu perempuan tidak boleh duduk berdekatan dengan
mertua laki-lakinya dan juga sebaliknya menantu laki-laki juga tidak boleh
berdekatan duduknya dengan mertua. Selain itu, peralatan makan juga tidak
boleh bersamaan dengan milik mertua. Namun, dikatakan kemali bila seorang
anak kandung yang memakai peralatan makan orang tuanya.

2. Sumang Perceraken.
Sumang perceraken merupakan sumang dalam hal berbicara yang tidak pada
tempatnya atau yang tidak pantas untuk di ucapkan. Contoh dari sumang
perceraken ialah seorang saudara perempuan berbicara secara bebas dan
terbuka mengenai seorang perempuan atau laki-laki. Seorang istri dengan
tetangga di sebelah rumahnya yang laki-laki bercerita seolah-olah laksana suami
istri. Begitu juga remaja putra dan putri bercerita yang tidak pantas di depan
orang.

3. Sumang Pelangkahen
Sumang pelangkahen maksudnya adalah sumang dalam perjalanan. Contoh
sumang pelangkahen ialah seorang janda berjalan keluar rumah hingga menjadi
perhatian orang terutama kaum pria karena yang ia kenakan dan bila ia
berbicara dengan lawan jenisnya seakan-akan ia berusaha untuk mencuri
perhatiannya. Sepasang muda-mudi yang berjalan bergandengan tangan di
tempat umum padahal mereka belum muhrim.

4. Sumang Penengonen
Sumang penengonen ialah sumang dalam penglihatan, maksudnya bila seseorang
melihat sesuatu yang tidak baik atau tidak pada tempatnya. Contohnya melihat
aurat laki-laki atau perempuan, atau seorang laki-laki mengintip tempat
pemandian yang diperuntukkan bagi perempuan atau sebaliknya. Ada juga
seperti seorang lelaki memandang perempuan dan sebaliknya secara nakal,
seperti mengedip mata, dan lainnya.

2. Peranan Sumang Dalam Penanaman Budi Pekerti


Keempat sumang yang dijelaskan di atas memegang peranan penting dalam
menjaga perbuatan dan tingkah laku masyarakat sehari-hari. Mengikuti dan mentaati
peraturan dalam sumang, menandakan bahwa telah menjalankan peranan dalam
sumang. Peranan sumang dalam pembentukan budi pekerti, sebagai berikut dalam:
1. Sopan Santun
Sumang sebagai pagar untuk mendidik generasi bangsa jelas mengatur
perilaku masyarakat dalam berinteraksi sehari-hari. Secara tidak langsung sumang jelas
telah mengatur bagaimana agar kita dapat lebih bersikap sopan santun. Perbuatan
sumang yang terdapat dalam lingkup terkecil seperti dalam sistem kekeluargaan.

6
Seminar Hasil Penelitian BPNB Seindonesia

Sumang mengatur agar seorang bapak dapat bertanggung jawab terhadap keluarganya.
Begitu juga dengan seorang anak untuk dapat patuh dan hormat kepada bapak atau
ibunya. Maka dengan adanya sumang perbuatan sopan santun dapat terjadi.
Bagaimanapun dalam kehidupan keluarga harus ada saling hormat-menghormati dan
sikap tanggung jawab dalam setiap angggota keluarga. Kebiasaan sopan santun ini tidak
hanya berlaku dalam keluarga, tetapi juga di lingkungan luar.

2. Etika
Bila telah menerapkan sumang dalam kehidupan sehari-hari, akan tergambar
dalam tingkah laku seseorang sehari-hari. Ia akan lebih beretika dalam pergaulannya
sehari-hari, misalnya etika dalam bertamu, etika seseorang duduk, berbicara dengan
santun dengan memperhatikan siapa lawan bicaranya. Dengan mematuhi aturan
sumang maka seseorang itu akan lebih bermoral dan beretika dalan kehidupannya.
Dalam pergaulan sesama kerabat juga ada berlaku sumang. Hal ini dapat terlihat dari
larangan bergaul, hidup berteman atau hidup bersahabat dengan bebas. Merupakan hal
yang tabu bergaul secara bebas antara pria dan wanita yang bukan mahramnya. Selain
itu, dalam kehidupan bermasyarakat terkadang juga dapat terjadi sumang. Hal ini dapat
terlihat dari tingkah laku seseorang yang berlaku tidak baik, seperti mencuri, membuat
keonaran dalam masyarakat atau mengadu domba antar tetangga. Ini semua merupakan
perbuatan sumang.

3. Religius
Mengikuti aturan dalam sumang jelas mendidik seseorang untuk menjadi taat
pada aturan agama. Hal ini dikarenakan, dalam aturan sumang terdapat prinsip
keterpaduan antara agama dan adat-istiadat masyarakat Gayo. Sehingga antara agama
dan adat-istiadat itu berjalan seiringan, seperti ungkapan Gayo berupa: agama urum
edet lagu zat urum sifet (agama dan adat seperti zat dan sifat); edet kin peger, agama kin
senuwet (adat jadi pagar, agama sebagai tanaman); kuet edet mumerala agama
(penguatan adat dapat memelihara pelaksanaan ajaran agama). Ajaran sumang yang
telah ditanamkan kepada seseorang jelas dapat membentengi dirinya dengan nilai-nilai
agama yang terdapat dalam sumang.

4. Menjaga Harga Diri


Harga diri merupakan harkat yang dimiliki oleh seorang manusia yang
tertinggi. Apabila seseorang berperilaku tidak sesuai dengan norma-norma maka
derajat dan harga diri manusia itu akan hilang. Aturan yang terdapat dalam sumang
sangat jelas menjaga harga diri seorang individu. Dalam adat Gayo ada ungkapan berupa
jema mukemel yaitu yang merupakan orang yang menjaga dan mempertahankan harga
dirinya, sedangkan sebaliknya orang yang tidak mempunyai harga diri dinamakan jema
gere mukemel.
Oleh karena itu, apabila sumang diberlakukan dalam kehidupan keluarga,
kerabat, masyarakat, bahkan negara maka akan menciptakan kualitas sumber daya
manusia yang memiliki karakter dan berbudi pekerti mulia. Memberlakukan sumang

7
Seminar Hasil Penelitian BPNB Seindonesia

dalam kehidupan sehari-hari menjadikan sumang sebagai modal utama dalam


pendidikan karakter dan budi pekerti. Hal ini dikarenakan sumang berperan nyata
dalam kehidupan yang melahirkan sikap hidup yang baik dan berlomba-lomba untuk
berbuat kebajikan. Menurut Syukri dalam sumang juga terkandung nilai-nilai penting
yang dikenal dengan prinsip Edet kuet muperala agama, renggang edet benasa nama,
edet munukum bersifet ujud, ukum munukum bersifet kalam ini mengartikan bahwa adat
dituntun oleh hukum. Adat menghukum bersifat wujud. Hukum agama itu adalah pasti.
Edet mungenal, ukum mubeza ini mengartikan bahwa adat mencari mana yang benar
dan mana yang salah. Hukum membedakan mana yang benar dan mana yang salah.
Peranan lain dari sumang dalam pembentukan budi pekerti juga terlihat dalam
prinsip “pertangung jawaban“ masyarakat Gayo agar terhindar dari sumang dengan
melaksanakan prinsip tersebut, (Mahmud Ibrahim, 2013:28) yaitu:
1. Ukum ni anak i amae, ini dimaksudkan bahwa tanggung jawab seorang anak
berada pada ayahnya. Orang tua, terutama seorang ayah wajib untuk mendidik
agama dan seorang anak wajib untuk menghormati orang tuanya. Sehingga bila
sang anak melanggar hukum maka orang tuanya juga ikut bertanggung jawab.
2. Ukum ni rayat i reje ye, ini maksudnya ialah tanggung jawab rakyat berada pada
pimpinan pemerintah. Seorang pimpinan mempunyai kewajiban membimbing,
mengawasi dan menindak rakyat yang mereka pimpin bila mereka melakukan
perbuatan sumang, sedangkan untuk pimpinan lain yang tidak berwenang tidak
boleh menindak rakyat yang berbuat sumang.
3. Ukum ni harta i empu ye, artinya tanggung jawab mengenai harta berada pada
pemiliknya. Hal ini dimaksudkan bahwa seseorang yang memiliki harta
mempunyai tanggung jawab penuh atas harta miliknya dan menanggung resiko
dengan apa yang ditimbulkan oleh hartanya. Hanya pemilik hartanya sajalah
yang dapat memindah tangankan hartanya kepada orang lain.
Agar peran sumang dapat berjalan maka dalam sumang juga berlaku sanksi bagi
mereka yang telah melakukan sumang. Sanksi yang dijatuhkan kepada pelaku sumang
tergantung pada berat dan ringannya perbuatan sumang yang telah dilakukan
seseorang. Sumang yang termasuk dalam perbuatan sumang berat adalah durhaka
kepada orang tua/ mertua, memutuskan hubungan silahturahmi lebih dari tiga hari,
laki-laki dan perempuan pergi berdua dalam gelap dan tempat sembunyi, menyabung
ayam, mencuri, korupsi dan sebagainya. Kepada pelaku sumang berat akan dijatuhkan
hukuman yang lebih berat dibandingkan dengan hukuman kepada pelaku sumang biasa.
Pelaku sumang berat, seperti zina dapat dijatuhi hukuman sanksi oleh Sarak Opat
Kampung berupa sanksi adat yaitu pelaku zina laki-laki dan perempuan di suruh pergi
meninggalkan kampung itu atau dinikahkan lalu di suruh pergi meninggalkan kampung
tersebut. Namun, ada juga yang terjadi di suatu kampung, yang mana ada seorang pria
dan wanita terlihat berduaan, maka mereka berdua di arak ke balai desa dan langsung
dijatuhi hukuman dengan menyembelih satu ekor kerbau dan di beri waktu 6 bulan
untuk melaksanakan hukuman tesebut (wawancara dengan Susilawati tgl 11 Mei 2018).
Pelaku sumang yang telah selesai menjalankan hukuman, harus menyediakan
dan menyiapkan bahan makanan secukupnya serta menyelenggarakan jamuan makan
bersama warga kampung, memohon ampunan kepada Allah swt dan bertekad bulat

8
Seminar Hasil Penelitian BPNB Seindonesia

untuk tidak mengulangi perbuatan sumang, ia juga harus meminta maaf kepada warga
kampung setempat dalam upacara adat sebelum atau setelah jamuan makan, serta ia
juga harus menyatakan secara tertulis di muka umum bahwa yang bersangkutan tidak
mengulangi perbuatan sumang (Mahmud Ibrahim, dkk, 2010:91).

D. PENUTUP
Sumang sebagai identitas dan landasan hidup masyarakat Gayo telah menjadi
bagian dalam perjalanan hidup dan budaya masyarakat Gayo. Sumang menjadi tolok
ukur bagi seseorang untuk berperilaku baik, berakhlak dalam setiap kehidupan sosial
masyarakat Gayo. Dalam sumang juga terdapat sejumlah peraturan yang harus diikuti
oleh masyarakat yang bersangkutan. Seperti yang kita ketahui bahwa karakter dan budi
pekerti yang berakhlak mulia sudah sulit di temui saat ini, sehingga dengan menerapkan
budaya sumang dalam kehidupan sehari-hari diharapkan dapat menciptakan
masyarakat yang berkarakter dan berbudi pekerti luhur.
Sumang di tinjau dari segi jenis, sumang didasarkan pada sifat manusia dalam
perbuatan dan gerak-gerik. Perbuatan dan gerak-gerik di anggap dapat menimbulkan
ketidakharmonisan dengan kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat. Perbuatan dan
gerak-gerik dimaksud adalah penglihatan, perkataan, perjalanan, dan duduk. Dari
perbuatan dan gerak-gerik tersebut muncullah istilah pada jenis sumang, yaitu sumang
Dari sinilah peran sumang tercipta, yaitu ingin mendidik dan membina
manusianya menjadi manusia yang berkarakter dan berbudi pekerti luhur dalam diri
manusia. Sumang sangat berperan dalam pembentukan budi pekerti karena dalam
sumang terdapat aturan dan bertingkah laku. Adanya sumang dalam masyarakat Gayo di
rancang untuk mencegah terjadinya perbuatan sumang berat. Dengan demikian, sumang
berperan sebagai sistem pendidikan sosial kemasyarakatan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Buku-Buku
Hasan, M. Affan, dkk. 1980. Kesenian Gayo dan Perkembangannya. Balai Pustaka Jakarta.
Ibrahim, Mahmud dan AR. Hakim Aman Pinan. 2010. Syariat dan Adat Istiadat. Yayasan
Makamam Mahmuda Takengon.
Ibrahim, Mahmud. 2013. Nilai-Nilai Pendidikan Islam Dalam Adat Gayo. Al-Mumtaz
Institute Banda Aceh.
Melalatoa, Junus M. 2001. Didong Pentas Kreativitas Gayo. Yayasan Asosiasi Tradisi Lisan
dan Yayasan Obor Indonesia Jakarta.
Nuraida, Nia. 2016. Pengembangan Nilai-Nilai Karakter Melalui Pendidikan Pencak Silat
Untuk Anak Usia Dini. Jurnal Tunas Siliwangi. Vol.2 No.1 April 2016.

9
Seminar Hasil Penelitian BPNB Seindonesia

Salim, Izhar. Pendidikan Budi Pekerti Untuk Generasi Bangsa. Jurnal Pendidikan Sosiologi.
FKIP Universitas Tanjung Pura Pontianak.
Su’dadah. 2014. Pendidikan Budi Pekerti Integrasi Nilai Moral Agama Dengan Pendidikan
Budi Pekerti. Jurnal Kependidikan. Vol.11 No.1 Mei 2014.
Sukmadinata, Nana S. 2007. Metode Penelitian Pendidikan. Remeja Rosdakarya Bandung.
Syukri.2017. Budaya Sumang dan Implementasinya Terhadap Restorasi Karakter
Masyarakat Gayo Di Aceh. Jurnal Miqot. Vo.XIL No.2 Juli-Desember 2017.
Wiradnyana, Ketut, dan kawan. 2011. Merangkai Identitas Gayo. Yayasan Pustaka Obor
Indonesia Jakarta.

2. Sumber Lisan
Wawancara dengan Joni, Takengon, Mei 2018.
Wawancara dengan Syarifuddin Hamid, Bintang, 11 Mei 2018.
Wawancara dengan Susilawati, Bintang, 11 Mei 2018.

10

You might also like