LAPORAN PENDAHULUAN
ASMA
Disusun oleh:
Heppy Yatim Naryanti
NIM. 202214201023B
PROGAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
STIKes SATRIA BHAKTI
NGANJUK
2024
LAPORAN PENDAHULUAN
ASMA
Disusun Oleh:
Heppy Yatim Naryanti
NIM. 202214201023B
Telah disetujui Para Pembimbing
Pada Tanggal:
Oleh:
Clinical Instructure Kepala Ruang
Astinapura (IGD) RSUD Dolopo Astinapura (IGD) RSUD Dolopo
Didik Arifianto, S. Kep., Ners Didik Arifianto, S. Kep., Ners
NIP. 19790606 200801 1 008 NIP. 19790606 200801 1 008
Pembimbing dan Penguji Akademik
STIKes SATRIA BHAKTI
………………………………………….
NIP.
LAPORAN PENDAHULUAN
ASMA
I. TINJAUAN MEDIS
A. DEFINISI
Asma adalah suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami penyempitan
karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan
peradangan; penyempitan ini bersifat berulang namun reversible, dan diantara
episode penyempitan bronkus tersebut terdapat keadaan ventilasi yang lebih
normal (Nabillah, 2021).
B. ETIOLOGI
Menurut (Wijaya & Putri, 2013) dalam bukunya dijelaskan klasifikasi
asma berdasarkan etiologi adalah sebagai berikut :
1) Asma ekstrinsik/alergi
Asma yang disebabkan oleh alergen yang diketahui sudah terdapat
semenjak anak-anak seperti alergi terhadap protein, serbuk sari bulu halus,
binatang, dan debu. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya
suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-
faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi
serangan asma ekstrinsik.
2) Asma instrinsik/idopatik
Asma yang tidak ditemukan faktor pencetus yang jelas, tetapi adanya
faktor-faktor non spesifik seperti : flu, latihan fisik atau emosi sering
memicu serangan asma. Asma ini sering muncul/timbul sesudah usia 40
tahun setelah menderita infeksi sinus/ cabang trancheobronkial. . Srerangan
asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu
dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa
pasien akan mengalami asma gabungan.
3) Asma campuran
Asma yang terjadi/timbul karena adanya komponen ekstrinsik dan intrinsik.
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi
timbulnya serangan asma :
a. Faktor predisposisi
Genetik : Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit
alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi.
Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma
bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas
saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
b. Faktor presipitasi
Alergen : Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu
1) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan
Contohnya : debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri
dan polusi
2) Ingestan, yang masuk melalui mulut
Contohnya : makanan dan obat-obatan
3) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit
Contohnya : perhiasan, logam dan jam tangan
c. Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma
Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan
asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim
hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin
serbuk bunga dan debu.
d. Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga
bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma
yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami
stress/gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah
pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum
bisa diobati.
e. Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal
ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di
laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini
membaik pada waktu libur atau cuti.
f. Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan
aktifitas jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat paling mudah
menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi
segera setelah selesai aktifitas tersebut.
C. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala asma yang biasa sering muncul adalah mengi,
peningkatan frekuensi pernafasan, hyperventilation, hyperinflasi, fluktuasi
kadar CO2. Hyperventilation yang diikuti dengan kecemasan merupakan
gejala yang sering ditemukan pada penderita asma, sehingga mengakibatkan
bronkokonstriksi jalan nafas (Holloway, Elizabeth A. Wes, 2007).
Hyperventilation merupakan suatu kondisi dimana CO2 dalam darah
dan alveoli berkurang sehingga kompensasi jalan nafas mengalami konstriksi
bertujuan untuk menghindari kehilangan CO secara berlebih (Bruton, 2005).
Selain itu penebalan dinding jalan nafas karena remodelling jalan nafas
meningkat dengan tajam dan berkontribusi terhadap obstruksi aliran udara.
Hal ini akan menyebabkan terjadinya penyempian bronkus sehingga terjadilah
sesak napas (Melastuti & Husna, 2015).
D. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi asma adanya debu, asap rokok, bulu binatang, hawa
dingin terpapar pada penderita dan benda-benda tersebut setelah terpapar
ternyata tidak dikenali oleh sistem di dalam tubuh penderita sehingga dianggap
sebagai benda asing yang masuk (antigen). Obstruksi saluran nafas pada asma
merupakan kombinasi spasme otot bronkus, sumbatan mucus, edema dan
inflamasi dinding.
Gangguan yang berupa obstruksi saluran nafas yang berupa obstruksi
saluran napas bisa dinilai dengan VEP1 (volume ekspirasi pakasa detik
pertama), penyempitan saluran nafas dapat terjadi baik pada saluran nafas yang
besar, maupun sedang. Gejala mengi menandakan adanya penyempitan sauran
nafas besar sedangkan pada saluan nafas kecil gejala batuk dan sesak.
Penyempitan bronkus akan menurunkan jumlah oksigen luar masuk
saat inspirasi sehingga menurunkan oksigen yang dalam darah. Kondisi ini
berakibat pada penurunan oksigen jaringan sehingga penderita terlihat pucat
dan lemah. Pembengkakan mukosa bronkus juga akan meningkatkan sekresi
mukus dan meningkatkan pergerakan silia pada mukosa. Sehingga
menyebabkan gangguan pada pertukaran gas (Nabillah, 2021).
E. PATHWAY
F. KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering terjadi pada penyakit asma (Wijaya & Putri,
2013) dalam (Wiyanti, 2019) meliputi:
1) Status asmatik
2) Gagal nafas (respiratory failure)
3) Pneumothorax
4) Pneumomediastinum dan emfisema sub kutis
5) Atelektasis
6) Aspirasi
7) Sumbatan saluran nafas yang meluas/gagal nafas
8) Asidosis
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Ngastiyah (2013) dalam (Pery Abenita, 2019), ada beberapa
pemeriksaan diagnostik bagi para penderita asma, antara lain :
1) Uji faal paru
Uji faal paru dikerjakan untuk menentukan derajat obstruksi, menilai hasil
provokasi bronkus, menilai hasil pengobatan dan mengikuti perjalanan
penyakit. Alat yang digunakan untuk uji faal paru adalah peak flow meter,
caranya anak disuruh meniup flow meter beberapa kali (sebelumnya
menarik napas dalam melalui mulut kemudian menghembuskan dengan
kuat) dan dicatat hasil.
2) Foto toraks
Foto toraks dilakukan terutama pada anak yang baru berkunjung pertama
kali di poliklinik, untuk menyingkirkan kemungkinan ada penyakit lain.
Pada pasien asma yang telah kronik akan terlihat jelas adanya kelainan
berupa hiperinflasi dan atelektasis.
3) Pemeriksaan darah
Hasilnya akan terdapat eosinofilia pada darah tepi dan sekret hidung. Bila
tidak eosinofilia kemungkinan bukan asma. Selain itu juga, dilakukan uji
tuberkulin dan uji kulit dengan menggunakan alergen.
Sedangkan pemeriksaan penunjang menurut (Smelzer, 2002) dalam
(Nurarif Huda, 2016) :
1) Spirometer : dilakukan sebelum dan sesudah bronkodilator hirup
(nebulizer/inhaler), positif jika peningkatan VEP/KVP > 20%. Spirometri
dapat digunakan untuk diagnosis dan memantau gejala pernapasan dan
penyakit, persiapan operasi, penelitian epidemiologi serta penelitian lain.
Pengukuran faal paru digunakan untuk menilai obstruksi jalan napas,
reversibilitas kelainan faal paru dan variabilitas faal paru sebagai penilaian
tidak langsung hiperesponsif jalan napas.
2) Sputum : eosinofil meningkat.
3) Uji Kulit: Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen
yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
4) RO dada yaitu patologis paru/komplikasi asma
5) AGD : terjadi pada asma berat pada fase awal terjadi hipoksemia dan
hipokapnia (PCO2 turun) kemudian fase lanjut normocapnia dan hiperkapnia
(PCO2 naik).
6) Foto dada AP dan lateral. Hiperinflasi paru, diameter anteroposterior
membesar pada foto lateral, dapat terlihat bercak konsolidasi yang tersebar.
H. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama penatalaksanaan Asma (Pusdatin Kementrian Kesehatan
RI, 2015) adalah mencapai asma terkontrol sehingga penderita asma dapat
hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Pada
prinsipnya penatalaksanaan asma dibagi menjadi 2, yaitu : penatalaksanaan
asma jangka panjang dan penatalaksanaan asma akut/saat serangan.
1) Tatalaksana Asma Jangka Panjang adalah edukasi, obat Asma (pengontrol
dan pelega), dan menjaga kebugaran (senam asma). Obat pelega diberikan
pada saat serangan, obat pengontrol ditujukan untuk pencegahan serangan
dan diberikan dalam jangka panjang dan terus menerus.
2) Tatalaksana Asma Akut pada Anak dan Dewasa
Tujuan tatalaksana serangan Asma akut:
a. Mengatasi gejala serangan asma
b. Mengembalikan fungsi paru ke keadaan sebelum serangan
c. Mencegah terjadinya kekambuhan
d. Mencegah kematian karena serangan asma
Menurut (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003) dalam (Nurarif Huda,
2016) ada program penatalaksanaan asma meliputi 7 komponen, yaitu :
1) Edukasi yang baik akan menurunkan morbiditi dan mortaliti. Edukasi
tidak hanya ditujukan untuk penderita dan keluarga tetapi juga pihak lain
yang membutuhkan energi pemegang keputusan, pembuat perencanaan
bidang kesehatan/asma, profesi kesehatan.
2) Monitor berat asma secara berkala dan penilaian klinis berkala antara 1-6
bulan dan monitoring asma oleh penderita sendiri mutlak dilakukan pada
penatalaksanaan asma. Hal tersebut disebabkan berbagai faktor antara
lain:
a. Gejala dan berat asma berubah, sehingga membutuhkan perubahan
terapi
b. Pajanan pencetus menyebabkan penderita mengalami perubahan
pada asmanya
c. Daya ingat (memori) dan motivasi penderita yang perlu direview,
sehingga membantu penanganan asma terutama asma mandiri.
3) Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus
4) Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang
Penatalaksanaan asma bertujuan untuk mengontrol penyakit, disebut
sebagai asma terkontrol. Terdapat 3 faktor yang perlu dipertimbangkan:
a. Medikasi asma ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala
obstruksi jalan napas, terdiri atas pengontrol dan pelega.
b. Tahapan pengobatan
c. Penanganan asma mandiri (pelangi asma) hubungan penderita
dokter yang baik adalah dasar yang kuat untuk terjadi kepatuhan
dan efektif penatalaksanaan asma. Rencanakan pengobatan asma
jangka panjang sesuai kondisi penderita, realistik/ memungkinkan
bagi penderita dengan maksud mengontrol asma.
5) Menetapkan pengobatan pada serangan akut
Pengobatan pada serangan akut antara lain : Nebulisasi agonis beta 2 tiap
4 jam, alternatifnya Agonis beta 2 subcutan, Aminofilin IV, Adrenalin
1/1000 0,3 ml SK, dan oksigen bila mungkin Kortikosteroid sistemik.
6) Kontrol secara teratur pada penatalaksanaan jangka panjang terdapat 2
hal yang penting diperhatikan oleh dokter yaitu:
a. Tindak lanjut (follow-up) teratur
b. Rujuk ke ahli paru untuk konsultasi atau penangan lanjut bila
diperlukan
7) Pola hidup sehat
a. Meningkatkan kebugaran fisik
Senam asma Indonesia (SAI) adalah salah satu bentuk olahraga yang
dianjurkan karena melatih dan menguatkan otot-otot pernapasan
khususnya, selain manfaat lain pada olahraga umumnya.
b. Berhenti atau tidak pernah merokok
c. Lingkungan kerja kenali lingkungan kerja yang berpotensi dapat
menimbulkan asma
Penatalaksanaan pada pasien menggunakan pendekatan keluarga (Alfa
et al., 2020) sebagai berikut :
1) Kunjungan keluarga pertama dilakukan pendekatan dan pengenalan
terhadap pasien serta menerangkan maksud dan tujuan kedatangan,
diikuti dengan anamnesis tentang keluarga dan perihal penyakit yang
diderita
2) Intervensi secara non farmakologis dilakukan dengan bantuan media
intervensi berupa poster yang berisikan tentang penyakit asma,
penyebab, faktor risiko, faktor pencetus pencegahan.
3) Edukasi kepada pasien dan keluarganya mengenai jenis aktivitas
fisik/olahraga yang dapat dilakukan oleh pasien.
4) Edukasi dan evaluasi cara pemakaian obat. Agar obat yang digunakan
lebih efektif dan dapat mengontrol asma pasien dengan dosis yang
tepat.
I. TINJAUAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
a) Anamnesa
1. Identitas Klien
1) Usia: asma bronkial dapat menyerang segala usia tetapi lebih sering
dijumpai pada usia dini. Separuh kasus timbul sebelum usia 10 tahun
dan sepertiga kasus lainnya terjadi sebelum usia 40 tahun.
2) Jenis kelamin: laki-laki dan perempuan di usia dini sebesar 2:1 yang
kemudian sama pada usia 30 tahun.
3) Tempat tinggal dan jenis pekerjaan: lingkungan kerja diperkirakan
merupakan faktor pencetus yang menyumbang 2-15% klien dengan
asma bronkial (Muttaqin, 2012). Kondisi rumah, pajanan alergen
hewan di dalam rumah, pajanan asap rokok tembakau, kelembapan,
dan pemanasan.
2. Keluhan dan Riwayat Penyakit
1) Keluhan Utama : Keluhan utama yang timbul pada klien dengan asma
bronkial adalah dispneu (bisa sampai berhari-hari atau berbulan-bulan),
batuk, dan mengi.
2) Riwayat Penyakit Sekarang : Riwayat penyakit sekarang yang biasa
timbul pada pasien asma yaitu pasien mengalami sesak nafas, batuk
berdahak, pasien yang sudah menderita penyakit asma, bahkan keluarga
yang sudah menderita penyakit asma/faktor genetic.
3) Riwayat Penyakit Dahulu : Terdapat data yang menyertakan adanya
faktor predisposisi timbulnya penyakit ini, di antaranya adalah riwayat
alergi dan riwayat penyakit saluran nafas bagian bawah.
4) Riwayat Penyakit Keluarga : Klien dengan asma bronkial sering kali
didapatkan adanya riwayat penyait keturunan, tetapi pada beberapa klien
lainnya tidak ditemukan penyakit yang sama pada anggota keluarganya
(Soemantri, 2009).
b) Pola Fungsi Kesehatan
1) Nutrisi : Terjadi penurunan berat badan yang cukup drastis sebagai
akibat dari hilangnya nafsu makan karena produksi dahak yang makin
melimpah.
2) Eliminasi : Penderita asma dilarang menahan buang air besar dan
buang air kecil. Kebiasaan menahan buang air besar akan
menyebabkan feses menghasilkan radikal bebas yang bersifat meracuni
tubuh, menyebabkan sembelit, dan semakin mempersulit pernafasan.
3) Aktivitas : Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari
karena sulit bernafas.
4) Istirahat/tidur: Susah tidur karena sering batuk atau terbangun akibat
dada sesak. Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi
duduk tinggi.
5) Aktivitas : Pekerjaan: lingkungan kerja diperkirakan merupakan faktor
pencetus yang menyumbang 2-15% klien dengan asma bronkial.
Perasaan selalu merasa lesu dan lelah akibat kurangnya pasokan O2 ke
seluruh tubuh
c) Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum Klien : Keadaan umumpada pasien asma yaitu compas
metis, lemah, dan sesak nafas.
2. Pemeriksaan kepala dan muka
Inspeksi : pemerataan rambut, berubah/tidak, simetris, bentuk wajah.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak rontok, tidak ada oedema.
3. Pemeriksaan telinga
Inspeksi : simetris, tidak ada lesi, tidak ada nyeri tekan.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
4. Pemeriksaan mata
Inspeksi : simetris, tidak ada lesi, tidak ada oedema, konjungtiva anemis,
reflek cahaya normal.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
5. Pemeriksaan mulut dan farink
Inspeksi : mukosa bibir lemah, tidak ada lesi disekitar mulut, biasanya ada
kesulitan dalam menelan.
Palpasi : tidak ada pembesaran tonsil.
6. Pemeriksaan leher
Inspeksi : simetris, tidak ada peradangan, tidak ada pembesaran kelenjar
tiroid
Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
7. Pemeriksaan payudara dan ketiak
Inspeksi : ketiak tumbuh rambut/tidak, kebersihan ketiak, ada lesi/tidak,ada
benjolan/tidak.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
8. Pemeriksaan thorak
1) Pemeriksaan paru
Inspeksi : batuk produktif/nonproduktif, terdapat sputum yang kental dan
sulit dikeluarkan, dengan menggunakan otot-otot tambahan, sianosis.
Mekanika bernafas,pernafasan cuping hidung, penggunaan oksigen,dan sulit
bicara karena sesak nafas.
Palpasi : bernafas dengan menggunakan otot-otot tambahan.
Takikardi akan timbul diawal serangan, kemudian diikuti sianosis sentral
Perkusi : lapang paru yang hipersonor pada perkusi.
Auskultasi : respirasi terdengar kasar dan suara mengi (wheezing) pada fase
respirasi semakin menonjol.
2) Pemeriksaan jantung
Inspeksi : ictuscordis tidak tampak.
Palpasi : ictus cordis terdengar di ICS V mid clavicula kiri.
Perkusi : pekak.
Auskultasi : BJ 1dan BJ 2 terdengar tunggal, ada suara tambahan/tidak.
9. Pemeriksaan abdomen
Inspeksi : bentuk tidak simetris.
Auskultasi : bising usus normal (5-30x/menit).
Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
Perkusi : tympani.
10. Pemeriksaan integumen
Inspeksi : kulit berwarna sawo matang, tidak ada lesi, tidak ada oedema.
Palpas : integritas kulit baik, tidak ada nyeri tekan.
11. Pemeriksaan anggota gerak (ekstermitas)
Inspeksi : otot simetri, tidak ada fraktur.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
12. Pemeriksaan genetalia dan sekitar anus
Inspeksi : tidak terdapat lesi, tidak ada benjolan, rambut pubis merata.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Pola napas tidak efektif
2) Bersihan jalan napas tidak efektif
3) Intoleransi aktivitas
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Keperawatan (SLKI) (SIKI)
(SDKI)
1 Pola nafas tidak Pola Nafas (L.01004) Manajemen Jalan Nafas
efektif (D.0005) (I.01011)
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1x8 jam Observasi
diharapkan pola nafas
1. Monitor pola napas
membaik, dengan kriteria
(frekuensi, usaha napas)
hasil :
2. Monitor bunyi napas
1. Sesak menurun tambahan (mis. Gurgling,
2. Penggunaan otot bantu mengi, wheezing, ronkhi
napas menurun kering)
3. Frekuensi napas
Terapeutik
membaik, dan
4. Kedalaman napas 3. Posisikan semi-fowler atau
membaik. fowler
4. Berikan minum hangat
5. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
6. Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari, jika tidak ada
kontraindikasi
7. Kolaborasi pemberian
bronkofilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
2 Bersihan Jalan Bersihan Jalan Napas Latihan Batuk Efektif
Napas Tidak (L.01002)) Setelah dilakukan
Observasi
Efektif (D. 01006) tindakan keperawatan selama
1x8 jam diharapkan bersihan 1. Identifikasi kemampuan
jalan napas meningkat dengan batuk
kriteria hasil : 2. Monitor adanya retensi
sputum
1. Batuk efektif
3. Monitor tanda dan gejala
meningkat ISPA
2. Produksi sputum 4. Monitor input dan output
menurun cairan
3. Mengi menurun
Terapeutik
4. Wheezing menurun
5. Frekuensi napas 5. Atur posisi semi fowler dan
membaik fowler
6. Pola napas membaik Edukasi
6. Jelaslan tujuan dan prosedur
batuk efektif
7. Anjurkan Teknik napas
dalam melalui hidung
selama 4 detik, ditahan
selama 2 detik, kemudian
keluarkan dari mulut dengan
bibir mencucu (dibulatkan)
selama 8 detik
8. Anjurkan mengulangi
Teknik napas dalam hingga
3 kali
9. Anjurkan batuk dengan kuat
langsung setelah Tarik napas
dalam yang ke-3
Kolaborasi
10. Kolaborasi pemberian
mukolitik, ekspektoran jika
perlu
3 Intolerasi Toleransi Aktivitas (L.05047) Manajemen Energi (I.05178)
Aktivitas (D.0056)
Setelah dilakukan tindakan Observasi
keparawatan selama 1x8 jam
1. Identifikasi gangguan fungsi
diharapkan toleransi aktivitas tubuh yang mengakibatkan
meningkat, dengan kriteria kelelahan
hasil: 2. Monitor kelelahan fisik dan
emosional
1. Kelelahan menurun
3. Monitor pola dan jam tidur
2. Dyspnea saat aktivitas
menurun Terapeutik
3. Dyspnea setelah aktivitas
4. Sediakan lingkungan
menurun
nyaman dan rendah stimulus
4. Frekuensi nadi membaik
5. Lakukan latihan rentang
gerak pasif dan atau aktif
6. Fasilitasi duduk di sisi
tempat tidur, jika tidak dapat
berpindah atau berjalan
Edukasi
7. Anjurkan tirah baring
8. Anjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap
Kolaborasi
9. Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan
DAFTAR PUSTAKA
Nabillah, Zhakila. 2021. Asuhan Keperawatan keluarga pada Anak dengan Asma di Wilayah
Kerja Puskesmas Gunung Sari Ilir dab Puskesmas Damai. Poltekes Samarinda:
Balikpapan
Pery Abenita. (2019). Karya Tulis Ilmiah Asuhan Keperawatan Pada An. N. A Dengan Asma
Bronkial.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Jakarta.
Dewan Pengurus Pusan PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Jakarta. Dewan
Pengurus Pusat PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Jakarta. Dewan
Pengurus Pusat PPNI.