SlideShare a Scribd company logo
2
Most read
12
Most read
13
Most read
Momen, Kemiringan, dan Keruncingan Page 1
BAB 7
MOMEN, KEMIRINGAN DAN KERUNCINGAN
A. Momen
Misalkan diberikan variable 𝑥 dengan harga- harga : 𝑥1 , 𝑥2 ,…., 𝑥 𝑛. Jika A = sebuah
bilangan tetap dan r = 0, 1, 2…, n maka momen ke-r sekitar A, disingkat 𝑚 𝑟′,
didefinisikan oleh hubungan :
𝑚 𝑟′ =
∑(𝑥𝑖 − 𝐴)
𝑟
𝑛
… …… …… … . (1)
Menurut Gasperz (1989:87)
𝑚 𝑟
∗ =
∑ (𝑋𝑗 − 𝐴)
𝑟𝑛
𝑗=1
𝑛
=
∑ 𝑑
𝑟
𝑛
Dimana d = X - A
Menurut Amudi Pasaribu (1975:123),
𝑚ℎ = (
1
𝑛
) ∑(𝑥𝑖 − 𝑎)
ℎ
𝑘
𝑖=𝑗
Untuk A = 0 didapat momen ke-r sekitar nol atau disingkat momen ke-r (momen
sekitar titik asal):
𝑚𝑜𝑚𝑒𝑛 𝑘𝑒 − 𝑟 =
∑ 𝑥𝑖
𝑟
𝑛
… … … … … . . (2)
Menurut Gasperz (1989:87)
𝑋
𝑟
=
𝑋1
𝑟
+ 𝑋2
𝑟
+ ⋯+ 𝑋 𝑛
𝑟
𝑛
=
∑ 𝑋𝑗
𝑟𝑛
𝑗=1
𝑛
=
∑ 𝑋 𝑟
௰
Menurut Amudi Pasaribu (1975:122),
𝑚ℎ = (
1
𝑛
) ∑ 𝑥𝑖
ℎ
𝑘
𝑖=𝑗
Dari rumus (2) maka untuk r =1 didapat rata-rata 𝑥. Jika A = 𝑥 kita peroleh
momen ke-r sekitar rata-rata, biasa disingkat dengan 𝑚 𝑟. Jadi didapat :
𝑚 𝑟 =
∑(𝑥𝑖 − 𝑥)
𝑟
𝑛
… … …… … …. (3)
Menurut Gasperz (1989:87)
𝑚 𝑟 =
∑ (𝑋𝑗 − 𝑋)
𝑟𝑛
𝑗=1
𝑛
=
∑(𝑋 − 𝑋)
𝑟
𝑛
Momen, Kemiringan, dan Keruncingan Page 2
Menurut Amudi Pasaribu (1975:123),
𝑚ℎ = (
1
𝑛
) ∑(𝑥𝑖 − 𝑥)
ℎ
𝑘
𝑖=𝑗
Untuk r =2, rumus (3) memberikan varians 𝑠2.
Untuk membedakan apakah momen itu untuk sampel atau populasi maka dipakai simbol:
𝑚 𝑟 dan 𝑚 𝑟′ untuk momen sampel dan µ 𝑟
𝑑𝑎𝑛 µ 𝑟′untuk momen populasi .
jika 𝑚 𝑟 𝑑𝑎𝑛 𝑚 𝑟′ adalah statistik sedangkan µ 𝑟
𝑑𝑎𝑛 µ 𝑟′adalah parameter.
Jika data telah disusun dalam dalam bentuk distribusi frekuensi, maka rumus-
rumus diatas berturut-turut berbentuk :
𝑚 𝑟′ =
∑ 𝑓𝑖
(𝑥𝑖 − 𝐴)
𝑟
𝑛
… …… …… … . (4)
Menurut Gasperz (1989:91),
𝑚 𝑟
∗ =
∑ 𝑓𝑗(𝑋𝑗 − 𝐴)
𝑟𝑛
𝑗=1
𝑛
=
∑ 𝑓 (𝑋 − 𝐴)
𝑟
𝑛
Menurut Amudi Pasaribu (1975:123),
𝑚ℎ = (
1
𝑛
) ∑(𝑥𝑖 − 𝑎)
ℎ
𝑓𝑖
𝑘
𝑖=𝑗
𝑚𝑜𝑚𝑒𝑛 𝑘𝑒 − 𝑟 =
∑ 𝑓𝑖 𝑥㐳
𝑟
𝑛
… … … … … . . (5)
Menurut Gasperz (1989:91)
𝑋
𝑟
=
𝑓1 𝑋
1
𝑟
+ 𝑓2 𝑋2
𝑟
+ ⋯+ 𝑓 𝑘 𝑋
𝑘
𝑟
𝑛
=
∑ 𝑓𝑗
𝑋
𝑗
𝑟𝑛
𝑗=1
𝑛
=
∑ 𝑓𝑋 𝑟
𝑛
Menurut Amudi Pasaribu (1975:122),
𝑚ℎ = (
1
𝑛
) ∑ 𝑥𝑖
ℎ 𝑓𝑖
𝑘
𝑖=𝑗
𝑚 𝑟 =
∑ 𝑓𝑖
(𝑥𝑖 − 𝑥)
𝑟
𝑛
…… …… … …. (6)
𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑛 = ∑ 𝑓𝑖 , 𝑥𝑖 = 𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎 𝑘𝑒𝑙𝑎𝑠 𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑣𝑎𝑙
𝑑𝑎𝑛 𝑓𝑖 = 𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑒𝑠𝑢𝑎𝑖 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑥𝑖
Menurut Gasperz (1989:91)
𝑚 𝑟 =
∑ 𝑓〱(𝑋𝑗 − 𝑋)
𝑟𝑛
𝑗=1
𝑛
=
∑ 𝑓(𝑋 − 𝑋)
𝑟
𝑛
Momen, Kemiringan, dan Keruncingan Page 3
Menurut Pasaribu (1975:123),
𝑚ℎ = (
1
𝑛
) ∑(𝑥𝑖 − 𝑥)
ℎ
𝑘
𝑖=𝑗
𝑓𝑖
Dengan menggunakan cara sandi, rumus empat menjadi :
𝑚 𝑟′ = 𝑝 𝑟
∑ 𝑓𝑖
𝑐𝑖
𝑟
𝑛
… …… …… … . (7)
Dengan p = panjang kelas interval, 𝑐𝑖 = variable sandi.
Menurut Gasperz (1989:91)
𝑚 𝑟
∗ = 𝑐 𝑟
∑ 𝑓𝑗 𝑢𝑗
𝑟𝑘
𝑗=1
𝑛
Dari 𝑚 𝑟′ , harga-harga 𝑚 𝑟 untuk beberapa r, dapat ditentukan berdasarkan hubungan :
𝑚2 = 𝑚2′ − (𝑚1
′
)
2
𝑚3 = 𝑚3′ − 3𝑚1
′
𝑚2
′ + 2(𝑚1
′
)
3
𝑚4 = 𝑚4′ − 4𝑚1
′
𝑚3
′ + 6(𝑚1
′
)
2
𝑚2
′ + 3(𝑚1
′
)
4
Menurut Gasperz (1989:96)
𝑚1 = 0
𝑚2 = 𝑚2
∗
− (𝑚1
∗
)
2
𝑚3 = 𝑚3
∗ − 3𝑚1
∗
𝑚2
∗ + 2(𝑚1
∗)
3
𝑚4 = 𝑚4
∗
− 4𝑚1
∗
𝑚2
∗
+ 6(𝑚1
∗
)
2
𝑚2
∗
− 3(𝑚1
∗
)
4
Contoh: Untuk menghitung empat buah momen sekitar rata-rata untuk data dalam daftar
distribusi frekuensi, kita lakukan sebagai berikut.
DATA 𝒇𝒊 𝒄𝒊 𝒇𝒊
𝒄 𝒊 𝒇𝒊 𝒄⍖
𝟐 𝒇𝒊 𝒄𝒊
𝟑 𝒇𝒊 𝒄𝒊
𝟒
60 – 62
63 – 65
66 – 68
69 – 71
72 – 74
5
18
42
27
8
-2
-1
0
1
2
-10
-18
0
27
16
20
18
0
27
32
-40
-18
0
27
64
80
18
0
27
128
jumlah 100 0 15 97 33 253
Momen, Kemiringan, dan Keruncingan Page 4
Dengan menggunakan rumus (7) maka :
𝑚1′ = 𝑝1
∑ 𝑓𝑖
𝑐𝑖
1
𝑛
= 3
15
100
= 0,45
𝑚2′ = 𝑝2
∑ 𝑓𝑖
𝑐𝑖
2
𝑛
= 32 97
100
= 8,73
𝑚3′ = 𝑝3
∑ 𝑓𝑖 𝑐𝑖
3
𝑛
= 33 33
100
= 8,91
𝑚4′ = 𝑝4 ∑ 𝑓𝑖 𝑐𝑖
4
𝑛
= 34 253
100
= 204,93
Sehingga dengan menggunakan hubungan di atas :
𝑚2 = 𝑚2′ − (𝑚1
′
)
2
= 8,73 − (0,45)
2
= 8,53
𝑚3 = 𝑚3′ − 3𝑚1
′
𝑚2
′
+ 2(𝑚1
′
)
3
= 8,91 − 3(0,45)(8,73) + 2(0,45)3 = −2,69
𝑚4 = 𝑚4′ − 4𝑚1
′
𝑚3
′ + 6(𝑚1
′
)
2
𝑚2
′ + 3(𝑚1
′
)
4
= 204,93 − 4 (0,45)(8,93) + 6(0,45)2(8,73) + 3(0,45)4 = 199,38
Dari hasil ini didapat varians 𝑠2 = 𝑚2 = 8,53
B. Kemiringan (Kemencengan)
Hasan (2009:125) menyatakan kemencengan atau kecondongan (skewness) adalah
tingkat ketidaksimetrisan atau kejauhan simetri dari sebuah distribusi. Menurut Somantri
(2006:147), ukuran kemiringan adalah suatu ukuran yang dapat digunakan untuk
menentukan miring tidaknya suatu kurva distribusi. Menurut Gasperz (1989:98), ukuran
kemenjuluran atau kemencengan (skewness) merupakan suatu ukuran yang menunjukkan
sejauh mana pergeseran dari bentuk yang simetri untuk suatu sebaran atau distribusi.
Sedangkan menurut Herrhyanto dan Hamid (2008 : 6.2), ukuran kemiringan adalah
ukuran yang menyatakan sebuah model distribusi yang mempunyai kemiringan tertentu.
Jadi ukuran kemiringan adalah suatu ukuran yang dapat digunakan untuk
menentukan miring tidaknya suatu kurva distribusi dibandingkan dengan bentuk yang
simetri.
C. Keruncingan atau Kurtosis
Keruncingan atau kurtosis adalah tingkat kepuncakan dari sebuah distribusi yang
biasanya diambil secara relatif terhadap suatu distribusi normal. (Hasan, 2009:137).
Menurut Gasperz (1989: 104), kurtosis adalah suatu ukuran tentang keruncingan dari
sebuah sebaran, yang biasanya dibandingkan dengan sebaran normal. Menurut Somantri
Momen, Kemiringan, dan Keruncingan Page 5
(2006:151), kurtosis merupakan tingkat menggunungnya suatu distribusi, yang umumnya
dibandingkan dengan distribusi normal”. Sedangkan menurut Herrhyanto dan Hamid
(2008 : 6.12), kurtosis adalah derajat kepuncakan dari suatu distribusi, biasanya diambil
relatif terhadap distribusi normal.
Jadi keruncingan adalah tingkat kepuncakan dari sebuah distribusi, yang biasanya
dibandingkan dengan distribusi normal.
D. Koefisien Momen Kemiringan
Untuk mengetahui bahwa konsentrasi distribusi menceng ke kanan atau
menceng ke kiri, dapat digunakan metode-metode berikut :
1. Koefisien Kemencengan Pearson
Koefisien Kemencengan Pearson merupakan nilai selisih rata-rata dengan
modus dibagi simpangan baku. (Hasan, 2009:126). Koefisien Kemencengan
Pearson dirumuskan sebagai berikut:
𝑠𝑘 =
𝑥 − 𝑀 𝑜
𝑠
Keterangan :
sk = koefisien kemencengan Pearson
s = simpangan baku
𝑀 𝑜 = modus
Apabila secara empiris didapatkan hubungan antar nilai pusat sebagai :
𝑥 − 𝑀 𝑜 = 3(𝑥 − 𝑀 𝑒)
Maka rumus kemencengan diatas dapat diubah menjadi:
𝑠𝑘 =
3(𝑥 − 𝑀𝑒)
𝑠
2. Koefisien Kemencengan Bowley
Koefisien kemencengan Bowley berdasarkan pada hubungan kuartil-kuartil
(Q1, Q2 dan Q3) dari sebuah distribusi. (Hasan, 2009:125). Begitu pula menurut
Gasperz (1989:101) bahwa “Bowley (A.L Bowley) mendasarkan rumusnya pada
nilai-nilai kuartil dari suatu sebaran (distribution)”.
Koefisien kemencengan Bowley dirumuskan :
𝑠𝑘 𝐵 =
(𝑄3
− 𝑄2) − (𝑄2 − 𝑄1)
(𝑄3
− 𝑄2) + (𝑄2 − 𝑄1)
Momen, Kemiringan, dan Keruncingan Page 6
𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑠𝑘 𝐵 =
𝑄3−2𝑄2 + 𝑄1
𝑄3− 𝑄1
Keterangan : skB = koefisien kemencengan Bowley;
Q = kuartil
3. Koefisien Kemencengan Persentil
Gasperz (1989:102) mengatakan “Ukuran Kelly merupakan suatu ukuran
moderat antara ukuran Pearson yang didasarkan pada semua bagian data dan ukuran
Bowley yang didasarkan pada 50% dari bagian data. Kelly mendasarkan pada
sebaran antara persentil 90 (𝑃90) dan persentil 10 (𝑃10). Jadi Koefisien
Kemencengan Persentil didasarkan atas hubungan antar persentil (P90, P50 dan
P10) dari sebuah distribusi (Hasan, 2009:132).
Koefisien Kemencengan Persentil dirumuskan :
𝑠𝑘 𝑃 =
(𝑃90
− 𝑃50)− (𝑃50 − 𝑃10)
(𝑃90
− 𝑃50)+ (𝑃50 − 𝑃10)
𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑠𝑘 𝑃 =
𝑃90−2𝑃50 + 𝑃10
𝑃90− 𝑃10
skP = koefisien kemecengan persentil , P = persentil
4. Koefisien Kemencengan Momen
Koefisien Kemencengan Momen didasarkan pada perbandingan momen ke-3
dengan pangkat tiga simpangan baku. Koefisien kemencengan momen
dilambangkan dengan α3. Koefisien kemencengan momen disebut juga
kemencengan relatif. (Hasan, 2009:133)
Menurut Gasperz (1989:103), kemenjuluran relatif α3 digunakan sebagai
pengukuran kemenjuluran sekitar rata-rata sebaran teoritis (distribusi teoritis).
Menurut Somantri (2006:149), koefisien alpha ketiga merupakan rata-rata
penyimpangan data dari rata-ratanya dipangkatkan tiga, dibagi dengan simpangan
baku pangkat tiga. Jadi koefisien kemencengan momen adalah nilai perbandingan
momen ke-3 dengan pangkat tiga simpangan baku.
Untuk mencari nilai α3, dibedakan antara data tunggal dan data berkelompok.
a. Untuk data tunggal
Koefisien kemencengan momen untuk data tunggal dirumuskan sebagai:
á3 =
𝑀3
𝑠3 =
1
𝑛
∑( 𝑥 − 𝑥)3
𝑠3
á
3
= koefisien kemecengan momen
Momen, Kemiringan, dan Keruncingan Page 7
Menurut Gasperz (1989:103),
捦3 =
𝑚3
𝑠3 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑎3 =
𝑚3
(√ 𝑚2)
3
Menurut Pasaribu (1975:128),
á3 =
𝑚3
𝑠3 =
1
𝑛𝑠3 ∑(𝑥𝑖 − 𝑥)
3
𝑛
𝑖=1
b. Untuk data berkelompok
Koefisien kemencengan momen untuk data berkelompok dirumuskan
α3 =
〱3
s3 =
1
n
∑(x − x)3f
s3
atau α3 =
C3
s3 = (
∑ fu3
n
− 3 (
∑fu2
n
)(
∑ fu
n
) + 2 (
∑ fu
n
)
3
)
Menurut Pasaribu (1975:128),
á3 =
𝑚3
𝑠3
=
1
𝑛𝑠3
∑(𝑥𝑖 − 𝑥)
3
𝑛
𝑖=1
𝑓𝑖
atau α3 =
C3
s3
= (
∑ fu3
n
− 3 (
∑fu2
n
)(
∑ fu
n
) + 2 (
∑ fu
n
)
3
)
dalam pemakaiannya, rumus kedua lebih praktis dan lebih mudah perhitungannya.
E. Koefisien Momen Keruncingan
Untuk mengetahui keruncingan suatu distribusi, ukuran yang sering digunakan
adalah koefisien kurtosis persentil.
1. Koefisien keruncingan
Koefisien keruncingan atau koefisien kurtosis dilambangkan dengan α4 (alpha 4).
Untuk mencari nilai koefisien keruncingan, dibedakan antara data tunggal dan
data kelompok.
a. Untuk data tunggal
α4 =
1
n
∑(x − x)4
s4
Menurut Gasperz (1989:103),
𝑎4 =
𝑚4
𝑠4
𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑎4 =
𝑚4
𝑚2
2
Menurut Pasaribu (1975:131),
Momen, Kemiringan, dan Keruncingan Page 8
á4 =
𝑚4
𝑠4
=
1
𝑛𝑠4
∑(𝑥𝑖 − 𝑥)
4
𝑛
𝑖=1
b. Untuk data kelompok
α4 =
1
n
∑(x − x)4f
s4
atau α4 =
C4
n4 = (
∑ fu4
n
− 4 (
∑ fu3
n
)(
∑ fu
n
) + 6 (
∑ fu2
n
)(
∑fu
n
)
2
− 3 (
∑fu
n
)
4
)
Menurut Pasaribu (1975:131),
á4 =
𝑚4
𝑠4
=
1
𝑛𝑠4
∑(𝑥𝑖 − 𝑥)
4
𝑓𝑖
𝑛
𝑖=1
2. Koefisien kurtosis persentil
Koefisien kurtosis persentil dilambangkan dengan K (kappa). Untuk distribusi
normal, nilai K=0,263 . Koefisien kurtosis persentil, dirumuskan :
K =
1
2
(Q3 − Q1)
P90 − P10
F. Sifat Distribusi Data Berdasarkan Koefisien Momen Kemiringan Dan Koefisien
Momen Keruncingan.
1. Sifat Distribusi Data Berdasarkan Koefisien Momen Kemiringan
Sebuah distribusi yang tidak simetris akan memiliki rata-rata, median dan
modus yang tidak sama besarnya (𝑥 ≠ 𝑀 𝑒 ≠ 𝑀 𝑜). Sehingga distribusi akan
terkonsentrasi pada salah satu sisi dan kurvanya akan menceng.
Jika distribusi memiliki ekor yang lebih panjang ke kanan daripada yang ke
kiri maka distribusi disebut menceng ke kanan atau memiliki kemencengan positif.
Sebaliknya, jika distribusi memiliki ekor yang lebih panjang ke kiri daripada yang ke
kanan maka distribusi disebut menceng ke kiri atau memiliki kemencengan negatif.
Jika nilai sk dihubungkan dengan keadaan kurva maka :
a. 𝑠𝑘 = 0 kurva memiliki bentuk simetris
b. 𝑠𝑘 ˃ 0 nilai-nilai terkonsentrasi pada sisi sebelah kanan (𝑥 terletak disebelah
kanan 𝑀 𝑜 ) sehingga kurva memiliiki ekor memanjang ke kanan, kurva menceng
ke kanan atau menceng positif.
Momen, Kemiringan, dan Keruncingan Page 9
c. 𝑠𝑘 ˂ 0 nilai-nilai terkonsentrasi pada sisi sebelah kiri (𝑥 terletak disebelah
kiri 𝑀 𝑜 ) sehingga kurva memiliiki ekor memanjang ke kiri, kurva menceng ke kiri
atau menceng negatif.
Berikut ini gambar kurva dari distribusi yang menceng ke kanan (menceng
positif) dan menceng ke kiri (menceng negatif).
Mo 𝑥 𝑥 Mo
(a) (b)
Gambar 1
Keterangan : Kemencengan Distribusi (a) Menceng ke kanan (b) Menceng ke kiri
a. Koefisien Kemencengan Pearson
Contoh soal :
Berikut ini adalah data nilai ujian statistik dari 40 mahasiswa sebuah universitas
Nilai Ujian Frekuensi
31 – 40
41 – 50
51 – 60
61 – 70
71 – 80
81 – 90
91 – 100
4
3
5
8
11
7
2
Jumlah 40
Tentukan nilai sk dan ujilah arah kemencengannya (gunakan kedua rumus tersebut) !
Momen, Kemiringan, dan Keruncingan Page 10
Penyelesaian:
Nilai X F U u
2
F
u
f
u
2
31 – 40
41 – 50
51 – 60
61 – 70
71 – 80
81 – 90
91 – 100
35,5
45,5
55,5
65,5
75,5
85,5
95,5
4
3
5
8
11
7
2
-4
-3
-2
-1
0
1
2
16
9
4
1
0
1
4
-16
-9
-10
-8
0
7
4
64
27
20
8
0
7
8
Jumlah 40 -32 134
𝑥 = 𝑀 + 𝐶
∑ 𝑓𝑢
∑ 𝑓
= 75,5 + 10(
−32
40
) = 75,5 − 8 = 67,5
𝑠 = 𝐶√
∑ 𝑓𝑢2
𝑛
− (
∑ 𝑓𝑢
𝑛
)
2
= 10√
134
40
− (
−32
40
)
2
= 10(1,646) = 16,46
𝑀 𝑒 = 𝐵 +
1
2 𝑛 − (∑ 𝑓2
) 𝑜
𝑓 𝑀𝑒
. 𝐶 = 60,5 +
1
2 40 − 12
8
. 10 = 60,5 + 10 = 70,5
𝑀 𝑜 = 𝐿 +
𝑑1
𝑑1 + 𝑑2
. 𝐶 = 70,5 +
3
3 + 4
= 70,5 + 4,29 = 74,34
𝑠𝑘 =
𝑥 − 𝑀 𝑜
𝑠
=
67,5 − 74,34
16,46
= −0,42
Dengan menggunakan cara lain :
𝑠𝑘 =
3(𝑥 − 𝑀𝑒)
𝑠
𝑠𝑘 =
3(67,5 − 70,5)
16,46
= −0,5
Oleh karena nilai sk-nya negatif (-0,42) maka kurvanya menceng ke kiri atau
menceng negatif.
Momen, Kemiringan, dan Keruncingan Page 11
b. Koefisien Kemencengan Bowley
Koefisien kemencengan Bowley sering juga disebut Kuartil Koefisien.
Kemencengan.Apabila nilai skB dihubungkan dengan keadaan kurva, didapatkan :
a. Jika Q3 - Q2 = Q2 - Q1 atau Q3 + Q1 - 2Q2 = 0 maka skB = 0 dan distribusi
datanya simetri
b. Jika Q1 = Q2 maka skB = 1 dan distribusi datanya miring ke kanan
c. Jika Q2 = Q3 maka skB = -1 dan distribusi datanya miring ke kiri
d. skB = ± 0,10 menggambarkan distribusi yang menceng tidak berarti dan skB>
0,30 menggambarkan kurva yang menceng berarti.
Contoh soal :
Tentukan kemencengan kurva dari distribusi frekuensi berikut : Nilai Ujian
Matematika Dasar I dari 111 mahasiswa, 1997
Nilai Ujian Frekuensi
20,00 – 29,99
30,00 – 39,99
40,00 – 49,99
50,00 – 59,99
60,00 – 69,99
70,00 – 79,99
4
9
25
40
28
5
Jumla
h
111
Penyelesaian:
Kelas 𝑄1 = 𝑘𝑒𝑙𝑎𝑠 𝑘𝑒− 3
𝑄1 = 𝐵1 +
1
4 𝑛 − (∑ 𝑓1) 𝑜
𝑓 𝑄1
. 𝐶 = 39,995 +
27,75 − 13
25
. 10 = 45,895
Kelas 𝑄2 = 𝑘𝑒𝑙𝑎𝑠 𝑘𝑒− 4
𝑄2 = 𝐵2 +
1
2 𝑛 − (∑ 𝑓2
) 𝑜
𝑓 𝑄2
. 𝐶 = 49,995 +
55,5 − 38
40
. 10 = 54,37
Kelas 𝑄3 = 𝑘𝑒𝑙𝑎𝑠 𝑘𝑒− 5
𝑄3 = 𝐵3 +
3
4 𝑛 − (∑ 𝑓3
) 𝑜
𝑓 𝑄3
. 𝐶 = 59,995 +
83,25 − 78
28
. 10 = 61,87
Momen, Kemiringan, dan Keruncingan Page 12
𝑠𝑘 𝐵 =
𝑄3 − 2𝑄2 + 𝑄1
𝑄3 − 𝑄1
=
61,87 − 2(54,37) + 45,895
61,87 − 45,895
= −0,06
Karena 𝑠𝑘 𝐵 negative (−0,06) maka kurva maka kurva menceng ke kiri.
c. Koefisien Kemencengan Persentil
Contoh Soal:
Tentukan kemencengan kurva dari distribusi frekuensi berikut: Nilai Ujian
Matematika Dasar I dari 111 mahasiswa, 1997
Nilai Ujian Frekuensi
20,00 – 29,99
30,00 – 39,99
40,00 – 49,99
50,00 – 59,99
60,00 – 69,99
70,00 – 79,99
4
9
25
40
28
5
Jumlah 111
Penyelesaian:
Kelas 𝑃10 = 𝑘𝑒𝑙𝑎𝑠 𝑘𝑒 − 2
𝑃10 = 𝐵 𝑏 +
1
10
𝑛−(∑ 𝑓1) 𝑜
𝑓 𝑄1
. 𝐶 = 29,995 +
11,1−4
9
. 10 =37,885
Kelas 𝑃50 = 𝑘𝑒𝑙𝑎𝑠 𝑘𝑒 −4
𝑃50 = 𝐵 𝑏 +
1
2 𝑛 − (∑ 𝑓1) 𝑜
𝑓 𝑄1
. 𝐶 = 49,995 +
55,5 − 38
9
. 10 = 69,44
Kelas 𝑃90 = 𝑘𝑒𝑙𝑎𝑠 𝑘𝑒 −5
𝑃90 = 𝐵 𝑏 +
9
10 𝑛 − (∑ 𝑓1) 𝑜
𝑓 𝑄1
. 𝐶 = 59,995 +
99,9 − 78
9
. 10 = 84,33
𝑠𝑘 𝑃 =
𝑃90−2𝑃50 + 𝑃10
𝑃90− 𝑃10
=
84,33 − 2(69,44) + 37,885
84,33 − 37,885
= −0,36
Karena 𝑠𝑘 𝐵 negative (−0,36) maka kurva maka kurva menceng ke kiri.
Momen, Kemiringan, dan Keruncingan Page 13
d. Koefisien Kemencengan Momen
Apabila nilai α3dihubungkan dengan keadaan kurva, didapatkan :
a. Untuk distribusi simetris (normal), nilai α3= 0,
b. Untuk distribusi menceng ke kanan, nilai α3 = positif,
c. Untuk distribusi menceng ke kiri, nilai α3= negatif,
d. Menurut Karl Pearson, distribusi yang memiliki nilai α3 > ± 0,50 adalah
distribusi yang sangat menceng
e. Menurut Kenney dan Keeping, nilai α3 bervariasi antara ± 2 bagi distribusi
yang menceng.
2. Sifat Distribusi Data Berdasarkan Koefisien Momen Keruncingan
Berdasarkan keruncingannya, kurva distribusi dapat dibedakan atas tiga
macam, yaitu sebagai berikut :
a. Leptokurtik : Merupakan distribusi yang memiliki puncak relatif tinggi.
b. Platikurtik : Merupakan distribusi yang memiliki puncak hampir mendatar
c. Mesokurtik : Merupakan distribusi yang memiliki puncak tidak tinggi dan
tidak mendatar
Bila distribusi merupakan distribusi simetris maka distribusi mesokurtik
dianggap sebagai distribusi normal. Dari hasil koefisien kurtosis, ada tiga kriteria
untuk mengetahui model distribusi dari sekumpulan data, yaitu koefisien keruncingan
atau koefisien kurtosis dilambangkan dengan α4 (alpha 4). Jika hasil perhitungan
koefisien keruncingan diperoleh :
1) Nilai lebih kecil dari 3, maka distribusinya adalah distribusi pletikurtik
2) Nilai lebih besar dari 3, maka distibusinya adalah distribusi leptokurtik
3) Nilai yang sama dengan 3, maka distribusinya adalah distribusi mesokurtik
Momen, Kemiringan, dan Keruncingan Page 14
leptokurtik
mesokurtik
platikurtik
Gambar 2. Kurva Keruncingan
a) Koefisien keruncingan
Contoh soal : tentukan keruncingan kurva dari data 2,3,6,8,11!
Penyelesaian :
𝑋 = 6 𝑠 = 3,67
X 𝑋 − 𝑋 ( 𝑋 − 𝑋)
4
2
3
6
8
11
-4
-3
0
2
5
256
81
0
16
625
Jumlah 0 978
α4 =
1
n
∑(x − x)4
s4 =
1
5 978
(3,67)
4 =
195,6
181,4
= 1,08
Karena nilainya 1,08 (lebih kecil dari 3) maka distribusinya adalah distribusi
platikurtik.
b) Koefisien kurtosis persentil
Jika hasil perhitungan koefisien keruncingan diperoleh :
a) Nilai lebih kurang dari 0,263, maka distribusinya adalah distribusi pletikurtik
b) Nilai lebih lebih dari 0,263, maka distibusinya adalah distribusi leptokurtik
c) Nilai yang sama dengan 0,263, maka distribusinya adalah distribusi mesokurtik
Momen, Kemiringan, dan Keruncingan Page 15
Contoh soal :
Berikut ini disajikan tabel distribusi frekuensi dari tinggi 100 mahasiswa
universitas XYZ.
a. Tentukan koefisien kurtosis persentil (K) !
b. Apakah distribusinya termasuk distribusi normal !
Tinggi (inci) frekuensi (f)
60 – 62
63 – 65
66 – 68
69 – 71
72 – 74
5
18
42
27
8
Jumlah 100
Penyelesaian :
Kelas Q1 = kelas ke − 3
Q1 = B1 +
1
4 n − (∑f1)o
fQ1
. C = 65,5 +
25 − 23
42
. 3 = 65,64
Kelas Q3 = kelas ke − 4
Q3 = B3 +
3
4 n − (∑f3)o
fQ3
. C = 68,5 +
75 − 65
27
. 3 = 69,61
Kelas P10 = kelas ke − 2
P10 = B10 +
10
100n − (∑ f10)o
fP10
. C = 62,5 +
10 − 5
18
. 3 = 63,33
Kelas P90 = kelas ke − 4
P90 = B90 +
90
100 n − (∑ f90)o
fP90
. C = 68,5 +
90 − 65
27
. 3 = 71,28
Koefisien kurtosis persentil (K) adalah :
K =
1
2
(Q3 − Q1)
P90 − P10
=
1
2
(69,61 − 65,64)
71,28 − 63,33
= 0,25
Karena nilai K = 0,25 (K < 0,263) maka distribusinya bukan distribusi normal.
Momen, Kemiringan, dan Keruncingan Page 16
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, Purnomo Setiady dan Husaini Usman. 2006. Pengantar Statistika Edisi Kedua.
Jakarta : PT Bumi Aksara
Akdon dan Riduwan .2013. Rumus dan Data dalam Analisis Statistika. Bandung : Alfabeta.
Dajan, Anto, 1986. “Pengantar Metode Statistik Jilid II”. Jakarta : LP3ES .
Furqon. 1999. Statistika Terapan Untuk Penelitian. AFABETA:Bandung
Gaspersz, Vincent. 1989. Statistika. Armico:Bandung
Hamid, H.M. Akib dan Nar Herrhyanto. 2008. Statistika Dasar. Jakarta : Universitas
Terbuka.
Harinaldi, 2005. “Prinsip-prinsip Statistik untuk Teknik dan Sains”. Jakarta : Erlangga.
Hasan, M. Iqbal. 2011. Pokok – Pokok Materi Statistika 1 ( Statistik Deskriptif ). Jakarta :
PT Bumi Aksara
Herrhyanto, Nar. 2008. Statistika Dasar. Jakarta: Universitas Terbuka.
Mangkuatmodjo, Soegyarto. 2004. Statistika Lanjutan. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Pasaribu, Amudi. 1975. Pengantar Statistik. Gahlia Indonesia : Jakarta
Rachman,Maman dan Muchsin . 1996. Konsep dan Analisis Statistik. Semarang : CV.
IKIP Semarang Press
Riduwan . 2010. Dasar-dasar Statistika. Bandung : Alfabeta.
Saleh,Samsubar. 1998. STATISTIK DESKRIPTIP. Yogyakarta : UPP AMP YKPN.
Siregar,Syofian. 2010. Statistika Deskriptif untuk Penelitian Dilengkapi Perhitungan Manual
dan Aplikasi SPSS Versi 17. Jakarta : Rajawali Pers.
Somantri, Ating dan Sambas Ali Muhidin. 2006. Aplikasi statistika dalam Penelitian. pustaka
ceria : Bandung
Subana,dkk. 2000. Statistik Pendidikan. Pustaka Setia:Bandung
Sudijono, Anas. 2008. Pengantar Statistik Pendidikan. Raja Grafindo Persada.Jakarta
Sudijono, Anas. 2009. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.
Sudijono, Anas. 1987. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.
Sudjana, M.A., M.SC.2005. METODE STATISTIKA. Bandung: Tarsito
Sugiyono. 2014. Statistika untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta.
Supranto, 1994. “Statistik Teori dan Aplikasi Jilid 2”. Jakarta : Erlangga.
Usman, Husaini & Setiady Akbar, Purnomo.2006. PENGANTAR STATISTIKA. Yogyakarta:
BUMI AKSARA.
Walpole, Ronald E, 1995. “Pengantar Statistik Edisi Ke-4”. Jakarta : PT Gramedia.

More Related Content

PDF
5. ukuran kemiringan dan ukuran keruncingan
PPTX
uji homogenitas varians
DOCX
Makalah ukuran kemiringan dan keruncingan data
DOCX
Pertemuan 7 (ukuran kemiringan dan keruncingan data)
PPTX
Ukuran kemiringan dan keruncingan data
DOCX
Ukuran kemiringan dan keruncingan data
DOCX
Distribusi Populasi
PPTX
3 SKEWNESS KURTOSIS.pptx
5. ukuran kemiringan dan ukuran keruncingan
uji homogenitas varians
Makalah ukuran kemiringan dan keruncingan data
Pertemuan 7 (ukuran kemiringan dan keruncingan data)
Ukuran kemiringan dan keruncingan data
Ukuran kemiringan dan keruncingan data
Distribusi Populasi
3 SKEWNESS KURTOSIS.pptx

What's hot (20)

PDF
Modul statistika-ii-part-2
PPTX
13.analisa korelasi
PDF
Tabel Nilai Kritis Distribusi T
PPTX
Uji perbedaan uji z
PPTX
Uji Normalitas dan Homogenitas
PDF
Uji proporsi satu populasi dan dua populasi
PDF
Minggu 9_Teknik Analisis Korelasi
PDF
Tabel f-0-05
PDF
uji hipotesis satu rata – rata bagian 2
PDF
Makalah kelompok 4 metode simpleks
DOC
Contoh tabel data interval, data nominal, data ordinal, data distribusi freku...
PDF
Tabel Nilai Kritis Distribusi Chi-Square
PPTX
Teori pendugaan statistik presentasi
PDF
Materi P3_Distribusi Normal
PPTX
Pengantar statistika slide 3
PPSX
Statistika-Uji Hipotesis
PDF
Distribusi poisson
PDF
Probabilitas 2
PPTX
10.pendugaan interval
Modul statistika-ii-part-2
13.analisa korelasi
Tabel Nilai Kritis Distribusi T
Uji perbedaan uji z
Uji Normalitas dan Homogenitas
Uji proporsi satu populasi dan dua populasi
Minggu 9_Teknik Analisis Korelasi
Tabel f-0-05
uji hipotesis satu rata – rata bagian 2
Makalah kelompok 4 metode simpleks
Contoh tabel data interval, data nominal, data ordinal, data distribusi freku...
Tabel Nilai Kritis Distribusi Chi-Square
Teori pendugaan statistik presentasi
Materi P3_Distribusi Normal
Pengantar statistika slide 3
Statistika-Uji Hipotesis
Distribusi poisson
Probabilitas 2
10.pendugaan interval
Ad

Similar to Momen kemiringan dan_keruncingan(7) (20)

PDF
ukuran keruncingan
PDF
DOC-20220930-WA0002..pdf
PPTX
Ukuran penyebaran data
DOCX
Bab 6 (staddas ukuran keruncingan)
PDF
Statistika dasar Pertemuan 8
PPTX
Bab v kemiringan dan keruncingan
DOCX
statistika III.docx
PPTX
Ukuran kemiringan dan keruncingan data
PDF
Pekan 7 - Ukuran kemiringan dan keruncingan.pdf
PPTX
532601648-MODUL-5-STATISTIKA-PENDIDIKAN.pptx
PPTX
Ukuran Keruncingan
PPTX
statistik ekonomi
DOCX
Statistika dasar
PPT
Pertemuan ke 6
PPTX
Tugas Kuliah Ukuran Kemiringan dan Keruncingan.pptx
PPT
materi 4-dispersi-skewness-peakedness.ppt
PPTX
ukuran kemiringan dan keruncingan
PPT
pengukuran
PPTX
UKURAN KEMIRINGAN DAN UKURAN KERUNCINGAN DARI KURVA NORMAL
PPTX
Bab 5 ukuran keruncingan dan kemiringan
ukuran keruncingan
DOC-20220930-WA0002..pdf
Ukuran penyebaran data
Bab 6 (staddas ukuran keruncingan)
Statistika dasar Pertemuan 8
Bab v kemiringan dan keruncingan
statistika III.docx
Ukuran kemiringan dan keruncingan data
Pekan 7 - Ukuran kemiringan dan keruncingan.pdf
532601648-MODUL-5-STATISTIKA-PENDIDIKAN.pptx
Ukuran Keruncingan
statistik ekonomi
Statistika dasar
Pertemuan ke 6
Tugas Kuliah Ukuran Kemiringan dan Keruncingan.pptx
materi 4-dispersi-skewness-peakedness.ppt
ukuran kemiringan dan keruncingan
pengukuran
UKURAN KEMIRINGAN DAN UKURAN KERUNCINGAN DARI KURVA NORMAL
Bab 5 ukuran keruncingan dan kemiringan
Ad

More from rizka_safa (20)

PDF
13. korelasi
PDF
12. regresi
PDF
11. hipotesis
PDF
9. konsep distribusi peluang kontinu
PDF
8. distribusi peluang diskrit
PDF
7. momen, kemiringan dan keruncingan
PDF
6. ukuran letak
PDF
5. ukuran dispersi
PDF
4. ukuran tendensi sentral
PDF
3. penyajian data dalam diagram
PDF
2. penyajian data dalam tabel
PDF
1. pengertian dasar dalam statistika
PDF
Korelasi(13)
PDF
Regresi(12)
PDF
Hipotesis(11)
PDF
Menginterpretasi distribusi peluang_kontinu(10)
PDF
Konsep distribusi peluang_kontinu(9)
PDF
Distribusi peluang diskrit(8)
PDF
Ukuran letak(6)
PDF
Ukuran dispersi(5)
13. korelasi
12. regresi
11. hipotesis
9. konsep distribusi peluang kontinu
8. distribusi peluang diskrit
7. momen, kemiringan dan keruncingan
6. ukuran letak
5. ukuran dispersi
4. ukuran tendensi sentral
3. penyajian data dalam diagram
2. penyajian data dalam tabel
1. pengertian dasar dalam statistika
Korelasi(13)
Regresi(12)
Hipotesis(11)
Menginterpretasi distribusi peluang_kontinu(10)
Konsep distribusi peluang_kontinu(9)
Distribusi peluang diskrit(8)
Ukuran letak(6)
Ukuran dispersi(5)

Recently uploaded (20)

PDF
GUIDE BOOK DMH SCHOLARSHIP...............................
PDF
RPP PEMBELAJARAN MENDALAM BAHASA INDONESIA _SariIndah_DEWI SINTA (1).pdf
PDF
PPT Yudisium Ceremony Agusus 2025 - new. pdf
DOC
RPP Deep Learning _ MGMP Wilayah 1 (1).doc
PPTX
Materi-Geografi-Pendekatan-Konsep-dan-Prinsip-Geografi-Kelas-10.pptx
PPTX
Manajemen Risiko dalam Kegiatan Kepramukaan.pptx
PDF
AI-Driven Intelligence and Cyber Security: Strategi Stabilitas Keamanan untuk...
PPTX
Saint Maximilian Kolbe, Polish friar, priest, missionary and martyr (indonesi...
DOCX
Modul Ajar Pembelajaran Mendalam PJOK Kelas X Terbaru 2025
PPTX
Pedoman & Kewajiban Penggunaan Produksi Dalam Negeri _Pelatihan "Ketentuan T...
PPTX
PPT REVISED - SEMINAR PEMBELAJARAN MENDALAM .pptx
PPTX
materi presentasi sustainable development
PPTX
Patuh_Terhadap_Norma_PPKn_Kelas_7 oke.pptx
PDF
Laporan On The Job TRaining PM KS Siti Hikmah.pdf
PDF
RPP PEMBELAJARAN MENDALAM BAHASA INDONESIA _SariIndah_DEWI SINTA (1).pdf
DOCX
Modul Ajar Deep Learning Prakarya Kerajinan Kelas 12 SMA Terbaru 2025
PPTX
Konsep & Strategi Penyusunan HPS _Pelatihan "Ketentuan TERBARU Pengadaan" (...
PPTX
PPT POLA PIKIR BERTUMBUH Grow Mindset_2025.pptx
PPTX
SEJARAH BENDERA MERAH PUTIH - MATERI PRAMUKA
PPTX
Perubahan Pengertian_Istilah _Pelatihan "Ketentuan TERBARU Pengadaan Pemerin...
GUIDE BOOK DMH SCHOLARSHIP...............................
RPP PEMBELAJARAN MENDALAM BAHASA INDONESIA _SariIndah_DEWI SINTA (1).pdf
PPT Yudisium Ceremony Agusus 2025 - new. pdf
RPP Deep Learning _ MGMP Wilayah 1 (1).doc
Materi-Geografi-Pendekatan-Konsep-dan-Prinsip-Geografi-Kelas-10.pptx
Manajemen Risiko dalam Kegiatan Kepramukaan.pptx
AI-Driven Intelligence and Cyber Security: Strategi Stabilitas Keamanan untuk...
Saint Maximilian Kolbe, Polish friar, priest, missionary and martyr (indonesi...
Modul Ajar Pembelajaran Mendalam PJOK Kelas X Terbaru 2025
Pedoman & Kewajiban Penggunaan Produksi Dalam Negeri _Pelatihan "Ketentuan T...
PPT REVISED - SEMINAR PEMBELAJARAN MENDALAM .pptx
materi presentasi sustainable development
Patuh_Terhadap_Norma_PPKn_Kelas_7 oke.pptx
Laporan On The Job TRaining PM KS Siti Hikmah.pdf
RPP PEMBELAJARAN MENDALAM BAHASA INDONESIA _SariIndah_DEWI SINTA (1).pdf
Modul Ajar Deep Learning Prakarya Kerajinan Kelas 12 SMA Terbaru 2025
Konsep & Strategi Penyusunan HPS _Pelatihan "Ketentuan TERBARU Pengadaan" (...
PPT POLA PIKIR BERTUMBUH Grow Mindset_2025.pptx
SEJARAH BENDERA MERAH PUTIH - MATERI PRAMUKA
Perubahan Pengertian_Istilah _Pelatihan "Ketentuan TERBARU Pengadaan Pemerin...

Momen kemiringan dan_keruncingan(7)

  • 1. Momen, Kemiringan, dan Keruncingan Page 1 BAB 7 MOMEN, KEMIRINGAN DAN KERUNCINGAN A. Momen Misalkan diberikan variable 𝑥 dengan harga- harga : 𝑥1 , 𝑥2 ,…., 𝑥 𝑛. Jika A = sebuah bilangan tetap dan r = 0, 1, 2…, n maka momen ke-r sekitar A, disingkat 𝑚 𝑟′, didefinisikan oleh hubungan : 𝑚 𝑟′ = ∑(𝑥𝑖 − 𝐴) 𝑟 𝑛 … …… …… … . (1) Menurut Gasperz (1989:87) 𝑚 𝑟 ∗ = ∑ (𝑋𝑗 − 𝐴) 𝑟𝑛 𝑗=1 𝑛 = ∑ 𝑑 𝑟 𝑛 Dimana d = X - A Menurut Amudi Pasaribu (1975:123), 𝑚ℎ = ( 1 𝑛 ) ∑(𝑥𝑖 − 𝑎) ℎ 𝑘 𝑖=𝑗 Untuk A = 0 didapat momen ke-r sekitar nol atau disingkat momen ke-r (momen sekitar titik asal): 𝑚𝑜𝑚𝑒𝑛 𝑘𝑒 − 𝑟 = ∑ 𝑥𝑖 𝑟 𝑛 … … … … … . . (2) Menurut Gasperz (1989:87) 𝑋 𝑟 = 𝑋1 𝑟 + 𝑋2 𝑟 + ⋯+ 𝑋 𝑛 𝑟 𝑛 = ∑ 𝑋𝑗 𝑟𝑛 𝑗=1 𝑛 = ∑ 𝑋 𝑟 ௰ Menurut Amudi Pasaribu (1975:122), 𝑚ℎ = ( 1 𝑛 ) ∑ 𝑥𝑖 ℎ 𝑘 𝑖=𝑗 Dari rumus (2) maka untuk r =1 didapat rata-rata 𝑥. Jika A = 𝑥 kita peroleh momen ke-r sekitar rata-rata, biasa disingkat dengan 𝑚 𝑟. Jadi didapat : 𝑚 𝑟 = ∑(𝑥𝑖 − 𝑥) 𝑟 𝑛 … … …… … …. (3) Menurut Gasperz (1989:87) 𝑚 𝑟 = ∑ (𝑋𝑗 − 𝑋) 𝑟𝑛 𝑗=1 𝑛 = ∑(𝑋 − 𝑋) 𝑟 𝑛
  • 2. Momen, Kemiringan, dan Keruncingan Page 2 Menurut Amudi Pasaribu (1975:123), 𝑚ℎ = ( 1 𝑛 ) ∑(𝑥𝑖 − 𝑥) ℎ 𝑘 𝑖=𝑗 Untuk r =2, rumus (3) memberikan varians 𝑠2. Untuk membedakan apakah momen itu untuk sampel atau populasi maka dipakai simbol: 𝑚 𝑟 dan 𝑚 𝑟′ untuk momen sampel dan µ 𝑟 𝑑𝑎𝑛 µ 𝑟′untuk momen populasi . jika 𝑚 𝑟 𝑑𝑎𝑛 𝑚 𝑟′ adalah statistik sedangkan µ 𝑟 𝑑𝑎𝑛 µ 𝑟′adalah parameter. Jika data telah disusun dalam dalam bentuk distribusi frekuensi, maka rumus- rumus diatas berturut-turut berbentuk : 𝑚 𝑟′ = ∑ 𝑓𝑖 (𝑥𝑖 − 𝐴) 𝑟 𝑛 … …… …… … . (4) Menurut Gasperz (1989:91), 𝑚 𝑟 ∗ = ∑ 𝑓𝑗(𝑋𝑗 − 𝐴) 𝑟𝑛 𝑗=1 𝑛 = ∑ 𝑓 (𝑋 − 𝐴) 𝑟 𝑛 Menurut Amudi Pasaribu (1975:123), 𝑚ℎ = ( 1 𝑛 ) ∑(𝑥𝑖 − 𝑎) ℎ 𝑓𝑖 𝑘 𝑖=𝑗 𝑚𝑜𝑚𝑒𝑛 𝑘𝑒 − 𝑟 = ∑ 𝑓𝑖 𝑥㐳 𝑟 𝑛 … … … … … . . (5) Menurut Gasperz (1989:91) 𝑋 𝑟 = 𝑓1 𝑋 1 𝑟 + 𝑓2 𝑋2 𝑟 + ⋯+ 𝑓 𝑘 𝑋 𝑘 𝑟 𝑛 = ∑ 𝑓𝑗 𝑋 𝑗 𝑟𝑛 𝑗=1 𝑛 = ∑ 𝑓𝑋 𝑟 𝑛 Menurut Amudi Pasaribu (1975:122), 𝑚ℎ = ( 1 𝑛 ) ∑ 𝑥𝑖 ℎ 𝑓𝑖 𝑘 𝑖=𝑗 𝑚 𝑟 = ∑ 𝑓𝑖 (𝑥𝑖 − 𝑥) 𝑟 𝑛 …… …… … …. (6) 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑛 = ∑ 𝑓𝑖 , 𝑥𝑖 = 𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎 𝑘𝑒𝑙𝑎𝑠 𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑣𝑎𝑙 𝑑𝑎𝑛 𝑓𝑖 = 𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑒𝑠𝑢𝑎𝑖 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑥𝑖 Menurut Gasperz (1989:91) 𝑚 𝑟 = ∑ 𝑓〱(𝑋𝑗 − 𝑋) 𝑟𝑛 𝑗=1 𝑛 = ∑ 𝑓(𝑋 − 𝑋) 𝑟 𝑛
  • 3. Momen, Kemiringan, dan Keruncingan Page 3 Menurut Pasaribu (1975:123), 𝑚ℎ = ( 1 𝑛 ) ∑(𝑥𝑖 − 𝑥) ℎ 𝑘 𝑖=𝑗 𝑓𝑖 Dengan menggunakan cara sandi, rumus empat menjadi : 𝑚 𝑟′ = 𝑝 𝑟 ∑ 𝑓𝑖 𝑐𝑖 𝑟 𝑛 … …… …… … . (7) Dengan p = panjang kelas interval, 𝑐𝑖 = variable sandi. Menurut Gasperz (1989:91) 𝑚 𝑟 ∗ = 𝑐 𝑟 ∑ 𝑓𝑗 𝑢𝑗 𝑟𝑘 𝑗=1 𝑛 Dari 𝑚 𝑟′ , harga-harga 𝑚 𝑟 untuk beberapa r, dapat ditentukan berdasarkan hubungan : 𝑚2 = 𝑚2′ − (𝑚1 ′ ) 2 𝑚3 = 𝑚3′ − 3𝑚1 ′ 𝑚2 ′ + 2(𝑚1 ′ ) 3 𝑚4 = 𝑚4′ − 4𝑚1 ′ 𝑚3 ′ + 6(𝑚1 ′ ) 2 𝑚2 ′ + 3(𝑚1 ′ ) 4 Menurut Gasperz (1989:96) 𝑚1 = 0 𝑚2 = 𝑚2 ∗ − (𝑚1 ∗ ) 2 𝑚3 = 𝑚3 ∗ − 3𝑚1 ∗ 𝑚2 ∗ + 2(𝑚1 ∗) 3 𝑚4 = 𝑚4 ∗ − 4𝑚1 ∗ 𝑚2 ∗ + 6(𝑚1 ∗ ) 2 𝑚2 ∗ − 3(𝑚1 ∗ ) 4 Contoh: Untuk menghitung empat buah momen sekitar rata-rata untuk data dalam daftar distribusi frekuensi, kita lakukan sebagai berikut. DATA 𝒇𝒊 𝒄𝒊 𝒇𝒊 𝒄 𝒊 𝒇𝒊 𝒄⍖ 𝟐 𝒇𝒊 𝒄𝒊 𝟑 𝒇𝒊 𝒄𝒊 𝟒 60 – 62 63 – 65 66 – 68 69 – 71 72 – 74 5 18 42 27 8 -2 -1 0 1 2 -10 -18 0 27 16 20 18 0 27 32 -40 -18 0 27 64 80 18 0 27 128 jumlah 100 0 15 97 33 253
  • 4. Momen, Kemiringan, dan Keruncingan Page 4 Dengan menggunakan rumus (7) maka : 𝑚1′ = 𝑝1 ∑ 𝑓𝑖 𝑐𝑖 1 𝑛 = 3 15 100 = 0,45 𝑚2′ = 𝑝2 ∑ 𝑓𝑖 𝑐𝑖 2 𝑛 = 32 97 100 = 8,73 𝑚3′ = 𝑝3 ∑ 𝑓𝑖 𝑐𝑖 3 𝑛 = 33 33 100 = 8,91 𝑚4′ = 𝑝4 ∑ 𝑓𝑖 𝑐𝑖 4 𝑛 = 34 253 100 = 204,93 Sehingga dengan menggunakan hubungan di atas : 𝑚2 = 𝑚2′ − (𝑚1 ′ ) 2 = 8,73 − (0,45) 2 = 8,53 𝑚3 = 𝑚3′ − 3𝑚1 ′ 𝑚2 ′ + 2(𝑚1 ′ ) 3 = 8,91 − 3(0,45)(8,73) + 2(0,45)3 = −2,69 𝑚4 = 𝑚4′ − 4𝑚1 ′ 𝑚3 ′ + 6(𝑚1 ′ ) 2 𝑚2 ′ + 3(𝑚1 ′ ) 4 = 204,93 − 4 (0,45)(8,93) + 6(0,45)2(8,73) + 3(0,45)4 = 199,38 Dari hasil ini didapat varians 𝑠2 = 𝑚2 = 8,53 B. Kemiringan (Kemencengan) Hasan (2009:125) menyatakan kemencengan atau kecondongan (skewness) adalah tingkat ketidaksimetrisan atau kejauhan simetri dari sebuah distribusi. Menurut Somantri (2006:147), ukuran kemiringan adalah suatu ukuran yang dapat digunakan untuk menentukan miring tidaknya suatu kurva distribusi. Menurut Gasperz (1989:98), ukuran kemenjuluran atau kemencengan (skewness) merupakan suatu ukuran yang menunjukkan sejauh mana pergeseran dari bentuk yang simetri untuk suatu sebaran atau distribusi. Sedangkan menurut Herrhyanto dan Hamid (2008 : 6.2), ukuran kemiringan adalah ukuran yang menyatakan sebuah model distribusi yang mempunyai kemiringan tertentu. Jadi ukuran kemiringan adalah suatu ukuran yang dapat digunakan untuk menentukan miring tidaknya suatu kurva distribusi dibandingkan dengan bentuk yang simetri. C. Keruncingan atau Kurtosis Keruncingan atau kurtosis adalah tingkat kepuncakan dari sebuah distribusi yang biasanya diambil secara relatif terhadap suatu distribusi normal. (Hasan, 2009:137). Menurut Gasperz (1989: 104), kurtosis adalah suatu ukuran tentang keruncingan dari sebuah sebaran, yang biasanya dibandingkan dengan sebaran normal. Menurut Somantri
  • 5. Momen, Kemiringan, dan Keruncingan Page 5 (2006:151), kurtosis merupakan tingkat menggunungnya suatu distribusi, yang umumnya dibandingkan dengan distribusi normal”. Sedangkan menurut Herrhyanto dan Hamid (2008 : 6.12), kurtosis adalah derajat kepuncakan dari suatu distribusi, biasanya diambil relatif terhadap distribusi normal. Jadi keruncingan adalah tingkat kepuncakan dari sebuah distribusi, yang biasanya dibandingkan dengan distribusi normal. D. Koefisien Momen Kemiringan Untuk mengetahui bahwa konsentrasi distribusi menceng ke kanan atau menceng ke kiri, dapat digunakan metode-metode berikut : 1. Koefisien Kemencengan Pearson Koefisien Kemencengan Pearson merupakan nilai selisih rata-rata dengan modus dibagi simpangan baku. (Hasan, 2009:126). Koefisien Kemencengan Pearson dirumuskan sebagai berikut: 𝑠𝑘 = 𝑥 − 𝑀 𝑜 𝑠 Keterangan : sk = koefisien kemencengan Pearson s = simpangan baku 𝑀 𝑜 = modus Apabila secara empiris didapatkan hubungan antar nilai pusat sebagai : 𝑥 − 𝑀 𝑜 = 3(𝑥 − 𝑀 𝑒) Maka rumus kemencengan diatas dapat diubah menjadi: 𝑠𝑘 = 3(𝑥 − 𝑀𝑒) 𝑠 2. Koefisien Kemencengan Bowley Koefisien kemencengan Bowley berdasarkan pada hubungan kuartil-kuartil (Q1, Q2 dan Q3) dari sebuah distribusi. (Hasan, 2009:125). Begitu pula menurut Gasperz (1989:101) bahwa “Bowley (A.L Bowley) mendasarkan rumusnya pada nilai-nilai kuartil dari suatu sebaran (distribution)”. Koefisien kemencengan Bowley dirumuskan : 𝑠𝑘 𝐵 = (𝑄3 − 𝑄2) − (𝑄2 − 𝑄1) (𝑄3 − 𝑄2) + (𝑄2 − 𝑄1)
  • 6. Momen, Kemiringan, dan Keruncingan Page 6 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑠𝑘 𝐵 = 𝑄3−2𝑄2 + 𝑄1 𝑄3− 𝑄1 Keterangan : skB = koefisien kemencengan Bowley; Q = kuartil 3. Koefisien Kemencengan Persentil Gasperz (1989:102) mengatakan “Ukuran Kelly merupakan suatu ukuran moderat antara ukuran Pearson yang didasarkan pada semua bagian data dan ukuran Bowley yang didasarkan pada 50% dari bagian data. Kelly mendasarkan pada sebaran antara persentil 90 (𝑃90) dan persentil 10 (𝑃10). Jadi Koefisien Kemencengan Persentil didasarkan atas hubungan antar persentil (P90, P50 dan P10) dari sebuah distribusi (Hasan, 2009:132). Koefisien Kemencengan Persentil dirumuskan : 𝑠𝑘 𝑃 = (𝑃90 − 𝑃50)− (𝑃50 − 𝑃10) (𝑃90 − 𝑃50)+ (𝑃50 − 𝑃10) 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑠𝑘 𝑃 = 𝑃90−2𝑃50 + 𝑃10 𝑃90− 𝑃10 skP = koefisien kemecengan persentil , P = persentil 4. Koefisien Kemencengan Momen Koefisien Kemencengan Momen didasarkan pada perbandingan momen ke-3 dengan pangkat tiga simpangan baku. Koefisien kemencengan momen dilambangkan dengan α3. Koefisien kemencengan momen disebut juga kemencengan relatif. (Hasan, 2009:133) Menurut Gasperz (1989:103), kemenjuluran relatif α3 digunakan sebagai pengukuran kemenjuluran sekitar rata-rata sebaran teoritis (distribusi teoritis). Menurut Somantri (2006:149), koefisien alpha ketiga merupakan rata-rata penyimpangan data dari rata-ratanya dipangkatkan tiga, dibagi dengan simpangan baku pangkat tiga. Jadi koefisien kemencengan momen adalah nilai perbandingan momen ke-3 dengan pangkat tiga simpangan baku. Untuk mencari nilai α3, dibedakan antara data tunggal dan data berkelompok. a. Untuk data tunggal Koefisien kemencengan momen untuk data tunggal dirumuskan sebagai: á3 = 𝑀3 𝑠3 = 1 𝑛 ∑( 𝑥 − 𝑥)3 𝑠3 á 3 = koefisien kemecengan momen
  • 7. Momen, Kemiringan, dan Keruncingan Page 7 Menurut Gasperz (1989:103), 捦3 = 𝑚3 𝑠3 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑎3 = 𝑚3 (√ 𝑚2) 3 Menurut Pasaribu (1975:128), á3 = 𝑚3 𝑠3 = 1 𝑛𝑠3 ∑(𝑥𝑖 − 𝑥) 3 𝑛 𝑖=1 b. Untuk data berkelompok Koefisien kemencengan momen untuk data berkelompok dirumuskan α3 = 〱3 s3 = 1 n ∑(x − x)3f s3 atau α3 = C3 s3 = ( ∑ fu3 n − 3 ( ∑fu2 n )( ∑ fu n ) + 2 ( ∑ fu n ) 3 ) Menurut Pasaribu (1975:128), á3 = 𝑚3 𝑠3 = 1 𝑛𝑠3 ∑(𝑥𝑖 − 𝑥) 3 𝑛 𝑖=1 𝑓𝑖 atau α3 = C3 s3 = ( ∑ fu3 n − 3 ( ∑fu2 n )( ∑ fu n ) + 2 ( ∑ fu n ) 3 ) dalam pemakaiannya, rumus kedua lebih praktis dan lebih mudah perhitungannya. E. Koefisien Momen Keruncingan Untuk mengetahui keruncingan suatu distribusi, ukuran yang sering digunakan adalah koefisien kurtosis persentil. 1. Koefisien keruncingan Koefisien keruncingan atau koefisien kurtosis dilambangkan dengan α4 (alpha 4). Untuk mencari nilai koefisien keruncingan, dibedakan antara data tunggal dan data kelompok. a. Untuk data tunggal α4 = 1 n ∑(x − x)4 s4 Menurut Gasperz (1989:103), 𝑎4 = 𝑚4 𝑠4 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑎4 = 𝑚4 𝑚2 2 Menurut Pasaribu (1975:131),
  • 8. Momen, Kemiringan, dan Keruncingan Page 8 á4 = 𝑚4 𝑠4 = 1 𝑛𝑠4 ∑(𝑥𝑖 − 𝑥) 4 𝑛 𝑖=1 b. Untuk data kelompok α4 = 1 n ∑(x − x)4f s4 atau α4 = C4 n4 = ( ∑ fu4 n − 4 ( ∑ fu3 n )( ∑ fu n ) + 6 ( ∑ fu2 n )( ∑fu n ) 2 − 3 ( ∑fu n ) 4 ) Menurut Pasaribu (1975:131), á4 = 𝑚4 𝑠4 = 1 𝑛𝑠4 ∑(𝑥𝑖 − 𝑥) 4 𝑓𝑖 𝑛 𝑖=1 2. Koefisien kurtosis persentil Koefisien kurtosis persentil dilambangkan dengan K (kappa). Untuk distribusi normal, nilai K=0,263 . Koefisien kurtosis persentil, dirumuskan : K = 1 2 (Q3 − Q1) P90 − P10 F. Sifat Distribusi Data Berdasarkan Koefisien Momen Kemiringan Dan Koefisien Momen Keruncingan. 1. Sifat Distribusi Data Berdasarkan Koefisien Momen Kemiringan Sebuah distribusi yang tidak simetris akan memiliki rata-rata, median dan modus yang tidak sama besarnya (𝑥 ≠ 𝑀 𝑒 ≠ 𝑀 𝑜). Sehingga distribusi akan terkonsentrasi pada salah satu sisi dan kurvanya akan menceng. Jika distribusi memiliki ekor yang lebih panjang ke kanan daripada yang ke kiri maka distribusi disebut menceng ke kanan atau memiliki kemencengan positif. Sebaliknya, jika distribusi memiliki ekor yang lebih panjang ke kiri daripada yang ke kanan maka distribusi disebut menceng ke kiri atau memiliki kemencengan negatif. Jika nilai sk dihubungkan dengan keadaan kurva maka : a. 𝑠𝑘 = 0 kurva memiliki bentuk simetris b. 𝑠𝑘 ˃ 0 nilai-nilai terkonsentrasi pada sisi sebelah kanan (𝑥 terletak disebelah kanan 𝑀 𝑜 ) sehingga kurva memiliiki ekor memanjang ke kanan, kurva menceng ke kanan atau menceng positif.
  • 9. Momen, Kemiringan, dan Keruncingan Page 9 c. 𝑠𝑘 ˂ 0 nilai-nilai terkonsentrasi pada sisi sebelah kiri (𝑥 terletak disebelah kiri 𝑀 𝑜 ) sehingga kurva memiliiki ekor memanjang ke kiri, kurva menceng ke kiri atau menceng negatif. Berikut ini gambar kurva dari distribusi yang menceng ke kanan (menceng positif) dan menceng ke kiri (menceng negatif). Mo 𝑥 𝑥 Mo (a) (b) Gambar 1 Keterangan : Kemencengan Distribusi (a) Menceng ke kanan (b) Menceng ke kiri a. Koefisien Kemencengan Pearson Contoh soal : Berikut ini adalah data nilai ujian statistik dari 40 mahasiswa sebuah universitas Nilai Ujian Frekuensi 31 – 40 41 – 50 51 – 60 61 – 70 71 – 80 81 – 90 91 – 100 4 3 5 8 11 7 2 Jumlah 40 Tentukan nilai sk dan ujilah arah kemencengannya (gunakan kedua rumus tersebut) !
  • 10. Momen, Kemiringan, dan Keruncingan Page 10 Penyelesaian: Nilai X F U u 2 F u f u 2 31 – 40 41 – 50 51 – 60 61 – 70 71 – 80 81 – 90 91 – 100 35,5 45,5 55,5 65,5 75,5 85,5 95,5 4 3 5 8 11 7 2 -4 -3 -2 -1 0 1 2 16 9 4 1 0 1 4 -16 -9 -10 -8 0 7 4 64 27 20 8 0 7 8 Jumlah 40 -32 134 𝑥 = 𝑀 + 𝐶 ∑ 𝑓𝑢 ∑ 𝑓 = 75,5 + 10( −32 40 ) = 75,5 − 8 = 67,5 𝑠 = 𝐶√ ∑ 𝑓𝑢2 𝑛 − ( ∑ 𝑓𝑢 𝑛 ) 2 = 10√ 134 40 − ( −32 40 ) 2 = 10(1,646) = 16,46 𝑀 𝑒 = 𝐵 + 1 2 𝑛 − (∑ 𝑓2 ) 𝑜 𝑓 𝑀𝑒 . 𝐶 = 60,5 + 1 2 40 − 12 8 . 10 = 60,5 + 10 = 70,5 𝑀 𝑜 = 𝐿 + 𝑑1 𝑑1 + 𝑑2 . 𝐶 = 70,5 + 3 3 + 4 = 70,5 + 4,29 = 74,34 𝑠𝑘 = 𝑥 − 𝑀 𝑜 𝑠 = 67,5 − 74,34 16,46 = −0,42 Dengan menggunakan cara lain : 𝑠𝑘 = 3(𝑥 − 𝑀𝑒) 𝑠 𝑠𝑘 = 3(67,5 − 70,5) 16,46 = −0,5 Oleh karena nilai sk-nya negatif (-0,42) maka kurvanya menceng ke kiri atau menceng negatif.
  • 11. Momen, Kemiringan, dan Keruncingan Page 11 b. Koefisien Kemencengan Bowley Koefisien kemencengan Bowley sering juga disebut Kuartil Koefisien. Kemencengan.Apabila nilai skB dihubungkan dengan keadaan kurva, didapatkan : a. Jika Q3 - Q2 = Q2 - Q1 atau Q3 + Q1 - 2Q2 = 0 maka skB = 0 dan distribusi datanya simetri b. Jika Q1 = Q2 maka skB = 1 dan distribusi datanya miring ke kanan c. Jika Q2 = Q3 maka skB = -1 dan distribusi datanya miring ke kiri d. skB = ± 0,10 menggambarkan distribusi yang menceng tidak berarti dan skB> 0,30 menggambarkan kurva yang menceng berarti. Contoh soal : Tentukan kemencengan kurva dari distribusi frekuensi berikut : Nilai Ujian Matematika Dasar I dari 111 mahasiswa, 1997 Nilai Ujian Frekuensi 20,00 – 29,99 30,00 – 39,99 40,00 – 49,99 50,00 – 59,99 60,00 – 69,99 70,00 – 79,99 4 9 25 40 28 5 Jumla h 111 Penyelesaian: Kelas 𝑄1 = 𝑘𝑒𝑙𝑎𝑠 𝑘𝑒− 3 𝑄1 = 𝐵1 + 1 4 𝑛 − (∑ 𝑓1) 𝑜 𝑓 𝑄1 . 𝐶 = 39,995 + 27,75 − 13 25 . 10 = 45,895 Kelas 𝑄2 = 𝑘𝑒𝑙𝑎𝑠 𝑘𝑒− 4 𝑄2 = 𝐵2 + 1 2 𝑛 − (∑ 𝑓2 ) 𝑜 𝑓 𝑄2 . 𝐶 = 49,995 + 55,5 − 38 40 . 10 = 54,37 Kelas 𝑄3 = 𝑘𝑒𝑙𝑎𝑠 𝑘𝑒− 5 𝑄3 = 𝐵3 + 3 4 𝑛 − (∑ 𝑓3 ) 𝑜 𝑓 𝑄3 . 𝐶 = 59,995 + 83,25 − 78 28 . 10 = 61,87
  • 12. Momen, Kemiringan, dan Keruncingan Page 12 𝑠𝑘 𝐵 = 𝑄3 − 2𝑄2 + 𝑄1 𝑄3 − 𝑄1 = 61,87 − 2(54,37) + 45,895 61,87 − 45,895 = −0,06 Karena 𝑠𝑘 𝐵 negative (−0,06) maka kurva maka kurva menceng ke kiri. c. Koefisien Kemencengan Persentil Contoh Soal: Tentukan kemencengan kurva dari distribusi frekuensi berikut: Nilai Ujian Matematika Dasar I dari 111 mahasiswa, 1997 Nilai Ujian Frekuensi 20,00 – 29,99 30,00 – 39,99 40,00 – 49,99 50,00 – 59,99 60,00 – 69,99 70,00 – 79,99 4 9 25 40 28 5 Jumlah 111 Penyelesaian: Kelas 𝑃10 = 𝑘𝑒𝑙𝑎𝑠 𝑘𝑒 − 2 𝑃10 = 𝐵 𝑏 + 1 10 𝑛−(∑ 𝑓1) 𝑜 𝑓 𝑄1 . 𝐶 = 29,995 + 11,1−4 9 . 10 =37,885 Kelas 𝑃50 = 𝑘𝑒𝑙𝑎𝑠 𝑘𝑒 −4 𝑃50 = 𝐵 𝑏 + 1 2 𝑛 − (∑ 𝑓1) 𝑜 𝑓 𝑄1 . 𝐶 = 49,995 + 55,5 − 38 9 . 10 = 69,44 Kelas 𝑃90 = 𝑘𝑒𝑙𝑎𝑠 𝑘𝑒 −5 𝑃90 = 𝐵 𝑏 + 9 10 𝑛 − (∑ 𝑓1) 𝑜 𝑓 𝑄1 . 𝐶 = 59,995 + 99,9 − 78 9 . 10 = 84,33 𝑠𝑘 𝑃 = 𝑃90−2𝑃50 + 𝑃10 𝑃90− 𝑃10 = 84,33 − 2(69,44) + 37,885 84,33 − 37,885 = −0,36 Karena 𝑠𝑘 𝐵 negative (−0,36) maka kurva maka kurva menceng ke kiri.
  • 13. Momen, Kemiringan, dan Keruncingan Page 13 d. Koefisien Kemencengan Momen Apabila nilai α3dihubungkan dengan keadaan kurva, didapatkan : a. Untuk distribusi simetris (normal), nilai α3= 0, b. Untuk distribusi menceng ke kanan, nilai α3 = positif, c. Untuk distribusi menceng ke kiri, nilai α3= negatif, d. Menurut Karl Pearson, distribusi yang memiliki nilai α3 > ± 0,50 adalah distribusi yang sangat menceng e. Menurut Kenney dan Keeping, nilai α3 bervariasi antara ± 2 bagi distribusi yang menceng. 2. Sifat Distribusi Data Berdasarkan Koefisien Momen Keruncingan Berdasarkan keruncingannya, kurva distribusi dapat dibedakan atas tiga macam, yaitu sebagai berikut : a. Leptokurtik : Merupakan distribusi yang memiliki puncak relatif tinggi. b. Platikurtik : Merupakan distribusi yang memiliki puncak hampir mendatar c. Mesokurtik : Merupakan distribusi yang memiliki puncak tidak tinggi dan tidak mendatar Bila distribusi merupakan distribusi simetris maka distribusi mesokurtik dianggap sebagai distribusi normal. Dari hasil koefisien kurtosis, ada tiga kriteria untuk mengetahui model distribusi dari sekumpulan data, yaitu koefisien keruncingan atau koefisien kurtosis dilambangkan dengan α4 (alpha 4). Jika hasil perhitungan koefisien keruncingan diperoleh : 1) Nilai lebih kecil dari 3, maka distribusinya adalah distribusi pletikurtik 2) Nilai lebih besar dari 3, maka distibusinya adalah distribusi leptokurtik 3) Nilai yang sama dengan 3, maka distribusinya adalah distribusi mesokurtik
  • 14. Momen, Kemiringan, dan Keruncingan Page 14 leptokurtik mesokurtik platikurtik Gambar 2. Kurva Keruncingan a) Koefisien keruncingan Contoh soal : tentukan keruncingan kurva dari data 2,3,6,8,11! Penyelesaian : 𝑋 = 6 𝑠 = 3,67 X 𝑋 − 𝑋 ( 𝑋 − 𝑋) 4 2 3 6 8 11 -4 -3 0 2 5 256 81 0 16 625 Jumlah 0 978 α4 = 1 n ∑(x − x)4 s4 = 1 5 978 (3,67) 4 = 195,6 181,4 = 1,08 Karena nilainya 1,08 (lebih kecil dari 3) maka distribusinya adalah distribusi platikurtik. b) Koefisien kurtosis persentil Jika hasil perhitungan koefisien keruncingan diperoleh : a) Nilai lebih kurang dari 0,263, maka distribusinya adalah distribusi pletikurtik b) Nilai lebih lebih dari 0,263, maka distibusinya adalah distribusi leptokurtik c) Nilai yang sama dengan 0,263, maka distribusinya adalah distribusi mesokurtik
  • 15. Momen, Kemiringan, dan Keruncingan Page 15 Contoh soal : Berikut ini disajikan tabel distribusi frekuensi dari tinggi 100 mahasiswa universitas XYZ. a. Tentukan koefisien kurtosis persentil (K) ! b. Apakah distribusinya termasuk distribusi normal ! Tinggi (inci) frekuensi (f) 60 – 62 63 – 65 66 – 68 69 – 71 72 – 74 5 18 42 27 8 Jumlah 100 Penyelesaian : Kelas Q1 = kelas ke − 3 Q1 = B1 + 1 4 n − (∑f1)o fQ1 . C = 65,5 + 25 − 23 42 . 3 = 65,64 Kelas Q3 = kelas ke − 4 Q3 = B3 + 3 4 n − (∑f3)o fQ3 . C = 68,5 + 75 − 65 27 . 3 = 69,61 Kelas P10 = kelas ke − 2 P10 = B10 + 10 100n − (∑ f10)o fP10 . C = 62,5 + 10 − 5 18 . 3 = 63,33 Kelas P90 = kelas ke − 4 P90 = B90 + 90 100 n − (∑ f90)o fP90 . C = 68,5 + 90 − 65 27 . 3 = 71,28 Koefisien kurtosis persentil (K) adalah : K = 1 2 (Q3 − Q1) P90 − P10 = 1 2 (69,61 − 65,64) 71,28 − 63,33 = 0,25 Karena nilai K = 0,25 (K < 0,263) maka distribusinya bukan distribusi normal.
  • 16. Momen, Kemiringan, dan Keruncingan Page 16 DAFTAR PUSTAKA Akbar, Purnomo Setiady dan Husaini Usman. 2006. Pengantar Statistika Edisi Kedua. Jakarta : PT Bumi Aksara Akdon dan Riduwan .2013. Rumus dan Data dalam Analisis Statistika. Bandung : Alfabeta. Dajan, Anto, 1986. “Pengantar Metode Statistik Jilid II”. Jakarta : LP3ES . Furqon. 1999. Statistika Terapan Untuk Penelitian. AFABETA:Bandung Gaspersz, Vincent. 1989. Statistika. Armico:Bandung Hamid, H.M. Akib dan Nar Herrhyanto. 2008. Statistika Dasar. Jakarta : Universitas Terbuka. Harinaldi, 2005. “Prinsip-prinsip Statistik untuk Teknik dan Sains”. Jakarta : Erlangga. Hasan, M. Iqbal. 2011. Pokok – Pokok Materi Statistika 1 ( Statistik Deskriptif ). Jakarta : PT Bumi Aksara Herrhyanto, Nar. 2008. Statistika Dasar. Jakarta: Universitas Terbuka. Mangkuatmodjo, Soegyarto. 2004. Statistika Lanjutan. Jakarta: PT Rineka Cipta. Pasaribu, Amudi. 1975. Pengantar Statistik. Gahlia Indonesia : Jakarta Rachman,Maman dan Muchsin . 1996. Konsep dan Analisis Statistik. Semarang : CV. IKIP Semarang Press Riduwan . 2010. Dasar-dasar Statistika. Bandung : Alfabeta. Saleh,Samsubar. 1998. STATISTIK DESKRIPTIP. Yogyakarta : UPP AMP YKPN. Siregar,Syofian. 2010. Statistika Deskriptif untuk Penelitian Dilengkapi Perhitungan Manual dan Aplikasi SPSS Versi 17. Jakarta : Rajawali Pers. Somantri, Ating dan Sambas Ali Muhidin. 2006. Aplikasi statistika dalam Penelitian. pustaka ceria : Bandung Subana,dkk. 2000. Statistik Pendidikan. Pustaka Setia:Bandung Sudijono, Anas. 2008. Pengantar Statistik Pendidikan. Raja Grafindo Persada.Jakarta Sudijono, Anas. 2009. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada. Sudijono, Anas. 1987. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada. Sudjana, M.A., M.SC.2005. METODE STATISTIKA. Bandung: Tarsito Sugiyono. 2014. Statistika untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta. Supranto, 1994. “Statistik Teori dan Aplikasi Jilid 2”. Jakarta : Erlangga. Usman, Husaini & Setiady Akbar, Purnomo.2006. PENGANTAR STATISTIKA. Yogyakarta: BUMI AKSARA. Walpole, Ronald E, 1995. “Pengantar Statistik Edisi Ke-4”. Jakarta : PT Gramedia.