Panduan praktikum ekowisata bahari2019
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas segala
berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga Buku “Panduan Praktikum
Ekowisata Bahari” dapat diselesaikan.
Buku ini berisi teori singkat dan panduan bagi praktikan dalam
melaksanakan praktikum. Setiap bab disusun secara sistematis berisi
alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum, metode kerja,
analisis data serta pedoman penulisan laporan akhir praktikum agar
memudahkan praktikan melaksanakan praktikum.
Penulis merasa buku ini masih perlu disempurnakan, oleh karena
keterbatasan kami pada cetakan pertama ini. Untuk itu penulis
mengharapkan saran dan masukan dari para pengguna buku ini
agar dapat membuat buku cetakan berikutnya menjadi lebih baik
lagi nantinya.
Bandar Lampung, Agustus 2019
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ 2
I. PENDAHULUAN ........................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 4
1.2 Tujuan Praktikum.......................................................................................... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 6
2.1 Pariwisata Pesisir .......................................................................................... 6
2.2 Kriteria Lahan sebagai Obyek Wisata Pesisir............................................... 7
2.3 Daya Dukung Ekowisata............................................................................... 7
2.3.1 Daya Dukung Ekologis .......................................................................... 8
2.3.2 Daya Dukung Sosial.......................................................................... 9
2.3.3 Daya Dukung Ekonomi........................................................................ 10
III. METODOLOGI............................................................................................ 12
3.1 Alat dan Bahan Praktikum ..................................................................... 12
3.2 Metode Pengambilan Data ..................................................................... 12
3.2.1 Data Ekologi.................................................................................... 12
3.2.2 Data Sosial Ekonomi....................................................................... 14
3.3 Analisis Data .......................................................................................... 14
3.3.1 Parameter Kawasan.............................................................................. 14
3.3.2 Parameter Vegetasi.......................................................................... 15
3..3.3 Parameter Sosial Ekonomi.................................................................. 17
3.3.4 Analisis Kesesuaian Lahan Wisata Pantai ........................................... 19
3.3.5 Analisis Daya Dukung Wisata ........................................................ 21
I. PENDAHULUAN ........................................................................................ 24
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 24
1.2 Tujuan Praktikum........................................................................................ 25
II. TINJAUAN PUSTAKA................................................................................... 26
III. METODE...................................................................................................... 27
3.1 Lokasi dan Waktu ....................................................................................... 27
3.2 Alat dan Bahan............................................................................................ 27
3.3 Jenis dan Data ............................................................................................. 27
3.4 Analisis Data............................................................................................... 28
I.PENDAHULUAN .............................................................................................. 33
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 33
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 34
Lampiran 1. Contoh Kuisioner.............................................................................. 37
Lampiran 2. Ketentuan pembuatan laporan .......................................................... 74
A. FORMAT ISI LAPORAN ......................................................................... 74
B. Contoh Halaman Sampul ........................................................................... 75
C. Contoh Halaman Pengesahan..................................................................... 76
ACARA I
ANALISIS DAYA DUKUNG
EKOWISATA
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Wilayah pesisir dan laut merupakan salah satu ekosistem yang sangat
produktif dan dinamis. Oleh karena itu sering kali pembangunan umumnya terpusat
di kawasan tersebut, sehingga sering muncul konflik antar berbagai pihak yang
berkepentingan. Secara umum pihak yang berkepentingan tersebut dikategorikan
dalam sektor pertanian/perikanan, pariwisata, pertambangan, perhubungan laut,
industri maritim dan konservasi. Sektor pariwisata merupakan kegiatan yang
berkembang cepat di wilayah pesisir dan laut, sehingga dapat meningkatkan
pendapatan daerah (Kim dan Kim 1996 dan Orams 1999). Hal ini dikarenakan
kawasan wisata memiliki kekayaan dan keragaman yang tinggi dalam berbagai
bentuk sumber daya alam, sejarah, adat, budaya dan berbagai sumberdaya dengan
keterkaitan ekologisnya (Lawaherilla 2002).
Pembangunan dan pengembangan kegiatan wisata yang berorientasi
terhadap lingkungan harus berhadapan dengan berbagai kegiatan perekonomian
lain (pertanian, pemukiman, perikanan dan industri) yang berpotensi meningkatkan
tekanan terhadap ekologi (Miller 1993; Cicin dan Knecht 1998; dan Ryan 2002).
Oleh karena itu perlu dilakukan perencanaan pemanfaatan sumber daya laut dan
pesisir yang optimal bagi keberlanjutan kawasan ekowisata maupun yang
berpotensi sebagai kawasan ekowisata.
1.2 Tujuan Praktikum
1. Mahasiswa mampu menentukan lokasi potensi ekowisata
2. Mahasiswa mampu menganalisis dan memetakan kawasan ekowisata
3. Mahasiswa mampu menganalisis daya dukung kawasan ekowisata
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pariwisata Pesisir
Sumber daya alam pesisir memiliki potensi yang dapat dimanfaatkan untuk
kepentingan wisata. Aktifitas wisata merupakan suatu bentuk pemanfaatan
sumberdaya alam yang mengandalkan jasa alam untuk kepuasan manusia. Menurut
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan,
pariwisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang
dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya
tarik wisata. Salah satu kenikmatan yang diperoleh dari perjalanan wisata tersebut
merupakan suatu jasa yang diberikan alam kepada manusia, sehingga manusia
merasa perlu untuk mempertahankan keberadaan alam.
Sumberdaya alam yang menjadi obyek wisata dikelompokkan berdasarkan
komoditi, ekosistem dan kegiatan. Obyek komoditi terdiri dari potensi spesies biota
dan material non hayati yang mempunyai daya tarik wisata. Selanjutnya, obyek
ekosistem yang terdiri dari ekosistem pesisir yang mempunyai daya tarik habitat
dan lingkungan. Terakhir, obyek kegiatan merupakan kegiatan yang terintegrasi di
dalam kawasan yang mempunyai daya tarik wisata (Yulianda 2007).
Banyak pengklasifikasian kegiatan wisata oleh para pakar, salah satunya
adalah wisata pesisir yang merupakan kelompok wisata berdasarkan pemanfaatan
sumberdaya dengan obyek ekosistem. Samiyono dan Trismadi (2001)
mendefinisikan kegiatan wisata bahari sebagai kegiatan wisata yang dilakukan
diperairan laut baik yang dilakukan di bawah laut maupun di atas permukaan laut.
Kegiatan wisata bawah laut secara langsung menggunakan terumbu karang sebagai
obyek wisata berupa menyelam, snorkling dan berenang. Sedangkan kegiatan
wisata yang mengarahkan kegiatan wisata pada keindahan alam antara lain wisata
pantai, wisata antropologi dan wisata ilmiah dan wisata yang menikmati keindahan
alam terbuka. Hal yang sama digambarkan Hall (2001) bahwa konsep wisata bahari
lebih pada kegiatan wisata, perjalanan dan rekreasi yang orientasi kegiatannya
berada di kawasan pesisir dan perairan laut. Wong (1991) dan Sunarto (2000)
mendefinisikan pariwisata pesisir merupakan bagian dari wisata bahari dengan
obyek dan daya tarik wisata yang bersumber dari potensi bentang laut (seascape)
maupun bentang darat pesisir (coastal landscape) dengan jenis kegiatan wisata
yang dilandaskan pada daya tarik kelautan dan terjadi di lokasi atau kawasan yang
masih berada pada dua sistem yang komplek, yaitu sistem pariwisata (the tourism
system) dan sistem pesisir (the coastal system). Hal yang sama juga dikemukakan
oleh Yulianda (2007) bahwa kegiatan wisata yang dapat dikembangkan dengan
konsep lingkungan dikelompokkan dalam wisata pantai dan wisata bahari. Wisata
pantai merupakan kegiatan wisata yang mengutamakan sumberdaya pantai dan
budaya masyarakat pantai seperti rekreasi, olah raga, menikmati pemandangan dan
iklim. Wisata pantai terdiri dibagi dalam dua kategori, yaitu kategori rekreasi dan
wisata mangrove. Hutabarat et al. (2009) menyatakan bahwa wisata mangrove
merupakan bentuk wisata pantai yang kegiatannya menikmati alam habitat
mangrove.
2.2 Kriteria Lahan sebagai Obyek Wisata Pesisir
Sunarto (2000); Elly (2009) dan Hutabarat et al. (2009) mengemukakan
bahwa dalam perencanaan dan pengembangan pariwisata pantai/pesisir
memerlukan kesesuaian sumberdaya dan lingkungan pesisir dengan kriteria yang
disyaratkan. Kesesuaian sumberdaya pesisir dan lautan ditujuan untuk
mendapatkan kesesuaian karakteristis sumberdaya wisata. Kesesuaian karakterisrik
sumberdaya dan lingkungan untuk pengembangan wisata yang berwawasan
lingkungan dilihat dari aspek keindahan alam, keamanan dan keterlindungan
kawasan, keanekaragaman biota, keunikan sumberdaya/ lingkungan dan
aksesibilitas, yang disesuaikan dengan potensi sumberdaya dan peruntukananya.
Persyaratan sumberdaya dan lingkungan dikelompokkan berdasarkan jenis
kegiatan wisata. Parameter fisik pantai dan perairan lebih dominan disyaratkan pada
wisata pantai selain mempertimbangkan parameter biologi.
2.3 Daya Dukung Ekowisata
Daya dukung merupakan intensitas penggunaan maksimum terhadap
sumberdaya alam yang berlangsung secara terus-menerus tanpa merusak alam.
Daya dukung juga di definisikan oleh Bengen dan Retraubun (2006) sebagai tingkat
pemanfaatan sumberdaya alam atau ekosistem secara berkesinambungan tanpa
menimbulkan kerusakan sumberdaya alam dan lingkungannya. Dengan demikian,
daya dukung dapat diartikan sebagai kondisi maksimum suatu ekosistem untuk
menampung komponen biotik (makhluk hidup) yang terkandung di dalamnya dan
memperhitungkan faktor lingkungan serta faktor lainnya yang berperan di alam.
Daya dukung lingkungan terbagi atas daya dukung ekologis (ecological
carrying capacity), daya dukung sosial ( dan daya dukung ekonomis (economic
carrying). Daya dukung ekologis adalah jumlah maksimum biota pada suatu lahan
yang dapat didukung tanpa mengakibatkan kematian karena faktor kepadatan, serta
terjadinya kerusakan lingkungan secara permanen (irrevisible) yang ditentukan
oleh faktor-faktor lingkungan. Daya dukung ekonomi adalah tingkat produksi
(skala usaha) yang memberikan keuntungan maksimum dan ditentukan oleh tujuan
usaha secara ekonomi. Dalam hal ini digunakan parameter-parameter kelayakan
usaha secara ekonomi.
2.3.1 Daya Dukung Ekologis
Daya dukung fisik suatu kawasan atau areal merupakan jumlah maksimum
penggunaan atau kegiatan yang dapat diakomodasikan dalam kawasan atau areal
tanpa menyebabkan kerusakan atau penurunan kualitas kawasan tersebut secara
fisik (McLeod and Cooper, 2005). Daya dukung fisik yang merupakan jumlah
maksimum penggunaan atau kegiatan yang dapat diakomodir tanpa menyebabkan
kerusakan atau penurunan kualitas. Daya fisik diperlukan untuk meningkatkan
kenyamanan pengunjung. Daya dukung fisik dapat dikaji melalui berapa besar
kapasitas dan ruang yang tersedia untuk membangun infrastruktur pariwisata guna
kenyamanan wisatawan (Tantrigama, 1998 ; McLeod and Cooper, 2005).
Kemampuan alam dalam mentolerir kegiatan manusia serta mempertahankan
keaslian sumberdaya ditentukan oleh besarnya gangguan yang kemungkinan akan
muncul dari kegiatan wisata. Suasana alami lingkungan juga menjadi persyaratan
dalam menentukan kemampuan tolerir gangguan dan jumlah pengunjung dalam
unit area tertentu. Tingkat kemampuan alam untuk mentolerir dan menciptakan
lingkungan yang alami dihitung dengan pendekatan potensi ekologis pengunjung.
Potensi ekologis pengunjung adalah kemampuan alam untuk menampung
pengunjung berdasarkan jenis kegiatan wisata pada area tertentu. Potensi ekologis
pengunjung dihitung berdasarkan area yan digunakan untuk beraktifitas dan alam
masih mampu untuk mentolerir kehadiran pengunjung.
2.3.2 Daya Dukung Sosial
Konsep daya dukung sosial pada suatu kawasan merupakan gambaran dari
persepsi seseorang dalam menggunakan ruang pada waktu yang bersamaan, atau
persepsi pemakai kawasan terhadap kehadiran orang lain secara bersama dalam
memanfaatkan suatu area tertentu. Konsep ini berkenaan dengan tingkat
comfortability atau kenyamanan.
Daya dukung sosial suatu kawasan dinyatakan sebagai batas tingkat
maksimum dalam jumlah dan tingkat penggunaan dalam suatu kawasan dimana
dalam kondisi yang telah melampaui batas daya dukung ini akan menimbulkan
penurunan dalam tingkat dan kualitas pengalaman atau kepuasan pengguna
(pemakai) pada kawasan tersebut. Daya dukung sosial di bidang pariwisata
dipengaruhi oleh keberadaan infrastruktur wisata, attitude pengunjung (wisatawan)
dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat suatu kawasan wisata (McLeod
dan Cooper, 2005). Namun demikian, intensitas penggunaan maksimum terhadap
sumber daya alam juga membatasi pembangunan fisik yang dapat mengganggu
kesinambungan fisik yang dapat mengganggu kesinambungan pembangunan
wisata tanpa merusak alam.
Hasil wawancara menunjukkan bahwa 75,6 % responsen mendukung
terbangunnya kegiatan ekowisata di kawasan tersebut. Hal ini juga didukung
dengan 92,7 % responden menyatakan senang dengan kedatangan wisatawan di
kawasan tersebut. Berdasarkan besarnya dukungan masyarakat terhadap
pembangunan dan pengembangan ekowisata bahari di Pulau Tabuhan, maka perlu
dilakukan penataan pembangunan fasilitas ekowisata. Hal ini dikarenakan fasilitas
pariwisata merupakan salah satu program pengembangan yang sangat penting.
Tanpa didukung oleh pengembangan fasilitas, maka tujuan program juga tidak akan
optimal. Namun demikian, pengembangan fasilitas harus memperhatikan daya
dukung kawasan. Selain itu, fasilitas dan sarana yang dibangun di kawasan wisata
hendaknya tidak merubah bentang alam, sehingga keaslian alam masih dapat
dipertahankan. Sesuai dengan ketentuan PP No. 18/1994 tentang Pengusahaan
Pariwisata Alam di Zona Pemanfaatan Taman Nasional dan Taman Wisata Alam,
maka areal yang diijinkan untuk pembangunan sarana dan prasarana adalah 10 %
dari luas zona pemanfaatan. Berdasarkan luasan Pulau Tabuhan, maka sarana dan
prasarana yang dapat dibangun di atas pulau hanya seluas 4.8 m2
. Terbatasnya
luasan kawasan yang dapat dibangun sebagai fasilitas ekowisata di atas pulau, maka
pembangunan fasilitas utama kegiatan ekowisata dapat dilakukan di pulau utama
(main land).
2.3.3 Daya Dukung Ekonomi
Daya dukung ekonomi adalah tingkat produksi (skala usaha) yang
memberikan keuntungan maksimum dan ditentukan oleh tujuan usaha secara
ekonomi pengelolaan usaha wisata. Dalam hal ini digunakan parameter-parameter
kelayakan usaha secara ekonomi, misalnya maksimum keuntungan, maksimum
tenaga kerja yang diserap oleh kegiatan pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil, lama
pengembalian investasi dan multiplier effect usaha tersebut (Tisdell, 1998a;
McLeod dan Cooper, 2005). Produk wisata diperoleh dari kombinasi antara potensi
sumberdaya (resources), modal (capital), tenaga kerja (labour) dan kemampuan
mengelola (management) yang akan dipasarkan sebagai barang ekonomi.
Sektor ekowisata menyumbangkan peran ekonomi secara mikro maupun
makro. Kegiatan ekowisata dalam aspek mikro ekonomi menghasilkan kajian
produk-produk wisata, kemasan, kualitas dan kuantitas pelaku dan harga.
Umumnya produk wisata memiliki karakteristik yang sama dengan barang
konsumsi. Produk tersebut disajikan dengan karakteristik yang sangat beragam dan
sangat fleksibel dipilih oleh wisatawan. Pada makro ekonomi, sektor ekowisata
membahas tentang pembagian ekonomi, pendapatan dan tenaga kerja maupun
keterkaitan ekonomi. Sektor ekowisata tidak berjalan sendirian dalam
perekonomian suatu wilayah. Ekonomi membutuhkan infrastruktur transportasi,
telekomunikasi, listrik dan air bersih, selain dukungan dari sektor perdagangan
maupun pakaian, makanan dan minuman, baik dari dalam maupun luar negeri
(Sathiendrakumar, 1989). Peran sektor ekowisata dapat dilihat dari ukuran tenaga
kerja, pendapatan PDRB maupun total produksi. Umumnya, besaran pengaruh
masing-masing ukuran sektor ekowisata diperlihatkan melalui nilai pengganda.
Sektor pariwisata di Kabupaten Banyuwangi memberikan kontribusi terhadap
peningkatan PDRB secara signifikan yaitu sebesar 22,04% pada tahun 2004,
meningkat menjadi 22,69% pada tahun 2005 dan 23,26% pada tahun 2006. Hal ini
memperlihatkan bahwa ekowisata memberikan peluang dalam menggerakkan
aktifitas perekonomian. Manfaat ekonomi lainnya adalah kenaikan kesejahteraan
penduduk lokal, fisik lingkungan dan budaya di sekitar mereka. Sebagian
pendapatan penduduk lokal yang dapat diidentifikasi adalah jasa pemandu, pemilik
perjalanan, supir, penjual cinderamata atau jasa lainnya. Selain memperoleh
manfaat ekonomi bagi masyarakat dan ekonomi secara nasional, kegiatan
ekowisata juga berdampak pada terancamnya kelestarian sumberdaya terutama
perairan laut yakni melalui pencemaran. Pencemaran lingkungan dan degradasi
sumberdaya perairan laut berdampak pada penurunan nilai ekonomi wisata.
Penurunan nilai manfaat ini disebabkan oleh meningkatnya biaya konservasi
termasuk biaya pengendalian pencemaran (cost of pollution) dan penurunan
penerimaan (revenue) oleh masyarakat dan pajak bagi pemerintah akibat degradasi
sumberdaya atau penurunan kualitas produk wisata. Ini berarti bahwa penurunan
kualitas produk wisata akibat pencemaran lingkungan menyebabkan penurunan
permintaan akan produk wisata bahari (Tisdell, 1998).
III. METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan Praktikum
Alat dan bahan yang kegunaan dalam pengambilan data di lapangan tersaji
dalam Tabel 1 berikut,
Tabel 1 Alat dan Bahan Pengumpulan Data Lapang
No. Alat Satuan Kegunaan
1. GPS Menentukan posisi di bumi
2. Roll meter 100 m Pengukuran transek
3. Tali rafia 100 m Membuat plot
4. Secci disk Mengukur kecerahan
5. Grab sampler Mengambil Sedimen
6. Bola duga m/dt Mengukur arus
7. Stopwatch detik Mengukur waktu
8. Kompas ``
Menentukan arah
9. Alat tulis Pencatatan data
3.2 Metode Pengambilan Data
3.2.1 Data Ekologi
3.2.1.1 Ekosistem mangrove
Pengambilan data vegetasi mangrove dilakukan pada setiap kecamatan
dengan masing-masing satu stasiun. Batas terluar pengambilan data vegetasi dalam
praktikum ini adalah jarak 100 m ke arah luar dari titik terluar habitat yang masih
ditumbuhi satu atau lebih tumbuhan mangrove. Seluruh lahan yang terletak di
dalam garis batas tersebut dinyatakan sebagai kawasan di dalam ekosistem
mangrove; sedangkan lahan yang terletak di luar garis batas tersebut dinyatakan
sebagai kawasan di luar atau di sekitar ekosistem mangrove (Setyawan dan
Winarno 2006).
Pengambilan data tersebut pada praktikum ini dilakukan melalui langkah-
langkah sebagai berikut:
1. Pengambilan data vegetasi dilakukan dengan metode belt transect, yaitu
meletakkan belt transect dengan metoda petak. Transek-transek garis diambil
dari arah laut ke arah darat (tegak lurus garis pantai sepanjang zonasi hutan
mangrove) sepanjang 50 meter di daerah intertidal. Transek di lapangan
dilakukan dengan metode kuadrat untuk menentukan distribusi mangrove
berupa kerapatan pohon, dominasi spesies dan obyek penting lain yang
berhubungan dengan kondisi hutan mangrove berdasarkan klasifikasi pohon,
klasifikasi sapling dan klasifikasi seedling (Gambar 1 dan 2).
2. Pengukuran distribusi mangrove dilakukan dengan menggunakan line transek
yang dilakukan dengan cara membuat garis tegak lurus garis pantai yang
masing-masing transek dibuat plot-plot atau petak petak yang berukuran 10 x
10 meter untuk pohon-pohon berdiameter lebih dari 10 cm sebanyak tiga petak
contoh dan jarak antar plot 10 meter (Bengen 2004).
Keterangan:
a. Plot 2 x 2 m untuk tingkat semai
b. Plot 5 x 5 m untuk tingkat pancang
c. Plot 10 x 10 m untuk tingkat pohon
Gambar 1 Skema Petak Contoh Pengambilan Data Mangrove (Bengen, 2004)
Gambar 2 Transek Garis dan Petak Contoh (Plot) Pengukuran Mangrove pada
Setiap Zona dari Pinggir Laut ke arah Darat
(Keputusan Menteri Negara lingkungan Hidup No. 201 Tahun 2004)
3. Pada setiap plot dilakukan identifikasi jenis dan dicatat jumlah setiap jenisnya,
serta diukur diamater dan tinggi setiap individu pohon (Kusmana 1997 dalam
Setyawan dan Winarno 2006; Bengen 2004). Apabila belum diketahui nama
jenis tubuhan mangrove yang ditemukan, maka dipotong bagian ranting
lengkap dengan daunnya, dan bila mungkin bunga dan buahnya. Selain itu juga
dilakukan pengamatan dan pencatatan tipe subtrat (lumpur, lempung, pasir, dan
sebagainya) pada setiap petak contoh (Bengen 2004).
4. Data komposisi dan struktur vegetasi ditampilkan dalam bentuk nilai penting
yang merupakan penjumlahan nilai penutupan dan frekuensi relatif yang dibagi
dua (Odum 1971; Barbour et al. 1987 dalam Setyawan dan Winarno 2006).
Indeks nilai penting (INP) digunakan untuk mengetahui jenis pohon dominan
di setiap tingkat permudaan.
3.2.1.2 Biota
Keberadaan biota berbahaya yang berada di sekitar kawasan pantai
seperti, bulu babi, ikan-ikan ganas misalnya pari, hiu dan lepu dilakukan melalui
teknik wawancara tidak terstruktur pada masyarakat sekitar kawasan praktikum.
Selain itu, juga dilakukan pengamatan asosiasi biota yang ada di dalam ekosistem
mangrove yang merupakan daya tarik wisata seperti burung, monyet, ikan, kepiting
dan moluska.
3.2.2 Data Sosial Ekonomi
Data sosial ekonomi dalam praktikum ini diambil melalui survei langsung di
lapangan berupa keberadaan tempat-tempat bernilai penting di lokasi praktikum
dan teknik wawancara mengenai pemanfaatan sumberdaya yang ada di sekitar
kawasan oleh masyarakat setempat. Selain itu juga merupakan data sekunder yang
berupa data statistik kawasan praktikum.
3.3 Analisis Data
3.3.1 Parameter Kawasan
Data lapangan yang diperoleh dicatat pada data sheet adalah sebagai berikut:
1. Kecerahan diukur menggunakan secchidisk, dimana perhitungannya adalah
panjang tali pada saat pertama kali secchi disk tidak terlihat (pa) dikurang
panjang tali pada saat pertama kali secchidisk terlihat dari dalam perairan (pb).
2. Kecepatan arus diukur menggunakan bola duga dengan beberapa kali
pengulangan dan dilakukan penghitungan waktu menggunakan stopwatch.
3. GPS digunakan untuk menentukan koordinat geografi stasiun pengamatan yang
dikalibrasi dengan penentuan posisi sesungguhnya di peta, untuk mengetahui
kemiringan lahan, dan ketebalan vegetasi
4. Tipe pantai dan material dasar perairan dilakukan pengambilan sampel di
lapangan dan pengujian serta analisis untuk menentukan jenis sedimen
penyusun kawasan dilakukan di laboratorium.
3.3.2 Parameter Vegetasi
Parameter vegetasi dalam praktikum ini merupakan data nilai habitat yang
dianalisis untuk mengetahui struktur vegetasi, kerapatan pohon, dan dominasi
spesies. Dominasi spesies pada masing-masing lokasi pengamatan dilakukan
dengan menganalisis Indeks Nilai Penting (INP) yang didapatkan dari
penghitungan kerapatan relatif, frekuensi relatif dan penutupan jenis. Prosedur
analisis Indeks Nilai Penting (INP) mengacu kepada Muller-Dombois dan
Ellenberg (1974); Causton (1988); dan Ludwig dan Reynolds (1988) dalam Bengen
(2004); dan Nursal et al. (2005) sebagai berikut :
A. Kerapatan/kepadatan jenis (Ki)
Kerapatan jenis (Ki) merupakan jumlah tegakan jenis ke-i dalam suatu unit
area. Penentuan kerapatan jenis melalui rumus :
A
ni
Ki =
Keterangan :
Ki : Kerapatan jenis ke-i
ni : Jumlah total individu ke-i
A : Luas total area pengambilan contoh (m2
)
B. Kerapatan/kepadatan Relatif (KRi)
Kerapatan Relatif (KRi) merupakan perbandingan antara jumlah jenis tegakan
ke-i dengan total tegakan seluruh jenis. Penentuan kerapatan relatif (KRi)
menggunakan rumus :
%100X
n
ni
KRi








=

Keterangan :
KRi : Kerapatan relatif
n : Total tegakan seluruh jenis
ni : Jumlah total individu ke-i
C. Fekuensi Jenis (Fi)
Frekuensi jenis (Fi) yaitu peluang ditemukannya suatu jenis ke-i dalam semua
petak contoh dibandingkan dengan jumlah total petak contoh yang dibuat.
Untuk menghitung frekuensi jenis (Fi) digunakan rumus :

=
p
pi
Fi
Keterangan :
Fi : Frekuensi jenis ke-i
pi : Jumlah petak contoh dimana ditemukan jenis ke-i
n : Jumlah total petak contoh yang dibuat
D. Frekuensi Relatif (FRi)
Ferkuensi relatif (FRi) adalah perbandingan antara frekuensi jenis ke-i dengan
jumlah frekuensi seluruh jenis. Untuk menghitung frekuensi relatif (FRi)
digunakan rumus :
%100X
p
Fi
FRi








=

Keterangan :
FRi : Frekuensi jenis ke-i
Fi : Frekuensi jenis ke-i
∑p : Jumlah total petak contoh yang dibuat
E. Penutupan Jenis (Ci)
Penutupan jenis (Ci) adalah luas penutupan jenis ke-i dalam suatu unit area
tertentu.
A
BA
Ci
=
Dimana,
4
DBH²
=BA
Keterangan :
Ci : Penutupan jenis
BA : Basal Area
A : Luas total area pengambilan contoh
DBH : Diameter batang pohon,
π : Konstanta (3,1416)
F. Penutupan Relatif (CRi)
Penutupan relatif (CRi) yaitu perbandingan antara penutupan jenis ke-i dengan
luas total penutupan untuk seluruh jenis. Untuk menghitung CRi, maka
digunakan rumus %100X
C
Ci
CRi








=

Keterangan :
RCi : penutupan relatif
Ci : Penutupan jenis ke-i
C : Penutupan total untuk seluruh jenis
G. Indeks Nilai Penting (INP)
Indeks Nilai Penting (INP) adalah penjumlahan nilai relatif (KRi), frekuensi
relatif (FRi) dan penutupan relatif (CRi) dari mangrove (Bengen, 2004) dengan
rumus:
INP = KRi + FRi + CRi
Indeks nilai penting suatu jenis berkisar antara 0 – 300. Nilai penting ini
memberikan gambaran tentang peranan suatu jenis mangrove dlam ekosistem
dan dapat juga digunakan untuk mengetahui dominansi suatu spesies dalam
komunitas.
3..3.3 Parameter Sosial Ekonomi
Data nilai sosial dianalisis untuk mengetahui kondisi masyarakat di sekitar
kawasan wisata, peran keberadaan kelembagaan dan pemanfaatan sumberdaya oleh
masyarakat setempat. Analisis berdasarkan data data primer dan sekunder yang
dikumpulkan dari lapang maupun instansi terkait mengenai keberadaan sumber
daya manusia, pemanfaatan langsung dan tidak langsung sumberdaya alam sekitar
kawasan wisata oleh masyarakat sekitar lokasi praktikum.
Tabel 2. Indikator Sosial
Variabel Indikator
Skor
1 2 3 4 5
Jumlah Penduduk Jiwa <750
750 -
1250
1251 -
1750 1751 - 2250 > 2250
Pertumbuhan
penduduk %/th <0,5 0,5-1 1-1,5 1,5-2 >2
Kepadatan
penduduk jiwa/km2 1-50 51-250 251-400 401-450 >451
Kelompok umur
% kel. Umur
(15-55 th.) <20 20-40 40-60 60-80 >80
Tingkat pendidikan
% dominasi
kelompok
pendidikan PT SLA SMP SD tidak
Pendapatan
pengelompoka
n keluarga
sejahtera (%) <20 20-40 40-60 60-80 >80
Sumber: Wardhani dan Sembel (2009)
Tabel 3. Indikator Ekonomi
Variabel Indikator
Skor
1 2 3 4 5
Strafikasi sosial keberadaan tidak ada ada
Ttadisi/norma keberadaan tidak ada ada
Pluraslisme
% penganut agama
(dominan) <20 20-40 40-60 60-80 >80
Konflik sosial frekuensi (%) <20 20-40 40-60 60-80 >80
Gangguan kegiatan
sekitar frekuensi (%) <20 20-40 40-60 60-80 >80
Tingkat pengangguran % <20 20-40 40-60 60-80 >80
Gangguan kesehatan prevalensi ISPA <20 20-40 40-60 60-80 >80
Persepsi terhadap
kegiatan sekitar % <20 20-40 40-60 60-80 >80
Tokoh
keberadaan dan
peran tidak ada ada
Sumber: Wardhani dan Sembel (2009)
Tabel 4. Indikator Kelembagaan
Variabel Indikator
Skor
1 2 3 4 5
Kelembagaan sosial
masyarakat Keberadaan ada tidak
Bentuk Pemilikan dan
Penguasaan Fasilitas Keberadaan monopoli
tidak
monopoli
Fasilitas Umum Keberadaan dekat jauh
Lokasi tempat wisata Keberadaan
di luar
pemukiman
di dalam
pemukiman
Sumber: Wardhani dan Sembel (2009)
3.3.4 Analisis Kesesuaian Lahan Wisata Pantai
Analisis keruangan untuk kesesuaian bertujuan untuk menentukan daerah
yang dianggap potensial berdasarkan kriteria-kriteria yang berhubungan secara
langsung dengan daerah pesisir yang menjadi objek penelitian (Aronoff 1991).
Kesesuaian kawasan yang dihasilkan dalam kegiatan/analisis ini merupakan
kesesuaian aktual atau kesesuaian pada saat ini (current suitability). Kesesuaian
aktual ini menunjukkan kondisi kawasan saat ini berdasarkan data yang tersedia
dan belum mempertimbangkan asumsi atau usaha perbaikan serta tingkat
pengelolaan yang dapat dilakukan untuk mengatasi berbagai kendala fisik atau
faktor-faktor penghambat yang kemungkinan ada. Potensi wisata pantai ditentukan
berdasarkan zonasi tingkat kerentanan pada peta kerentanan lingkungan dan
sumberdaya sesuai dengan peruntukannya. Hal ini dikarenakan setiap kegiatan
wisata mempunyai persyaratan sumberdaya dan lingkungan yang sesuai dengan
obyek wisata yang akan dikembangkan. Rumus yang digunakan untuk kesesuaian
wisata adalah (Hutabarat et al. 2009):
%100X
Nmaks
Ni
IKW  





=
Keterangan:
IKW : Indeks Kesesuaian Wisata
Ni : Nilai Parameter ke-i (bobot x skor)
N maks : Nilai maksimum dari suatu kategori wisata
Penentuan kesesuaian berdasarkan perkalian skor dan bobot yang diperoleh
dari setiap parameter. Keseuaian kawasan dilihat melalui tingkat persentase
kesesuaian dari penjumlahan nilai seluruh parameter. Parameter-parameter tersebut
mempunyai kriteria-kriteria yang berfungsi untuk menentukan variabel kesesuaian
pengembangan wisata pantai dan setiap variabel menggambarkan tingkat
kecocokan untuk penggunaan tertentu. Pada praktikum ini variabel kesesuaian
dibagi menjadi 3 kelas yang didefinisikan sebagai berikut:
• Kategori Sangat Sesuai (S1)
Kawasan tidak memiliki pembatas yang serius untuk suatu penggunaan tertentu
secara lestari atau hanya mempunyai pembatas yang kurang berarti dan tidak
berpengaruh secara nyata terhadap kegiatan atau produksi lahan tersebut, serta
tidak akan menambah masukan dari pengusahaan lahan tersebut.
• Kategori Sesuai (S2)
Kawasan yang memiliki pembatas yang agak besar untuk mempertahankan
tingkat pengelolaan yang harus diterapkan. Pembatas tersebut akan mengurangi
aktivitas dan keuntungan yang diperoleh, serta meningkatkan masukan untuk
mengusahakan lahan tersebut.
• Kategori Sesuai Bersyarat (S3)
Daerah ini memiliki pembatas-pembatas yang serius untuk mempertahankan
tingkat perlakuan yang harus ditetapkan.
• Kategori Tidak Sesuai (N)
Kawasan yang memiliki pembatas permanen/berat, sehingga tidak mungkin
dipergunakan terhadap suatu penggunaan tertentu yang lestari. Oleh karena itu
perlu mencegah segala kemungkinan perlakuan pada daerah tersebut.
Tabel 5 Matriks Kesesuaian Lahan Wisata Wisata Mangrove
No Parameter
Bobo
t
S1 S2 S3 N Keterangan
1.
Ketebalan
Mangrove (m)
5 >500
>200-
500
50-200 <50
NilaiSkor:
Kelas S1=4
Kelas S2=3
Kelas S3=2
Kelas N=1
Nilai Maks:
52
2.
Kerapatan
Mangrove (100m2
)
3
>15-
25
>10-
15
5-10 <5
3. Jenis Mangrove 3 >5 3-5 1-2 0
4. Pasang Surut (m) 1 0-1 >1-2 >2-5 >5
5.
Obyek Biota
(Jumlah jenis biota)
1 >4 3-4 2
Salah
satu biota
Sumber: Modifikasi dari Yulianda (2007)
Tabel 6 Matriks Kesesuaian Lahan untuk Wisata Rekreasi Pantai
No Parameter
Bobo
t
S1 S2 S3 N Keterangan
1.
Kedalaman
Dasar
perairan (m)
5 0-5 6-10 11-15 > 15
NilaiSkor:
Kelas S1=4
Kelas S2=3
Kelas S3=2
Kelas N =1
Nilai Maks:
112
2. Tipe Pantai 5
Pasir
putih
Pasir
putih,
sedikit
karang
Pasir
hitam,
berkarang,
sedikit
terjal
Lumpur,
berbatu,
terjal
3.
Lebar Pantai
(m)
5 > 15 10-15 3-<10 < 3
4.
Material
Dasar
Perairan
3 Pasir
Karang
berpasir
Pasir
berlumpur
Lumpur
5.
Kecepatan
Arus
(cm/dtk)
3 0-0.17 0.17-0.34 0.34-0.51 > 0.51
6.
Kemiringan
Pantai (˚)
3 <10 10-25 >25-45 >45
7.
Kecerahan
Perairan (m)
1 >10 >5-10 3-5 <2
8.
Penutupan
Lahan Pantai
1
Kelapa,
lahan
terbuka
Semak
Belukar
rendah,
savana
Belukar
tinggi
Hutan
bakau,
pemukiman
dan
pelabuhan
9.
Biota
Berbahaya
1
Tidak
ada
Bulu babi Bulu babi,
ikan pari
Bulu babi,
ikan pari,
lepu, hiu
10.
Ketersediaan
Air Tawar
(jarak/km)
1 <0.5 >0.5-1 >1-2 >2
Sumber: Modifikasi dari Yulianda (2007) dan Bakosurtanal (1996)
Tingkat Kesesuaian Wisata Pantai:
S1 : Sangat sesuai (nilai 80-100%) S3 : Sesuai bersyarat (nilai 35-<60%)
S2 : Cukup sesuai (nilai 60-<80%) N : Tidak sesuai (nilai <35%)
3.3.5 Analisis Daya Dukung Wisata
Potensi ekologis pengunjung dihitung berdasarkan area yan digunakan untuk
beraktifitas dan alam masih mampu untuk mentolerir kehadiran pengunjung.
Tabel 7 Potensi Ekologis Pengunjung (K) dan Luas Area Kegiatan (Lt)
Jenis
Kegiatan
Jml Pengunjung
(Orang)
Unit
Area
(Lt)
Keterangan
Wisata
Mangrove
1 50 m2
Dihitung panjang track, setiap 1
orang sepanjang 50 m
Rekreasi
Pantai
1 50 m2
1 orang setiap 50 m panjang pantai
Sumber: Hutabarat et al (2009)
Di sisi lain, faktor yang perlu dipertimbangkan adalah waktu kegiatan
pengunjung (Wp) yang dihitung berdasarkan lamanya waktu yang dihabiskan oleh
pengunjung untuk melakukan kegiatan wisata (Tabel). Waktu pengunjung
diperhitungkan dengan waktu yang disediakan untuk kawasan (Wt). Waktu
kawasan adalah lama waktu areal dibuka dalam satu hari, dan rata-rata waktu kerja
sekitar 8 jam (jam 8-16).
Tabel 8 Prediksi Waktu yang Dibutuhkan untuk Setiap Kegiatan Wisata
No. Kegiatan wisata Waktu yang dibutuhkan
Wp- (jam)
Total waktu 1 hari
Wt-(jam)
1. Wisata
mangrove
2 8
2. Rekreasi pantai 3 6
Sumber: Hutabarat et al (2009)
Analisis daya dukung ditujukan pada pengembangan wisata bahari dengan
memanfaatkan potensi sumberdaya pesisir, pantai dan pulau-pulau kecil secara
lestari. Hal ini dikarenakan pengembangan ekowisata bahari tidak bersifat
pariwisata masal (mass tourism), mudah rusak dan ruang pengunjung yang sangat
terbatas, sehingga diperlukan penentuan daya dukung kawasan. Metode yang
diperkenalkan untuk menghitung daya dukung pengembangan ekowisata bahari
dengan menggunakan konsep Daya Dukung Kawasan (DDK). DDK adalah jumlah
maksimum pengunjung yang secara fisik dapat ditampung di kawasan yang
disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan gangguan pada alam dan
manusia. Perhitungan DDK dalam bentuk rumus sebagai berikut (Hutabarat et al.,
2009):
𝐷𝐷𝐾 = 𝐾 ×
𝐿𝑝
𝐿𝑡
×
𝑊𝑡
𝑊𝑝
Dimana:
DDK : Daya Dukung Kawasan (Orang/hari)
K : Potensi ekologis pengunjung per satuan unit area
Lp : Luas area atau panjang area yang dapat dimanfaatkan
Lt : Unit area untuk kategori tertentu
Wt : Waktu yang disediakan oleh kawasan untuk kegiatan wisata
dalam satu hari
Wp : Waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk setiap kegiatan
tertentu
ACARA II
ANALISIS JUMLAH PENGUNJUNG
MAKSIMUM
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pariwisata saat ini dapat dikatakan sebagai primadona yang terus
dikembangkan baik oleh masyarakat maupun pemerintah. Pengembangan
pariwisata bila di kelola dengan baik akan menciptakan pendapatan
perekonomian yang tinggi. Sektor wisata akan mendorong dalam memajukan
ekonomi suatu daerah. Pariwisata mampu meningkatkan perekonomian sudatu
daerah, dikarenakan pariwisata mampu menyediakan lapangan kerja ,
menstimulasikan berbagai sektor-sektor produksi serta memberikan
konstribusinya terhadap kemajuan- kemajuan dalam pembangunan sarana
prasana yang di butuhkan baik untuk pariwisata tersebut maupun untuk
pemenuhan kebutuhan masyarakat, pelaksanaan program pemerintah,
pelestarian lingkungan hidup, dan sebagainya yang dapat memberikan
keuntungan dan kesenangan baik kepada masyarakat setempat maupun
wisatawan yang datang berkunjung (Pendit, 1995).
Objek wisata memiliki daya tarik yang berbeda-beda. Objek wisata
memiliki daya tarik didasarkan atas sumberdaya yang dapat menimbulkan rasa
senang, indah, nyaman, dan bersih. Adanya aksebilitas untuk mudah dikunjungi,
adanya spesifikasi yang berbeda dengan yang lain, terdapat sarana dan prasarana
penunjang untuk melayani para wisatawan yang hadir. Pada objek alam,
biasanya objek wisata alam dijadikan primadona kunjungan karena eksotik
merangsang untuk menciptakan kegiatan tambahan, rekreatif dan reflektif,
terapis dan lapang, faktor sejarah maupun aktraktifnya.
Pulau–pulau kecil memiliki potensi yang cukup tinggi. Potensi tersebut
berupa keanekaragaman hayati ikan, kerang, teripang dan karang.
Keanekaragaman hayati tersebut memberikan berbagai bentuk dan warna yang
mampu menyajikan keindahan alam di pulau-pulau kecil. Keindahan alam di
pulau-pulau kecil ini berpotensi untuk pengembangan ekowisata bahari. Kegiatan
ekowisata bahari memiliki nilai keuntungan ekonomi yang tinggi jika
pemanfaatannya dilakukan secara lestari (Cesar dkk., 2003).
Kegiatan wisata dan rekreasi yang utama saat ini adalah kegiatan wisata
pantai, wisata snorkeling dan selam. Hal ini menuntut diperhatikannya kelestarian
ekosistem terumbu karang, karena pariwisata merupakan industri yang sangat peka
terhadap perubahan eksternal, sehingga pemberdayaan masyarakat juga perlu jadi
perhatian. Pemberdayaan masyarakat disini mencakup pemahaman akan potensi
wisata. Kegiatan pemberdayaan masyarakat ini harus diarahkan pada peningkatan
kesadaran dan kepedulian sehingga kelestarian lingkungan perairan dan
daratannya dapat terjaga. Disamping kajian mengenai kegiatan wisata pantai,
snorkeling dan selam juga diperlukan kajian ilmiah mengenai daya dukung wisata
untuk menentukan jumlah maksimum pengunjung wisata yang masih dapat
ditolerir suatu kawasan ekowisata.
Perkembangan ekowisata bahari perlu penentuan daya dukung kawasan
agar kegiatan ekowisata yang dilakukan dapat berlangsung secara terus menerus
dan merumuskan pengelolaan yang tepat dan efektif guna meningkatkan
potensi Kawasan Pulau Berhala bagi masyarakat sekitar, pendapatan anggaran
daerah (PAD) dan juga sebagai sumber devisa bagi Negara.
1.2 Tujuan Praktikum
Tujuan Praktikum ini adalah agar mahasiswa mampu jumlah pengunjung
maksimum daerah wisata
II. TINJAUAN PUSTAKA
Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama
menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Diawali dari kegiatan yang semula hanya
dinikmati oleh segelintir orang-orang yang relatif kaya pada awal abad ke-20, kini telah
menjadi bagian dari hak azasi manusia. Hal ini terjadi tidak hanya di negara maju tetapi
mulai dirasakan pula di negara berkembang. Indonesia sebagai negara yang sedang
berkembang dalam tahap pembangunannya, berusaha membangun industri pariwisata
sebagai salah satu cara untuk mencapai neraca perdagangan luar negeri yang berimbang.
Melalui industri ini diharapkan pemasukan devisa dapat bertambah (Pendit, 2002).
Pariwisata adalah istilah yang diberikan apabila seseorang wisatawan melakukan
perjalanan itu sendiri,atau dengan kata lain aktivitas dan kejadian yang terjadi ketika
seseorang pengunjung melakukan perjalanan (Sutrisno, 1998:23). Pariwisata
secara singkat dapat dirumuskan sebagai kegiatan dalam masyarakat yang berhubungan
dengan wisatawan (Soekadijo, 2000:2).
Wisatawan menurut Norval (Yoeti, 1995) adalah setiap orang yang datang dari suatu
Negara yang alasannya bukan untuk menetap atau bekerja di situ secara teratur, dan
yang di Negara dimana ia tinggal untuk sementara itu membalanjakan uang yang
didapatkannya di lain tempat. Sedangkan menurut Soekadijo (2000), wisatawan adalah
pengunjung di Negara yang dikunjunginya setidak- tidaknya tinggal 24 jam dan
yang datang berdasarkan motivasi.
Daya tampung dalam sebuah kawasan wisata didefinisikan sebagai Level kehadiran
wisatawan yang menimbulkan dampak pada masyarakat setempat, lingkungan, dan
ekonomi yang masih dapat ditoleransi baik oleh masyarakat maupun wisatawan itu sendiri
dan memberikan jaminan sustainability pada masa mendatang. Menurut Cooper et al
dalam umar (2013) lebih memberi tekanan pada kehadiran wisatawan dari pada jumlah
wisatawan karena menurutnya level kehadiran lebih tepat dipakai sebagai pendekatan bagi
sejumlah faktor seperti lama tinggal (length of stay), karakteristik wisatawan, konsentrasi
wisatawan pada lokasi geografis tertentu dan derajat musiman kunjungan wisatawan.
Mathieson & Wall (1982) berpendapat tentang Konsep daya tampung obyek wisata juga
mengemukakan yakni bahwa daya tampung obyek wisata adalah kemampuan areal
(kawasan) obyek wisata yang dapat memenuhi kebutuhan wisatawan secara
“maksimum” tanpa merubah kondisi fisik lingkungan dan tanpa penurunan kualitas
yang dirasakan oleh wisatawan selama melakukan aktivitas wisata. Penggunaan kata
“maksimum” pada definisi di atas dinilai memiliki tendensi makna yang sama dengan
kata “optimum” pada definisi Soemarwoto (1997) karena adanya batasan “tanpa
penurunan kualitas yang dirasakan oleh wisatawan”. Hal ini berarti bahwa daya tampung
obyek wisata menurut konsep Mathieson & Wall (1982) berorientasi pada pemenuhan
kepuasan berwisata dan pencegahan dampak negatif pada lingkungan yang mungkin
timbul
III. METODE
3.1 Lokasi dan Waktu
Prktikum inidilaksanakan pada Bulan …………………..di Desa ……………..
Kecamatan……………Kabupaten…………..Provinsi Lampung.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah alat tulis, Pita meter, Pengukur
waktu (jam), Alat dokumentasi (Kamera). Laptop, lembar kuisioner kepada
pengelola, masyarakat, dan pengunjung.
3.3 Jenis dan Data
Praktikum ini berjenis gabungan, dengan menggabungkan antara jenis kualitatif
dan kuantitatif yang mana terdapat masalah atau pembahasan yang akan
dijelaskan menggunakan kalimat atau di deskripsikan dan terdapat juga
permasalahan atau pembahan yang akan dijelaskan menggunakan secara
matematik/matematis misalnya dengan menggunakan GIS dalam pengelolaan
peta (Pratiwi Istiwigati dkk 2013). Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode deskriptif evaluatif yang bertujuan untuk membantu
pengambilan keputusan, perubahan program, menemukan fakta- fakta untuk
keberlanjutan dan menyempurnakan pelaksanaan suatu kegiatan/program
berdasarkan informasi yang telah didapatkan (Sukmadinata, 2009).
Metode pengumpulan data yang meliputi data primer dan data sekunder
dilakukan dengan cara observasi langsung ke lapangan untuk mengetahui
bagaiman kondisi di lokasi penelitian, serta dalam upaya memenuhi informasi
dalam proses wawancara teknik yang digunakan dalam penentuan sampling ialah
teknik area cluster random sampling agar jumlah sampel tidak terlalu banyak.
Rincian data disajikan pada Tabel 1.
Metode yang digunakan untuk pengumpulan data adalah sebagai berikut:
A. Wawancara
Wawancara dilakukan dengan Teknik semi terstruktur yang mengacu
pada panduan wawancara untuk emmudahkan dan memfokuskan
pertanyaan.
1. Pengelola
Dilakukan dengan Teknik snowball sampling dilakukan untuk
menemukan informan kunci yang diperlukan
2. Masyarakat
Masyarakat yang diwawancara adalah masyarakat yang tinggal
diwilyah tersebut (penduduk tetap)
3. Pengunjung
Responden ditentukan dengan random sampling, atau secara acak dari
populasi pengunjung yang ada.
Tabel 1. Jenis dan Teknik Pengambilan Data
No Data yang
dibutuhkan
Sumber Teknik pengumpulan data
1 Pengelola wisata Pengelola,
masyarakat dan
pengunjung
Wawancara dan studi pustaka
2 Kegiatan wisata Pengelola,
pengunjung dan
masyarakat
Wawancara, observasi lapang
(dokumentasi), menghitung
total luasan yang
dimanfaatkan untuk kegiatan
wisata
3 Selang waktu
kedatangan
pengunjung
Waktu kedatangan
dan kepulangan
Observasi lapang
4 Jarak antar
kelompok
pengunjung
Waktu kedatangan
kelompok 1 dan
kelompok
berikutnya
Observasi lapang
5 Gangguan wisata pengunjung Wawancara
6 Pengaruh wisata
terhadap
kelestarian
sumberdaya
Pengelola,
masyarakat dan
pengunjung
Wawancara dan observasi
lapang
B. Luas area wisata dan untuk kebutuhan tertentu
Luas total Kawasan yang digunakan/ dimanfaatkan sebagai area wisata
diperoleh dengan menghitung luasan daerah yang dimasuki pengunjung.
Area tersebut meliputi jalan utama, jalan cabang, lebar pantai, luas laut
untuk berenang, snorkeling dan menyelam. Luasan dihitung dengan
bantuan aplikasi Google Earth dan divalidasi di lapangan
C. Validasai Data
Validasi dan akurasi data dilakukan dengan observasi langsung dan
mendokumentasikan objek yang diteliti.
3.4 Analisis Data
Penghitungan analisis daya tampung mengacu pada rumus perhitungan
daya tampung wisata yang dikembangkan oleh Cifuentes (1992). Penetapan
jumlah kunjungan maksimum suatu obyek wisata didasarkan pada kondisi fisik,
manajemen pada obyek wisata buatan dengan mempertimbangkan tiga aspek
utama yaitu (Physical Carrying Capacity/PCC), daya-tampung riil (Real Carrying
Capacity/RCC) dan daya- tampung efektif (Effevtive Carrying Capacity/ECC).
Dalam perhitungan daya tampung wisata oleh Cifuentes (1992) yang merupakan
hasil modifikasi dengan penelitian Douglas (1975) oleh Fandeli & Muhammad
(2009) diketahui rumusnya sebagai berikut :
1. Daya Tampung Fisik
PCC adalah daya tampung fisik (Physical Carrying Capacity) yaitu batas
maksimum dari kunjungan yang dapat dilakukan dalam satu hari; A adalah
luas area yang digunakan untuk wisata; B adalah luas area yang dibutuhkan oleh
seorang wisatawan untuk berwisata dengan tetap memperoleh kepuasan
(kegiatan piknik nilai B adalah 65 m²); Rf adalah faktor rotasi.
𝐹𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑅𝑜𝑡𝑎𝑠𝑖 (𝑅𝑓) =
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑗𝑎𝑚 𝑜𝑝𝑒𝑟𝑎𝑠𝑖𝑜𝑛𝑎𝑙 𝑜𝑏𝑗𝑒𝑘 𝑤𝑖𝑠𝑎𝑡𝑎
𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑙𝑎𝑚𝑎 𝑘𝑢𝑛𝑗𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛
Penilaian daya tampung fisik berdsarkam rumus Physical Carrying Capacity
(PCC) perlu diketahui terlebih dahulu luas untuk masing-masing ruang, nilai A
dan B seperti yang akan dijelaskan berikut ini :
Nilai A terdiri dari misalnya (Hanya Contoh):
1. Ruang Gerak Pengunjung di pantai adalah 10.000 m2
B. Ruang Publik
Ruang Publik tidak dapat dihitung dengan rumus PCC karean luasannya
tidak dapat menampung pengunjung seperti
• Tempat ibadah memiliki luas 25 m2 yang dapat menampung 25
orang
• Pos jaga memiliki luas 13 m2 yang dapat menampung 4
security
• Kantor memiliki luas 200 m2 yang dapat menampung 140
karyawan
• Restoran dan Food Court memiliki luas 470 m2 yang dapat
menampung 20
• RTH memiliki luas 48.292 m2
C. Ruang Pemanfaatan Wahana
• Pantai untuk berenang dapat menampung 20 orang
• Pantai untuk snorkling dapat menampung 15 orang
• Mangrove tracking dapat menampung 1orang dengan durasi 3 menit
• Perahu dapat menampung 10 orang dengan durasi 5 menit
• Sepeda Air dapat menampung 12 orang dengan durasi 5 menit
Tabel 3. Hasil pengukuran Nilai Daya Tampung Fisik (Physical Carrying
Capacity/PCC)
Ruang
Pengelolaan
A (m2) B (m2) Rf (jam) Nilai PCC
(Pengunjung/hari)
Ruang Gerak
Pengunjung
Ruang
Publik
Tempat
Ibadah
Pos Jaga
Kantor
Restoran
& Food
Court
RTH
Ruang
Pemanfaatan
Wahana
Jumlah
Nilai B ditentukan berdasarkan penelitian dari Douglass (1975) yang
menghitung luas area yang dibutuhkan seorang wisatawan untuk tetap meperoleh
kepuasan (Fandeli & Muhammad, 2009). Nilai B yang digunakan pada
perhitungan nilai daya tampung fisik ini adalah untuk jenis aktivitas wisatawan
berpiknik yaitu sebesar 65 m².
2. Daya Tampung Riil
Rumus daya tampung riil dalam Zacarias (2011) mengacu pada Cifuentes (1992)
adalah sebagai berikut :
Dan dapat dirubah dalam bentuk persen menjadi
RCC adalah daya tampung riil (Real Carrying Capacity) yaitu jumlah maksimum
pengunjung yang dapat mengunjungi situs area wisata tertentu berdasarkan faktor
koreksi menurut karakter biofisik setempat; PCC adalah daya tampung fisik
(Physical Carrying Capacity); Cf......Cfn adalah faktor-faktor koreksi dari parameter
biofisik lingkungan suatu area wisata. Untuk menghitung faktor koreksi
Cfn menggunakan rumus sebagai berikut (Zacarias et al, 2011):
Cfn adalah faktor koreksi ke-n terkait dengan data komponen ke-n; Mn adalah
kondisi nyata pada variabel fn terhitung; Mt adalah batas maksimum pada
variabel fn tersebut. Adapun faktor koreksi dari aspek biofisik lingkungan pada
area wisata buatan di Kota Batu yang diidentifikasi sebagai faktor pembatas
terhadap aktivitas wisata khususnya terhadap kunjungan wisatawan ke area
wisata serta kepuasan dan kenyamanan wisatawan bergerak dengan leluasa.
Faktor koreksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Curah hujan (Cf1)
b. Gangguan dari Kapal (Cf12)
b. Gangguan kegiatan lain (Kapal nelayan) (Cf3)
c. Gangguan hewan liar (Bulu Babi) (Cf4)
Perhitungan faktor koreksi ini didasarkan oleh penilaian daya tampung
lingkungan wisata oleh Siswantor (2012) dan Sustri (2009) Grojogan Sewu dan
Taman Nasional Kepulauan Togean (modifikasi penulis). Untuk obyek wisata
buatan di Kota Batu, faktor-faktor biofisik yang diidentifikasi sebagai faktor
pembatas dalam penghitungan daya tampung lingkungan wisata adalah sebagai
berikut :
Curah hujan (Cf1) Musim hujan cukup mempengaruhi aktivitas wisata di Kota
Batu yaitu dimana pada bulan- bulan dengan intensitas hujan yang tinggi dan
cenderung mempengaruhi jumlah kunjungan wisatawan yang datang.
Perhitungan faktor koreksi curah hujan menurut Sustri (2009) didasarkan pada
Indeks Curah Hujan selama 10 tahun terakhir dengan membandingkan bulan
kering dan bulan basah yaitu menggunakan persamaan:
Penghitungan daya tampung riil (Real Carrying Capacity/RCC) berdasarkan
rumus yang telah dijelaskan diatas maka yang pertama yang perlu diketahui
adalah factor pembatas (Cf1) dan nilai (Cfn) yang merupakan factor koreksi ke-n.
berdasarkan hasil pengamatan di lapangan menunjukkan aspek biofisik yang
dianggap menjadi faktor pembatas daya tampung obyek wisata ialah curah hujan.
A. Curah Hujan, pada tahun 2017 jumlah bulan basah ialah 8 dan bulan kering
sebanyak 2, sementara 2 bulan lainnya adalah bulan lembab yang merupakan
pertengahan diantara keduanya
B. Berdasarkan klasifikasi iklim oleh Schmidt terdapat 8 kelas yaitu :
0 – 0,143 = Sangat Basah
0,143 – 0,333 = Basah
0,333 – 0,6 = Agak Basah
0,6 – 1 = Sedang
1 – 1,67 = Agak Kering
1,67 – 3 = Kering
3 – 7 = Sangat Kering
> 7 = Luar Biasa Kering
Maka ditentukan nilai Curah hujan dengan rumus :
Tabel 2. Klasifikasi pengaruh gangguan kegiatan wisata
3. Daya Tampung Efektif
Daya tampung efektif adalah suatu hasil kombinasi daya tampung riil dengan
kapasitas manajemen area wisata, dapat dilihat rumusnya sebagai berikut:
ECC adalah daya tampung efektif (Effective Carrying Capacity); PCC
adalah daya tampung fisik (Physical Carrying Capacity); MC adalah kapasitas
manajemen area. Parameter terakhir ini didekati melalui kapasitas petugas
pengelola pada area wisata, dengan menggunakan rumus (Siswantoro, 2012) :
Rn adalah jumlah petugas pengelola yang ada; Rt adalah jumlah petugas
pengelola yang dibutuhkan.
4. Analisis dan Interprestasi
Analisis daya dukung wisata dilakukan dengan membandingkan data yang
dihasilkan dalam analisis daya dukung sebelumnya (PCC, RCC dan ECC).
Ketentuannya adalah :
PCC > RCC dan RCC > ECC
Hasil analisis ini dijadikan standar dalam menentukan daya dukung wisata di
Kebun Raya Cibodas. Jika PCC > RCC > ECC maka daya dukung wisata di suatu
kawasan. Artinya pengelola masih dapat melakukan upaya untuk meningkatkan
jumlah wisatawan sampai pada batas nilai perhitungan hasil dari persamaan di
atas.
Namun, jika ECC lebih besar dari RCC dan RCC lebih besar dari PCC, maka
kawasan tersebut telah melebihi batas maksimum kapasitas daya dukungnya.
UNTUK
MODUL
TAHUN
DEPAN SAJA
ACARA III
TEKNIK PERHITUNGAN TARIF
MASUK KAWASAN EKOWISATA
I.PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
DAFTAR PUSTAKA
Aronoff S. 1991. Geographic Information System A Management Perspektive.
WDL Publications. Ottawa.
[Bakosurtanal] Badan Koordinator Survei Tanah Nasional. 1996. Pengembangan
Prototipe Wilayah Pesisir dan Marina Kupang NTT. Pusat Bina Aplikasi
Inderaja dan SIG. Jakarta.
Bengen D G. 2004. Pedoman teknis: Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem
Mangrove. PKSPL-IPB. Bogor.
Cicin S, R W Knecht. 1998. Integrated Coastal and Marine Management. Island
Press, Washington D.C.
Cicin S, R W Knecht. 1998. Integrated Coastal and Marine Management. Island
Press, Washington D.C.
Elly M J. 2009. Sistem Informasi Geografis Menggunakan Aplikasi Arc View 3.2
dan ERMapper 6.4. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Hall C M. 2001. Trends in ocean and coastal tourism: the end of the last frontier?
Ocean & Coastal Management Vol 44: 601–618 p.
Hutabarat A A, F Yulianda, A Fahrudin, S Harteti, Kusharjani. 2009. Pengelolaan
Pesisir dan Laut Secara Terpadu. Pusdiklat Kehutanan Departemen
Kehutanan RI. SECEM-Korea International Coorporation Agency. Bogor.
Kim S dan Y Kim. Overview of Coastal and Marine Tourism in Korea. 1996.
Journal of Tourism Studies Vol 7 (2): 46–53 p.Lawaherilla N E. 2002.
Pariwisata Bahari: Pemanfaatan Potensi Wilayah Pesisir dan Lautan.
Makalah Falsafah Sains (PPs 702) Program Pasca Sarjana / S3 Institut
Pertanian Bogor.
Miller M. 1993. The Rise of Coastal and Marine Tourism. Ocean & Coastal
Management Vol 21 (1–3): 183–99p.
Orams M. 1999. Marine Tourism: Development, Impacts and Management.
London: Routledge.
Ryan C. 2002. Equity, Management, Power Sharing and Sustainability Issues of
The New Tourism. Tourism Management Vol 23: 17–26 p.
Samiyono, Trismadi. 2001. Peta Pelayaran Wisata Bahari Indonesia. Prosiding
Seminar Laut Nasional III. Ikatan Sarjana Oseanologi Indonesia 29-31 Mei.
Jakarta.
Setyawan A D, K Winarno. 2006. Permasalahan Konservasi Ekosistem Mangrove
di Pesisir Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. . Jurnal Biodiversitas Vol 7
(2): 159-163 hal.
Sunarto. 2000. Kausalitas Poligenik dan Ekuilibrium Dinamik sebagai Paradigma
dalam Pengelolaan Ekosistem Pesisir. Prosiding. Seminar Nasional
Pengelolaan Ekosistem Pantai dan Pulau-pulau Kecil dalam Konteks
Negara Kepulauan. Badan Penerbit Fakultas Geografi Universitas Gajah
Mada. Yogyakarta.
Wardhani M K dan Sembel L. 2009. Rancangan Indikator Kerentanan Kawasan
Wisata Pantai. Presentasi Tugas Kerentanan Lingkungan Pesisir dan
Lautan. Mayor Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Wong P P. 1991. Coastal Tourism in Southeast Asia. ICLARM Education Series
13. International Centre For Living Aquatic Resources Management,
Manila, Philippines: 40 p.
Yulianda F. 2007. Ekowisata Bahari sebagai Alternatif Pemanfaatan Sumberdaya
Pesisir Berbasis Konservasi. (Makalah) Disampaikan pada Seminar Sains
21 Februari 2007 pada Departemen Manajenem Sumberdaya Perairan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.
Valentina Castelani & Serenella Sala, Carrying Capacity of Tourism System:
Assessment of Environmental and Management Constraints
Towards Sustainability. Department of Environmental Science.
University of Milano-Bicocca.
Elena Maggi & Franco Lorenzo Fredella, The carrying capacity of a tourist
destination. The case of a coastal Italian city. Department of Science
Economic. Degli University.
University Of The Aegean. Defining, Measuring And Evaluating Carrying
Capacityin European Tourism Destinations. Department Of
Environmental Studies. Laboratory of Environmental Planning Athens.
Yuliani, Strategi Komunikasi Dinas Kebudayaan Pariwisata Dan Kominfo
( Disbudpar ) Dalam Meningkatkan Kunjungan Wisatawan Di Desa
Pampang Kota Samarinda. Jurnal Komunikasi, Universitas
Mulawarman.
Siswanto, Hariadi. Kajian Daya Tampung Lingkungan Wisata Alam Taman Wisata
Alam Grojogan Sewu Kabupaten Karanganyar. Jurnal Ilmu Lingkungan.
Universitas Diponegoro.
Cahyadi, Hery Sigit. Kapasitas Daya Tampung Psikologi Wisatawan Di
Pananjakan 1, Taman Nasional Bromo, Tengger Semeru, Jawa Timur.
Jurnal Manajemen Resort dan Leisure Vol.13 No.1 April 2016. Sekolah
Tinggi Pariwisata Bandung.
Lucyanti, Silvia dkk, Penilaian Daya Tampung Wisata di Obyek Wisata Bumi
Perkemahan Palutungan Taman Nasional Gunung Ciremai Propinsi
Jawa Barat. Proseding Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam
dan Lingkungan 2013. Universitas Diponegoro.
Hayati, Naila. Pemilihan Metode Yang Tepat Dalam Penelitian (Metode Kuantitatif
dan Metode Kualitatif). Jurnal Tarbiyah dan Keguruan. Universitas IAIN
Imam Bonjol Padang.
Lampiran 1. Contoh Kuisioner
Panduan praktikum ekowisata bahari2019
Panduan praktikum ekowisata bahari2019
Panduan praktikum ekowisata bahari2019
Panduan praktikum ekowisata bahari2019
Panduan praktikum ekowisata bahari2019
Panduan praktikum ekowisata bahari2019
Panduan praktikum ekowisata bahari2019
Panduan praktikum ekowisata bahari2019
Panduan praktikum ekowisata bahari2019
Panduan praktikum ekowisata bahari2019
Panduan praktikum ekowisata bahari2019
Panduan praktikum ekowisata bahari2019
Panduan praktikum ekowisata bahari2019
Panduan praktikum ekowisata bahari2019
Panduan praktikum ekowisata bahari2019
Panduan praktikum ekowisata bahari2019
Panduan praktikum ekowisata bahari2019
Panduan praktikum ekowisata bahari2019
Panduan praktikum ekowisata bahari2019
Panduan praktikum ekowisata bahari2019
Panduan praktikum ekowisata bahari2019
Panduan praktikum ekowisata bahari2019
Panduan praktikum ekowisata bahari2019
Panduan praktikum ekowisata bahari2019
Panduan praktikum ekowisata bahari2019
Panduan praktikum ekowisata bahari2019
Panduan praktikum ekowisata bahari2019
Panduan praktikum ekowisata bahari2019
Panduan praktikum ekowisata bahari2019
Panduan praktikum ekowisata bahari2019
Panduan praktikum ekowisata bahari2019
Panduan praktikum ekowisata bahari2019
Panduan praktikum ekowisata bahari2019
Panduan praktikum ekowisata bahari2019
Panduan praktikum ekowisata bahari2019
Panduan praktikum ekowisata bahari2019
Lampiran 2. Ketentuan pembuatan laporan
A. FORMAT ISI LAPORAN
HALAMAN SAMPUL
LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR NILAI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Praktikum
Manfaat Praktikum
TINJAUAN PUSTAKA
METODE
Lokasi Pengambilan Data
Alat dan Bahan
Tata Kerja
Pengambilan Data
Jenis Data
Analisis Data
PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi
Hasil analisis Data
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Ketentuan Khusus
a) Laporan diketik pada kertas berukuran A4 dengan batas sembir 4 3 3 3, spasi
1,15 fonta Arial 11
b) Style Penulisan untuk Bab, Sub Bab menggunakan format Heading 1,
Heading 2 dst
c) Penyitiran atau Sitasi menggunakan menu inset citation yang terdapat pada
MS Office Word, dan daftar pustaka menggunakan insert Bibliografi
dengan Style APA 6th
Edition
d) Penulisan judul table dan judul gambar menggunakan menu insert caption
B. Contoh Halaman Sampul
LAPORAN PRAKTIKUM EKOWISATA BAHARI
ACARA :
Disusun Oleh:
NAMA.
NPM.
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
JURUSAN PERIKANAN DAN KELAUTAN
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG
Bandar Lampung
2019
C. Contoh Halaman Pengesahan
Judul : Laporan Praktikum Ekowisata Bahari
Acara :
Bandar Lampung, 17 Agustus 2019
Diperiksa Oleh
(Asisten)
NPM
Disusun Oleh
Nama
NPM
Tanggal Diperiksa : 17 Agustus 2019
Disetujui
Dosen Pengampu
NIP
Tanggal Disetujui : 17 Agustus 2019
Akan sah jika ditanda tangani dengan
ballpoint warna merah dan tanggal
pemeriksaan tulis tangan
Akan sah jika ditanda tangani dengan
ballpoint warna biru dan tanggal
pemeriksaan tulis tangan
LEMBAR NILAI
Unsur yang Dinilai Nilai (N) Proporsi (P) N x P
Kesesuaian dengan Format dan Panduan 40%
Kesesuaian dengan EYD 10%
Kesesuaian Acuan dengan Acara 20%
Kedalaman Pembahasan 30%
TOTAL 100%
Plagiarisme * -
NILAI AKHIR
Keterangan:
*Nilai Plagiarisme adalah nilai pengurangan, NILAI AKHIR adalah TOTAL
DIKURANGI dengan nilai plagiarism yang besarnya equivalen dengan
persentase plagiasi yang dilakukan.
Contoh
NILAI TOTAL = 80
Plagiasi = 10%
Maka NILAI AKHIR = 80 – (80 x 10%) = 80 – 8 =72
Panduan praktikum ekowisata bahari2019

More Related Content

PPTX
Geografi pariwisata indonesia (manajemen resort dan leisure) pendahuluan
PDF
Pengembangan Eko Wisata
PPTX
05 pengembangan pariwisata bahari
PPTX
Kuliah 3 motif dan-atraksi-wisata-atraksi
PDF
Pengembangan pariwisata bahari
PPTX
Prinsip Pariwisata Berkelanjutan - Partisipasi
PDF
Dampak Pariwisata Terhadap Perekonomian Indonesia
PDF
Sistem kepariwisataan
Geografi pariwisata indonesia (manajemen resort dan leisure) pendahuluan
Pengembangan Eko Wisata
05 pengembangan pariwisata bahari
Kuliah 3 motif dan-atraksi-wisata-atraksi
Pengembangan pariwisata bahari
Prinsip Pariwisata Berkelanjutan - Partisipasi
Dampak Pariwisata Terhadap Perekonomian Indonesia
Sistem kepariwisataan

What's hot (20)

PPTX
PPT Potensi dan Pengelolaan Sumber Daya Pariwisata
PPT
4. 5. & 6. Geografi Pariwisata - Peran Kajian Geografi Dalam Kegiatan Kepari...
PDF
Ekonomi kelautan dan perikanan
PPT
Konsep Ekowisata
PPTX
Komponen kegiatan pariwisata
PPSX
Pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu I
PPTX
Power point terumbu karang
PPT
3. Geografi Pariwisata - Pengertian & Ruang Lingkup Kajian Geografi Pariwisata
PPT
Geografi pariwisata
PPT
2. Geografi Pariwisata - Pengantar Perkuliahan
PDF
Pikp module11- manaj perikanan1
PPTX
Konservasi laut
PPTX
Industri pariwisata
PPTX
Ekositem pantai berbatu
PPTX
3.1. memahami industri pariwisata
PPTX
Presentasi Power Point Kepariwisataaan
PPTX
Dasar-Dasar Pengelolaan Pesisir Dan Laut
PDF
Model Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan
PDF
Pengembangan Pariwisata Daerah
PDF
Industri pariwisata.
PPT Potensi dan Pengelolaan Sumber Daya Pariwisata
4. 5. & 6. Geografi Pariwisata - Peran Kajian Geografi Dalam Kegiatan Kepari...
Ekonomi kelautan dan perikanan
Konsep Ekowisata
Komponen kegiatan pariwisata
Pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu I
Power point terumbu karang
3. Geografi Pariwisata - Pengertian & Ruang Lingkup Kajian Geografi Pariwisata
Geografi pariwisata
2. Geografi Pariwisata - Pengantar Perkuliahan
Pikp module11- manaj perikanan1
Konservasi laut
Industri pariwisata
Ekositem pantai berbatu
3.1. memahami industri pariwisata
Presentasi Power Point Kepariwisataaan
Dasar-Dasar Pengelolaan Pesisir Dan Laut
Model Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan
Pengembangan Pariwisata Daerah
Industri pariwisata.
Ad

Similar to Panduan praktikum ekowisata bahari2019 (20)

PDF
Ekoling3. valuasi ekonomi sda-klh
DOCX
Makalah Mata Kuliah Ekologi dan Lingkungan - S1 Pariwisata 2014
DOCX
Laporan penelitian pariwisata
DOCX
Pengembangan Pariwisata Pantai Ngliyep
DOCX
Halaman pengesahan
DOCX
PDF
Pedoman teknis-pengelolaan-konservasi-penyu
DOCX
Silabus ipa smp kelas 7 kurikulum merdeka
PPTX
PPT RAZNAH.pptx
PPTX
@PengantarEkowisata202468dcfyerwtwr2sn46w3
PDF
Laporan penelitian analisis pengaruh daya tarik wisata, aksesibilitas, fasili...
PDF
Skripsi bagan
PDF
Optimalisasi potensi taman jurug guwo luweng sebagai alternatif destinasi wis...
PDF
simulasi bencwna alam ,bwnjir ,tsunami,h
PDF
IPA Modul 2 KB 2 Rev
PDF
Ekosistem dan-sumberdaya-alam-pesisir-penerapan-pendidikan-karakter-konservasi
PDF
Tugasakhirindraherlangga1305030029 090829023233-phpapp01
PDF
Tugas Akhir Indra Herlangga (1305030029)
PDF
Pendidikan Karakter Berbasis Lingkungan: Konsep dan Penerapan pada Edu-Ekowisata
DOCX
Laporan caving
Ekoling3. valuasi ekonomi sda-klh
Makalah Mata Kuliah Ekologi dan Lingkungan - S1 Pariwisata 2014
Laporan penelitian pariwisata
Pengembangan Pariwisata Pantai Ngliyep
Halaman pengesahan
Pedoman teknis-pengelolaan-konservasi-penyu
Silabus ipa smp kelas 7 kurikulum merdeka
PPT RAZNAH.pptx
@PengantarEkowisata202468dcfyerwtwr2sn46w3
Laporan penelitian analisis pengaruh daya tarik wisata, aksesibilitas, fasili...
Skripsi bagan
Optimalisasi potensi taman jurug guwo luweng sebagai alternatif destinasi wis...
simulasi bencwna alam ,bwnjir ,tsunami,h
IPA Modul 2 KB 2 Rev
Ekosistem dan-sumberdaya-alam-pesisir-penerapan-pendidikan-karakter-konservasi
Tugasakhirindraherlangga1305030029 090829023233-phpapp01
Tugas Akhir Indra Herlangga (1305030029)
Pendidikan Karakter Berbasis Lingkungan: Konsep dan Penerapan pada Edu-Ekowisata
Laporan caving
Ad

More from Eko Efendi (20)

PPTX
05 mekanisme adaptasi
PPT
Alkalinitas
PPTX
Sistem karbonat
PPT
Co2 di air laut
PPTX
Asam Basa Air Laut_Pertemuan 6
PPTX
Kimia Air Laut_Pertemuan 5
PPTX
Pertemuan 05 upwelling
PPTX
Pertemuan 07 citra
PPTX
Pertemuan 06 el nino climate change
PPTX
Pertemuan 04 eddies dan biogeokimia
PPT
Pertemuan 03 front
PPT
Pertemuan 02 global klorofil
PPT
Pertemuan 01 produktivity
PDF
Modul perkuliahan
DOCX
Kontrak kuliah
PPTX
6 7 8_merencanakan pariwisata berkelanjutan berbasis masyarakat
PPTX
04 ecotourism
PPTX
03 perkembangan parisata kelautan indonesia
PPTX
02 konsep kepariwisataan
PPTX
FISIKA DASAR_06 momentum
05 mekanisme adaptasi
Alkalinitas
Sistem karbonat
Co2 di air laut
Asam Basa Air Laut_Pertemuan 6
Kimia Air Laut_Pertemuan 5
Pertemuan 05 upwelling
Pertemuan 07 citra
Pertemuan 06 el nino climate change
Pertemuan 04 eddies dan biogeokimia
Pertemuan 03 front
Pertemuan 02 global klorofil
Pertemuan 01 produktivity
Modul perkuliahan
Kontrak kuliah
6 7 8_merencanakan pariwisata berkelanjutan berbasis masyarakat
04 ecotourism
03 perkembangan parisata kelautan indonesia
02 konsep kepariwisataan
FISIKA DASAR_06 momentum

Recently uploaded (20)

PPTX
Berpikir_Komputasional_Kelas5_IlustrasiKosong.pptx
PDF
Modul Ajar Deep Learning Seni Rupa Kelas 6 Kurikulum Merdeka
PDF
Laktasi dan Menyusui (MK Askeb Esensial Nifas, Neonatus, Bayi, Balita dan Ana...
PDF
2. ATP Fase F - PA. Islam (1)-halaman-1-digabungkan.pdf
PDF
BukuKeterampilanMengajar-MNCPublishing2019.pdf
PPTX
Inkuiri_Kolaboratif_Pembelajaran_Mendalam (1).pptx
PPTX
7 KEBIASAAN ANAK INDONESIA HEBAT.pptx xx
PDF
Modul Ajar Deep Learning IPAS Kelas 6 Kurikulum Merdeka
PPTX
Tools of Digital Media in Marketing Era Digital 4.0_WEBINAR PDPTN "Digital Ma...
DOCX
Modul Ajar Pembelajaran Mendalam PKWU Kerajinan Kelas 12 Terbaru 2025
PPTX
Pengimbasan pembelajaran mendalam (deep learning
PDF
Modul Ajar Deep Learning Matematika Kelas 6 Kurikulum Merdeka
PPT
Inkuiri Kolaboratif bagi guru di Satuan Pendidikan .ppt
PPT
KOMITMEN MENULIS DI BLOG IGTIK PB PGRI.ppt
PDF
Jurnal Kode Etik Guru Untuk Persyaratan PPG
PPTX
Materi Refleksi Akhir Tahun Sutan Raja.pptx
PDF
Ilmu tentang pengembangan teknologi pembelajaran
PDF
RPM BAHASA INDONESIA KELAS 7 TEKS DESKRIPSI.pdf
PDF
12. KSP SD Runiah Makassar OK School.pdf
DOCX
LK Modul 3 - Menentukan Pengalaman Belajar.docx
Berpikir_Komputasional_Kelas5_IlustrasiKosong.pptx
Modul Ajar Deep Learning Seni Rupa Kelas 6 Kurikulum Merdeka
Laktasi dan Menyusui (MK Askeb Esensial Nifas, Neonatus, Bayi, Balita dan Ana...
2. ATP Fase F - PA. Islam (1)-halaman-1-digabungkan.pdf
BukuKeterampilanMengajar-MNCPublishing2019.pdf
Inkuiri_Kolaboratif_Pembelajaran_Mendalam (1).pptx
7 KEBIASAAN ANAK INDONESIA HEBAT.pptx xx
Modul Ajar Deep Learning IPAS Kelas 6 Kurikulum Merdeka
Tools of Digital Media in Marketing Era Digital 4.0_WEBINAR PDPTN "Digital Ma...
Modul Ajar Pembelajaran Mendalam PKWU Kerajinan Kelas 12 Terbaru 2025
Pengimbasan pembelajaran mendalam (deep learning
Modul Ajar Deep Learning Matematika Kelas 6 Kurikulum Merdeka
Inkuiri Kolaboratif bagi guru di Satuan Pendidikan .ppt
KOMITMEN MENULIS DI BLOG IGTIK PB PGRI.ppt
Jurnal Kode Etik Guru Untuk Persyaratan PPG
Materi Refleksi Akhir Tahun Sutan Raja.pptx
Ilmu tentang pengembangan teknologi pembelajaran
RPM BAHASA INDONESIA KELAS 7 TEKS DESKRIPSI.pdf
12. KSP SD Runiah Makassar OK School.pdf
LK Modul 3 - Menentukan Pengalaman Belajar.docx

Panduan praktikum ekowisata bahari2019

  • 2. KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas segala berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga Buku “Panduan Praktikum Ekowisata Bahari” dapat diselesaikan. Buku ini berisi teori singkat dan panduan bagi praktikan dalam melaksanakan praktikum. Setiap bab disusun secara sistematis berisi alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum, metode kerja, analisis data serta pedoman penulisan laporan akhir praktikum agar memudahkan praktikan melaksanakan praktikum. Penulis merasa buku ini masih perlu disempurnakan, oleh karena keterbatasan kami pada cetakan pertama ini. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan masukan dari para pengguna buku ini agar dapat membuat buku cetakan berikutnya menjadi lebih baik lagi nantinya. Bandar Lampung, Agustus 2019
  • 3. DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ............................................................................................ 2 I. PENDAHULUAN ........................................................................................... 4 1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 4 1.2 Tujuan Praktikum.......................................................................................... 4 II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 6 2.1 Pariwisata Pesisir .......................................................................................... 6 2.2 Kriteria Lahan sebagai Obyek Wisata Pesisir............................................... 7 2.3 Daya Dukung Ekowisata............................................................................... 7 2.3.1 Daya Dukung Ekologis .......................................................................... 8 2.3.2 Daya Dukung Sosial.......................................................................... 9 2.3.3 Daya Dukung Ekonomi........................................................................ 10 III. METODOLOGI............................................................................................ 12 3.1 Alat dan Bahan Praktikum ..................................................................... 12 3.2 Metode Pengambilan Data ..................................................................... 12 3.2.1 Data Ekologi.................................................................................... 12 3.2.2 Data Sosial Ekonomi....................................................................... 14 3.3 Analisis Data .......................................................................................... 14 3.3.1 Parameter Kawasan.............................................................................. 14 3.3.2 Parameter Vegetasi.......................................................................... 15 3..3.3 Parameter Sosial Ekonomi.................................................................. 17 3.3.4 Analisis Kesesuaian Lahan Wisata Pantai ........................................... 19 3.3.5 Analisis Daya Dukung Wisata ........................................................ 21 I. PENDAHULUAN ........................................................................................ 24 1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 24 1.2 Tujuan Praktikum........................................................................................ 25 II. TINJAUAN PUSTAKA................................................................................... 26 III. METODE...................................................................................................... 27 3.1 Lokasi dan Waktu ....................................................................................... 27 3.2 Alat dan Bahan............................................................................................ 27 3.3 Jenis dan Data ............................................................................................. 27 3.4 Analisis Data............................................................................................... 28 I.PENDAHULUAN .............................................................................................. 33 1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 33 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 34 Lampiran 1. Contoh Kuisioner.............................................................................. 37 Lampiran 2. Ketentuan pembuatan laporan .......................................................... 74 A. FORMAT ISI LAPORAN ......................................................................... 74 B. Contoh Halaman Sampul ........................................................................... 75 C. Contoh Halaman Pengesahan..................................................................... 76
  • 4. ACARA I ANALISIS DAYA DUKUNG EKOWISATA I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir dan laut merupakan salah satu ekosistem yang sangat produktif dan dinamis. Oleh karena itu sering kali pembangunan umumnya terpusat di kawasan tersebut, sehingga sering muncul konflik antar berbagai pihak yang berkepentingan. Secara umum pihak yang berkepentingan tersebut dikategorikan dalam sektor pertanian/perikanan, pariwisata, pertambangan, perhubungan laut, industri maritim dan konservasi. Sektor pariwisata merupakan kegiatan yang berkembang cepat di wilayah pesisir dan laut, sehingga dapat meningkatkan pendapatan daerah (Kim dan Kim 1996 dan Orams 1999). Hal ini dikarenakan kawasan wisata memiliki kekayaan dan keragaman yang tinggi dalam berbagai bentuk sumber daya alam, sejarah, adat, budaya dan berbagai sumberdaya dengan keterkaitan ekologisnya (Lawaherilla 2002). Pembangunan dan pengembangan kegiatan wisata yang berorientasi terhadap lingkungan harus berhadapan dengan berbagai kegiatan perekonomian lain (pertanian, pemukiman, perikanan dan industri) yang berpotensi meningkatkan tekanan terhadap ekologi (Miller 1993; Cicin dan Knecht 1998; dan Ryan 2002). Oleh karena itu perlu dilakukan perencanaan pemanfaatan sumber daya laut dan pesisir yang optimal bagi keberlanjutan kawasan ekowisata maupun yang berpotensi sebagai kawasan ekowisata. 1.2 Tujuan Praktikum
  • 5. 1. Mahasiswa mampu menentukan lokasi potensi ekowisata 2. Mahasiswa mampu menganalisis dan memetakan kawasan ekowisata 3. Mahasiswa mampu menganalisis daya dukung kawasan ekowisata
  • 6. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pariwisata Pesisir Sumber daya alam pesisir memiliki potensi yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan wisata. Aktifitas wisata merupakan suatu bentuk pemanfaatan sumberdaya alam yang mengandalkan jasa alam untuk kepuasan manusia. Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan, pariwisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik wisata. Salah satu kenikmatan yang diperoleh dari perjalanan wisata tersebut merupakan suatu jasa yang diberikan alam kepada manusia, sehingga manusia merasa perlu untuk mempertahankan keberadaan alam. Sumberdaya alam yang menjadi obyek wisata dikelompokkan berdasarkan komoditi, ekosistem dan kegiatan. Obyek komoditi terdiri dari potensi spesies biota dan material non hayati yang mempunyai daya tarik wisata. Selanjutnya, obyek ekosistem yang terdiri dari ekosistem pesisir yang mempunyai daya tarik habitat dan lingkungan. Terakhir, obyek kegiatan merupakan kegiatan yang terintegrasi di dalam kawasan yang mempunyai daya tarik wisata (Yulianda 2007). Banyak pengklasifikasian kegiatan wisata oleh para pakar, salah satunya adalah wisata pesisir yang merupakan kelompok wisata berdasarkan pemanfaatan sumberdaya dengan obyek ekosistem. Samiyono dan Trismadi (2001) mendefinisikan kegiatan wisata bahari sebagai kegiatan wisata yang dilakukan diperairan laut baik yang dilakukan di bawah laut maupun di atas permukaan laut. Kegiatan wisata bawah laut secara langsung menggunakan terumbu karang sebagai obyek wisata berupa menyelam, snorkling dan berenang. Sedangkan kegiatan wisata yang mengarahkan kegiatan wisata pada keindahan alam antara lain wisata pantai, wisata antropologi dan wisata ilmiah dan wisata yang menikmati keindahan alam terbuka. Hal yang sama digambarkan Hall (2001) bahwa konsep wisata bahari lebih pada kegiatan wisata, perjalanan dan rekreasi yang orientasi kegiatannya berada di kawasan pesisir dan perairan laut. Wong (1991) dan Sunarto (2000) mendefinisikan pariwisata pesisir merupakan bagian dari wisata bahari dengan obyek dan daya tarik wisata yang bersumber dari potensi bentang laut (seascape)
  • 7. maupun bentang darat pesisir (coastal landscape) dengan jenis kegiatan wisata yang dilandaskan pada daya tarik kelautan dan terjadi di lokasi atau kawasan yang masih berada pada dua sistem yang komplek, yaitu sistem pariwisata (the tourism system) dan sistem pesisir (the coastal system). Hal yang sama juga dikemukakan oleh Yulianda (2007) bahwa kegiatan wisata yang dapat dikembangkan dengan konsep lingkungan dikelompokkan dalam wisata pantai dan wisata bahari. Wisata pantai merupakan kegiatan wisata yang mengutamakan sumberdaya pantai dan budaya masyarakat pantai seperti rekreasi, olah raga, menikmati pemandangan dan iklim. Wisata pantai terdiri dibagi dalam dua kategori, yaitu kategori rekreasi dan wisata mangrove. Hutabarat et al. (2009) menyatakan bahwa wisata mangrove merupakan bentuk wisata pantai yang kegiatannya menikmati alam habitat mangrove. 2.2 Kriteria Lahan sebagai Obyek Wisata Pesisir Sunarto (2000); Elly (2009) dan Hutabarat et al. (2009) mengemukakan bahwa dalam perencanaan dan pengembangan pariwisata pantai/pesisir memerlukan kesesuaian sumberdaya dan lingkungan pesisir dengan kriteria yang disyaratkan. Kesesuaian sumberdaya pesisir dan lautan ditujuan untuk mendapatkan kesesuaian karakteristis sumberdaya wisata. Kesesuaian karakterisrik sumberdaya dan lingkungan untuk pengembangan wisata yang berwawasan lingkungan dilihat dari aspek keindahan alam, keamanan dan keterlindungan kawasan, keanekaragaman biota, keunikan sumberdaya/ lingkungan dan aksesibilitas, yang disesuaikan dengan potensi sumberdaya dan peruntukananya. Persyaratan sumberdaya dan lingkungan dikelompokkan berdasarkan jenis kegiatan wisata. Parameter fisik pantai dan perairan lebih dominan disyaratkan pada wisata pantai selain mempertimbangkan parameter biologi. 2.3 Daya Dukung Ekowisata Daya dukung merupakan intensitas penggunaan maksimum terhadap sumberdaya alam yang berlangsung secara terus-menerus tanpa merusak alam. Daya dukung juga di definisikan oleh Bengen dan Retraubun (2006) sebagai tingkat pemanfaatan sumberdaya alam atau ekosistem secara berkesinambungan tanpa menimbulkan kerusakan sumberdaya alam dan lingkungannya. Dengan demikian, daya dukung dapat diartikan sebagai kondisi maksimum suatu ekosistem untuk
  • 8. menampung komponen biotik (makhluk hidup) yang terkandung di dalamnya dan memperhitungkan faktor lingkungan serta faktor lainnya yang berperan di alam. Daya dukung lingkungan terbagi atas daya dukung ekologis (ecological carrying capacity), daya dukung sosial ( dan daya dukung ekonomis (economic carrying). Daya dukung ekologis adalah jumlah maksimum biota pada suatu lahan yang dapat didukung tanpa mengakibatkan kematian karena faktor kepadatan, serta terjadinya kerusakan lingkungan secara permanen (irrevisible) yang ditentukan oleh faktor-faktor lingkungan. Daya dukung ekonomi adalah tingkat produksi (skala usaha) yang memberikan keuntungan maksimum dan ditentukan oleh tujuan usaha secara ekonomi. Dalam hal ini digunakan parameter-parameter kelayakan usaha secara ekonomi. 2.3.1 Daya Dukung Ekologis Daya dukung fisik suatu kawasan atau areal merupakan jumlah maksimum penggunaan atau kegiatan yang dapat diakomodasikan dalam kawasan atau areal tanpa menyebabkan kerusakan atau penurunan kualitas kawasan tersebut secara fisik (McLeod and Cooper, 2005). Daya dukung fisik yang merupakan jumlah maksimum penggunaan atau kegiatan yang dapat diakomodir tanpa menyebabkan kerusakan atau penurunan kualitas. Daya fisik diperlukan untuk meningkatkan kenyamanan pengunjung. Daya dukung fisik dapat dikaji melalui berapa besar kapasitas dan ruang yang tersedia untuk membangun infrastruktur pariwisata guna kenyamanan wisatawan (Tantrigama, 1998 ; McLeod and Cooper, 2005). Kemampuan alam dalam mentolerir kegiatan manusia serta mempertahankan keaslian sumberdaya ditentukan oleh besarnya gangguan yang kemungkinan akan muncul dari kegiatan wisata. Suasana alami lingkungan juga menjadi persyaratan dalam menentukan kemampuan tolerir gangguan dan jumlah pengunjung dalam unit area tertentu. Tingkat kemampuan alam untuk mentolerir dan menciptakan lingkungan yang alami dihitung dengan pendekatan potensi ekologis pengunjung. Potensi ekologis pengunjung adalah kemampuan alam untuk menampung pengunjung berdasarkan jenis kegiatan wisata pada area tertentu. Potensi ekologis pengunjung dihitung berdasarkan area yan digunakan untuk beraktifitas dan alam masih mampu untuk mentolerir kehadiran pengunjung.
  • 9. 2.3.2 Daya Dukung Sosial Konsep daya dukung sosial pada suatu kawasan merupakan gambaran dari persepsi seseorang dalam menggunakan ruang pada waktu yang bersamaan, atau persepsi pemakai kawasan terhadap kehadiran orang lain secara bersama dalam memanfaatkan suatu area tertentu. Konsep ini berkenaan dengan tingkat comfortability atau kenyamanan. Daya dukung sosial suatu kawasan dinyatakan sebagai batas tingkat maksimum dalam jumlah dan tingkat penggunaan dalam suatu kawasan dimana dalam kondisi yang telah melampaui batas daya dukung ini akan menimbulkan penurunan dalam tingkat dan kualitas pengalaman atau kepuasan pengguna (pemakai) pada kawasan tersebut. Daya dukung sosial di bidang pariwisata dipengaruhi oleh keberadaan infrastruktur wisata, attitude pengunjung (wisatawan) dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat suatu kawasan wisata (McLeod dan Cooper, 2005). Namun demikian, intensitas penggunaan maksimum terhadap sumber daya alam juga membatasi pembangunan fisik yang dapat mengganggu kesinambungan fisik yang dapat mengganggu kesinambungan pembangunan wisata tanpa merusak alam. Hasil wawancara menunjukkan bahwa 75,6 % responsen mendukung terbangunnya kegiatan ekowisata di kawasan tersebut. Hal ini juga didukung dengan 92,7 % responden menyatakan senang dengan kedatangan wisatawan di kawasan tersebut. Berdasarkan besarnya dukungan masyarakat terhadap pembangunan dan pengembangan ekowisata bahari di Pulau Tabuhan, maka perlu dilakukan penataan pembangunan fasilitas ekowisata. Hal ini dikarenakan fasilitas pariwisata merupakan salah satu program pengembangan yang sangat penting. Tanpa didukung oleh pengembangan fasilitas, maka tujuan program juga tidak akan optimal. Namun demikian, pengembangan fasilitas harus memperhatikan daya dukung kawasan. Selain itu, fasilitas dan sarana yang dibangun di kawasan wisata hendaknya tidak merubah bentang alam, sehingga keaslian alam masih dapat dipertahankan. Sesuai dengan ketentuan PP No. 18/1994 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Zona Pemanfaatan Taman Nasional dan Taman Wisata Alam, maka areal yang diijinkan untuk pembangunan sarana dan prasarana adalah 10 % dari luas zona pemanfaatan. Berdasarkan luasan Pulau Tabuhan, maka sarana dan prasarana yang dapat dibangun di atas pulau hanya seluas 4.8 m2 . Terbatasnya
  • 10. luasan kawasan yang dapat dibangun sebagai fasilitas ekowisata di atas pulau, maka pembangunan fasilitas utama kegiatan ekowisata dapat dilakukan di pulau utama (main land). 2.3.3 Daya Dukung Ekonomi Daya dukung ekonomi adalah tingkat produksi (skala usaha) yang memberikan keuntungan maksimum dan ditentukan oleh tujuan usaha secara ekonomi pengelolaan usaha wisata. Dalam hal ini digunakan parameter-parameter kelayakan usaha secara ekonomi, misalnya maksimum keuntungan, maksimum tenaga kerja yang diserap oleh kegiatan pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil, lama pengembalian investasi dan multiplier effect usaha tersebut (Tisdell, 1998a; McLeod dan Cooper, 2005). Produk wisata diperoleh dari kombinasi antara potensi sumberdaya (resources), modal (capital), tenaga kerja (labour) dan kemampuan mengelola (management) yang akan dipasarkan sebagai barang ekonomi. Sektor ekowisata menyumbangkan peran ekonomi secara mikro maupun makro. Kegiatan ekowisata dalam aspek mikro ekonomi menghasilkan kajian produk-produk wisata, kemasan, kualitas dan kuantitas pelaku dan harga. Umumnya produk wisata memiliki karakteristik yang sama dengan barang konsumsi. Produk tersebut disajikan dengan karakteristik yang sangat beragam dan sangat fleksibel dipilih oleh wisatawan. Pada makro ekonomi, sektor ekowisata membahas tentang pembagian ekonomi, pendapatan dan tenaga kerja maupun keterkaitan ekonomi. Sektor ekowisata tidak berjalan sendirian dalam perekonomian suatu wilayah. Ekonomi membutuhkan infrastruktur transportasi, telekomunikasi, listrik dan air bersih, selain dukungan dari sektor perdagangan maupun pakaian, makanan dan minuman, baik dari dalam maupun luar negeri (Sathiendrakumar, 1989). Peran sektor ekowisata dapat dilihat dari ukuran tenaga kerja, pendapatan PDRB maupun total produksi. Umumnya, besaran pengaruh masing-masing ukuran sektor ekowisata diperlihatkan melalui nilai pengganda. Sektor pariwisata di Kabupaten Banyuwangi memberikan kontribusi terhadap peningkatan PDRB secara signifikan yaitu sebesar 22,04% pada tahun 2004, meningkat menjadi 22,69% pada tahun 2005 dan 23,26% pada tahun 2006. Hal ini memperlihatkan bahwa ekowisata memberikan peluang dalam menggerakkan aktifitas perekonomian. Manfaat ekonomi lainnya adalah kenaikan kesejahteraan
  • 11. penduduk lokal, fisik lingkungan dan budaya di sekitar mereka. Sebagian pendapatan penduduk lokal yang dapat diidentifikasi adalah jasa pemandu, pemilik perjalanan, supir, penjual cinderamata atau jasa lainnya. Selain memperoleh manfaat ekonomi bagi masyarakat dan ekonomi secara nasional, kegiatan ekowisata juga berdampak pada terancamnya kelestarian sumberdaya terutama perairan laut yakni melalui pencemaran. Pencemaran lingkungan dan degradasi sumberdaya perairan laut berdampak pada penurunan nilai ekonomi wisata. Penurunan nilai manfaat ini disebabkan oleh meningkatnya biaya konservasi termasuk biaya pengendalian pencemaran (cost of pollution) dan penurunan penerimaan (revenue) oleh masyarakat dan pajak bagi pemerintah akibat degradasi sumberdaya atau penurunan kualitas produk wisata. Ini berarti bahwa penurunan kualitas produk wisata akibat pencemaran lingkungan menyebabkan penurunan permintaan akan produk wisata bahari (Tisdell, 1998).
  • 12. III. METODOLOGI 3.1 Alat dan Bahan Praktikum Alat dan bahan yang kegunaan dalam pengambilan data di lapangan tersaji dalam Tabel 1 berikut, Tabel 1 Alat dan Bahan Pengumpulan Data Lapang No. Alat Satuan Kegunaan 1. GPS Menentukan posisi di bumi 2. Roll meter 100 m Pengukuran transek 3. Tali rafia 100 m Membuat plot 4. Secci disk Mengukur kecerahan 5. Grab sampler Mengambil Sedimen 6. Bola duga m/dt Mengukur arus 7. Stopwatch detik Mengukur waktu 8. Kompas `` Menentukan arah 9. Alat tulis Pencatatan data 3.2 Metode Pengambilan Data 3.2.1 Data Ekologi 3.2.1.1 Ekosistem mangrove Pengambilan data vegetasi mangrove dilakukan pada setiap kecamatan dengan masing-masing satu stasiun. Batas terluar pengambilan data vegetasi dalam praktikum ini adalah jarak 100 m ke arah luar dari titik terluar habitat yang masih ditumbuhi satu atau lebih tumbuhan mangrove. Seluruh lahan yang terletak di dalam garis batas tersebut dinyatakan sebagai kawasan di dalam ekosistem mangrove; sedangkan lahan yang terletak di luar garis batas tersebut dinyatakan sebagai kawasan di luar atau di sekitar ekosistem mangrove (Setyawan dan Winarno 2006). Pengambilan data tersebut pada praktikum ini dilakukan melalui langkah- langkah sebagai berikut: 1. Pengambilan data vegetasi dilakukan dengan metode belt transect, yaitu meletakkan belt transect dengan metoda petak. Transek-transek garis diambil dari arah laut ke arah darat (tegak lurus garis pantai sepanjang zonasi hutan mangrove) sepanjang 50 meter di daerah intertidal. Transek di lapangan dilakukan dengan metode kuadrat untuk menentukan distribusi mangrove berupa kerapatan pohon, dominasi spesies dan obyek penting lain yang
  • 13. berhubungan dengan kondisi hutan mangrove berdasarkan klasifikasi pohon, klasifikasi sapling dan klasifikasi seedling (Gambar 1 dan 2). 2. Pengukuran distribusi mangrove dilakukan dengan menggunakan line transek yang dilakukan dengan cara membuat garis tegak lurus garis pantai yang masing-masing transek dibuat plot-plot atau petak petak yang berukuran 10 x 10 meter untuk pohon-pohon berdiameter lebih dari 10 cm sebanyak tiga petak contoh dan jarak antar plot 10 meter (Bengen 2004). Keterangan: a. Plot 2 x 2 m untuk tingkat semai b. Plot 5 x 5 m untuk tingkat pancang c. Plot 10 x 10 m untuk tingkat pohon Gambar 1 Skema Petak Contoh Pengambilan Data Mangrove (Bengen, 2004) Gambar 2 Transek Garis dan Petak Contoh (Plot) Pengukuran Mangrove pada Setiap Zona dari Pinggir Laut ke arah Darat (Keputusan Menteri Negara lingkungan Hidup No. 201 Tahun 2004) 3. Pada setiap plot dilakukan identifikasi jenis dan dicatat jumlah setiap jenisnya, serta diukur diamater dan tinggi setiap individu pohon (Kusmana 1997 dalam Setyawan dan Winarno 2006; Bengen 2004). Apabila belum diketahui nama
  • 14. jenis tubuhan mangrove yang ditemukan, maka dipotong bagian ranting lengkap dengan daunnya, dan bila mungkin bunga dan buahnya. Selain itu juga dilakukan pengamatan dan pencatatan tipe subtrat (lumpur, lempung, pasir, dan sebagainya) pada setiap petak contoh (Bengen 2004). 4. Data komposisi dan struktur vegetasi ditampilkan dalam bentuk nilai penting yang merupakan penjumlahan nilai penutupan dan frekuensi relatif yang dibagi dua (Odum 1971; Barbour et al. 1987 dalam Setyawan dan Winarno 2006). Indeks nilai penting (INP) digunakan untuk mengetahui jenis pohon dominan di setiap tingkat permudaan. 3.2.1.2 Biota Keberadaan biota berbahaya yang berada di sekitar kawasan pantai seperti, bulu babi, ikan-ikan ganas misalnya pari, hiu dan lepu dilakukan melalui teknik wawancara tidak terstruktur pada masyarakat sekitar kawasan praktikum. Selain itu, juga dilakukan pengamatan asosiasi biota yang ada di dalam ekosistem mangrove yang merupakan daya tarik wisata seperti burung, monyet, ikan, kepiting dan moluska. 3.2.2 Data Sosial Ekonomi Data sosial ekonomi dalam praktikum ini diambil melalui survei langsung di lapangan berupa keberadaan tempat-tempat bernilai penting di lokasi praktikum dan teknik wawancara mengenai pemanfaatan sumberdaya yang ada di sekitar kawasan oleh masyarakat setempat. Selain itu juga merupakan data sekunder yang berupa data statistik kawasan praktikum. 3.3 Analisis Data 3.3.1 Parameter Kawasan Data lapangan yang diperoleh dicatat pada data sheet adalah sebagai berikut: 1. Kecerahan diukur menggunakan secchidisk, dimana perhitungannya adalah panjang tali pada saat pertama kali secchi disk tidak terlihat (pa) dikurang panjang tali pada saat pertama kali secchidisk terlihat dari dalam perairan (pb). 2. Kecepatan arus diukur menggunakan bola duga dengan beberapa kali pengulangan dan dilakukan penghitungan waktu menggunakan stopwatch.
  • 15. 3. GPS digunakan untuk menentukan koordinat geografi stasiun pengamatan yang dikalibrasi dengan penentuan posisi sesungguhnya di peta, untuk mengetahui kemiringan lahan, dan ketebalan vegetasi 4. Tipe pantai dan material dasar perairan dilakukan pengambilan sampel di lapangan dan pengujian serta analisis untuk menentukan jenis sedimen penyusun kawasan dilakukan di laboratorium. 3.3.2 Parameter Vegetasi Parameter vegetasi dalam praktikum ini merupakan data nilai habitat yang dianalisis untuk mengetahui struktur vegetasi, kerapatan pohon, dan dominasi spesies. Dominasi spesies pada masing-masing lokasi pengamatan dilakukan dengan menganalisis Indeks Nilai Penting (INP) yang didapatkan dari penghitungan kerapatan relatif, frekuensi relatif dan penutupan jenis. Prosedur analisis Indeks Nilai Penting (INP) mengacu kepada Muller-Dombois dan Ellenberg (1974); Causton (1988); dan Ludwig dan Reynolds (1988) dalam Bengen (2004); dan Nursal et al. (2005) sebagai berikut : A. Kerapatan/kepadatan jenis (Ki) Kerapatan jenis (Ki) merupakan jumlah tegakan jenis ke-i dalam suatu unit area. Penentuan kerapatan jenis melalui rumus : A ni Ki = Keterangan : Ki : Kerapatan jenis ke-i ni : Jumlah total individu ke-i A : Luas total area pengambilan contoh (m2 ) B. Kerapatan/kepadatan Relatif (KRi) Kerapatan Relatif (KRi) merupakan perbandingan antara jumlah jenis tegakan ke-i dengan total tegakan seluruh jenis. Penentuan kerapatan relatif (KRi) menggunakan rumus : %100X n ni KRi         =  Keterangan :
  • 16. KRi : Kerapatan relatif n : Total tegakan seluruh jenis ni : Jumlah total individu ke-i C. Fekuensi Jenis (Fi) Frekuensi jenis (Fi) yaitu peluang ditemukannya suatu jenis ke-i dalam semua petak contoh dibandingkan dengan jumlah total petak contoh yang dibuat. Untuk menghitung frekuensi jenis (Fi) digunakan rumus :  = p pi Fi Keterangan : Fi : Frekuensi jenis ke-i pi : Jumlah petak contoh dimana ditemukan jenis ke-i n : Jumlah total petak contoh yang dibuat D. Frekuensi Relatif (FRi) Ferkuensi relatif (FRi) adalah perbandingan antara frekuensi jenis ke-i dengan jumlah frekuensi seluruh jenis. Untuk menghitung frekuensi relatif (FRi) digunakan rumus : %100X p Fi FRi         =  Keterangan : FRi : Frekuensi jenis ke-i Fi : Frekuensi jenis ke-i ∑p : Jumlah total petak contoh yang dibuat E. Penutupan Jenis (Ci) Penutupan jenis (Ci) adalah luas penutupan jenis ke-i dalam suatu unit area tertentu. A BA Ci = Dimana, 4 DBH² =BA Keterangan : Ci : Penutupan jenis BA : Basal Area A : Luas total area pengambilan contoh
  • 17. DBH : Diameter batang pohon, π : Konstanta (3,1416) F. Penutupan Relatif (CRi) Penutupan relatif (CRi) yaitu perbandingan antara penutupan jenis ke-i dengan luas total penutupan untuk seluruh jenis. Untuk menghitung CRi, maka digunakan rumus %100X C Ci CRi         =  Keterangan : RCi : penutupan relatif Ci : Penutupan jenis ke-i C : Penutupan total untuk seluruh jenis G. Indeks Nilai Penting (INP) Indeks Nilai Penting (INP) adalah penjumlahan nilai relatif (KRi), frekuensi relatif (FRi) dan penutupan relatif (CRi) dari mangrove (Bengen, 2004) dengan rumus: INP = KRi + FRi + CRi Indeks nilai penting suatu jenis berkisar antara 0 – 300. Nilai penting ini memberikan gambaran tentang peranan suatu jenis mangrove dlam ekosistem dan dapat juga digunakan untuk mengetahui dominansi suatu spesies dalam komunitas. 3..3.3 Parameter Sosial Ekonomi Data nilai sosial dianalisis untuk mengetahui kondisi masyarakat di sekitar kawasan wisata, peran keberadaan kelembagaan dan pemanfaatan sumberdaya oleh masyarakat setempat. Analisis berdasarkan data data primer dan sekunder yang dikumpulkan dari lapang maupun instansi terkait mengenai keberadaan sumber daya manusia, pemanfaatan langsung dan tidak langsung sumberdaya alam sekitar kawasan wisata oleh masyarakat sekitar lokasi praktikum.
  • 18. Tabel 2. Indikator Sosial Variabel Indikator Skor 1 2 3 4 5 Jumlah Penduduk Jiwa <750 750 - 1250 1251 - 1750 1751 - 2250 > 2250 Pertumbuhan penduduk %/th <0,5 0,5-1 1-1,5 1,5-2 >2 Kepadatan penduduk jiwa/km2 1-50 51-250 251-400 401-450 >451 Kelompok umur % kel. Umur (15-55 th.) <20 20-40 40-60 60-80 >80 Tingkat pendidikan % dominasi kelompok pendidikan PT SLA SMP SD tidak Pendapatan pengelompoka n keluarga sejahtera (%) <20 20-40 40-60 60-80 >80 Sumber: Wardhani dan Sembel (2009) Tabel 3. Indikator Ekonomi Variabel Indikator Skor 1 2 3 4 5 Strafikasi sosial keberadaan tidak ada ada Ttadisi/norma keberadaan tidak ada ada Pluraslisme % penganut agama (dominan) <20 20-40 40-60 60-80 >80 Konflik sosial frekuensi (%) <20 20-40 40-60 60-80 >80 Gangguan kegiatan sekitar frekuensi (%) <20 20-40 40-60 60-80 >80 Tingkat pengangguran % <20 20-40 40-60 60-80 >80 Gangguan kesehatan prevalensi ISPA <20 20-40 40-60 60-80 >80 Persepsi terhadap kegiatan sekitar % <20 20-40 40-60 60-80 >80 Tokoh keberadaan dan peran tidak ada ada Sumber: Wardhani dan Sembel (2009)
  • 19. Tabel 4. Indikator Kelembagaan Variabel Indikator Skor 1 2 3 4 5 Kelembagaan sosial masyarakat Keberadaan ada tidak Bentuk Pemilikan dan Penguasaan Fasilitas Keberadaan monopoli tidak monopoli Fasilitas Umum Keberadaan dekat jauh Lokasi tempat wisata Keberadaan di luar pemukiman di dalam pemukiman Sumber: Wardhani dan Sembel (2009) 3.3.4 Analisis Kesesuaian Lahan Wisata Pantai Analisis keruangan untuk kesesuaian bertujuan untuk menentukan daerah yang dianggap potensial berdasarkan kriteria-kriteria yang berhubungan secara langsung dengan daerah pesisir yang menjadi objek penelitian (Aronoff 1991). Kesesuaian kawasan yang dihasilkan dalam kegiatan/analisis ini merupakan kesesuaian aktual atau kesesuaian pada saat ini (current suitability). Kesesuaian aktual ini menunjukkan kondisi kawasan saat ini berdasarkan data yang tersedia dan belum mempertimbangkan asumsi atau usaha perbaikan serta tingkat pengelolaan yang dapat dilakukan untuk mengatasi berbagai kendala fisik atau faktor-faktor penghambat yang kemungkinan ada. Potensi wisata pantai ditentukan berdasarkan zonasi tingkat kerentanan pada peta kerentanan lingkungan dan sumberdaya sesuai dengan peruntukannya. Hal ini dikarenakan setiap kegiatan wisata mempunyai persyaratan sumberdaya dan lingkungan yang sesuai dengan obyek wisata yang akan dikembangkan. Rumus yang digunakan untuk kesesuaian wisata adalah (Hutabarat et al. 2009): %100X Nmaks Ni IKW        = Keterangan: IKW : Indeks Kesesuaian Wisata Ni : Nilai Parameter ke-i (bobot x skor) N maks : Nilai maksimum dari suatu kategori wisata Penentuan kesesuaian berdasarkan perkalian skor dan bobot yang diperoleh dari setiap parameter. Keseuaian kawasan dilihat melalui tingkat persentase
  • 20. kesesuaian dari penjumlahan nilai seluruh parameter. Parameter-parameter tersebut mempunyai kriteria-kriteria yang berfungsi untuk menentukan variabel kesesuaian pengembangan wisata pantai dan setiap variabel menggambarkan tingkat kecocokan untuk penggunaan tertentu. Pada praktikum ini variabel kesesuaian dibagi menjadi 3 kelas yang didefinisikan sebagai berikut: • Kategori Sangat Sesuai (S1) Kawasan tidak memiliki pembatas yang serius untuk suatu penggunaan tertentu secara lestari atau hanya mempunyai pembatas yang kurang berarti dan tidak berpengaruh secara nyata terhadap kegiatan atau produksi lahan tersebut, serta tidak akan menambah masukan dari pengusahaan lahan tersebut. • Kategori Sesuai (S2) Kawasan yang memiliki pembatas yang agak besar untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus diterapkan. Pembatas tersebut akan mengurangi aktivitas dan keuntungan yang diperoleh, serta meningkatkan masukan untuk mengusahakan lahan tersebut. • Kategori Sesuai Bersyarat (S3) Daerah ini memiliki pembatas-pembatas yang serius untuk mempertahankan tingkat perlakuan yang harus ditetapkan. • Kategori Tidak Sesuai (N) Kawasan yang memiliki pembatas permanen/berat, sehingga tidak mungkin dipergunakan terhadap suatu penggunaan tertentu yang lestari. Oleh karena itu perlu mencegah segala kemungkinan perlakuan pada daerah tersebut. Tabel 5 Matriks Kesesuaian Lahan Wisata Wisata Mangrove No Parameter Bobo t S1 S2 S3 N Keterangan 1. Ketebalan Mangrove (m) 5 >500 >200- 500 50-200 <50 NilaiSkor: Kelas S1=4 Kelas S2=3 Kelas S3=2 Kelas N=1 Nilai Maks: 52 2. Kerapatan Mangrove (100m2 ) 3 >15- 25 >10- 15 5-10 <5 3. Jenis Mangrove 3 >5 3-5 1-2 0 4. Pasang Surut (m) 1 0-1 >1-2 >2-5 >5 5. Obyek Biota (Jumlah jenis biota) 1 >4 3-4 2 Salah satu biota Sumber: Modifikasi dari Yulianda (2007)
  • 21. Tabel 6 Matriks Kesesuaian Lahan untuk Wisata Rekreasi Pantai No Parameter Bobo t S1 S2 S3 N Keterangan 1. Kedalaman Dasar perairan (m) 5 0-5 6-10 11-15 > 15 NilaiSkor: Kelas S1=4 Kelas S2=3 Kelas S3=2 Kelas N =1 Nilai Maks: 112 2. Tipe Pantai 5 Pasir putih Pasir putih, sedikit karang Pasir hitam, berkarang, sedikit terjal Lumpur, berbatu, terjal 3. Lebar Pantai (m) 5 > 15 10-15 3-<10 < 3 4. Material Dasar Perairan 3 Pasir Karang berpasir Pasir berlumpur Lumpur 5. Kecepatan Arus (cm/dtk) 3 0-0.17 0.17-0.34 0.34-0.51 > 0.51 6. Kemiringan Pantai (˚) 3 <10 10-25 >25-45 >45 7. Kecerahan Perairan (m) 1 >10 >5-10 3-5 <2 8. Penutupan Lahan Pantai 1 Kelapa, lahan terbuka Semak Belukar rendah, savana Belukar tinggi Hutan bakau, pemukiman dan pelabuhan 9. Biota Berbahaya 1 Tidak ada Bulu babi Bulu babi, ikan pari Bulu babi, ikan pari, lepu, hiu 10. Ketersediaan Air Tawar (jarak/km) 1 <0.5 >0.5-1 >1-2 >2 Sumber: Modifikasi dari Yulianda (2007) dan Bakosurtanal (1996) Tingkat Kesesuaian Wisata Pantai: S1 : Sangat sesuai (nilai 80-100%) S3 : Sesuai bersyarat (nilai 35-<60%) S2 : Cukup sesuai (nilai 60-<80%) N : Tidak sesuai (nilai <35%) 3.3.5 Analisis Daya Dukung Wisata Potensi ekologis pengunjung dihitung berdasarkan area yan digunakan untuk beraktifitas dan alam masih mampu untuk mentolerir kehadiran pengunjung.
  • 22. Tabel 7 Potensi Ekologis Pengunjung (K) dan Luas Area Kegiatan (Lt) Jenis Kegiatan Jml Pengunjung (Orang) Unit Area (Lt) Keterangan Wisata Mangrove 1 50 m2 Dihitung panjang track, setiap 1 orang sepanjang 50 m Rekreasi Pantai 1 50 m2 1 orang setiap 50 m panjang pantai Sumber: Hutabarat et al (2009) Di sisi lain, faktor yang perlu dipertimbangkan adalah waktu kegiatan pengunjung (Wp) yang dihitung berdasarkan lamanya waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk melakukan kegiatan wisata (Tabel). Waktu pengunjung diperhitungkan dengan waktu yang disediakan untuk kawasan (Wt). Waktu kawasan adalah lama waktu areal dibuka dalam satu hari, dan rata-rata waktu kerja sekitar 8 jam (jam 8-16). Tabel 8 Prediksi Waktu yang Dibutuhkan untuk Setiap Kegiatan Wisata No. Kegiatan wisata Waktu yang dibutuhkan Wp- (jam) Total waktu 1 hari Wt-(jam) 1. Wisata mangrove 2 8 2. Rekreasi pantai 3 6 Sumber: Hutabarat et al (2009) Analisis daya dukung ditujukan pada pengembangan wisata bahari dengan memanfaatkan potensi sumberdaya pesisir, pantai dan pulau-pulau kecil secara lestari. Hal ini dikarenakan pengembangan ekowisata bahari tidak bersifat pariwisata masal (mass tourism), mudah rusak dan ruang pengunjung yang sangat terbatas, sehingga diperlukan penentuan daya dukung kawasan. Metode yang diperkenalkan untuk menghitung daya dukung pengembangan ekowisata bahari dengan menggunakan konsep Daya Dukung Kawasan (DDK). DDK adalah jumlah maksimum pengunjung yang secara fisik dapat ditampung di kawasan yang disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan gangguan pada alam dan manusia. Perhitungan DDK dalam bentuk rumus sebagai berikut (Hutabarat et al., 2009):
  • 23. 𝐷𝐷𝐾 = 𝐾 × 𝐿𝑝 𝐿𝑡 × 𝑊𝑡 𝑊𝑝 Dimana: DDK : Daya Dukung Kawasan (Orang/hari) K : Potensi ekologis pengunjung per satuan unit area Lp : Luas area atau panjang area yang dapat dimanfaatkan Lt : Unit area untuk kategori tertentu Wt : Waktu yang disediakan oleh kawasan untuk kegiatan wisata dalam satu hari Wp : Waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk setiap kegiatan tertentu
  • 24. ACARA II ANALISIS JUMLAH PENGUNJUNG MAKSIMUM I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini dapat dikatakan sebagai primadona yang terus dikembangkan baik oleh masyarakat maupun pemerintah. Pengembangan pariwisata bila di kelola dengan baik akan menciptakan pendapatan perekonomian yang tinggi. Sektor wisata akan mendorong dalam memajukan ekonomi suatu daerah. Pariwisata mampu meningkatkan perekonomian sudatu daerah, dikarenakan pariwisata mampu menyediakan lapangan kerja , menstimulasikan berbagai sektor-sektor produksi serta memberikan konstribusinya terhadap kemajuan- kemajuan dalam pembangunan sarana prasana yang di butuhkan baik untuk pariwisata tersebut maupun untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat, pelaksanaan program pemerintah, pelestarian lingkungan hidup, dan sebagainya yang dapat memberikan keuntungan dan kesenangan baik kepada masyarakat setempat maupun wisatawan yang datang berkunjung (Pendit, 1995). Objek wisata memiliki daya tarik yang berbeda-beda. Objek wisata memiliki daya tarik didasarkan atas sumberdaya yang dapat menimbulkan rasa senang, indah, nyaman, dan bersih. Adanya aksebilitas untuk mudah dikunjungi, adanya spesifikasi yang berbeda dengan yang lain, terdapat sarana dan prasarana penunjang untuk melayani para wisatawan yang hadir. Pada objek alam, biasanya objek wisata alam dijadikan primadona kunjungan karena eksotik merangsang untuk menciptakan kegiatan tambahan, rekreatif dan reflektif, terapis dan lapang, faktor sejarah maupun aktraktifnya. Pulau–pulau kecil memiliki potensi yang cukup tinggi. Potensi tersebut berupa keanekaragaman hayati ikan, kerang, teripang dan karang. Keanekaragaman hayati tersebut memberikan berbagai bentuk dan warna yang mampu menyajikan keindahan alam di pulau-pulau kecil. Keindahan alam di pulau-pulau kecil ini berpotensi untuk pengembangan ekowisata bahari. Kegiatan ekowisata bahari memiliki nilai keuntungan ekonomi yang tinggi jika pemanfaatannya dilakukan secara lestari (Cesar dkk., 2003). Kegiatan wisata dan rekreasi yang utama saat ini adalah kegiatan wisata pantai, wisata snorkeling dan selam. Hal ini menuntut diperhatikannya kelestarian ekosistem terumbu karang, karena pariwisata merupakan industri yang sangat peka terhadap perubahan eksternal, sehingga pemberdayaan masyarakat juga perlu jadi perhatian. Pemberdayaan masyarakat disini mencakup pemahaman akan potensi
  • 25. wisata. Kegiatan pemberdayaan masyarakat ini harus diarahkan pada peningkatan kesadaran dan kepedulian sehingga kelestarian lingkungan perairan dan daratannya dapat terjaga. Disamping kajian mengenai kegiatan wisata pantai, snorkeling dan selam juga diperlukan kajian ilmiah mengenai daya dukung wisata untuk menentukan jumlah maksimum pengunjung wisata yang masih dapat ditolerir suatu kawasan ekowisata. Perkembangan ekowisata bahari perlu penentuan daya dukung kawasan agar kegiatan ekowisata yang dilakukan dapat berlangsung secara terus menerus dan merumuskan pengelolaan yang tepat dan efektif guna meningkatkan potensi Kawasan Pulau Berhala bagi masyarakat sekitar, pendapatan anggaran daerah (PAD) dan juga sebagai sumber devisa bagi Negara. 1.2 Tujuan Praktikum Tujuan Praktikum ini adalah agar mahasiswa mampu jumlah pengunjung maksimum daerah wisata
  • 26. II. TINJAUAN PUSTAKA Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Diawali dari kegiatan yang semula hanya dinikmati oleh segelintir orang-orang yang relatif kaya pada awal abad ke-20, kini telah menjadi bagian dari hak azasi manusia. Hal ini terjadi tidak hanya di negara maju tetapi mulai dirasakan pula di negara berkembang. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang dalam tahap pembangunannya, berusaha membangun industri pariwisata sebagai salah satu cara untuk mencapai neraca perdagangan luar negeri yang berimbang. Melalui industri ini diharapkan pemasukan devisa dapat bertambah (Pendit, 2002). Pariwisata adalah istilah yang diberikan apabila seseorang wisatawan melakukan perjalanan itu sendiri,atau dengan kata lain aktivitas dan kejadian yang terjadi ketika seseorang pengunjung melakukan perjalanan (Sutrisno, 1998:23). Pariwisata secara singkat dapat dirumuskan sebagai kegiatan dalam masyarakat yang berhubungan dengan wisatawan (Soekadijo, 2000:2). Wisatawan menurut Norval (Yoeti, 1995) adalah setiap orang yang datang dari suatu Negara yang alasannya bukan untuk menetap atau bekerja di situ secara teratur, dan yang di Negara dimana ia tinggal untuk sementara itu membalanjakan uang yang didapatkannya di lain tempat. Sedangkan menurut Soekadijo (2000), wisatawan adalah pengunjung di Negara yang dikunjunginya setidak- tidaknya tinggal 24 jam dan yang datang berdasarkan motivasi. Daya tampung dalam sebuah kawasan wisata didefinisikan sebagai Level kehadiran wisatawan yang menimbulkan dampak pada masyarakat setempat, lingkungan, dan ekonomi yang masih dapat ditoleransi baik oleh masyarakat maupun wisatawan itu sendiri dan memberikan jaminan sustainability pada masa mendatang. Menurut Cooper et al dalam umar (2013) lebih memberi tekanan pada kehadiran wisatawan dari pada jumlah wisatawan karena menurutnya level kehadiran lebih tepat dipakai sebagai pendekatan bagi sejumlah faktor seperti lama tinggal (length of stay), karakteristik wisatawan, konsentrasi wisatawan pada lokasi geografis tertentu dan derajat musiman kunjungan wisatawan. Mathieson & Wall (1982) berpendapat tentang Konsep daya tampung obyek wisata juga mengemukakan yakni bahwa daya tampung obyek wisata adalah kemampuan areal (kawasan) obyek wisata yang dapat memenuhi kebutuhan wisatawan secara “maksimum” tanpa merubah kondisi fisik lingkungan dan tanpa penurunan kualitas yang dirasakan oleh wisatawan selama melakukan aktivitas wisata. Penggunaan kata “maksimum” pada definisi di atas dinilai memiliki tendensi makna yang sama dengan kata “optimum” pada definisi Soemarwoto (1997) karena adanya batasan “tanpa penurunan kualitas yang dirasakan oleh wisatawan”. Hal ini berarti bahwa daya tampung obyek wisata menurut konsep Mathieson & Wall (1982) berorientasi pada pemenuhan kepuasan berwisata dan pencegahan dampak negatif pada lingkungan yang mungkin timbul
  • 27. III. METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Prktikum inidilaksanakan pada Bulan …………………..di Desa …………….. Kecamatan……………Kabupaten…………..Provinsi Lampung. 3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah alat tulis, Pita meter, Pengukur waktu (jam), Alat dokumentasi (Kamera). Laptop, lembar kuisioner kepada pengelola, masyarakat, dan pengunjung. 3.3 Jenis dan Data Praktikum ini berjenis gabungan, dengan menggabungkan antara jenis kualitatif dan kuantitatif yang mana terdapat masalah atau pembahasan yang akan dijelaskan menggunakan kalimat atau di deskripsikan dan terdapat juga permasalahan atau pembahan yang akan dijelaskan menggunakan secara matematik/matematis misalnya dengan menggunakan GIS dalam pengelolaan peta (Pratiwi Istiwigati dkk 2013). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif evaluatif yang bertujuan untuk membantu pengambilan keputusan, perubahan program, menemukan fakta- fakta untuk keberlanjutan dan menyempurnakan pelaksanaan suatu kegiatan/program berdasarkan informasi yang telah didapatkan (Sukmadinata, 2009). Metode pengumpulan data yang meliputi data primer dan data sekunder dilakukan dengan cara observasi langsung ke lapangan untuk mengetahui bagaiman kondisi di lokasi penelitian, serta dalam upaya memenuhi informasi dalam proses wawancara teknik yang digunakan dalam penentuan sampling ialah teknik area cluster random sampling agar jumlah sampel tidak terlalu banyak. Rincian data disajikan pada Tabel 1. Metode yang digunakan untuk pengumpulan data adalah sebagai berikut: A. Wawancara Wawancara dilakukan dengan Teknik semi terstruktur yang mengacu pada panduan wawancara untuk emmudahkan dan memfokuskan pertanyaan. 1. Pengelola Dilakukan dengan Teknik snowball sampling dilakukan untuk menemukan informan kunci yang diperlukan 2. Masyarakat Masyarakat yang diwawancara adalah masyarakat yang tinggal diwilyah tersebut (penduduk tetap) 3. Pengunjung Responden ditentukan dengan random sampling, atau secara acak dari populasi pengunjung yang ada.
  • 28. Tabel 1. Jenis dan Teknik Pengambilan Data No Data yang dibutuhkan Sumber Teknik pengumpulan data 1 Pengelola wisata Pengelola, masyarakat dan pengunjung Wawancara dan studi pustaka 2 Kegiatan wisata Pengelola, pengunjung dan masyarakat Wawancara, observasi lapang (dokumentasi), menghitung total luasan yang dimanfaatkan untuk kegiatan wisata 3 Selang waktu kedatangan pengunjung Waktu kedatangan dan kepulangan Observasi lapang 4 Jarak antar kelompok pengunjung Waktu kedatangan kelompok 1 dan kelompok berikutnya Observasi lapang 5 Gangguan wisata pengunjung Wawancara 6 Pengaruh wisata terhadap kelestarian sumberdaya Pengelola, masyarakat dan pengunjung Wawancara dan observasi lapang B. Luas area wisata dan untuk kebutuhan tertentu Luas total Kawasan yang digunakan/ dimanfaatkan sebagai area wisata diperoleh dengan menghitung luasan daerah yang dimasuki pengunjung. Area tersebut meliputi jalan utama, jalan cabang, lebar pantai, luas laut untuk berenang, snorkeling dan menyelam. Luasan dihitung dengan bantuan aplikasi Google Earth dan divalidasi di lapangan C. Validasai Data Validasi dan akurasi data dilakukan dengan observasi langsung dan mendokumentasikan objek yang diteliti. 3.4 Analisis Data Penghitungan analisis daya tampung mengacu pada rumus perhitungan daya tampung wisata yang dikembangkan oleh Cifuentes (1992). Penetapan jumlah kunjungan maksimum suatu obyek wisata didasarkan pada kondisi fisik, manajemen pada obyek wisata buatan dengan mempertimbangkan tiga aspek utama yaitu (Physical Carrying Capacity/PCC), daya-tampung riil (Real Carrying Capacity/RCC) dan daya- tampung efektif (Effevtive Carrying Capacity/ECC). Dalam perhitungan daya tampung wisata oleh Cifuentes (1992) yang merupakan hasil modifikasi dengan penelitian Douglas (1975) oleh Fandeli & Muhammad (2009) diketahui rumusnya sebagai berikut : 1. Daya Tampung Fisik
  • 29. PCC adalah daya tampung fisik (Physical Carrying Capacity) yaitu batas maksimum dari kunjungan yang dapat dilakukan dalam satu hari; A adalah luas area yang digunakan untuk wisata; B adalah luas area yang dibutuhkan oleh seorang wisatawan untuk berwisata dengan tetap memperoleh kepuasan (kegiatan piknik nilai B adalah 65 m²); Rf adalah faktor rotasi. 𝐹𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑅𝑜𝑡𝑎𝑠𝑖 (𝑅𝑓) = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑗𝑎𝑚 𝑜𝑝𝑒𝑟𝑎𝑠𝑖𝑜𝑛𝑎𝑙 𝑜𝑏𝑗𝑒𝑘 𝑤𝑖𝑠𝑎𝑡𝑎 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑙𝑎𝑚𝑎 𝑘𝑢𝑛𝑗𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 Penilaian daya tampung fisik berdsarkam rumus Physical Carrying Capacity (PCC) perlu diketahui terlebih dahulu luas untuk masing-masing ruang, nilai A dan B seperti yang akan dijelaskan berikut ini : Nilai A terdiri dari misalnya (Hanya Contoh): 1. Ruang Gerak Pengunjung di pantai adalah 10.000 m2 B. Ruang Publik Ruang Publik tidak dapat dihitung dengan rumus PCC karean luasannya tidak dapat menampung pengunjung seperti • Tempat ibadah memiliki luas 25 m2 yang dapat menampung 25 orang • Pos jaga memiliki luas 13 m2 yang dapat menampung 4 security • Kantor memiliki luas 200 m2 yang dapat menampung 140 karyawan • Restoran dan Food Court memiliki luas 470 m2 yang dapat menampung 20 • RTH memiliki luas 48.292 m2 C. Ruang Pemanfaatan Wahana • Pantai untuk berenang dapat menampung 20 orang • Pantai untuk snorkling dapat menampung 15 orang • Mangrove tracking dapat menampung 1orang dengan durasi 3 menit • Perahu dapat menampung 10 orang dengan durasi 5 menit • Sepeda Air dapat menampung 12 orang dengan durasi 5 menit
  • 30. Tabel 3. Hasil pengukuran Nilai Daya Tampung Fisik (Physical Carrying Capacity/PCC) Ruang Pengelolaan A (m2) B (m2) Rf (jam) Nilai PCC (Pengunjung/hari) Ruang Gerak Pengunjung Ruang Publik Tempat Ibadah Pos Jaga Kantor Restoran & Food Court RTH Ruang Pemanfaatan Wahana Jumlah Nilai B ditentukan berdasarkan penelitian dari Douglass (1975) yang menghitung luas area yang dibutuhkan seorang wisatawan untuk tetap meperoleh kepuasan (Fandeli & Muhammad, 2009). Nilai B yang digunakan pada perhitungan nilai daya tampung fisik ini adalah untuk jenis aktivitas wisatawan berpiknik yaitu sebesar 65 m². 2. Daya Tampung Riil Rumus daya tampung riil dalam Zacarias (2011) mengacu pada Cifuentes (1992) adalah sebagai berikut : Dan dapat dirubah dalam bentuk persen menjadi RCC adalah daya tampung riil (Real Carrying Capacity) yaitu jumlah maksimum pengunjung yang dapat mengunjungi situs area wisata tertentu berdasarkan faktor koreksi menurut karakter biofisik setempat; PCC adalah daya tampung fisik (Physical Carrying Capacity); Cf......Cfn adalah faktor-faktor koreksi dari parameter biofisik lingkungan suatu area wisata. Untuk menghitung faktor koreksi Cfn menggunakan rumus sebagai berikut (Zacarias et al, 2011): Cfn adalah faktor koreksi ke-n terkait dengan data komponen ke-n; Mn adalah kondisi nyata pada variabel fn terhitung; Mt adalah batas maksimum pada
  • 31. variabel fn tersebut. Adapun faktor koreksi dari aspek biofisik lingkungan pada area wisata buatan di Kota Batu yang diidentifikasi sebagai faktor pembatas terhadap aktivitas wisata khususnya terhadap kunjungan wisatawan ke area wisata serta kepuasan dan kenyamanan wisatawan bergerak dengan leluasa. Faktor koreksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Curah hujan (Cf1) b. Gangguan dari Kapal (Cf12) b. Gangguan kegiatan lain (Kapal nelayan) (Cf3) c. Gangguan hewan liar (Bulu Babi) (Cf4) Perhitungan faktor koreksi ini didasarkan oleh penilaian daya tampung lingkungan wisata oleh Siswantor (2012) dan Sustri (2009) Grojogan Sewu dan Taman Nasional Kepulauan Togean (modifikasi penulis). Untuk obyek wisata buatan di Kota Batu, faktor-faktor biofisik yang diidentifikasi sebagai faktor pembatas dalam penghitungan daya tampung lingkungan wisata adalah sebagai berikut : Curah hujan (Cf1) Musim hujan cukup mempengaruhi aktivitas wisata di Kota Batu yaitu dimana pada bulan- bulan dengan intensitas hujan yang tinggi dan cenderung mempengaruhi jumlah kunjungan wisatawan yang datang. Perhitungan faktor koreksi curah hujan menurut Sustri (2009) didasarkan pada Indeks Curah Hujan selama 10 tahun terakhir dengan membandingkan bulan kering dan bulan basah yaitu menggunakan persamaan: Penghitungan daya tampung riil (Real Carrying Capacity/RCC) berdasarkan rumus yang telah dijelaskan diatas maka yang pertama yang perlu diketahui adalah factor pembatas (Cf1) dan nilai (Cfn) yang merupakan factor koreksi ke-n. berdasarkan hasil pengamatan di lapangan menunjukkan aspek biofisik yang dianggap menjadi faktor pembatas daya tampung obyek wisata ialah curah hujan. A. Curah Hujan, pada tahun 2017 jumlah bulan basah ialah 8 dan bulan kering sebanyak 2, sementara 2 bulan lainnya adalah bulan lembab yang merupakan pertengahan diantara keduanya B. Berdasarkan klasifikasi iklim oleh Schmidt terdapat 8 kelas yaitu : 0 – 0,143 = Sangat Basah 0,143 – 0,333 = Basah 0,333 – 0,6 = Agak Basah 0,6 – 1 = Sedang 1 – 1,67 = Agak Kering 1,67 – 3 = Kering 3 – 7 = Sangat Kering > 7 = Luar Biasa Kering Maka ditentukan nilai Curah hujan dengan rumus :
  • 32. Tabel 2. Klasifikasi pengaruh gangguan kegiatan wisata 3. Daya Tampung Efektif Daya tampung efektif adalah suatu hasil kombinasi daya tampung riil dengan kapasitas manajemen area wisata, dapat dilihat rumusnya sebagai berikut: ECC adalah daya tampung efektif (Effective Carrying Capacity); PCC adalah daya tampung fisik (Physical Carrying Capacity); MC adalah kapasitas manajemen area. Parameter terakhir ini didekati melalui kapasitas petugas pengelola pada area wisata, dengan menggunakan rumus (Siswantoro, 2012) : Rn adalah jumlah petugas pengelola yang ada; Rt adalah jumlah petugas pengelola yang dibutuhkan. 4. Analisis dan Interprestasi Analisis daya dukung wisata dilakukan dengan membandingkan data yang dihasilkan dalam analisis daya dukung sebelumnya (PCC, RCC dan ECC). Ketentuannya adalah : PCC > RCC dan RCC > ECC Hasil analisis ini dijadikan standar dalam menentukan daya dukung wisata di Kebun Raya Cibodas. Jika PCC > RCC > ECC maka daya dukung wisata di suatu kawasan. Artinya pengelola masih dapat melakukan upaya untuk meningkatkan jumlah wisatawan sampai pada batas nilai perhitungan hasil dari persamaan di atas. Namun, jika ECC lebih besar dari RCC dan RCC lebih besar dari PCC, maka kawasan tersebut telah melebihi batas maksimum kapasitas daya dukungnya.
  • 33. UNTUK MODUL TAHUN DEPAN SAJA ACARA III TEKNIK PERHITUNGAN TARIF MASUK KAWASAN EKOWISATA I.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
  • 34. DAFTAR PUSTAKA Aronoff S. 1991. Geographic Information System A Management Perspektive. WDL Publications. Ottawa. [Bakosurtanal] Badan Koordinator Survei Tanah Nasional. 1996. Pengembangan Prototipe Wilayah Pesisir dan Marina Kupang NTT. Pusat Bina Aplikasi Inderaja dan SIG. Jakarta. Bengen D G. 2004. Pedoman teknis: Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. PKSPL-IPB. Bogor. Cicin S, R W Knecht. 1998. Integrated Coastal and Marine Management. Island Press, Washington D.C. Cicin S, R W Knecht. 1998. Integrated Coastal and Marine Management. Island Press, Washington D.C. Elly M J. 2009. Sistem Informasi Geografis Menggunakan Aplikasi Arc View 3.2 dan ERMapper 6.4. Graha Ilmu. Yogyakarta. Hall C M. 2001. Trends in ocean and coastal tourism: the end of the last frontier? Ocean & Coastal Management Vol 44: 601–618 p. Hutabarat A A, F Yulianda, A Fahrudin, S Harteti, Kusharjani. 2009. Pengelolaan Pesisir dan Laut Secara Terpadu. Pusdiklat Kehutanan Departemen Kehutanan RI. SECEM-Korea International Coorporation Agency. Bogor. Kim S dan Y Kim. Overview of Coastal and Marine Tourism in Korea. 1996. Journal of Tourism Studies Vol 7 (2): 46–53 p.Lawaherilla N E. 2002. Pariwisata Bahari: Pemanfaatan Potensi Wilayah Pesisir dan Lautan. Makalah Falsafah Sains (PPs 702) Program Pasca Sarjana / S3 Institut Pertanian Bogor. Miller M. 1993. The Rise of Coastal and Marine Tourism. Ocean & Coastal Management Vol 21 (1–3): 183–99p. Orams M. 1999. Marine Tourism: Development, Impacts and Management. London: Routledge. Ryan C. 2002. Equity, Management, Power Sharing and Sustainability Issues of The New Tourism. Tourism Management Vol 23: 17–26 p.
  • 35. Samiyono, Trismadi. 2001. Peta Pelayaran Wisata Bahari Indonesia. Prosiding Seminar Laut Nasional III. Ikatan Sarjana Oseanologi Indonesia 29-31 Mei. Jakarta. Setyawan A D, K Winarno. 2006. Permasalahan Konservasi Ekosistem Mangrove di Pesisir Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. . Jurnal Biodiversitas Vol 7 (2): 159-163 hal. Sunarto. 2000. Kausalitas Poligenik dan Ekuilibrium Dinamik sebagai Paradigma dalam Pengelolaan Ekosistem Pesisir. Prosiding. Seminar Nasional Pengelolaan Ekosistem Pantai dan Pulau-pulau Kecil dalam Konteks Negara Kepulauan. Badan Penerbit Fakultas Geografi Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Wardhani M K dan Sembel L. 2009. Rancangan Indikator Kerentanan Kawasan Wisata Pantai. Presentasi Tugas Kerentanan Lingkungan Pesisir dan Lautan. Mayor Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Wong P P. 1991. Coastal Tourism in Southeast Asia. ICLARM Education Series 13. International Centre For Living Aquatic Resources Management, Manila, Philippines: 40 p. Yulianda F. 2007. Ekowisata Bahari sebagai Alternatif Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir Berbasis Konservasi. (Makalah) Disampaikan pada Seminar Sains 21 Februari 2007 pada Departemen Manajenem Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Valentina Castelani & Serenella Sala, Carrying Capacity of Tourism System: Assessment of Environmental and Management Constraints Towards Sustainability. Department of Environmental Science. University of Milano-Bicocca. Elena Maggi & Franco Lorenzo Fredella, The carrying capacity of a tourist destination. The case of a coastal Italian city. Department of Science Economic. Degli University. University Of The Aegean. Defining, Measuring And Evaluating Carrying Capacityin European Tourism Destinations. Department Of Environmental Studies. Laboratory of Environmental Planning Athens. Yuliani, Strategi Komunikasi Dinas Kebudayaan Pariwisata Dan Kominfo ( Disbudpar ) Dalam Meningkatkan Kunjungan Wisatawan Di Desa Pampang Kota Samarinda. Jurnal Komunikasi, Universitas Mulawarman. Siswanto, Hariadi. Kajian Daya Tampung Lingkungan Wisata Alam Taman Wisata Alam Grojogan Sewu Kabupaten Karanganyar. Jurnal Ilmu Lingkungan. Universitas Diponegoro. Cahyadi, Hery Sigit. Kapasitas Daya Tampung Psikologi Wisatawan Di Pananjakan 1, Taman Nasional Bromo, Tengger Semeru, Jawa Timur.
  • 36. Jurnal Manajemen Resort dan Leisure Vol.13 No.1 April 2016. Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung. Lucyanti, Silvia dkk, Penilaian Daya Tampung Wisata di Obyek Wisata Bumi Perkemahan Palutungan Taman Nasional Gunung Ciremai Propinsi Jawa Barat. Proseding Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan 2013. Universitas Diponegoro. Hayati, Naila. Pemilihan Metode Yang Tepat Dalam Penelitian (Metode Kuantitatif dan Metode Kualitatif). Jurnal Tarbiyah dan Keguruan. Universitas IAIN Imam Bonjol Padang.
  • 37. Lampiran 1. Contoh Kuisioner
  • 74. Lampiran 2. Ketentuan pembuatan laporan A. FORMAT ISI LAPORAN HALAMAN SAMPUL LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR NILAI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Praktikum Manfaat Praktikum TINJAUAN PUSTAKA METODE Lokasi Pengambilan Data Alat dan Bahan Tata Kerja Pengambilan Data Jenis Data Analisis Data PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Hasil analisis Data KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA Ketentuan Khusus a) Laporan diketik pada kertas berukuran A4 dengan batas sembir 4 3 3 3, spasi 1,15 fonta Arial 11 b) Style Penulisan untuk Bab, Sub Bab menggunakan format Heading 1, Heading 2 dst c) Penyitiran atau Sitasi menggunakan menu inset citation yang terdapat pada MS Office Word, dan daftar pustaka menggunakan insert Bibliografi dengan Style APA 6th Edition d) Penulisan judul table dan judul gambar menggunakan menu insert caption
  • 75. B. Contoh Halaman Sampul LAPORAN PRAKTIKUM EKOWISATA BAHARI ACARA : Disusun Oleh: NAMA. NPM. PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN JURUSAN PERIKANAN DAN KELAUTAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG Bandar Lampung 2019
  • 76. C. Contoh Halaman Pengesahan Judul : Laporan Praktikum Ekowisata Bahari Acara : Bandar Lampung, 17 Agustus 2019 Diperiksa Oleh (Asisten) NPM Disusun Oleh Nama NPM Tanggal Diperiksa : 17 Agustus 2019 Disetujui Dosen Pengampu NIP Tanggal Disetujui : 17 Agustus 2019 Akan sah jika ditanda tangani dengan ballpoint warna merah dan tanggal pemeriksaan tulis tangan Akan sah jika ditanda tangani dengan ballpoint warna biru dan tanggal pemeriksaan tulis tangan
  • 77. LEMBAR NILAI Unsur yang Dinilai Nilai (N) Proporsi (P) N x P Kesesuaian dengan Format dan Panduan 40% Kesesuaian dengan EYD 10% Kesesuaian Acuan dengan Acara 20% Kedalaman Pembahasan 30% TOTAL 100% Plagiarisme * - NILAI AKHIR Keterangan: *Nilai Plagiarisme adalah nilai pengurangan, NILAI AKHIR adalah TOTAL DIKURANGI dengan nilai plagiarism yang besarnya equivalen dengan persentase plagiasi yang dilakukan. Contoh NILAI TOTAL = 80 Plagiasi = 10% Maka NILAI AKHIR = 80 – (80 x 10%) = 80 – 8 =72